Angon Perluas Kerja Sama dengan Peternak di Australia dan Selandia Baru

Startup investasi ternak Angon mengumumkan perluasan kerja sama bisnis bersama peternak di kawasan Australia dan Selandia Baru. Kerja sama tersebut memungkinkan pengguna platform berinvestasi pada peternakan di kawasan tersebut. Hal ini dilakukan lantaran potensi ternak yang cukup besar. Menurut data yang disampaikan tim Angon di Australia populasinya mencapai 70 juta ekor, sedangkan di Selandia Baru mencapai 30 juta ekor.

“Ketika member Angon ingin beternak di Australia dan Selandia Baru, mereka tidak perlu repot mengurus ijin investasi, pembelian lahan, serta membangun infrastruktur peternakan mulai dari nol. Cukup dengan buka aplikasi Angon, pilih ternaknya, bayar dan selesai. Kita semua bisa memiliki ternak walau pun hanya dengan satu ekor saja,” ujar Founder & CEO Angon, Agif Arianto.

Aplikasi Angon mewajibkan setiap transaksi yang ada di dalamnya menggunakan mata uang Rupiah. Peternak luar negeri yang ingin memasukkan produknya di Angon untuk diinvestasi harus memiliki kerja sama dengan peternak dalam negeri sebagai groundholding. Hal tersebut berimplikasi pada kesepakatan aturan dan regulasi transaksi di masing-masing negara, sehingga tercatat sebagai devisa juga.

Berikan asuransi untuk investor ternak

Peresmian kerja sama dengan Jasindo Syariah / Angon
Peresmian kerja sama dengan Jasindo Syariah / Angon

Angon juga menandatangani kerja sama strategis dengan Jasindo Syariah. Kerja sama tersebut untuk menyediakan asuransi bagi peternak dalam proses pemeliharaan. Termasuk sebagai antisipasi jika terjadi bencana. Hal ini dilakukan untuk membuat member lebih mantap ketika menggelontorkan investasinya. Biaya asuransi dibebankan kepada member, dan dibayarkan otomatis pada saat memutuskan untuk membeli hewan ternak melalui aplikasi Angon.

“Pemilik ternak akan mendapatkan SKTB (Surat Kepemilikan Ternak Berjangka), berfungsi sebagai bukti sah mitra peternak Angon. SKTB Angon telah terintegrasi dengan nomor polis asuransi ternak yang diterbitkan oleh Jasindo Syariah. SKTB berfungsi dalam proses klaim jika terjadi kematian pada hewan ternak milik para member saat proses ternak online berlangsung dalam 1 periode masa ternak, yaitu 3 bulan,” jelas Agif.

Angon juga tengah mematangkan kerja sama dengan BNI46 untuk proses pembiayaan untuk para peternak. Dengan PKPU juga akan membuat program konversi tabungan qurban menjadi beternak online. Sampai saat ini Angon juga telah memiliki 223 mitra peternak yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Saat ini masih dengan Telkom [sebagai investor], Angon berencana akan mengeluarkan prospektus saham baru di akhir tahun 2018, namun jika ada tawaran yang menarik dari para investor juga sangat terbuka, terutama investor dari dalam negeri. Angon masih menjadi startup binaan Telkom Indigo,” tutup Agif.

Application Information Will Show Up Here

Platform “Properti Anda” Sediakan Layanan Crowdfunding untuk Investasi Properti

Properti Anda merupakan pengembangan model fintech yang menawarkan platform layanan proptech (property technology) berbasis crowdfunding untuk berinvestasi pada aset properti. Layanan ini mengakomodasi beberapa orang untuk membeli sebuah properti secara bersama-sama, kemudian menikmati pembagian hasil yang didapatkan dari biaya sewa atau kenaikan harga penjualan. Layanan proptech ini bisa dibilang masih cukup baru di Indonesia dan belum sepopuler model fintech seperti p2p lending maupun crowdfunding lain. Kendati demikian, selain Properti Anda di pasar lokal juga sudah ada Tavest dan Napro.

Sejak didirikan pada tahun 2017 lalu, Properti Anda sudah mengumpulkan 278 investor untuk membiayai 4 unit properti senilai 1,4 miliar rupiah. Jenis properti yang dikelola meliputi rumah dan apartemen, ditargetkan untuk wilayah Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Semarang dan Tangerang. Investasi dapat diikuti dengan nominal mulai dari 500 ribu rupiah dengan biaya awal investasi sebesar 2 persen.

