Kewirausahaan dengan Dampak Sosial-Ekonomi Jadi Fokus Endeavor di Scale Up Asia 2019

Kewirausahaan dengan dampak sosial-ekonomi yang signifikan menjadi fokus Endeavor Indonesia dalam ajang “Scale Up Asia 2019: Turning Point”. Chairman of The Board Endeavor Indonesia Harun Hajadi mengatakan, pihaknya mendapati 45 high-impact entrepreneur yang dipilih dari dua ribu unit usaha di seluruh Indonesia.

“Melalui kegiatan Scale Up Asia 2019, Endeavor Indonesia berharap agar semangat high-impact entrepreneurship dapat tersebar lebih luas di Indonesia, sekaligus menjadi sarana pendukung dalam pertumbuhan ekosistem wirausaha,” ujar Harun.

Menurut Harun, 45 pengusaha tadi adalah pimpinan dari 37 perusahaan. Ia menyebut usaha mereka semua telah menyumbang 10 ribu lapangan kerja secara langsung. Penciptaan lapangan kerja ini adalah contoh utama dampak ekonomi-sosial kewirausahaan yang baik.

Sementara itu Kepala Deputi Infrastruktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Hari Sungkari, menambahkan high-impact entrepreneur banyak diperlukan guna menjaga laju pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan ekonomi digital punya potensi sebesar US$130 miliar atau Rp1.832 triliun pada 2025. Dengan potensi sebesar itu, wirausaha sektor ekonomi digital diharapkan menjadi ujung tombak ekonomi nasional.

“Melalui rangkaian acara Scale Up Asia 2019, para wiraswasta tidak hanya berkesempatan untuk berkonsultasi langsung mengenai masalah terkait bisnis yang mereka hadapi, tapi juga memiliki wadah untuk membahas isu dan tantangan terkait dunia usaha secara lebih komprehensif,” imbuh Hari.

Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadhi menambahkan, ajang yang dihelat oleh Endeavor Indonesia ini membantu dirinya mengakses jejaring internasional. “Selain itu, kesempatan ini juga membuka luas koneksi menuju pihak-pihak potensial yang bisa diajak bekerja sama untuk mengembangkan bisnis, serta membuka kesempatan lainnya yang semula belum terbayangkan. Diri dan perusahaan pun secara otomatis menjadi teraktualisasi.”

Endeavor sendiri merupakan gerakan kewirausahaan global. Di Indonesia, Endeavor telah beroperasi selama tujuh tahun dan mendukung 45 pengusaha tadi, salah satunya adalah Founder & CEO Bukalapak Ahmad Zaky.

Dalam ajang Scale-Up Asia 2019 ini, Endeavor menggelar rangkaian acara yang terdiri dari Pitch Up Competition, Scale Up Connect, dan Scale Up Clinic. Seperti namanya, Pitch Up Competition ini menyeleksi tiga startup terbaik dari 100 peserta. Mereka yang terpilih adalah Piniship (platform logistik untuk UKM), Mospaze (marketplace e-logistik dan gudang on-demand), serta Zendmoney (penyedia jasa multi-currency account yang memudahkan  konsumen dalam pembayaran).

Sementara Scale Up Connect merupakan wadah bagi para pengusaha untuk berjejaring mengenai ekosistem wirausaha di Indonesia yang diikuti oleh 50 pengusaha internasional. Terakhir, Scale Up Clinic merupakan kegiatan mentoring yang pada lima hal yakni: strategi pertumbuhan, pengumpulan dana, sumber daya manusia, marketing & sales, dan operasional.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Scale Up Asia

Bekraf Game Prime 2019 Siap Digelar, Beri Panggung Developer Game Lokal Unjuk Gigi

Bekraf Game Prime 2019 kembali digelar untuk keempat kalinya, tepatnya tanggal 13-14 Juli 2019 di Jakarta. Bekraf bekerja sama dengan Asosiasi Game Indonesia (AGI) dan portal berita esports GGWP.id dalam menggelar pameran game tahunan terbesar di Indonesia ini.

“Saat ini game bukan hanya sekadar hiburan, melainkan dapat menjadi alat edukasi, periklanan bahkan bisa memberikan kontribusi dalam ekonomi nasional. Selain itu, industri game telah menjadi salah satu profesi baru dengan jenjang karier yang jelas,” kata Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari, Jumat (5/7).

Pihaknya telah menyiapkan 50 game developer dalam negeri yang sudah terkurasi untuk unjuk game terbaru mereka, sampai turnamen esports. Tak hanya buka booth, mereka akan berbagi pandangan terkait industri game serta jenjang kariernya di sana. Harapannya akan semakin banyak talenta muda yang tertarik terjun.

Menurut Presiden AGI Narenda Wicaksono, banyak developer lokal yang berbakat tapi jauh dari radar publikasi. “Semua game developer terbaik di sini akan berkumpul, mereka bisa saling berkolaborasi dan memperkenalkan produknya. Inginnya yang datang bisa terinspirasi untuk buat game,” katanya.

Game developer yang diajak Bekraf untuk unjuk gigi ini sekitar 10% di antaranya datang dari luar Jawa. Ini memperlihatkan bahwa game yang mereka hasilkan punya kualitas yang tidak kalah dengan game developer di dalam Jawa.

“Kami lakukan kurasi bukan dari lokasi tapi lihat kualitasnya. Ketika melihat hasilnya, ternyata ada partisipan dari luar Jawa yang masuk, ini artinya kualitas game di Indonesia sudah melebar,” tambah CEO GGWP.id Ricky Setiawan.

Selama dua hari, pengunjung akan disuguhkan dengan area khusus untuk bermain game VR dan AR. Di samping itu, juga disediakan berbagai macam board game hasil karya desainer lokal dan area dingdong untuk sekadar nostalgia game masa lalu.

Pengunjung bisa mencoba simulator balap Arcade Retro yang biasa digunakan pembalap profesional untuk latihan. Bagi para artist, baik itu komikus, ilustrator, dan artist game, disediakan area khusus untuk memamerkan koleksinya.

Hari menuturkan Bekraf menyiapkan penghargaan untuk game developer yang berprestasi selama beberapa tahun terakhir sebagai bentuk apresiasi. Bahkan berkesempatan untuk memamerkan karyanya di luar negeri.

Diprediksi jumlah kunjungan pada tahun ini dapat tembus antara 25 ribu sampai 30 ribu dari total pendaftaran yang masuk sekarang ada sekitar 19 ribu. Angka ini membludak dari gelaran di tahun sebelumnya sebanyak 16 ribu orang yang datang.

