Lemonilo Dapat Pendanaan Seri C Senilai 516,2 Miliar Rupiah

Startup pengembang makanan sehat Lemonilo mendapatkan pendanaan seri C senilai $36 juta atau sekitar 516,2 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Sofina Ventures SA, serta partisipasi kembali dari Sequoia Capital India. Melalui pendanaan ini, Lemonilo akan memperkuat jaringan distribusi di Indonesia dan ekspansi produk ke luar negeri.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder & Co-CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia mengatakan bahwa perusahaan telah membuktikan model bisnisnya bekerja efektif di Indonesia. Maka itu, Lemonilo berencana untuk menduplikasi konsep bisnis ini ke negeri lain, dimulai dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

“Dengan keahlian Sofina bekerja sama dengan perusahaan FMCG yang sudah mapan, kami yakin Lemonilo dapat menjadi salah satu wajah baru perusahaan FMCG di Indonesia dan sekitarnya,” ungkap Shinta.

Member of the Executive Committee Sofina Ventures Maxence Tombeur mengatakan bahwa ini merupakan investasi strategis yang sesuai dengan nilai-nilai Sofina. “Lemonilo adalah pelopor gerakan hidup sehat di Indonesia dengan tujuan menjadi merek FMCG terkemuka di dunia. Kami senang bermitra dengan para pendiri Lemonilo yang ambisius dan termotivasi dengan misi, dan selaras dengan strategi panjang untuk menawarkan akses terjangkau ke makanan dan produk sehat di Indonesia dan sekitarnya,” papar Tombeur.

Sebagai informasi, Sequoia Capital India sebelumnya memimpin pendanaan seri B di Lemonilo dengan nominal yang dirahasiakan pada paruh 2021 ini. Dari informasi yang kami himpun, pendanaan ini mendongkrak valuasi Lemonilo sebesar $300 juta atau sekitar Rp4,3 triliun, sekaligus mengukuhkan posisinya ke dalam jajaran startup centaur.

Dengan demikian, jajaran investor Lemonilo kini terdiri dari Alpha JWC Ventures, Unifam Capital, Sequoia Capital India, dan Sofina Ventures SA. Sebelumnya, East Ventures sempat terlibat pada pendanaan awal Lemonilo, tapi kini sudah exit.

Ekspansi luar negeri

Lemonilo dikenal sebagai startup new economy yang memproduksi produk makanan sehat alternatif. Didirikan di 2016 oleh Shinta Nurfauzia, Ronald Wijaya, dan Johannes Ardiant, Lemonilo memanfaatkan platform yang dikembangkan sendiri, baik situs web maupun aplikasi, untuk mendistribusikan dan mempromosikan produknya.

Hingga kini, Lemonilo kini telah meluncurkan lebih dari 40 jenis produk, seperti mie instan, camilan, dan bumbu dapur, yang dijual platform sendiri di lebih dari 200 ribu Point of Sales (POS) di Indonesia, termasuk melalui reseller.

Co-CEO Lemonilo Ronald Wijaya mengungkap bahwa Lemonilo akan tetap fokus menggarap pasar utamanya sambil melakukan inovasi produk-produk baru. Pihaknya akan memperkuat jaringan distribusi Lemonilo untuk mengokohkan posisinya di skala nasional. Hal ini sejalan dengan misi Lemonilo untuk memberikan akses gaya hidup yang lebih sehat kepada masyarakat Indonesia.

“Kami yakini semakin banyak orang ingin hidup lebih sehat, terutama sejak Covid-19 melanda negara kita. Kami harap semakin banyak masyarakat Indonesia yang menerapkan gaya hidup lebih baik melalui produk-produk yang praktis, lezat, dan terjangkau,” tutur Ronald.

Dalam wawancaranya kepada DailySocial.id beberapa waktu lalu, Shinta mengungkap tengah fokus memperkuat jaringan distribusi produk, menambah jumlah tim, dan meluncurkan berbagai produk baru.

Menurut Shinta, Lemonilo ingin mengisi gap pasar antara permintaan produk sehat impor berharga tinggi dengan jumlah perusahaan FMCG yang ada. Lemonilo memastikan produksinya bebas dari lebih dari 100 bahan berpotensi bahaya, seperti pengawet, penguat rasa, dan aneka bahan sintetis, yang kerap ditemukan di banyak produk consumer goods.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 mendorong perubahan konsumsi makanan masyarakat di Indonesia. Mengutip Alinea, survei Femina di awal 2021 mencatat sebanyak 82% dari 300 responden mengubah pola makan selama pandemi. Sementara, 62% di antaranya mengubah pola makan demi menjaga kesehatan.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Seri C, Platform Pembelajaran LingoAce Perluas Cakupan Bahasa Yang Ditawarkan

Akhir tahun 2021 ini platform pembelajaran bahasa Mandarin yang berbasis di Singapura LingoAce mendapatkan pendanaan Seri C. Putaran pendanaan sebesar $105 juta ini dipimpin Sequoia Capital India dan diikuti Owl Ventures, Shunwei Capital, dan SWC Global. Secara total LingoAce telah mengumpulkan pendanaan sebesar $180 juta.

Dana segar akan digunakan untuk melanjutkan misi LingoAce, yaitu membuat pembelajaran bahasa baru menjadi sesuatu yang menyenangkan, mendalam dan interaktif bagi anak-anak.

Selain itu, pendanaan juga akan dipakai untuk mengembangkan tim global dengan perekrutan yang signifikan di wilayah Asia Tenggara, Amerika Serikat dan Eropa, untuk memperkuat pengembangan produk dan kurikulum, serta meningkatkan dukungan penjualan dan pemasaran.

