XL Axiata Luncurkan Kartu Perdana Berteknologi NB-IoT

PT XL Axiata Tbk resmi meluncurkan kartu perdana berteknologi Narrowband Internet of Things (NB-IoT) di 31 kota dan kabupaten Indonesia. Kartu perdana NB-IoT dari XL ini akan menyasar kalangan pebisnis UKM maupun korporasi.

Chief Enterprise & SME Officer XL Axiata Feby Sallyanto menjelaskan, produk NB-IoT ini muncul seiring tren industri 4.0. Penerapan teknologi ini diprediksi semakin marak di masa depan ketika Internet of Things semakin populer.

“Kami melihat layanan IoT akan menjadi solusi bisnis pilihan di masa mendatang untuk korporasi dan UKM serta sekaligus menjadi sumber pertumbuhan kami di era industri 4.0,” ucap Feby.

Kartu perdana NB-IoT ini dibanderol oleh XL dengan biaya berlangganan Rp15.000 untuk satu tahun dengan kuota 20MB untuk pelanggan korporat. Selain menjual layanan NB-IoT itu, XL juga menjajakan end-to-end solution yang menyesuaikan kebutuhan pelanggan.

XL sejatinya sudah memiliki solusi IoT di bidang transportasi bernama Fleetech di bidang transportasi dan solusi smart poultry untuk peternakan. Solusi NB-IoT yang mereka tawarkan melengkapi ambisi mereka untuk menjangkau ekosistem IoT.

Sebagai informasi, NB-IoT adalah teknologi jaringan komunikasi seperti 3G atau LTE. Bedanya NB-IoT handal dalam kondisi yang memerlukan sedikit tenaga namun dapat bekerja dalam jangka panjang atau biasa disebut Low Power Wide Area (LPWA). Jaringannya yang bergerak di frekuensi rendah 900 MHz memungkinkan sinyal NB-IoT menjangkau cakupan wilayah yang luas hingga 15 kilometer seperti di area perkebunan, gedung bertingkat, atau kawasan bawah tanah.

Kartu SIM NB-IoT nantinya dapat dimanfaatkan ke dalam sistem gateway atau ditempel langsung ke sensor.

“Untuk mengirimkan data-data yang dibutuhkan menggunaan jaringan NB-IoT, kita hanya membutuhkan maksimum 1.600 byte untuk sekali mengirim. Jadi sangat kecil sekali. Bahkan kuota 20 megabyte yang ditawarkan paket layanan NB-IoT kami seharga Rp 15.000 bisa digunakan selama setahun tergantung use case-nya,” imbuh Feby.

Feby mengklaim pihaknya sudah memiliki sejumlah pelanggan korporasi dan ratusan ribu subscriber solusi NB-IoT. Kendati demikian, ia enggan mengungkap nilai tepatnya berapa.

Jaringan NB-IoT XL ini mendapat dukungan dari penyedia perangkat telekomunikasi seperti Ericsson dan Cisco. Produk anyar ini sudah dapat diperoleh di 31 kota yang tersebar di Jawa, Bali, NTB, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Startup Agrotech JALA Terima Pendanaan 8 Miliar Rupiah dari 500 Startups

JALA Tech, startup yang menghadirkan solusi teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas petani udang di Indonesia berhasil mengamankan pendanaan putaran awal dari 500 Startups sebesar Rp8 miliar. Selanjutnya, startup yang juga lulusan program Hatch Aquaculture Accelerator ini merencanakan untuk diversifikasi produk mereka dengan mengembangkan sejumlah produk baru.

CEO JALA Liris Maduningtyas kepada DailySocial menceritakan, saat ini mereka menyediakan platform budidaya untuk petambak udang. Mereka mengembangkan layanan untuk memantau kualitas air secara real time, memprediksi pertumbuhan udang, dan estimasi hasil budidaya.

Saat ini JALA juga tengah mengembangkan dan memproduksi perangkat IoT (Internet of Things) untuk monitoring kualitas air. Semua solusi yang ditawarkan kepada pengguna/pemilik tambak dalam skema berlangganan.

