East Ventures dan SV Investment Berkolaborasi Bentuk Dana Kelolaan Senilai Rp1,5 Triliun

East Ventures bersama dengan SV Investment, perusahaan VC/PE berbasis di Seoul, membentuk dana kelolaan baru dengan menargetkan dana sebesar $100 juta (sekitar Rp1,5 triliun). Dana kelolaan ini diberi nama “East Ventures South Korea Fund in Partnership with SV Investment”.

Dana dibuat untuk membuka koridor investasi antara ekosistem usaha di Asia Tenggara dan Korea, meliputi investasi dana, transfer pengetahuan, dan berbagi jaringan. Dana tersebut akan diinvestasikan pada startup dan perusahaan yang menjanjikan di beberapa sektor seperti biotech & healthcare, mobilitas masa depan, teknologi ramah lingkungan, media dan konten, dan lainnya.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menjelaskan, penggalangan dana kelolaan ini menunjukkan sinergi yang kuat antara keahlian mendalam East Ventures dalam ekosistem startup di Asia Tenggara dan pengalaman SV Invesment di pasar Korea Selatan.

“Bersama-sama, kami ingin mewujudkan potensi besar dari dibentuknya koridor Indonesia-Korea Selatan ini untuk membina dan mempercepat pertumbuhan startup di kedua kawasan. Kemitraan strategis ini merupakan bukti komitmen kami untuk mendorong lebih banyak inovasi dan membentuk Asia Tenggara yang sehat dan produktif [..],” ujarnya, Jumat (6/10).

Dana kelolaan ini akan dikelola secara kolaboratif oleh kedua VC, yang bertujuan untuk memfasilitasi para startup dan perusahaan teknologi Korea dalam menarik modal asing, mempromosikan IPO perusahaan di luar negeri, dan bertukar keahlian dan pengetahuan yang berharga antarekosistem.

Selain itu, kerja sama strategis ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi para investor untuk berinvestasi di perusahaan teknologi Asia Tenggara yang bisa bertumbuh dan berevolusi dari layanan berbasis platform konsumen ke layanan intensif teknologi.

Managing Partner SV Investment David Junghun Bang mengatakan, pihaknya melihat potensi besar di Asia Tenggara dan meyakini Indonesia bakal memimpin pertumbuhan sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan tersebut.

“Oleh karena itu, kami senang dapat berkolaborasi dengan East Ventures, perusahaan modal ventura terkemuka di Indonesia dan Asia Tenggara. [..] Saya yakin bahwa pengalaman investasi SV Investment yang telah terbukti di industri teknologi serta portofolio dan jaringan East Ventures yang luas, akan membawa perubahan positif pada ekosistem ventura di Korea dan Asia Tenggara,” imbunya.

SV Investment memiliki beberapa kantor cabang di luar negeri, di antaranya Singapura, Boston (Amerika Serikat), Shanghai, dan Shenzhen di Tiongkok. SV Investment merupakan salah satu perusahaan pemodal ventura independen Korea paling aktif di Asia Tenggara. Di Indonesia, SV Investment merupakan salah satu investor dari FinAccel (Kredivo) dan MAKA Motors.

Dana kelolaan East Ventures

Sebelumnya, East Ventures mengelola dana kelolaan yang mereka bentuk sendiri. Ada tiga kelolaan, yakni Growth Plus sebesar $250 juta (lebih dari 3,7 triliun Rupiah) yang diumumkan pada Maret 2023. Dana tersebut secara khusus akan menargetkan pada pendanaan tahap lanjutan dalam ekosistem East Ventures yang menunjukkan potensi kuat.

Kemudian, dua dana kelolaan sebelumnya, yakni Seed dan Growth disebutkan telah menerima pengembalian yang baik dan telah diperpanjang hingga $585 juta. Ini membuat total dana yang telah dihimpun East Ventures sejak tahun lalu menjadi $835 juta.

Dipaparkan, perusahaan portofolio East Ventures telah menunjukkan daya tarik yang menjanjikan. Sebanyak 60% dari portofolio berada dalam pertumbuhan EBITDA positif atau jalur yang sangat jelas menuju EBITDA positif, dan lebih dari 40% dari mereka memiliki runway setelah 2025.

“Perusahaan akan terus berinvestasi di perusahaan tahap awal dan tahap pertumbuhan melalui dana Seed and Growth, sementara dana Growth Plus akan memberi perusahaan portofolio East Ventures sumber daya untuk meningkatkan dan mencapai potensi penuh mereka,” tutup perusahaan.

East Ventures merupakan salah satu VC paling aktif berinvestasi di Indonesia. Dalam paparan sebelumnya, disampaikan hingga kuartal I 2023, sebanyak 20 startup yang telah didanai. Sebesar $6,7 miliar masuk ke dalam kategori investasi lanjutan (follow-on funding).

East Ventures juga sudah mengantongi $86 miliar annualized GMV dengan $1 miliar Asset Under Management (AUM). Tercatat sebanyak 90% portofolio mereka telah memiliki margin yang positif.

Bukalapak Rekrut Tim di Korea Selatan, Bantu Analisis Tren untuk Diadopsi

Bukalapak memperluas tim di Korea Selatan, dengan menunjuk Kim Juhee sebagai Country Manager. Kim dan timnya bertugas membantu analisis tren dan inovasi yang dapat diadopsi perusahaan ke depannya.

“Area utama kami adalah untuk mendukung pengembangan pasar di Asia Tenggara melalui akuisisi merek domestik dan kami berencana untuk menciptakan peluang bisnis baru melalui usaha patungan,” tulis Kim dalam unggahannya di LinkedIn. Kim memiliki latar belakang yang kuat di bidang teknologi, lewat perjalanan kariernya di sejumlah perusahaan, seperti NAVER, Oracle, dan Dell.

Mengutip dari DealStreetAsia, Bukalapak tidak memperluas bisnisnya ke Korea Selatan. Menurut Head of Media and Communication Bukalapak Fairuza Ahmad Iqbal, Kim mendapat mandat untuk mempelajari tren dan inovasi lokal untuk diadopsi di dalam perusahaan. “Pada dasarnya kami selalu memantau tren dan perkembangan industri teknologi di seluruh dunia sebagai panduan kami dalam mengembangkan semua layanan dan produk kami,” kata dia.

Langkah Bukalapak selaras dengan aksi korporasi yang sudah diumumkan sebelumnya dalam rangka memperluas bisnis di luar Mitra Bukalapak. Sebelumnya, perusahaan dan Sembrani Kiqani terlibat dalam putaran investasi di Yield Guild Games Southeast Asia (YGG SEA) sebesar $15 juta. YGG SEA merupakan organisasi otonom terdesentralisasi (DAO) di bawah naungan YGG, startup pengembang game berbasis blockchain asal Filipina.

Dalam rangka memperkuat tim teknologinya, pada awal tahun ini perusahaan membuka R&D Hub di Melbourne, Victoria. Kantor tersebut menjadi basis internasional pertama Bukalapak untuk pusat penelitian dan pengembangan, sekaligus menandai kerja sama bilateral antar kedua negara di sektor teknologi dan inovasi digital.

Pusat penelitian dan pengembangan tersebut diharapkan dapat memberi akses Bukalapak kepada kapabilitas dan pool of talent bidang teknologi dan inovasi digital yang dimiliki Victoria, sekaligus kesempatan kerja sama dengan berbagai universitas di sana.

Victoria dikenal sebagai salah satu pusat pengembangan teknologi dan inovasi digital di Australia. Pemerintah negara bagian tersebut mengalokasikan anggaran untuk mendorong pengembangan teknologi dan inovasi digital, termasuk melalui kerja sama internasional.

AlloFresh

Selanjutnya, masuk ke ranah online grocery bersama CT Corp dan Growtheum Capital Partners untuk mendirikan AlloFresh. Perusahaan patungan tersebut akan memanfaatkan 138 gerai beserta ekosistem lainnya yang dimiliki CT Corp untuk melayani pemesanan kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya konsumen akhir, para Mitra Bukalapak nantinya dapat memesan stok barang jualannya melalui platform tersebut, dengan lebih banyak pilihan hingga 150 ribu SKU.

President Director & CEO PT Trans Retail Indonesia Bouzeneth Benaouda mengatakan, menyediakan fasilitas belanja online dan offline untuk konsumen adalah kunci di masa depan. Meski kesenjangan antara belanja online terhadap total belanja ritel nasional masih luas, pihaknya tidak mau menampik pilihan belanja online atau offline. Mereka memilih mengambil kedua segmen tersebut.

“Kita tidak mau underestimate customer yang masih mau experience belanjanya datang langsung ke gerai. Di luar Jakarta, kebiasaan belanja seperti itu masih ada dan porsinya besar. Makanya di masa depan, keduanya harus jalan bersama. Hal tersebut berkaitan erat dengan apa yang kami lakukan bersama Bukalapak,” ucapnya.

Presiden Bukalapak Teddy Oetomo melanjutkan, AlloFresh hadir karena semangat kolaborasi yang bila dilakukan oleh satu pihak saja akan memakan ongkos yang jauh lebih besar. “Mungkin bisa lebih dari Rp1 triliun untuk sampai ke titik ini,” ucapnya.

Rp1 triliun yang dimaksud Teddy ini adalah investasi awal yang digelontorkan untuk pengembangan AlloFresh. Pemegang saham mayoritas di AlloFresh adalah Trans Retail (55%), Bukalapak (35%), dan Growtheum (10%).

Teddy melanjutkan, selama ini banyak pemain online grocery yang membangun infrastrukturnya dari titik nol. Mereka punya teknologi, tapi membutuhkan biaya dan waktu untuk mereplikasi infrastruktur yang ada. Kondisi tersebut berbeda dengan AlloFresh, sebab Trans Retail sudah hadir lebih dari dua dekade untuk membangun jaringan gerai supermarket di seluruh Indonesia.

Kelebihan tersebut diklaim menjadi kekuatan utama AlloFresh yang selama ini belum ditawarkan kebanyakan startup. “Jadi kami melakukan leapfrog 20 tahun lebih untuk mempercepat penetrasi e-grocery yang mungkin butuh 20 tahun kalau dilakukan sendirian.”

Application Information Will Show Up Here

Apakah yang Sebenarnya Bisa Dilakukan Pemerintah untuk Industri Game Indonesia?

Dalam peluncuran Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap bahwa nilai industri game di Indonesia mencapai Rp24,4 triliun. Melihat besarnya potensi pasar game di Indonesia, tidak heran jika pemerintah menunjukkan ketertarikan untuk mendorong pertumbuhan industri tersebut. Apalagi karena game development terbukti sebagai salah satu industri yang tetap bisa bertahan di tengah pandemi sekalipun.

Setiap negara punya kebijakan yang berbeda-beda terkait industri game. Belum lama ini, Tiongkok memperketat peraturan terkait waktu main game untuk anak dan remaja di bawah umur. Sebaliknya, pemerintah Korea Selatan justru menghapus pembatasan waktu main untuk anak di bawah umur 16 tahun. Kebijakan yang dibuat pemerintah tentunya akan memberikan dampak besar pada perusahaan game. Karena itu, kali ini, saya akan mencoba membahas tentang kebijakan yang pemerintah Korea Selatan dan Polandia ambil untuk mengembangkan industri game.

Program Pemerintah Korea Selatan untuk Memajukan Industri Game

Korea Selatan adalah pasar game terbesar ke-4 setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Dalam 10 tahun terakhir, tingkat pertumbuhan rata-rata dari industri game di Korea Selatan memang mencapai 9,8% per tahun. Tak hanya itu, game juga sukses menjadi komoditas ekspor. Buktinya, nilai ekspor dari game buatan perusahaan Korea Selatan mencapai US$6,4 miliar per tahun. Semua hal ini membuat pemerintah Korea Selatan berkomitmen untuk mendukung industri game.

Dengan sokongan pemerintah — khususnya Kementerian Kebudayaan — industri game diharapkan akan menciptakan 102 ribu lowongan pekerjaan baru. Selain itu, pemerintah juga berharap, industri game akan bisa mendapatkan pemasukan sebesar KRW19,9 triliun (sekitar Rp240 triliun) pada 2024. Sebanyak KRW11,5 triliun atau sekitar Rp139 triliun diharapkan akan datang dari ekspor

“Menurut perhitungan kami, perusahaan kecil dan menengah akan menjadi kunci untuk mendorong industri game dalam mencapai tujuan yang telah kami tetapkan,” ujar Kim Hyun-hwan, Director General of Content Policy Bureau, yang ada di bawah Kementerian Kebudayaan, seperti dikutip dari The Korea Herald.