“Dana tersebut juga akan digunakan untuk menumbuhkan tim global dengan perekrutan signifikan yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, Eropa dan Asia Tenggara, untuk memperkuat kurikulum dan pengembangan produk, dan untuk skala penjualan dan dukungan pemasaran,” kata Founder & CEO LingoAce Hugh Yao.

LingoAce menyediakan platform belajar bahasa Mandarin untuk anak usia 4-15 tahun. Pengguna akan diajarkan oleh tutor native speaker yang tersertifikasi dan sudah lolos seleksi dalam mengajarkan bahasa Mandarin untuk anak dan remaja. Tutor ini berasal dari Singapura dan Tiongkok.

Selain LingoAce, platform pembelajaran bahasa secara online di Asia Tenggara lainnya adalah Cakap, LingoTalk, dan Bahaso.

Pertumbuhan bisnis secara global

Resmi meluncur di Indonesia tahun 2020 lalu, LingoAce mengklaim telah mengalami pertumbuhan jumlah pengguna. Pandemi yang mengakselerasi pertumbuhan platform edtech juga dirasakan oleh platform belajar bahasa Mandarin seperti LingoAce.

“Konten dan platform digital inovatif kami telah menciptakan pengalaman online yang berbeda bagi siswa. 60% siswa kami dirujuk ke LingoAce dari siswa dan orang tua yang sebelumnya telah menggunakan LingoAce,” kata Hugh.

LingoAce mengubah cara anak-anak mempelajari bahasa Mandarin dengan menciptakan pengalaman pendidikan yang menarik dan menyenangkan bagi siswa melalui perangkat yang memudahkan orang tua untuk merencanakan, menjadwalkan dan memonitor pembelajaran anak-anaknya.

Di Indonesia, LingoAce mengadakan kelas one-on-one dan small-group secara langsung dengan kualitas terbaik, guru bersertifikat yang dapat memberikan umpan balik dan interaksi secara real-time untuk memberikan yang efektif, pembelajaran yang efisien.

Saat ini ada dua program bahasa Mandarin di Indonesia. Yang pertama ditujukan untuk pelajar yang baru mulai belajar bahasa Mandarin sebagai bahasa kedua dan progam kedua untuk yang lebih mahir. Keduanya didasarkan pada materi pembelajaran bahasa Mandarin yang diakui secara global.

Meskipun sejak awal fokus kepada bahasa Mandarin, perusahaan juga berencana mengembangkan bisnis dengan menghadirkan bahasa Inggris dan membuka peluang pelajaran lainnya untuk memenuhi permintaan pendidikan yang berkelanjutan secara global.

“Kami juga telah meluncurkan penawaran bahasa Inggris kami (aplikasi ACE Early Learning) di Indonesia, dengan rencana untuk memperluas ke seluruh wilayah,” kata Hugh.

Application Information Will Show Up Here

Grab Berinvestasi ke Putaran Seri C Bareksa

Hari ini (25/11), platform investasi Bareksa, Grab, dan OVO mengumumkan komitmennya untuk melakukan kolaborasi lebih dalam. Dalam kesempatan ini turut diumumkan, Grab telah masuk ke putaran pendanaan seri C Bareksa. Kendati demikian, tidak disebutkan lebih detail mengenai nominal dan investor lain yang terlibat. Adapun putaran ini dikatakan telah ditutup sejak Oktober 2021 lalu.

Disampaikan juga, bahwa putaran investasi ini menjadi kelanjutan dari pendanaan seri B sebelumnya yang diraih Bareksa 2 tahun lalu. Kala itu OVO juga turut menjadi salah satu investor, dengan dukungan sejumlah angel investor.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, “Investasi kami di Bareksa memperkuat bisnis jasa keuangan di Indonesia dan mempertegas komitmen Grab Indonesia dalam mendorong perkembangan ekosistem startup. Dengan sinergi ini, kami juga berencana menawarkan peluang kepada mitra dan pengguna kami untuk berpartisipasi di pasar modal melalui platform Bareksa.”

Melalui sinergi ini, Bareksa akan mendapatkan akses ke pengguna dan mitra Grab, menawarkan mereka peluang investasi dengan pembayaran yang ditangani oleh OVO, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.

“Pendanaan Grab ke Bareksa ini akan semakin mengukuhkan keberadaan Bareksa sebagai marketplace reksa dana online terintegrasi pertama di Indonesia yang berhasil menjadi platform e-investasi pilihan masyarakat melalui penawaran produk dan layanan investasi yang berkualitas, aman dan beragam,” sambut Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra.

“Sinergi OVO-Bareksa telah membuktikan bahwa kolaborasi dan inovasi antara platform pembayaran digital dan wealthtech memiliki dampak positif yang riil dalam perluasan layanan pasar modal. Fitur OVO | Invest yang pertama kali diluncurkan di awal tahun 2021 dengan didukung Bareksa, kini telah berkembang dalam menawarkan produk reksa dana baik yang berbasis konvensional maupun syariah, telah berhasil menggaet ratusan ribu nasabah baru,” lanjut CEO OVO Jaygan Fu Ponnudurai.

Inisiatif Grab, Bareksa, OVO, dan BenihBaik

Dalam kesempatan yang sama, diumumkan juga inisiatif #ThREEforGood yang dijalankan bersama platform crowdfunding BenihBaik. Melalui program ini Grab, OVO, dan Bareksa akan mendonasikan 0,5% dari nilai transaksi dari setiap pembelian produk investasinya untuk disalurkan ke anak yatim piatu akibat Covid-19.