Sesi B2B ditiadakan

Satu hal yang paling mencolok dari BGP tahun ini adalah ditiadakannya sesi B2B. Padahal sebelumnya, secara rutin BGP punya dua konsep dengan target yang berbeda, untuk kalangan B2B dan B2C.

Sesi B2B ini memberikan kesempatan buat game developer untuk pitching di hadapan calon investor dan memberikan kesempatan bertukar pikiran dan membangun relasi untuk potensi kolaborasi jangka panjang.

Hari beralasan, sesi ini ditiadakan karena berkaca dari tahun lalu, realisasi investasi yang diberikan untuk game developer sangat minim. Investor lokal diasumsikan belum memiliki minat yang cukup untuk berinvestasi di segmen ini, beda halnya dengan investor di luar negeri.

Sebagai gantinya, Bekraf memutuskan untuk mengganti sesi B2B ini dengan mengajak developer pitching ke luar negeri.

“Dari segi ekosistem, investor lokal belum memiliki taste untuk berinvestasi ke perusahaan game. Justru [investor] lebih banyak datang dari luar negeri, makanya nanti mau kita ajak mereka ke sana.”

BGP tahun ini akan difokuskan untuk pemasaran produk game yang selama ini belum terlalu dikuasai oleh para developer. Kendati produk yang mereka hasilnya punya kualitas yang bagus, tapi banyak dari mereka yang belum tahu cara mengemasnya.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Bekraf Game Prime 2019

AI dan Blockchain Siap Hadir di Platform Penyedia Jasa Legal “Kontrak Hukum”

Usai mendapat suntikan investasi dari Kaskus, Kontrak Hukum berencana menanamkan dua teknologi terkini ke dalam platform-nya pada tahun ini, yakni artificial intelligence (AI) dan blockchain. Kedua teknologi ini dinilai dapat memberikan pengalaman terhadap penyediaan jasa hukum lebih baik di masa depan.

Menurut Chief Operating Officer KontrakHukum Jimmy Karisma R, pihaknya saat ini tengah melakukan riset sembari melakukan pengembangan untuk mengimplementasi kedua teknologi tersebut. Harapannya, teknologi ini dapat memberikan layanan berkualitas dari sisi kecepatan dan kredibilitas.

“Kami tidak ingin sekadar memindahkan [layanan jasa hukum] dari offline ke online. Kami ingin ada teknologi di belakangnya. Dan kami lihat kiblat di Amerika Serikat, di mana kedua teknologi ini sering digunakan untuk kebutuhan legal,” ungkapnya ditemui DailySocial di GDP Power Lunch di Jakarta.

Jimmy mencontohkan, dengan AI proses review kontrak bisa lebih efisien waktu hingga 50-60 persen. Teknologi ini dapat memampukan sistem untuk membaca dan menghasilkan summary dari isi kontrak. Para lawyer tidak perlu membaca kontrak lagi.

Sementara contoh use case untuk teknologi blockchain adalah menghindari potensi manipulasi kontrak atau materi legal apapun di dalam sistem. Hal ini karena blockchain memiliki sifat transparan dan terdistribusi dalam konsep kerjanya.

“Rencananya [teknologi ini] sudah bisa di-roll out kuartal ketiga tahun ini karena sekarang masih riset dan pengembangan,” ucap Jimmy.

Kontrak Hukum saat ini memiliki tiga bisnis utama, yaitu penyedia layanan jasa hukum, ada tiga jasa pembuatan kontrak, pembuatan badan usaha, dan pendaftaran merek.

Perusahaan membidik target pasar UMKM dan pelaku usaha startup. Saat ini, Kontrak Hukum telah memiliki 2.000 klien dan 100 mitra yang telah dikurasi sesuai dengan spesialisasinya.

CEO dan Founder Kontrak Hukum Rieke Caroline menambahkan, tahun ini pihaknya akan bersinergi dengan Kaskus untuk mengedukasi pasar tentang pentingnya kebutuhan legal.

“Kami ingin mengubah wajah hukum agar lebih dekat dengan kehidupan masyarakat. Selama  ini kan hukum anggapannya jauh padahal penting sekali. Nah, kami bersama Kaskus akan buat konten berseri untuk mendorong tujuan itu,” kata Rieke.

Pentingnya urusan legal untuk startup

CEO dan Founder Layaria Dennis Adhiswara turut membagikan pandangannya seputar kebutuhan legal bagi pelaku usaha startup. Dennis menyoroti tentang bagaimana pentingnya membuat perjanjian antar-founder saat membangun startup.

“Selain pendaftaran merek, agreement antar founder atau shareholder itu cukup sering dikeluhkan. Kalau tidak ada perjanjian, itu bahaya, due diligence bisa tertunda. Apalagi kalau tidak ada kelengkapan dokumen, investor bisa mundur,” tuturnya di ajang GDP Power Lunch.

Sepakat dengan hal tersebut, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Hari Sungkari mengungkap kebanyakan startup tutup bukan dikarenakan minimnya investasi, melainkan tidak adanya perjanjian dengan founder.

“Bukan hanya karena urusan legal tidak kelar, tapi ada clash antar founder, startup bisa tutup. Waktu di awal belum ada revenue, nanti kalau sudah ada bagaimana pembagiannya? Makanya perlu ada perjanjian supaya mendisiplinkan hak dan kewajiban mereka,” ujar Hari.

Bekraf Berambisi Turunkan Tingkat Kegagalan Startup Lewat Program BEKUP

Tingkat gagal yang tinggi dalam dunia startup, sebenarnya bisa diatas dengan pembekalan seputar manajemen perusahaan. Poin inilah yang disorot oleh Bekraf lewat program BEKUP yang kini sudah memasuki tahun ketiganya.

BEKUP adalah program pendampingan pra-startup dari masih berupa ide menjadi MVP yang siap dilanjutkan ke pasar atau masuk ke inkubator untuk digodok lebih lanjut. Halal Local dan TarraSmart merupakan dua peserta Bekup angkatan pertama yang masih aktif hingga kini.

Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari menuturkan kebanyakan founder startup di Indonesia baru paham bagaimana membuat produk yang berangkat dari teknologi. Padahal, sebenarnya esensi dalam mendirikan startup itu adalah mengelola perusahaan, bagaimana leadership itu dibutuhkan.

“Selama ini startup berangkatnya dari teknologi, padahal sebenarnya menawarkan solusi dari problem yang ada. Contohnya seperti yang Gojek lakukan. Jadi dalam Bekup kami ajarkan ke pre-startup dari yang masih berupa ide sampai akhirnya jadi MVP,” terang Hari, pekan lalu (7/12).

