Startup Social Commerce Grupin Dapat Pendanaan 42 Miliar Rupiah Dipimpin Surge

Startup pengembang platform social commerce “Grupin” mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal senilai $3 juta atau setara 42 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India. Turut terlibat juga Skystar Capital dan East Ventures. Grupin merupakan bagian dari kohort keenam dari program akselerator Surge.

Grupin didirikan oleh Kevin Sandjaja dan Ricky Christie pada bulan Januari 2021. Kevin sendiri sebelumnya dikenal sebagai CEO Pegipegi.

Layaknya aplikasi social commerce yang sudah ada, Grupin menawarkan pengalaman belanja berbasis komunitas kepada konsumen secara kolektif, tujuannya untuk mendapatkan penawaran harga yang lebih baik. Barang yang disediakan seputar kebutuhan sehari-hari seperti sembako, perlengkapan dapur, produk bayi, sampai elektronik. Untuk saat ini layanan tersebut baru tersedia untuk area Jabodetabek dan Bandung.

“Dengan menjamurnya e-commerce, terutama sejak awal pandemi, konsumen menginginkan pengalaman berbelanja yang berbeda, namun juga memiliki aspek yang mereka temukan secara offline, yaitu pengalaman yang bukan hanya memberikan produk dengan harga kompetitif, namun juga memiliki interaksi sosial. Di Grupin, kami menawarkan pengalaman belanja tersebut, yang sangat menarik bagi pelanggan di Indonesia, karena memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai gotong royong, yaitu bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama,” ujar Co-Founder Grupin Kevin Sandjaja.

Ia melanjutkan, “Kami tidak hanya memberikan nilai yang lebih besar kepada pelanggan untuk uang mereka, tetapi juga memungkinkan produsen, UMKM, dan juga petani untuk menjangkau konsumen baru. Dengan pendanaan ini, kami berencana untuk memperkuat tim kami dan memperluas jaringan kerja sama dengan produsen baik di dalam maupun di luar Indonesia.”

Cara kerja Grupin

Untuk menggunakan layanan ini, setelah mengunduh aplikasi dan mendaftarkan diri di dalamnya, pengguna dapat memilih barang yang dibutuhkan. Kemudian, pengguna diminta untuk mengajak teman untuk bergabung di grup dengan cara membagikan tautan khusus. Setelah grup tersebut memenuhi syarat minimal jumlah orang, produk tersebut dapat dibeli dan akan dikirim ke alamat rumah masing-masing anggota.

Setiap penawaran barang memiliki ketentuan jumlah anggota grup yang berbeda-beda. Grupin juga menyediakan fitur penawaran yang selalu disesuaikan berdasarkan lokasi, perilaku penelusuran, preferensi pembelian, dan daya beli.

“Selain itu, pelanggan dapat berbagi penawaran dan produk terbaik dengan teman dan keluarga mereka di dalam aplikasi itu sendiri, memberikan pengalaman berbelanja yang unik yang memiliki nuansa aspek sosial yang berbeda dari apa ditawarkan oleh beberapa platform e-commerce lainnya,” imbuhnya.

Model bisnis pembelian kolektif

Grupin bukan yang pertama memainkan model bisnis e-commerce dengan konsep pembelian kolektif. Sebelumnya startup lainnya juga sudah memiliki fitur serupa, sebut saja Kitabeli. Terakhir KitaBeli sudah merampungkan pendanaan seri A senilai lebih dari $10 juta didukung Go-Ventures, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Model bisnis ini diyakini cocok dengan pasar Indonesia, khususnya untuk menyasar pengguna di daerah tier-2 dan 3. Model belanja kolektif ini turut dapat menjaring kalangan konsumen yang belum familiar untuk melakukan belanja secara online. Selain itu, kuatnya jaringan komunitas antartetangga di daerah-daerah dinilai cocok untuk pembelian kolektif seperti ini – apalagi bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau.

Ini adalah satu dari beberapa model bisnis yang dapat diaplikasikan social commerce. Model lain adalah kemitraan, memungkinkan pengusaha mikro [individual] untuk memiliki usaha jualan tanpa harus memiliki modal besar untuk stok barang. Beberapa startup yang bermain di ranah ini adalah Evermos dan RateS.

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Secures 58 Billion Rupiah Series A Funding

Healthtech startup Klinik Pintar announced the series A funding of $4.15 million or around 58 billion Rupiah. Golden Gate Ventures led the funding, with the participation of Bundamedik Healthcare System (BMHS), Skystar Ventures, and Sequis Life.