“Untuk admin fee 2 persen hanya di-charge di awal investasi. Misalnya investor berinvestasi sebesar 10 juta maka investor hanya membayar 10,2 juta di depan. Jadi tidak ada biaya-biaya lain yang tersembunyi yang akan dibebankan kepada investor. Semua keuntungan akan diberikan kepada investor setelah dipotong biaya-biaya yang berhubungan dengan properti tersebut,” jelas Co-Founder & CEO Properti Anda Edward Suwandi.

Edward tergerak untuk membangun Properti Anda karena pengalamannya mengalami kesulitan dalam berinvestasi di properti dengan dana yang terbatas. Ia datang dengan ide menyediakan platform investasi baru yang dapat membantu berinvestasi di properti bahkan dengan dana yang terbatas. Platform ini juga memungkinkan orang untuk berinvestasi dan menjual properti dalam satu platform.

Berinvestasi di properti melalui crowdfunding

Menurut artikel terdahulu, investasi di bidang properti ini memiliki beberapa kelebihan. Salah satunya model yang lebih “syariah” jika dibanding p2p lending, karena keuntungannya bukan dari bunga, melainkan biasa sewa atau jual beli. Namun di balik kelebihan juga ada kekurangan, yang paling mencolok adalah jangka waktu investasi yang lebih lama.

Platform Properti Anda sendiri menawarkan fitur re-sale. Pengguna bisa menjual kepemilikannya kapan saja, tapi peminatnya mungkin agak terbatas sehingga bisa jadi tidak langsung terjual.

[Baca juga: Menimbang Investasi melalui Crowdfunding Properti]

“Setiap properti memiliki exit protection antara 2 sampai 3 tahun. Properti tersebut akan dijual setelah melewati periode tersebut. Jadi platform tidak perlu menanggung biaya sampai properti tersebut terjual,” Edward menjelaskan mekanisme yang ada di Properti Anda.

Setelah mendaftarkan diri dan memverifikasi akunnya (termasuk mengunggah beberapa berkas pribadi seperti KTP), pengguna dapat memilih properti dari daftar yang tersedia. Pengguna dapat memilih besaran dan jangka waktu investasi yang diinginkan, kemudian mentransfer nominal investasinya.

Terkait biaya-biaya yang harus ditanggung sebagai pemilik properti, misalnya PBB dan biaya operasional lainnya, para investor di Properti Anda disebutkan akan dibebani pemotongan terhadap hasil sewa atau keuntungan penjualan properti tersebut.

Proses investasi di Properti Anda
Proses investasi di Properti Anda

Terkait kepemilikan properti, Edward menjelaskan, “Properti dimiliki oleh PT Mitra Properti Bersama yang merupakan subsidiary dari PT Properti Anda Sejahtera. Setiap investor akan mendapatkan surat perjanjian hutang senilai investasi yang dilakukan atas setiap properti. Di surat tersebut akan dijelaskan secara detail jumlah investasi, jangka waktu investasi, termasuk kewajiban dan hak baik investor dan Properti Anda. Surat perjanjian ini bisa diakses oleh investor yang berinvestasi setelah properti sukses terdanai dan diakuisisi.”

Allianz X Announces 481 Billion Rupiah Investment for Go-Jek

Allianz Group, German-based insurance company announces an investment of $35 million (about Rp481 billion) for Go-Jek, through its investment arm for digital business, Allianz X.

The investment is part of the round joined by Blibli, Astra, Google, Tencent, JD, Meituan and Temasek worth around US$ 1.5 billion. Allianz to be the only international-scale insurance company as Go-Jek’s shareholder.

Nazim Cetin, CEO of Allianz X said in an official release that this is the first investment for a SEA-based company, the fourth throughout the year.

“Allianz X’s strategic investment in Go-Jek emphasized on our commitment to digital business growth, particularly in developing countries. Go-Jek has demonstrated a successful track record in transportation, logistics, and payment sectors. We’re very willing to support the further developments,” he said (4/11).

Joos Louwerier, Allianz Life Indonesia’s President Director added, both companies will tighten relationships through various partnerships that soon to be launched. It will offer a range of unique financial products and services for Go-Jek’s community and customers.

Both companies have already partnered since two years ago. Allianz Indonesia provides health insurance to Go-Jek’s driver-partners. The service then expanded in providing health insurance for their families.

