Strategi Bank OCBC NISP untuk Penetrasi Produk Dompet Digital ONe Wallet

Bank OCBC NISP meramaikan percaturan layanan dompet digital dengan meluncurkan ONe Wallet. Dengan didapatnya izin dari Bank Indonesia awal Maret 2020 lalu, mereka siap bertransformasi dengan mengadopsi teknologi digital dan memanjakan para nasabahnya dengan berbagai fitur.

Pihak OCBC NISP menjelaskan kehadiran dari ONe Wallet ini sejalan dengan strategi mereka “Beyond Traditional Banking” untuk terus bertransformasi dan berinovasi.

“ONe Wallet akan kami fokuskan untuk memberi kemudahan dan kenyamanan layanan untuk nasabah payroll khususnya pada sektor riil dengan penghasilan pada kisaran UMR. Upaya ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendorong Gerakan Nasional Non Tunai dan meningkatkan inklusi keuangan Indonesia,” papar Head of Strategy and Innovation Bank OCBC NISP Ka Jit.

Ka Jit melanjutkan bahwa ada beberapa fitur atau layanan yang menjadi unggulan dari ONe Wallet ini, antara lain terintegrasi dengan fitur perbankan korporasi untuk pendistribusian gaji karyawan, fitur transaksi sehari-hari, tarik tunai di ATM Bank OCBC NISP dan selanjutnya akan terintegrasi dengan 400 ribu merchant dan aplikasi ONe Mobile.

Siasat di tengah persaingan dompet digital

Untuk informasi, di tahun 2020 hingga saat ini BI sudah mengeluarkan izin untuk 4 penyelenggara uang atau dompet elektronik. Selain ONe Wallet juga ada AstraPay, YourPay, dan Eidupay.

Daftar penyedia dompet digital dan uang elektronik ini bisa saja semakin bertambah. Tapi pilihan masyarakat tetap akan berdasarkan pada daya guna dan kemudahan askes dari layanan tersebut.

Layanan dompet digital juga mulai akrab dengan keseharian masyarakatnya. Integrasi dengan berbagai macam merchant dan sistem membuat dompet digital menjadi pilihan banyak orang. Beberapa nama yang cukup tenar saat ini adalah GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja.

Dompet digital seolah menjadi salah satu teknologi yang mulai jadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Selain karena kemudahan yang ditawarkan juga karena integrasi dan penawaran yang beragam bisa menyajikan pilihan terbaik bagi para penggunanya.

Berlomba-lomba di ranah integrasi, inovasi, dan juga penawaran untuk akuisisi pengguna tak terelakkan lagi. Mau tidak mau, sebagai salah satu pemain baru ONe Wallet harus bergegas, baik dalam hal integrasi maupun memperkaya fitur. Salah satu yang sudah masuk dalam rencana besar ONe Wallet adalah terintegrasi dengan ONe Mobile dan juga terhubung dengan produk-produk finansial lainnya dari OCBC NISP.

“Sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, Bank OCBC NISP pun akan segera meluncurkan secara resmi dan terus mengembangkan fitur-fitur ONe Wallet, di antaranya pembayaran melalui QRIS dan penambahan variasi pembayaran tagihan yang dapat dilakukan melalui aplikasi ONe Wallet. Bank juga akan mengintegrasikan layanan ONe Wallet dengan One Mobile sehingga lebih maksimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia,” jelas Ka Jit.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Uang Elektronik EiduPay dan Solusinya Khusus Dunia Pendidikan

Dominasi GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja sebagai pemain uang elektronik tersohor di Indonesia, masih menyiratkan peluang di segmen tertentu yang belum digarap secara maksimal mereka, yakni dunia pendidikan. Kesempatan tersebut ingin digarap oleh pemain baru asal Yogyakarta, yakni EiduPay.

Sejatinya, EiduPay berdiri di bawah payung bimbingan belajar Prime Generation yang mengklaim sebagai integratif bimbel online dan offline. Salah satu produknya adalah Eduprime (Prime Mobile) sebagai edutech berbasis aplikasi. Perusahaan ini fokus pada bimbel untuk pelajar mulai dari tingkat kelas 4 SD sampai kelas 12 SMA.