Menteri Kebudayaan Korea Selatan, Park Yang-woo. | Sumber; The Korea Herald

Untuk mendorong pertumbuhan industri game, salah satu program yang pemerintah Korea Selatan adakan adalah membuka jasa konsultasi. Selain itu, melalui Kementerian Kebudyaan, pemerintah juga akan membuat sistem informasi tentang pasar game global. Keberadaan sistem informasi itu diharapkan akan memudahkan perusahaan game kecil dan menengah untuk melebarkan sayap mereka ke pasar di luar Korea Selatan. Terakhir, pemerintah juga akan mengembangkan Global Game Hub Center.

Didirikan pada 2009, Global Game Hub Center berfungsi sebagai incubator dari perusahaan game. Mereka juga punya tanggung jawab untuk melatih calon pekerja di industri game. Selain itu, fungsi dari Global Game Hub Center adalah untuk mendukung perusahaan game agar mereka bisa menciptakan produk yang berkualitas. Alasan pemerintah Korea Selatan mendirikan Global Game Hub Center pada 2009 adalah karena mereka ingin mendorong perusahaan game lokal untuk melakukan ekspansi ke pasar global. Pasalnya, ketika itu, pasar game di Korea Selatan dikhawatirkan telah mulai jenuh, menurut laporan Korea IT Times.

Tak hanya mendukung industri game, pemerintah Korea Selatan juga akan menyokong industri esports. Salah satu bentuk dukungan yang pemerintah berikan adalah menetapkan sejumlah PC bang alias warung internet sebagai fasilitas pusat esports. PC bang yang telah ditetapkan tersebut kemudian akan menjadi tempat penyelenggaraan berbagai game events. Semua hal itu diharapkan akan membantu tim dan pemain esports amatir.

Sementara itu, untuk pemain profesional, pemerintah berencana untuk membuat standarisasi kontrak. Tujuannya adalah untuk melindungi para pemain profesional. Di tahun ini, pemerintah juga berencana untuk membuat sistem registrasi pemain. Pada November 2021, pemerintah Korea Selatan juga akan berkolaborasi dengan Jepang dan Tiongkok untuk mengadakan kompetisi esports.

Pendekatan Pemerintah Polandia untuk Industri Game

Polandia memang tidak masuk dalam daftar 10 negara dengan pasar game terbesar. Namun, nilai industri game di Polandia hampir mencapai EUR500 juta (sekitar Rp8,3 triliun). Selain itu, Polandia juga menjadi rumah dari CD Projekt Red, salah satu perusahaan game terbesar di Uni Eropa. Selain CD Projekt, Polandia juga punya beberapa perusahaan game sukses, seperti Ten Square Games, PlayWay, dan 11 bit Studios.

Industri game di Polandia cukup matang. Secara total, ada lebih dari 400 studio game di Polandia. Sementara jumlah pekerja di bidang game mencapai 9,7 ribu orang, menurut laporan The Game Industry of Poland. Berdasarkan data dari Game Industry Conference, sebanyak 39% perusahaan game Polandia mempekerjakan lima atau kurang orang. Sementara 40% perusahaan game memiliki 6-16 pekerja, 10% memiliki lebih dari 40 pegawai, dan 10 perusahaan mempekerjakan lebih dari 200 orang.

Menurut Michał Król, analis di PolskiGamedev.pl, setiap tahun, perusahaan-perusahaan game asal Polandia meluncurkan 200 game untuk PC dan konsol, serta 35 game VR. Dari segi pemasukan, dalam beberapa tahun belakangan, industri game Polandia juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pada periode 2016-2019, tingkat pertumbuhan industri game di Polandia selalu hampir mencapai 30%, bahkan tanpa menghitung kontribusi dari CD Projekt.

Pemasukan industri game di Polandia pada 2016-2019. | Sumber: The Game Industry of Poland

Pendidikan jadi salah satu alasan mengapa industri game Polandia bisa tumbuh pesat. Saat ini, universitas-universitas di Polandia menawarkan 60 jurusan terkait pembuatan game. Dari 60 jurusan itu, sekitar 26 jurusan ditujukan untuk programmer, 17 jurusan untuk para artists, 9 jurusan ditujukan untuk orang-orang yang ingin menjadi game designer, dan sisanya merupakan jurusan bagi musisi, sound engineers, narrative designers, atau studi akan game.

Salah satu alasan mengapa pemerintah Polandia ingin mendukung industri game adalah karena faktor ekonomi. Alasan lainnya adalah karena game kini menjadi bagian penting dari diplomasi budaya. Memang, pada 2020, jumlah gamers mencapai 2,7 miliar, menurut laporan dari Newzoo. Sementara di Polandia, jumlah gamers mencapai 16 juta orang, hampir 50% dari total populasi negara tersebut.

Untuk mendukung industri game, pemerintah Polandia melalui Kementerian Budaya dan Warisan Nasional meluncurkan program Creative Industries Development. Sementara itu, National Research and Development Centre memulai inisiatif GameINN, yang menawarkan subsidi tahunan untuk biaya riset dan pengembangan. Terakhir, Polish Agency for Enterprise Development (PARP) menawarkan dukungan finansial untuk mempromosikan produk Polandia ke pasar luar negeri.

Pasar game dan esports di Polandia.

Pasar game global memang jadi incaran perusahaan-perusahaan game Polandia. Faktanya, 96% game Polandia diekspor ke luar negeri. Target ekspor utama dari perusahaan game Polandia adalah Amerika Serikat, yang merupakan pasar game terbesar ke-2 setelah Tiongkok dengan nilai US$42,1 miliar. Dan berbeda dengan Beijing, pemerintah AS tidak menetapkan peraturan yang terlalu ketat terkait game-game asing yang hendak diluncurkan di AS. Selain AS, developer Polandia juga menargetkan pasar Uni Eropa. Sementara Asia bukan prioritas utama developer Polandia. Pasalnya, hanya 10% game Polandia yang diekspor ke Asia.

Tingkat ekspor perusahaan game Polandia begitu tinggi sehingga sejumlah perusahaan mendapatkan pemasukan sepenuhnya dengan mengekspor game mereka, setidaknya dalam satu periode. Ada dua alasan mengapa beberapa perusahaan game Polandia sepenuhnya fokus untuk mengekspor game mereka. Pertama, mereka memang bekerja sama dengan rekan di luar Polandia. Kedua, mereka menganggap, pasar Polandia tidak cukup penting untuk game mereka.

Besarnya volume ekspor dari game-game Polandia menjadi salah satu alasan mengapa industri game dari negara itu bisa hampir mencapai EUR500 juta. Padahal, populasi Polandia hanya mencapai 38 juta orang. Menyasar pasar global memungkinkan developer game Polandia untuk mendapatkan audiens yang lebih luas. Jika dibandingkan dengan Polandia, industri game Indonesia jauh berbeda. Indonesia punya populasi yang jauh lebih banyak, mencapai sekitar 273,5 juta orang. Sayangnya, Average Revenue per User (ARPU) dari gamers di Indonesia relatif rendah, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga sekali pun.

Total belanja gamers biasanya berbanding lurus dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita. Artinya, semakin besar PDB per kapita sebuah negara, biasanya, semakin besar pula besar spending yang gamer habiskan. Menurut Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, ARPU gamer di Indonesia adalah US$4-6 untuk game PC dan US$5-8 untuk mobile game. Sebagai perbandingan, ARPU dari gamers di Malaysia dan Singapura mencapai US$15-20 untuk game PC dan US$25-60 untuk mobile game.

Masalah di Industri Game Lokal: Dana

Dana merupakan salah satu masalah utama bagi developer game di Indonesia. Berdasarkan survei yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Asosiasi Game Indonesia (AGI) pada 2020, sebanyak 67,8% developer lokal menggunakan dana pribadi untuk mengembangkan game yang mereka buat. Sementara developer yang mendapatkan dana dari angel investor hanya 10%, dari VC 4,8%, dan dari incubator atau accelerator 3,6%.

Kabar baiknya, pemerintah sudah menyadari masalah ini dan berusaha untuk mengatasinya. Salah satu program yang pemerintah adakan untuk mendanai developer game adalah Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Dana tersebut bersifat hibah. Artinya, developer tidak perlu mengembalikan dana tersebut. Hanya saja, developer yang menerika BIP wajib untuk memberikan laporan pertanggungjawaban sesuai dengan proposal mereka di awal.

Pemerintah meluncurkan BIP pada 2017. Ketika itu, jumlah maksimal dana yang bisa didapatkan adalah Rp100 juta. Sekarang, dana maksimal yang pemerintah bisa kucurkan mencapai 2 kali lipat, yaitu Rp200 juta. Satu hal yang harus diingat, BIP sebenarnya ditujukan untuk para pelaku industri kreatif. Artinya, developer game bukan satu-satunya pihak yang bisa mengajukan proposal untuk mendapatkan dana BIP. Pelaku industri kreatif lain juga punya kesempatan yang sama. Industri kreatif yang dicakup oleh BIP antara lain pariwisata, fashion, kriya, kuliner, film dan animasi, serta aplikasi. Jika tertarik, Anda bisa tahu informasi lebih lanjut tentang BIP di sini.

Dalam sebuah sharing session, Mojiken Studio dan GameChanger Studio — yang menerima BIP pada 2019 — mengungkap bahwa sebagian besar dana yang mereka dapatkan dari BIP digunakan untuk membayar pekerja selama proses pengembangan game. Selain memberikan dana secara langsung pada developer untuk membuat game, pemerintah juga bisa membantu publisher mempromosikan game buatan developer lokal, baik melalui media ataupun influencer di dunia game. Pemerintah juga bisa mencoba untuk mengubah persepsi masyarakat, khususnya orang tua, akan game. Pasalnya, masih banyak orang tua yang menganggap game sebagai sesuatu yang buruk.

Soal masalah dana, developer game kini juga bisa mendapatkan pendanaan dari berbagai sumber lain, selain pemerintah. Pada Juni 2021, Toge Productions memperkenalkan Toge Game Fund Initiative, dengan maksimal pendanaan mencapai US$10 ribu atau sekitar Rp142 juta. Sementara pada September 2021, Agate meluncurkan Skylab Fund, yang menawarkan kucuran dana hingga US$1 juta atau sekitar Rp14,2 miliar. Telkom juga bekerja sama dengan Melon Indonesia dan Agate untuk mengadakan Indigo Game Startup Indonesia. Batas maksimal dana yang ditawarkan dari program itu adalah Rp2 miliar. Selain dana, program itu juga menawarkan mentor serta lisensi untuk penggunaan software dan co-working space.

SDM, Internet, dan Penyensoran

Selain masalah dana, masalah lain di industri game Indonesia adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Dalam wawancara eksklusif, CEO Agate, Arief Widhiyasa mengatakan bahwa di Indonesia, tidak banyak orang yang sudah bekerja lama di industri game. Alasannya, industri game Indonesia memang relatif lebih muda dari industri game di Jepang atau negara-negara lain yang industri game-nya sudah matang. Untungnya, saat ini, sudah ada universitas dan institusi pendidikan lain yang menawarkan program pendidikan untuk membuat game.

Masalahnya, matematika masih sering dianggap sebagai momok untuk para siswa di Indonesia. Padahal, matematika dan segala ilmu turunannya — seperti vektor, node, dan lain sebagainya — banyak digunakan dalam proses pembuatan game, seperti yang dibahas dalam artikel The Use of Mathematics in Computer Games dari University of Cambridge. Misalnya, untuk membuat agar karakter musuh bisa mengejar karakter pemain menggunakan jarak tersingkat, developer harus menggunakan node, edge, dan graphs. Sementara untuk memperkirakan lintasan lemparan granat, developer harus menggunakan ilmu fisika.

Mengingat tingginya tingkat kompleksitas proses pembuatan game, pemerintah bisa mendorong perusahaan game lokal untuk mulai menjajaki industri game dengan membuat dan menjual aset game. Karena, membuat aset untuk game membutuhkan waktu yang lebih sedikit dan proses pembuatannya pun lebih sederhana. Contoh aset-aset game yang bisa dijual adalah desain karakter, objek, lingkungan, dan kendaraan — baik dalam 2D maupun 3D. Ikon untuk antarmuka pada game juga bisa menjadi aset yang dijual. Untuk para programmer, mereka bisa menawarkan kode untuk AI, special effect, atau  pengaplikasian hukum fisika pada game. Sementara untuk para musisi, mereka bisa menyediakan background music atau sound effect.