Currently, Go-Jek has acquired over 1 million drivers in 50 cities throughout Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Perusahaan Investasi Allianz X Umumkan Partisipasi Investasi ke Go-Jek Sebesar 481 Miliar Rupiah

Perusahaan asuransi berbasis di Jerman Allianz Group, melalui perusahaan investasi untuk bisnis digital Allianz X, mengumumkan partisipasi investasi sebesar US$35 juta (sekitar Rp481 miliar) untuk Go-Jek.

Partipasi Allianz X ini adalah bagian putaran yang diikuti oleh Blibli, Astra, Google, Tencent, JD, Meituan, dan Temasek dengan total perkiraan US$1,5 miliar. Allianz menjadi satu-satunya pemegang saham yang berasal dari perusahaan asuransi berskala internasional di Go-Jek.

Dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, CEO Allianz X Nazim Cetin menuturkan investasi ini adalah perdana dilakukan untuk perusahaan yang berbasis di Asia Tenggara, sekaligus menandai investasi keempat yang dilakukan Allianz X sepanjang tahun ini.

“Investasi strategis Allianz X di Go-Jek menekankan komitmen kami untuk pertumbuhan bisnis digital, khususnya di negara berkembang. Go-Jek telah memperlihatkan rekam jejak yang sukses dalam sektor transportasi, logistik, dan pembayaran. Kami siap dukung perkembangan berikutnya,” ucapnya, Rabu (11/4).

Presiden Direktur Allianz Life Indonesia Joos Louwerier menambahkan, perusahaan dan Go-Jek akan mempererat hubungan lewat berbagai kolaborasi yang akan diluncurkan. Pihaknya akan menawarkan berbagai produk dan layanan keuangan yang unik untuk komunitas dan pelanggan Go-Jek.

Sebelumnya, hubungan antara kedua perusahaan sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Allianz Indonesia menyediakan asuransi kesehatan untuk para mitra pengemudi Go-Jek. Kemudian layanan ini diperluas dengan menyediakan asuransi kesehatan yang dapat dibeli para mitra untuk keluarganya.

Saat ini aplikasi Go-Jek telah memiliki lebih dari 1 juta mitra pengemudi tersebar di 50 kota di seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Platform Kerajinan Rotan Du’Anyam Terima Investasi dari Northstar Foundation

Platform kerajinan rotan Du’Anyam mengumumkan perolehan investasi dari Northstar Foundation dengan nilai yang tidak disebutkan. Rencananya dana segar tersebut akan dipakai untuk menumbuhkan bisnisnya melalui desain dan menambah kapasitas produksi agar bisa memberikan dampak sosial yang lebih luas kepada perempuan di daerah pedesaan.

Northstar Foundation adalah bagian dari Northstar Group, sebuah modal ventura yang berbasis di Singapura. Northstar Group memiliki komitmen untuk berinvestasi pada perusahaan di Indonesia dan Asia Tenggara. Sebelumnya pada 2016, Du’Anyam menerima investasi tahap awal (seed) dari Mariko Asmara, salah satu angel investor yang bergabung dalam ANGIN.

“Bermitra dengan Northstar Foundation akan menjamin pertumbuhan bisnis yang signifikan bagi kami. Ada peluang besar untuk memasuki pasar baru dan membentuk kolaborasi yang dapat diteruskan lebih jauh buat para penenun kita,” terang CEO dan Co-Founder Du’Anyam Azalea Ayuningtyas dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Kamis (8/3).

Rani Sofjan, Co-Chair Northstar Impact Committee, menuturkan pihaknya bersemangat dapat mendukung Du’Anyam dalam memperluas bisnisnya dan perbaikan kualitas perekonomian yang mereka bawa untuk penenun.

“Komitmen pendiri Du’Anyam sangat memberi inspirasi dan sangat cocok dengan misi sosial kami. Harapannya Du’Anyam bisa mencapai kesuksesan lebih besar lagi ke depannya,” ujar Sofjan.

Direktur ANGIN David Soukhasing menambahkan, “Kami bangga dengan kemajuan tim Du’Anyam. Memiliki Northstar Foundation sebagai investor memberi kami keyakinan bahwa perusahaan akan menerima dukungan yang lebih strategis untuk berkembang lebih jauh.”

Du’ dalam bahasa Flores, memiliki arti ibu, sehingga Du’ Anyam bermakna ibu yang menganyam. Bisnis ini dikembangkan Azalea bersama dua temannya pada 2014. Fokus perusahaan adalah memproduksi dan mendistribusikan kerajinan rotan hingga ke mancanegara. Diklaim penghasilan penenun yang bermitra dengan Du’Anyam meningkat 40%.

