Gelombang Inisiatif Startup Demi Redam Dampak Pandemi Covid-19 di Indonesia

Tak ada yang mudah di masa pandemi seperti sekarang. Tanpa mengesampingkan pentingnya keselamatan dan kesehatan, kemerosotan pun memukul telak berbagai sendi kehidupan masyarakat. Wabah corona virus disease 2019 (Covid-19) ini selain menyerang organ pernapasan manusia, tapi juga secara tidak langsung melumpuhkan perekonomian dari yang skalanya besar hingga yang terkecil.

Dampak Covid-19 terhadap perekonomian ini memang tak kenal pandang bulu. Perusahaan dan individu sama-sama menanggung dampaknya. Kegiatan kantor terbatas secara virtual, bandara hampir kosong, hotel dan penginapan nyaris tak berpenghuni, rumah makan sepi pengunjung, pun jalan raya tak banyak yang melewati.

Namun hal tersebut justru mendorong sejumlah pihak untuk bergerak bahu-membahu membantu orang-orang yang membutuhkan, termasuk dari para startup. Inisiatif berupa bantuan finansial, pengetahuan, dan teknologi mereka berikan untuk melewati masa-masa sulit ini. Kami merangkum inisiatif-inisiatif yang terbungkus dalam berbagai cara dalam tulisan berikut ini.

DANA

Fintech dompet digital ini baru saja mengumumkan inisiatifnya beberapa hari lalu. Inisiatif yang mereka lakukan untuk meringankan beban mereka yang terdampak dari Covid-19 ini seluruhnya berada di aplikasi mereka.

Program ini mereka namakan “Siap Siaga Covid-19”. Program ini termasuk sejumlah fitur baru di aplikasi DANA yang meliputi update kasus Covid-19 di Indonesia, kontak layanan hotline Covid-19, hingga opsi donasi yang terhubung dengan platform Kitabisa. DANA yang mereka kumpulkan akan dipakai untuk menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan.

“Kami mengajak para pengguna DANA untuk bersinergi, berbagi, dan bergotong-royong secara digital dalam turut menanggulangi penyebaran virus Corona COVID-19. Melalui cara yang praktis, aman, dan efisien kita sudah turut berpartisipasi melindungi mereka yang sedang berjuang menyelamatkan jiwa dengan resiko terpapar virus saat bertugas ,” ucap CEO Dana Vincent Iswara dalam keterangan tertulis.

Gojek

Sejak wabah virus korona ini makin meluas dan kampanye #dirumahaja kian gencar, pengemudi ojek online mungkin yang paling mudah terlacak kena imbasnya. Mereka yang sedianya bergantung pada mobilitas warga untuk memperoleh pemasukan harian harus rela menepi atau setidaknya mengurangi intensitas pekerjaannya.

Merespons hal itu, Gojek meluncurkan program dana bantuan untuk ratusan ribu pengemudi dan merchant yang tergabung di platform mereka. Dana bantuan akan dikelola oleh yayasan mereka sendiri bernama Yayasan Anak Bangsa Bisa. Adapun sumber pendanaan di program ini berasal dari:

1. potongan 25% dari gaji setahun pimpinan dan manajemen senior,
2. realokasi anggaran kenaikan gaji tahunan seluruh karyawan Gojek,
3. kumpulan donasi dari perusahaan rekan bisnis Gojek.

Wahyoo

#RantangHati merupakan nama inisiatif dari Wahyoo untuk memerangi dampak Covid-19. Melalui inisiatif ini Wahyoo menghubungkan mitra warung makan yang diperkirakan omzetnya turun hingga 50% dengan orang-orang yang membutuhkan.

Wahyoo merinci cara kerja inisiatif mereka dengan mengumpulkan donasi berjumlah Rp350 juta via Kitabisa. Uang ini kemudian akan disebar ke sejumlah warung makan dengan target menyediakan makanan untuk 700 orang selama dua pekan. Anggaran di atas dibuat berdasarkan hitungan dua kali makan sehari dengan biaya makan Rp15.000 per porsi. Untuk menggelar inisiatif ini Wahyoo menggandeng influencer Edho Zell, pengemudi Gojek, serta kelompok relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

“Penerapan physical distancing yang berimbas pada imbauan kerja dari rumah, membuat warung makan di Jadetabek sepi pengunjung. Ironisnya, sebenarnya banyak orang yang tidak sanggup membeli makanan di warung,” ucap CEO & Founder Wahyoo Peter Shearer.

East Ventures dan Nusantics

East Ventures memulai inisiatifnya dengan membuka urun dana terbuka. Inisiatif bertajuk Indonesia Pasti Bisa ini menargetkan nominal Rp10 miliar. Hingga artikel ditulis jumlah yang sudah diperoleh sudah 45% dari target. Selain East Ventures sendiri, tercatat banyak startup dan korporasi lain yang ikut dalam urun dana ini. Sebut saja Tokopedia, Sociolla, Traveloka, Agaeti Convergence Ventures, hingga Warung Pintar.

“Ini pertama kalinya East Ventures memimpin fundraising non-profit. East Ventures mendapatkan berita keterlibatan salah satu portofolio East Ventures yaitu Nusantics di dalam task force BPPT pada Minggu (22/3). Ini membuat kami terdorong untuk berpartipasi lebih jauh dan berinisiatif untuk mengajak segenap ekosistem digital untuk berkontribusi,” kata Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Program inisiatif East Ventures ini menempatkan Nusantics, startup deep-tech, sebagai ujung tombak. Dari nominal target di atas, Rp9 miliar di antaranya akan diberikan ke Nusantics untuk mengembangkan test kit qPCR, menjalankan proyek pemetaan mutasi Covid-19 di Indonesia atau biasa disebut whole game sequencing.

Nusantics berencana menciptakan 100 test kit qPCR berupa prototipe dan dilanjutkan produksi massal berjumlah 100.000 test kit. Nusantics yang juga masuk dalam Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Covid-19 (TFRIC19) pun berpacu dengan waktu mengingat penyebaran virus corona di Indonesia terus meluas dan jumlah kasus yang meningkat.

Prixa, Halodoc, Alodokter

Persoalan sektor kesehatan membutuhkan solusi kesehatan. Kesadaran tersebut mendorong sejumlah startup bidang kesehatan seperti Halodoc, Alodokter, dan Prixa untuk menciptakan fitur baru dalam membantu masyarakat menghadapi wabah Covid-19.

Prixa, startup bidang kesehatan yang berada di naungan Kata.ai, menyediakan fitur baru untuk memerika gejala dan risiko terhadap Covid-19. Diluncurkan sejak 18 Maret lalu, fitur ini memungkinkan pengguna memahami keluhan kesehatan untuk antisipasi sedini mungkin terhadap gejala Covid-19. Fitur Prixa ini juga membantu tenaga kesehatan di luar sana agar masyarakat yang hendak memeriksakan diri tak perlu datang ke rumah sakit.