Golden Gate Ventures previously invested in Klinik Pintar in a pre-series A funding round in November 2020, along with two other investors, Venturra Discovery and Kenangan Kapital, an angel fund owned by Kopi Kenangan’s Co-founder, Edward Tirtanata.

In his official statement, Golden Gate Ventures’ representative, Justin Hall expressed optimism about the Indonesian health industry. Hall said, Indonesia has a great potential growth and Klinik Pintar is taking part in this growth by building an integrated health ecosystem. “The previously mentioned convinces us to support Klinik Pintar in advancing the health system through this funding support,” he explained.

Meanwhile, the BMHS’ representative, dr. Ivan Sini said that his participation in Klinik Pintar funding signifies the company’s commitment to developing an integrated health service ecosystem with Smart Clinics in Indonesia. “This synergy can be started from the referral system, laboratory, and supply chain,” he said.

For information, the Smart Clinic under the auspices of PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) offers a solution through a profit sharing system with the clinic owner. This collaboration is in the form of providing technology solutions to digitize business processes and services, standardization, and investment that can help clinic owners develop their businesses and increase value-based care.

In order to realize this integrated health ecosystem, Klinik Pintar continues to develop the Klinik OS (Operating System) digital platform that digitizes operations and empowers clinics through digital. It includes online and offline end-to-end services, comprehensive standardization of SOPs, inventory and managerial management, and digitally connecting between clinics in the network and other supporting partners.

Service development in 2022

DailySocial.id had a chance to interview Medigo’s Co-founder & CEO, Harya Bimo regarding the future business plan using this new funding. On this occasion, the man who is familiarly called Bimo emphasized that from now on, Medigo will use Klinik Pintar as the branding of its services in the future.

In accordance with its mission to become a clinic supply chain provider in Indonesia, this new funding will be used to expand the Klinik Pintar network and services. Currently, Klinik Pintar already has 120 clinics available in 60 cities throughout Indonesia.

“We have proven that the framework [through the clinical supply chain model] is successful. Therefore, in the next two years, we want to strengthen existing services by increasing the value of the Smart network through service interoperability,” he said.

One of which is service synergy with the ecosystem owned by BMHS. To strengthen this synergy, BMHS has invested in series A shares totaling 2339 shares which were issued and issued in Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, with a direct share investment of $1.5 million or equivalent to Rp21 billion on 8 November. BMHS is part of the clinic’s operational partner through the Smart Clinic digital network.

This synergy will be performed by the Bundamedik Healthcare System, which is an integrated health service ecosystem belonging to PT Bundamedik Tbk, and consists of a network of hospitals, clinics, laboratories, to medical evacuation.

His team will implement a digital-based referral system, both to hospitals and laboratories, by utilizing the ecosystem owned by BMHS. According to Bimo, so far the referral system in Indonesia is still paper-based, which is considered inefficient for patients and health workers.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

With digital referrals, doctors and health workers can see the patient’s previous track record. In another example, a patient who is referred for laboratory tests can collect the results at the Klinik Pintar.

“We are trying to empower existing clinics. Considering that not all clinics have laboratories, we take an approach with a network strategy. Now, BMHS has a similar idea to what we are looking for. Our main synergy is to address the needs in areas that so far do not have access to laboratories. We “We will develop this network synergy with BMHS. Our target next year is to build 400 clinics,” he explained.

In another use case, Klinik Pintar will also improve interoperability in the supply chain by connecting clinics and suppliers (principals). Thus, clinics can order various medical equipment and health products, such as pharmaceuticals, vaccines, syringes, and gloves.

“We want to go national now. Currently, we supply gradually in Jabodetabek. Our next target is Java and outside Java. At the very least, our target is to be able to penetrate new cities every quarter. We are also collaborating with big pharmaceutical players because our permits are not distributors,” Bimo said.

In addition, his team will open new access for maternal and child services. Bimo assessed that this segment was still underserved in Indonesia, especially during the Covid-19 pandemic. Klinik Pintar will provide a number of services, including home care and telemedicine through video calls.

Finally, his team is also developing a number of health programs as a preventive measure for serious diseases (diabetes, hypertension, heart) through a health plan. Currently, the program is only marketed to B2B consumers.