Hingga kini, Du’Anyam bermitra dengan 450 perempuan penenun berlokasi di 17 desa di Flores Timur, NTT dan menjadi penyuplai 24 ribu produk kerajian rotan per tahunnya untuk hotel dan korporat di Indonesia. Selain menjual secara grosir, produknya juga dijual secara ritel baik online maupun offline.

Du’Anyam bermitra dengan platform e-commerce seperti Kuka, Qlapa, Bridestory, SoooooS (Jepang), dan Kisaku Heritage (Australia). Sedangkan penjualan offline-nya terdapat di Alun-Alun Indonesia, Bika, Anomali Coffee, Dia.Lo.Gue, Mariami, Sarinah, dan masih banyak lagi.

Memahami Pola Pikir Investor Startup di Indonesia

Agar startup berkembang, umumnya butuh sokongan kapital untuk membantu melancarkan eskalasi. Startup bisa mengandalkannya dari perputaran uang secara organik ataupun anorganik. Akan tetapi, ketika ingin mencoba cara anorganik artinya perlu mencari investor yang tepat, tak sekadar mengincar uangnya saja.

Kapan saat yang tepat mencari investor? Menurut CEO MerahPutih Incubator & Investment Partner GDP Venture Antonny Liem, jawaban yang tepat adalah saat startup sedang tidak butuh uang. Dalam #SelasaStartup edisi (30/1), Antonny hadir dan memberikan tips apa saja yang sebenarnya dalam pikiran investor untuk diketahui dan dipersiapkan sebelum bertemu dengan mereka.

Tipe investor

Antonny menerangkan satu per satu jenis investor. Pertama adalah angel investor. Menurutnya, angel investor adalah orang yang paling “mudah percaya” kepada founder. Maka dari itu biasanya mereka cenderung investasi ke diri founder itu sendiri, bukan ke perusahaannya. Biasanya besaran suntikan yang mereka berikan berkisar antara US$50 ribu sampai US$100 ribu.

Kedua, ada venture capital. Mereka memiliki fund manager yang mengelola uang dari investor yang sudah dikumpulkan. Karena berinvestasi di startup berisiko tinggi, umumnya VC juga mengejar imbal hasil yang tinggi antara 4 sampai 20 kali lipat.

“Di Indonesia ada banyak VC karena industri startup kita masih awal, makanya banyak VC yang sangat aktif berinvestasi,” ucap Antonny.

Keempat, ada corporate VC. Biasanya mereka adalah bagian dari suatu grup besar yang sengaja dibentuk untuk mengelola uang dan diinvestasikan ke startup. Lalu kelima, ada private equity (PE). Mereka lebih menyukai perusahaan yang sudah ada di tahap akhir, misalnya IPO. PE membeli penuh perusahaan tersebut untuk kemudian dikelola sendiri.

Keenam, terdapat pula family office. Sumber dananya berasal dari kantong sendiri. GDP Ventures tergolong ke dalam jenis ini. Ketujuh, investment bank. Mereka menjual jasa sebagai perantara antara emiten sekuritas dan investor, melakukan underwriting dan bertindak sebagai broker. Terakhir, adalah pemegang saham publik yang dilakukan lewat IPO.

Langkah-langkah menggalang dana


Pertama, membuat presentasi dan pitching ke investor. Antonny menerangkan ini adalah proses yang cukup lama karena jarang sekali bisa langsung dapat. Untuk itu, tips yang perlu dilakukan adalah terus memperbaiki cara presentasi saat bertemu investor. Karena prosesnya yang lama, untuk itu memulai proses penggalangan dana harus dimulai lima bulan sebelum founder merasa butuh uang.

“Kalau mau pitching ke corporate VC malah akan lebih lama lagi prosesnya. Untuk itu harus spesifik mengejar investor apalagi ketika sudah ada tanda-tanda positif [setelah pitching].”

Kedua, membuat term sheet. Ketika sudah capai proses ini, kata Antonny, kemungkinan besar investor sudah tertarik dengan perusahaan Anda. Tapi dana segar tersebut belum cair, maka dari itu jangan senang dulu.

Dalam tahap ini, saat membuat term sheet dokumen harus menguraikan persyaratan finansial dari sebuah proposal investasi, terkait aksi perusahaan, kontrol perusahaan, perjanjian kerja, dan harus mencantumkan tanggal kedaluwarsa ditakutkan bila transaksi batal.