Prixa juga terlibat dalam pengembangan aplikasi pemeriksaan kesehatan mandiri Pikobar milik Pemprov Jawa Barat. Sistem kecerdasan buatan Prixa menjadi salah satu andalan Pikobar untuk mengenal gejala penyakit pernapasan untuk warga Jawa Barat.

Sementara Halodoc dan Alodokter menyediakan inisiatif yang identik dalam membantu masyarakat menghadapi virus corona. Keduanya menambahkan fitur pemeriksaan mandiri berupa chatbot. Fitur ini meski sederhana jelas akan membantu warga yang khawatir akan kemungkinan terpapar Covid-19. Halodoc mengalokasikan 1.000 dokter dari total 22.000 dokter yang tergabung untuk konsultasi mengenai Covid-19.

MDI Ventures 

MDI Ventures menginisiasi perlawanan mereka terhadap wabah Covid-19 dengan menciptakan program Indonesia Bergerak. Serupa dengan East Ventures, MDI Ventures melibatkan startup-startup yang berada di portofolionya, yaitu Qlue, Kata.ai, Qiscus, dan Volantis.

Melalui Qlue, mereka mengandalkan ekosistem smart city mereka sebagai wadah warga dalam memantau dan melaporkan perkembangan Covid-19. Data yang dihimpun akan disajikan menjadi visualisasi di laman Indonesia Bergerak.

Selain itu, Qlue juga membuat QlueWork yang ditujukan untuk petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Fitur tersebut nantinya dapat dimanfaatkan BNPB sebagai manajemen tenaga kerja di lapangan.

Ruangguru dan Zenius

Kegiatan belajar mengajar di segala tingkatan praktis terganggu sejak Covid-19 merebak. Kementerian Pendidikan pun sudah menghentikan sementara segala kegiatan di sekolah. Ruangguru dan Zenius mengisi kekosongan ruang kelas tersebut dengan menggratiskan layanan edukasi mereka.

Ruangguru misalnya, sejak dua pekan lalu resmi membuka program Sekolah Online Ruangguru Gratis. Program ini membantu para siswa untuk mengikuti berbagai macam kelas dengan jam belajar selayaknya di sekolah untuk kelas 1 SD hingga 12 SMA. Guru pun turut mendapat perhatian dengan program Program Guru Online di mana mereka dapat mengakses modul pelatihan guru secara gratis.

Tak hanya itu, Ruangguru juga membuka layanan Skill Academy mereka secara gratis secara terbatas. Berlaku sejak 23 Maret, siapa pun kini bisa mengikuti bermacam kelas pelatihan online dengan beragam topik secara gratis selama dua pekan.

Zenius pun menyediakan hal serupa. Edutech ini membuka lebar-lebar konten edukasinya yang lebih dari 80 juta secara cuma-cuma. Agar memudahkan proses belajar, Zenius memodifikasi videonya berlatar putih agar menghemat kuota pengakses. Selain itu mereka juga menyediakan fitur Live Teaching yang memungkinkan interaksi antara pengajar dan murid selayaknya di sekolah.

“Dengan proses pengajaran yang disiarkan langsung dan dilengkapi dengan Live Chat, kami berharap para siswa lebih semangat belajar dari rumah karena pengalaman yang berbeda,” ucap CEO Zenius, Rohan Monga seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Lima Startup Terpilih di Gelombang Pertama Gojek Xcelerate

Sebanyak lima startup tampil dalam demo day program Gojek Xcelerate. Mereka adalah Qlue, Travelio, Peto, Izy.ai, dan Crewdible.

Startup tersebut punya latar belakang industri yang berbeda-beda. Crewdible misalnya bergerak di bidang pergudangan logistik, Izy di industri perhotelan, Peto di perawatan hewan peliharaan, Travelio di pemesanan akomodasi, dan Qlue di solusi smart city.

Rencananya program ini akan berjalan hingga Maret 2020 dengan target 20 startup terpilih dalam lima gelombang. Digitaraya, Google Developers Launchpad, McKinsey & Co., dan UBS menjadi mitra Gojek dalam program ini.

VP Public Affairs Gojek Siti Astrid Kusumawardhani menjelaskan, kelima startup itu terpilih dari 1.050 pendaftar dalam gelombang pertama program Gojek Xcelerate. Astrid menuturkan startup-startup tersebut dipilih karena dianggap akan makin kuat dengan implementasi machine learning.

“Mereka paling berpotensi tumbuh cepat dengan machine learning dan menciptakan sosial serta memecahkan masalah yang nyata di masyarakat seperti halnya Gojek,” kata Astrid.

Hadiah yang bakal diterima lima startup tersebut dari program ini bukan dalam bentuk pendanaan. Astrid mengatakan, pihaknya memberikan pengetahuan akan machine learning, akses ke mentor kelas dunia, jejaring komunitas, dan kesempatan bergabung ke platform besar Gojek.

“Itu yang nilainya sangat tinggi khususnya bagi startup-startup early stage dan ada juga kesempatan bergabung ke platform Gojek,” imbuhnya.

Crewdible sebagai peserta dalam program ini mengaku tertarik ikut karena program machine learning yang ditawarkan. Founder Crewdible Dhana Galindra mengaku dalam waktu dekat sulit mengimplementasi machine learning ke dalam sistemnya. Akan tetapi menurutnya penguasaan machine learning menjadi penting ketika kondisi sudah mengharuskan.

“Karena ini tergantung industrinya. Kalau Gojek mungkin lebih kepada volume data yang besar dan real time. Kita volume data besar tapi tidak terlalu real time, dalam arti decision making enggak terlalu real time,” ucap Dhana.

Berbeda dengan Crewdible, Peto dan Izy terang-terangan mengaku alasannya mengikuti program akselerasi ini untuk masuk ke dalam platform besar Gojek. “Betul, ini salah satu tujuan kita ikut,” pungkas CEO Peto Ditya Nandiwardhana.

Menilik Pentingnya Kebijakan Satu Data bagi Daerah

Apa dampak terburuk dari data yang tidak akurat, tercerai-berai, dan tidak sinkron bagi sebuah negara? Bisa menjadi awal terbentuknya kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai, bahkan bencana nasional. Untuk menyiasati hal tersebut, Indonesia pun tengah dalam perjalanan menciptakan agenda “satu data” yang komprehensif untuk menunjang pembangunan.