“Untuk pendanaan, selain untuk hiring resources untuk mengembangkan produk kami dan memasarkannya, kita juga gunakan untuk memproduksi alat IoT. Setelah pendanaan, kita melakukan pengembangan dan produksi alat, pemasaran ke seluruh Indonesia, terutama Lampung, Jawa, Bali, dan Lombok,” jelas Liris.

Sementara itu pihak 500 Startups melalui Managing Partner of 500 Startups Khailee Ng menjelaskan bahwa mereka melihat peluang yang cukup besar bagi JALA untuk membantu meningkatkan produktivitas para petani udang. Terutama untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh.

“Semua orang tahu tentang kelas menengah yang tengah berkembang, terutama di sini, di Indonesia. Mereka berkembang lebih cepat daripada apa yang bisa diberikan petani kepada mereka. Inilah sebabnya kami berinvestasi dalam startup agrotech terkemuka seperti JALA. Kami perlu memanfatkan teknologi hingga [menumbuhkan] 100x produktivitas petani yang ada untuk memberi makan dunia,” terang Khailee Ng.

Untuk saat ini startup yang berkantor di Yogyakarta tengah fokus pada petumbuhan bisnis dan layanannya. Beberapa fokus mereka saat ini antara lain, pertumbuhan pasar, retention rate, dan beberapa target yang tengah dicapai. Sedangkan untuk target, JALA menargetkan untuk bisa digunakan di kolam-kolam tambak udang di Asia Tenggara.

“Saat ini target JALA adalah 20 ribu kolam tambak udang di Asia Tenggara menggunakan teknologi dan solusi dari JALA, kemudian mengembangkan beberapa produk lain untuk membantu petambak udang,” jelas liris.

Telkomsel dan Pertamina Berkolaborasi, Implementasi Solusi IoT pada Truk Pengangkut BBM

Telkomsel resmi melakukan penandatanganan kerja sama dengan PT Pertamina Patra Niaga untuk menerapkan solusi FleetSight pada kendaraan operasional truk pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM).

Direktur Utama Telkomsel Emma Sri Hartini mengungkapkan, kolaborasi ini adalah salah satu langkah perusahaan untuk menggenjot bisnis di segmen B2B melalui solusi berbasis teknologi, seperti IoT, big data, dan digital advertising.

“Ke depannya, kami akan menggaungkan bisnis B2B lewat mobile solution dengan mengintegrasikan ke nomor [SIM]. Cakupan jaringan 4G kami kan luas. [Solusi] ini tentu akan memudahkan akses,” ujar Emma di acara MoU dengan Pertamina Patra Niaga, Senin (2/9).

Sementara Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Nina Sulistyowati menyebutkan, penerapan FleetSight adalah bagian dari inovasi digital yang dilakukan untuk mencapai efisiensi dan produktivitas perusahaan.

“Banyak sekali kecelakaan kerja atau hal lain yang terjadi pada pendistribusian BBM. Makanya, lewat solusi ini dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan berkendara, termasuk menekan penipuan,” ujar Nina di sela-sela MoU ini.

Mewujudkan Smart Mobil Tangki (MT)

Dalam penjelasannya, GM Fleet Management Telkomsel Arief Teguh Hermawan mengatakan, solusi berbasis Internet of Things (IoT) ini akan diimplementasikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, pemasangan FleetSight telah dilakukan di 1.800 armada dan siap beroperasi mulai September ini.

Sedangkan tahap kedua dan ketiga adalah peningkatan fitur FleetSight dengan mengintegrasikan sejumlah sensor tambahan dengan fungsi berbeda-beda, seperti mengidentifikasi parameter rem kendaraan dan kekentalan oli mesin.

Ia menyebut ada total 17 fitur FleetSight yang akan ditanamkan Telkomsel ke dalam moda transportasi distribusi BBM. Saat ini, sudah ada tiga yang telah beroperasi dan lima fitur yang masih dalam tahap pengembangan.

