Gambaran Persaingan Bisnis Digital di Empat Sektor Terpopuler di Indonesia

Dilihat dari geliat bisnis –meliputi nilai pangsa pasar dan putaran investasi—ada beberapa sektor digital yang tumbuh signifikan di Indonesia. Salah satunya merujuk pada hasil riset Google dan Temasek tahun ini, empat sektor utama yang mendominasi adalah e-commerce, online travel, online media, dan ride-hailing. Selain empat di atas sektor lain juga turut bertumbuh, salah satu yang menggeliat adalah fintech.

Pada tulisan ini, kami coba menghadirkan gambaran persaingan terkini industri digital yang sedang memanas dan menjadi sorotan di Indonesia. Terdiri dari bisnis ride-hailing, fintech, e-commerce, dan online travel. Masing-masing telah diisi oleh pemain besar dengan basis pengguna dan dukungan pendanaan yang sangat besar juga.

Ride-hailing masih tentang Go-Jek vs Grab

Berbicara tentang persaingan ride-hailing di Indonesia, maka masih mengerucut pada dua unicorn Go-Jek dan Grab. Keduanya terus mendominasi pangsa pasar dengan porsi yang berbeda. Sejauh ini dari sisi kelengkapan, aplikasi Go-Jek jauh lebih unggul karena menawarkan varian yang lebih banyak.

Namun dari total statistik unduhan di Play Store, angka Grab lebih banyak –karena hanya menggunakan satu aplikasi di seluruh wilayah operasional, sementara Go-Jek memisahkannya; seperti di Vietnam menggunakan Go-Viet atau bahkan layanan sekunder dengan Go-Life.

Go-Jek vs Grab
Go-Jek dan Grab masih terus bersaing menjadi yang terbaik

Di sisi lain, fitur e-wallet menjadi salah satu model bisnis layanan. Go-Jek bermanuver sendiri melalui Go-Pay, sementara Grab masih bergantung pada pihak lain, dalam hal ini Ovo dari Lippo Group. Untuk perluasan bisnis keduanya juga sama-sama memiliki unit investasi, merangkul pemain lain memperkuat ekosistem layanan –ada Go-Ventures dan Grab Ventures.

Mapan, Promogo, Findaya, Dana Cita dll adalah startup digital yang kini bermitra strategis dengan Go-Jek, dijalin melalui pendanaan dan/atau akuisisi. Kudo, HappyFresh, StickEarn, Karta dan beberapa pemain lainnya ada di sudut Grab. Dari sepak terjang yang ada, keduanya seakan-akan mengarah pada satu titik yang sama dalam kaitannya dengan tujuan bisnis.

Tahun ini nilai pangsa pasar ride-hailing di Indonesia diperkirakan mencapai $3,7 miliar. Angka tersebut diproyeksikan akan terus meningkat hingga menyentuh minimal $14 miliar di tahun 2025 mendatang. Sehingga babak demi babak persaingan masih akan sangat menarik disaksikan dari kedua startup besar tersebut.

Fintech tumbuh pesat, e-money miliki potensi terbesar

Di Indonesia ada dua sub-sektor fintech yang terlihat tumbuh subur, yakni lending dan e-money. Dari sisi jumlah pemain, fintech lending jauh lebih banyak, pun yang sudah berizin dari regulator. Sementara e-money cenderung lebih sedikit dan didominasi oleh pemain besar.

Ada alasan yang sangat mendasar mengapa e-money akan menjadi sub-sektor fintech yang paling berpotensi. Seperti layaknya uang di dompet, saldo e-money didesain untuk membantu pengguna bertransaksi kebutuhan sehari-hari.

Tak ayal kini pemain e-money makin gencar melakukan akuisisi pengguna dengan memperluas ekosistem layanan. Di Indonesia ada beberapa layanan populer untuk e-money, mulai dari Dana, Go-Pay, Paytren, Tcash dan lain-lain. Namun yang paling mendominasi pemberitaan akhir-akhir ini ada tiga layanan, yakni Dana, Go-Pay, dan OVO.

Dominasi pemberitaan tak lain terkait upaya perluasan integrasi layanan. Kini ketiga layanan populer tersebut sudah terintegrasi dengan platform berpopulasi pengguna besar. Dari survei yang dilakukan oleh DailySocial melibatkan 825 pengguna layanan, secara peringkat pengguna Go-Pay berada di urutan pertama, disusul oleh OVO, Tcash, dan Dana.