Hal lain yang bisa pemerintah lakukan untuk mendorong pertumbuhan industri game — dan industri digital lainnya — adalah membangun infrastruktur internet yang memadai. Untuk mencapai hal ini, salah satu program yang pemerintah sudah laksanakan adalah Palapa Ring, yaitu proyek untuk membangun jaringan fiber optic yang menjangkau 440 kota/kabupaten di 34 provinsi di Indonesia. Ide akan Palapa Ring dicetuskan pertama kali pada 2005. Proyek itu sempat muncul pada 2007 sebelum menghilang dan kembali dimulai pada 2015. Pada Oktober 2019, Presiden Joko Widodo meresmikan Palapa Ring.

Proyek Palapa Ring dapat mendorong penetrasi internet ke kawasan pelosok. Sayangnya, proyek tersebut tidak meningkatkan kecepatan internet di Indonesia. Sialnya, jika dibandingkan dengan negara tetangga, kecepatan internet di Indonesia masih lebih rendah. Berdasarkan data dari Speedtest, kecepatan internet mobile Indonesia adalah 23,12 Mbps. Sementara itu, jaringan fixed broadband di Indonesia memiliki kecepatan 27,83 Mbps. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia punya kecepatan internet broadband dan mobile paling rendah.

Kecepatan internet di negara-negara Asia Tenggara. | Sumber data: Speedtest

Internet cepat untuk apa? Pertama, komunikasi. Pandemi memaksa banyak orang untuk bekerja dari rumah. Alhasil, banyak meeting yang dialihkan ke ranah digital. Dan untuk bisa mengadakan meeting virtual yang nyaman, diperlukan internet yang memang mumpuni. Kedua, internet cepat juga bisa memudahkan para pekerja industri game untuk belajar. Ada banyak kelas online tentang membuat game, mulai dari yang gratis hingga berbayar. Namun, sekali lagi, hal itu membutuhkan internet yang memang memadai.

Saat ini, 97% game di Indonesia merupakan game impor. Pemerintah ingin meningkatkan pangsa pasar game lokal di pasar Indonesia. Salah satu hal yang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah menetapkan “pembatasan”; membatasi bandwidth untuk mengakses game-game luar sehingga gamers lebih tertarik untuk mengakses game-game lokal. Sebenarnya, kali ini bukan pertama kalinya pemerintah mencoba untuk membatasi ranah dunia maya yang bisa diakses oleh netizen. Kata kunci: mencoba.

Sejak lama, pemerintah Indonesia terus berusaha untuk menghapus konten pornografi. Mesin AIS atau crawling adalah salah satu usaha pemerintah — melalui Kominfo — untuk membatasi “konten negatif”, termasuk pornografi. Mesin itu telah diluncurkan sejak 2018. Untuk mendapatkan mesin itu, pemerintah rela mengeluarkan Rp194 miliar. Idealnya, keberadaan mesin AIS bisa menghentikan netizen Indonesia untuk mengakses konten pornografi.

Namun, kenyataannya, orang-orang Indonesia justru menjadi top fans dari Eimi Fukada, bintang film dewasa asal Jepang. Hal ini menjadi bukti bahwa konten pornografi masih bisa diakses oleh netizen Indonesia, terlepas dari usaha pemerintah untuk memblokir akses ke konten tersebut. Seperti kata pepatah: dimana ada kemauan, di situ ada jalan.

Jumlah fans dari Eimi Fukada. | Sumber: Facebook

Penutup

Di mana ada gula, di situ ada semut. Wajar jika pemerintah Indonesia tertarik untuk dengan industri game setelah menyadari besarnya potensi industri tersebut. Sebagian pihak terlihat sangsi akan keseriusan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri game. Namun, sejauh ini, sudah ada beberapa program nyata yang pemerintah realisasikan untuk mendukung developer lokal. Misalnya, tanpa BIP, When the Past Was Around dari Mojiken Studio tidak akan pernah terealisasi. Selain itu, pemerintah juga pernah mengirimkan sejumlah developer game lokal ke ajang internasional bergengsi, seperti Tokyo Game Show dan Gamescom 2021.

Jadi, kali ini, saya rasa, tidak ada salahnya untuk berbaik sangka pada niat pemerintah. Hope for the best and prepare for the worst.

Tencent Perkuat Divisi Streaming Internal, Blizzard Ganti Nama McCree di Overwatch

Sepanjang minggu lalu, ada beberapa kabar menarik di dunia gaming. Salah satunya adalah batalnya merger antara dua platform streaming game Tiongkok, Huya dan Douyu. Alhasil, Tencent memutuskan untuk memperkuat divisi streaming game mereka sendiri. Selain itu, Blizzard mengumumkan bahwa mereka akan mengganti nama McCree, yang berujung pada penundaan peluncuran konten terbaru untuk Overwatch. Pada minggu lalu, Korea Selatan juga mengungkap bahwa mereka akan menghapus peraturan tentang batas waktu bermain game bagi anak dan remaja.

Merger Huya-Douyu Dilarang, Tencent Perkuat Divisi Streaming Game Internal

Di Tiongkok, Huya dan Douyu merupakan dua platform streaming game terbesar. Tencent memiliki saham di masing-masing platform streaming tersebut. Pada akhir tahun 2020, Tencent berencana untuk menggabungkan Huya dan Douyu. Dengan begitu, mereka akan menguasai sekitar 67,5% saham dari perusahaan gabungan antara Huya dan Douyu. Hal ini akan menjadikan Tencent sebagai pemimpin dalam industri streaming game yang bernilai US$3 miliar. Sayangnya, keinginan Tencent untuk melakukan merger pada Huya dan Douyu dilarang oleh pemerintah Tiongkok, menurut narasumber Bloomberg.

Sekarang, Tencent banting setir. Mereka membubarkan tim yang bertanggung jawab atas proses merger Huya dan Douyu. Sebagai gantinya, mereka membuat tim baru di Penguin Esports, aplikasi streaming mobile mereka. Divisi yang bertugas untuk mengurus operasi dan desain produk tersebut akan dipimpin oleh Huya Chairman, Huang Lingdong. Sementara Bobby Jin — yang bertanggung jawab atas liga esports League of Legends di Tiongkok — akan menjadi tangan kanan Huang.

Blizzard Bakal Ganti Nama Jesse McCree di Overwatch

Minggu lalu, Blizzard mengumumkan bahwa mereka akan mengganti nama Jesse McCree. Keputusan ini diumumkan melalui Twitter. Nama McCree diambil dari nama salah satu developer Blizzard. Namun, developer tersebut dipecat karena terlibat dalam skandal diskriminasi dan pelecehan seksual yang menyebabkan Blizzard dituntut oleh pemerintah California. Karena itu, Blizzard memutuskan untuk mengganti nama McCree. The Washington Post melaporkan, Blizzard juga akan menghapus referensi akan McCree, Barriga, dan LeCraft di World of Warcraft.

Keputusan Blizzard untuk mengganti nama McCree di Overwatch berarti mereka harus menunda story arc baru di game tersebut. Tadinya, Blizzard akan meluncurkan update baru pada September 2021. Namun, karena McCree punya peran penting dalam cerita tersebut, maka Blizzard memutuskan untuk menunda peluncuran konten tersebut hingga tahun depan. Sebagai gantinya, Blizzard akan meluncurkan peta FFA baru, lapor Kotaku.

Gearbox buka Studio Baru di Montreal

Gearbox Entertainment mengumumkan bahwa mereka akan membuka studio baru di Quebec, Kanada. Studio yang dinamai Gearbox Studio Montreal itu merupakan bagian dari investasi senilai CDN200 juta (sekitar Rp2,3 triliun) dari Gearbox di provinsi Quebec. Tugas dari studio tersebut adalah untuk mengembangkan game Borderlands dan juga intellectual property baru milik Gearbox. Rencananya, studio di Montreal itu akan mempekerjakan 250 orang. Dengan begitu, total pegawai Gearbox akan mencapai 850 orang.

“Gearbox Entertainment Company punya ambisi untuk mengembangkan tim kreatif kami, baik di level domestik maupun internasional. Dengan begitu, kami harap kami akan bisa memenuhi keinginan fans kami akan intellectual property yang memuaskan,” kata pendiri Gearbox, Randy Pitchford, seperti dikutip dari GamesIndustry.

Zynga Bakal Meluncurkan Merge Dragons di Tiongkok

Zynga mengatakan, mereka berencana untuk meluncurkan Merge Dragons di Tiongkok. Dan mereka telah mendapatkan persetujuan pemerintah Tiongkok untuk itu. Jika perusahaan game asing ingin meluncurkan sebuah game baru di Tiongkok, mereka harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Tiongkok. Sebuah game dari perusahaan asing hanya bisa diluncurkan di Tiongkok setelah ia melalui proses sertifikasi dan mendapatkan ISBN (International Standard Book Number) dari National Press and Publication Administration (NPPA), seperti yang disebutkan oleh VentureBeat.

Merge Dragons telah mendapatkan ISBN. Game itu akan diluncurkan di Tiongkok pada tahun ini untuk iOS dan Android. Merge Dragons merupakan game buatan Gram Games. Game puzzle adventure ini mempopulerkan sistem “merge” dalam sebuah game. Sejauh ini, secara global, Merge Dragons telah diunduh sebanyak 61,5 juta kali, menurut Sensor Tower.

Korea Selatan Bakal Hapuskan Larangan Bermain Game di Malam Hari

Minggu lalu, pemerintah Korea Selatan mengumumkan bahwa mereka akan menghapus peraturan kontroversial yang melarang anak dan remaja bermain game online pada malam hari. Peraturan yang diperkenalkan pada 2011 itu melarang pemain di bawah umur 16 tahun untuk bermain game PC online pada pukul 12 malam sampai 6 pagi. Tujuannya adalah untuk mencegah kecanduan game. Perusahaan game yang tidak mematuhi peraturan ini akan mendapat denda sebesar KRW10 juta (sekitar Rp125 juta) atau mendapatkan hukuman penjara maksimal selama 2 tahun, menurut laporan GamesIndustry.

Sekarang, pemerintah Korea Selatan, khususnya Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata serta Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga berencana untuk menghapus peraturan tersebut. Alasannya, karena mereka ingin menghormati hak para anak muda. Alasan lain mengapa pemerintah Korea Selatan berencana untuk menghapus peraturan itu adalah karena peraturan tersebut tidak mencakup mobile game. Padahal, sekarang, anak-anak muda tidak selalu bermain game di PC pada malam hari. Anak dan remaja kini juga melakukan berbagai kegiatan lain di malam hari, seperti menonton streaming, membaca web comics, dan mengakses media sosial.

Sumber header: Pandaily

Niko Partners: Jumlah Penonton Esports di Asia Tenggara Capai 100 Juta Orang

Industri game di kawasan Greater Southeast Asia — mencakup Asia Tenggara dan Taiwan — diperkirakan akan bernilai US$8,3 miliar pada 2023. Salah satu faktor pertumbuhan industri game di GSEA adalah esports. Tidak heran, mengingat kebanyakan gamers di Asia memang juga tertarik dengan esports. Menurut data dari Niko Partners, di Asia, sekitar 95% dari gamer PC dan 90% pemain mobile aktif di dunia esports. Hal ini menunjukkan, industri game dan esports punya dampak besar pada satu sama lain. Sebelum ini, kami telah membahas tentang keadaan industri gaming di GSEA pada 2020. Kali ini, kami akan membahas tentang industri esports di Asia, khususnya Asia Tenggara.

Jumlah Penonton dan Pemain Esports di Asia Tenggara

Menurut data dari Niko Partners, jumlah penonton esports di Asia Timur dan Asia Tenggara mencapai 510 juta orang. Dari keseluruhan jumlah penonton, sekitar 350 juta fans esports berasal dari Tiongkok dan 160 juta orang sisanya berada di Asia Tenggara, Jepang, dan Korea Selatan.

“Kurang lebih, terdapat sekitar 100 juta penonton esports di seluruh Asia Tenggara. Dengan jumlah penonton dan pemain terbanyak kurang lebih mengikuti jumlah penduduk dan konektivitas internet di masing-masing negara,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners. “Indonesia memiliki jumlah penonton dan pemain esports terbanyak, diikuti oleh Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura.” Jika Anda ingin mengetahui jumlah penonton esports di masing-masing negara Asia Tenggara, Anda bisa menemukan informasi itu di laporan premium dari Niko Partners.

Data populasi dan kecepatan internet di Asia Tenggara.

Dari segi populasi, lima negara di Asia Tenggara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak adalah Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Myanmar. Sementara dari segi kecepatan internet, Singapura merupakan negara jaringan fixed broadband paling cepat, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di dunia. Menurut data Speedtest, kecepatan jaringan fixed broadband di Singapura mencapai 245,5 Mbps. Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, walau Indonesia memiliki populasi paling besar, kualitas jaringan internet Tanah Air masih kalah cepat jika dibandingkan dengan kebanyakan negara-negara Asia Tenggara.