Kepada DailySocial, Founder dan President EiduPay Dewi Yuniati Asih menjelaskan EiduPay didirikan untuk membangun inklusi keuangan, sekaligus mewujudkan ekosistem yang efisien di dunia pendidikan. “Secara teknis, EiduPay baru beroperasi pada Maret 2020,” ucapnya.

Dengan semangat itulah, EiduPay memilih untuk bersaing langsung dengan pemimpin industri, melainkan perkuat bisnis utamanya di bidang pendidikan, bermitra dengan pemain di ekosistem yang sama. “Fitur khas EiduPay adalah kemudahan mendapatkan konten terkait pendidikan. Meski secara umum, kami juga punya fitur transfer dana dan pembayaran untuk apa saja.”

Selain Dewi, dalam jajaran manajemen EiduPay ada Ahmad Nursodik sebagai Chairman dan Sweet Luvianto sebagai Operation.

Dia memastikan ke depannya perusahaan akan terus berinovasi agar fitur-fitur yang dihadirkan dapat menjawab solusi yang ada di lapangan. Perusahaan mengincar kemitraan dengan 1500 sekolah yang tersebar di Indonesia. Menurutnya di sana ada 800 ribu siswa, guru, dan orang tua yang ditotal mencapai 2 juta orang.

“Ini merupakan sinergi dengan Eduprime, platform belajar mengajar yang menjadi salah satu pemegang saham EiduPay.”

Di dalam aplikasi EiduPay itu sendiri, dilengkapi dengan fitur-fitur umum yang sudah ada di pemain aplikasi e-money lainnya. Seperti, pembayaran tagihan listrik, BPJS, beli pulsa, bayar tagihan telepon, PDAM, dan donasi. Untuk fitur edukasi, baru tersedia pembelian paket belajar Eduprime.

Perusahaan juga sudah mengantongi lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia untuk operasionalnya.

Solusi bidang pendidikan

Apa yang ditawarkan EiduPay sebenarnya sudah dilakukan oleh pemain uang elektronik. Misalnya, GoPay kini bisa dipakai saldonya untuk membayar tagihan SPP sekolah dan biaya pendidikan lainnya melalui GoBills yang ada di dalam aplikasi Gojek.

Sejak diumumkan pada Februari 2020, kini terhubung dengan berbagai institusi pendidikan d tak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah masuk ke Nganjuk, Surakarta, Batam, Palangkaraya, hingga Solok.

Inovasi ini hadir berkat kemitraan antara Gojek dengan Infra Digital Nusantara (IDN), startup bidang keuangan dan pembayaran untuk institusi pendidikan. Diklaim ada lebih dari 180 unit institusi pendidikan dengan total 180 ribu siswa dari 14 provinsi masuk ke jaringan IDN.

Selain GoPay, ada LinkAja yang sudah memasukkan fitur pendidikan di dalam aplikasinya. LinkAja menyediakan pembayaran mulai dari tingkat kursus, perguruan tinggi, pesantren, hingga sekolah dari berbagai lokasi di Indonesia.

Di luar aplikasi uang elektronik, ranah ini juga digarap oleh Tokopedia. Perusahaan yang dipimpin William Tanuwijaya ini menyediakan pilihan pembayaran edukasi online dan institusi pendidikan dari kursus, perguruan tinggi, dan sekolah.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Officially Launches Sharia Feature

After few months of trial, Linkaja officially launched the sharia feature to public. They target to reach one million users for this service.

LinkAja first introduced the sharia features in November last year. One of the most distinguishing features of this sharia is its conventional services as an institution for the deposit (floating funds) to top up balances using the services of Islamic banks.

“LinkAja Syariah targets one million users in the first year,” Acting Director of LinkAja Haryati Lawidjaja said on Tuesday (4/14).

In order to pursue the target, LinkAja has collaborated with 1000 mosques, 11 waqf institutions, 23 zakat institutions, and 67 donation institutions. LinkAja’s ecosystem has been fairly complete, especially since the Islamic economy in Indonesia and the global economy is getting hype in recent years.