E-money di Indonesia
Layanan e-money terus perluas integrasi layanan untuk perkaya ekosistem

Pasca integrasi yang dilakukan besar-besaran tahun ini, artinya genderang persaingan baru saja dimulai. Beberapa pemain memang sudah terlihat meredup – misalnya PayPro yang akhirnya mencoba keberuntungan di ritel kecil tradisional.

Beberapa pemain baru juga bermunculan ditandai dengan rilis lisensi penyelenggara e-money oleh Bank Indonesia. Sebut saja BluePay, Duwit, hingga E2Pay yang segera memantapkan debutnya.

Sektor travel lengang namun menjanjikan

Menurut data Google dan Temasek, saat ini sektor online travel memiliki pangsa pasar yang paling besar di Asia Tenggara, yakni $30 miliar. Di Indonesia sendiri tahun ini diperkirakan akan menyumbang perputaran uang mencapai $8,6 miliar, dan diproyeksikan akan mencapai $25 miliar di tahun 2025 mendatang. Pemain di online travel sebenarnya juga banyak, sebut saja Airy, Pegipegi, Tiket.com, Traveloka, dan lain-lain.

Jika ditarik pemain dengan peringkat teratas, maka merujuk pada dua pemain besar – kebetulan keduanya didirikan pengembang lokal – yakni Tiket.com dan Traveloka. Pasca exit, Tiket.com saat ini berada dalam naungan Djarum Group melalui unit usaha Blibli. Sementara Traveloka masuk dalam jajaran unicorn di Indonesia dengan valuasi saat ini diperkirakan melebihi $2 miliar.

Traveloka vs Tiket
Traveloka pimpin bisnis OTA di Indonesia

Tampaknya modal besar membuat akuisisi pengguna oleh Traveloka cukup berhasil –diimbangi dengan inovasi layanan yang terus digencarkan. Secara statistik Traveloka saat ini masih mengungguli Tiket.com, kendati dari sisi varian layanan keduanya hampir memiliki kesamaan. Di sudut inovasi Traveloka juga banyak meluncurkan gebrakan, misalnya fitur PayLater melalui TravelokaPay bermitra dengan layanan pinjaman Danamas.

Secara khusus DailySocial juga pernah merilis laporan bertajuk “Online Travel Agencies Survey 2018”. Hasil survei menempatkan urutan layanan paling populer ada Traveloka, Tiket.com, Pegipegi, Airy, Blibli, Jd.id, Nusatrip dll. Besarnya pangsa pasar online travel membuat e-commerce juga berbondong-bondong menyajikan layanan penjualan tiket pesawat dan hotel. Beberapa e-commerce bekerja sama dengan pengembang OTA, sisanya mendesain sistem secara mandiri.

E-commerce di Indonesia bergerak dinamis

Sektor digital yang paling ramai sejak beberapa tahun terakhir, pun dengan pertumbuhannya terlihat paling mengesankan. Jika dikemas dalam anekdot, perjalanan digital society di Indonesia dimulai dari penggunaan media sosial, lalu e-commerce, baru ke layanan lainnya.

Saat ini lanskap e-commerce di Indonesia didominasi empat pemain besar, yakni Bukalapak, Lazada, Shopee dan Tokopedia. Pembeda antara e-commerce dan online marketplace pun semakin melebur.

Sementara itu di luar empat pemain tersebut masih banyak platform lain yang juga terus memperkuat keberadaannya, sebut saja Blibli, Bhinneka, Mataharimall dll. Pemain dengan segmen khusus seperti Sale Stock, Hijub, Berrybenka dll juga masih memiliki pangsa pasar. Belum lagi yang di segmen khusus B2B, ada Bizzy, Mbiz dll.

Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa e-commerce akan menjadi bisnis digital paling berpengaruh dalam beberapa tahun mendatang. Per tahun 2018, nilai pangsa pasar e-commerce di Indonesia sudah mencapai $18 miliar, terbesar di regional.

Menjelang akhir tahun, di tengah hajatan akbar e-commerce beberapa lembaga survei merilis laporan terkait popularitas layanan e-commerce. Salah satunya MarkPlus, mereka mengatakan bahwa saat ini Shopee berada di urutan pertama, bersaing ketat dengan Tokopedia. Sebelumnya di kuartal kedua DailySocial juga pernah melakukan survei popularitas layanan e-commerce, menempatkan Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak di urutan teratas.