Sebetulnya, kata Arief, Fleetsight bukanlah solusi baru, melainkan solusi existing untuk segmen ritel yang diluncurkan sejak 2017. FleetSight dievolusi sejak tahun lalu sejalan dengan fokus baru Telkomsel di segmen B2B.

Big picture dari Fleetsight ini adalah [solusi] kendaraan karena kami sekarang fokus di B2B bukan di B2C. Setidaknya sekarang ada 4-6 juta kendaraan komersial, di mana adopsi [fleet management] masih di bawah 20 persen,” tuturnya.

Secara fungsi, solusi FleetSight dikembangkan untuk memonitor dan mengontrol armada kendaraan melalui perangkat berbasis satelit yang disematkan pada berbagai jenis sensor atau peralatan tambahan kendaraan.

FleetSight mampu merekam mobilitas kendaraan dan mengumpulkan informasi dalam bentuk insight dan data. Informasi ini akan diolah agar dapat memberikan peringatan secara real-time saat kendaraan melebihi kecepatan beroperasi atau melintasi rute yang bukan seharusnya.

“Kami sedang jajaki dengan beberapa sektor lain untuk implementasi solusi fleet management. Beberapa use case juga sudah disiapkan. Misalnya, monitoring genset untuk transportasi publik atau melacak pengiriman di sektor logistik,” tutup Arief.

Buka Gerai Erafone Megastore 3.0 di Kemang, Erajaya Kenalkan Teknologi Baru

Bagi beberapa pengendara mobil dan motor, hari Sabtu tanggal 31 Agustus 2019 jam 10 pagi mungkin merupakan hari yang mengesalkan. Pasalnya pada waktu tersebut, jalan Kemang Raya menjadi padat merayap hingga macet. Hal tersebut dikarenakan adanya pembukaan gerai baru Erafone di Kemang.

Erajaya Kemang - Launch

Gerai yang dibuka oleh grup Erajaya tersebut memiliki nomor versi, yaitu Erafone Megastore 3.0 (three point zero). Ternyata, Erajaya sampai hari ini sudah memiliki sekitar 73 Megastore di seluruh Indonesia. Selain itu, Megastore yang mereka buka saat ini sudah berjumlah 1054. Jenis outlet di bawah Erajaya Retail Group meliputi toko Erafone, iBox, Urban Republic, MI Store, Samsung Experience Store by NASA, OPPO Store, Vivo Store, Huawei Store, dan operator store yang yaitu Indosat Ooredoo Store, XPlore, dan Telkomsel Grapari.

Erafone Kemang - Perdana

Megastore yang diusung oleh Erajaya tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk memajang produk yang mereka tawarkan saja. Konsep yang ditawarkan adalah menempatkan pengalaman konsumen untuk mencoba produk mereka, menawarkan solusi, dan mengakomodasi kebutuhan gaya hidup. Namun, versi 3.0 ini yang membuat mereka cukup berbeda.

O2O

Erafone juga memperkenalkan konsep O2O atau online to offline dan offline to online. Selain toko-toko yang mereka buka, Erajaya juga memiliki saluran ecommerce untuk Erafone. Dengan konsep ini, konsumen bisa melakukan pemesanan melalui online dan mengambilnya di toko Erafone terdekat. Hal ini tentunya bisa dilakukan jika sang konsumen ingin memastikan produk yang dibeli bebas dari kerusakan.

Erafone Kemang - Kasir

Yang sedang direncanakan oleh Erajaya adalah penggunaan QR Code untuk melakukan pembayaran. Hal ini mereka angkat karena banyaknya keluhan karena kasir Erafone seringkali penuh. Hal ini tentu akan memakan waktu. Oleh karena itu, nantinya para pengguna bisa langsung membayar barang yang ada pada Erafone Megastore 3.0 dengan langsung memindai QR Code untuk membayar secara online.

Flagship

Smartphone yang mereka jual saat ini di Erafone memang dari lini bawah sampai atas. Namun menurut Djatmiko Wardoyo selaku Marketing and Communications Director Erajaya Group mengatakan bahwa perangkat yang paling banyak terjual di toko mereka adalah dari middle to highAverage selling price (ASP) dari Erafone pun tiga juta rupiah, dihitung dari semua perangkat yang terjual.