Head of Syariah Group LinkAja Channel, Widjayanto Djaenudin said, there are currently several service features that can be used widely, such as qurban, infaq, top-up balance, and zakat. He promised that soon their services could also be used to pay boarding school bills.

“We want to make LinkAja Syariah not available at non-halal merchants. Once choosing to become LinkAja sharia service users, they should already aware of the fact,” Djaenudin said.

LinkAja currently has more than 40 million users with 500 thousand merchants. Their current status positioned LinkAja as the first Sharia electronic money platform in Indonesia. It creates optimism for the company to dominate the Islamic electronic money market in Indonesia.

One of LinkAja’s fast methods to become topnotch is to partner with the Directorate General of Hajj and Umrah Management of the Ministry of Religion. “We have discussed this. I think all shareholders are very supportive to get there,” LinkAja’s President Commissioner, Heri Supriadi said.

On this occasion, Supriadi said that it was possible for their team to compete in other Muslim-majority countries such as Pakistan or Bangladesh. Moreover, Heri highlighted LinkAja’s target to be Indonesia’s number one as the largest Muslim country before expanding into other countries.

Currently, all LinkAja users can access sharia features by updating the application version on Google PlayStore.

DSResearch report of the most popular digital wallet in Indonesia
DSResearch report of the most popular digital wallet in Indonesia

In Indonesia, LinkAja has direct competition with some other digital wallet providers. Based on the DSResearch’s survey published on Fintech Report 2019, LinkAja placed in the fourth position in terms of the most used digital wallet platforms after Gopay, Ovo, and Dana. The service’s feature and integration mark an important value to win the customer’s interest, and each player is on the track to get there — to be the most complete digital wallet.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Resmi Luncurkan Fitur Syariah

Setelah uji coba beberapa bulan, akhirnya LinkAja meluncurkan fitur syariah mereka ke publik luas. LinkAja langsung menargetkan layanan syariah ini dapat menjangkau satu juta pengguna.

LinkAja pertama kali memperkenalkan fitur syariah pada November tahun lalu. Satu yang paling membedakan dari fitur syariah ini dengan layanan konvensional mereka adalah institusi untuk penyimpanan dana (floating fund) untuk melakukan top up saldo memakai jasa bank syariah.

“Target pengguna LinkAja Syariah pada tahun pertama adalah satu juta pengguna,” ucap Plt Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja, Selasa (14/4).

Guna mengejar target tersebut, LinkAja sudah menggandeng mitra kerja seperti 1000 masjid, 11 lembaga wakaf, 23 lembaga zakat, dan 67 lembaga donasi. Ekosistem yang dijalin LinkAja ini sudah terbilang cukup lengkap, apalagi ekonomi syariah di Indonesia dan global sedang bergeliat beberapa tahun terakhir.

Head of Group Syariah Channel LinkAja Widjayanto Djaenudin mengatakan, saat ini sudah ada beberapa fitur layanan yang sudah dapat digunakan secara luas yakni pembayaran kurban, infaq, isi ulang saldo, dan zakat. Ia menjanjikan tak lama lagi layanan mereka juga bisa dipakai untuk membayar tagihan sekolah pesantren.

“Kami inginnya pengguna tidak bisa memakai LinkAja Syariah di merchant nonhalal. Ketika memilih jadi pengguna layanan syariah LinkAja kita berharap mereka sudah punya kesadaran itu,” imbuh Widjayanto.

LinkAja sendiri saat ini sudah memiliki lebih dari 40 juta pengguna dengan 500 ribu merchant. Status mereka saat ini menjadikan LinkAja sebagai platform uang elektronik syariah pertama di Indonesia. Hal ini menjadikan mereka optimis untuk menguasai pasar uang elektronik syariah di Indonesia.

Salah satu metode kilat LinkAja untuk menjadi nomor wahid itu adalah menggandeng Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama. “Ini sudah kami diskusikan. Saya rasa semua shareholder sangat mendukung untuk ke sana,” ujar Komisaris Utama LinkAja Heri Supriadi.