Data berperan penting di tiap pengambilan keputusan. Ada berapa banyak warga miskin yang butuh bantuan kesejahteraan, berapa anak yang belum tersentuh pendidikan agar dibuatkan sekolah, atau berapa banyak cadangan beras untuk menentukan kecukupan pangan dalam satu tahun; merupakan contoh bagaimana data bagi pemerintah dalam mengatur hajat hidup orang banyak.

Contoh paling ekstrem mungkin terjadi pada Nigeria pada 2014 lalu. Saat itu tiba-tiba saja Nigeria menjadi negara dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar di Afrika sesederhana karena mereka mengganti metode penghitungannya.

Deputi II Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho dalam International Lokadata Conference 2019 menceritakan pentingnya kebijakan satu data. Dengan sekian banyak agenda pemerintahan yang sedang dan akan berjalan, data yang tepat jadi kebutuhan terpenting untuk melakukan semua itu.

“Ke depan apa yang kita kerjakan? Infrastruktur diteruskan, SDM dibangun, investasi didorong, reformasi birokrasi, penggunaan teknologi. Tapi untuk melakukan itu semua butuh akurasi data dan ketersediaan data,” ujar Yanuar.

Inilah yang melandasi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang “Satu Data Indonesia“. Perpres ini diupayakan untuk menghilangkan perbedaan data di lembaga dan kementerian sekaligus menyirnakan ego sektoral yang kerap muncul sehingga kerap timbul data yang tumpang-tindih di tubuh pemerintahan sendiri.

Contoh data tumpang-tindih itu terjadi pada kisruh impor beras yang melibatkan Kementerian Perdagangan dan Bulog pada pertengahan tahun lalu. Saat itu Kemendag bersikeras untuk mengimpor beras karena data menunjukkan ada kekurangan, namun di saat bersamaan Bulog sebagai operator impor tidak setuju karena stok beras nasional dianggap masih mencukupi.

Pihak swasta juga pernah mengkritik pemerintah akibat data pemerintah yang tak akurat itu. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pernah protes karena data produksi jagung yang ditampilkan Kementerian Pertanian menunjukkan peningkatan, padahal data asosiasi dan citra satelit membuktikan produksi menurun. Imbasnya, harga jagung melambung, harga barang melonjak, ketersediaan pangan defisit, hingga kemungkinan impor.

Efek satu data bagi daerah

Kebijakan satu data tentu bakal berpengaruh hingga ke layanan publik di tiap pemerintahan daerah. Dalam era penyelenggaraan smart city, Staf Khusus Kepala Bappenas Danang Rizki Ginanjar menyampaikan, pemerintahan daerah terjebak dalam konsep smart city yang canggih dengan anggaran yang sangat besar dan ujungnya jadi tidak efisien.

Setelah kebijakan satu data diteken, pemerintah menyiapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Sehingga nantinya pemerintah daerah cukup menduplikasi dan menyesuaikan sendiri dari satu aplikasi yang disiapkan pusat.

“Kalau SPBE ini adalah pilar, di bawahnya harus ada fondasi dulu berupa data yang sama,” ujar Danang.

Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran menyepakati bahwa data yang sudah dikalibrasi sangat penting bagi pemerintahan daerah. Padang Panjang merupakan contoh kota yang sudah memakai konsep smart city dalam memecahkan masalah di daerahnya. Masalah utama yang jadi kendala mereka adalah data antara kantor dinas saja dapat berbeda-beda. Padahal hal ini menurut Fadly berpengaruh pada strategi mereka dalam mengentaskan kemiskinan.

“Tujuan Padang Panjang dengan smart city-nya adalah mempunya satu data, satu peta, yang benar-benar terintegrasi dan dipakai semua dinas,” ungkap Fadly.

CEO Qlue Rama Raditya mengatakan konsep smart city makin penting untuk menyelesaikan masalah suatu daerah. Salah satu yang Rama soroti adalah arus urbanisasi yang diperkirakan terus meningkat. Bank Dunia bahkan memperkirakan arus urbanisasi di Indonesia meningkat terus hingga 70 persen pada 2030. Namun seperti diketahui urbanisasi dipastikan membawa masalah baru mulai dari kemacetan, meningkatnya jumlah sampah, dan lain-lain.

“Di DKI sendiri banyak orang yang pikir Qlue sudah tidak ada tapi sebenarnya tindak lanjutnya masih di atas 91 persen dari pemprov, membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah hingga 87 persen,” pungkas Rama.

Menggandeng perusahaan smart city seperti Qlue ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diambil pemerintahan daerah selain membuat platform mereka sendiri. Cara ini terbilang cukup populer dan praktis melihat dari 15 kota yang bekerja sama dengan Qlue dalam mengembangkan smart city di daerah mereka.

Waktu yang Tepat Memulai Startup

Menjalankan bisnis startup tak hanya soal solusi dan urusan teknis. Untuk bisa berkembang butuh yang namanya “waktu yang tepat”, terutama dengan pemahaman kondisi pasar, edukasi pengguna, dan ketersediaan fitur.

Perkara waktu yang tepat ini ada beberapa cerita. Koprol misalnya. startup asal Indonesia yang mengusung konsep jejaring sosial berbasis lokasi. Waktu itu Koprol merupakan sebuah inovasi yang cukup membanggakan bagi Indonesia, apalagi menjadi startup lokal yang diakuisisi oleh raksasa teknologi saat itu, Yahoo. Sayangnya pasar Indonesia masih belum cukup besar segmen seperti ini. Inovasi Koprol datang terlalu dini.

Gojek juga punya cerita yang hampir serupa. Dimulai dengan konsep call center, Gojek bertahan lima tahun sebelum akhirnya memperkenalkan aplikasi mobile. Perhitungan Gojek akurat. Solusi mereka yang dibarengi pasar yang kian matang menjadi landasan untuk berkembang pesat. Dari awalnya adalah layanan pemesanan ojek dan pengantaran barang, kini mereka menjadi super app.

Cerita menarik lain datang dari Qlue, penyedia solusi smart city yang menjadi salah satu pioner aplikasi pelaporan warga. Founder dan CEO Qlue Rama Raditya mulai merintis Qlue pada medio 2014 silam. Saat itu, kesulitan warga terhubung dengan dinas terkait, membuatnya menggagas sebuah aplikasi pelaporan warga.

Ia kemudian mengirimkan surat ke Gubernur DKI Jakarta. Gayung pun bersambut. Suratnya ditanggapi Wagub DKI Jakarta waktu itu, Basuki Tjahaja Purnama. Ia diberikan waktu sembilan bulan untuk menyempurnakan aplikasi tersebut.