Peserta Bekup yang bergabung di tahun ini jumlah sekitar 150 startup. Lebih sedikit dari peserta tahun lalu yang sebanyak 200 startup. Kendati demikian, Hari melihat peserta kali ini lebih berkualitas dari segi kematangannya.

Ada 30 startup yang lolos sampai ke tahap demo day, dengan persentase keberhasilan 20% dari total peserta. Persentase ini dianggap lebih tinggi dari tingkat gagal startup yang disebut hanya 10% yang selamat pada tahap awal.

Demo day itu sendiri sudah diselenggarakan pada pekan lalu dengan nuansa yang cukup berbeda di kapal pesiar Quicksilver Cruise Jakarta.

“Bekup itu lahir untuk menurunkan failure rate startup di tahap awal. Di dunia itu dibilangnya ada 10% [yang selamat], sekarang sudah 20% karena kita gembleng mereka untuk jadi entrepreneur. Banyak dari mereka yang enggak ngerti cara buat usaha, cuma tahu buat produk saja.”

Setelah terdaftar, peserta akan mengikuti serangkaian kegiatan Bekup. Mulai dari bootcamp 1, team consultation 1, bootcamp 2, team consultation 2, mid evaluation, rangkaian kegiatan routine evaluation journey 1-6, dan final evaluation.

Seluruh pembekalan, sambungnya, diarahkan buat para founder agar dapat menciptakan startup yang kuat dan andal sehingga dapat menawarkan inovasi dengan tiga kriteria. Yakni sesuai keinginan pengguna, layak secara bisnis, dan memungkinkan untuk dikembangkan secara teknis.

Di tahap akhir, dipilih 10 startup yang diberikan kesempatan untuk mempresentasikan bisnisnya di hadapan mitra inkubator, akselerator, investor, dan mitra strategis potensial lainnya.

10 startup tersebut adalah Sebuku (Balikpapan), Angkoters (Bandung), Lesku (Denpasar), Isportpreneur (Makassar), Ngelab Kampus (Malang). Kemudian, SalonQita (Medan), Muslimall (Padang), Freshtime (Semarang), Qubiclo (Tangerang), dan Farming.id (Yogyakarta).

“Dengan adanya program BEKUP, kami harap dapa membantu pengembangan pelaku startup dengan memberikan pelatihan dan manajemen kerja melalui kegiatan yang telah kami adakan. Kami beserta para mitra sangat bangga dapat menjadi bagian untuk mewujudkan Indonesia lebih baik,” pungkas Hari.

Bekraf Bersama Asosiasi Mulai Rumuskan Roadmap untuk Industri Game Indonesia

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Asosiasi Game Indonesia (AGI) telah selesai menyelenggarakan Bekraf Developer Conference (BDC) 2018 dengan menghadirkan pengembang game dan aplikasi tanah air. Acara tahunan ini juga dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan roadmap pengembangan industri digital untuk tahun mendatang, salah satunya fokus pada industri game.

“Indonesia adalah salah satu negara paling berpotensi sebagai negara produsen game bermutu. Penghasilan yang diperoleh Indonesia setiap tahun dari industri game mencapai 1 triliun Rupiah. Itulah mengapa jumlah studio game di Indonesia juga semakin meningkat. Melihat potensi ini, game developer menjadi salah satu profesi yang sangat dicari,” terang Deputi Infrastruktur Bekraf, Hari Sungkari, dalam ketarangan resminya.

Narenda Wicaksono, Founder Dicoding sekaligus Ketua Umum AGI, menjelaskan perumusan roadmap merupakan langkah para pelaku industri untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Harapannya dapat dipertimbangkan dalam kebijakan yang diambil untuk memajukan industri digital.

“Industri game di Indonesia masih dalam tahap berkembang, masih banyak yang harus dibenahi; market lokal juga masih dikuasai asing. Namun di sisi lain, terjadi peningkatan yang sangat signifikan, terutama di platform konsol. Banyak game yang di-publish oleh anak bangsa di konsol-konsol ternama, sebut saja seperti Valthirian Arc, Ultra Space Battle Brawl, Fallen Legion, dan lain-lain,” terang Narenda.

Menurut Narenda peningkatan industri game lokal turut dipengaruhi beberapa hal. Pertama adalah faktor edukasi, melibatkan institusi pendidikan untuk menghasilkan talenta pengembang dan pendukung kreativitas game. Kedua adalah investasi, karena ini menjadi salah satu hal penting untuk mengakselerasi jalannya industri.

“Harapannya dengan adanya roadmap ini dapat memberikan insight kepada pemerintah, sehingga membuahkan akselerasi pertumbuhan industri digital, khususnya game. Peningkatan industri game lokal juga diharapkan dapat mengambil alih pasar di negeri sendiri. Selain itu diharapkan pula adanya kolaborasi lebih lanjut dengan sub sektor lainnya, misal film, dan komik,” imbuh Narenda.

“Database Startup Indonesia” Diresmikan, Siap Jadi Acuan Pengembangan Industri Digital

Indonesia saat ini tengah menikmati pertumbuhan industri digital yang ditandai dari menggeliatnya industri startup. Kini Indonesia tercatat telah memiliki empat startup berstatus unicorn, terbanyak kedua setelah Singapura di kawasan Asia Tenggara.

Sesuai visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia, tak cukup hanya mengandalkan sejumlah inisiatif dari para pemangku kepentingan (stakeholder). Ada hal lain yang dapat mendukung hal tersebut, yakni melalui kehadiran database startup yang komprehensif.

Untuk itu, Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) didukung Badan Ekonomi Kreatif RI (BEKRAF) meluncurkan Database Startup Indonesia 2018 yang akan menjadi acuan pengembangan industri digital Tanah Air. Peluncuran ini sekaligus dalam rangka perhelatan World Conference on Creative Economy di Nusa Dua, Bali.

Deputi BEKRAF Hari S Sungkari menyebutkan, Database Startup Indonesia 2018 akan memetakan ragam informasi berkaitan dengan kondisi startup. Dalam hal ini, Database Startup Indonesia dapat membantu berbagai pihak, termasuk pemerintah, dalam menentukan kebijakan dan program agar lebih optimal.

Sementara Ketua Umum MIKTI Joddy Hernady menyebutkan, pengumpulan informasi dan proses verifikasi dilakukan seluruhnya oleh tim MIKTI. Verifikasi ini dilakukan untuk memastikan data tersebut valid. Setidaknya hingga saat ini, menurut Joddy, sudah ada 960 startup yang datanya telah dikumpulkan dan diverifikasi.

