Menakar Rencana IPO Startup Indonesia di 2020

Perkembangan bisnis yang terus melaju tiap tahunnya membuat beberapa startup di Indonesia mulai melihat initial public offering (IPO) sebagai salah satu strategi exit untuk startupnya. Mulai dari mendapatkan dana dengan jumlah yang cukup besar hingga dapat melakukan akselerasi lanjutan dalam pengembangan produk menjadi salah satu keunggulan dalam melakukan IPO bagi startup.

Rencana IPO Startup Indonesia

Akan tetapi, salah satu tantangan yang akan ditemukan startup saat ingin melakukan IPO adalah proses yang panjang dan tidak sederhana serta biaya yang dibutuhkan cukup besar. Untuk itu, perlu perencanaan yang matang agar proses pengajuan IPO dapat lebih lancar dan terlaksana tanpa banyak kendala.

Menurut laporan DailySocial Startup Report 2019, setidaknya tercatat tiga startup besar yang sedang merencanakan upaya IPO mulai tahun 2020. Berikut beberapa rencana IPO startup Indonesia yang akan dimulai tahun ini.

1. Gojek

6e86bf28071cfc4825267385213395a9_Paket-Makan-Keluarga-Mitra-Gojek-2-1

Salah satu startup yang kini telah berstatus decacorn ini juga sudah mulai melakukan perencanaan untuk melakukan penawaran publik. Meski begitu, sampai saat ini belum ada keterangan waktu resmi kapan mereka akan mulai melantai di bursa saham.

Gojek sendiri diperkirakan memiliki peluang untuk memulai debut IPO-nya dengan melakukan pencatatan di dua tempat atau disebut juga sebagai dual listing. Mereka juga telah memastikan bursa efek Indonesia (BEI) akan menjadi satu dari dua pilihan sebagai tempat melakukan pencatatan saham tersebut. Hal ini juga diharapkan dapat mendorong pemain lain di kalangan startup untuk melakukan pencatatan pertamanya di BEI.

2. Tokopedia

ec38f462f151441d410b77b71dd9522b_Tokopedias-new-innovations-to-facilitate-all-sellers

Kabar tentang perencanaan IPO juga datang dari raksasa digital lainnya, Tokopedia. Melalui Founder & CEO Tokopedia, William Tanuwijaya, Tokopedia saat ini sedang menyiapkan rencana untuk melakukan pre-IPO meski juga belum bisa memastikan kapan akan dimulai. Pre-IPO adalah fase penawaran saham dimana perusahaan melakukan penawaran saham kepada investor individu sebelum resmi melantai di bursa dengan nilai saham yang ditawarkan biasa lebih rendah dibandingkan saat resmi IPO.

Saat ini, mereka tengah fokus untuk mengupayakan agar neraca keuangan perusahaan terus dalam kondisi positif sebagai persiapan dari rencana IPO tersebut. Selain itu, rencana IPO ini juga disebut akan tetap mengutamakan aksi listing di pasar lokal sesuai dengan fokus Tokopedia yang terpusat pada lokal dalam pengembangan bisnisnya.

3.Traveloka

32f11f9bc9d29130815625b76a641751_Traveloka-officials-to-predict-the-fintech-business-will-be-worth-1-billion-this-year

Kabar terakhir mengenai rencana IPO startup Indonesia datang dari Traveloka. Saat ini mereka sudah mengabarkan tentang rencana IPO yang akan dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun yang akan datang. Isu rencana go-public ini juga dibarengi dengan pemberitaan bahwa adanya kemungkinan Traveloka melakukan listing akan terlebih dahulu dilakukan di Amerika Serikat terlebih dahulu baru kemudian dilanjutkan dengan melakukan listing di BEI.

Sebagai bagian dari upaya melakukan akselerasi pertumbuhan bisnisnya, saat ini Traveloka sedang fokus untuk terus melakukan penggalangan dana yang juga diharapkan dapat membantu mereka melakukan pengembangan baru di dua vertikal, yaitu gaya hidup dan teknologi finansial.

Selain tiga perusahaan besar di atas, sudah ada beberapa startup yang memiliki valuasi lebih rendah seperti Pigijo dan Cashlez telah melakukan pencatatan saham melalui papan akselerasi dari BEI tahun ini. Selain itu, beberapa startup lain juga memilih aksi merger dan akuisisi sebagai strategi exit. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa banyak cara dan kesempatan yang saat ini sudah terbuka untuk startup dalam menentukan strategi exit-nya.

Saat memilih IPO, startup harus siap melakukan berbagai perencanaan dan proses yang panjang sebelum benar-benar resmi melantai di bursa saham. Untuk mengetahui lebih lanjut seputar rencana IPO startup Indonesia di tahun 2020 serta catatan industri startup Indonesia sepanjang tahun 2019 lalu, silahkan download DailySocial Startup Report 2019 melalui link berikut ini.

Tingkatkan Jaringan, Koneksi Internet 3 Indonesia 8x Lebih Cepat

Saat ini ada sekitar 66 juta anak muda yang berusia 10-24 tahun di Indonesia, peran mereka sangat penting sebagai kunci utama untuk memajukan bangsa. Namun tidak semua anak muda memiliki kesempatan yang sama, terutama mereka yang tinggal di kota kecil dibanding yang tinggal di kota-kota besar.

Operator telekomunikasi 3 Indonesia siap menghubungkan anak muda kepada peluang dan kesempatan yang luas di internet. Mereka telah meningkatkan jaringan yang lebih kuat, cepat, dan luas, serta produk relevan bagi anak muda dan terjangkau untuk mewujudkan Indonesia maju.

Jangkau 200 Juta Pengguna

3 Indonesia telah meningkatkan kemampuan jaringannya dengan menggunakan teknologi 4,5G Pro yaitu Massive MIMO 32T32R. Berdasarkan hasil percobaannya, 3 mampu menghasilkan koneksi internet hingga 8x lipat lebih cepat bila dibandingkan saat jaringan 4G pertama diperkenalkan pada tahun 2016.