Di kesempatan tersebut Neneng juga mengonfirmasi adanya investasi dari Grab untuk BenihBaik. Dinakhodai oleh Andy F. Noya, BenihBaik menjadi platform penggalangan dana yang fokus untuk misi sosial. Dikabarkan BenihBaik juga telah mendapatkan pendanaan tahap awal dari Alpha JWC Ventures.

Jika ditelisik lebih dalam, keempat perusahaan saat ini memang memiliki ikatan strategis melalui investasi Grab. Bahkan untuk Bareksa-OVO lebih dalam lagi, mengingat saat ini Karaniya juga menjabat sebagai President OVO.

Application Information Will Show Up Here

OnlinePajak Galang Pendanaan Seri C, Sejauh Ini Kumpulkan Rp243 Miliar dari Visa, Tencent, dan Sejumlah Investor

Startup SaaS perpajakan OnlinePajak dikabarkan tengah menggalang dana Seri C. Berdasarkan data yang kami peroleh, Tencent, Altos Korea, dan Warburg Pincus telah masuk sejak Juli 2021. Terbaru, per November 2021, Visa turut andil memberikan investasi senilai $5 juta. Total dana yang sudah terkumpul di putaran ini mencapai $17 juta atau setara 243 miliar Rupiah.

Sebelumnya, perusahaan telah mengumumkan pendanaan seri B senilai $25 juta pada Oktober 2018. Pendanaan ini dipimpin Warburg Pincus, dengan dukungan Global Innovation Fund (GIF) dan Endeavor Catalyst. Investor sebelumnya seperti Alpha JWC Ventures, Sequoia India, dan Primedge turut berpartisipasi. Sementara pendanaan seri A mereka berhasil mengumpulkan dana $3,5 juta di awal 2018.

Perjalanan pendanaan OnlinePajak / DailySocial.id

Diperkirakan, dengan perolehan investasi tersebut, valuasi OnlinePajak telah mencapai $184 juta atau sekitar 2,6 triliun Rupiah. Sebelumnya OnlinePajak telah mengklaim status unicorn di sebuah kesempatan temu media. Kami sudah mencoba menghubungi pihak terkait untuk keterangan lebih lanjut, namun belum mendapatkan respons.

Layanan dan kompetisi pasar

Hadir sebagai layanan SaaS untuk bisnis, saat ini OnlinePajak menyajikan beberapa layanan yang dikemas dalam tiga  kategori produk utama: Invoice, Payroll, dan Lainnya. Di dalam sub-layanan Invoice terdapat beragam fitur seperti hitung/setor/lapor PPn dan PPh, pembuatan buku potong, faktur, validasi NPWP, dan lainnya.

Menu Payroll terkait fitur penggajian, termasuk pajak PPh 21, perhitungan gaji, dan slip gaji. Lalu di kategori Lainnya terdapat kanal untuk pembayaran, pelaporan, termasuk untuk pajak pribadi. Mereka juga mengoperasikan layanan PajakPay untuk memudahkan proses pembayaran pajak. Tersedia juga sejumlah layanan berbasis API untuk integrasi layanan dengan pihak mitra.

Sejumlah startup telah mengembangkan layanan serupa. Untuk kepengurusan perpajakan bisnis, sejauh ini ada beberapa startup yang turut bermain di segmen tersebut, di antaranya HiPajak, Pajak.io, Catapa, Fast-8, dan Mekari.

Kendati demikian, jika meninjau dari beberapa statistik, posisi OnlinePajak sebagai layanan pengelolaan pajak memang lebih tinggi dari lainnya. Berdasarkan statistik kunjungan situs, situs OnlinePajak menempati peringkat pertama di kategori Finance (Accounting and Auditing).

Perbandingan trafik situs OnlinePajak dengan Mekari / SimilarWeb

Ukuran pasar

Menurut data Fortune Business Insight, ukuran pasar perangkat lunak manajemen pajak telah mencapai $5,24 miliar pada tahun 2018 secara global. Angka tersebut diproyeksikan meningkat menjadi $11,19 miliar pada 2026 dengan CAGR 10,4%.

Pada dasarnya sifat layanan tersebut membantu bisnis atau perusahaan untuk melakukan pengelolaan pajak. Kendati demikian, seperti di Indonesia, semua proses sebenarnya bisa dilakukan secara mandiri. Bahkan di kalangan korporasi, biasanya mereka memiliki konsultan khusus yang fokus melakukan advokasi pajak.

Segmen UMKM mungkin bisa menjadi sasaran utama. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada tahun 2019, kontribusi PPh final UMKM baru berkisar Rp7,5 triliun, atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan di tahun yang sama sebesar Rp711,2 triliun.

Namun demikian, menurut MSME Empowerment Report 2021 yang dirilis DSInnovate, layanan pengelolaan pajak digital belum banyak diminati. Hal tersebut dikarenakan urusan perpajakan dinilai belum menjadi pain point utama mereka saat ini, dibandingkan faktor lain seperti distribusi produk, modal, dan logistik.

Layanan digital yang saat ini banyak digunakan UMKM / DSInnovate
Application Information Will Show Up Here

“Love, Bonito” Tutup Pendanaan Seri C, Perkuat Omnichannel dan Ekspansi Internasional

Startup direct-to-customer (DTC) asal Singapura “Love, Bonito” mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta (lebih dari 700 juta Rupiah) yang dipimpin Primavera Capital Group, firma investasi global dengan portofolio Alibaba; ByteDance, Yum China, dan Mead Johnson China, dengan partisipasi dari Ondine Capital dan Adastria. Investasi ini menjadi portofolio pertama Primavera untuk startup di Asia Tenggara.