“Many internal diseases can’t actually be handled via chat and one meeting. An offline and online approach is required, not only teleconsultation, but also monitoring. This is one of the challenges we see in hospitals and clinics, not in handling severe symptoms,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Memperoleh Pendanaan Seri A Sebesar 58 Miliar Rupiah

Startup healthtech Klinik Pintar mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $4,15 juta atau sekitar 58 miliar Rupiah. Golden Gate Ventures kembali terlibat dan kali ini memimpin pendanaan, ditambah partisipasi PT Bundamedik Tbk (BMHS), Skystar Capital, dan Sequis Life.

Golden Gate Ventures sebelumnya berinvestasi di Klinik Pintar pada putaran pendanaan pra-seri A yang diumumkan November 2020, bersama dua investor lainnya, yaitu Venturra Discovery dan Kenangan Kapital yang merupakan angel fund milik Co-founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Dalam keterangan resminya, perwakilan Golden Gate Ventures Justin Hall mengungkap optimistis terhadap industri kesehatan Indonesia. Menurut Hall, potensi pertumbuhan di Indonesia sangat besar dan Klinik Pintar mengambil peran dalam pertumbuhan tersebut dengan membangun ekosistem kesehatan terintegrasi. “Hal di atas meyakinkan kami mendukung Klinik Pintar dalam memajukan sistem kesehatan melalui sokongan pendanaan ini,” paparnya.

Sementara itu, perwakilan BMHS dr. Ivan Sini menambahkan bahwa partisipasinya di pendanaan Klinik Pintar menandakan komitmen perusahaan untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi bersama Klinik Pintar di Indonesia. “Sinergi ini dapat dimulai dari sistem rujukan, laboratorium, dan supply chain,” katanya.

Sebagai informasi, Klinik Pintar di bawah naungan PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) menawarkan solusi melalui sistem bagi hasil dengan pemilik klinik. Kerja sama ini berupa pemberian solusi teknologi untuk mendigitalkan proses bisnis dan layanan, standardisasi, dan investasi yang dapat membantu pemilik klinik mengembangkan usaha dan meningkatkan value based-care.

Demi mewujudkan ekosistem kesehatan terintegrasi ini, Klinik Pintar terus mengembangkan platform digital Klinik OS (Operating System) yang mendigitalkan operasional dan memberdayakan klinik melalui digital. Digitalisasi ini meliputi layanan end-to-end secara online dan offline, standardisasi SOP menyeluruh, pengelolaan inventaris dan manajerial, dan menghubungkan antar-klinik di jaringan dan mitra pendukung lainnya secara digital.

Rencana pengembangan layanan di 2022

DailySocial.id berkesempatan mewawancarai Co-founder & CEO Medigo Harya Bimo terkait rencana bisnis ke depan dengan pendanaan baru ini. Pada kesempatan ini, pria yang karib disapa Bimo ini menegaskan bahwa kini Medigo akan memakai nama Klinik Pintar sebagai branding layanannya ke depan.

Sesuai misinya untuk menjadi penyedia supply chain klinik di Indonesia, pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengekspansi jaringan dan layanan Klinik Pintar. Saat ini, Klinik Pintar sudah memiliki 120 klinik yang tersedia di 60 kota di seluruh Indonesia.

“Kami sudah membuktikan bahwa framework [melalui model supply chain klinik] ini berhasil. Maka itu, dalam dua tahun ke depan, kami ingin memperkuat layanan yang sudah ada dengan meningkatkan value jaringan Pintar lewat interoperabilitas layanan,” ungkapnya.

Salah satunya adalah sinergi layanan dengan ekosistem yang dimiliki BMHS. Untuk memperkuat sinergi ini, BMHS melakukan penyertaan saham seri A sejumlah 2339 lembar saham yang ditempatkan dan dikeluarkan dalam Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, dengan penyertaan saham langsung $1,5 juta atau setara Rp21 miliar pada 8 November lalu. BMHS menjadi bagian dari mitra operasional klinik melalui jaringan digital Klinik Pintar.

Sinergi ini akan dilakukan Bundamedik Healthcare System yang merupakan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi milik PT Bundamedik Tbk, dan terdiri dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, hingga evakuasi medis.

Pihaknya akan mengimplementasi sistem rujukan berbasis digital, baik ke rumah sakit maupun laboratorium, dengan memanfaatkan ekosistem yang dimiliki BMHS. Menurut Bimo, selama ini sistem rujukan di Indonesia masih berbasis kertas yang dinilai kurang efisien bagi pasien dan petugas kesehatan.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

Dengan rujukan digital, dokter dan petugas kesehatan dapat melihat rekam jejak pasien sebelumnya. Pada contoh lain, pasien yang dirujuk untuk melakukan tes laboratorium, dapat mengambil hasilnya di Klinik Pintar.