Selain peningkatan kecepatan, pada tahun 2019 mereka sudah memperluas jaringannya dengan membangun lebih dari 9.000 Base Transceiver Station (BTS) yang tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Sampai akhir tahun 2019, totalnya 3 Indonesia memiliki 27.000 BTS.

“Upaya kami yang terus berlanjut didorong oleh satu misi, yaitu untuk turut berkontribusi bagi kemajuan Indonesia dengan cara membantu menyamaratakan akses internet bagi anak muda Indonesia,” kata Wakil Presiden Direktur 3 Indonesia, M. Danny Buldansyah. Dengan ini jaringan 3 Indonesia sekarang sudah mampu menjangkau 200 juta pengguna di 300 kabupaten, 3.000 kecamatan, dan 33.000 desa di seluruh Indonesia.

Soal persiapan Indonesia menuju ke 5G, 3 Indonesia mengatakan sudah melakukan fiberisasi, equipment dan jaringannya sudah siap untuk penerapan 5G. Begitu peraturan dan keputusan pemerintah sudah jelas, 3 dapat segera menggelar teknologi 5G lebih cepat di masa depan.

Selain itu, 3 Indonesia memasang sumber daya listrik cadangan (back-up power supply) di semua BTS dan memasang teknologi pemindahan jalur yang disebut ASON pada jaringan fiber. Sehingga jaringan 3 Indonesia dapat beroperasi lebih lama pada saat terjadi bencana alam atau situasi darurat lainnya seperti mati listrik atau gempa bumi.

Produk Relevan untuk Anak Muda

Chief Commercial Officer 3 Indonesia, Dolly Susanto
Chief Commercial Officer 3 Indonesia, Dolly Susanto

3 Indonesia memiliki rangkaian produk yang relevan untuk anak muda, seperti AlwaysOn menawarkan kuota internet dengan masa aktif selamanya. Dengan ini memungkinkan anak muda Indonesia untuk terhubung ke internet tanpa khawatir kuotanya hangus karena kuota AlwaysOn akan tetap aktif mengikuti masa aktif kartu.

Selain itu, 3 Indonesia juga menawarkan paket bundel kuota internet dengan penyedia konten Amazon Prime Video melalui produk KeepOn. KeepOn + Amazon Prime Video menawarkan ribuan konten berkualitas dengan harga yang sangat terjangkau bahkan jika dibandingkan dengan laman Amazon sendiri.

“3 akan selalu mendukung peran anak muda Indonesia dalam memajukan bangsa. Kami akan terus berinovasi, memberikan yang terbaik dalam bentuk jaringan dan produk untuk mewujudkan Indonesia maju,” kata Chief Commercial Officer 3 Indonesia, Dolly Susanto.

Semuanya dapat dinikmati tanpa kartu kredit, sebab kita bisa membayar memakai pusal 3. Saat ini, 3 Indonesia masih satu-satunya yang memungkinkan pengguna untuk berlangganan Amazon Prime Video dengan menggunakan pulsa.

Yuk Kita Unboxing Smartphone Android ASUS Zenfone 6

Smartphone Android buatan perusahaan asal Taiwan, ASUS, mungkin saat ini sedang ditunggu-tunggu oleh sebagian konsumen di Indonesia. Seperti seri-seri yang telah diluncurkan, ASUS selalu menawarkan perangkat dengan spesifikasi yang tinggi serta harga yang tidak semahal flagship lainnya di Indonesia.

Setiap tahun, ASUS sepertinya tidak pernah absen dalam meluncurkan smartphone terbaik mereka yang diberi nama Zenfone. Dan tahun 2019 merupakan giliran dari ASUS Zenfone 6 yang ditonjolkan. ASUS Zenfone 6 sendiri merupakan pewaris tunggal dari Zenfone 5 dan 5Z yang cukup berjaya pada tahun 2018 lalu dan saat ini sudah dihentikan produksinya.

ASUS bakal meluncurkan Zenfone 6 pada kuartal ke empat tahun 2019 ini. Namun sebelum itu, kami sudah mendapatkan perangkat uji untuk diperlihatkan kepada para pembaca Dailysocial. Sayangnya, kami belum bisa menampilkan hasil ujinya karena ASUS menjanjikan akan meminjamkan versi dengan RAM 8 GB agar hasilnya lebih maksimal.

Saya saat ini sudah melakukan hands on pada perangkat ASUS Zenfone 6. Untuk lebih lengkapnya, silahkan menonton video yang satu ini

Analis: 60 Persen Gamer di Asia Tenggara Punya Minat Tinggi Terhadap Esports

Teknologi memang memegang peranan penting dalam perkembangan industri gaming, namun pertumbuhannya di negara-negara berkembang diujungtombaki oleh esports. Begitu berpengaruhnya ranah olahraga elektronik, brand dari berbagai bidang (tidak selalu gaming) kini berlomba-lomba untuk terlibat di sana. Namun pertanyaan yang mungkin membuat kita penasaran ialah, memang seberapa besar signifikansi esports?

Jawabanya terungkap di dalam laporan Niko Partners belum lama ini. Firma analis itu mengungkapkan bahwa hampir dua pertiga penikmat video game di Asia Tenggara dan sekitarnya memiliki animo tinggi terhadap esports. Data tersebut merupakan hasil studi Niko Partners di kawasan Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam serta Taiwan. Dan mereka yang berjiwa kompetitif biasanya berusia belia.