“Sembilan bulan kemudian, saya berhasil menyelesaikan platform Qlue versi pertama, lalu lahirlah Jakarta Smart City. Di hari pertama peluncuran Jakarta Smart City, Qlue diunduh oleh 15.000 orang. Dengan dukungan penuh dari Pemprov DKI Jakarta dan jajarannya untuk menindaklanjuti setiap laporan Qlue yang masuk, maka aplikasi Qlue langsung dapat digunakan oleh ratusan ribu user di DKI Jakarta,” cerita Rama.

Dalam tempo setahun kolaborasi antara Qlue dengan pemerintah DKI Jakarta berhasil mengurangi lebih dari 7.500 titik banjir, memangkas pungutan liar hingga 45% dan berhasil mengurangi ratusan ton sampah berkat kolaborasi warga, pemerintah dan teknologi.

“Momentum adalah salah satu faktor penentu keberhasilan dari banyak faktor dalam membangun sebuah startup. Di Qlue sendiri ada tiga nilai penting yang harus diimplementasikan di setiap individu, yaitu SEXI (Synergy, Execution, dan Integrity), di mana momentum terdapat di dalam nilai execution,” terang Rama membagikan tipsnya.

Mengenali pasar dan momentum

Tugas utama founder, selain membangun solusi dengan teknologi, adalah mengenali pasar untuk mencari pengguna yang disasar dan mencari momentum. Momentum kadang bisa terlewat atau kadang terlalu lambat.

Analisis terhadap pasar harusnya melibatkan dua unsur besar: volume atau besar-kecilnya pasar dan pertumbuhan di dalamnya. Jika kita menargetkan pasar yang sudah besar, dengan pertumbuhan yang juga besar, risiko pertama yang dihadapi adalah pemain-pemain besar lainnya. Apakah tidak ada pelung sama sekali ? Belum tentu.

Instagram, sebagai platform media sosial, datang belakangan jika dibanding Facebook dan Twitter. Cerdiknya, mereka mencari celah di antara kedua raksasa yang sudah ada. Mereka eksklusif menawarkan berbagi cerita dengan media foto. Gayung pun bersambut. Masyarakat bisa beradaptasi dengan apa yang Instagram tawarkan dan kini Instagram menjadi bagian dari Facebook.

Sebagai founder yang menginginkan bisnisnya tumbuh berbarengan dengan pangsa pasar yang berkembang, hindari untuk membuat solusi dengan pasar yang kecil dengan pertumbuhan yang minim. Mengeksekusi untuk kondisi pasar ini hanya akan membuang-buang waktu. Meski teknologi tampak keren, tapi banyak orang tidak membutuhkannya, lalu untuk apa?

Saran terbaik bagi startup untuk yang ingin berkembang bersama pasar adalah menemukan pasar, meskipun dengan ukuran kecil, tapi memiliki potensi pertumbuhan besar di kemudian hari.

Qlue Rambah Penjualan Solusi ke Luar Negeri

Qlue perluas penjualan solusi ke luar negeri dengan skema menggandeng mitra sebagai reseller. Strategi ini makin digencarkan pasca diperolehnya berbagai penghargaan yang diraih perusahaan di skala internasional.

Founder dan CEO Qlue Rama Raditya menjelaskan, ekspansi ke luar negeri ini bukan tergolong mendirikan perusahaan di sana, melainkan menggandeng mitra sebagai reseller. Mereka datang dari latar belakang yang sama dengan Qlue agar dapat mengimplementasikan, namun secara khusus dilatih. Menurutnya, ada beberapa potensial mitra yang akan digandeng perusahaan sebagai reseller di Asia Tenggara pada tahun ini.

“Kita lebih [pakai] partner untuk di pasar Asia Tenggara karena fokus kita masih buat Indonesia. Namun kita pikir ada foot print di luar negeri itu sudah bagus. Kalau di luar negeri itu kebanyakan untuk B2B jadi bukan dengan pemerintahnya. Di Indonesia justru kita lebih kuat dengan pemerintah,” terangnya, kemarin (9/5).

Strategi ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu, namun mitra mulai aktif berjualan pada tahun ini lantaran produk sudah semua terintegrasi dengan baik. Pasalnya, solusi yang dihadirkan Qlue lebih ditujukan untuk Indonesia sehingga sudah terlokalisasi sehingga saat mau dipasarkan ke luar negeri perlu ada beberapa penyesuaian fitur.

Solusi yang dimanfaatkan perusahaan melalui solusi Qlue, kurang lebih mirip dengan kondisi di Indonesia. Namun kebanyakan untuk kebutuhan keselamatan dan keamanan, seperti penghitung orang, pelaporan warga, deteksi parkir ilegal dan dashboard untuk integrasi data.

Sejauh ini solusi Qlue telah dipakai perusahaan-perusahaan multi industri di Malaysia, Thailand, dan Myanmar. Di Malaysia, Qlue hadir sebagai solusi di salah satu mall, real estate, dan pabrik.

Pengakuan solusi Qlue di mata internasional sebenarnya dimulai pasca perusahaan menerima penghargaan, salah satunya di Dubai untuk Best Mobile Goverment Service di kategori Public Empowerment dalam gelaran The 7th World Government Summit 2019. Rama mengklaim di acara itu banyak pihak yang tertarik dan takjub dengan ekosistem yang Qlue bangun di Indonesia.

“Kita sempat terpancing untuk ke luar [negeri], tapi akhirnya memutuskan untuk perbaiki di dalam negeri dulu. Makanya lebih pakai strategi gandeng mitra di luar negeri untuk menjualkan produk kita.”

Bergabung dalam Nvidia Inception Program

Dalam rangka mendukung bisnis Qlue, saat ini perusahaan bergabung dalam Nvidia Inception Program, program akselerator untuk teknologi deep learning dan artificial intelligence. Qlue menjadi salah satu dari 15 perusahaan lokal dari total 2 ribu perusahaan yang bergabung dalam program akselerator global tersebut.

Qlue mendapat berbagai keuntungan yang berkelanjutan mulai dari pelatihan dari para pakar, program hibah untuk perangkat keras serta dukungan pemasaran. Qlue memanfaatkan keuntungan tersebut untuk mengembangkan produk berbasis AI dan deep learning buat solusi-solusi analisis video yang sudah mereka kembangkan.

Beberapa di antaranya adalah teknologi pengenal wajah (facial recognition), penghitung kendaraan (vehicle counting), deteksi parkir liar (ilegal parking detection), penghitung orang yang melintas (people counting), dan pengenal pelat nomor kendaraan (license plat recognition). Seluruh solusi ini masuk ke dalam produk dinamai Qlue Vision.