Sementara itu, menilik dari segi prestasi, Filipina menjadi negara di Asia Tenggara dengan prestasi esports terbaik. Salah satu buktinya adalah Filipina berhasil membawa pulang medali paling banyak dari cabang olahraga esports di SEA Games 2019. Ketika itu, Filipina berhasil mendapatkan tiga medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu di cabang esports. Sebagai perbandingan, tim Indonesia hanya berhasil menyabet dua medali silver.

Filipina berhasil memenangkan tiga medali emas di tiga game yang berbeda, yaitu Dota 2, StarCraft II, dan Mobile Legends: Bang Bang. Belum lama ini, tim asal Filipina, Bren Esports juga berhasil memenangkan M2 World Championship. Sementara itu, pemain StarCraft II yang berhasil membawa pulang medali emas untuk Filipina adalah Caviar “EnDerr” Acampado. Dia telah menjadi pemain StarCraft II profesional sejak 2011. Sampai saat ini, dia masih aktif di skena esports StarCraft II. Pada 2021, dia sudah memenangkan dua turnamen minor, yaitu PSISTORM StarCraft League – Season 1 dan Season 2. Sementara pada 2020, dia berhasil menjadi juara dari turnamen major, DH SC2 Masters 2020 Winter: Oceania / Rest of Asia.

Filipina juga punya tim Dota 2 yang mumpuni. Selain berhasil membawa pulang medali emas di SEA Games 2019, Filipina juga punya tim profesional yang tangguh, yaitu TNC Predator. Tim tersebut memenangkan Asia Pacific Predator League 2020/21 – APAC. Pada 2020, mereka juga membawa pulang piala BTS Pro Series Season 4: Southeast Asia dan ESL One Thailand 2020: Asia. Mereka juga memenangkan MDL Chengdu Major dan ESL One Hamburg pada 2019. Tak hanya itu, mereka juga berhasil masuk ke The International selama empat tahun berturut-turut, dari 2016 sampai 2019.

TNC Predator jadi salah satu tim Dota 2 paling tangguh di Asia Tenggara. | Sumber: IGN

Di Tekken, Filipina juga punya Alexandre “AK” Laverez, pemain Tekken profesional yang memenangkan medali perak di SEA Games 2019. AK sendiri telah dikenal di skena esports Tekken global sejak 2013. Ketika itu, dia berhasil menjadi juara tiga di Tekken Tag Tournamen 2 Global Championship walau dia masih berumur 13 tahun. Selain itu, dia juga berhasil meraih posisi runner up di WEGL Super Fight Invitational dan EVO Japan 2019.

Namun, tim-tim esports Indonesia juga punya keunggulan tersendiri. Jika dibandingkan dengan organisasi esports di negara-negara Asia Tenggara lainnya, tim esports Indonesia sangat populer. Faktanya, tiga tim esports paling populer di Asia Tenggara berasal dari Indonesia, yaitu EVOS Esports, Aura Esports, dan RRQ.

Ekosistem Turnamen Esports di Asia Tenggara

Jumlah pemain dan penonton esports di sebuah kawasan hanya bisa tumbuh jika ekosistemnya memang memadai. Kabar baiknya, industri esports di Asia Tenggara memang punya potensi besar. Lisa Cosmas Hanson, Managing Partner, Niko Partners bahkan menyebutkan, Asia Tenggara berpotensi untuk menjadi pusat esports global. Salah satu buktinya adalah banyaknya turnamen esports yang digelar di Asia Tenggara.

“Pada tahun 2020, kami mencatat lebih dari 350 major tournaments digelar di wilayah Asia Tenggara. Angka tersebut tidak termasuk turnamen-turnamen amatir dan kecil,” kata Darang.

Phoenix Force dari Thailand menangkan FFWS 2021. | Sumber: The Strait Times

Total hadiah dari turnamen-turnamen esports yang diadakan di Asia Tenggara juga cukup besar. Free Fire World Series (FFWS) 2021 menjadi turnamen esports dengan total hadiah terbesar, mencapai US$2 juta. Tak hanya itu, kompetisi itu juga memecahkan rekor jumlah peak viewers. Pada puncaknya, jumlah penonton dari FFWS 2021 mencapai 5,4 juta orang. Sebagai perbandingan, League of Legends World Championship 2019 — pemegang gelar turnamen esports dengan peak viewers tertinggi sebelumnya — hanya memiliki peak viewers sebanyak 3,9 juta orang.

Selain FFWS 2021, di tahun ini, turnamen esports lain yang menawarkan hadiah besar adalah ONE Esports Singapore Major. Turnamen Dota 2 itu menawarkan total hadiah US$1 juta. Pada 2018, juga ada Dota 2 Kuala Lumpur Major, yang menawarkan total hadiah yang sama, yaitu US$1 juta.

Saat ini, di Asia Tenggara, juga telah ada liga esports yang menggunakan model franchise, yang dipercaya akan menjadi tren di masa depan. Salah satunya adalah Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID). Selain itu, MPL Phillipines juga dikabarkan akan mengadopsi model franchise pada Season 8. Free Fire Master League juga sudah menggunakan sistem liga yang mirip dengan sistem franchise. Setiap tim diharuskan membayar sejumlah uang jika mereka ingin berpartisipasi dalam liga tersebut. Hanya saja, sebuah organisasi esports boleh menyertakan lebih dari tim untuk ikut serta di FFML. Dan durasi kontrak antara tim dengan penyelenggara hanya berlangsung selama satu season.

Mengulas 3 Raksasa Industri Game dan Esports: Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan

Tidak ada orang yang suka dibandingkan dengan orang lain. Pada saat yang sama, sudah jadi sifat manusia untuk membandingkan sesuatu atau seseorang. Dan sebenarnya, membandingkan diri sendiri dengan orang lain tidak buruk. Melihat orang lain yang lebih sukses justru bisa mendorong Anda untuk menjadi seperti mereka. Hal yang sama juga berlaku untuk skala yang lebih besar, seperti skala antar negara. Karena itu, dalam artikel kali ini, saya akan membahas tentang industri game dan esports di Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.

 

Kenapa Membandingkan Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok?

Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok punya beberapa kesamaan. Ketiganya sama-sama negara Asia dan berdekatan lokasi geografisnya. Selain itu, industri game di tiga negara itu juga sama-sama matang. Faktanya, dalam daftar negara dengan industri game terbesar, Tiongkok duduk di peringkat pertama, Jepang ketiga, dan Korea Selatan keempat. Posisi kedua diduduki oleh Amerika Serikat. Hanya saja, saya akan mengecualikan Amerika Serikat dalam artikel ini.

Lima negara dengan pasar game terbesar. | Sumber: Newzoo
Lima negara dengan pasar game terbesar. | Sumber: Newzoo

Kesamaan lain antara Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok adalah mereka punya punya perusahaan raksasa teknologi. Di Jepang, ada Sony dan Nintendo, sementara Tiongkok punya Tencent, dan Korea Selatan memiliki Samsung. Korea Selatan juga menjadi rumah dari berbagai perusahaan game ternama, termasuk Nexon, Netmarble, Krafton, dan Gravity.

Memang, baik Korea Selatan, Jepang, atau Tiongkok bukan negara yang membuat game pertama kali. Namun, ketiga negara itu berhasil menciptakan tren baru di dunia game. Misalnya, Nexon merupakan pencetus model bisnis free-to-play. Nexon merilis QuizQuiz, game free-to-play pertama mereka pada Oktober 1999. Pada awalnya, model bisnis FTP digunakan untuk game-game yang menargetkan anak-anak dan gamer kasual. Namun, sekarang, game FTP bisa meraup untung hingga miliaran dollar. Faktanya, laporan dari Super Data menunjukkan, game FTP menyumbangkan 78% dari total pemasukan industri game digital pada 2020. Secara total, game FTP memberikan kontribusi sebesar US$98,4 miliar dari total pemasukan US$126,5 miliar industri game digital.

Lalu, apa keistimewaan Jepang? Hampir semua konsol terpopuler sepanjang masa merupakan buatan perusahaan Jepang. IGN membuat daftar 15 konsol dengan penjualan terbaik sepanjang masa. Dalam daftar itu, Microsoft hanya bisa mendapatkan posisi 15 dengan Xbox One, yang punya penjualan 41 juta unit, dan posisi 8 dengan Xbox 360, dengan angka penjualan 85 juta unit. Dua belas konsol lainnya merupakan konsol buatan Nintendo dan Sony.

Berikut daftar lima konsol dengan angka penjualan terbaik sepanjang masa.

Lima konsol dengan penjualan terbanyak sepanjang masa. | Sumber: IGN
Lima konsol dengan penjualan terbanyak sepanjang masa. | Sumber: IGN

Selain membuat konsol, Jepang juga berhasil mempopulerkan game gacha pada 2010-an. Pada 2010, Konami merilis Dragon Collection, sebuah game card battle yang menawarkan banyak karakter yang bisa dikumpulkan. Sama seperti game lainnya, para gamer akan bisa menyelesaikan quest untuk mendapatkan hadiah. Hanya saja, hadiah yang para pemain dapatkan acak. Dragon Collection memang bisa dimainkan secara gratis, tapi jika para pemain ingin bisa mengumpulkan hadiah lebih banyak, mereka harus membayar.

Dragon Collection sukses. Konami berhasil mendapatkan banyak uang dari game itu. Tidak lama kemudian, para developer game, baik dari dalam maupun luar Jepang, berbondong-bondong untuk membuat game serupa. Sampai sekarang, ada banyak game gacha yang populer, seperti Azure Lane, Arknights, dan Genshin Impact.

Sementara itu, Tiongkok merupakan pasar game terbesar di dunia. Nilai industri game di negara itu diperkirakan mencapai US$40,85 miliar. Di Tiongkok, game online sangat populer. Karena itu, tidak heran jika pada 2007-2008, game media sosial mulai bermunculan. Happy Farm, game asal Tiongkok yang dirilis pada 2008, masuk dalam daftar 15 game paling berpengaruh versi WIRED. Pasalnya, game itu “menginspirasi” banyak game serupa, termasuk FarmVille dari Zynga.

Pada 2012, mobile game mulai berkembang di Tiongkok. Ketika itu, pengguna smartphone telah mencapai sekitar satu miliar orang. Tencent, yang telah mengakuisisi Riot Games pada 2012, melihat hal ini sebagai kesempatan. Mereka meminta Riot untuk membuat versi mobile dari League of Legends. Namun, Riot menolak. Akhirnya, Tenccent memutuskan untuk membuat mobile game MOBA sendiri, yaitu Honor of Kings alias Arena of Valor. Sampai sekarang, game itu berhasil menjadi salah satu game dengan penghasilan terbesar.

 

Perbedaan Industri Gaming di Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok

Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok memang punya beberapa kesamaan. Namun, pasar game dari ketiga negara itu juga punya keunikan masing-masing. Msialnya, para gamer Jepang senang dengan game buatan lokal. Sulit bagi perusahaan asing untuk menembus pasar game Jepang. Tren ini juga terlihat pada penjualan konsol. Di Jepang, Sony berhasil menjual sekitar 7,5 juta unit PlayStation 4. Sebagai perbandingan, Microsoft Xbox One hanya terjual sekitar 100 ribu unit.

Soal genre, fighting menjadi salah satu genre terpopuler di Jepang. Genre itu mulai populer sejak Capcom meluncurkan Street Fighter II pada 1991. Selain itu, para gamer Jepang juga lebih senang bermain game single-player. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa skena esports tak terlalu berkembang di Jepang.

Di Jepang, fighting game sangat populer. | Sumber: Variety
Di Jepang, fighting game sangat populer. | Sumber: Variety

Game MOBA tidak terlalu populer di Jepang,” kata Paolo Gianti, Business Development Manager di industri gaming Jepang, lapor The Esports Observer. “Faktanya, game yang mengharuskan pemainnya untuk bermain dengan pemain lain tidak terlalu populer di Jepang. Gamer Jepang senang melawan komputer, karena mereka ingin menghindari interaksi dengan pemain lain. Mereka tidak ingin diganggu ketika sedang latihan.”

Sebaliknya, para gamer Tiongkok menganggap bermain game sebagai kegiatan sosial. Salah satu alasan mengapa mobile game sangat populer di Tiongkok karena banyak mobile game yang terhubung dengan WeChat. Hal ini memudahkan para gamer untuk bermain bersama teman-teman mereka. Jiwa kompetitif gamer Tiongkok juga cukup kuat. Buktinya, keinginan untuk bisa menorehkan nama di leaderboard merupakan salah satu motivasi bagi para gamer Tiongkok untuk terus bermain. Motivasi lain mereka adalah untuk mengalahkan teman-teman mereka. Jika gamer Jepang lebih senang untuk melawan AI/bot, gamer Tiongkok justru merasa lebih puas saat mereka berhasil mengalahkan pemain lain, lapor CGTN.