“Kami berupaya empower klinik existing. Mengingat tidak semua klinik punya laboratorium, kami mengambil approach dengan strategi jaringan. Nah, BMHS punya pemikiran serupa dengan yang kami cari. Sinergi utama kami untuk address kebutuhan di daerah yang selama ini tidak punya akses ke laboratorium. Kami akan mengembangkan sinergi jaringan ini bersama BMHS. Target kami tahun depan membangun 400 klinik,” jelasnya.

Pada use case lain, Klinik Pintar juga akan meningkatkan interoperabilitas di supply chain dengan menghubungkan klinik dan supplier (principal). Dengan demikian, klinik dapat memesan berbagai peralatan medis dan produk kesehatan, seperti farmasi, vaksin, jarum suntik, dan sarung tangan.

“Kami ingin go national sekarang. Saat ini, supply kami lakukan bertahap di Jabodetabek. Target kami selanjutnya adalah Jawa dan luar Jawa. Paling tidak, kami target bisa tembus kota baru setiap kuartal. Kami juga kerja sama dengan pemain farmasi besar karena izin kami bukan distributor,” ujar Bimo.

Selain itu, pihaknya akan membuka akses baru bagi layanan ibu dan anak. Bimo menilai, segmen ini masih underserved di Indonesia, terutama selama pandemi Covid-19 terjadi. Klinik Pintar akan menyediakan sejumlah layanan, termasuk home care dan telemedicine melalui video call.

Terakhir, pihaknya juga tengah mengembangkan sejumlah program kesehatan sebagai tindakan preventif penyakit berat (diabetes, hipertensi, jantung) melalui health plan. Saat ini, program tersebut baru dipasarkan ke konsumen B2B.

“Banyak penyakit dalam yang sebetulnya tidak dapat ditangani via chat dan sekali pertemuan saja. Perlu approach offline dan online, tidak hanya telekonsultasi, tetapi juga monitoring. Ini salah satu tantangan yang kami lihat di rumah sakit dan klinik, bukan di penanganan gejala berat,” katanya.

Application Information Will Show Up Here

Base Segera Rambah Kategori Produk Baru Setelah Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A

Startup direct-to-consumer (DTC) “Base” akan segera melebarkan sayap ke kategori baru untuk melengkapi kebutuhan skincare dan wellness untuk konsumen, setelah mengantongi pendanaan pra-seri A. Putaran tersebut dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi dari East Ventures dan Antler, yang merupakan investor sebelumnya.

Tidak disebutkan nominal yang didapat, sejumlah jajaran investor baru turut berpartisipasi, di antaranya iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, serta angel investor yang tidak disebutkan identitasnya.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & Chief Product Officer Base Ratih Permata Sari mengatakan, perusahaan juga akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat upaya pertumbuhan dengan fokus utama untuk mendapatkan lebih banyak konsumen di kota-kota regional Indonesia lainnya.

“Saat ini, kami sedang dalam tahap pemetaan dan eksplorasi lebih lanjut dengan beberapa perusahaan portfolio jaringan investor kami untuk upaya sinergi pertumbuhan Base dalam lingkup supply chain dan juga distribusi,” kata dia.

Base diluncurkan pada Januari 2020 dikenal sebagai brand skincare yang menawarkan personalisasi rekomendasi perawatan kulit dengan teknologi eksklusif, yaitu Smart Skin Test. Base menggunakan berbahan dasar berkualitas, vegan, organik, dan halal, untuk pembersih wajah hingga sunscreen yang dapat digunakan generasi muda sebagai target konsumennya.

Ratih melanjutkan, Base ingin menjadi perusahaan tech-beauty yang relevan untuk generasi muda. Oleh karenanya, perusahaan terus mendengarkan dan memperbarui pengalaman digital dan kualitas produk fisik agar dapat terikat erat dengan konsumen.

“Alur distribusi utama Base adalah melalui jalur pemasaran online dan kondisi pandemi membantu kami mempercepat laju adopsi pembelian produk Base karena semakin banyak jumlah konsumen yang berbelanja melalui handphone mereka,” tambah dia.

Produk Base / Base

Dalam keterangan resmi, Partner dari Skystar Capital Geraldine Oetama mengatakan keinginannya untuk dapat memperluas jangkauan Base di Indonesia. Menurutnya, skincare adalah segmen pasar yang berkembang pesat dan Base telah memecahkan masalah umum dalam menemukan produk yang sesuai dengan beragam jenis kulit, goals, dan gaya hidup.