Produk ini telah membantu berbagai pemerintah kota/kabupaten, badan pemerintah, dan perusahaan untuk bekerja lebih efisien dan mengurangi kesalahan manusia secara signifikan. Dengan perangkat keras dari Nvidia, seluruh solusi ini bisa bekerja lebih maksimal karena butuh GPU dengan kapasitas yang besar, sama halnya saat bermain game yang memakai grafis tinggi.

Hardware dari Nvidia membuat Qlue bisa langsung trial solusi baru yang bahkan belum tersedia di pasar untuk kita presentasikan di depan calon klien. Contohnya, dari license plat recognition bisa deduct ke akun e-wallet kalau ada pelanggaran.”

Senior Manager Channel dan Alliances (Pacific South) Nvidia Budi Harto menyampaikan, pihaknya memilih Qlue lantaran memiliki profil yang unik dalam memecahkan tantangan dengan AI dan deep learning. Solusi tersebut dibangun oleh talenta lokal menjadi nilai tambah.

“Kami bantu penyediaan teknologi, meski kami lebih dikenal sebagai gaming company. Tapi kami mulai mengembangkan AI sejak 7-8 tahun lalu karena kita tahu Indonesia adalah negara keempat dengan populasi yang besar, ditambah adopsi AI di sini adalah tercepat kedua untuk ASEAN,” kata Budi.

Tahun ini Qlue akan mempercepat adopsi smart city di Indonesia, rencananya menambah 20-30 kota baru. Ada tiga kota yang sudah siap memanfaatkan aplikasi Qlue yakni Bandung, Makassar, dan Kupang. Sekarang ada 15 kota yang sudah bekerja sama dengan Qlue. Pengguna Qlue lainnya juga datang dari institusi dan pemerintah dengan total lebih dari 50 institusi lintas industri, 17 kepolisian daerah, mall, rumah sakit, dan sebagainya.

Secara kontribusi terhadap bisnis, diklaim antara pemerintah dan pihak swasta seimbang 50%. Tahun lalu pertumbuhan bisnis perusahaan mencapai 300% dibandingkan tahun sebelumnya. Diharapkan tahun ini akan tembus di angka yang sama.

Application Information Will Show Up Here

Tantangan Bermedia di Era Digital

Media menjadi industri yang ikut berdampak karena perkembangan teknologi digital. Konsumsi orang dalam membaca berita pun bergeser, mulai dari durasi membaca makin pendek, lebih tingginya ketertarikan pada visual daripada tulisan, dan faktor lainnya. Lantas bagaimana solusinya?

Hal ini dijawab dalam salah satu diskusi panel yang diselenggarakan Qlue bertajuk Smart Citizen Day beberapa hari lalu, menghadirkan praktisi dari berbagai media seperti Hugo Diba (Kumparan), Rama Mamuaya (DailySocial.id), Edi Taslim (Kaskus), dan Karaniya Dharmasaputra (Bareksa).

Hugo Diba menjelaskan kehadiran Kumparan sejak 2017 ini adalah jawaban dari pergeseran konsumsi media. Pergeseran ini adalah suatu keniscayaan yang membuatnya percaya bahwa mau tak mau harus meredifinisikan kembali jurnalisme. Caranya harus dengan membangun tim terbaik dan teknologi terbaik.

“Perusahaan media itu harus jadi tech juga, makanya kita challenge tim IT kita bagaimana teknologi bisa bantu teman-teman jurnalis bisa dapat info lebih cepat dan akurat. Ada algoritma, trending topic, supply side kami perbesar. Alhasil jurnalis kami bisa kerja 4x lebih cepat. Visi misi kami adalah bagaimana menyampaikan berita dengan baik dan tepat,” terangnya.

Di sisi lain, Rama Mamuaya menambahkan perusahaan media memang harus beradaptasi dengan perubahan teknologi. Informasi yang disampaikan dalam konten harus sempurna tersampaikan dengan baik, apapun medium yang dipakai entah itu visual, teks, ataupun video.

“Perusahaan media harus tetap bertanggung jawab dengan kualitas konten yang disampaikan, apapun format yang mereka pakai,” katanya.

Kembali ke khittah awal

Sementara itu, perkembangan teknologi internet yang pesat membuat Kaskus berbenah diri agar tetap relevan dengan kondisi terkini. Edi Taslim mengatakan ekosistem internet 20 tahun lalu berbeda jauh, belum ada platform media sosial, sehingga Kaskus harus mencari cara agar tetap relevan dan menjadi destinasi untuk kultur pop.

Kaskus banyak meluncurkan inisiasi yang pada ujungnya mengembalikan Kaskus ke khittahnya sebagai platform diskusi yang berlandaskan pada kesamaan minat dan hobi.

“Jadi esensinya adalah tetap menjadikan Kaskus sebagai tempat orang membicarakan hobi. Itu yang kami pertajam sehingga membuat Kaskus tetap unik,” terang Edi.

Bagi Bareksa, penetrasi keuangan yang masih rendah saat ini adalah bukti ketidakmampuan jurnalisme elitis. Ini adalah jurnalisme yang memberitakan hanya untuk segelintir kalangan saja. Oleh karenanya, Bareksa ingin mendemokratisasikan kekuatan teknologi dengan industri keuangan terutama reksa dana agar bisa dijangkau oleh siapapun dari berbagai kalangan kelas ekonomi.

“Pengalaman di Bareksa, kami jadi fintech pertama yang mendapat lisensi APERD dari OJK. Investor ritel kami ada 450 ribu orang, itu mencerminkan 40% dari total investor reksa dana di Indonesia.”

Kolaborasi dengan berbagai pihak

Kolaborasi itu tidak berlaku untuk satu industri saja. Perusahaan media pun juga harus berkolaborasi. Rama menjelaskan untuk mengembangkan teknologi, agar bisa dikenal oleh siapapun, perlu harus gandeng berbagai pihak. Mulai dari pembuat kebijakan, pengambil keputusan, dan lainnya.

Hal ini juga diamini Karaniya. Dalam bisnisnya, Bareksa kini bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Ovo untuk memasarkan produk reksa dana online secara masif dan ritel. Agar semakin banyak orang yang terkonversi menjadi investor pasar modal.

“Kami ingin mereplika kisah sukses di Tiongkok. Dunia fintech tumbuh dengan pesat karena e-commerce dan e-money,” pungkasnya.

Qlue Hadirkan “Smart Citizen Day” untuk Wujudkan Indonesia Smart Nation

Qlue bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berkomitmen untuk meningkatkan pengembangan smart city untuk mempercepat perubahan positif menuju “Indonesia Smart Nation”. Sebagai bagian dari upaya tersebut, keduanya bersinergi mengadakan acara bertajuk Smart Citizen Day yang akan diadakan pada tanggal 28 Maret 2019 bertempat di The Tribata, Grand Opus Ballroom Jakarta.