Namun, para gamer Tiongkok tidak melulu haus akan kemenangan dari teman-temannya. Mereka juga senang bermain game multiplayer yang memungkinkan mereka untuk bekerja sama dengan para pemain lain. Hal inilah alasan mengapa di Tiongkok, MMORPG juga cukup populer.

Satu kesamaan antara gamer Jepang dan Tiongkok adalah mereka sama-sama senang bermain mobile game dalam perjalanan. Memang, jaringan internet Jepang sudah begitu mumpuni sehingga para gamer bisa bermain di perjalanan tanpa harus khawatir akan terputus dari jaringan. Sementara di Tiongkok, alasan banyak gamer yang bermain ketika dalam perjalanan adalah karena banyak pekerja yang menghabiskan waktu hingga berjam-jam dalam perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya.

Banyak warga Tiongkok yang bermain game saat dalam perjalanan. | Sumber: Pandaily
Banyak warga Tiongkok yang bermain game saat dalam perjalanan. | Sumber: AFP via Pandaily

Berbagai studi menunjukkan, waktu rata-rata yang dihabiskan oleh warga Beijing di perjalanan adalah dua jam. Tren ini juga muncul di kota-kota besar lain di Tiongkok, seperti Shanghai, menurut laporan Pandaily. Sementara di kota-kota yang lebih kecil, seperti Jinan, waktu yang dihabiskan pekerja untuk pulang-pergi justru lebih lama. Para pekerja bisa menghabiskan waktu selama enam jam di bus setiap hari untuk pulang-pergi kantor. Alasannya klasik: macet.

Sama seperti di Tiongkok, di Korea Selatan, bermain game juga dianggap sebagai kegiatan sosial. Faktanya, semua game dalam daftar 10 game terpopuler di Korea Selatan pada 2020 merupakan game online, walau genre dari game-game itu berbeda-beda. Kegemaran gamer Korea Selatan untuk bermain game online menjadi salah satu alasan mengapa ada banyak gamer profesional berasal dari negara itu. Namun, sebenarnya, ada alasan lain mengapa banyak orang Korea Selatan yang berakhir menjadi gamer profesional.

Warga Korea Selatan dikenal dengan edukasinya yang tinggi. Sekitar 70% dari murid SMA di sana memutuskan untuk kuliah. Hanya saja, persaingan untuk masuk ke universitas bergengsi di Korea Selatan juga sangat ketat. Ikut bimbingan belajar atau menyewa tutor privat menjadi hal yang lumrah bagi para murid di Korea Selatan. Sayangnya, tidak semua orang punya uang untuk ikut bimbel atau meyewa tutor privat. Biasanya, orang-orang itu menghabiskan waktunya di PC bang alias warnet. Karena itu, jangan heran jika banyak gamer profesional Korea Selatan yang berasal dari keluarga buruh.

Namun, keuangan keluarga yang kurang memadai bukan satu-satunya alasan banyak remaja Korea Selatan memutuskan untuk menjadi gamer profesional. Tidak sedikit anak dan remaja yang menghabiskan waktunya di PC bang karena ingin menghindari masalah keluarga di rumah. Salah satu contohnya adalah Kim “WizardHyeong” Hyeong-seok, mantan pelatih tim Overwatch Seoul Dynasty. Memang, dia berhasil masuk ke sekolah elit Daewon Foreing Language High School. Namun, dia mengaku, masa kecilnya cukup bermasalah karena ibunya merupakan penyandang disabilitas sementara ayahnya keluar-masuk penjara. Bagi WizardHyeong, bermain game merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah di kehidupan nyata, lapor WIRED.

 

Peran Pemerintah

Budaya gaming dari Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok memang tidak selalu sama. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa industri gaming di ketiga negara tersebut berkembang pesat. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya jumlah gamer di negara-negara itu.

Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, jumlah atlet esports di Jepang jauh lebih sedikit daripada di Tiongkok atau Korea Selatan. Hal ini jadi salah satu bukti bahwa esports di Jepang memang tidak semaju seperti Tiongkok dan Korea Selatan. Selain para gamer Jepang yang memang lebih suka bermain game single-player, ada alasan lain mengapa ekosistem esports di Jepang tak terlalu berkembang, yaitu pemerintah.

Di Jepang, pachinko sangat populer. | Sumber: Wikipedia
Di Jepang, pachinko sangat populer. | Sumber: Wikipedia

Di Jepang, regulasi terkait perjudian telah ada sejak tahun 1500-an. Dan sayangnya, game sering dikaitkan dengan judi. Alasannya, karena Yakuza pernah mendulang uang dengan membuat mesin poker. Karena game sering diidentikkan dengan judi, hal ini menyulitkan para penyelenggara turnamen esports karena mereka jadi tidak bisa menyediakan hadiah berupa uang. Memang, mereka bisa menyatakan bahwa uang hadiah dari turnamen yang mereka selenggarakan merupakan bagian dari dana marketing. Hanya saja, hal itu membatasi besar total hadiah yang bisa diberikan dalam turnamen esports, yaitu 100 ribu yen, lapor ESPN.

Kabar baiknya, pandangan pemerintah Jepang akan esports mulai berubah pada 2018. Alasannya adalah karena ketika itu, muncul wacana untuk memasukkan esports ke dalam Olimpiade 2024. Dan jika pemerintah bersikukuh untuk mengekang perkembangan esports, hal itu akan merugikan Jepang. Mereka lalu mengubah regulasi yang ada. Sejak saat itu, kompetisi esports bisa menawarkan hadiah yang lebih besar. Pada Maret 2020, pemerintah Jepang bahkan mengungumumkan, mereka ingin mengembangkan industri esports.

Berbanding terbalik dengan pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan justru sudah mendukung industri esports sepenuhnya dari 2 dasawarsa lalu. Mereka telah menyokong industri competitive gaming selama 20 tahun. Pada 1999, Korea Pro Gaming Association (KPGA) didirikan. Satu tahun kemudian, Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata (KBOP) mengubah KPGA menjadi Korea Esports Association (KeSPA). Dengan ini, Korea Selatan menjadi salah satu negara pertama yang punya badan esports yang diakui oleh pemerintah. KeSPA bahkan menjadi anggota dari Komite Olimpiade Nasional di Korea Selatan.

Tahun lalu, pemerintah Korea Selatan masih mendukung industri esports, lapor Niko Partners. Pada Mei 2020, KBOP mengumumkan rencana mereka untuk mempromosikan industri game dalam lima tahun ke depan. Rencana ini terdiri dari empat pilar. Pertama, membuat regulasi yang mendorong pertumbuhan industri game. Kedua, menyokong para startup yang menyasar pasar asing. Ketiga, mengedukasi masyarakat akan keuntungan game dan memperkuat ekosistem esports. Terakhir, memperkuat pondasi dari industri game.

Korea Selatan juga memperkenalkan Esports Fair Trade Committee (Esports FTC) pada Juni 2020. Tujuan dari Esports FTC adalah untuk menyelesaikan pertengkaran yang terjadi di industri esports. Selain menciptakan regulasi dan badan otoritas baru, pemerintah Korea Selatan juga menyetop Esports Promotion Advisory Committee. Harapannya, proses administrasi di dunia esports bisa menjadi lebih efektif.

Pemerintah Tiongkok akui gamer pro sebagai pekerjaan resmi. | Sumber: Sportskeeda
Pemerintah Tiongkok akui gamer pro sebagai pekerjaan resmi. | Sumber: Sportskeeda

Pemerintah Tiongkok cukup mendukung perkembangan industri esports. Misalnya dengan mengakui pemain profesional sebagai pekerjaan resmi. Selain itu, ada beberapa pemerintah kota yang ingin menjadikan kotanya sebagai pusat esports, seperti Shanghai. Namun, di industri game, pemerintah Tiongkok cukup ketat. Perusahaan asing yang ingin meluncurkan game-nya di Tiongkok harus bekerja sama dengan publisher lokal. Karena itulah, perusahaan game besar sekalipun, seperti Activision Blizzard atau PUBG Corp., harus bekerja sama dengan Tencent untuk meluncurkan game mereka di Tiongkok, seperti yang disebutkan oleh Niko Partners.

Pada 2018-2019, pemerintah Tiongkok juga memperketat regulasi terkait game. Selama sembilan bulan pada 2018, peluncuran game baru di sana sempat terhenti. Alasan pemerintah Tiongkok memperketat regulasi terkait game adalah untuk meminimalisir risiko kecanduan bermain game pada anak-anak dan remaja. Memang, salah satu regulasi baru yang pemerintah Tiongkok buat adalah regulasi anti-candu untuk mobile. Regulasi itu sebenarnya bukan barang baru. Pemerintah Tiongkok telah memperkenalkannya untuk game PC pada 2007. Hanya saja, mereka lalu menetapkan regulasi serupa untuk mobile game.

Industri game dan esports tidak berdiri sendiri. Infrastruktur internet punya peran penting dalam perkembangan industri game atau esports di sebuah negara. Di Jepang, salah satu alasan mengapa industri game bisa tumbuh pesat adalah karena keberadaan jaringan internet yang mumpuni. Jaringan internet di Jepang merupakan salah satu jaringan terbaik di dunia. Bahkan jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat pun, keccepatan internet Jepang masih lebih tinggi, seperti yang disebutkan oleh Mahana Corp.

Salah satu alasan mengapa Jepang bisa punya jaringan internet yang sangat baik adalah karena pemerintah mengharuskan perusahaan telekomunikasi besar untuk memberikan akses internet ke perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Tujuannya adalah agar para perusahaan penyedia internet akan terus bersaing dengan satu sama lain sehingga kualitas internet naik dan harga tidak melonjak.

Pemerintah Jepang dan Korea Selatan mendorong para ISP untuk saling berkompetisi demi meningkatkan kualitas internet. | Sumber; Deposit Photos
Pemerintah Jepang dan Korea Selatan mendorong para ISP untuk saling berkompetisi demi meningkatkan kualitas internet. | Sumber: Deposit Photos

Soal internet, Korea Selatan juga tidak kalah dari Jepang. Dan sama seperti Jepang, pemerintah punya peran penting dalam mengembangkan internet di sana, menurut laporan IDG Connect. Pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk tidak meregulasi sektor internet dengan ketat. Mereka hanya memastikan bahwa syarat untuk menjadi Internet Service Provider (ISP) tidak sulit. Tujuannya adalah untuk mendorong kompetisi. Dan cara yang digunakan pemerintah Korea Selatan bekerja dengan baik. Meskipun para ISP merupakan perusahaan swasta, mereka bisa membangun jaringan internet ke seluruh Korea Selatan. Dengan begitu, internet bisa diadopsi dengan cepat.

Pada 1995, jumlah pengguna internet di Korea Selatan hanya mencapai 1% dari total populasi. Di tahun yang sama, pemerintah memulai proyek Korean Information Infrastruktur, yang akan berjalan selama 10 tahun ke depan. Pada 2000, jumlah pengguna internet Korea Selatan naik menjadi 20 juta orang dari total populasi 45 juta orang.

Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan, Tiongkok membatasi jumlah ISP. Di sana, tiga ISP utama yang beroperasi adalah China Telecom, China Mobile, dan China Unicom. Ketiganya merupakan perusahaan milik negara. Dan masing-masing perusahaan itu punya wilayah masing-masing. Menurut China Briefing, China Telecom menguasai bagian selatan Tiongkok, sementara China Unicom menguasai daerah Utara, dan China Mobile bertanggung jawab atas kawasan pusat/timur.

 

Penutup

Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan memang negara maju. Namun Indonesia adalah negara berkembang. Dari segi kecepatan internet, Korea Selatan merupakan negara dengan kecepatan rata-rata internet nomor dua, berdasarkan Opensignal, per Mei 2020. Kecepatan rata-rata internet Korea Selatan adalah 59 Mbit/s. Sementara Jepang ada di posisi ke-4 dengan kecepatan rata-rata 49,3 Mbit/s. Di Indonesia ada di posisi ke-80 dengan kecepatan rata-rata 9,9 Mbit/s.

Kabar baiknya, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, berusaha untuk melakukan pemerataan jaringan internet. Salah satunya adalah dengan membangun kabel serat optik Palapa Ring. Kabar buruknya, pemerintah tampaknya juga lebih peduli dengan internet “bersih” daripada internet cepat.