Startup yang fokus pada produk fesyen perempuan ini berencana menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat strategi omnichannel dan meningkatkan ekspansi internasional di pasar utama demi mengejar pertumbuhan tiga digit secara yoy. Pasar-pasar utama ini termasuk Hong Kong, Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat.

Di pasar existing, seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia, Love, Bonito akan menggandakan strategi omnichannel-nya. Sementara di pasar lain, seperti Hong Kong, Jepang, Filipina dan AS akan mulai ekspansi omnichannel, vertikal bisnis baru, penguatan keterlibatan komunitas lokal dan kolaborasi utama, serta pengoptimalan pengalaman pengguna yang berkelanjutan.

“Saya lebih bersemangat dari sebelumnya untuk apa yang akan terjadi dalam dekade berikutnya. Pertumbuhan yang kami lihat hari ini tidak akan terjadi tim yang secara konsisten berusaha untuk mendukung perempuan di berbagai musim kehidupan mereka. Berada di bisnis perempuan telah menjadi misi kami sejak hari pertama, dan kami akhirnya bertualang di luar mode untuk mendukung penawaran kami,” ucap Co-founder Love, Bonito Rachel Lim.

Love, Bonito dikenal sebagai brand fesyen terpopuler ke-6 di Singapura, mampu bersaing dengan brand internasional lainnya. Perusahaan telah beroperasi dan memiliki tim di empat negara lainnya, di antaranya Malaysia, Kamboja, Indonesia, dan Filipina.

Dalam model bisnisnya, perusahaan memanfaatkan strategi omnichannel, yang menggabungkan pengalaman belanja online (lewat aplikasi dan situs) dan offline (memiliki gerai). Serta, menawarkan pilihan produk fesyen yang telah disesuaikan dengan postur tubuh orang Asia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (27/10), CEO Love, Bonito Dione Song menjelaskan strategi omnichannel yang diterapkan mampu membuat gerak perusahaan lebih fleksibel dalam berinovasi dan meluncurkan kategori produk baru seperti baju anak, loungewear, intimates, dan sepatu, meski industri ritel pada umumnya terkena dampak Covid-19.

Dalam setahun belakangan, sambungnya, perusahaan fokus pada ekspansi internasional yang terbukti mampu tumbuh secara positif. Di pasar global, di luar Singapura, sebanyak 50% bisnis datang dari situs online. Hingga saat ini, telah mencapai pertumbuhan keseluruhan lebih dari 120% yoy di pasar internasional, dan pertumbuhan keseluruhan 208% untuk penjualan online.

Perusahaan percaya komunitas diaspora Asia memiliki potensi yang sangat tinggi, terutama di AS, di mana pertumbuhan pendapatan online melebihi 1.200% yoy pada September 2021. 

Song pun turut membeberkan kinerja perusahaan selama setahun belakangan. Pendapatan tumbuh 62% secara yoy pada semester I 2021 dan EBITDA margin tumbuh 2% pada periode yang sama. “Kami berhasil menjadi startup DTC nomor satu terbesar di Asia Tenggara,” ucap Song.

Dia merinci lebih jauh dana segar yang telah didapat ini akan digunakan sebagian besar untuk melancarkan aksinya ekspansi internasional. Strategi yang akan dilakukan adalah mempercepat brand awareness dan bangun komunitas, berinvestasi dalam membentuk tim internasional, memperdalam kehadiran omnichannel di pasar inti dan pasar yang lebih baru, memenangkan pengalaman konsumen melalui strategi lokalisasi.

Dicontohkan, di Amerika Serikat misalnya, perusahaan akan memulai strategi awal omnichannel dengan membuat pop up store di kota inti, seperti California dan New York, dan merekrut tim agar lebih serius dan mendapat traksi. Strategi yang sama juga akan dilakukan untuk pasar di Hong Kong dan Filipina.

Tak hanya itu, Love, Bonito berencana untuk memperkaya katalog produknya dengan masuk ke kategori baru, seperti olahraga, sepatu, dan aksesoris; masuk ke kategori wellness; dan, memperkuat ekosistem dan pendukung, komunitas (LBCommunity+), dampak sosial (LBCreate, ESG), personalisasi dan konten (LiBrary). Beberapa produk di atas menurut Song akan hadir pada tahun depan.

Active wear market saat ini tumbuh sangat baik, banyak brand lokal yang sudah masuk ke sana. Tapi unique value yang kami tawarkan itu selalu mengacu pada tiga hal, yakni Asian-centric, female-centric untuk desain pakaian, dan selalu membangun komunitas yang kuat.”

Manfaatkan penuh data science

Komunitas menjadi bagian penting dalam perjalanan Love, Bonito yang sudah berdiri sejak 2005. Dalam catatan perusahaan, sebanyak 32% konsumen yang diakuisisi perusahaan pada 10 tahun yang lalu masih berbelanja di Love, Bonito. Selain itu, tingkat retensi pelanggan tahunan lebih dari 65% alias lebih tinggi dari rata-rata industri fesyen sebesar 23%.

“Oleh karena itu, kami meluncurkan LBCommunity+ pada Juni 2020 untuk lebih menghargai pelanggan yang telah bersama kami. Terhitung, hampir 300k anggota di berbagai tingkatan hingga saat ini telah bergabung.”