Bahkan dalam kesempatan tersebut, Heri sempat mengutarakan bukan mustahil pihaknya berkompetisi di negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya seperti Pakistan atau Bangladesh. Kendati begitu Heri menggarisbawahi LinkAja ingin menjadi yang nomor satu di Indonesia sebagai negara muslim terbesar sebelum ekspansi ke negara lain.

Kini seluruh pengguna LinkAja sudah dapat mengakses fitur syariah dengan memperbarui versi aplikasi tersebut di Google PlayStore.

Laporan DSResearch tentang digital wallet paling banyak digunakan oleh responden
Laporan DSResearch tentang digital wallet paling banyak digunakan oleh responden

Di Indonesia, LinkAja bersaing langsung dengan beberapa penyedia digital wallet lainnya. Berdasarkan hasil survei DSResearch yang dipublikasikan dalam Fintech Report 2019, LinkAja berada dalam peringkat keempat dari sisi jumlah penggunaan, setelah Gopay, Ovo, dan Dana. Fitur dan integrasi layanan memang menjadi poin penting untuk memenangkan hati konsumen, dan kini masing-masing pemain terus berlomba ke arah sana — untuk menjadi digital wallet paling lengkap.

Application Information Will Show Up Here

The Integration of E-money and Apps Marketplace Resulting an Easy Access for Public Purchasing

The total credit card distribution as recorded in June 2019 is at 17.21 million. Debit cards available for online transactions are also limited. These two become the obstructions to all Indonesian users in buying or paying for digital products on the app market platform, such as Google Play and App Store.

The app market integration with local e-money platforms becomes an alternative to increase app purchasing. According to Bank Indonesia, in November 2019, the nominal for transactions using electronic money exceeded 16 trillion Rupiah, it’s 8 times higher from January’s record at less than 2 trillion Rupiahs.

Google Play was prior to collaborating with GoPay, while the App Store officially took a similar step with Dana this week.

GoPay quoted a huge number of transactions. The total expense of Indonesians spending on mobile apps in 2018 is to reach $313.6 million (more than 4.3 trillion Rupiah).

Based on iPrice’s data compilation, GoPay and Dana are on the top three positions for the largest monthly active users in Indonesia. The integration of both platforms with the app marketplace is likely to increase the consumption of digital products in Indonesia because Google Play and iOS App Store are worldwide’s two biggest marketplace(s) for applications.

Asia Pacific, including Indonesia, is a treasure market for Google Play’s app market, in terms of users and developers. App Annie noticed the significant growth in download and consumer spend rate. In 2017, the Asia Pacific Region has contributed over $11 billion of Google Play’s total income of $22 billion, in the games and dominating apps categories.

Consumer record download / App Annie
Consumer record download / App Annie

As quoted in App Annie’s report titled “State of Mobile 2020”, in terms of global gross app revenue, both Google Play and Apple’s App Store are improving. Google Play with 13.2% in the first quarter of 2019 (compared to the previous year), while the App Store made a similar increase by 19.6%.

Worldwide gross app revenue / AppIntentiv
Worldwide gross app revenue / AppIntentiv

If there is one thing to expect from the e-money integration with the app marketplace is the opportunities for local developers to have acceptance. The easy payment is to encourage the app development ecosystem growth.

With the average rate of $1-$2 per app, there shouldn’t be any obstacles for local consumers to pay for the digital content. This is a key to unlock the door to market education in order to support anti “digital products piracy”. Not only the applications and games, but also movies, music, and books.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

 

Integrasi Uang Elektronik dan Pasar Aplikasi Mudahkan Pengguna Indonesia Lakukan Pembelian

Data jumlah kartu kredit yang beredar pada tahun Juni 2019 ada di angka 17,21 juta. Jumlah kartu debit yang bisa digunakan untuk bertransaksi online juga masih terbatas. Dua hal ini yang selama ini menghambat pengguna di Indonesia untuk membeli atau membayar produk digital di marketplace aplikasi, seperti Google Play dan App Store.

Integrasi marketplace aplikasi dengan platform e-money lokal menjadi langkah alternatif menarik untuk menggenjot pertumbuhan pembelian aplikasi. Menurut data Bank Indonesia di bulan November 2019, tercatat nominal transaksi menggunakan uang elektronik mencapai lebih dari 16 triliun Rupiah, melonjak 8 kali lipat dibanding bulan Januari yang tercatat kurang dari 2 triliun Rupiah.