Erafone Kemang - smartphone

Oleh karena itu bisa disimpulkan, Erafone sebagai toko, akan lebih banyak menjual perangkat mainstream hingga flagship. Hal tersebut juga termasuk Apple iPhone yang harganya sangat tinggi. Tidak banyak toko-toko tradisional yang mau melakukan investasi sebesar 20 jutaan untuk menjual iPhone.

Apakah itu berarti Erafone hanya menjual perangkat mid to high saja? Tidak juga, joint business dari Erafone seperti yang berada pada supermarket besar seperti Carrefour, Hypermart, dan Lottemart. Dengan promo-promo tertentu, smartphone entry level pun banyak terjual.

Kemang?

Pemilihan tempat memang sangat krusial dalam membuka sebuah toko. Kemang merupakan satu tempat yang mereka pilih untuk membuka Erafone Megastore 3.0 ini. Padahal kebanyakan hanya restoran yang ada di Kemang. Mengapa?

Erafone Kemang - Aksesoris

Kemang saat ini merupakan sebuah tempat yang banyak dikunjungi oleh orang. Biasanya, mereka akan berkumpul (nongkrong) pada tempat-tempat berjualan di sana. Hal tersebut karena bagian dari gaya hidup. Apalagi, Kemang juga disebut sebagai kawasan elit.

Menurut pria yang sering dipanggil mas Koko ini, Erafone saat ini bukan diarahkan menjadi toko handphone. Erafone saat ini adalah sebuah toko lifestyle. Dengan karakteristik Kemang, membuat Erafone membuka Megastore 3.0 tersebut.

Telkomsel Supports Bluebird in “Taksi IoT” Implementation

Telkomsel is now providing IoT for Bluebird e-taxi units. The collaboration marked by the agreement signing today (8/26).

Telkomsel’s President Director, Emma Sri Martini said, Telkomsel’s IoT implementation on Bluebird’s digital ecosystem is the realization of corporate commitment to support the government vision of Making Indonesia 4.0.

The company created IoT Control Center, a cloud-based solution that is claimed safe and secure to manage the IoT devices. IoT Control Center is capable to provide visibility and security of the company’s assets, maintain the quality, optimize the device performance and to predict costs spent.

IoT Control Center is said capable to tighten the IoT system overall through integrated devices in the Bluebird network. One is the Bluebird IoT to replace Fleety as fare-meter device and the current 2G based order receiver.

The IoT device will be supported by 4G LTE Telkomsel as a multi-functioned device attached to all types of Bluebird units. The features include fare-meter, consumer order, GPS tracking, contact with passenger and operator, also payment.

“The device is directly connected with the vehicle and capable to read data from its current condition, also send it to the Bluebird app system,” Martini said in the official release.

Blue Bird Group’s President Director, Noni Purnomo expected the latest solution to encourage corporates in accelerate work productivity and performance, in order to deliver additional value for customer service.

“We expect this collaboration to produce not only efficiency for Bluebird operation but also positive impact for Indonesia’s transportation industry through quality improvement for passengers, drivers and vehicles,” she added.

To date, Bluebird aims to distribute the IoT ecosystem to 10 thousand units by the end of 2019. Overall, it’s to reach 25 thousand units by the mid-year of 2020.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dukungan Operator Telekomunikasi dalam Pengembangan IoT di Indonesia

Banyak alasan mengapa hingga saat ini pihak operator telekomunikasi sebagai mitra paling relevan untuk pengembangan IoT di Indonesia belum berjalan maksimal. Salah satunya masih sedikitnya data yang bisa dibagikan kepada pihak terkait untuk mengembangkan teknologi tersebut.

Dalam acara Asia IoT Business Platform 2019 di Jakarta hari ini (28/08), Director General Kominfo Ismail MT mengungkapkan, diperlukan dukungan dan keterlibatan operator telekomunikasi untuk bisa mempercepat pertumbuhan inovasi teknologi IoT saat ini. Bukan hanya dari sisi ide dan potensi, namun juga pengolahan data analitik yang sudah banyak dikumpulkan oleh pihak operator.