Penyelidikan Niko menyingkap bagaimana pemain di negara-negara ini terbagi menjadi tujuh kategori: competitive arena gamer, fantasy arena gamer, arena gamer, strategist, skill master, casual challenger and story socialiser. Saya belum mengetahui secara pasti kriteria seseorang bisa masuk dalam salah satu kelompok tersebut, tapi saya menerka ‘strategist‘ ialah mereka yang menyukai permainan strategi, dan ‘arena’ berkaitan dengan segmen kompetitif.

Niko Partners menjelaskan, tiga kategori gamer arena punya ketertarikan tinggi terhadap esports. Dan meskipun hanya tiga dari tujuh, saat semuanya dijumlahkan, mereka menguasai 60 persen pangsa pasar gaming. Menilik lebih jauh, kelompok competitive arena gamer di area Greater Southeast Asia ternyata mengambil potongan terbesar di 42 persen. Kalangan ini diisi oleh pemain di rentang usia antara 12 sampai 23 tahun.

Ada satu info yang mungkin bisa berguna bagi publisher dan developer: competitive arena gamer adalah kalangan yang paling banyak berbelanja produk terkait gaming. Para pemain di PC rata-rata menghabiskan uang US$ 15,8 per bulan, sedangkan gamer mobile mengeluarkan modal rata-rata US$ 10,1 sebulan.

Studi Niko Partners juga memaparkan sejumlah fakta unik lain:

  • Segmen fantasy arena gamer didominasi oleh perempuan, sedangkan di kelompok arena gamer, populasi kaum Hawa paling sedikit. Mereka bermain karena didorong oleh perpaduan antara keinginan berkompetisi serta bersosialisasi.
  • Casual challenger adalah kalangan gamer terbesar kedua, umumnya berusia 36 tahun atau lebih. Uniknya, mereka punya semangat bersaing yang tinggi seperti competitive arena gamer.
  • Kelompok skill masters diisi oleh gamer berumur 24 tahun ke atas.
  • Story socialiser mayoritas bermain di beberapa platform game berbeda.
  • Strategist sebagian besar adalah gamer PC.

Managing director Niko Partners Lisa Cosmas Hanson menyampaikan bahwa para gamer di Asia Tenggara dan Taiwan termotivasi oleh aspek-aspek seperti kompetisi, tantangan, serta keinginan menyelesaikan tugas dan berkomunitas. Keempat hal tersebut pula-lah yang menjadi nilai-nilai esensial dari esports. Menurut Hanson, inilah alasannya mengapa ranah gaming profesional tumbuh pesat di sana.

Via Games Industry.

AWS Siap Buka Region Baru di Indonesia

Amazon Web Services (AWS) hari ini mengumumkan rencana membuka regional infrastruktur baru di Asia Pasifik, tepatnya di Jakarta, Indonesia, yang direncanakan hadir pada akhir 2021 atau awal 2022. Regional AWS di Jakarta akan terdiri dari tiga Availability Zones ketika diluncurkan dan akan menjadi regional ke-9 di Asia Pasifik, menyusul Beijing, Mumbai, Ningxia, Seoul, Singapura, Sydney, Tokyo, dan juga Hong Kong SAR yang direncanakan segera hadir.

Cloud memiliki kekuatan untuk mentransformasikan bisnis, institusi pedidikan, dan seluruh badan pemerintah di seluruh Indonesia, dan dengan wilayah infrastruktur AWS lainnya yang datang ke Asia Pasifik, kami berharap dapat membantu mempercepat transformasi ini,” terang VP of Global Infrastructure and Customer Support Amazon Web Services Peter DeSantis.

Peter lebih jauh menjelaskan, membuka AWS Region di Indonesia akan mendukung ekosistem startup yang sedang tumbuh, perusahaan besar, dan lembaga pemerintah di Indonesia. Karena kehadiran AWS Region di Indonesia diharapkan bisa membantu mendorong lebih banyak pekerjaan bisnis dan teknologi, meningkatkan ekonomi lokal, dan memungkinkan oraganisasi di semua vertikal untuk menurunkan biaya, menambah agility dan meningkatkan fleksibilitas.

“Kami senang ketika AWS menjadi bagian berarti dari perjalanan ini,” imbuh Peter.

AWS Region sendiri merupakan infrastruktur teknologi yang terdiri dari beberapa Availability Zone yang ditempatkan pada lokasi yang terpisah dan terletak di lokasi dengan jarak yang cukup signifikan untuk mengurangi risiko satu peristiwa yang berdampak pada kelangsungan bisnis.

Pembukaan AWS Region di suatu kawasan diklaim akan berdampak pada tingginya ketersediaan dan latensi jaringan yang rendah, sehingga mampu meningkatkan kualitas layanan yang diberikan perusahaan.

The Gloomy Days of Vainglory Esport: The Pioneer that’s Left Behind

In 2014, mobile gaming wasn’t really popular like today because of many factors, one of them was technology, and even mobile gamers were discriminated by other common gamers, not being considered as gamers as most of the games were casual without a depth of a story or magnificent graphics.

Yet it didn’t stop there, there was this terrific game developer working together from different backgrounds as a team established Super Evil Megacorp (SEMC). They created a game that no one could think of that time; a mobile game with stunning graphics like games on console or PC, a real-time play MOBA game named Vainglory.

On its released date, Vainglory attracted thousands of people in a blink. That could be imagined, as the old-time mobile games only gave us some slicing fruits and endless running experience when suddenly a competitive game launched on mobile.

Vainglory: The First MOBA on Mobile

Source: vainglorygame.com
Source: vainglorygame.com

To be honest, Vainglory was not really the first MOBA on mobile, since there was another game like Heroes of Order and Chaos developed by Gameloft. One thing I agree with SEMC, however, is that Vainglory is the first MOBA mobile game featuring a unique gameplay, intuitive controls, and deep mechanics enough to make competitive MOBA players filled with curiosity; or it can be said as the first most perfect MOBA in its day.