Tak hanya itu, dari sisi pemanfaatan teknologi data science juga turut menopang proses bisnis Love, Bonito agar lebih efisien dan dapat menciptakan pesanan baru. Dijelaskan, perusahaan memanfaatkan desain fesyen algoritma melacak lebih dari 100 SKU desain untuk meningkatkan kekuatan prediktif demi menciptakan desain terbaik.

Kemudian, bekal data yang kaya dan kontekstual, mampu membuat Love, Bonito memiliki gudang data “source of truth” tunggal yang melacak miliaran titik data selama 11 tahun terakhir, dan journey pelanggan melalui integrasi data omnichannel dengan 85% pelanggan terlacak. Terakhir, customer intelligence berupa analitik canggih real time dan loop umpan balik yang mendorong retensi sutomer, serta machine learning untuk mengotomatisasi segmentasi dan personalisasi pelanggan.

Data science sangat membantu kami dalam menemukan titik akurasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Konsumen akan mendapat rekomendasi item yang lebih akurat sesuai personalisasi mereka,” tutup Song.

Xendit’s Latest Funding of 2.1 Trillion Rupiah Confirms Its Unicorn Status

Xendit announced the series C funding of $150 million or equivalent to 2.1 trillion Rupiah. This round also settled the company’s valuation above $1 billion and made Xendit the next “unicorn” startup in Indonesia.

The investment was led by Tiger Global Management with the participation of a series of investors, including Accel, Amasia, and Goat Capital. With this fresh funding, Xendit plans to innovate on its product range, aiming expansion to selected countries in Southeast Asia.

The Xendit fintech platform has started to be available in the Philippines. To solidify its debut, the company recently invested in local payments startup, Dragonpay.

“We are seeing a major shifting to digital that almost all businesses, from small shop owners on Instagram, to the largest companies in Indonesia [..] Xendit’s digital payments infrastructure allows businesses to receive payments faster,” Xendit’s Founder & CEO, Moses Lo said.

Previously, Xendit closed its $64.6 million Series B funding round in March 2021 and was led by Accel. With this latest funding, they have raised IDR 3.4 trillion ($238 million) in total since the first round in 2015.

“Xendit recorded a total payout volume increase of more than 200% yoy in Indonesia and the Philippines, continuing our growing track record by more than 10% month-on-month, since our debut. Our new unicorn status will help strengthen the core mission as our guide,” Xendit’s Co-Founder & COO, Tessa Wijaya added.

Beyond fintech

Xendit’s core solution is a payment gateway, enabling businesses to have a digital payment infrastructure, either integrated into the backend system (for example in e-commerce or other services such as online travel) or used directly through the provided application (for example for social commerce).

Realizing the huge potential of MSMEs in Indonesia, Xendit is also developing SaaS products to help micro-small businesses digitize business processes, beyond pure fintech products. Most recently, they provide a product inventory service to make it easier for business owners to synchronize between online platforms for sales.

Additional capital will also be channeled to increase Xendit’s penetration into the MSME segment. Various specific features and services will be rolled out, in addition to strengthening the capabilities of existing products such as capital loans, chargeback insurance, to fraud prevention.

“Xendit’s digital payment infrastructure which designed specifically for Southeast Asia is now the new standard for the financial industry in the region. By providing a reliable and secure payment gateway, Xendit has paved the way to a digital economy for businesses,” Tiger Global Management’s Partner, Alex Cook said.

On the other hand, Xedit also has a special product Instamoney, as an API service to help businesses provide remittance features. Several platforms have used this system, such as Wise and MoneyGram.

Indonesia’s unicorn

Looking at the startup ecosystem in Indonesia today, it seems that in the future we will continue to welcome a new generation of unicorns. One of the reason is that there are dozens of startups with centaur valuations – while global and local investors are also increasingly eager to inject their funds.

Based on our data, there are currently a total of 10 startups have been confirmed as unicorns. Several players have the potential to follow in the near future with valuations above $500 million, including SiCepat, Kopi Kenangan, Ruangguru, and Akulaku.

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo* $2,5 miliar
Xendit ~$1 miliar

*assuming the merger process to go public via SPAC has been completed


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapat Pendanaan Baru 2,1 Triliun Rupiah, Xendit Sandang Status “Unicorn”

Xendit mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $150 juta atau setara 2,1 triliun Rupiah. Putaran ini sekaligus mengokohkan valuasi perusahaan di atas $1 miliar dan menjadikan Xendit sebagai startup “unicorn” selanjutnya di Indonesia.

Investasi ini dipimpin oleh Tiger Global Management dengan partisipasi sejumlah investor, yaitu Accel, Amasia, dan Goat Capital. Dengan dana segar ini, Xendit berencana untuk terus melakukan inovasi pada jajaran produknya, dengan tujuan ekspansi ke negara-negara terpilih di Asia Tenggara.

Platform fintech Xendit juga sudah mulai dijajakan ke Filipina. Untuk mantapkan debutnya, perusahaan belum lama ini berinvestasi ke Dragonpay selaku startup pembayaran setempat.

“Kami sedang melihat pergeseran besar-besar ke ranah digital yang dilakukan hampir semua pelaku usaha, baik pemilik toko kecil di Instagram, sampai perusahaan-perusahaan terbesar di Indonesia [..] Infrastruktur pembayaran digital Xendit memungkinkan para pelaku usaha untuk dapat menerima pembayaran dengan lebih cepat,” ujar Founder & CEO Xendit Moses Lo.