Google Play sudah lebih dulu hadir merangkul GoPay, sedangkan App Store mulai melangkah menggandeng Dana secara resmi minggu ini.

Data yang dikutip pihak GoPay cukup fantastis. Total pengeluaran masyarakat Indonesia untuk belanja aplikasi mobile tahun 2018 mencapai $313,6 juta (lebih dari 4,3 triliun Rupiah).

Menurut kompilasi iPrice, GoPay dan Dana merupakan top three untuk jumlah pengguna bulanan platform uang elektronik terbesar di Indonesia. Integrasi keduanya dengan marketplace aplikasi akan membuka peluang meningkatnya konsumsi produk digital di Indonesia, karena de facto Google Play dan iOS App Store merupakan dua marketplace aplikasi paling besar di dunia.

Asia Pasifik, termasuk Indonesia, merupakan pasar penting bagi ekosistem aplikasi di Google Play. Tidak hanya pengguna tetapi juga pengembang. App Annie mencatat adanya pertumbuhan signifikan pada pertumbuhan download dan consumer spend. Di tahun 2017 regional Asia Pasifik menyumbang lebih dari $11 miliar dari total $22 miliar pendapatan Google Play, dengan kategori games dan aplikasi yang banyak mendominasi.

Consumer record download / App Annie
Consumer record download / App Annie

Menurut laporan App Annie bertajuk “State of Mobile 2020”, secara global gross app revenue, baik Google Play maupun Apple App Store, mengalami peningkatan. Google Play mengalami peningkatan 13,2% di paruh pertama 2019 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan App Store meningkat 19,6% di paruh pertama 2019 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Worldwide gross app revenue / AppInventiv
Worldwide gross app revenue / AppInventiv

Salah satu yang diharapkan dari integrasi e-money dengan marketplace aplikasi adalah terbukanya peluang pengembang lokal untuk mendulang penerimaan. Kemudahan pembayaran menjadi pintu untuk mendorong tumbuhnya ekosistem pengembangan aplikasi.

Dengan rata-rata harga aplikasi berkisar antara $1-$2, seharusnya tidak ada lagi penghalang bagi konsumen lokal untuk membayar konten-konten digital yang diminatinya. Ini merupakan senjata paling ampuh mengedukasi pasar dalam membantu memerangi penggunaan “produk digital bajakan”. Tak hanya soal aplikasi dan permainan, tetapi juga film, musik, dan buku.

LinkAja Mulai Uji Coba Fitur Syariah

LinkAja kini mulai uji coba fitur LinkAja Syariah untuk sebagian penggunanya. Fitur ini terdapat di dalam aplikasi LinkAja, sehingga tidak menjadi aplikasi terpisah.

“LinkAja Syariah belum kami luncurkan, yang sekarang masih sedang testing,” terang CEO LinkAja Danu Wicaksana kepada DailySocial.

Danu menjelaskan, dalam fitur teranyarnya ini ada perbedaan perlakuan untuk penyimpanan dana (floating fund) yang di-top up pengguna menggunakan bank syariah yang berafiliasi dengan bank BUKU IV. Akad transaksi, produk, layanan, dan promosi sudah disesuaikan dengan ketentuan syariah.

Dipastikan seluruh merchant LinkAja bisa menerima pembayaran dengan LinkAja Syariah. Diskon dan cashback yang diberikan ke pengguna sepenuhnya ditanggung merchant, bukan LinkAja.

Oleh karena itu, dia memastikan, dari segi pengalaman konsumen tidak ada yang berbeda. Seluruh proses tersebut terletak di back end sistem untuk pengguna yang mengaktifkan fitur ini.

Tampilan LinkAja Syariah
Tampilan LinkAja Syariah

LinkAja juga menyediakan opsi untuk menonaktifkannya atau mengaktifkan kembali lewat tautan khusus. “Akan kembali ke normal, bila pengguna menonaktifkan fitur syariah.”

Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna bisa membuka tab “Akun”. Lalu buka bagian LinkAja Syariah, akan ditemukan tombol “Aktifkan”. Tidak perlu waktu lama, pada saat itu seluruh sistem LinkAja dari pengguna akan beralih sepenuhnya ke syariah.

Berencana galang dana eksternal

Dikutip dari Katadata, Danu menyebut akan menyelesaikan pendanaan Seri A pada akhir tahun ini. Pada tahun selanjutnya akan menggalang seri berikutnya dengan membuka opsi melibatkan investor eksternal.

“Belum tahu akan dari sektor mana saja, karena belum mulai,” kata Danu.

Sebelumnya, ia sempat mengatakan bahwa perusahaan tidak pernah menutup pintu bagi swasta yang ingin menjadi investor. “Kami terbuka dengan siapapun, kami tidak pernah bilang tidak mungkin swasta (bisa masuk). Kenapa tidak?,” katanya di sela-sela Perbanas Indonesia Banking Expo 2019, Rabu (6/11).

Saat ini, ada sekitar delapan BUMN yang tertarik berpartisipasi dalam pendanaan Seri A yang tengah digalang, termasuk Garuda Indonesia, Angkasa Pura I & II, Pegadaian, Taspen, Jasa Marga, Kereta Api Indonesia, dan Perum Damri. Seluruh calon ini akan masuk melalui penerbitan saham baru.

Saat ini 25% saham LinkAja dikuasai Telkomsel. Bank Mandiri, BNI, BRI masing-masing memegang 20%. Lalu BTN dan Pertamina masing-masing 7%, dan Asuransi Jiwasraya 1%.

Application Information Will Show Up Here

Tahun Depan Blanja Fokus ke Pembelian Produk Digital

Menyambut tahun 2020, Blanja akan mengalihkan fokus. Tidak lagi berat ke sisi e-commerce, perusahaan akan fokus ke melayani pembayaran produk digital dan penawaran produk edukasi bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

CEO Blanja Jemy Confido mengklaim, sepanjang tahun 2019 Blanja telah mengalami peningkatan revenue yang cukup signifikan. Dibandingkan tahun 2018, jumlahnya meningkat hingga 84%. Terjadi peningkatan EBITDA 11% dan Net Income sekitar 4%. Bagi perusahan metrik utama saat ini tidak lagi GMV, tetapi revenue.

Selain Jabodetabek, Blanja mengklaim memperleh peningkatan traffic dan jumlah pengguna di Surabaya, Medan, Bandung, dan Makassar.

“Untuk GMV sendiri kami mencatat banyak datang dari organik sekitar 85%. Dari jumlah tersebut kami melihat positioning Blanja dan brand awareness sudah cukup efektif, meskipun masih dalam kalangan tertentu.”

Untuk tahun depan, Blanja meningkatkan jumlah produk digital yang diakomodasinya, mulai dari fasilitas komunikasi, produk permainan, hiburan, hingga pembayaran BPJS Kesehatan. Blanja juga lebih agresif menghadirkan produk edukasi bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam bentuk Katalog Sektoral Pendidikan dan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah).

“Produk consumer goods hingga gadget juga masih kita hadirkan, namun sekarang kami memilih untuk lebih selektif. Kemitraan dengan UKM dan BUMN juga masih terus kami lancarkan. Produk digital hingga investasi akan menjadi fokus utama kami ke depannya,” kata Jemy.

Selain pembayaran default melalui LinkAja, Blanja juga berencana menghadirkan fitur pembayaran PayLater. Fitur ini akan menggandeng LinkAja, pihak perbankan, dan institusi keuangan lainnya.

“Kita juga terus mendorong pilihan pembayaran yang masih dalam Telkom Group. Salah satunya adalah Finpay dari PT Finnet Indonesia (Finnet). Dengan skema agregasi nantinya akan ditambah pilihan pembayaran dompet digital di luar ekosistem Telkom,” kata Jemy.

Salah satu kerja sama baru Blanja adalah dengan Invisee. Pengguna bisa memilih produk investasi reksa dana yang dikelola Invisee melalui platformnya.