Vainglory was released in 2014, and its first appearance was on iPhone 6 Apple product presentation. The presentation without a doubt left smartphone users open-mouthed, as it was the first mobile game having 60 FPS, graphics with details, particle effects, and complex animation.

This game became the center of attention in no time at all, even one of the famous YouTubers played it as well. PewDiePie once played Vainglory and uploaded the video of his playing the game on August 1, 2015. Quoted from one of reputable technology media, VentureBeat, Vainglory successfully reached out 1.5 million monthly active players per July 1, 2015.

This success moved SEMC’s heart to take further steps, trying to follow League of Legends and Dota 2 success by developing Vainglory esports.

The First Mobile Esports in the World and Indonesia

Source: fortune.com
Source: fortune.com

After gaining success from its first released in 2014, Vainglory started to explore the esports world a year after; in Mei 2015 to be exact. They started collaborating with various esports world’s ecosystem at once, ESL and OGN Korea were the two of them.

Quoted from Fortune, Vainglory successfully drew as many as one million audiences through a local league competition in South Korea named Korean eSports League OGN Vainglory Invitational in July 2015.

More after that, an esports event named Vainglory Premiere League in September 2015 offered a total reward of US$80,000 and participated by 12 teams from four regions (North America, China, Korea, and Europe). It perpetuated Vainglory as the first and biggest mobile game esports of its time.

Vainglory itself began to be a hit in Indonesia in 2017, and it’s been known since Indonesia Games Championship 2017 and Vainglory 8 Summer Championship Jakarta. In the same year, Indonesia was just celebrated their Elite8 esport team that was managed to qualify for the international level of Vainglory 8 Spring Championship Manila. More to that, the biggest community gathering, Halcyon Gathering 2.0, was held in Indonesia in 2017 as well.

MOBA Mobile of East Asia and 5v5 Appearance

Source: vainglorygame.com
Source: vainglorygame.com

Still in 2017, Vainglory esports was on its most glorious day in Indonesia. Unfortunately, SEMC was somehow distracted from this China’s MOBA Mobile which successfully stole many of Indonesian gamers’ hearts. It was 2017 when Mobile Legends gained gamers’ and Indonesia esports industry’s attention.

The potential of Mobile Legends esports was first seen in the qualification and main event of Mobile Legends SEA Cup (MSC 2017), and it had made the venue full and packed; Gandaria City for the qualification and Mall Taman Anggrek for the Grand Final. Other than Mobile Legends, Garena Indonesia was also preparing something.

Source: revivaltv.id
Source: revivaltv.id

Garena wanted to release a global version of MOBA which had been a favorite of many people in China, Kings of Glory. It was finally released in Indonesia with a name of Mobile Arena and then changed its name to Arena of Valor in August 2017. Those games attracted the attention of many gamers because of its lower graphics on Indonesian’s smartphone, simpler gameplay, and easy to be learned by various range of groups.

Vainglory Worlds 2017, SEMC finally released Vainglory 5v5 which triggered controversy among communities. Some of them considered that 3v3 depended too much on individual skill making the game quite dull, while some others considered that 5v5 omitted main characteristic of Vainglory. Vainglory had to be faced with a dilemma because of that different opinions.

The Gloomy days of Vainglory esports in 2018

Source: gankstars.gg
Source: gankstars.gg

In 2018, MOBA Mobile and mobile esports were rising, but what about Vainglory? It’s funny how Vainglory esports was apparently dead both globally and in Indonesia.

Globally, Vainglory esports began to break down when many organizations withdrew. Teams like Gankstars, Cloud9, and TeamSoloMid even shut their Vainglory division. FlashX also spoke about this to respond to communities’ hysteria by saying that Super Evil Megacorp cut Vainglory esports’ budget, and it was the reason behind the problems.

How about Indonesia? Thanks to the third party’s support, fortunately, competitive arena of Indonesia’s Vainglory was still steady. Kaskus Battleground Season 1 filled in the Vainglory esports calendar in early 2018. In the mid-year and the end of the year, there was the Vainglory Premiere League Indonesia which was an esports league of Vainglory held online by AGe Network team, and the year was closed by Elite8 team’s endeavor at Asia level in WESG 2018 competition.

Herrboy (left) with 2 VG shoutcasters. Source: revivaltv.id
Herrboy (left) with 2 VG shoutcasters. Source: revivaltv.id

Herry ‘Herrboy’ Sudharma, as one of the shout casters and Vainglory esports actors in Indonesia, spoke up regarding the problems. He said that one of the biggest problems was the higher level of difficulty of Vainglory than other MOBA mobile, and the game required a higher smartphone specification as well. It made mobile gamers unwilling to play Vainglory which gave a domino effect to Vainglory esports.

Daniel ‘Deipno’ Lam, one of the Vainglory senior casters, also added that Vainglory was nearly dead in 2018 because SEMC seemed like taking a wrong step. Since 2017, the potential of Vainglory player base in Indonesia was clearly seen through Halcyon Gathering 2.0 which was attended by thousands of people. However, instead of putting the marketing focus in the SEA market, in Indonesia particularly, SEMC insisted to concentrate their Vainglory marketing in the United States and Europe.

Source: duniagames.co.id
Source: duniagames.co.id

In terms of players, Heinrich ‘OfficialHein’ Ramli, as an Indonesian Vainglory star player and one of the most commendable in developing Vainglory esports in Indonesia, said that it’s true that SEMC had a big role in the gloomy days of Vainglory esports. Hein, as an athlete of Vainglory and the owner of Elite8 team, said that SEMC didn’t really communicate well with the team and community, which then made Vainglory esports in Indonesia disregarded.

Vainglory Cross-platform and its Esports Future Prediction

Source: duniagames.co.id
Source: duniagames.co.id

The glory day of Vainglory was there because SEMC pushed the smartphone capability to the maximum, creating a console or PC class game that could be played in your hand. In the end of 2018, SEMC tried to recite the innovation by creating a campaign of Vainglory X, the first MOBA cross-platform that would be able to bring players from mobile, PC, or console together in a match.