“Saat ini belum ada acuan [data startup] yang kredibel. Kalaupun ada, itu tidak valid. Nah yang kami lakukan adalah verifikasi seperti mengecek website dan menelepon [pemiliknya], apa masih ada atau tidak. Dengan begini, data menjadi lebih akurat,” tutur Joddy ditemui DailySocial di Nusa Dua, Bali.

Menurut Joddy, Database Startup Indonesia nantinya dapat diakses oleh publik. Saat ini, pihaknya tengah mempersiapkan platform sebagai akses yang diperkirakan meluncur pada 10 Desember mendatang.

Perumusan kebijakan dan program lebih optimal

Database Startup Indonesia akan menampilkan ragam informasi kredibel dan valid mengenai startup, mulai dari profil perusahaan, hingga pendanaan yang diterima. Joddy menyebut data tersebut akan sangat berguna bagi para stakeholder dalam merumuskan kebijakan dan program.

“Misalnya, saat ini startup paling banyak di sektor e-commerce. Nah, kami justru bisa dorong ke sektor lain yang lebih prospek, berapa pendanaan yang diperlukan. Kan e-commerce sudah banyak,” tuturnya.

Dari data terverifikasi MIKTI yang diterima DailySocial, hingga saat ini sektor e-commerce mendominasi jumlah startup di Indonesia sebanyak 353 (36,84%), diikuti 53 startup fintech (5,52%), 21 startup game (2,19%), dan 535 startup di bidang lain (55,67%).

Data lainnya mencatat sudah ada 530 startup (55,15%) yang menjadi PT, namun ada 66 startup (6,87%) masih berbadan usaha CV, 92 startup (9,57%) belum berbadan usaha, dan sisanya 272 startup (28,41%) belum diketahui badan usahanya.

Selain itu, lanjut Joddy, data ini dapat menarik lebih banyak investor untuk menyuntik modalnya di sini. Pihaknya juga berencana untuk menampilkan data penjualan startup yang selama ini masih bersifat tertutup untuk publik.

“Data penjualan kan penting sekali ya, tapi startup memang belum mau publikasi itu. Kami akan coba encourage mereka secara bertahap agar mau [menampilkan data penjualannya].”

Tips Mengikuti Inkubator dan Akselerator Startup Bagian 2: Memahami Program

Ada banyak keuntungan bagi startup saat mengikuti program inkubator atau akselerator. Pertama, startup mendapatkan pengetahuan komprehensif seputar bisnis dan kepemimpinan yang spesifik. Kedua, membukakan jalan kepada startup untuk bertemu dengan rekanan strategis, termasuk mitra bisnis dan investor. Yang ketiga, membantu startup menguji ulang berbagai asumsi produk dan pangsa pasar yang telah didefinisikan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, setelah mematangkan persiapan pra-inkubasi/akselerasi, startup perlu mengoptimalkan keikutsertaannya dalam program. Demi mendapatkan kiat-kiatnya, kami menghubungi beberapa penyelenggara atau mentor kegiatan tersebut. Salah satunya Donni Prabowo, General Manager AMIKOM Business Park (ABP), sebuah inkubator startup berbasis di Yogyakarta.

Menurut Donni, hal mendasar yang harus benar-benar diserap founder saat mengikuti program inkubator adalah membangun entrepreneur mindset. Baru setelah itu masuk ke tahap selanjutnya, yakni validasi yang mencakup problem validation, product validation, hingga business model validation.

“Menurut kami yang paling mendasar adalah berkaitan dengan entrepreneur mindset. Kami harus menempa startup founder agar memiliki sikap mental positif, open mind, dan pantang menyerah. Integritas yang tinggi serta komitmen yang kuat sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah bisnis,” ujar Donni.

Pengembangan mentalitas juga menjadi salah satu misi yang ditekankan Hari Sungkari dalam menyusun kurikulum pra-inkubasi di BEKUP (BEKRAF for Pre-Startup). Pada akhirnya saat startup benar-benar terjun di pangsa pasar, karakter founder akan banyak menentukan arah startup. Menurut Hari, bisnis digital saat ini harus dihadapi dengan kejelian dan pola pikir terbuka, oleh karena itu ia menekankan kepada founder didikannya untuk selalu siap berubah.

“Kurikulum BEKUP mengacu pada Lean Startup, kesiapan untuk pivot sangat ditekankan di sini. Founder harus mau berubah, ketika ide yang telah divalidasi tidak menghasilkan respons di konsumen. Ini yang mau kita tekankan, karena BEKUP hadir menciptakan mentalitas founder startup yang tangkas,” jelas Hari.

Fokus pada product-market fit dan kemitraan

Dalam sebuah kesempatan wawancara, SEA Regional Manager Fenox Venture Capital, Jeff Quigley, pengusung program GnB Accelerator di Indonesia, mengatakan bahwa fokus utama program akselerator membantu startup menemukan product-market fit, bukan lagi sekadar memvalidasi ide. Salah satunya dilakukan dengan mengundang mentor dari ekosistem startup untuk membahas penguatan internal startup sampai strategi ekspansi. Penguatan tim akan berdampak pada kinerja yang semakin kencang, sementara itu strategi ekspansi membawa startup pada potensi bisnis baru.

“Tujuan akselerator memastikan startup yang lulus dari program siap untuk melakukan scale-up dan memberikan dampak di ekosistem startup. Kami memiliki prioritas untuk memastikan setiap startup memenuhi kriteria untuk penggalangan dana di tahap berikutnya,” ujar Jeff.

Managing Director Plug and Play Indonesia Wesley Harjono mengutarakan, salah satu tujuan program akselerasi juga menghubungkan startup dengan mitra korporasi dan organisasi besar lainnya, termasuk pemerintahan. Kemitraan dengan bisnis besar dinilai akan membuka peluang bagi startup binaan melakukan banyak penyesuaian bisnis, belajar dari pengalaman korporasi menghadapi pangsa pasar.

Masalah umum

Di Yogyakarta, program ABP hampir selalu berhadapan dengan startup di tahap awal (early-stage). Dari pengalaman yang ada, Donni menyimpulkan ada tantangan mendasar yang sering dihadapi startup dan dapat Dibenahi dalam program inkubator atau akselerator. Permasalahan tersebut seputar fokus bisnis, permodalan, dan akses ke pasar. Sepertinya masalah tersebut memang menjadi fenomena umum di mana-mana.

“Banyak startup gagal karena kehilangan fokus, disebabkan oleh banyak hal, salah satunya karena mereka sering menjadikan startup hanya untuk mengisi waktu luang saja, belum menjadi prioritas utama,” ujar Donni.