Anda pasti tahu bahwa beberapa tahun lalu, Menteri Kominfo Indonesia sempat mempertanyakan apa guna internet cepat, yang kemudian menjadi meme. Pada 2017, Kemenkominfo mengeluarkan Rp194 miliar untuk membeli mesin pengais (crawling) konten negatif. Ironisnya, ketika saya mencari “internet bersih Indonesia” di Google, hasil pencarian pertama yang muncul adalah cara untuk memblokir “internet positif”.

Meskipun begitu, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa mereka akan mendukung industri game dan esports. Buktinya, di esports menjadi cabang eksibisi di Asian Games 2018. Pada 2020, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) menyatakan esports sebagai cabang olahraga berprestasi. Selain itu, KONI juga mengungkap, mobile game MOBA buatan Indonesia, Lokapala, juga akan menjadi cabang olahraga eksibisi di PON 2021.

Meski begitu, seperti yang sebelumnya kami tuliskan saat membahas soal industri cloud gamingmasih ada banyak PR berat yang harus diselesaikan pemerintah soal infrastruktur dan kebijakan terkait jaringan internet di Indonesia — yang akan jauh lebih relevan dan berpengaruh pada kemajuan esports tanah air ketimbang sekadar gestur atau retorika belaka.

So, the outlook in Indonesia might not look so good, but it could have been worse. 

[GalaxySeoulTrip] Memaksimalkan Fitur Galaxy Note 10+ untuk Kreasi Konten di Seoul, Korea Selatan

Samsung telah memperkenalkan dan menjual secara umum perangkat Galaxy Note 10+ mereka di Indonesia. Perangkat ini menjadi salah satu perangkat premium dan tertinggi dari sisi spesifikasi dan fitur di jajaran smartphone milik Samsung. DailySocial dan awak media lain beserta para tech reviewer diundang untuk mencoba langsung perangkat ini di Korea Selatan, lebih tepatnya Seoul dan sekitarnya. 

Di artikel kali ini, saya akan mencoba membahas berbagai fitur yang tersedia di Galaxy Note 10+ yang bisa digunakan untuk berkreasi. Ada pula tips dari sutradara muda Yandy Laurens yang memberikan workshop sebelum acara experience dimulai. Mari kita mulai.

Perangkat segala bisa

Samsung Galaxy Note 10+

 

Pada dasarnya, Galaxy Note 10+ diposisikan sebagai perangkat yang mengunggulkan banyak sisi, setidaknya ada 4 yaitu performa, desain, produktivitas, dan kreasi. Ketika mendengar nama Note 10+, bisa jadi yang terlintas di kepala Anda adalah performa (karena spesifikasi yang tertinggi di kelasnya), desain karena ini perangkat flagship serta fitur stylus serta DeX untuk produktivitas. Namun Note 10+ menyimpan kemampuan lain yang juga bisa dimanfaatkan secara maksimal, yaitu untuk membuat konten. Baik untuk fotografi ataupun videografi. Nah untuk keunggulan Note 10+ yang terakhir ini experience ke Korea Selatan akan mencoba menjawabnya. 

Kami dibekali dengan alat tempur yang menurut saya cukup lengkap. Sebelum keberangkatan alias di bandara, perangkat Galaxy Note 10+ sudah ada di tangan kami sehingga pengenalan perangkat serta koleksi footage untuk awal keberangkatan sudah bisa kami buat. Ini menjadi penting, karena judul acaranya adalah experience, maka sebaiknya perangkat yang ingin dicoba sudah ada ditangan para peserta sejak dari awal. Kami bisa memfoto atau mengumpulkan footage bandara lokal, transit di HongKong dan bandara Incheon di Seoul. 

Perjalanan selama di Korea Selatan dibuka dengan pengenalan teknis perangkat Galaxy Note 10+ oleh  perwakilan Samsung serta diselingi dengan sesi unboxing seri Galaxy Note 10+ versi 5G. Untuk topik 5G ini bisa Anda baca di artikel ini. Sesi selanjutnya adalah workshop bersama Yandy Laurens untuk mengarahkan para peserta pada pembuatan konten video.

Samsung Galaxy Note 10+

 

Workshop Powerful Creator

Workshop yang diadakan juga cukup mendasar, namun akan ada beberapa tips yang saya pikir akan berguna untuk mereka yang ingin membuat konten. Sesi workshop juga tentunya akan menyerempet dengan fitur yang ada di Galaxy Note 10+, yang memang beberapa fiturnya bisa dioptimalkan untuk membuat konten. 

Persiapan untuk membuat film pendek. Sebagai informasi tantangan dari experience kali ini adalah untuk membuat video cinematic sebagai rangkuman perjalan yang dilakukan. Jadi workshop yang diberikan menjadi semacam bekal dari para peserta untuk menyiapkan konten dan mengenal apa saja fitur yang ada di Galaxy Note 10+ yang bisa dimanfaatkan untuk membuat konten video. 

Yandy Laurens menjelaskan beberapa persiapan mendasar untuk membuat konten, dibagi menjadi 3 bagian yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. 

Pra produksi 

Di tahap ini, Anda diharapkan untuk menyiapkan beberapa hal sebelum akhirnya mengumpulkan footage atau mengambil gambar. Tahapan ini bisa dibilang sebagai perencanaan, semua hal yang akan dilakukan di produksi, sebagian besar sudah disiapkan di tahap ini. 

Beberapa hal yang harus disiapkan antara lain: Menyiapkan ide-ide, membuat struktur cerita, memilih type of shot, angle, garis imajiner, serta camera movement yang akan dilakukan nanti.

Untuk menyiapkan ide, kita bisa memilih untuk menyiapkan satu atau beberapa alternatif namun tidak terlalu banyak. Lebih baik memang kita memilih satu untuk fokus menyiapkan ‘tools’ lainnya. Anda bisa membuat mind map sebagai salah satu cara untuk membedah ide, merunutnya menjadi ide yang lebih spesifik atau menggunakannya untuk paduan membuat film/konten. 

Tools atau fitur yang disediakan Galaxy Note 10+ yang bisa digunakan untuk membuat mind map dan mencatatkan ide adalah stylus serta fitur note yang ada di perangkat. Mencatat jadi lebih mudah dengan kesan layaknya menulis di kertas yang cukup terasa di Galaxy Note 10+. Anda juga bisa mengkonversi menjadi PDF coretan yang telah dibuat atau jika tulisan Anda cukup bagus, tulisan tangan menggunakan stylus bisa langsung dikonversi menjadi teks. 

Proses yang yang selanjutnya bisa jadi saling berkaitan satu dan yang lainnya. Untuk struktur cerita pada dasarnya ada 3 bagian, pembuka, konflik, penutup. Anda bisa menggabungkan atau menambah menjadi beberapa bagian/babak untuk menambah seru jalannya cerita. Meski bagian ini terkesan hanya bisa digunakan untuk konten yang bercerita (drama) namun sebenarnya bisa juga digunakan untuk berbagai jenis konten. Bahkan cinematic (yang menjadi tantangan berhadiah di acara kali ini). 

Penambahan type of shot angle dan camera movement akan menambah unsur ‘drama’ pada video. Memberikan mood agar penonton mendapatkan rasa dari video yang ditontonnya. Type of shot yang dilakukan juga sebaiknya digabungkan. Yandy Laurens menjelaskan bahwa type of shot ini bisa disesuaikan dengan mood atau efek apa yang ingin didapatkan bagi penonton. Untuk tipe-tipe shot ada cukup banyak, misalnya close-up, extreme close-up, extreme wide shot, medium shot, full shot, medium close-up, dan medium shot (sumber). Yandy juga menambahkan beberapa pilihan lain seperti two shot, group shot, profile, over shoulder, tatami shot

Lalu untuk angle, Anda bisa memilih dari beragam pilihan seperti top, high, eye, low, bottom atau crazy (atau angle yang tidak biasa). Kombinasi dari berbagai angle ini tentunya juga bisa membangun mood dan menjelaskan seperti apa ‘rasa’ yang ingin dihadirkan oleh si pembuat konten. Untuk camera movement pilihan seperti pan, tilt, crane, track, handheld, zoom, atau kombinasi dari beberapa movement. 

Persiapan di atas dilakukan agar nanti saat produksi, kita tidak lagi kebingungan akan seperti apa jenis shot, angle atau movement yang akan dilakukan. Tentunya untuk hasil video cinematic atau travel, apa yang telah disusun tidak menjadi panduan yang baku. Akan ada banyak situasi yang mungkin akan menarik untuk diambil dan akan menambah baik hasil video, atau ada pula situasi yang dihindari. Mempersiapkan segalanya menjadikan fokus dari si pembuat video, apalagi jika kondisi shooting nantinya akan dipatok oleh waktu. Misalnya saja di acara experience ini, tentu saja peserta akan dibatasi waktu untuk di lokasi tertentu karena bersama rombongan dan lokasi yang akan dikunjungi dalam satu hari tidak hanya satu saja. 

Fitur pencatatan di Galaxy Note 10+ bisa menjadi pilihan, Anda tidak perlu lagi menulis di lokasi lain, semuanya bisa dilakukan di perangkat Anda. Mencatat, mengambil video dan meng-edit-nya. 

Produksi 

Kita akan masuk ke tahap yang kedua yaitu produksi. Di tahap ini kita akan dihadapkan pada beberapa keadaan yang mengharuskan kita mengambil keputusan untuk mengambil gambar apa, seperti apa dan bagaimana. Beberapa tips atau saran yang diberikan Yandy Laurens di tahap ini antara lain, yang pertama adalah resapi. 

Ketika datang ke suatu tempat, apalagi jika traveling dengan waktu terbatas, kadang kita terburu-buru dan langsung melakukan berbagai shot karena tidak ingin kehilangan momen. Campur aduk dengan berbagai angle serta tipe shot. Akhirnya kita malah kewalahan dan bisa jadi kehilangan tujuan, misalnya gambar yang harusnya diambil dengan shot wide malah diambil dengan close up. Atau gambar yang ingin menandakan mood tertentu malah kehilangan moodnya karena tidak seperti yang Anda harapkan. Yandy mengatakan bahwa sebaiknya ketika datang ke satu lokasi, maka kita meresapi lokasi tersebut. Tidak terburu-buru untuk mengambil berbagai footage tetapi menarik diri sebentar, melihat keadaan, melihat sekitar, merasakan nuansa yang ada, baru setelah itu menentukan, apa yang ingin diambil tipe shot-nya seperti apa, angle-nya apa. Apakah akan menggunakan FPS ‘normal’ atau lambat, apakah akan mengambil suara asli atau nanti menggunakan voice over/musik. 

Dengan meresapi lokasi maka kita diharapkan bisa mengambil gambar yang benar-benar bagus dan benar-benar diinginkan sesuai dengan storyboard. Jadi file yang nantinya terkumpul akan berguna.

Tips yang selanjutnya yaitu merencanakan dan mengatur ritme pengambilan gambar. Setiap footage atau adegan yang ingin diambil, telah dipikirkan ini akan masuk di sequence yang mana. Pengejewantahan dari storyboard yang telah kita buat dikombinasikan dengan seperti apa tampilan visual akhir yang ingin kita dapatkan. Lalu kita juga bisa mengatur ritme dalam pengambilan gambar. Tidak melulu harus statis, rekam, cut, lalu berpindah ke angle atau titik lain. Rekam lagi agak panjang, berhenti, pindah, rekam sebentar, pindah dan seterusnya. Ada kombinasi yang dilakukan sesuai dengan hasil akhir yang diinginkan.

Lalu tools atau fitur apa yang ada di Galaxy Note 10+ yang bisa dimanfaatkan pada tahap produksi ini, Yandy menjelaskan setidaknya ada 3, yang pertama adalah zoom in mic. Galaxy Note 10+ telah dilengkapi dengan perekaman zoom yang juga bisa meng-capture suara dengan lebih jelas. Jadi ketika kita merekam video dan melakukan zoom ke suatu objek, maka suara yang dihasilkan oleh objek yang kita zoom tadi akan semakin jelas. Contoh sederhana fitur zoom in mic di bawah ini.

Super steady cam adalah salah satu fitur yang ada di Note 10+ yang akan berguna ketika akan mengambil gambar yang membutuhkan kestabilan. Misalnya aksi merekam dengan berlari atau berjalan di tangga atau berjalan normal namun agak cepat. Dengan fitur ini kita tidak memerlukan lagi gimbal atau tripod, hanya dengan tangan saya akan didapatkan hasil video yang stabil. 