Sebelumnya Xendit telah menutup putaran pendanaan seri B senilai  $64,6 juta pada Maret 2021 lalu dipimpin Accel. Dengan perolehan baru ini, secara total mereka telah mengumpulkan dana Rp3,4 triliun ($238 juta) sejak ronde awal di tahun 2015.

“Xendit mencatatkan peningkatan total volume pembayaran lebih dari 200% yoy di Indonesia dan Filipina, melanjutkan rekam jejak kami yang tumbuh lebih dari 10% dari bulan-ke-bulan, sejak awal pendirian. Status baru kami sebagai unicorn akan membantu memperkuat misi yang sejak awal menjadi pegangan kami,” imbuh Co-Founder & COO Xendit Tessa Wijaya.

Beyond fintech

Solusi utama Xendit adalah payment gateway, memungkinkan pebisnis memiliki infrastruktur pembayaran digital, baik yang diintegrasikan ke backend sistem (misalnya di e-commerce atau layanan lain seperti online travel) maupun digunakan langsung melalui aplikasi yang disediakan (misalnya untuk social commerce).

Menyadari besarnya potensi UMKM di Indonesia, saat ini Xendit juga turut mengambangkan produk SaaS untuk membantu pebisnis mikro-kecil untuk melakukan digitalisasi proses bisnis, di luar produk fintech murni. Teranyar, mereka menghadirkan layanan inventori produk untuk memudahkan pemilik usaha melakukan sinkronisasi antarplatform online untuk penjualan.

Modal tambahan yang didapat turut dikatakan akan difokuskan untuk meningkatkan penetrasi Xendit ke segmen UMKM. Berbagai fitur dan layanan yang spesifik akan digulirkan, di samping menguatkan kapabilitas produk yang sudah ada seperti  pinjaman modal, asuransi tolak bayar, sampai pencegahan penipuan.

“Infrastruktur pembayaran digital Xendit yang dirancang khusus untuk Asia Tenggara, kini menjadi standar baru untuk industri finansial di kawasan ini. Dengan menyediakan payment gateway yang andal dan aman, Xendit telah membuka jalan menuju ekonomi digital bagi para pelaku bisnis,” kata Partner Tiger Global Management Alex Cook.

Di sisi lain Xedit juga memiliki produk khusus Instamoney, sebagai layanan API untuk membantu bisnis menghadirkan fitur remitansi. Beberapa platform yang telah menggunakan sistem tersebut seperti Wise dan MoneyGram.

Unicorn di Indonesia

Melihat ekosistem startup di Indonesia saat ini, rasanya dalam beberapa waktu mendatang kita masih akan terus menyambut generasi baru unicorn. Pasalnya, saat ini startup bervaluasi centaur pun jumlahnya sudah puluhan – sementara investor global dan lokal juga makin bersemangat untuk menyuntikkan dananya.

Dari data yang kami miliki, saat ini total ada 10 startup yang terkonfirmasi sebagai unicorn. Beberapa pemain berpotensi menyusul dalam waktu dekat dengan kepemilikan valuasi di atas $500 juta, seperti SiCepat, Kopi Kenangan, Ruangguru, dan Akulaku.

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak ~$3 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
Kredivo* $2,5 miliar
Xendit ~$1 miliar

* dengan asumsi telah menyelesaikan proses merger untuk selanjutnya go-public via SPAC

Dekoruma Announces 216.8 Billion Rupiah Funding, to Reach Positive EBITDA and Plans for IPO

Dekoruma announces series C1 funding worth of $15 million or equivalent to 216.8 billion Rupiah. Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, and several previous stage investors are participated in this round, including Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, and Foundational. The additional capital will be used for the expansion of the Experience Center outside Jakarta and product/service development.

“The current focus is to grow our business and achieve positive EBITDA by the end of 2022. Furthermore, we will prepare for an IPO around the end of 2023,” Dimas said.

Previously, the company announced a pre-series C round in May 2020 with the participation of InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundational, OCBC NISP Ventura, and Skystar Ventures. Participated also investors from the previous round.

Dekoruma has received series A funding from Skystar Capital, Beenext, and Convergence Ventures in 2016. Moreover, in 2018, they secured a million dollar series B round led by Global Digital Niaga (Blibli) and AddVentures.

O2O Concept

Salah satu Experience Center milik Dekoruma / Dekoruma
One of Dekoruma’s experience center / Dekoruma

Debuted in 2016, Dekoruma was originally an online marketplace platform for furniture products. Along with its development, they are now trying to connect consumers with furniture traders, interior designers, contractors, to property developers.

In 2019, they started expanding its business model with an online to offline (O2O) approach. With the distribution of Experience Centers in various cities, the company said to manage 2x productivity per square meter, including reducing acquisition costs and increasing online purchases in related cities.

“The products and ecosystem we have built have eliminated the inefficiencies that blocked the industry. This means more affordable products and highly transparent services for our customers and partners. We will improve by expanding our business beyond Jakarta and adding more partners and property developers,” Dekoruma’s Co-founder & CEO, Dimas Harry Priawan said.

From the current statistics, Dekoruma has served more than 1 million customers, with more than 5 thousand designer and contractor partners covering tier-1 and tier 2 cities. It is also claimed that over the last 18 months revenue has increased by 3x. The next target will be to expand to 8 new cities within 2 years.

The latest release

On the Dekoruma platform, users are currently provided with proptech services in the form of listing property products (apartments/houses). Dimas said, the MVP for this product has been started since the end of 2019. Apart from being a request for property developer partners, this feature is also based on several problems that according to them are still often encountered in the local property market, the imbalance quality of property agents and the less transparent home buying process.