E-commerce di Indonesia
Empat layanan e-commerce unggulan terus bersaing ketat

Persaingan belum usai sampai di sini. Masing-masing pengembang platform terus memaksimalkan berbagai strategi untuk memperkuat kehadirannya di pangsa pasar. Strateginya juga memiliki pendekatan berbeda antar pemain.

Misalnya Bukalapak memilih memaksimalkan biaya iklan – per kuartal ketiga tahun 2018, Bukalapak menjadi startup yang paling banyak beriklan. Beda lagi dengan Shopee yang mencoba memperkuat branding dengan menggaet tokoh terkenal Asia dan mengadakan pagelaran besar.

Go-Jek to Launch Business in Singapore This Week

After the expansion plan officially announced some time ago, Go-Jek is now rumored to launch the “beta” version of its service in Singapore on Thu (11/29). The initial service only available for a limited amount of consumers.

Previously, Go-Jek had strategic partnership with DBS Bank to support its expansion in Singapore. In the previous agreement release, Andre Soelistyo, Go-Jek’s president said Go-Jek Singapore will be launched soon after this partnership.

In the same release, it was mentioned that DBS customers will get the same opportunities and special offers for the beginning of Go-Jek service. DBS is going to be a strategic partner for digital wallet service in Go-Jek app.

According to McKinsey & Company research, Singapore is one of the countries with the most developed penetration of the non-cash payment model in Asia, along with Hong Kong and South Korea. Therefore, it’s inefficient for Go-Jek to offer ride-hailing service without a digital payment system.

A new round for ride-hailing ecosystem in Singapore

Uber SEA acquisition has loosen the ride-hailing competition in Singapore. All services converge to Grab. In fact, although they refuse to be accused for doing market monopoly, there were no equal competitors. Go-Jek’s arrival has freshen the air in Singapore’s ride-hailing ecosystem.

The alternative service demand besides Grab is slightly indicated. ComfortDelGro is one of the taxi provider having a good impact. Companies claimed the service improvement post-uber acquisition. It was seen as a golden opportunity for other ride-hailing developers, including Tada.

However, to compete with Grab, requires a lot of effort. In fact, the company keep raising fund for app improvement to present multi-functional services. Having large capital means you can do many things to acquire users.

Go-Jek arrives with not-so-little capital, the latest news told us the old investors will raise funding to $9 billion – to provide equal service. Introducing app-based service for transportation in Singapore.

Singapore market is in fact not as big as Go-Jek’s origin or other target countries. Users are not as much as Indonesian or Vietnam people. However, Singapore looks like a proof after Grab’s duel in Indonesia, it’s time for Go-Jek to prove its competency in the opponent’s origin.

Go-Jek and Grab competition will be very interesting to be followed in the next round. It might not be transportation only, but also other innovation services the company keep innovating.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GrabExpress Car dan GrabExpress Nalangin Bantu UMKM Memproses Pengiriman Barang

Untuk mengakomodasi kebutuhan penjual dan pelaku UMKM, Grab luncurkan layanan GrabExpress Car dan GrabExpress Nalangin. Layanan yang baru tersedia di Jabodetabek (Car) dan Jakarta (Nalangin) ini diharapkan memudahkan pemilik bisnis melakukan proses logistik lebih cepat dengan layanan pengiriman barang berkapasitas lebih besar.

Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menegaskan, selama ini Grab ingin membantu lebih banyak UMKM dengan menghadirkan layanan yang dibutuhkan dan berfungsi dengan baik.

“Kita memanfaatkan semua mitra GrabCar yang jumlahnya makin meningkat untuk kemudian mulai memanfaatkan layanan GrabExpress Car. Di sisi lain kita juga ingin memberikan layanan baru untuk pengguna.”

Bantu lancarkan proses logistik

Mengklaim memiliki perbedaan dengan layanan logistik pihak ketiga lainnya, GrabExpress Car memanfaatkan mitra dengan mobil kapasitas 6 seater. Selain itu ketika memanfaatkan layanan tersebut pengguna akan mendapatkan tanda bukti seperti layanan logistik pada umumnya — biasanya dibutuhkan untuk informasi ke pembeli.

Di aplikasi juga ada real time tracking, termasuk layanan call center yang bisa dimanfaatkan oleh pengguna.  juga mampu mengirimkan lebih banyak barang hingga ke lima destinasi dalam satu kali pemesanan. Untuk tarif yang dikenakan mulai dari Rp16.000 untuk pengantaran di wilayah Jabodetabek.