Ketiga, proses due dilligence. Dalam proses ini semakin awal usia sebuah perusahaan, maka semakin cepat prosesnya. Investor akan melihat dokumen internal, bagaimana laporan keuangannya, apakah ada hutang, struktur pemegang sahamnya akan di cek kembali, dan sebagainya.

“Kira-kira proses due dilligence bisa selesai dalam 1-2 bulan. Tapi tergantung seberapa kompleks, nanti ketika sudah selesai akan buat term sheet baru.”

Keempat, membuat definitive documents yang di dalamnya terdapat share subscription aggreement (SSA) dan shareholders’ agreement (SHA). Terakhir, tahap closing dan eksekusi. Setelah tahapan mencapai garis akhir, uang investasi umumnya akan cair dan masuk ke rekening bank sekitar tiga sampai enam bulan setelah tahap keempat diterima.

Angel investor biasanya lebih cepat cairnya, corporate VC justru akan lebih lama karena prosesnya yang berjengjang. Karena prosesnya cairnya yang lama, sebaiknya jangan langsung diumumkan ke publik. Kalau bisa, uang investasi jangan dihambur-hamburkan untuk kebutuhan yang tidak relevan dengan eskalasi bisnis.”

Isi pikiran investor

Yang pasti, kata Antonny, dalam pikiran investor adalah mengincar imbal hasil (return of investment/ROI) dari setiap investasi yang dilakukan. Tapi yang membedakan adalah besaran ROI dari masing-masing tipe investor. Misalnya, untuk VC yang pasti adalah ROI dan kinerja dari hasil portofolio investee-nya.

Sementara, corporate VC melihat strategi, inovasi, dan branding bagaimana investee-nya tersebut dapat berkontribusi ke bisnis grup. Sementara untuk ROI-nya dilihat di bagian terakhir.

“Makanya corporate VC itu hanya berinvestasi ke startup-startup yang sejalan dengan core bisnis grup. Semisal, Mandiri Capital yang hanya investasi di sekitar fintech saja.”

Adapun untuk angel investor melihat brand, eksekusi bisnis dari startup tersebut, dan ROI. Sedangkan, family office melihat ROI, mengambil kontrol, dan brand.

“Sedangkan PE melihat bagaimana kontrol perusahaan karena dia beli perusahaan. Misal perusahaan yang mereka ambil sedang persiapan IPO, mereka persiapkan return yang mau diambil, persentase ROI-nya memang kecil tapi nilai uangnya yang besar.”

Antonny melanjutkan, mengingat setiap investor itu memiliki pandangan yang berbeda-beda. Untuk itu, founder startup harus tahu tipe investor apa yang akan dibidik. Jangan asal sembarang saja.

Apa yang investor lihat

Setiap investor, menurut Antonny, selalu melihat pertama kali dari sisi founder-nya itu sendiri. Seberapa besar kemampuannya untuk mengeksekusi suatu ide dan apakah dia memiliki passion untuk menyelesaikan problem dengan berbagai solusi yang akan dimunculkan.

Tak hanya itu, founder yang dilihat investor adalah mereka yang tidak terlalu bangga dengan ide, mau menerima masukan, dan yang terpenting siap untuk selalu belajar.

Berikutnya, melihat pangsa pasar apakah berhubungan dengan bisnis model. Seberapa besar pangsa pasar yang bisa disasar lewat produk. Pasalnya, produk itu selalu berubah demi beradaptasi dengan kondisi pasar dan kompetitor. Tidak ada produk yang selalu sama dari waktu ke waktu.

Terakhir melihat partner investornya. Siapa saja yang sudah investasi ke perusahaan tersebut. Kalau sudah ada nama investor besar yang terlibat, investor baru biasanya akan lebih yakin dengan startup tersebut ke depannya. Tak hanya itu, perlu di cek pula dari isi term sheet, hak-hak apa saja yang dipegang investor. Hal ini erat kaitannya dengan manajemen risiko.

Cara menghitung valuasi

Tidak ada rumus pasti dalam menghitung valuasi perusahaan. Setiap investor memiliki benchmark yang berbeda-beda. Namun bila dilihat secara piramida, di posisi terbawah ada seed round, yang dihitung ke dalam valuasi adalah gabungan metode yang dipersentasekan.