“Kami melihat saat ini kalangan milenial mulai banyak jumlahnya yang mengakses platform kami. Dengan pilihan investasi yang terjangkau dan proses yang mudah, diharapkan bisa lebih banyak lagi kalangan milenial yang tertarik untuk membeli produk reksa dana di Blanja,” kata Jemy.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Jadi Alternatif Pembayaran di Aplikasi Grab

Tidak hanya hadir di Gojek, LinkAja mulai menunjukkan diri sebagai alternatif pembayaran di aplikasi Grab. Hadirnya LinkAja mematahkan keeksklusifan Gopay dan Ovo yang sebelumnya hadir dalam dua raksasa ride hailing tersebut.

Kepada DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan pihaknya masih melakukan pengujian di Grab, sehingga belum semua pengguna bisa menikmatinya. “Ini masih testing dan belum commercial,” terangnya, Selasa (5/11).

Dia juga belum memastikan kapan LinkAja akan diresmikan sebagai opsi pembayaran di Grab untuk seluruh pengguna. Akan tetapi, untuk Gojek dia berharap akan dirilis pada akhir bulan ini.

Untuk mengaktifkan LinkAja di Grab, pengguna cukup memilih opsi “Add Payment Method” dan memilih logo LinkAja. Berikutnya memasukkan PIN dari nomor telepon yang terhubung dengan LinkAja. Langkah terakhir, sistem akan mengirimkan kode verifikasi sebelum pengguna mengaktifkan LinkAja.

Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab
Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab

Kehadirannya di Gojek dan Grab semakin melengkapi segmen transportasi yang dirambah LinkAja. Perusahaan sebelumnya mulai uji coba untuk pembayaran tiket KRL Jabodetabek dan sedang mempersiapkan diri untuk MRT Jakarta.

Tidak hanya dengan pemain besar, LinkAja juga resmi menjadi mitra pembayaran perdana untuk pemain ride hailing lokal, yakni Bonceng.

Akan tetapi untuk pembayaran tol, Danu menegaskan perusahaan sepenuhnya menyerahkan ke Jasa Marga yang bertindak sebagai merchant-nya. “Secara teknis sudah [siap dipakai], tapi masih dalam tahap pilot untuk uji coba scalability and reliability-nya.”

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, perseroan memilih untuk bermain ke ranah yang berbeda dan membatasi use case LinkAja sebagai pembeda dari pemain sejenis. Pergeseran strategi ini membuat perseroan dapat lebih berhemat karena tidak perlu jor-joran perang diskon untuk menarik pengguna.

Dia bahkan mengklaim biaya yang harus dikeluarkan LinkAja untuk promosi dalam satu tahun hitungannya sama dengan biaya satu bulan dari salah satu kompetitor. Meski konsekuensi dari keputusan tersebut membuat visibilitas LinkAja sebagai suatu brand tidak setenar yang lain.

“Karakter pengguna [milenial] itu adalah soal loyalitas, mereka akan pakai kalau ada diskon. Sementara kita berbeda, lebih ke arah daily use case, yang mana pasti akan dipakai setiap hari tanpa harus diberi diskon. Salah satu yang sudah dimasuki adalah tiket KRL Jabodetabek,” kata Ririek saat menjadi pembicara di Kompas100 Discussion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Ovo Mulai Perkenalkan Produk Turunan Lainnya Bersama Taralite

Ovo mulai memperkenalkan dua produk fintech baru ke publik, ialah Ovo Talangan Siaga dan Ovo Dana Tara. Keduanya merupakan produk turunan yang dirilis bersama Taralite dan belum diluncurkan secara resmi.

Director of Enterprise Payment Ovo Harianto Gunawan menerangkan, kedua produk ini punya segmen yang berbeda dibandingkan Ovo PayLater yang lebih diarahkan untuk kebutuhan konsumtif perorangan. Dia masih enggan membeberkan detail terkait produk ini karena masih berupa teaser dan belum memastikan kapan akan diresmikan secara resmi.

“Kami kerja sama dengan Taralite untuk merilis produk pinjaman karena Ovo ini sebagai channel penjual. Jadi setiap kerja sama [dengan perusahaan lain] pasti akan kasih tahu dengan siapa. Kami berikan platform [Ovo] kepada partner sehingga bisa lakukan transaksi,” terang dia di sela-sela Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, kemarin (23/9).