Berdasarkan pengalaman beberapa startup, gagal fokus tersebut juga disebabkan karena faktor permodalan. Mereka merasa harus menghidupi operasional startup dengan bekerja. Modal yang minim ini juga membuat startup merekrut anggota tim sekenanya, bukan didasarkan pada keahlian. Oleh sebab itu, program inkubator atau akselerator biasanya membantu startup dengan memberikan pendanaan tahap awal. Harapannya para founder dapat benar-benar fokus mengembangkan bisnisnya.

Terakhir adalah seputar akses ke pasar. Program inkubator atau akselerator umumnya didirikan oleh perusahaan investasi atau korporasi. Selain dengan kurikulum pendidikan dan permodalan, mereka juga hadir membawakan jalur koneksi startup kepada mitra strategis. Harapannya dapat mempercepat startup untuk mematangkan debut di pasar pasca produknya tervalidasi dengan baik.

Melirik Potensi Besar Industri “Gaming” di Indonesia

“Gamal! Kapan belajarnya?! Jangan main terus!,” ujar Mary, orang tua Gamal, pelajar kelas 12 SMA di Bekasi.

Bu Mary sudah berkali-kali mengungkapkan kekesalannya ke anaknya itu. Gamal terlalu sering lalai mengerjakan tugasnya dari sekolah dan cuma asyik bermain game di smartphone-nya semalaman. Kebiasaan buruk itu bukan sekali dua kali, tapi hampir setiap hari dilakukan Gamal, yang termasuk kids jaman now.

Maksud Mary, Gamal boleh saja rileks sejenak, namun jangan sampai kebablasan. Namun kenyataannya, lebih sering bablas bergadget ria, daripada belajar. Alhasil perolehan nilai sekolah Gamal ikut terjun bebas, padahal dia sekarang sudah ada di tingkat akhir.

Mary tidak tahu game apa yang membuat Gamal bisa keranjingan sampai sedemikian parahnya. Awalnya Gamal bukan anak yang gemar main game. Tapi, karena pengaruh teman-teman di sekolah, atau mungkin dari teman-temannya di dunia maya, akhirnya membuat dia jadi gamer gelap mata.

Tren MOBA

Gamal, seperti kebanyakan anak-anak generasi zaman sekarang, rupanya keranjingan main game Mobile Legends: Bang Bang. Mobile game ini sangat populer dan terus menempati posisi teratas dalam Top Charts di Play Store dan App Store. Di Play Store saja, terhitung sudah diunduh oleh lebih dari 50 juta kali di seluruh dunia.

Mobile Legends adalah multiplayer online battle games (MOBA), lima lawan lima dengan cara bermain yang simpel. Ada tutorial disediakan bagi gamer yang baru pertama kali mencoba. Pemain dapat bertanding dengan pemain yang dikenal atau orang yang tidak dikenal dari seluruh dunia. Mereka dapat bekerja sama memenangkan pertandingan, bahkan disediakan fitur in-game chat agar tetap bisa berkomunikasi selama game berlangsung.

Desain grafis dan visual ditata dengan cukup apik. Baik karakter, map, item, efek skill, dan lainnya cukup nyaman dipandang mata, hampir sempurna untuk dikategorikan sebagai sebuah mobile game.

Aktor yang ‘bermain’ pada game sengaja dibuat dari berbagai negara. Ada Bruno dari Brazil, Yin Shun Shin dari Korea, Kagura dari Jepang, Chou dari Tiongkok, bahkan ada karakter dari Indonesia, Gatot Kaca. Seluruh karakter tersebut memiliki berbagai skill yang berbeda-beda untuk dimainkan.

Game Mobile Legends Bang Bang

Pamor game ini cukup tinggi di Indonesia. Buktinya, kompetisi Mobile Legends South East Asia Cup (MSC) 2017 digelar di Indonesia pada pertengahan tahun ini. Menurut Mobile Legends, Indonesia dipilih lantaran memiliki 3,5 juta pemain aktif harian. Ini angka tertinggi dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Perusahaan game dibalik Mobile Legends adalah Shanghai Moonton Technology dari Tiongkok.

Pesaing (game) Mobile Legends di Indonesia adalah Arena of Valor yang masuk ke Indonesia lewat perusahaan publisher Singapura, Garena, pada Juli 2017. Perusahaan ini termasuk ke dalam salah satu anak usaha Tencent Games.

Tencent adalah salah satu perusahaan teknologi terbesar, bersaing dengan Alibaba dan Baidu. Lewat anak usahanya, Tencent Games dikenal lewat produk mobile game yang mereka keluarkan, seperti Mobile Area, Strike of Kings, dan King of Glory.

Tips Bermain Ranked Match di Arena of Valor

Meski keduanya saat ini sedang bersiteru di pengadilan Amerika Serikat terkait isu pelanggaran properti intelektual dan hak cipta yang diduga dilakukan Mobile Legends, ternyata pamornya di Indonesia cukup kuat. Mereka berlomba-lomba menarik anak-anak remaja seusia Gamal hingga kalangan pekerja untuk
keranjingan bermain game tersebut. Pengguna rela mengucurkan biaya tambahan untuk membeli item yang dijual dalam game. Demi meningkatkan peluang untuk memenangkan pertandingan dan prestise. Harganya pun bervariasi mulai dari Rp3 ribu sampai Rp1,5 juta.

Potensi bisnis di industri gaming Indonesia

Penjualan item menjadi salah satu kantong pendapatan Mobile Legends. Mengutip data statistik yang diungkap Prioridata.com, hingga Maret 2017 Mobile Legends telah diunduh oleh 31,6 juta kali di seluruh dunia. Total pendapatannya mencapai U$5,3 juta sejak pertama kali diluncurkan pada November 2016.

Populasi penduduk Indonesia yang hampir mencapai 260 juta, menjadi nilai surplus bagi siapapun yang berbisnis di sini. Menurut hasil riset lembaga firma game Newzoo, di tahun 2016 secara demografis jumlah pemain mobile game didominasi kalangan laki-laki berusia 21-35 tahun dengan persentase 27%. Posisi kedua ditempati oleh kalangan usia 10-20 tahun sebesar 24%, dan sisanya usia 36-50 tahun.

Untuk perempuan, porsi terbesar juga dipegang oleh kalangan berusia 21-35 dengan persentase 18%. Usia 10-20 tahun sebesar 14% dan 36-50 tahun sebesar 7%. Sehingga bisa disimpulkan, kalangan usia 21-35 tahun merupakan lahan utama bagi perusahaan game karena mereka merupakan orang-orang pekerja yang rela mengeluarkan uang ekstra demi game favoritnya.