“Untuk memudahkan proses, daftar kontak telepon yang tersimpan pada smartphone kini juga terintegrasi langsung dengan aplikasi Grab, sehingga memudahkan pengguna dalam memilih dan mengisi rincian kontak penerima barang saat melakukan pemesanan layanan,” kata Head of 2 Wheels Transport & Logistics Grab Indonesia, Gita Prihanto.

Sementara itu layanan lainnya yaitu GrabExpress Nalangin berfungsi sebagai layanan Cash On Delivery (COD) dengan armada sepeda motor. Mungkinkan wirausahawan mikro mengirimkan produknya ke pembeli dengan biaya pembelian produk yang ditanggung terlebih dulu oleh mitra pengemudi. Dalam tahap uji coba, layanan ini akan tersedia secara eksklusif bagi merchant yang melakukan pengiriman secara aktif dalam 3 bulan terakhir.

Meluncurkan GrabClub

Sebelumnya Grab juga mengumumkan layanan GrabClub dalam pembaruan aplikasi, merupakan layanan berlangganan bulanan dengan menu khusus yang tersedia dalam aplikasi. Mungkinkan pengguna menikmati semua layanan di Grab dengan potongan harga hingga 50%.

Pembaruan aplikasi untuk layanan GrabClub sudah dirilis untuk pengguna di Indonesia. Namun demikian Ridzki mengatakan kepada DailySocial belum mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai peluncuran layanan GrabClub dan akan memberikan informasi lebih lanjut di kemudian hari.

Application Information Will Show Up Here

Minggu Ini Go-Jek Akan Luncurkan Layanan di Singapura

Setelah rencana ekspansinya resmi dikabarkan beberapa waktu lalu, kini beredar kabar Go-Jek akan segera meluncurkan versi “beta” layanannya di Singapura pada Kamis (29/11) ini. Peluncuran layanan tahap awal tersebut baru akan bisa dinikmati oleh konsumen dalam jumlah terbatas.

Sebelumnya Go-Jek telah menjalin kemitraan strategis dengan Bank DBS untuk mendukung pelebaran sayapnya di Singapura. Dalam rilis penandatanganan perjanjian beberapa waktu lalu, Presiden Go-Jek Andre Soelistyo menyampaikan, pasca kerja sama ini Go-Jek di Singapura akan diluncurkan dalam waktu dekat.

Di rilis yang sama juga disampaikan bahwa pelanggan DBS nantinya akan mendapatkan kesempatan dan penawaran khusus untuk layanan Go-Jek di fase awal.  Karena DBS akan menjadi mitra strategis layanan dompet digital di aplikasi Go-Jek.

Menurut penelitian McKisney & Company, Singapura adalah salah satu negara dengan penetrasi model pembayaran non tunai paling matang di Asia, bersama Hong Kong dan Korea Selatan. Sehingga sangat tidak efisien jika Go-Jek menjajakan layanan ride-hailing tanpa dibarengi sistem pembayaran digital.

Babak baru ekosistem ride-hailing di Singapura

Akuisisi layanan Uber di Asia Tenggara membuat persaingan layanan ride-hailing di Singapura memudar. Opsi layanan mengerucut pada Grab. Meski menolak dibilang memonopoli pasar, pada kenyataannya tidak ada pesaing yang berimbang. Masuknya Go-Jek memberikan angin segar pada persaingan di ekosistem ride-hailing Singapura.

Kebutuhan layanan alternatif selain Grab secara tidak langsung ditunjukkan. Layanan taksi ComfortDelGro salah satu yang menerima dampak baiknya. Perusahaan mengaku pasca Uber tidak ada, pemesanan layanan justru meningkat. Kondisi tersebut turut dilihat sebagai kesempatan emas bagi pengembang ride-hailing lainnya, salah satunya Tada.

Namun untuk menyaingi Grab memang membutuhkan banyak upaya. Pasalnya perusahaan terus melakukan penggalangan dana untuk menyulap aplikasi sehingga menghadirkan layanan multi-fungsi. Memiliki modal besar artinya dapat melakukan banyak hal untuk mengakuisisi pengguna.

Hadirnya Go-Jek –dengan dukungan permodalan yang tidak kecil, kabar terakhir investor lamanya akan menambah pendanaan hingga membawa valuasi mencapai $9 miliar—dapat menghadirkan opsi layanan yang berimbang. Menyajikan layanan berbasis aplikasi untuk kebutuhan transportasi di Singapura.