Lalu di atasnya ada posisi scaling, yang dihitung mulai dari traksi, benchmark, dan multiple. Posisi paling atas ada exit, menghitung valuasi dari benchmark, multiple, dan aset.

“Semakin ke atas posisi startupnya, makin mudah membuat valuasi. Namun semakin ke bawah semakin susah karena early stage itu makin berseni, hingga susah untuk dijelaskan.”

Namun yang pasti, nilai valuasi itu adalah angka yang disepakati oleh investor dan founder. Sehingga, menurutnya sangat disarankan untuk startup yang masih early stage untuk tidak ketinggian dalam menilai perusahaannya, ditakutkan ketika penggalangan dana berikutnya nilai valuasi turun, akan berbahaya bagi perusahaan.

“Valuasi itu adalah harga yang disepakati founder dan investor. Lagipula kebanyakan uang saat masih early stage itu tidak baik. Untuk startup yang raise money besar, seperti Go-Jek itu buat kebutuhan kompetisi dengan pasar,” pungkas Antonny.

Studio “Indoor Cycling” dan “Boutique Fitness” Ride Jakarta Memperoleh Pendanaan Awal 6,7 Miliar Rupiah dari Tiga “Venture Capital”

Studio indoor cycling dan boutique fitness Ride Jakarta mengumumkan perolehan pendanaan awal (seed) senilai $500 ribu (sekitar 6,7 miliar Rupiah) dari tiga venture capital yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Juga turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini East Ventures dan Prasetia Dwidharma. Ini adalah putaran pendanaan kedua yang diperoleh Ride Jakarta, setelah sebelumnya memperoleh pendanaan pre-seed $250 ribu (3,3 miliar Rupiah). Pendanaan ini bakal mendukung upaya Ride Jakarta bertransformasi menjadi perusahaan teknologi dalam waktu dekat, termasuk mengembangkan sejumlah konten digital.

Didirikan tahun 2015 oleh Gita Sjahrir dan Adhit Lesmana, Ride Jakarta memang diawali sebagai suatu tempat yang memudahkan penggemar indoor cycling untuk berolahraga. Secara fisik mereka kini memiliki tiga studio di Jakarta yang masing-masing mengelola 25-30 sepeda. Tentu saja pertanyaannya lalu kenapa mencari pendanaan dari investor startup teknologi.

Kepada DailySocial, Founder dan CEO Ride Jakarta Gita Sjahrir mengatakan bahwa mereka ingin menjadi perusahaan teknologi dalam waktu dekat. Ia menyebutkan, “Tentang pendanaan ini, penggunaan utamanya adalah untuk pengembangan aplikasi digital, tim SDM dan pemasaran; bukan untuk studio fisik kami. Untuk studio, kami menggunakan model franchise, sehingga di setiap lokasi bisa memiliki investornya sendiri-sendiri dan kami mengimplementasi model pembagian keuntungan.”

Dengan menjadi suatu perusahaan teknologi, Ride Jakarta disebut ingin “keluar” dari sekedar berada di dalam studio. “Studio fisik kami adalah cara kami untuk mengedukasi pasar tentang produk kami dan sektor ’boutique fitness’, serta menciptakan brand awareness di saat yang sama. Hal ini akan membantu posisi kami untuk bertumbuh ketika kami memiliki kehadiran online untuk penggemar fitness dan gaya hidup tahun ini.”

Nantinya aplikasi yang dikembangkan diharapkan membantu penggemar fitness menikmati kelas di mana saja dan kapan saja. Bersifat freemium, aplikasi ini nantinya juga akan melayani kelas fitness yang lain, termasuk boot camp.

Belum banyak startup yang menyasar segmen ini. Selain Ride Jakarta, ada satu startup lagi yang fokus ke segmen penggemar fitness, yaitu Doogether yang telah mendapatkan pendanaan dari Angel eQ, tapi dia tidak memiliki kehadiran fisik.

Di tahun 2018 ini Ride Jakarta telah menyiapkan sejumlah lokasi baru di Jakarta dan di tahun 2020 berencana memperluas jangkauan di Bali, Surabaya, Medan, dan sejumlah kota besar lainnya. Ride Jakarta juga bermitra dengan EV Hive untuk menyediakan kelas fitness bagi para pengguna co-working space tersebut. Secara bisnis, Ride Jakarta sendiri mengklaim telah mencapai tahap perolehan keuntungan.