On VentureBeat, CEO of SEMC Kristian Segerstrale said that multi-platform games were the future of gaming. However, it indeed brought big questions and doubts because Vainglory’s appearance on PC meant that they’d be brought to the more difficult business competition: challenging the two giants of MOBA PC, Dota 2 and League of Legends.

Herrboy once again spoke about a cross-platform prediction and the return of Vainglory’s glory in 2019 both in player base and esports. He thought that it depended on SEMC’s decision, whether they would like to raise Vainglory esports once again or not. Given that Fortnite has used this cross-platform system successfully, they successfully created a huge player base even without international esports event.

Do SEMC capable to repeat the victory in Vainglory Worlds 2017 that breaks the record of Twitch spectators. Source: redbull.com
Do SEMC capable to repeat the victory in Vainglory Worlds 2017 that breaks the record of Twitch spectators. Source: redbull.com

All in all, what SEMC would like to achieve was for Vainglory to be played by many people again. Regarding this matter, I, to be honest, am pessimistic. Why? Because first, Vainglory’s very presence on PC would make SEMC have to face the notable MOBA games themselves and the competition would be more difficult.

Second, I quite agree with the community’s opinion and what Deipno said that all this time, SEMC seemed not really showing determination in selling Vainglory, especially in Asian and SEA market. If they insisted to use cross-platform system without running an active marketing activity, then the number of Vainglory players wouldn’t have much changes.

What about esports? Seeing SEMC focusing more on the development of cross-platform, I’m not really sure that Vainglory esports would happen in 2019. Because even if the campaign of Vainglory cross-platform successfully increased a number of players, there wouldn’t be any hope to once again witness the thrill of action of the first-class Vainglory players if SEMC didn’t want to hold an esports.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

Learning about Differences, Fighting Spirit, and Limitations from A Disabled Gamer

His face was beaming while waving his hand beneath his chin when my video call was connected with Angga. With his mother that was devoted to stay beside him in a small modest room, Angga did not limp even though he was on a wheelchair.

The conversation between us three was different with the most video call. Angga typed the answers via WhatsApp for the questions I asked through video call because he is also a mute. Angga’s mother, Nurhikmah, sometimes translate Angga’s sighs so it was easier to understand.

The Story of Angga Tribuana Putra

Angga with his mother
Angga with his mother. Source: Angga Zerotoshine

Angga Tribuana Putra is his complete name. He could not speak nor could his legs move. “The doctor said that I have acute polio. So, my spinal nerve is pinched and my voice cord does not work. If I don’t drool, my head grows big,” said Angga. Angga’s mother added that only the fingers on his right hands that could move.

The gamer that likes Pro Evolution Soccer (PES) and Clash Royale explains that he likes to play game because he could get spirit, aside from happiness. For him, game is not just a hobby. He sees game as a medium to achieve something. For Angga, esports is one of the things that could make him face the world with a smile. The thing is, in esports he could develop his talent, use his brain, and exercise his hands.

Angga likes PES because in his opinion that game is the most realistic one. He admitted that he was undergoing a license for PSSI training. Because of that thing he always plays PES because he believes that the strategy in PES can be applied as well in football. “I knew football from PES. I play not to win but to fathom the tactics,” said Angga who wants to be a football coach.

Source: Liga1PES
Source: Liga1PES

For those of his disabled friends Angga asked them to fight against the emotional conflict and stopped asking about the justice of God. For him, people with disability are phenomenal humans that must be able to show the world that they have outstanding class and abilities.

I also managed to talk with the mother through WhatsApp to find out more about Angga’s daily life. On daily basis, Angga always got help from his mother because of his limitations. However, his mother is still grateful because she thinks that Angga possesses a lot of abilities.

His mother says that Angga can use PS3 or PC without any help. To this day, Angga does not go to school. His mother said that there are two reasons for that, one is that they don’t have enough money and that Angga does not want to go to school. “He said, I don’t have to go to school, Mom. I can do it myself,” said his mother copying Angga.

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

His mother never expected that Angga can learn to read or use computer by himself. She also said that a lot of people who mocked Angga and degrade him. Even according to his mother, she is the only one who supports him from the family’s side.

His mother hopes that Angga can always be passionate and fight for his dreams and ambition even though he always been underestimated and considered as hallucinating. “I’m relieved. Insya Allah Angga can make me proud. Angga doesn’t want to see mum being sad all the time,” said Nurhikmah copying Angga once more.

That was a piece of story about Angga and his mother, Nurhikmah, about each of their own struggles. Of course it’s a bit inconsiderate to condense one life story in one writings, even a thousand pages. But, I personally believe there are two important things that we can learn from the struggles of Angga and his mother.

Gamer Community Should Be an Inclusive Community

From Angga’s story, game is one activity that can make him passionate to go through life. Game could give him challenges without seeing the limitation of physical aspects. Esports can give him a sense of achievement that maybe unable to present in another area.

Actually, other areas that are more traditional such as art (music, painting, et cetera) can also give challenges and new goals without seeing physical limitations. However game and esports now can become a new life goal for everyone, without exceptions.

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

Unfortunately the social network that is very dominant in our daily life as a modern society often sharpen the differences, including in the gamer community.

The fact is, the debate between which MOBA is better, which games that is more valid to be included in sports events such as SEA Games or ASIAN Games, which gaming platform that is more ideal, and any other kinds of debate that do not give positive impact for the development of Indonesian game or esports industry; at least if the debate is limited to the foolishness that often happen in the cyberspace now.

I’ve been included in the gaming industry for 10 years and I got new friends, fellow gamers from different social, culture, economic background. For me, this is how a gamer community should be: a community that does not discriminate about religion, political views, economic class, cultural background, sex, even physical limitations.