“Base menggunakan teknologi dan data untuk memberikan skincare personalisasi yang efektif, bebas dari parabens, dan juga vegan. Meningkatnya permintaan akan skincare, ditambah dengan pendekatan teknologi dan personalisasi Base yang unik, membuat kami sangat bersemangat untuk membawa Base ke tahap selanjutnya,” terang Geraldine.

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta menambahkan, “Kami sangat bersemangat untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang dengan partner investor yang sudah bergabung dengan Base sejak tahap awal, dan memulai kemitraan strategis dengan investor baru untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mengembangkan industri kecantikan di Indonesia.”

Dalam kesempatan yang sama, Base menyambut Cissylia Stefani-van Leeuwen sebagai Brand Director perusahaan dalam upaya masuk ke fase pertumbuhan selanjutnya. Sebelumnya, ia memegang peran sebagai VP Brand di perusahaan teknologi raksasa lokal seperti Gojek & Tokopedia. Berbekal pemahaman mengenai teknologi serta pengalaman konsumen yang inovatif, Base menciptakan gebrakan segar untuk kategori kecantikan yang ramai.

Potensi bisnis industri kecantikan

Yaumi melanjutkan, selama pandemi pendapatan tahunan Base tumbuh lebih dari 24 kali lipat yang didorong dengan langkah afiliasi komunitas. Konsumen Base telah membantu penjualan melalui komisi dan melakukan langkah co-creation dengan komunitas, seperti meluncurkan beberapa kemasan limited-edition yang dirancang oleh konsumen dan ilustrator muda ternama lokal.

“Berkat hubungan langsung yang kami miliki dengan konsumen kami, Base menjadi ruang aman bagi para konsumen untuk dapat merasa lebih nyaman dengan kulit masing-masing. Kami menjunjung tinggi keberagaman dan menawarkan produk yang fleksibel, terlepas dari jenis gender, seperti sunscreen yang dapat digunakan oleh siapa saja.”

Penelitian Euromonitor menunjukkan bahwa industri kecantikan tetap tangguh menghadapi pandemi dibandingkan dengan industri lain yang terkena dampaknya. Pasar kecantikan di Indonesia diprediksikan akan mencapai $10 miliar pada 2025, utamanya didorong oleh kategori perawatan diri (perawatan rambut, perawatan tubuh) dan skincare, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang pesat sebesar 6%.

Apa yang dipaparkan Euromonitor, tercermin dengan baik di Indonesia. Yaumi turut memantau bahwa selama pandemi ini, semakin banyak brand kecantikan indie lokal yang bermunculan. Ia menilai kondisi tersebut sangat positif karena memperlihatkan bahwa adanya potensi adanya potensi yang sangat besar dan juga antusiasme dari potensial konsumen yang mulai beralih untuk menggunakan produk lokal.

Meski persaingan mulai ketat, kue bisnis kecantikan ini masih begitu besar karena keberagaman profil konsumen yang membutuhkan opsi jenis produk, misalnya dari harga ataupun usia pengguna dari konsumen. “Dalam hal ini, Base merasa bangga dapat turut serta untuk menjadi salah satu pemain lokal yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia melalui industri kecantikan yang berfokus untuk melayani konsumen Gen-Z dan Millennial,” tutupnya.

From Social Commerce to Online Grocery, Pasarnow Scored 47 Billion Rupiah Seed Funding

Starting from a social commerce platform, startup Jamannow has established the online grocery service “Pasarnow”. This business model shifting (pivot) was welcomed by investors with the announcement of a seed funding of $3.3 million or equivalent to 47 billion Rupiah. This round was led by East Ventures with the participation of SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and several angel investors.

The startup was founded in 2019 by James Rijanto, Donald Wono, and Cindy Ozzie. Its currently focus on simplifying the supply chain in the fresh grocery sector and offering quality fresh food products to customers through a multi-channel platform. The multi-channel approach allows them to embrace the B2B and B2C sectors at the same time. Each channel offers different prices, promotions, and key features to meet specific customer needs.

“Ensuring the freshness of products when they arrive at customers is a big challenge for businesses in the fresh food sector. Food products such as fruits, vegetables, and frozen meats are perishable, therefore, requiring fast delivery with well-controlled temperatures, and ultimately causing high logistics costs,” Pasarnow’s Co-founder & CEO, James Rijanto said.