Pasar di Singapura memang tidak sebesar negara asal atau tujuan ekspansi Go-Jek lainnya. Penggunanya tidak sebesar di Indonesia atau Vietnam. Namun Singapura tampak seperti menjadi sebuah pembuktian, setelah Grab beradu di Indonesia, saatnya Go-Jek bertandang membuktikan kekuatannya di negara asal lawan.

Persaingan Go-Jek dan Grab masih akan menarik untuk diikuti dalam babak selanjutnya. Mungkin tidak hanya seputar layanan transportasi, melainkan kepada layanan-layanan lain yang terus diinovasikan oleh kedua perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Grab to Introduce Remittance Service in Early 2019

Grab Financial, Grab’s financial unit, is ready to bring the latest fintech service in the cross-border transfer sector or remittance at the beginning of next year. This product is claimed to be the first in Southeast Asia as a cross-border transfer wallet.

Another impact is, it reduces cash payment transaction significantly for tourist and business trips in Southeast Asia. Shopping on e-commerce is getting broader.

“We believe the remittance product will be a game-changer for millions of unbanked or underserved people in Southeast Asia. Grab Financial has a unique position to shorten the transfer process to those you love and fasten the financial inclusion in the region,” Reuben Lai, Grab Financial’s Senior Managing Director, in the official release.

Regarding business potential, Southeast Asia remittance market is estimated to reach US$70 billion by last year. It was dominated by MTO and financial institutions, however, many guest workers who are not sustainable economically depend on the unauthorized MTO agents.

Grab believes the industry is suffered from highly, unreasonable price structure, and inefficient transfer process resulting non-optimal user experience and potential of countless lost funds.

Lai commented on this result that Grab intends to resolve the issue by eliminating verification process (online only), making sure the money arrived on target, fixed rate, and to be used directly without early disbursed.

Customers can instantly and securely transfer money to the recipient in other country using GrabPay e-wallet. It’s considered unique among the current ways on the market.

He explained the recipient can choose to disburse fund through the cash-out point or using it for the daily transaction, such as paying for bills and balance top-up within the Grab app.

In terms of rate, customers will have complete transparency and visibility to all transactions, including forex and early administration fee.

Grab guarantees the recipient to not being charged with any additional fee for every fund received in the GrabPay account. The benefits aren’t present in the previous remittance service (MTO / Money Transfer Operator).

Regarding the business, DailySocial tried contacting Grab representative. The spokesperson avoids giving further statements.

“We’ll launch the remittance in early 2019, starting with Southeast Asia’s largest cross-country transfer channel, where there are lots of unsustainable workers. We’ll offer them a transparent, secure, and fast way to transfer their income to the family.”

Grab is ready to partner with governments in Southeast Asia on this initiative, which involves in ASEAN Smart Cities Network (ASCN). In Indonesia, cities involved as ASCN members are DKI Jakarta, Banyuwangi, and Makassar.

Currently, Grab has been operating in 8 countries in Southeast Asia include more than 500 cities.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup di Singapura dan Indonesia Dominasi Pendanaan di Asia Tenggara

Pesatnya pertumbuhan bisnis digital di Asia Tenggara tidak lepas dari putaran investasi yang banyak dikucurkan kepada startup digital. Selain memberikan sorotan terhadap pertumbuhan pangsa pasar, laporan Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional tersebut. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang hanya menghasilkan putaran investasi sebesar $3,6 miliar.

Tren investasi tidak hanya dikucurkan dari kantong venture capital, karena private equity dan corporate investors mulai banyak tertarik menanam modal di SEA. Para investor termasuk hadir dari perusahaan global dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Dari capaian tersebut, riset memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai $40 – $50 miliar di tahun 2025 mendatang.

Startup unicorn seperti Go-Jek, Tokopedia, Grab, Bukalapak, Lazada, Sea, VNG, Razer, dan Traveloka menjadi unit bisnis yang memegang persentase mayoritas nilai investasi. Jika digabungkan, pada H1 2018, startup unicorn di SEA berhasil membukukan hingga $6,5 miliar dalam putaran pendanaan. Pendanaan Grab turut membawanya sebagai decacorn pertama di SEA.