Menanggapi persoalan tersebut SVP – EGM Digital Service Telkom Indonesia Joddy Hernandy mengungkapkan, masih sedikitnya data yang dikumpulkan oleh operator  untuk pengembangan masih menjadi kendala. Meskipun saat ini data yang dimiliki oleh operator telekomunikasi sudah banyak dikumpulkan, namun belum bisa untuk menjadi sebuah sumber daya yang bisa dikembangkan oleh pemerintah hingga pihak terkait untuk membantu UKM.

Menurut Chief Business Officer Indosat Ooredoo Intan Abdams Katoppo, mengapa data masih sulit untuk dikumpulkan karena saat ini kebanyakan data yang disimpan di cloud computing services adalah milik asing dan tidak dimiliki oleh pihak lokal. Untuk itu ke depannya, pihak operator masih memiliki rencana dan roadmap untuk bisa mengolah data analisis untuk mendukung pengembangan IoT di Indonesia.

Kurangnya talenta digital

Persoalan lain yang juga dibahas dalam acara Asia IoT Business Platform 2019 adalah kurangnya talenta digital yang bisa mengembangkan inovasi dan produk IoT. Sementara dari sisi pihak operator, ketika data sudah dikumpulkan, mereka mengklaim masih kesulitan untuk mengolah data karena masih sedikitnya jumlah data scientist hingga data analyst yang berkualitas. Untuk itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah agar bisa mencetak talenta digital yang relevan untuk bisa membantu pihak terkait mengembangkan teknologi IoT.

Salah satu upaya yang diklaim sudah dikembangkan oleh Indosat Ooredoo adalah menjalin kemitraan strategis dengan universitas hingga pencipta produk atau product maker untuk bisa berkolaborasi memanfaatkan sumber daya yang ada dalam hal pengolahan data hingga penerapan teknologi IoT pada khususnya.

Salah satu upaya yang bisa dimaksimalkan oleh pihak terkait adalah dengan menciptakan Co-Creation, artinya ada sebuah wadah yang bisa memayungi mereka yang memiliki ide hingga solusi yang relevan memanfaatkan IoT.

“Pesan saya buatlah sebuah produk IoT yang bisa memecahkan masalah yang banyak ditemui oleh masyarakat saat ini. Secara umum pemerintah sudah menciptakan berbagai infrastruktur yang bisa dimanfaatkan oleh pihak terkait untuk menerapkan IoT. Bukan hanya smart cities namun juga teknologi IoT yang bisa menjadi enabler pelaku UKM dan industri terkait lainnya,” kata Ismail.

Kondisi konektivitas saat ini

Secara umum saat ini koneksi yang masih banyak dimanfaatkan oleh operator untuk teknologi IoT adalah 4G. Untuk jaringan 5G sendiri yang diklaim bakal membantu teknologi IoT berkembang lebih baik belum bisa diterapkan karena berbagai persoalan dan hambatan yang ada. Namun demikian pihak Indosat Ooredoo dalam hal ini, berupaya untuk meningkatkan 4G Latency untuk bisa dimanfaatkan pihak terkait yang ingin mengembangkan teknologi IoT.

Telkomsel sendiri baru-baru ini telah meresmikan kerja sama strategis mereka dengan armada taksi listrik Bluebird (e-taxi). Implementasi IoT Telkomsel ke dalam ekosistem digital Bluebird merupakan perwujudan komitmen perseroan dalam mendukung visi Making Indonesia 4.0 dari pemerintah. IoT Control Center dianggap mampu memperkuat ekosistem IoT secara menyeluruh melalui berbagai perangkat yang saling terkoneksi di dalam jaringan Bluebird. Salah satunya IoT Bluebird yang akan menjadi solusi pengganti Fleety sebagai perangkat penghitung argo, serta penerima pesanan berbasis jaringan 2G yang selama ini dipakai armada Bluebird.