Smart Citizen Day merupakan gerakan smart citizen pertama di Indonesia dan dunia. Rangkaian acara akan diawali dengan deklarasi 34 pemuda terpilih menjadi smart citizen. Mereka adalah orang-orang yang telah menciptakan dampak sosial positif secara gotong-royong di daerahnya.

Selain itu akan ada sesi yang diisi oleh 19 pemateri lintar sektor yang akan menceritakan kisah inspiratifnya. Kisah-kisah mengenai inisiatif perubahan positif dan kreasi di era teknologi ini, khususnya yang berdampak membantu dan mewujudkan smart business di Indonesia.

“Qlue menyediakan platform berbasis AI, IoT dan integrasi data yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan efisiensi dalam menangani permasalahan kota. Namun keberhasilan penerapan aplikasi Qlue membutuhkan partisipasi warga dan pemerintah. Untuk itu, Qlue menghadirkan Smart Citizen Day untuk memperkenalkan berbagai solusi Qlue kepada publik serta sebagai puncak perayaan smart citizen di Indonesia,” sambut Co-Founder & CTO Qlue Andre Hutagalung.

Dalam acara tersebut Qlue juga akan turut menghadirkan instalasi art-technology dan pameran teknologi dari Qlue beserta rekanan bisnisnya seperti Amazon Web Services. Kolaborasi Qlue dengan Kominfo sendiri juga akan menyiapkan program 100 Smart City Indonesia, saat ini sudah diaplikasikan di beberapa kota institusi dan perusahaan.

“Kominfo mendukung sepenuhnya Smart Citizen Day yang diinisiasi oleh Qlue. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia. Besarnya arus informasi di era digital membuat masyarakat harus smart untuk menyaring informasi. Kami berharap gerakan smart citizen dapat menjadi bola salju positif untuk meningkatkan literasi digital di Indonesia. Dimulai dari 34 deklarator yang dapat menjadi katalis dalam gerakan smart citizen di daerah masing-masing untuk mewujudkan Indonesia menjadi smart nation,” ujar Dirjen Aptika Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai acara ini, kunjungi laman resminya: https://smartcitizenday.id.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara Smart Citizen Day

Menakar Adopsi Teknologi Kecerdasan Buatan di Indonesia

Setelah komputasi awan dan big data, istilah teknologi yang tengah gencar diperbincangkan adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence). Definisi paling sederhana dari kecerdasan buatan adalah otomasi komputer untuk mengerjakan berbagai pekerjaan prediktif dan terukur. Pada dasarnya kecerdasan buatan mengeksekusi setiap tugas bermodalkan algoritma dan data yang terhimpun.

Jika kemunculannya berada di belakang komputasi awan dan big data, tampaknya memang seperti itu evolusinya. Diawali dengan komputasi awan yang mampu menyediakan infrastruktur dan platform untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang dinamis, dilanjutkan pemrosesan big data dalam pengelolaan aset terpenting bisnis saat ini, yakni data.

Kecerdasan buatan diprogram dalam mesin komputer berperforma tinggi untuk mempelajari tren historis aktivitas, lalu melakukan kalkulasi tindakan. Pada prinsipnya teknologi tersebut memungkinkan komputer untuk belajar, berpikir, dan melakukan aksi secara mandiri.

Perkembangan kecerdasan buatan

Riset PwC menempatkan kecerdasan buatan sebagai “game changer” dengan potensi nilai yang disumbangkan terhadap ekonomi global mencapai $15,7 triliun di tahun 2030 mendatang. Angka tersebut bukan muncul secara tiba-tiba, melainkan didasari pada manfaat yang diberikan teknologi tersebut. Melihat pada aplikasi kecerdasan buatan yang mulai bermunculan saat ini, riset tersebut menyimpulkan dampak baik yang dapat dirasakan langsung dalam produktivitas bisnis.

1

Tidak mustahil jika perkembangan kecerdasan buatan di sektor riil akan lebih cepat. Sejak memasuki tahun 2000-an, riset seputar kecerdasan buatan meningkat hampir 9 kali lipat secara kuantitas publikasi. Bahkan jika melihat penelitian yang terindeks di Scopus, kuantitas publikasi kecerdasan buatan jauh melampaui komputer sains dan publikasi lainnya secara umum sejak tahun 2010-an.

Tiongkok dan Amerika Serikat menjadi penyumbang terbesar penelitian berbasis kecerdasan buatan. Hingga tahun 2015, totalnya lebih dari 15 ribu publikasi dari Tiongkok dan lebih dari 10 ribu publikasi dari Amerika Serikat.

Firma investasi Pitchbook melaporkan pada tahun 2017 terdapat $6 miliar investasi yang digelontorkan melalui pemodal ventura untuk proyek berbasis kecerdasan buatan. Di Amerika Serikat, setidaknya ada 600 startup yang fokus di bidang tersebut pada tahun 2017. Realisasi tersebut menjadi indikasi perkembangan baik. Pasalnya konsep yang sudah diteliti dalam riset mulai dihadirkan dalam solusi yang lebih nyata.

Menurut McKinsey Global Institute, saat ini kecerdasan buatan tengah ada dalam tahap penetrasi awal di Asia Tenggara. Perkembangannya diikuti hampir semua negara di kawasan regional, didalami oleh berbagai sektor bisnis. Di kawasan tersebut, salah sektor yang terpantau paling proaktif dalam menerapkan strategi transformasi digital dengan kecerdasan buatan adalah kesehatan (healthcare) dan keuangan (financial services). Kendatipun potensi terbesar diproyeksikan tetap ada di sektor manufaktur, yakni mencapai $311 miliar.

Kondisi di Indonesia tak jauh berbeda, tengah dalam tahap penetrasi awal. Produk-produk yang dikembangkan rata-rata berbentuk automated intelligence (melakukan otomasi pekerjaan rutin/manual, misalnya membantu pencatatan dengan sistem biometrik), assisted intelligence (membantu orang untuk mengerjakan tugasnya secara lebih cepat, misalnya dalam bentuk chatbot), augmented/autonomous intelligence (membantu orang membuat keputusan dengan lebih baik, berupa sistem rekomendasi).

Dari sudut padang teknologi pendukungnya, kecerdasan buatan hadir dalam beberapa fase. Dimulai tahun 1990-an, riset profesional dan akademik mulai banyak menyoroti sistem, logika, dan algoritma yang kini menjadi landasan kecerdasan buatan. Fase berikutnya ialah kematangan analisis data dengan berbagai metodologi.

Kepintaran membedakan obyek berdasarkan data yang ada melahirkan konsep deep learning, yakni kemampuan komputer untuk mengidentifikasi data dengan format yang lebih beragam hingga mampu menganalisis sentimen tertentu tren data.