Agreed or not, for me true gamers are those who are open to every kind of differences. Why? Because the fact is, game is a culmination between the meeting point of art and technology that is considered to be too distinct for traditional people.

A True Gamer Does Not Easily Complain and Never Stops Fighting

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

The reality is, there are a lot of people who think that they are the most miserable ones in this world. Often, us humans tend to see limitations and unfortunate aspects of each of our own lives easier.

I personally believed that a true gamer is supposed to be like Angga. With all his limitations, he never stopped fighting. He does not want to give up and blame the fate. Aside from Angga, I think we can learn about the diligence and perseverance from his mother because she always tries to provide the best for Angga.

Apart from the fact if Angga can reach his dreams or not later, I think we can think about that some other time. The more important thing here, for me, is how we don’t use our limitations to stop fighting. The fact is, true gamers should be the ones who are attracted to find new or hard challenges.

Source: Angga Zerotoshine
Source: Angga Zerotoshine

No matter if it’s single player or multi player, we enjoy the process of playing games because there are challenges and goals that we want to finish—except if you are playing Pou or My Little Pony on Android or iOS (which means that you enter the wrong website).

Finally, there is nothing wrong if we reflect from Angga and his mother. There is a big chance that we are luckier than Angga because our limitations are mostly about social and economic order (it’s also not that as bad as what you imagine if you still have access to internet). So, be grateful and keep fighting…


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian.

Regulator Indonesia dan Singapura Kolaborasi Kembangkan Industri Fintech

Pemerintah Indonesia dan Singapura menapaki langkah selanjutnya dalam kemitraan pengaturan layanan teknologi finansial (fintech). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Monetary Authority of Singapore (MAS) telah menandatangani kerja sama untuk pengembangan industri fintech di kedua negara.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, kerja sama ini merupakan tindak lanjut pertemuan sebelumnya antara dua otoritas yang membahas usaha peningkatan inovasi dan layanan keuangan di negara masing-masing. OJK dan MAS membentuk satuan kerja khusus menangani inovasi dan layanan jasa keuangan.

“Nota kesepahaman ini merupakan formalisasi dari kesepakatan kesepahaman dalam menjalankan koordinasi dan kerja sama kedua institusi,” terang Wimboh.

Beberapa poin yang menjadi fokus kerja sama OJK dan MAS antara lain, mekanisme rujukan institusi fintech antara kedua negara, potensi proyeksi inovasi bersama, kolaborasi industri fintech dan pertukaran informasi terkait tren dan perkembangan pasar fintech, dan yang terakhir mengenai peraturan dan perkembangan regulatory sandbox.

“Singapura dan Indonesia memiliki sektor fintech yang semarak, dan MAS dan OJK memiliki minat yang sama dalam mempromosikan inovasi dalam layanan keuangan untuk meningkatkan inklusi keuangan di kawasan ini. MoU ini menyajikan peluang bagus untuk memperkuat upaya lalu lintas batas untuk mempromosikan ekosistem fintech di ASEAN,” ujar Managing Director MAS Ravi Menon.

Kerja sama otoritas ini diharapkan mampu membuat kerangka kerja yang dapat membantu perusahaan-perusahaan fintech dari kedua negara untuk dapat memahami aturan dan peluang di setiap yuridiksi dan dapat menurunkan “barriers of entry” bagi perusahaan fintech yang ingin masuk ke salah satu pasar.

Di tengah perkembangan industri fintech di Indonesia OJK juga aktif dalam merumuskan regulasi dan kerja sama dengan pihak-pihak yang dapat mendukung perkembangan fintech di Indonesia. Salah satu contohnya adalah hadirnya “OJK Infinity” yang disiapkan untuk berperan sebagai pusat keuangan digital yang berperan sebagai regulatory sandbox untuk menyeimbangkan inovasi dan perlindungan konsumen dan innovation hub untuk pengembangan industri keuangan digital.

Monk’s Hill: Sektor Logistik dan E-commerce Mendominasi Investasi Startup Asia Tenggara

Bisnis e-commerce dan logistik dapat dikatakan tumbuh subur di Asia Tenggara. Dalam survei terbaru The State of Southeast Asia Tech Report 2018 yang dirilis Monk’s Hill Ventures, e-commerce dan logistik menjadi dua sektor emas yang menopang ekonomi digital di Asia Tenggara.

Bukti bahwa bisnis e-commerce dan logistik merajai industri startup di kawasan ini terlihat dari kencangnya kucuran pendanaan dari pemodal ventura (VC). Laporan mengungkap pendanaan selama tiga kuartal di sepanjang 2017 mengalir ke startup eCommerce dan logistik.

Menariknya, dominasi pendanaan  disumbang mega investasi yang diterima layanan Grab dan Tokopedia. Kedua startup asal Singapura dan Indonesia ini memecahkan rekor peraihan dana terbesar dari VC yang pernah ada di sektor logistik dan e-commerce.

“Secara kolektif, Grab dan Tokopedia mengantongi $3,1 miliar atau dua pertiga dari total pendanaan dalam dolar AS yang pernah disuntik ke sejumlah startup e-commerce dan logistik di Asia Tenggara,” demikian menurut laporan ini.

Di sepanjang 2017, logistik (dan transportasi) menjadi sektor yang meraih pendanaan tertinggi di Asia Tenggara dengan mengantongi sebesar $2,7 miliar, sedangkan e-commerce sebesar $2,1 miliar.

Pendanaan lainnya diperoleh dari sektor gaming ($557 juta), business and industry ($340 juta), recreation ($233 juta), information and technology/IT ($188 juta), tours ($153 juta), shopping ($122), financial services ($107 juta), dan mobile platform ($105 juta).