Pendanaan Startup di Asia Tenggara
Pendanaan startup di SEA didominasi oleh sektor ride hailing / Google-Temasek

Dari empat sektor industri internet yang disoroti dalam laporan, yakni Online Media, Online Travel, E-commerce, dan Ride Hailing; gabungan keempatnya menguasai mayoritas pendanaan — dari $9,1 miliar, empat sektor itu mendapat $7,8 miliar. Kendati secara pangsa pasar nilainya masih kalah besar dibanding dengan sektor lain, Ride Hailing menjadi yang terbesar mendapatkan pendanaan di periode H1 2018, totalnya mencapai $4,5 miliar. Namun demikian, Grab dan Go-Jek dikatakan sebagai dua pemain utama yang mendominasi.

Sementara sisa $1,3 miliar tersebar di berbagai lanskap startup digital lain. Sebanyak $0,5 miliar berhasil dibukukan oleh startup fintech, sisanya $0,8 miliar tersebar di berbagai bidang startup — pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Singapura menempati peringkat tertinggi, disusul Indonesia

Mengenai sebaran pendanaan di SEA, sebanyak $6,8 miliar didapat oleh startup dari Singapura. Sementara Indonesia berada di peringkat selanjutnya dengan selisih yang cukup besar, yakni hanya mendapat hingga $1,8 miliar. Sisanya $0,5 miliar tersebar di negara lainnya. Namun bisa jadi persentase tersebut berubah, mengingat pada H2 2018 pendanaan startup di Indonesia terus mendapatkan kucuran investasi. Terakhir Tokopedia yang dikabarkan baru mendapatkan pendanaan hingga $1 miliar dari Softbank dan sejumlah investor.

Selama H1 2018, sebanyak 286 transaksi pendanaan terjadi di wilayah Singapura. Di Indonesia ada sekitar 154 kesepakatan, sisanya 264 tersebar di wilayah lain meliputi Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mayoritas pendanaan yang dikucurkan dalam putaran seri A (580 transaksi), disusul seri B dan C (61 transaksi), dan seri D-E+ (7 transaksi). Sisanya tidak menyebutkan detail tahapan pendanaan.

Grab Ventures Velocity Umumkan Peserta Batch Pertama Program Akselerasi Startup Asia Tenggara

Setelah sebelumnya telah membuka pendaftaran untuk batch pertama program Velocity, akselerator startup Asia Tenggara yang diinisiasi Grab Ventures, Grab mengumumkan 5 startup terpilih yang berhak mengikuti program selama 16 minggu.

Tiga di antaranya adalah startup Indonesia atau startup yang memiliki bisnis di Indonesia. Mereka adalah Sejasa, Minutes, dan BookMyShow. BookMyShow sejatinya adalah startup asal India yang melebarkan sayapnya di Indonesia.

Dua startup lainnya adalah Tueetor dan Helpling dari Singapura. Lima startup terpilih akan mendapatkan mitra dan akses secara regional. Grab juga mendukung pertumbuhan startup terpilih dalam bentuk kegiatan pemasaran.

Kepada DailySocial, Head of Grab Ventures Chris Yeo menyebutkan, bersama dengan tim profesional di Grab serta dukungan dari perusahaan swasta dan pemerintah, Grab akan bekerja sama melancarkan program.

“Selain memperluas jaringan, kami juga ingin menghubungkan startup terpilih dengan pemain yang relevan dari jaringan partner kami yang luas agar bisa memberikan kesempatan lebih untuk sukses,” kata Chris.

Grab Ventures Velocity merupakan program pengembangan startup yang didukung ekosistem teknologi di Asia Tenggara. Amazon Web Service (AWS) akan menyediakan beragam manfaat bagi startup yang terpilih melalui paket AWS Activate Portfolio Plus dan technical mentoring terkait keamanan platform, pengembangan startup, dan best practice. MDI Ventures, yang memiliki jaringan di Singapura dan Silicon Valley, akan memberikan keahlian lokal dan akses kepada jaringan mentor mereka.

Program pengembangan Grab Ventures Velocity di Indonesia melengkapi program BEKRAF dan Kominfo melalui berbagai inisiatif, seperti Go Digital Vision 2020 dan Go Startup Indonesia.

Tidak ada kategori pilihan

Bisa dibilang tidak ada kategori tertentu untuk mengikuti program Grab Ventures Velocity. Hal tersebut diklaim Grab menyesuaikan target  program yang ingin dicapai.