“Selain dengan Bluebird, nantinya Telkomsel juga akan menjalin kolaborasi untuk mengembangkan teknologi IoT dengan Pertamina. Untuk fase pertama fokus kami masih kepada SPBU yang dimiliki oleh Pertamina. Bentuknya seperti apa intinya adalah, mendigitalkan Pertamina memanfaatkan teknologi IoT,” kata Joddy.

Telkomsel Dukung Bluebird Implementasi “Taksi IoT”

Telkomsel menjadi penyedia IoT untuk armada taksi listrik Bluebird (e-taxi). Kolaborasi ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) pada hari ini (26/8).

Direktur Utama Telkomsel Emma Sri Martini mengatakan, implementasi IoT Telkomsel ke dalam ekosistem digital Bluebird merupakan perwujudan komitmen perseroan dalam mendukung visi Making Indonesia 4.0 dari pemerintah.

Perseroan menghadirkan IoT Control Center, solusi cloud-based yang diklaim aman dan terpercaya untuk melakukan manajemen perangkat IoT. IoT Control Center mampu memberikan visibilitas dan keamanan aset perusahaan, menjaga kualitas layanan, memastikan kinerja perangkat selalu optimal, serta memprediksi biaya pengeluaran.

IoT Control Center dianggap mampu memperkuat ekosistem IoT secara menyeluruh melalui berbagai perangkat yang saling terkoneksi di dalam jaringan Bluebird. Salah satunya IoT Bluebird yang akan menjadi solusi pengganti Fleety sebagai perangkat penghitung argo, serta penerima pesanan berbasis jaringan 2G yang salama ini dipakai armada Bluebird.

Perangkat IoT Bluebird akan didukung jaringan 4G LTE Telkomsel sebagai perangkat komputer multi-fungsi yang terpasang di semua tipe armada Bluebird. Fiturnya meliputi argo meter untuk taksi, pengiriman order penumpang, pelacakan posisi GPS, komunikasi dengan penumpang dan operator pusat, termasuk pembayaran.

“Perangkat ini juga terhubung langsung dengan kendaraan sehingga mampu membaca data-data vital dari kondisi kendaraan dan mengirimkannya langsung ke sistem aplikasi Bluebird,” tambah Emma dalam keterangan resmi.

Direktur Utama Blue Bird Group Noni Purnomo menambahkan dengan solusi baru ini diharapkan dapat membantu perseroan dalam mengakselerasikan produktivitas dan kinerja, sehingga mampu memberikan nilai tambah dalam melayani pelanggan.

“Kami percaya bahwa kolaborasi ini tidak hanya menghasilkan efisiensi di dalam operasional Bluebird, namun juga berdampak positif bagi industri transportasi di Indonesia melalui peningkatan kualitas layanan penumpang, pengemudi, dan kendaraan,” terang Noni.

Saat ini ekosistem IoT di armada taksi Bluebird ditargetkan dapat tersedia pada 10 ribu unit hingga akhir tahun 2019. Secara keseluruhan potensi armada yang dapat diterapkan mencapai 25 ribu unit. Angka tersebut akan dicapai hingga pertengahan tahun 2020.

Application Information Will Show Up Here

Miota Kembangkan Solusi IoT “Smart Metering”

PT Miota Internasional Teknologi (Miota) adalah salah satu perusahaan pengembang solusi berbasis Internet of Things (IoT). Mereka mengklaim telah membuat beragam solusi di berbagai bidang, seperti pertanian, telekomunikasi, kelistrikan dan lain-lain. Di tahun 2019 ini mereka mencoba fokus pada perbaikan budaya perusahaan dan melengkapi anggota tim dengan talenta-talenta berbakat.

Miota awalnya merupakan berusahaan bernama Magnar yang berkantor pusat di Depok, Jawa Barat. Setelah berhasil mendapatkan seed funding pada tahun 2018 silam mereka rebranding menjadi Miota dan pindah kantor ke kawasan Jakarta Selatan.