Note 10+ juga menyediakan 3 pilihan kamera yang bisa dipilih untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan. Selain kamera utama dengan spesifikasi 16MP yang mampu mengambil sudut ultra wide ada pula kamera 12MP untuk wide angle kamera serta 12 MP untuk telephoto camera. Satu lagi adalah kamera depth vision. Kombinasi kamera-kamera ini bisa memperkaya hasil video yang kita ambil. Misalnya saja satu footage akan tampak menarik jika diambil sudut sangat lebar, sedangkan shot yang lain akan menarik untuk diambil dengan kamera jarak dekat. 

Galaxy Note 10+ juga telah menyediakan fitur live focus video yang juga bisa menambah kaya video yang kita ambil. Ada efek glitch untuk memberikan efek ala film teknolog, ada pula efek blur atau – fitur yang saya suka- memberikan efek gradasi, objek tampil berwarna secara penuh sedangkan lingkungan sekitar jadi berwarna hitam putih. Fitur-fitur ini tentunya akan semakin memperkaya hasil footage atau video yang diambil dan bisa menambah mood ke dalam hasil akhir video. 

Fitur lain yang bisa sangat berguna ketika pengambilan gambar atau produksi adalah super slow motion dan hyperlapse. Fitur super slow motion adalah salah satu fitur favorit saya di Galaxy Note 10+, dengan fitur ini Anda bisa mendapatkan fps yang lebih tinggi dari fitur slow motion. Jadi efek dramatis yang akan dihasilkan semakin seru. Fitur ini juga bisa dikombinasikan dengan salah satu fitur lain yang juga menyenangkan untuk membuat video yaitu hyperlapse. Dengan fitur ini Anda bisa menggunakan untuk mengambil footage keramaian, orang berjalan (travel) atau suasana crowded yang memudar. Video-video traveling atau landscape alam juga akan menyenangkan jika menggunakan fitur ini. Contoh super slow mo dan hyperlapse bisa dilihat di video berikut.

Pasca Produksi 

Untuk tahap terakhir yaitu pasca produksi. Salah satu hal yang paling saya ingat pada tahap ini, Yandy Laurens mengatakan bahwa editing merupakan penulisan kembali. Artinya ketika kita mengambil gambar saat produksi, kita sebenarnya sedang menuliskan cerita (dengan audio visual atau visual saja), cerita itu telah terekam dan disimpan di perangkat, nah saat editing, kita sebenarnya  sedang menuliskan lagi cerita yang sudah kita tulisan sebelumnya. Jadi tahapan kita bisa melihat kembali proses produksi yang ada, dan bisa melakukan pengurangan, penggabungan agar cerita menjadi lebih menarik atau baik lagi.   

Untuk proses pasca produksi ada beberapa tahapan yang bisa kita lalui. Yang pertama adalah mengarsipkan file dengan baik. Ini bisa jadi salah satu bagian dari pasca produksi yang terpenting tetapi terkadang dilewatkan begitu saja. Padahal dengan mengarsipkan dengan baik maka akan memudahkan dalam melakukan editing. Pembagian folder file bisa disesuaikan dengan preferensi masing-masing, apakah berdasarkan dengan tanggal, jenis shot, lokasi atau yang lainnya. Intinya adalah pengarsipan ini disusun untuk memudahkan untuk melakukan editing. 

Yandy juga menjelaskan bahwa editign itu adalah proses berkala. Artinya dalam proses editing bisa jadi tidak akan langsung selesai. Kita bisa mengendapkan hasil editing semalam misalnya lalu melanjutkannya keesokan hari. Atau bisa juga dilakukan secara kontinyu, misalnya disesuaikan dengan waktu pengambilan, jadi editing dilakukan secara terus menerus sesuai dengan tambahan footage. Yang terakhir ini bisa dilakukan untuk jenis editing untuk travel misalnya, agar mood hari tertentu bisa didapatkan. 

Selain itu Yandy juga menyebutkan bahwa editing adalah proses menuliskan kembali, jadi ketika kita mengedit kita bisa menemukan berbagai kemungkinan lain yang mungkin tidak muncul saat pengambilan gambar. Meski kita telah membuat rencana atau storyboard, tentunya kemungkinan baru yang muncul saat editing ini bisa dijadikan bahan masukan agar hasil akhir videonya bisa jadi lebih baik. Dengan proses editing yang berkala, kemungkinan baru juga bisa muncul yang bisa menjadikan kita menuliskan kembali untuk lebih baik cerita yang sedang disusun, kita bisa membuka kemungkinan baru saat menjalani proses editing. 

Dua tips lagi yang diberikan Yandy Laurens saat workshop adalah, peka pada sound dalam gambar serta tools untuk mengedit dengan menggunakan Galaxy Note 10+. Untuk yang pertama, Yandy mengingatkan peserta untuk merasakan juga suara yang ada di lokasi shooting. Tidak hanya mengambil gambar tetapi juga bisa lebih cermat atas suara yang ada di lokasi. Suara ini juga bisa dimasukan dalam video untuk memberikan efek tertentu, misalnya dramatis atau memberikan mood pada penonton agar mengetahui seperti apa suasana yang ada di video. Kombinasi juga bisa dilakukan misalnya antara lagu latar dan suara asli dari lokasi. Kombinasi ini jika dilakukan dengan tepat akan memberikan efek dramatis tersendiri. 

Lalu yang kedua adalah tools untuk editing. Ini akan berkaitan dengan fitur yang ada di Galaxy Note 10+. Perangkat ini telah dilengkapi dengan fitur easy editing yang bisa dilakukan secara instan. Jadi ketika mengambil video tertentu, Anda bisa langsung mengeditnya agar bisa mendapatkan mood yang pas. Fitur S pen juga bisa membantu untuk memudahkan dalam proses editing. Selain di aplikasi bawaan, Anda juga bisa menggunakan aplikasi Adobe Rush dengan S pen untuk kombinasi editing yang lebih advance.

Selain tips yang diberikan dalam presentasi yang telah saya rangkum di atas ada pula beberapa tips tambahan yang berhubungan dengan folder file serta memilih footage. Yandy memberikan tips untuk memecah video yang diambil berdasarkan kategori, bagus, ok, disimpan dulu. Kategori bagus adalah footage utama yang akan digunakan dalam video, lalu ok adalah footage yang biasa saja tetapi mungkin akan berguna dan disimpan dulu adalah footage yang tidak masuk ketiganya. Dengan pengkategorian seperti ini akan memudahkan untuk memilih mana video utama yang dingin digunakan dan mana alternatif stock video yang dipunyai. 

Untuk tips selanjutnya berawal dari pertanyaan saya ke mas Yandy Laurens, dan berangkat dari kesulitan saya sendiri. Biasanya ketika merekam sesuatu maka kita akan tergoda untuk mengambil semua footage untuk stock karena takut kehilangan momen. Ambil jarang jauh, wide, shot dekat dan sebagainya. Lalu saat editing malah bingung sendiri karena kebanyakan stock video. Salah satu tips yang bisa dilakukan adalah mengambil stock video utama dengan wide atau ambil objek dari angle yang bisa mencakup keseluruhan, lalu sambil mengambil video ini mulai dipikirkan untuk next angle-nya. Jadi kita mendapatkan stock aman berupa keseluruhan objek sedangkan shoot angle lain selanjutnya adalah untuk memperkaya mood. 

Itu tadi hasil workshop bersama Yandy Laurens ketika saya mengikuti acara experience Samsung Galaxy Note 10+ di Seoul, Korea. Terus terang workshop yang diberikan memang cukup standar namun berguna untuk membantu saya ketika mengikuti acara dan mengambil footage. Malah tidak disangka video yang saya buat jadi pemenang di tantangan utama yaitu membuat video cinematic. Tips seperti membuat story board, meresapi lingkungan yang menjadi tujuan objek dan tidak terburu-buru mengambil gambar, editing adalah proses menuliskan kembali serta mengambil footage wide atau aman jika dirasa waktu terlalu mepet adalah beberapa tips yang membantu saya ketika membuat video perjalanan di Seoul dan sekitarnya kemarin. 

Selain itu, perangkat yang saya gunakan juga tentunya memang mumpuni untuk mengambil video dengan kualitas yang sangat baik, fitur-fiturnya juga sangat mendukung untuk berkreasi. Spesifikasi yang tinggi juga membuat proses editing dan rendering hampir tidak ada masalah. Saya menggunakan aplikasi bawaan, Adobe Rush serta Power Director untuk membuat video di Galaxy Note 10+. (Hasil bisa dilihat di bagian bawah).

Sebagai tambahan tidak lengkap rasanya jika tidak menyertakan beberapa hasil foto (bukan hanya video) yang saya ambil dengan menggunakan Galaxy Note 10+, berikut beberapa sample-nya.

Ini hasil video, semua gambar diambil dengan Galaxy Note 10+, editing juga menggunakan perangkat yang sama. Tools yang digunakan, aplikasi editing bawaan, Adobe Rush dan Power Director.

Tujuh Startup Fintech Korea Selatan Cari Peluang B2B di Indonesia

Korea Internet & Security Agency (KISA), otoritas yang bertanggung jawab untuk memelihara dan melindungi ruang internet di bawah Kementerian Sains dan TI Korea Selatan, membuka peluang bisnis B2B di Indonesia untuk tujuh startup fintech asal negeri Gingseng lewat pertemuan bisnis dengan 15 perusahaan fintech dari Indonesia.

Seluruh startup menawarkan teknologi yang mereka kembangkan masing-masing, mulai dari keamanan finansial, blockchain, remitansi, biometrics, dan sistem pembayaran.

Pertemuan bisnis ini merupakan langkah perdana KISA dalam mempromosikan startup fintech dari Korea Selatan ke pasar internasional. Setelah Indonesia, KISA akan memboyong seluruh peserta ke Vietnam untuk melakukan hal yang sama.

Senior Researcher KISA Jeong Jongil menuturkan alasan di balik dipilihnya Indonesia dan Vietnam, lantaran kedua negara ini memiliki kesamaan penerapan fintech yang bisa dibilang sudah mumpuni sehingga diharapkan terjadi kemitraan yang baik antar satu sama lain.

Alasan berikutnya, pasar di Korea Selatan bisa dibilang sudah cukup kompetitif. Perusahaan fintech di sana sudah mencapai lebih dari 200 perusahaan. Alhasil perusahaan harus mencari market yang lebih potensial di luar negeri.

“Sampai akhir tahun ini diperkirakan akan ada lebih dari 300 startup fintech di Korea Selatan. Pasar sudah makin kompetitif, akhirnya harus cari pasar baru di luar negeri. Seluruh peserta kami kurasi berdasarkan solusi yang mereka tawarkan,” kata Jeong, Senin (13/11).

Berikut adalah nama-nama ketujuh startup Korea Selatan:

1. MOIN

Adalah startup fintech yang bergerak di bidang remitansi dengan memanfaatkan teknologi blockchain. MOIN menggunakan cryptocurrency dibandingkan sistem SWIFT. Perusahaan menjamin kecepatan dalam mengirim uang empat kali lebih cepat dan 80%-90% lebih murah dibandingkan memakai jasa bank.

2. WION

Adalah startup fintech yang bergerak di jasa pembayaran. WION memiliki berbagai produk yang membentuk ekosistem pembayaran jadi lebih seamless. Di antaranya produk WiGLE yang merupakan perangkat infra yang dapat membaca perangkat pengguna dan menyediakan berbagai metode pembayaran seperti beacon, aplikasi keamanan dan sebagainya.

Produk lainnya yang dihadirkan adalah WiCard (kartu kredit wireless), WiTable (layanan pemesanan dan pembayaran di restoran), WiKiosk (pembayaran mobile via kios digital), WiPos (perangkat mPOS), WiWare (pembayaran mobile wireless tanpa smartphone), dan lainnya.

Di Indonesia sendiri, WION tengah melakukan kerja sama bisnis dengan XL Axiata, Finnet, Doku, Alfamart, dan Hyosung ATM.

3. WinningI

Adalah startup fintech yang menggunakan teknologi biometrik dari telapak tangan dan sidik jari sebagai sensor untuk otentikasi, cukup lewat kamera smartphone. Target pengguna layanan ini adalah perusahaan jasa keuangan seperti perbankan, sekuritas, asuransi, dan biometrik mobile.

Teknologi yang dihadirkan WinningI sudah digunakan oleh beberapa perusahaan dari Korea seperti JB Bank, Kwangju Bank, dan SK Telecom.

4. Soft.kr

Adalah startup fintech yang bergerak di jasa Enterprise Risk Management (ERM), menyediakan informasi untuk menganalisis berbagai risiko keuangan demi mencegah terjadinya fraud. Misalnya, analisis pola transaksi, simulasi pola, penilaian risiko, pemantauan dan deteksi real-time, dan lain sebagainya.