Kecerdasan buatan di Indonesia

Perkembangan bisnis teknologi dipengaruhi berbagai aspek, termasuk terkait adopsi teknologi kecerdasan buatan di Indonesia. Mulai dari iklim investasi, regulasi, sumber daya manusia, dan lain-lain. Tahun 2015, pemerintah provinsi DKI Jakarta menganggarkan dana hingga Rp30 miliar untuk menginisiasi kota pintar (smart city). Kala itu tujuan utamanya untuk menghasilkan dasbor informasi terpusat sehingga dapat membantu pemangku kepentingan dalam memutuskan tindakan. Untuk kanal masukan data, pemerintah menyiapkan lebih dari 3000 titik CCTV untuk pemantauan. Melalui aplikasi, mereka turut menghimpun laporan langsung di lapangan oleh masyarakat.

Di tahun yang sama, aplikasi Qlue mulai dikenal masyarakat ibukota. Mereka bermitra langsung dengan pemerintah untuk menghimpun informasi dari warga kota. Didesain dengan pengalaman pengguna mirip aplikasi media sosial, Qlue nyata-nyata bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan informasi, seperti soal birokrasi, lingkungan, hingga bencana. Informasi yang masuk terpantau langsung dalam dasbor pemerintah dan ditampilkan dalam grafik yang representatif sehingga mudah dibaca.

Dasbor Jakarta Smart City / DailySocial
Dasbor Jakarta Smart City / DailySocial

Tahun 2017, Qlue mulai menggandeng startup Nodeflux yang fokus pada solusi pengenalan obyek yang ditangkap CCTV sehingga memungkinkan proses pendataan di solusi kota pintar lebih otomatis. Hal ini berimplikasi pada analisis data yang lebih real time. Di tahap ini, semakin banyak teknologi kecerdasan buatan yang diaplikasikan. Tidak hanya sekadar analisis data, namun pemrosesan computer vision untuk deteksi obyek.

Di tahun 2015 juga hadir sebuah startup yang mencoba menginisiasi platform berbasis kecerdasan buatan. Kala itu namanya masih YesBoss, sebelum akhirnya berubah menjadi Kata.ai. Awalnya mereka menghadirkan asisten virtual untuk memenuhi kebutuhan orang secara pribadi, termasuk membantu reservasi hotel hingga memesan makanan. Dengan brand Kata.ai, kini mereka fokus menyajikan platform asisten virtual berupa chatbot untuk bisnis.

Kini banyak perusahaan besar di berbagai sektor berbondong-bondong memulai inisiatif chatbot untuk membuat proses pelayanan pelanggan menjadi lebih efisien. Salah satunya adalah Vira, chatbot layanan pelanggan milik BCA. Hadir di bulan Februari 2017, Vira melayani pelanggan untuk memberikan info promo, lokasi ATM, pendaftaran kartu kredit, hingga pengecekan transaksi perbankan. Vira dapat diakses melalui platform Messenger, Kaskus, Line, dan Google Assistant.

Investasi untuk startup kecerdasan buatan

Di Indonesia, GDP Venture menjadi salah satu investor yang serius mendukung startup pengembang layanan kecerdasan buatan. Untuk mengetahui visi GDP Venture terkait fokus berinvestasi di solusi kecerdasan buatan, DailySocial menghubungi CTO GDP Venture yang juga menjabat sebagai CEO & CTO GDP Labs On Lee.

Menurut On Lee, kecerdasan buatan sudah sangat relevan diterapkan secara luas di sektor publik atau privat. Indikasinya saat ini banyak orang yang tidak sadar bahwa telah menggunakan aplikasi bertenaga kecerdasan buatan setiap hari, misalnya Alexa, Siri, Cortana, Google Assistant, fitur auto-complete dan auto-correct di ponsel pintar, mesin pencari, dan sebagainya.

Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa teknologi kecerdasan buatan sebenarnya sudah diaplikasikan secara luas, dimulai dari hal-hal sederhana dalam penggunaan ponsel sehari-hari. Fitur auto-correct, misalnya, memang terlihat sederhana dalam penggunaan, namun jika mendalami sistem di baliknya, dibutuhkan pemrosesan canggih yang mampu melakukan pengecekan susunan huruf, lalu melakukan pencocokan dengan basisdata kata yang dimiliki secara kilat sehingga terbentuk rekomendasi kata yang sesuai.

Terkait sejauh mana bisnis di Indonesia mengadopsi kecerdasan buatan, On Lee tidak setuju jika dikatakan secara umum masih sebatas tren atau sekadar jargon untuk pemasaran produk. Salah satu portofolio GDP Venture adalah Prosa.ai yang secara khusus mengembangkan platform Natural Language Processors (NLP) untuk Bahasa Indonesia. Penerapan untuk layanan text and speech processing sudah ada di beberapa skenario, salah satunya di Kaskus untuk penyaringan dan moderasi konten.

“Meskipun benar bahwa keterampilan kecerdasan buatan belum terdistribusi secara merata, perusahaan portofolio GDP Venture, BCA, dan beberapa perusahaan sudah memiliki aplikasi yang diberdayakan kecerdasan buatan. GDP Venture telah berinvestasi pada startup kecerdasan buatan lokal maupun internasional, karena [bagi kami] kecerdasan buatan adalah teknologi strategis sekaligus investasi. Kami percaya bahwa kecerdasan buatan menjadi teknologi transformasional seperti internet, komputasi awan, dan komputasi mobile,” ujar On Lee.

CTO of GDP Venture On Lee

Penetrasi kecerdasan buatan di sektor riil akan lebih cepat dari yang dibayangkan. Untuk dapat memanfaatkan keunggulan teknologi tersebut, On Lee menuturkan secara umum sebuah bisnis perlu melakukan beberapa hal. Pertama dengan mendidik semua karyawan mengenai kecerdasan buatan. Kedua, mulai menjajaki kemitraan dengan perusahaan yang memiliki keterampilan kecerdasan buatan. Ketiga, melakukan percobaan dengan proyek kecil berbasis kecerdasan buatan.

Keempat, menetapkan strategi kecerdasan buatan di seluruh perusahaan — layaknya transformasi digital yang dilakukan dengan internet, komputasi awan dan sebagainya. Yang kelima adalah melakukan peninjauan dan pengamatan tentang pemanfaatan kecerdasan buatan di perusahaan, sehingga mendapatkan strategi implementasi yang layak.