“Setelah mendapatkan seed funding di tahun 2018 akhirnya Magnar berpindah kantor ke Jakarta Selatan dan mengubah namanya menjadi Miota. Di tahun ini juga kami mengakusisi sebuah perusahaan product design bernama DTech Engineer di Salatiga dengan tujuan strategis,” terang CTO Miota Wawan Wiratno.

Pihak Miota cukup percaya diri menyebut dirinya sebagai penyedia layanan end to end IoT dengan tagline everything talks. Mereka mengembangkan solusi mulai dari desain dan manufakturing, konektivitas, manajemen data, analisis data, hingga machine learning.

Sejauh ini Miota telah mengerjakan beberapa solusi untuk beberapa klien perusahaan. Seperti IoT dashboard untuk weather station, Water Level Radar di Sungai Barito Kalimantan, Automation System untuk Telkomsel, Transformer Box untuk PLN Medan, Monitoring System untuk Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, dan lain sebagainya.

Setelah pendanaan dan akuisisi, mereka berusaha mengembangkan produk IoT yang bisa langsung digunakan untuk end user atau masyarakat secara umum.

“Produk unggulan Miota saat ini adalah smart metering untuk pengguna rumahan untuk listrik, air dan gas. Memberikan solusi kepada masyarakat agar dapat memonitor penggunaan energi. Dengan menggunakan teknologi LoRa, produk riset dan MVP saat ini sedang dalam proses pengembangan bekerja sama dengan BUMD sebagai produk percontohan yang berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Palembang,” terang Wawan.

Wawan lebih jauh menjelaskan layanan yang sedang mereka kembangkan akan memungkinkan pengguna untuk dapat memonitor dan melakukan pembayaran penggunaan listrik, air dan gas masyarakat. Rencananya juga akan ada aplikasi yang tersedia di perangkat mobile.

Gandeng Coworking Space, JD.ID Luncurkan “Virtual Market”

JD.ID kembali meresmikan virtual market, kali ini menggandeng coworking space vOffice Jakarta. Layaknya minimart, mereka menjual beragam produk, mulai dari makanan, minuman hingga perlengkapan kantor. Saat ini sudah bisa diakses dengan konsep ‘smart office’, manfaatkan IoT dengan dukungan pembayaran cashless (melalui QR code scanning).

Sebelumnya virtual market sudah hadir di 13 stasiun kereta api di Jabodetabek. Ada juga yang dikustomisasi untuk brand kecantikan ‘Lunadorri’, hadir di Pacific Place Jakarta. JD.ID X-Mart yang dilengkapi dengan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) juga sudah hadir sebelumnya di PIK Avenue.

Sebagai salah satu perusahaan ritel besar di Asia, JD.com melalui JD.ID ingin fokus menambah channel di berbagai wilayah dan menjalin kemitraan bukan hanya dengan brand namun juga mitra coworking space, pemerintah dan instansi lainnya.

“Fokus kami tidak hanya ingin memanfaatkan teknologi untuk semua namun juga menambah channel di berbagai bisnis yang bisa membantu brand besar untuk meningkatkan penjualan sekaligus mempelajari demografi pembeli mereka memanfaatkan data analytics dari JD.ID,” kata Head of Marketing and Business Development JD.ID Andrew You.

Masih dalam fase awal, kolaborasi JD.ID dengan vOffice saat ini hanya menyediakan jumlah SKU yang terbatas. Nantinya jika sudah ada traksi yang positif, jumlah SKU akan ditambah dan pilihan Pick up Point juga akan diterapkan di vOffice untuk pelanggan yang mau mengambil barang mereka di vOffice.

Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, Service Level Agreement (SLA) yang diterapkan pada layanan JD.ID Virtual di coworking space vOffice ini dapat dilakukan dalam waktu 24 jam setelah melakukan pembayaran. Pembayaran dapat menggunakan transfer bank, kartu kredit hingga Cash on Delivery (COD).