“Kami mengevaluasi startup berdasarkan beberapa faktor kunci. Termasuk di dalamnya kekuatan tim dan manajemen, teknologi yang diterapkan, dan nilai layanan kepada end user. Kami juga melihat lebih banyak tren makro seperti keberadaan pasar saat ini dan posisi pasar serta ukuran pasar hingga skalabilitas model bisnis perusahaan,” kata Chris.

Sebelumnya Grab sudah berinvestasi dan melakukan M&A terhadap startup di kawasan regional, salah satunya Kudo di Indonesia. Usai pengumuman batch pertama program Velocity, Grab Ventures segera mengumumkan pembukaan batch kedua.

Grab Segera Gulirkan Layanan Remitansi Pada Awal Tahun 2019

Grab, melalui unit Grab Financial, siap membawa layanan fintech terbaru bergerak di bidang pengiriman uang antar negara atau remitansi pada awal tahun depan. Produk ini diklaim pertama kalinya hadir di Asia Tenggara sebagai dompet pengiriman uang antar negara.

Dampak lainnya, secara signifikan mengurangi gesekan pembayaran tunai untuk perjalanan wisata dan bisnis antar negara di Asia Tenggara. Belanja di situs e-commerce pun akan semakin lintas batas.

“Kami percaya produk remitansi ini akan jadi game-changer untuk jutaan orang yang unbanked atau underserved di Asia Tenggara. Grab Financial berada di posisi yang unik untuk merampingkan proses pengiriman uang ke orang yang Anda cintai dan mempercepat inklusi keuangan di wilayah ini,” terang Managing Director Senior Grab Financial Reuben Lai dalam keterangan resmi.

Bicara potensi bisnis, pasar remitansi Asia Tenggara diperkirakan mencapai US$70 miliar pada tahun lalu. Pasar ini didominasi oleh MTO dan lembaga keuangan, namun banyak pekerja asing yang rentan secara ekonomi bergantung pada agen MTO yang tidak berlisensi.

Grab menilai industri ini masih menderita struktur harga yang buram, mahal, dan operasi pengiriman yang tidak efisien yang menghasilkan pengalaman konsumen kurang optimal dan potensi dana hilang yang tak terhitung jumlahnya.

Dari hasil tersebut, Reuben menyebut Grab ingin menyelesaikan isu tersebut, seperti mengeleminasi proses verifikasi cukup secara online, memastikan dana sampai di penerima yang bersangkutan, kepastian biaya transfer, dan dana bisa digunakan langsung digunakan tanpa harus dicairkan terlebih dahulu.

Pengguna dapat mengirim uang secara instan dan aman ke penerima di negara lain dengan e-wallet GrabPay. Opsi ini dinilai berbeda dengan selama ini yang ada di pasar.

Reuben menjelaskan penerima dapat memilih untuk mencairkan dana yang diterima melalui jaringan cash out point atau menggunakannya untuk transaksi sehari-hari, seperti pembayaran tagihan sampai isi pulsa langsung dalam aplikasi Grab.

Untuk biaya transfer, pengguna mendapat transparansi dan visibilitas yang lengkap terhadap seluruh biaya, termasuk biaya forex dan administasi sebelum transfer dana.

Grab menjamin penerima dana tidak akan dikenakan biaya tambahan apapun untuk setiap dana yang masuk ke akun GrabPay. Kelebihan ini dinilai tidak hadir dalam layanan remitansi yang ada sebelumnya (MTO/Money Transfer Operator).

Terkait kehadiran layanan ini di Indonesia, DailySocial mencoba untuk menghubungi perwakilan Grab. Juru bicara Grab menolak untuk memberikan pernyataan lebih jauh.

“Kami akan meluncurkan produk pengiriman uang pada awal 2019, dimulai dengan jalur transaksi pengiriman uang antar negara terbesar di Asia Tenggara, di mana terdapat jumlah besar pekerja yang rentan secara ekonomi. Kami akan menawarkan mereka cara yang transparan, aman, dan cepat untuk mengirimkan pendapatan mereka kepada keluarga mereka.”

Grab menyatakan siap bekerja sama dengan pemerintah di Asia Tenggara tentang inisiatif ini, yang tergabung dalam ASEAN Smart Cities Network (ASCN). Di Indonesia, kota yang tergabung sebagai anggota ASCN adalah DKI Jakarta, Banyuwangi, dan Makassar.

Saat ini Grab telah beroperasi di 8 negara di kawasan Asia Tenggara dengan total kehadiran di lebih dari 500 kota.