EMARKETER (DATA DARI NEWZOO)

Secara industri, potensi bisnis game di Indonesia lebih ‘hijau’ dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara karena pertumbuhannya yang cepat. Masih mengacu dari sumber yang sama, total pendapatan industri game di Indonesia diprediksi mencapai US$879,7 juta di 2017. Angka ini lebih besar dari Malaysia US$586,6 juta dan Singapura US$317,6 juta.

Besarnya kue industri game menjadikan Indonesia sebagai negara ke-16 dengan potensi bisnis terbesar dari 100 negara yang diriset Newzoo. Negara terbesar yang menduduki posisi nomor 1 dan 2 adalah Tiongkok dan Amerika Serikat, dengan potensi pendapatan masing-masing sebesar US$27,55 miliar dan US$25 miliar.

Angka yang cukup menakjubkan tersebut, ternyata menurut Ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI) Narenda Wicaksono porsi yang dinikmati lokal kurang dari 10%.

“Hmm.. kalau dirunut masalahnya jadi panjang dan enggak kelar-kelar [bahasnya],” terang Narenda sambil menghela napas dan tertawa kecil, (9/10).

Narenda menguraikan satu per satu masalah yang masih menghantui pemain game lokal.

Pertama adalah kanal distribusi yang sudah terlalu didominasi oleh Google Play Store dan App Store. Sedangkan untuk game berjenis PC dikuasai oleh platform Steam, distributor game digital yang dapat beli langsung di sana. Untuk konsol, pasti menggunakan prinsipal masing-masing yang beredar saat ini, di antaranya PlayStation, Nintendo, dan Xbox.

Dari seluruh kanal distribusi di atas, yang paling cocok untuk pasar Indonesia adalah mobile game. Kebanyakan orang Indonesia merupakan pemakai baru memakai smartphone (mobile-first). Meskipun demikian, karena didominasi oleh dua pemain besar (Google dan Apple), panggung untuk pemain kecil jadi kian tipis akibat dari tingkat persaingan yang ketat dengan aplikasi lainnya.

“Akhirnya untuk mendapatkan exposure harus pasang iklan. Lagi-lagi iklan itu tidak murah. Kalau mau pasang [iklan] di TV, sudah tahu kan biayanya seberapa banyak. Masih banyak perusahaan game yang revenue-nya masih di bawah Rp200 juta-an.”

Kedua, masalah belum meratanya kualitas pengembang game. Ada yang sangat bagus, ada yang kurang. Akibatnya kualitas game yang diciptakan secara rerata masih kalah dengan Vietnam.

Ketiga, tingkat kesudian orang Indonesia untuk membeli game premium beserta item-itemnya masih sangat minim. Padahal langkah ini adalah salah satu pundi-pundi perusahaan game melakukan monetisasi.

Terakhir, membuat game yang berkualitas rupanya bisa menjadi sumber pendapatan jangka panjang bagi perusahaan. Sayangnya, membuat game yang berkualitas tidak ada formula pastinya. Pengembang game harus terus memroduksi produk baru dan terus pelajari bagaimana hasilnya.

“Untuk mengasah kemampuan coding itu bisa belajar di manapun. Tapi untuk mengasah gimana membuat game yang bagus, perlu membuat produk terus menerus dan pelajari hasilnya sampai nanti sampai ke titik game-nya jadi jackpot. Ini akan jadi masalah kalau enggak ada pemodal. Karena ini yang akan membuat runaway jadi pendek, akhirnya beralih buat advergame.”

Dukungan berbagai pihak

Seluruh permasalahan di atas, menurut Narenda, membuat mentalitas kewirausahaan pengembang game jadi kurang tahan banting. Terutama bagi anak muda yang baru lulus kuliah dan memiliki minat jadi pengembang game. Mereka akhirnya memutuskan untuk berhenti di tengah jalan, beralih ke profesi lain karena tidak mampu bertahan dengan proses awalnya.

Siklus reproduksi talenta dalam industri ini jadi kurang variatif karena ujung-ujungnya diisi oleh pemain veteran dan idealis yang mampu bertahan.

“Jadi kayak ayam dan telur. Karena enggak ada yang mau danai, nafasnya jadi tidak bisa panjang. Banyaklah cerita yang kami dapat akhirnya beralih profesi. Bukan hal yang salah juga karena enggak ada yang berani kasih funding sampai produk mereka jadi hit.”

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Dicoding, perusahaan tempat Narenda bernaung, untuk membuat mobile game yang layak setidaknya membutuhkan waktu antara 6 bulan maksimal setahun. Definisi layak itu setidaknya memenuhi semua kriteria minimum, termasuk gameplay, storyline, karakter, dan lainnya.

Berbeda dengan industri lainnya, di dalam game berlaku faktor X yang bisa menjadi titik loncatan terbesar bagi suatu produk game.

SUMBER: NEWZOO

Salah satu contoh game yang menjadi hit karena faktor X adalah Angry Birds oleh Rovio. Game tersebut muncul, salah satunya karena momentum epidemi flu babi yang merebak secara global di 2009. Wabah tersebut melahirkan ide untuk menjadikan babi sebagai karakter dan musuh bagi burung, karena virus tersebut menyebar lewat perantara babi.

Angry Birds sendiri bukan game pertama yang dibuat Rovio, melainkan game ke 52 yang diproduksi Rovio sejak berdiri di 2003. Faktor X tersebut membawa kejayaan Rovio hingga kini. Awalnya Angry Birds dibuat eksklusif untuk platform iOS sebagai game premium, biaya pembuatannya sekitar US$136 ribu dengan lama pengerjaan 8 bulan.

“Karena faktor X ini yang membuat game di mata para pemodal kurang menarik. Secara fluktuasi sangat tinggi dan kurang sustainable. Padahal industri ini rumusnya jelas: game bagus, promosi maksimal, uang pasti ada.”

Untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan di industri game, AGI rajin mengadakan program pelatihan bekerja sama dengan kampus-kampus demi menghasilkan bibit-bibit muda. Maksud dari kegiatan ini adalah AGI ingin memberi mereka pengalaman merintis sebuah game dari awal jauh hari sebelum mereka lulus kuliah.

Semangatnya adalah ketika mereka sudah lulus sudah ada kemampuan untuk membuat game dan mendirikan usaha sendiri. Dengan demikian, bisa memperbaiki siklus reproduksi pelaku game tidak lagi diisi oleh veteran saja.