Namun bagi VC, cryptocurrency atau mata uang virtual paling menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Popularitas produk blockchain ini belakangan tampaknya cukup menghipnotis banyak VC untuk mendanai Initial Coin Offerings (ICO).

“Yang menjadi primadona di kalangan VC belakangan ini justru cryptocurrency sehingga memicu banyaknya aksi ICO di Asia Tenggara,” ungkap survei ini.

Investasi ICO di 2017 didominasi Singapura oleh Quoine, TenX, dan Kyber Network dengan pendanaan masing-masing sebesar $105 juta, $80 juta, dan $60 juta. Banyaknya ICO di Singapura juga turut dipicu oleh pelaku ICO lain yang tak bisa melakukannya di Tiongkok dan Korea Selatan karena kebijakan ketat.

Secara keseluruhan, pendanaan startup di Asia Tenggara sepanjang 2017 telah mencapai $415,2 miliar (sekitar Rp 6,1 triliun). Sementara pendanaan yang mengalir di 2018 (per Juni) baru mencapai $53,8 juta (Rp 797,1 miliar).

The State of Southeast Asia Tech Report 2018 mengulas tentang overview ekosistem teknologi enam negara di Asia Tenggara, antara lain Singapura, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Sebanyak 100 koresponden berpartisipasi dalam survei ini, mulai dari pelaku startup, investor, VC, hingga enterpreneur.

Sorotan utama industri startup Asia Tenggara

Laporan ini juga merangkum sejumlah kesepakatan strategis yang mendorong pertumbuhan luar biasa industri startup di Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2017 menyoroti sejumlah aktivitas strategis dari para investor, VC, dan pelaku startup, baik dari sisi pendanaan, ekspansi, maupun akuisisi.

Misalnya, Tokopedia meraup pendanaan sebesar $1,1 miliar di 2017. Kemudian Bukalapak menjadi unicorn ketujuh di Asia Tenggara dengan valuasi $1 miliar menyusul rekanan startup Indonesia yang sudah lebih dulu, yakni Go-Jek ($5 miliar), Tokopedia (undisclosed, pendanaan $1,3 miliar di Agustus 2018 melampaui valuasi sebelumnya $1 miliar), dan Traveloka ($2 miliar).

Sorotan lainnya adalah investasi $1,5 miliar yang diterima Go-Jek untuk mendanai ekspansinya ke Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina. Di luar Indonesia, Uber angkat kaki dari Asia dan diakuisisi oleh Grab, dan investasi terbesar sepanjang sejarah pendanaan di Asia Tenggara, yakni $2 miliar dari Didi Chuxing dan Softbank kepada Grab.

Mengacu pada pertumbuhannya, para koresponden mengaku optimistis dengan pertumbuhan ekosistem startup di Asia Tenggara dalam 1-2 tahun terakhir meskipun ada perbedaan persepektif terhadap tren pertumbuhan industri startup di keenam negara tersebut.

“Indonesia, Vietnam, Singapura, dan Malaysia adalah negara di kawasan Asia Tenggara di mana pertumbuhan di industri teknologi terjadi. Sementara sektor yang berpotensi tumbuh itu perbankan, finance services, fintech, eCommerce, dan IoT,” ungkap Head of Funding Ecosystem MDEC Balasubramaniam dalam laporannya.

Bagi VC dan investor, mereka meyakini akan ada peluang pertumbuhan signifikan di Indonesia, sedangkan para founder startup optimistis dengan pasar Vietnam. Demikian juga di negara lainnya, termasuk Thailand, yang dinilai punya peluang besar bagi community builder.

Sudah Saatnya Pemerintah Mendorong Perbaikan Menyeluruh Melalui Transformasi Digital

Hari ini (20/7) saya melakukan perpanjangan SIM di kantor Samsat Polres Purworejo, Jawa Tengah. Setelah menjalani serangkaian proses –dari cek kesehatan, pemberkasan, pengambilan sidik jari dan foto—nama saya dipanggil oleh petugas untuk mengambil hasilnya. Bukan kartu SIM berwarna putih yang saya dapatkan, melainkan secarik kertas berwarna oranye sebagai SIM sementara. Petugas mengatakan bahwa kartu SIM belum bisa diterbitkan lantaran bahan material habis, konon di level nasional.

Saya pun menanyakan, estimasi waktu kartu SIM bisa jadi dan diambil. Petugas hanya menyarankan saya untuk datang dan memeriksa ke kantor Satlantas secara rutin untuk menanyakan – kemungkinan besar akan lebih dari sebulan. Dalam formulir pengajuan perpanjangan SIM, saya mengisikan alamat email dan kontak ponsel.

Hal menarik berikutnya ialah saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beberapa waktu lalu. Prosesnya menyita perhatian hampir masyarakat seantero nusantara. Pasalnya sistem zonasi (mewajibkan calon siswa SMP dan SMA sederajat bersekolah di wilayah terdekat) kecolongan dengan adanya kecurangan, yang paling memprihatinkan disebabkan karena penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Aturan pemerintah memberikan porsi 20% untuk siswa ber-SKTM di tiap sekolah. Layaknya menjadi sebuah kesempatan emas, banyak peserta didik yang nilainya kurang baik diakali dengan mengajukan SKTM ke Kantor Desa untuk mendongkrak nilai.

Terkait SKTM bodong, beberapa wilayah seperti Jawa Tengah sudah melakukan langlah represif dengan melakukan cross-check dan survei ke rumah untuk peserta didik ber-SKTM. Di Jawa Tengah 78.065 SKTM dibatalkan.

***

Lalu mari kita amati dua kasus di atas untuk menemukan variabel yang dapat ditarik menjadi solusi. Pertama soal ketersediaan material pembuatan kartu SIM yang habis secara massal. Dalam setiap kartu SIM terdapat tanggal kedaluwarsa, berdurasi 5 tahun dan disesuaikan dengan tanggal lahir. Ini menjadi salah satu data yang sebenarnya dapat diolah untuk menghasilkan analisis dan proyeksi soal kebutuhan material kartu SIM dan arus pembuatannya.