Application Information Will Show Up Here

Grab Receives Funding Worth 3.7 Trillion Rupiah from Hyundai and Kia Motors

Today (11/7) Grab announced new investment worth of $250 million (around 3.7 trillion rupiah) from Hyundai Motor Company and Kia Motors Corporation. This investment has initiated a partnership among those three to start the initiative for electric vehicle development in Southeast Asia. It is Grab’s advanced step to raise funding up to $3 billion by the end of 2018.

Grab, Hyundai, and Kia will launch a series of electric vehicles trials start from Singapore next year. It’s focused on the use of electric vehicles to maximize cost efficiency for Grab drivers. The partnership will also involve regional stakeholders, include the government and industry players in the area, such as building a fast-charging center network.

“As a home to one of the fastest growing consumers in the world, Southeast Asia is considered as a rapid growth market for electric cars. Having unbeatable track record, Grab is the best partner to help electric vehicles adoption in Southeast Asia,” Youngcho Chi, Hyundai Motor Group’s Chief Innovation Officer, said.

The partnership will be focused on presenting electric vehicle maintenance solutions. Therefore, they also plan some research activities for optimization in adjusting climate in Southeast Asia.

“As an owner of the largest electric vehicle group, we are very excited to build a partnership with Hyundai Motor Group in supporting electric vehicle adoption throughout Southeast Asia. We have the same vision about mobility electrification as a key to build an environment-friendly transportation platform with low cost,” Ming Maa, Grab’s President explained.

Last week, Grab has just announced $200 million (worth 3 trillion rupiah) funding from Booking Holdings. Using big capital, Grab wants to make a “super app” platform. It does not only work as a transportation provider but also make benefits for other business models, one of those through GrabPay.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Grab Terima Pendanaan 3,7 Triliun Rupiah dari Hyundai dan Kia Motors

Hari ini (07/11) Grab mengumumkan perolehan investasi baru senilai $250 juta (setara 3,7 triliun Rupiah) dari Hyundai Motor Company dan Kia Motors Corporation. Investasi ini turut membentuk kerja sama ketiga pihak untuk memulai inisiatif pengembangan kendaraan listrik di Asia Tenggara. Pendanaan ini menjadi kelanjutan dari ambisi Grab untuk menggalang dana hingga $3 miliar hingga akhir tahun 2018.

Selanjutnya Grab, Hyundai, dan Kia akan meluncurkan serangkaian proyek percontohan kendaraan listrik yang dimulai dari Singapura tahun depan. Percontohan fokus pada penggunaan kendaraan listrik untuk memaksimalkan efisiensi biaya bagi mitra pengemudi Grab. Kemitraan juga akan bekerja dengan para pemangku kepentingan regional, termasuk pemerintah dan pemain industri untuk meningkatkan infrastruktur kendaraan listrik di wilayah tersebut, seperti membangun jaringan pusat-pusat pengisian cepat.

“Sebagai rumah dari salah satu pusat konsumen yang tumbuh paling cepat di dunia, Asia Tenggara merupakan pasar yang berkembang sangat pesat untuk mobil listrik. Dengan rekam jejak yang tak tertandingi, Grab merupakan mitra terbaik yang akan membantu mempercepat adopsi kendaraan listrik di Asia Tenggara,” terang Chief Innovation Officer Hyndai Motor Group, Youngcho Chi.

Kemitraan juga akan fokus menghadirkan solusi perawatan kendaraan listrik. Untuk itu mereka juga merencanakan serangkaian kegiatan riset untuk optimasi kendaraan listrik menyesuaikan iklim di kawasan Asia Tenggara.

“Sebagai pemilik armada kendaraan listrik terbesar di Singapura, kami sangat bersemangat untuk membangun kemitraan dengan Hyundai Motor Group dalam mendorong adopsi kendaraan listrik di seluruh Asia Tenggara. Kami memiliki visi yang sama tentang elektrifikasi mobilitas sebagai salah satu pondasi kunci untuk membangun platform transportasi yang ramah lingkungan dengan biaya terendah,” terang President of Grab, Ming Maa.

Minggu lalu Grab baru saja mengumumkan perolehan pendanaan senilai $200 juta (setara 3 triliun Rupiah) dari Booking Holdings. Dengan modal besar, Grab ingin menjadikan platformnya sebagai “super apps”. Tidak lagi sekadar sebagai penyedia layanan transportasi, namun juga memberikan manfaat untuk model bisnis lain, salah satunya melalui GrabPay.

Application Information Will Show Up Here