5. Coinone

Adalah startup fintech yang menawarkan berbagai jasa berbasiskan teknologi blockchain. Ada dua jenis layanan yang dihadirkan, cryptocurrency exchanges dan cross-border remittance. Dalam cryptocurrency exchanges, Coinone menyediakanenam mata uang uang, diantaranya BTC, BCH, ETH, XRP, dan QTUM.

Sementara crossborder remittance menawarkan jasa remitansi dengan menggunakan cryptocurrency. Pengguna dapat mengirim uang dengan fee yang lebih murah dari bank dan didukung oleh lima bank besar di Asia.

6. To Be Smart

Adalah perusahaan pengembang perangkat lunak yang menggunakan kartu Universal subscriber Identity Module (USIM). Ada tiga produk yang dihadirkan, platform transaksi yang terotentikasi dengan teknologi crypto visual, solusi otentikasi biometrik berbasis electrocardiogram, dan USM pay.

Untuk solusi otentikasi biometrik, To Be Smart mengembangkan dua jenis kartu electrocardiogram. Satu kartu digunakan untuk server, satu lagi didistribusikan ke individu. Cara ini dinilai lebih aman dari penggunakan OTP.

7. Heenam

Adalah perusahaan fintech penyedia jasa scraping dengan nama produk E-Spider. Produk ini menyediakan bahasa penskripan ECMA Script untuk mengirimkan informasi konsumen secara otomatis dari berbagai jaringan, meski berada di sistem operasi atau perangkat yang berbeda.

Penggunaan informasi ini digunakan untuk perusahaan dalam kaitannya pemberian fasilitas kredit, penerbitan kartu ATM tanpa tatap muka, manajemen finansial personal, dan lainnya. Beberapa pengguna Heenam di Korea Selatan, seperti Bank Woori, Hyundai Card, dan Busan Bank.

Kompetisi K-Startup Grand Challenge 2017 Buka Peluang Startup Indonesia Jajal Bisnis di Negeri Gingseng

Ekspansi ke luar kota atau luar negeri adalah impian bagi setiap pengusaha, tak terkecuali startup. Ekspansi merupakan pertanda bisnis yang mulai menggurita, menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang berlipat ganda. Hanya saja startup tidak bisa langsung serta merta ekspansi ke sembarang kota/negara, mereka perlu mempelajari struktur masyarakat dan bagaimana keseimbangan antara supply dan demand=nya.

Berbicara mengenai Korea Selatan, negara tersebut terbilang memiliki struktur masyarakat yang sudah well literate karena 95% wilayahnya tersambung Wi-Fi berkecepatan tinggi. Hampir separuh populasi tergolong early adopter, menjadikan masyarakat di sana sangat terbuka dengan segala bentuk teknologi baru.

Peluang inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya K-Startup Grand Challenge 2017 yang didukung pemerintah Korea Selatan. Kompetisi ini kini memasuki batch kedua, setelah pertama kali diselenggarakan di tahun lalu.

“Perusahaan unicorn di generasi berikutnya kemungkinan besar adalah pemenang di pasar Asia. Kami tidak melihat kesempatan ini hanya untuk startup dari negara tertentu saja yang bisa mengambil kesempatan ini. Korea Selatan menawarkan solusi komprehensif untuk mendorong pertumbuhan startup dan semakin terlibat di pasar Asia Timur dan Tenggara yang luas, yang merupakan tempat tinggal bagi dua miliar konsumen potensial,” ucap Shift. Senior Executive Director Juno Kwon.

Kompetisi ini membidik ribuan startup dari 124 negara untuk bergabung dan mengembangkan bisnisnya di Korea Selatan. Nantinya, dari seluruh aplikasi yang masuk akan dipilih 50 startup untuk terbang ke Korea Selatan mengikuti babak final.

Mereka bakal menjalani proses bootcamp. Masing-masing tim (maksimal dua orang) juga akan mendapat hadiah uang tunai sebesar US$833 per kepala.

Proses penyaringan kembali dilakukan untuk memiliki 25 startup yang berhak mengikuti program akselerasi selama tiga bulan, dimulai dari Agustus 2017-November 2017. Mereka yang terpilih akan mendapatkan insentif beserta biaya hidup sebesar US$2.900 per bulan untuk satu tim dan tambahan dana US$27.000 jika mereka berminat untuk mendirikan badan hukum usaha di Korea Selatan.

Proses terakhir yakni Demo Day pada awal Desember 2017, memilih empat tim dengan tambahan insentif mulai dari US$6.000 sampai US$100.000. Tak hanya itu, startup juga berkesempatan mendapat tawaran investasi dari perusahaan modal ventura atau akselerator dan ekstensi masa menetap di Korea selama enam bulan.

Selama berada di Korea, startup akan mendapat fasilitas ruang kantor di Pangyo, one-on-one mentoring, sesi coaching mengenai kultur bisnis di Korea dan Asia, regulasi, pajak, hak paten, dan lainnya.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi startup adalah minimal sudah berdiri selama lima tahun dan memiliki minimum viable product (MVP). Startup juga diharuskan bergerak di teknologi dengan area fokus tertentu, di antaranya AI, perangkat lunak, IoT, komputasi awan, fintech, big data, biotech, gaming, beauty, dan lainnya. Pendaftaran ditutup tanggal 14 Juni 2017.

Startup Indonesia punya peluang yang sama

Sebagai gambaran, tahun lalu total aplikasi yang masuk sebanyak 2.439 startup dari 124 negara. Lewat proses seleksi yang ketat, terpilih 80 startup masuk tahap final. Untuk peserta asal Indonesia, lima startup berhasil terpilih ke tahap final. Dua di antaranya adalah iGrow dan Konsaato.

“Ada empat atau lima startup Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan. Namun hanya satu yang berhasil lolos yakni iGrow. Konsaato tidak berhasil lolos, meski startup tersebut memiliki bisnis yang unik, tapi dewan juri lebih menyukai ide bisnis iGrow.”

Terkait peluang startup Indonesia mengikuti kompetisi ini, Juno menjelaskan bahwa semua startup, tak hanya Indonesia, didirikan karena ingin menyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Meski, ada juga bisnis startup yang bisa diaplikasikan ke negara lain.

“Kami sering bertemu startup Indonesia di beberapa kesempatan. Menurut kami, meski pasar Indonesia yang luas ini, banyak talenta bagus yang ingin melebarkan kesempatannya di luar negeri. Untuk itu kami promosikan kompetisi ini di Jakarta dengan harapan lebih banyak partisipan startup Indonesia yang bergabung,” pungkas Juno.

Menakar Keseriusan Investor Asing di Sektor Fintech Indonesia

Seiring dengan ancaman perlambatan ekonomi global yang terus terjadi, mau tak mau negara maju harus terus mencari peluang dari negara-negara berkembang. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak potensial yang dapat menjadi magnet, rupanya berhasil menarik minat negara maju untuk masuk ke Indonesia untuk berinvestasi.

Apalagi ketika membahas financial technology (fintech), Indonesia saat ini sedang giat membangun berbagai infrastruktur untuk mendukung ekosistemnya. Peranan fintech pun sangat luas, tidak hanya sebagai transaksi keuangan online, juga telah merambah ke uang elektronik, virtual account, aggregator, lending, crowdfunding, asuransi elektronik, dan lainnya.

Secara global, industri fintech terus tumbuh pesat dalam satu dekade terakhir. Lanskap industri perbankan digital mencatat Asia sebagai yang terdepan dalam proses adopsi teknologi ini.

Korea Selatan merupakan salah satu negara maju di Asia yang mengalami pertumbuhan jumlah penggunaan teknologi keuangan tertinggi (63%), sementara Indonesia mengalami pertumbuhan sebanyak 28% (data McKinsey Asia PFS survey 2007-2014). Data ini menunjukkan kesempatan tumbuh untuk inovasi fintech di Indonesia masih terbuka lebar.

Hendrikus Passagi, Peneliti Eksekutif Senior Departemen Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menerangkan sejauh ini sudah ada beberapa delegasi dari luar negeri yang datang ke Indonesia khusus untuk observasi kondisi fintech di Tanah Air. Beberapa diantaranya, Amerika, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, dan yang terbaru Korea Selatan.

Namun, sambungnya, dari seluruh delegasi tersebut yang menunjukkan keseriusan dan niatan yang tinggi adalah Korea Selatan. Terlihat dari kunjungan perwakilan industri fintech Korea yang terdiri dari pejabat Ministry of Science, ICT dan Future Planning Korea, Korea Internet & Security Agency (KISA), serta 10 perusahaan fintech Korea melakukan lawatan selama tiga hari pada 30 November – 2 Desember 2016.

“Semua negara maju pasti punya kepentingan soal ini [investasi fintech]. Amerika [Serikat] dan Singapura yang paling paling dekat juga sudah merealisasikannya. Bisa dibilang lawatan delegasi Korea [Selatan] adalah terniat dan paling serius dibandingkan negara lainnya. Mereka melakukan roadshow ke kawasan Asia, Indonesia adalah negara pertama yang dikunjungi,” terangnya, Kamis (1/12).

Selain menyuntikkan dana investasi untuk pengembangan usaha, negara maju tersebut juga berniat untuk mengalirkan dananya sebagai lender atau pemberi pinjaman kepada fintech yang bergerak di jasa peer-to-peer lending atau pinjaman langsung.

Menurut dia, fintech jadi sarana tercepat bagi negara maju untuk mengalirkan dana ke negara berkembang, ketimbang melakukan jasa keuangan lainnya karena terbentur masalah aturan.

Dari kegiatan lawatan ini, delegasi Korea menekankan pihaknya membuka kesempatan yang lebar bagi dengan pemain lokal untuk bermitra demi mencapai berbagai tujuan. Seperti, peningkatan akses pasar, peningkatan produk, dan peningkatan operasional.

“Indonesia dan Korea perlu mengembangkan eksosistem yang kuat dan terintegrasi lewat hubungan kerja sama kolaboratif, baik di dalam ekosistem fintech maupun antar eksistem yang berbeda,” ucap Lee Keunjoo selaku Sekjen Korea Fintech Industry Association.

Saat ini delegasi Korea Selatan masih dalam mempelajari pasar fintech di Indonesia, seperti yang terlihat dari rencana observasi 10 pemain fintech Korea Selatan saat berkunjung ke sini. Salah satunya, Paycock, sebuah aplikasi pembayaran mobile, berencana ingin menjajaki pasar mobile payment Indonesia dengan mitra terpercaya dan berpengalaman.

Berikutnya Crizen (P2P lending brokerage platform) berencana ingin kerja sama bisnis dengan lembaga atau perusahaan fintech Indonesia.

Ajisatria Suleiman, Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia menambahkan kedatangan delegasi dari Korea Selatan ini bisa menciptakan peluang bagi lokal untuk mengadopsti teknologi yang mereka miliki untuk produk yang dihasilkan.

Perusahaan fintech Korea Selatan bernama Fount adalah robo advisor yang dapat bertindak sebagai manajer investasi untuk menyarankan portofolio investasi kepada investor berdasarkan algoritma komputer.

Pihak asing berpotensi kuasai 85% kepemilikan perusahaan fintech Indonesia

Hendrikus melanjutkan, dalam draft regulasi yang mengatur fintech peer-to-peer lending, sudah ada peluang untuk asing dalam rangka mendukung perkembangan fintech di Tanah Air.

Hal ini tertuang dalam Pasal 3 Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pinjam Meminjam Langsung Uang Berbasis Teknologi Informasi, menyebutkan saham Fintech Lending harus berbentuk perseroan terbatas dan dapat dimiliki warga negara asing dengan maksimal kepemilikan saham sebesar 85%.

Dia bilang, angka tersebut memang belum final dan pembahasan dengan industri masih terus bergulir. Namun, pertimbangan dari regulator mengenai angka 85% timbul karena ingin membesarkan sektor jasa yang menjadi alternatif dari industri jasa keuangan konvensional.

Belum lagi, layanan fintech yang didominasi oleh perusahaan startup sangat rentan dengan kegagalan yang cukup tinggi.

“Orang lokal banyak tidak mau investasi di startup karena tergolong sangat konservatif. Makanya untuk memajukan startup fintech Indonesia, butuh tenaga asing untuk masuk ke Indonesia. Jangan terlalu buru-buru bilang asing itu jelek untuk Indonesia.”

Menurutnya, bila asing masuk tanpa ada filter pun belum tentu mereka bakal berhasil di Indonesia. Pasalnya, untuk berbisnis membutuhkan adanya ekosistem yang mendukung industri pendukung lainnya. Lagipula, pihak lokal juga tidak bisa menampikkan kebutuhan modal yang sangat tinggi ketika bisnis fintechnya sudah mulai berjalan.