SUMBER: BEKRAF

Head of Corporate Communications Google Indonesia Jason Tedjasukmana menuturkan pihaknya telah menyaksikan pertumbuhan industri game lokal yang berkualitas tinggi dan dapat diterima masyarakat. Contohnya adalah Tahu Bulat, Tebak Gambar, dan Warung Chain.

“Mereka tumbuh luar biasa dengan angka pertumbuhan yang kuat dalam hal pendapatan dan unduhan,” kata Jason tanpa menyebutkan detil angkanya.

Untuk terus mendukung ekosistem game lokal, Google Indonesia secara aktif terus melakukan inisiasi lokal dengan membuat kegiatan seperti Indonesia Games Contest, Made in Indonesia Collection, Ramadan Collection, Independence Day Collection, dan koleksi lainnya bermuatan lokal.

Melihat potensi yang cukup besar dari industri kreatif ini, aplikasi dan developer game (AGD) menjadi satu dari tiga subsektor prioritas yang diangkat oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Setelah itu ada sektor film, dan musik.

“Tiga subsektor prioritas ini yang paling menderita karena ekosistemnya belum terbentuk,” ucap Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam kata sambutan acara yang digelar Samsung, (9/10).

Bekraf mengangkat tiga subsektor ini karena memiliki kesamaan yakni tidak ada formula standar yang membuat setiap produk yang dirilis selalu laris di pasar. Ini yang membuat fluktuasinya tinggi dan kurang terlihat nyata keberlangsungan bisnisnya di mata pemodal.

Ditambah pula, kontribusinya terhadap total produk domestik bruto (PDB) untuk ekonomi kreatif di bawah 1% pada tahun lalu. Padahal, pertumbuhan PDB dalam masing-masing sektor tumbuh sekitar 7% tiap tahunnya.

Sebagai gambaran, kontribusi aplikasi dan developer game sebesar 1,77%, musik 0,47%, dan film 0,16%.

Alasan lainnya, Bekraf mengangkat aplikasi dan developer game karena industri ini dianggap jadi motor untuk mengangkat subsektor ekonomi kreatif lainnya. Misalnya game bisa diperuntukkan dalam dunia hiburan, media iklan, edukasi, dan lain sebagainya.

Dari segi pertumbuhan pendapatan pun, industri game terus menunjukkan peningkatan yang cukup drastis [lihat grafik Newzoo]. Namun porsi yang dinikmati lokal sangat minim.

“Karena alasan alasan tersebut, Bekraf memutuskan untuk mengangkat aplikasi dan game developer, serta musik, dan film masuk ke dalam subsektor prioritas sejak tahun lalu. Kami gerak aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang melibatkan ketiga subsektor tersebut,” ucap Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari, (17/10).

Beberapa program yang diinisiasi Bekraf untuk memajukan industri game, mulai dari mencetak sumber daya alam, membangun infrastruktur, hingga bantuan pendanaan. Untuk mencetak talenta berkualitas, Bekraf mengadakan Bekraf Developer Day (BDD) bekerja sama dengan perusahaan skala global. Tujuannya tak lain ingin mempertemukan pelaku usaha dengan perusahaan agar terjadi kolaborasi bisnis.

Dalam kurun waktu dua tahun, BDD telah hadir di 14 kota, dihadiri lebih dari 10 ribu pengembang dan menghasilkan lebih dari 1.300 aplikasi. Dari total tersebut, sekitar 338 aplikasi adalah game. Program lainnya Bekraf turut berpartisipasi lewat kegiatan Samsung Developer Academy Indonesia. Di sana telah mendidik 5 ribu orang dan menghasilkan 900 aplikasi lokal.

Dalam rangka mendukung pembangunan ekosistem ekonomi kreatif, Bekraf mendorong seluruh kota di Indonesia mengikuti program Penilaian Mandiri Kabupaten/Kota Kreatif Indonesia (PMK3I). Program ini ditujukan untuk mendorong peningkatan kontribusi PDB ekonomi kreatif yang dilakukan langsung oleh pemerintah daerah.

Setiap kota diwajibkan untuk memilih satu dari 16 subsektor yang diandalkan. Nanti Bekraf akan lakukan penilaian dan verifikasi tersendiri dan memberikan sejumlah insentif untuk menunjang kegiatan subsektor tersebut. Misalnya bantuan pengadaan kantor dan pusat kegiatan.

Kota yang sudah memutuskan diri untuk fokus ke subsektor AGD adalah Malang. Penilaian Bekraf untuk memilih AGD untuk Malang karena subsektor ini telah tumbuh dan terus berkembang sejak 2011.

Di sana, jumlah pelaku AGD mencapai lebih dari 2.200 pelaku, 6 komunitas, 96 pengusaha, 4.800 lulusan akademik, dengan kegiatan tahunan skala nasional dan operasi bisnis skala internasional. Diperkirakan jumlah tenaga yang terserap saat ini sekitar 2.200 orang dengan pertumbuhan sebesar 20% per tahun.

Secara ekonomi, sektor AGD memiliki indikasi forward linkage pada kegiatan bisnis di subsektor unggulan lainnya, yaitu kuliner dan animasi, film & video. Serta, backward linkage pada penyerapan tenaga kerja terampil dan terdidik dari universitas maupun sekolah kejuruan.

“Kami juga tantang mereka, setelah fokus ke subsektor AGD berapa kontribusi PDB yang bisa mereka berikan ke Malang, berapa tenaga kerja yang bisa diciptakan. Sebagai gantinya, kami beri insentif berupa bantuan dana untuk pembangunan infrastruktur untuk dukung sektor AGD.”

Kota lainnya yang sudah menetapkan fokus ekonomi kreatif adalah Semarang, yang memilih fesyen, Banda Aceh dan Pekalongan memilih kriya. Sleman, menurut Hari, meski belum memutuskan, kemungkinan besar akan jadi kota kedua setelah Malang yang fokus ke AGD.

Dengan adanya berbagai upaya positif dari Bekraf, AGI, maupun Google untuk memajukan pemain game lokal, artinya masih ada secercah harapan untuk Tahu Bulat dan kawan-kawannya untuk terus eksis di Tanah Air, menghadapi terjangan dari Mobile Legends dan sebangsanya.

Mengupas Persoalan Krisis Talenta dan Rendahnya Minat Generasi Muda Terjun ke Dunia Teknologi

Persoalan talenta hingga kini masih menjadi perbincangan di kalangan pelaku startup, investor hingga akademisi. Makin besarnya pertumbuhan startup saat ini ternyata belum bisa merekrut secara maksimal talenta muda yang berkualitas, khususnya di bidang pemrograman/developer.