Ilustrasi tentang visualisasi data / Pexels
Ilustrasi tentang visualisasi data / Pexels

Melalui teknik pengolahan kualitatif, data dapat digunakan untuk menemukan tren terkait dengan peak time pembuatan atau perpanjangan SIM — sehingga dapat dijadikan rujukan untuk pemesanan bahan-bahan dalam kerangka waktu tersebut. Untuk memudahkan pembacaan data, dapat dibuat juga sebuah visualisasi sederhana yang dibagi per sektor.

Tantangannya mungkin pada infrastruktur data yang harus dibangun, mengingat data tersebut tergolong yang harus ditempatkan di server lokal. Namun jika masalahnya memang pada keterbatasan anggaran untuk itu, saat ini banyak skema penerapan teknologi yang memudahkan implementasi di tahap awal, misalnya menggunakan solusi berbasis hybrid-cloud.

Solusi tersebut bisa menempatkan sebagian data krusial ke dalam server yang dikelola secara on-premise, sisanya memanfaatkan Platform as a Services (PaaS) dan IaaS (Infrastructure as a Services) yang disediakan oleh vendor komputasi awan – khususnya untuk penyebaran dan akses layanan.

Memulai dengan integrasi data

Kemudian soal isu SKTM dalam proses PPDB. Langkah represif yang dilakukan Pemerintah Daerah setempat melakukan check & re-check SKTM dengan data kependudukan setempat. Idealnya pengecekan tersebut menjadi solusi preventif yang dilakukan saat proses pendaftaran. Sehingga tidak terlebih dulu mendapatkan tempat. Ada beberapa solusi berbasis digital yang dapat diterapkan.

Salah satunya dengan mengembangkan aplikasi sederhana yang dapat memvalidasi keabsahan SKTM. Trigger-nya bisa berupa NPWP atau NIK orang tua, sehingga diketahui jenis pekerjaan dan besaran pendapatan yang didapat. Atau jika hendak lebih mendalam, bisa juga menambahkan validasi yang didasarkan data pertanahan, untuk mengetahui aset yang dimiliki orang tua. SKTM sendiri diterbitkan secara manual oleh perangkat di Balai Desa.

Sayangnya langkah tersebut saat ini terlihat sulit terealisasi, pasalnya masing-masing badan di pemerintahan belum punya (setidaknya sejauh pengamatan saya) standardisasi dalam pengelolaan struktur data. Serta adanya model integrasi yang dapat saling dikaitkan, misalnya dalam bentuk Application Programming Interface (API) untuk kebutuhan query data.

Menjadikan transformasi digital sebagai visi

Dasar pemikiran yang harus ditanamkan bahwa transformasi digital tidak sekadar memanfaatkan komputer untuk membantu kegiatan operasional. Lebih dari itu, di dalamnya terdapat serangkaian tindakan yang mengarahkan pada efektivitas proses bisnis. Teknologi hanya satu dari banyak aspek yang harus dipenuhi, didukung aspek lain seperti inovasi berkelanjutan, kolaborasi antar pihak, pengelolaan dan analisis data, hingga mengedepankan kultur data-driven (memastikan setiap tindakan terukur dan didasarkan data).

The building blocks of digital transformation / Ionology
The building blocks of digital transformation / Ionology

Regulasi menjadi penting untuk menyusun ulang atau setidaknya menjadi pedoman restrukturisasi fondasi data antar lembaga. Prosesnya tidak dapat dipusatkan di awal, namun bergerak eksponensial seiring dengan peningkatan platform. Ini adalah investasi besar, namun banyak hal yang nantinya bisa dituai. Termasuk untuk bidang-bidang lain, misalnya dalam mengurangi kesenjangan sosial.

Data Bank Dunia menempatkan “Kesempatan Kerja” menjadi salah satu kesenjangan terbesar di Indonesia, dengan persentase mencapai 62,6 persen. Masyarakat dianggap sulit untuk menemukan lapangan kerja yang sesuai. Namun di lain sisi, industri juga kesulitan untuk menemukan talenta guna memenuhi tenaga kerja di perusahaannya. Mudahnya, lihat situs lowongan seperti LinkedIn, setiap hari ada jutaan kesempatan kerja ditawarkan. Masalahnya, mengapa kesempatan itu tidak berbanding lurus dengan ketersediaan di masyarakat?

Lantas sekarang kita bayangkan jika pemangku kebijakan (dalam hal ini Kemendikbud dan Kemenristekdikti) mulai menyusun strategi berbasis data. Dari kondisi riil yang ada saat ini, mereka dapat memetakan sebaran lulusan beserta kompetensi yang menjadi spesialisasi. Kemudian bekerja sama dengan Kemenaker untuk memetakan data kebutuhan tenaga kerja dari berbagai perusahaan di seluruh penjuru Indonesia.

Dari konsolidasi data tersebut maka akan didapatkan kesimpulan, kompetensi apa yang surplus dan defisit dihasilkan oleh universitas beserta sebarannya. Dibandingkan dengan kesempatan kerja apa yang surplus dan defisit dibutuhkan industri beserta sebarannya.

Disadari betul, tidak mudah melakukan perombakan ketika ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik. Namun justru di tahun politik seperti masa-masa yang akan kita hadapi sebentar lagi menjadi kesempatan untuk me-refresh ulang calon-calon pengisi kursi pemangku kebijakan, didasarkan pada pandangan strategis nan visioner yang ditawarkan. Sulit memang untuk merealisasikan hal-hal di atas, tapi akan lebih sulit lagi saat kita mendapati ketertinggalan negara kita di jaman yang semakin kompetitif.