“Unlike markets in other countries such as America and Singapore, there is no specific regulation regarding Property Agents. Everyone can become a property agent, but not necessarily they know about details such as contracts, legalities, and processes. In here, all of our agents will go through strict training and control processes, assisted by our application that has been running for almost 2 years to provide good and consistent service,” he said.

In addition, Dekoruma also launched NOMA, an interior design management system. Currently, the application has been used by 5 thousand users from interior designers and architects in their network. “NOMA is like The Sims, where users can design a room using a catalog of goods from the Dekoruma marketplace platform. It can provide price transparency and availability of goods,” Dimas explained.

This platform also bridges business processes when there are social restrictions due to the pandemic. Customers can discuss with designers virtually via NOMA. The only physical meeting before the construction process is when customers visit the Dekoruma Experience Center to feel, and touch the various materials and products firsthand.

Future plans

According to the report, the global furniture products market size has reached $64.08 billion in 2021 and is projected to grow to 81.45 billion by 2025 at a CAGR of 9.09%. Studies in the United States, 40% of growth has been contributed from the online segment. It is certainly a wide potential for all countries, including Indonesia.

Regarding market share, Dekoruma specifically targets the middle-class with an age ranging from 26 to 38 years. Without mentioning further details, the furniture products that have experienced a rapid increase are sofa-beds and home offices. The demand for kitchen sets has also been observed to increase sharply on the platform.

The large market potential and solid business model have strengthened the company to prepare for the next strategic step. Regarding the IPO, Dimas said, “We have a healthy, growing business and provide value creation for Indonesia’s home living ecosystem. The IPO can provide us with a stronger foundation for us to become a bigger and better company.”

There is not much information yet to share about the IPO, including its location whether on local exchanges or the United States. Dimas said that his team is currently conducting a study for further consideration.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dekoruma Umumkan Pendanaan 216,8 Miliar Rupiah, Segera Capai EBITDA Positif dan Rencanakan IPO

Dekoruma mengumumkan perolehan pendanaan seri C1 senilai $15 juta atau setara 216,8 miliar Rupiah. Investor yang terlibat adalah Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, dan beberapa investor tahap sebelumnya termasuk Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, serta Foundamental. Modal tambahan akan digunakan untuk perluasan Experience Center di luar Jakarta dan pengembangan produk/layanan.

“Fokus kami sekarang adalah mengembangkan bisnis kami dan mencapai EBITDA positif pada akhir 2022. Kemudian, kami akan bersiap untuk IPO sekitar akhir 2023,” lanjut Dimas.

Sebelumnya perusahaan mengumumkan putaran pra-seri C pada Mei 2020 lalu dengan partisipasi InterVest Star SEA Growth Fund 1, Foundamental, OCBC NISP Ventura, dan Skystar Ventures. Investor dalam putaran sebelumnya juga turut berpartisipasi.

Dekoruma juga mendapatkan pendanaan seri A dari Skystar Capital, Beenext, dan Convergence Ventures pada tahun 2016. Kemudian di pada putaran seri B pada athun 2018, mereka bukukan dana jutaan dolar yang dipimpin Global Digital Niaga (Blibli) dan AddVentures.

Konsep O2O

Salah satu Experience Center milik Dekoruma / Dekoruma
Salah satu Experience Center milik Dekoruma / Dekoruma

Debut pada tahun 2016, Dekoruma awalnya adalah platform online marketplace untuk produk furnitur. Seiring perkembangannya, kini mereka mencoba menghubungkan konsumen dengan pedagang perabotan, desainer interior, kontraktor, hingga pengembang properti.

Di tahun 2019, mereka mulai menguatkan model bisnis dengan pendekatan online to offline (O2O). Dengan persebaran Experience Center di berbagai kota, perusahaan mengatakan berhasil mendapatkan produktivitas 2x lipat per meter persegi, termasuk mengurangi biaya akuisisi dan meningkatkan pembelian online di kota terkait.

“Produk dan ekosistem yang kami bangun telah menghilangkan inefisiensi yang mengganggu industri. Ini berarti produk yang lebih terjangkau dan layanan sangat transparan yang disukai pelanggan dan mitra kami. Kami akan meningkatkan dengan memperluas bisnis kami di luar Jakarta dan bermitra dengan lebih banyak mitra dan pengembang properti,” ujar Co-founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan.

Dari statistik yang disampaikan, saat ini Dekoruma telah melayani lebih dari 1 juta pelanggan, dengan lebih dari 5 ribu mitra desainer dan kontraktor mencakup di kota tier-1 dan tier 2. Diklaim juga selama 18 bulan terakhir pendapatan telah meningkat 3x lipat. Target berikutnya mereka akan hadir ke 8 kota baru dalam 2 tahun ke depan.

Produk baru

Di platform Dekoruma, saat ini pengguna juga disajikan dengan layanan proptech berupa listing produk properti (apartemen/rumah). Dimas mengatakan, MVP untuk produk ini sudah dimulai sejak akhir tahun 2019. Selain menjadi permintaan mitra pengembang properti, fitur ini juga didasari atas beberapa permasalahan yang menurut mereka masih sering ditemui di pasar properti lokal, yakni kualitas agen properti yang tidak seragam dan proses pembelian rumah yang kurang transparan.

“Berbeda dengan pasar di negara lain seperti Amerika dan Singapura, belum ada regulasi khusus mengenai Agen Properti. Setiap orang bisa menjadi agen properti, namun belum tentu mereka tahu mengenai detail seperti kontrak, legalitas, dan proses. Di sini, semua agen kami akan melalui pelatihan dan proses kontrol yang ketat, dan dibantu dengan aplikasi kami yang sudah berjalan hampir 2 tahun dapat memberikan layanan yang baik dan konsisten,” ujarnya.