Dalam kesempatan Global Mobile Internet Conference (GMIC) Jakarta 2017, para pakar yang terdiri dari investor, entrepreneur dan akademisi yang berkecimpung langsung di dunia teknologi, membicarakan persoalan tersebut. Dari hasil diskusi terungkap beberapa hal, mulai dari rendahnya kualitas pendidik dan masih minimnya jumlah anak muda yang ingin terjun ke dunia teknologi, menjadi beberapa faktor penyebab rendahnya jumlah hingga kualitas “supply” developer di Indonesia saat ini.

Meningkatkan kualitas pengajar

Sebagai salah satu sekolah IT-Preneur yang sudah hadir sejak tahun 1987 lalu, Purwadhika Startup dan Coding School, konsisten untuk selalu memberikan pelajaran hal-hal yang terkait dengan teknologi. Jika dulunya fokus pengajaran lebih kepada pembuatan komputer, tahun 2017 ini fokus pengajaran lebih kepada pemrograman. Menurut Founder dan President Purwadhika Startup & Coding School dan Neurosoft Indonesia Purwa Hartono, salah satu kendala yang menghambat pertumbuhan tenaga ahli di bidang tersebut adalah minimnya kualitas dan kemampuan pengajar hingga lemahnya kurikulum di Indonesia saat ini. Sehingga tidak bisa menarik perhatian anak muda untuk kemudian terjun ke dunia teknologi.

“Masih banyak anak muda saat ini yang lebih senang mengejar gelar dan bekerja di perusahaan pemerintah hingga swasta. Selain itu sebagian besar dari mereka masih melihat coding dan pemrograman adalah pelajaran yang sulit untuk dicerna,” kata Purwa.

Senada dengan Purwa, CEO Hacktiv8 yang selama ini telah melahirkan tenaga coder yang sukses bekerja di startup lokal ternama seperti GO-JEK hingga Tokopedia mengungkapkan, pengajar yang berkualitas dan memiliki kesabaran tinggi menjadi faktor penentu keberhasilan siswa. Dalam hal ini Hacktiv8 yang merupakan kelas Pemrograman Full Stack JavaScript di Jakarta, memiliki misi untuk melahirkan tenaga kerja baru yang bisa diandalkan dan memiliki akuntabilitas. Seperti yang diungkapkan oleh CEO, Hacktiv8 Ronald Ishak.

“Untuk memastikan siswa dari Hacktiv8 nantinya bakal langsung diterima di startup ternama di Indonesia saat ini, kami terus melakukan kolaborasi dengan startup seperti GO-JEK hingga Kudo.”

Dukungan investor dan pemerintah

Untuk bisa menciptakan sebuah peluang sekaligus mengumpulkan tenaga muda yang memiliki minat menjadi engineer, dukungan dari investor lokal hingga asing dan pemerintah juga memiliki peranan penting. Dalam hal ini menurut Founding Partner Kejora Ventures dan Direktur Founder Institute Andy Zain, melalui venture capital dan Founder Institute yang ia pimpin diharapkan bisa menghasilkan calon entrepreneur dan startup berkualitas, melalui program binaan yang dilakukan oleh Kejora sekaligus Founder Institute.

“Hingga kini kami cukup bangga telah memiliki startup binaan yang berhasil memenangkan kompetisi startup. Sesuai dengan tujuan dari kami yaitu mencetak startup juara yang berkualitas.”

Bukan hanya hadiah berupa uang Rp100 juta yang diberikan oleh Founder Institute, namun juga kesempatan untuk mengembangkan produk hingga proses validasi. Jika startup telah melewati proses tersebut, Founder Institute akan mendukung hingga peluncuran produk tiba.

Untuk itu pemerintah melalui Bekraf, idealnya juga bisa memikirkan cara-cara baru yang bisa memancing minat dari anak muda Indonesia untuk menjadi entrepreneur di bidang teknologi yang berkualitas.

“Selain dari roadmap yang dimiliki oleh Bekraf, tentunya dukungan dari investor, kelas pemrograman dan sekolah startup bisa turut membantu untuk menciptakan engineer hingga startup baru lebih banyak lagi,” kata Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari.

––

Disclosure: DailySocial adalah media partner Global Mobile Internet Conference Jakarta 2017.

Bekraf Game Prime 2017 Segera Digelar Pekan Depan di Jakarta

Acara tahunan Bekraf Game Prime 2017 kembali digelar pada 27 Juli – 30 Juli 2017 di Jakarta. Yang berbeda dari tahun sebelumnya, kali ini Game Prime mengusung dua format, tak hanya menyasar B2B, namun juga segmen B2C untuk publik.

Format B2B dikemas dalam bentuk seminar yang menghadirkan pelaku industri game dari mancanegara dan lokal. Diharapkan dalam sesi ini bisa mengedukasi dan menginspirasi pemangku kepentingan game tanah air untuk lebih berkembang sejalan, sehingga dapat sejajar bahkan melampaui industri game di Asia Tenggara.

Sedangkan format B2C, murni mengusung konsep eksibisi untuk mengajak seluruh pengunjung bermain game sehari penuh. Pelaku game lokal juga dapat memamerkan hasil karyanya ke publik.

Untuk B2B akan digelar pada tanggal 27 Juli 2017 di Hotel Ayana Midplaza Jakarta. Sementara, untuk B2C digelar selama dua hari, tanggal 29 dan 30 Juli 2017 di Balai Kartini.

“Bekraf Game Prime digelar dengan dua tujuan. Pertama, untuk meningkatkan kualitas developer game Indonesia melalui pertukaran ilmu dengan developer dan pelaku industri game internasional. Kedua, meningkatkan exposure dari game lokal agar bisa diketahui lebih banyak oleh komunitas gamer mainstream,” kata Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari, Jumat (21/7).

Adapun tema diskusi yang akan dibahas pada hari pertama akan terdiri dari enam sesi, mengupas semua sisi dari industri game. Mulai dari proses edukasi talenta baru, kisah sukses developer top dari Asia Tenggara, hingga membeber standar game yang bisa menarik perhatian publisher.

Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Narendra Wicaksono berharap, acara tahunan ini dapat menjadi pemicu untuk membawa industri game Indonesia lebih bersaing dengan negara tetangga. Pasalnya, mengutip dari Newzoo, total pendapatan mobile game di Indonesia pada tahun lalu sekitar US$331 juta, namun sayangnya kontribusi dari pengembang lokal hanya 1% saja.

“Kue industri game di Indonesia masih sangat besar, namun kontribusi dari lokal masih sangat kecil. Kami berharap acara ini bisa jadi trigger, mengenalkan industri game lebih jauh,” pungkasnya.