Dulu fitness gaya hidup dipandang sebelah mata karena banyak persepsi yang tidak tepat. Model bisnis kami menunjukkan bahwa dengan berinvestasi di pengalaman konsumen dan instruksi yang berkualitas tinggi, fitness dapat menjadi bisnis yang scalable dan menghasilkan keuntungan,” ungkap Gita.

Kresna Graha Investama dan M Cash Rencanakan Investasi di Perusahaan Riset dan IoT

PT Kresna Graha Investama Tbk (KREN) bersama dengan anak perusahaannya, PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) mengumumkan rencana untuk berinvestasi di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang riset dan IoT PT Sistem Mikroelektronik Cerdas Co-Design (SMC). Hal ini disebutkan karena didasari oleh kekuatan inti yang dimiliki SMC di bidang kemajuan teknologi serta akses pasar untuk menggapai lebih dari 60 juta konsumen potensial di seluruh Indonesia.

KREN dan MCAS masing-masing akan berinvestasi sebesar 20% dan 30%. Rencana investasi ini dinilai menjadi langkah penting yang strategis di awal tahun 2018 untuk memperkuat posisi masing-masing perusahaan.

SMC saat ini telah memiliki sejumlah portofolio layanan teknologi digital. Beberapa di antaranya adalah proyek-proyek smart city, smart house, dan Power Management SCADA, sebuah solusi berbasis teknologi yang menggunakan Advanced Metering Infrastructure (AMI) yang mampu menyediakan laporan penggunaan energi secara real time.

Direktur Utama MCAS Martin Suharlie menyatakan, melalui teknologi Smart Digital City dan Power Management dari SMC, MCAS hendak membawa kenyamanan dari gaya hidup digital dan kemajuan teknologi lebih dekat ke masyarakat Indonesia. Melalui Meter Listrik Pintar dan Power Management SMC diharapkan konsumen bisa lebih mudah melakukan pemantauan penggunaan daya listrik rumah secara langsung dan mampu menghindari risiko terjadi overcharge atas tagihan listrik.

“Selain itu, Smart juga memampukan MCAS untuk dapat melakukan analisis perilaku konsumen dan mengembangkan profil konsumen, yang akan membantu MCAS untuk dapat membuat paket-paket promosi yang unik sesuai dengan profil mereka sebagai bagian dari platform digital MCAS. Kami percaya bahwa investasi ini tidak hanya menguntungkan MCAS tapi juga masyarakat Indonesia, karena mereka akan merasakan manfaat dari pengalaman gaya hidup digital yang praktis,” terang Martin.

Sementara itu Managing Director KREN Surjandy Jahja mengemukakan, investasi ini tidak hanya menghadirkan peluang bagi MCAS, namun juga bagi KREN, untuk mengembangkan sinergi antar perusahaan di dalam portofolio yang dimilikinya. Melalui SMC, KREN berpeluang memperbesar dampak dari pengalaman gaya hidup digital yang telah diciptakan.

“Integrasi produk SMC dengan platform pembayaran digital KREN akan meningkatkan daya tarik bisnis KREN, dan secara bersamaan hal ini juga akan menciptakan suatu fitur unik dan berbeda bagi SMC di mata para pelanggannya. Salah satu contohnya adalah seamless payment protocol melalui platform pembayaran digital yang dimiliki oleh KREN. Ke depannya, kami percaya bahwa teknologi yang dimiliki oleh SMC akan membantu KREN dalam menciptakan sinergi di dalam seluruh ekosistemnya, yang pada akhirnya akan memperkuat posisi KREN sebagai lokomotif transformasi digital di Indonesia,” ujarnya.

Ide Saja Tidak Cukup, Butuh Kesiapan Lebih sebelum Menghadap ke Investor

Pada umumnya, proses terbentuknya sebuah startup baru berawal dari seseorang (founder) yang menemukan sebuah ide produk atau bisnis, lalu berusaha ingin merealisasikannya. Di tahap awal, walaupun mungkin jumlahnya tidak signifikan, ada banyak modal yang harus dipenuhi. Mulai dari waktu untuk mengerjakan produk tersebut, fasilitas pendukung, hingga hal lain berkaitan dengan operasional. Startup butuh modal awal, dan salah satu cara untuk memenuhinya dengan menggandeng rekanan investor guna mendapatkan seed-funding (pendanaan tahap awal).