Selain itu Dekoruma juga meluncurkan NOMA, sebuah sistem manajemen desain interior. Saat ini aplikasi tersebut telah digunakan 5 ribu pengguna dari kalangan desainer interior dan arsitek di jaringan mereka. “NOMA itu seperti permainan The Sims, di mana pengguna dapat mendesain ruangan menggunakan katalog barang dari marketplace platform Dekoruma. Ini dapat memberikan transparansi harga dan ketersediaan barang,” terang Dimas.

Platform ini juga menjembatani proses bisnis saat ada pembatasan sosial akibat pandemi. Pelanggan bisa berdiskusi dengan desainer secara virtual lewat NOMA. Satu-satunya waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan fisik sebelum proses konstruksi adalah ketika pelanggan mengunjungi Dekoruma Experience Center untuk merasakan, merasakan, dan menyentuh langsung berbagai material dan produk.

Rencana berikutnya

Menurut laporan, ukuran pasar produk furnitur secara global telah mencapai $64,08 miliar pada tahun 2021 dan diproyeksikan tumbuh sampai 81,45 miliar pada 2025 mendatang dengan CAGR 9.09%. Studi di Amerika Serikat, 40% pertumbuhan telah disumbangkan dari segmen online. Potensinya tentu terbuka lebar untuk semua negara, termasuk Indonesia.

Terkait pangsa pasar, Dekoruma sendiri secara spesifik menargetkan kalangan middle-class dengan rentang usia 26 s/d 38 tahun. Kendati tidak menyebutkan angka rinci, sejauh ini produk furnitur yang mengalami peningkatan pesat adalah sofa-bed dan home office. Permintaan kitchen set juga terpantau meningkat tajam di platform.

Potensi pasar yang besar dan model bisnis yang solid memantapkan perusahaan untuk menyiapkan langkah strategis berikutnya. Terkait IPO, Dimas mengatakan, “Kami memiliki bisnis yang sehat, berkembang dan memberikan value creation bagi ekosistem home living Indonesia. IPO dapat memberikan landasan yang lebih kuat kami agar kami menjadi perusahaan yang lebih besar dan baik.”

Soal IPO belum banyak yang bisa dibagikan, termasuk kaitannya melantai di bursa lokal atau Amerika Serikat. Dimas menyebutkan, saat ini pihaknya masih melakukan studi untuk pertimbangan lebih lanjut.

Application Information Will Show Up Here

Cermati Scores Series C Funding Led by MDI Ventures; It’s Now a Holding Company

Financial product aggregator startup Cermati announced an undisclosed series C funding led by MDI Ventures, through the Centauri Fund. Also participated in this round the previous investors which led the series B round in 2018, Djarum Group through Central Capital Ventura (CCV).

The fresh funds is said to be used to develop products and technology, recruit new talents, and provide new services with the embedded fintech strategy. Along with MDI Ventures, CFG will synergize with the Telkom Group network to develop financial products.

In today’s official statement (5/5), MDI Ventures’ CEO, Donald Wihardja expressed his enthusiasm for the synergy between Cermati and Telkom in developing products that can provide financial access to 150 million telecommunication network users and hundreds of fintech uses throughout Telkom’s network. “This hold the potential to play an important role in accelerating Indonesia’s financial inclusion,” Donald said.

On this occasion, also introducing Cermati as a holding company named Cermati Fintech Group (CFG) which oversees a number of business verticals, Cermati.com (financial product aggregator), Cermati Protect (insurtech), and Indodana (fintech lending). CFG leverages big data and AI technology to serve the underserved in Indonesia by developing microfinance and insurance products.

Separately reached by DailySocial, Cermati’s Co-Founder & CEO, Andhy Koesnandar explained, CFG is the company’s vehicle to accelerate financial inclusion in Indonesia. He believes that by using technology and working with large ecosystem partners, he can reach more underbanked people and get acquainted with financial products which previously not engaged with banking and insurance institutions.

“Since 2018 we have started to develop the micro insurance and micro finance business to be able to reach a wider Indonesian community,” he said.

Cermati’s flagship product is a financial product aggregator that has been operating since 2015. Andhy said the product has successfully enriched Cermati’s experience in developing digital onboarding products for banking partners, insurance and other financial institutions, through the components of API, Fraud Detection, Credit Scoring, and e- KYC which has become the standard in banking. “This experience provides capital for us to continue to develop new business lines at CFG.”

Amid the pandemic, without any specific details, Cermati has captured the public’s enthusiasm for digital financial services, which also increased as many people migrated to digital services for all activities, including their financial needs.

In terms of insurtech, Cermati Protect has now collaborated with more than 30 insurance company partners. The insurance products also vary, ranging from health insurance, vehicles and also micro insurance products that are distributed through big e-commerce players such as Shopee, Bukalapak, Blibli, Tiket and so on.

“Particularly for this micro product, we are working with our partners to build products that are suitable for the context of transactions with low prices starting from Rp1,000 to help people benefit from insurance at very affordable prices.”

Meanwhile, Indodana has distributed BNPL (Buy Now Pay Later) products to various e-commerce players. One of them is through the Djarum Group, Tiket.com and Blibli. Indodana is more focused on targeting consumers without access to credit card. Both Cermati Protect and Indodana are registered and licensed by the OJK.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here