Salah satu pilihan pembayaran yang saat ini tengah didorong pertumbuhannya oleh JD.ID adalah melalui GoPay. Pasca investasi JD.com dengan Gojek beberapa waktu yang lalu, JD.ID mengklaim mengalami pertumbuhan pembayaran menggunakan GoPay, yang saat ini menjadi pembayaran e-wallet default JD.ID. Pembayaran serupa seperti Ovo dan Dana tidak masuk dalam pilihan pembayaran e-wallet JD.ID Virtual Market.

“Saat ini JD.ID masih memiliki kontrak secara long term dengan vOffice, namun tidak menutup kemungkinan kerja sama strategis lainnya akan dijalin JD.ID dengan coworking space lainnya di Jakarta,” kata Andrew.

Rencana JD.ID tambah virtual market

Virtual market yang sudah hadir di beberapa tempat tersebut juga dimanfaatkan oleh JD.ID sebagai salah satu kanal untuk mengumpulkan data. Nantinya bagi brand yang berminat, bisa mendapatkan demografi pembeli sekaligus melihat produk apa saja yang paling digemari. Teknologi ini dipadukan dengan data yang diperoleh JD.ID melalui aplikasi dan platform.

Dalam waktu ke depan virtual market akan ditambah jumlahnya dalam konsep yang berbeda. Salah satunya adalah rencana JD.ID untuk menempatkan teknologi tersebut di kawasan Alam Sutera. Pengembangan juga akan menargetkan area perkantoran dan pusat perbelanjaan.

Salah satu proyek yang saat ini juga tengah dikembangkan oleh JD.ID adalah menempatkan virtual hub di beberapa bandara di Indonesia. Harapannya teknologi tersebut bisa memudahkan turis lokal untuk membeli produk lokal yang kemudian bisa dikirim langsung ke rumah mereka, semua memanfaatkan logistik dari JD.ID.

Untuk investasi virtual market ini, Andrew menegaskan dana yang digelontorkan masih terus berjalan, sesuai dengan komitmen JD.ID untuk mempercepat pertumbuhan bisnis di Indonesia.

“Dengan hadirnya virtual market ini bisa memberikan keuntungan lebih untuk JD.ID, untuk mitra di virtual hub dan tentunya brand yang ingin mempromosikan produk mereka memanfaatkan teknologi milik JD.ID,” tutup Andrew.

Application Information Will Show Up Here

Kominfo Akan Gandeng Inkubator dalam Memberikan Sertifikasi Produk IoT

Untuk mendukung inovator di bidang IoT, Kementerian Kominfo tengah menyiapkan terobosan terkait dengan sertifikasi perangkat. Proses sertifikasi nantinya akan melibatkan inkubator startup IoT yang telah beroperasi di Indonesia, sehingga diharapkan pengajuan dan pengujian dapat terlaksana secara lebih efektif.

“Untuk melakukan sertifikasi dan memenuhi persyaratan lainnya, makers bisa dibantu oleh inkubator, contohnya seperti inkubator Telkomsel (TINC), XL dan lainnya. Pemerintah selain menjadi policy maker dan regulator, saat ini berusaha menjadi fasilitator,” ujar Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Mochamad Hadiyana.

Menurutnya, kolaborasi seperti ini diperlukan agar ekosistem IoT di Indonesia dapat berkembang pesat. Sejauh ini regulasi IoT mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

“Persyaratan teknis ini mengatur perangkat LPWA baik non-seluler dan juga seluler yaitu Narrow Band IOT (NB-IoT) dan LTE Machine (LTE-M),” jelas Hadiyana.

Para pengembang IoT –dalam konteks penelitian—saat ini bisa merilis perangkat IoT selama enam bulan tanpa sertifikat. Namun jika setelah satu tahun produk berjalan dan diluncurkan ke publik, maka wajib mengajukan sertifikasi. Standar dan persyaratan teknis untuk perangkat IoT merupakan mandat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000.

Menurut Hadiyana, tujuan sertifikasi untuk menjamin keterhubungan dalam jaringan dan mencegah saling mengganggu antar perangkat telekomunikasi. Selain itu juga sebagai tindakan preventif untuk melindungi masyarakat dari risiko kerugian dari penggunaan alat tersebut.