Ide-ide baru yang dicetuskan startup tahap awal selalu menarik, mencoba menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara yang selalu diklaim lebih efisien dan lebih terjangkau. Nyatanya beberapa startup memang membuktikan bahwa ide yang dimilikinya berhasil “mengubah dunia”, sebut saja cikal-bakal GO-JEK atau Tokopedia. Tapi sekarang startup tengah menjadi tren, setiap hari selalu ada ide baru yang muncul, ada startup baru yang dilahirkan.

Fenomena tersebut sedikit menggeser pandangan tentang sebuah startup, yang tadinya memfokuskan pada penyelesaian masalah dengan ide-ide segar, kini banyak yang tidak konsisten dalam melakoninya. Publikasinya startup baru, tapi yang disampaikan ke konsumen atau investor hanya sebatas nama startup, logo dan landing page, tanpa ada progres yang berkelanjutan.

Mendapat investasi menjadi agenda yang banyak diinginkan startup baru, tujuannya untuk cepat merealisasikan ide tersebut menjadi bisnis yang nyata. Namun investor butuh diyakinkan tidak hanya menggunakan ide atau visi yang ditulis dalam slide. Ada beberapa hal yang seharusnya disiapkan dengan baik.

Ide yang sudah tervalidasi, berdasarkan kebutuhan di lapangan

Memvalidasi ide bisa dilakukan dengan beragam cara. Bisa dengan menunjukkan angka-angka hasil riset atau survei terkait dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, atau coba menunjukkan ide tersebut kepada khalayak, apakah sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Konsep dari produk yang sudah dijalankan MVP-nya

Ide menjadi gambaran yang sangat abstrak, memiliki Minimum Viable Product akan memberikan pemahaman yang lebih gamblang kepada investor tentang bagaimana solusi tersebut bekerja. Atau setidaknya sudah harus ada proof-of-concept. Karena ini sekaligus menunjukkan bahwa ide tersebut sangat memungkinkan untuk dieksekusi dan direalisasikan.

Memahami betul konsumen dari produk

Pada akhirnya produk dikembangkan untuk digunakan oleh pangsa pasar, karena dari situ proses bisnis akan bekerja. Yakinkan bahwa solusi dari ide yang saat ini ada benar-benar ada yang membutuhkan. MVP bisa menjadi cara terbaik untuk menguji, apakah hipotesis terkait dengan ide tersebut sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.

Meyakinkan tentang kapabilitas founder dan tim

Di luar dari hal berkaitan dengan produk, unsur internal juga penting untuk digambarkan dengan jelas. Yakni tentang siapa founder dari startup tersebut dan tim pendukungnya. Latar belakang founder dan tim akan sangat berpengaruh –atau memberikan keyakinan lebih, bahwa produk yang dikembangkan bisa berhasil, karena memiliki keterampilan dan penguasaan terhadap masalah.

Jadi, pada dasarnya ide saja tidak cukup. Temuilah investor dengan empat kesiapan di atas. Suguhkan presentasi terbaik dengan menunjukkan bukti-bukti terukur tentang rencana bisnis yang akan digerakkan bersama startup baru.

Kaskus Pours Strategic Investment at Adtech Startup ProPS

Kaskus, social commerce platform, announces strategic investment for ProPS (PT Promedia Punggawa Satu), an adtech company with unspecified investment value. This is a limited investment and Kaskus is a minority and passive shareholder.

ProPS CEO, Edi Taslim, to be joining GDP Venture, Kaskus majority shareholder, to assist Kaskus business development.

The main reason behind Kaskus investment in ProPS is its experienced founding team that make the company successfully market their products in a short time. It’s hoping that ProPS existence can complete Kaskus advertising technology.

“Data driven advertising initiatives and platform developed by ProPS play an important role in completing the digital advertising ecosystem. We believe ProPS can complete Kaskus’ advertising technology,” said Kaskus CEO, On Lee, in an official statement, Friday (17/11).

ProPS develops data management platform and publisher trading desk. The company was founded in March 2016 by Edi Taslim and Ilona Juwita.

Company’s mission is to advance publishers and advertisers by empowering ProPS to understand the audience. That includes maximize the use of 1st, 2nd, and 3rd party data for the purpose of audience buying and selling recommendation. Content recommendation and product experience is included.

“Since the very beginning, ProPS is already committed to support local publishers. Kaskus’ network and experience will provide ProPS an opportunity to strengthen technology services and to utilize audience data for digital advertising,” said Taslim.


Original article is in Indonesian, translated by Kristian Siagian

Application Information Will Show Up Here