DailySocial melakukan penelusuran terhadap kedua produk ini. Ovo Talangan Siaga merupakan pinjaman jangka pendek khusus untuk mitra pengemudi GrabCar. Pinjaman ini ditujukan untuk keperluan mendadak biaya operasional sehari-hari dan kebutuhan pribadi mitra.

Persyaratannya, mitra pengemudi minimal telah bergabung di GrabCar selama minimal tiga bulan dan aktif mengemudi selama tiga bulan terakhir. Mereka juga diharuskan memiliki penghasilan mengemudi di luar insentif minimal 1 juta Rupiah per minggu.

Ada aplikasi khusus bernama DAX App yang dirilis Grab untuk memproses pengajuan pinjaman. Uji coba produk ini baru dilakukan untuk mitra yang berdomisili di Jabodetabek dan Medan. Hanya mitra yang mendapat notifikasi dari Grab yang bisa memanfaatkan layanan ini.

Nominal dana yang bisa mereka ajukan mulai dari Rp500 ribu sampai 1 juta, dengan pilihan tenor 15 hari atau 30 hari. Biaya keterlambatan per harinya Rp2.500.

Sementara, Ovo Dana Tara adalah pinjaman modal usaha kecil dan menengah yang disediakan khusus untuk merchant yang berjualan di Tokopedia. Besar nominal yang bisa mereka ajukan mulai dari Rp2 juta sampai Rp1 miliar, tergantung kebutuhan usaha.

Tenor pinjaman yang dapat dipilih adalah 3, 6, atau 12 bulan dan bunga mulai dari 0,99%-1,59% per bulannya. Merchant hanya cukup mengunggah KTP dan KK bila tertarik untuk mengajukannya. Bila proses verifikasi lancar, dalam 1-5 hari merchant akan diberitahu disetujui atau tidak.

Tanggapi rumor

Di saat yang sama, Harianto juga ditanyai berbagai rumor entah itu mengenai dorongan merger dengan Dana, menjadi unicorn kelima di Indonesia, dan akuisisi terhadap Bareksa.

“Kami tidak bicara soal rumor,” kata dia saat ditanya soal Dana.

Ia mengatakan perusahaannya hanya fokus pada kebutuhan konsumen, apa yang konsumen gunakan sejak bangun tidur hingga kembali ke rumah. “Itu kami petakan satu-satu dan kami generate.”

Dia juga menanggapi pertanyaan soal konsolidasi fintech pembayaran ke depannya. Menurut dia, industri ini masih terlalu muda, beda dengan perbankan yang sudah beroperasi sejak puluhan tahun lalu. Oleh karenanya, dia ingin melihat ke depannya fintech pembayaran ke depannya akan seperti apa.

Setelah itu, Harianto juga menanggapi kabar akuisisi Bareksa pasca diumumkannya CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra yang kini rangkap jabatan sebagai Presiden Direktur Ovo. Dia menegaskan bahwa hubungan Ovo dan Bareksa adalah kerja sama strategis.

“Bukan berarti jadi bagian dari Ovo family [harus] diakuisisi.”

Lagipula, Ovo di dalam aplikasinya sudah memiliki layanan investasi Ovo Invest, meskipun masih beta. Kehadiran Bareksa diharapkan bisa membawa inovasi produk jauh lebih berkembang, seiring upaya Ovo dalam mengedukasi masyarakat dalam mengenal produk keuangan lebih jauh.

Harianto juga menanggapi kabar status Ovo yang kini menyandang sebagai unicorn. Ia menyatakan bahwa ini adalah isu spekulasi.

Disebutkan saat ini Ovo memiliki 500 ribu merhcant per Agustus 2019 di 354 kota di seluruh Indonesia. Dari angka merchant ini, sekitar 300 ribu di antaranya adalah UKM. Layanan Ovo telah dipasang di 115 juta perangkat smartphone dan bisa digunakan untuk akses pembayaran, transfer, top up, tarik dana, manajemen aset dan investasi.

Application Information Will Show Up Here