Berikut ini perusahaan portofolio GDP Venture yang secara khusus memberikan solusi kecerdasan buatan:

Portofolio startup kecerdasan buatan GDP Venture

Selain GDP Venture, banyak startup besar yang kini mulai berinvestasi besar untuk kecerdasan buatan. Salah satunya Bukalapak. Baru-baru ini mereka meresmikan Artificial Intelligence & Cloud Computing Innovation Center di ITB. Harapannya lab kemitraan tersebut nantinya dapat menghasilkan temuan inovatif untuk mendorong perkembangan fitur-fitur di layanan marketplace ini.

Startup unicorn lain, seperti Gojek dan Traveloka, juga sudah berinvestasi untuk melakukan kegiatan serupa. Meskipun demikian, mereka cenderung mengembangkan pusat penelitian di luar negeri, seperti penerapan pusat R&D Traveloka yang baru di Bangalore, India. Misinya sama: untuk menangkap peluang baru dari potensi teknologi pintar demi meningkatkan kenyamanan pengguna.

Qlue Secures Funding from GDP Venture and MDI Ventures

After the positive achievement last year, and entering the second month in 2019, Qlue manages to secure new funding. The latest round was led by GDP Venture and supported by MDI Ventures.

Qlue said the fresh funding is to be used for talent acquisition in technology and business to develop Artificial Intelligence (AI) and Internet of Things (IoT). They are expected to improve services and smart city solution offered by Qlue.

There is no further details of the total value, however, Telkom’s participation is expected to give a strategic touch of the synergy in Indonesia’s government and state-owned enteprise.

The CEO, Rama Raditya said, “our initial mission is to accelerate the positive movement in the world, and we’re to make synergies with partners in similar mission. Telkom will be helping to strengthen scalability in the government and state-owned enteprise for our solution can give positive impact on digital transformation in Indonesia, according to the government lead to industry 4.0.”

“GDP Venture, on the other hand, has been helping us to build a developed and sustainable business. We’re very pleased and thrilled to join parnership with MDI Venture and Prasetia in our journey for better Indonesia,” he added.

Qlue is in a process to builf the biggest smart city ecosystem in Indonesia by improving smart city solution service for house developer, apartment, police department, toll, shopping center, industry area, and others through computer vision technology, such as face recognition, license plate recognition, street analysis, and people counting.

Regarding this round, MDI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja said, “MDI Ventures has vision to build the leading startup generation in Indonesia, this investment is a realization of our attempt to make it happen. We’ve known Qlue since the beginning, and consider them to have disruptive and innovative mindset.”

He also aware of Qlue’s partnership with the government, it goes along with Telkom Indonesia’s main synergy. Moreover, their team decided to support Indonesian local startups with disruptive and game changing mindset like Qlue.

A similar speech comes out from GDP Venture’s CEO, Martin Hartono. He’s aware of Qlue’s smart city solution has the same vision and mission, and considered to be sustainable and capable to adapt with market situation, not only the government but also corporate.

“Qlue’s ability to provide command center and tech and data-based smart city management, is a crucial base towards Indonesia’s better future. We’re proud in supporting Qlue with the same vision and mission, not only for the development of digital tech ecosystem but also a very useful app for Indonesian people,” Hartono said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Qlue Amankan Pendanaan dari GDP Venture dan MDI Ventures

Setelah melewati tahun 2018 dengan capaian positif, memasuki bulan kedua tahun ini Qlue berhasil mengamankan pendanaan terbaru. Putaran pendanaan terbaru kali ini dipimpin oleh GDP Venture dengan partisipasi dari MDI Ventures.

Pihak Qlue menyebutkan bahwa dana segar yang didapatkan akan dimanfaatkan untuk merekrut para ahli di bidang teknologi dan bisnis untuk mengembangkan produk Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT). Talenta-talenta baru tersebut diharapkan mampu meningkatkan layanan dan solusi smart city yang ditawarkan oleh Qlue.

Tidak ada informasi resmi mengenai jumlah dana yang didapatkan, hanya saja keterlibatan Telkom diharapkan mampu memberikan sisi strategis sinergi di dalam pemerintahan dan BUMN Indonesia.

CEO Rama Raditya mengatakan, “Misi kami sejak awal adalah untuk mengakselerasi perubahan positif di dunia, dan kami ingin bersinergi sebanyak-banyaknya dengan mitra usaha yang memiliki kesamaan misi. Telkom akan banyak membantu kami untuk memperkuat skalabilitas di dalam pemerintahan dna BUMN agar solusi kami bisa memberikan dampak positif bagi transformasi digital di Indonesia sesuai arahan pemerintah menuju industri 4.0.”

“Sedangkan GDP Venture, sudah sejak lama membantu kami dalam membangun bisnis Qlue agar lebih maju dan berkelanjutan. Kami sangat terhormat dan bersyukur dapat menjalin kerja sama dengan MDI Ventures, GDP Venture dan Prasetia dalam perjalanan kami memberikan kemajuan bagi Indonesia,” lanjutnya.

Qlue tengah mengupayakan pembangunan ekosistem smart city terbesar di Indonesia dengan meningkatkan layanan solusi smart city untuk pengembang perumahan, apartemen, kepolisian, jalan tol, pusat perbelanjaan, kawasan industri dan mitra bisnis lainnya melalui inovasi teknologi computer vision seperti face recognition, license plate recognition, street analysis dan people counting.

Menanggapi putaran pendanaan ini, CEO MDI Ventures Nicko Widjaja menyampaikan, “MDI Ventures memiliki visi untuk membangun generasi startup terdepan di Indonesia dan investasi ini merupakan sebuah wujud nyata dari konsistensi kami untuk mendorong visi tersebut. Kami sudah mengenal Qlue sejak awal perusahaan tersebut berdiri, dan kami menilai bahwa Qlue selalu memiliki pola pikir disruptif dan inovatif.”

Nicko juga melihat bahwa Qlue bekerja sama dengan pemerintah, hal tersebut selaras dengan sinergi utama Telkom Indonesia. Selanjutnya pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung startup-startup lokal Indonesia yang memiliki pola pikir disruptif dan game changing seperti Qlue.

Hal senada disampaikan CEO GDP Venture Martin Hartono. Ia melihat Qlue memiliki solusi smart city yang juga memiliki visi dan misi yang sama, karena dinilai mampu terus berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan pasar, tidak hanya pemerintahan namun juga korporasi.

“Kemampuan Qlue untuk menyediakan command center dan pengelolaan smart city berbasis teknologi dan data merupakan salah satu pilar penting menuju masa depan bangsa Indonesia. Kami bangga dapat turut serta mendukung Qlue yang memiliki visi dan misi bukan saja untuk perkembangan ekosistem digital teknologi Indonesia tetapi juga mengembangkan suatu aplikasi yang sangat bermanfaat untuk bangsa Indonesia,” jelas Martin.

Application Information Will Show Up Here