“That’s why Pasarnow is investing heavily in technology and operational infrastructure to solve this problem. Moreover, Pasarnow’s multi-channel platform helps us achieve faster economies of scale and create greater efficiencies in our operations,” he added.

In the process, the operating system on the backend collects order history to generate market demand predictions, therefore, more than 1,000 partner farmers and suppliers can better plan and optimize their harvest schedules. That way, they can offer customers high quality and fresh ingredients at the best prices and minimize the amount of wasted fresh ingredients.

Currently, Pasarnow operates in Greater Jakarta and Bandung with more than 100 employees and 200 daily workers and driver partners.

Pasarnow will use the fresh funds to expand into new cities, recruit talent, improve its data and technology infrastructure and build micro warehouses, Frontline Mini Hubs (FMH). In order to complement the 10 hubs that are currently availbale across Jabodetabek, FMH will be built in densely populated areas and equipped with special storage devices for fresh and frozen foodstuffs.

Online grocery investment keeps pouring

On the same day (07/9), another online grocery startup, Segari, also announced funding in the Series A round, led by a venture arm owned by Gojek. This adds to the long list of startups in related fields receiving funding since the pandemic. Based on DailySocial.id’s data, since Q2 2020 [the early period of the pandemic] until now, there have been 10 investments, including:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Changes in consumer shopping behavior due to the pandemic pose new challenges in the grocery industry. Customers demand fresh and high-quality products every day amid complex grocery supply chains. Pasarnow is here to address these challenges by eliminating inefficiencies through a data-driven business model. With heavy growth since last year, we believe that the Pasarnow team can accelerate their operational capacity building and business development,” East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said.

It is said that the retail market value of foodstuffs in Indonesia was estimated to have reached $108 billion in 2019, but online grocery only contributed less than 1%. Under current conditions, the size of the online grocery market is expected to increase by around $13 billion by 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dari Social Commerce Menjadi Online Grocery, Pasarnow Bukukan Pendanaan Awal 47 Miliar Rupiah

Berawal dari platform social commerce, startup Jamannow kini mantapkan layanan online grocery “Pasarnow”. Peralihan model bisnis (pivot) ini disambut baik investor dengan diumumkannya pendanaan awal senilai $3,3 juta atau setara 47 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin East Ventures dengan partisipasi SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan beberapa angel investor.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh James Rijanto, Donald Wono, dan Cindy Ozzie. Kini fokus utama mereka menyederhanakan rantai pasok di sektor bahan makanan segar dan menawarkan produk makanan segar berkualitas kepada pelanggan melalui platform multi-channel. Pendekatan multi-channel memungkinkan mereka merangkul sektor B2B dan B2C sekaligus. Setiap channel menawarkan harga, promosi, dan fitur utama yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan.

“Memastikan kesegaran produk saat sampai di pelanggan merupakan sebuah tantangan besar bagi pelaku bisnis di sektor bahan makanan segar. Produk makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan daging beku mudah rusak, sehingga membutuhkan pengiriman yang cepat dengan kontrol suhu yang terjaga, dan akhirnya menyebabkan tingginya biaya logistik,” ujar Co-founder & CEO Pasarnow James Rijanto.

“Itu sebabnya Pasarnow banyak berinvestasi di teknologi dan infrastruktur operasional untuk memecahkan masalah ini. Selain itu, platform multi-channel Pasarnow membantu kami mencapai skala ekonomis yang lebih cepat dan menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam operasional kami,” imbuhnya.

Dalam proses kerjanya, sistem operasi di backend mengumpulkan riwayat pesanan untuk menghasilkan prediksi permintaan pasar, sehingga lebih dari 1.000 mitra petani dan pemasok dapat merencanakan dan mengoptimalkan jadwal panen mereka dengan lebih baik. Dengan begitu, mereka dapat menawarkan bahan makanan berkualitas tinggi dan segar dengan harga terbaik kepada pelanggan dan meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang.

Saat ini Pasarnow beroperasi di Jabodetabek dan Bandung dengan lebih dari 100 karyawan dan 200 pekerja harian dan mitra pengemudi.

Dana segar yang didapat akan dimanfaatkan Pasarnow ekspansi ke kota-kotabaru, merekrut talenta, meningkatkan infrastruktur data dan teknologinya serta membangun gudang mikro, Frontline Mini Hubs (FMH). Untuk melengkapi 10 hub yang saat ini sudah tersebar di Jabodetabek, FMH akan dibangun di daerah padat penduduk dan dilengkapi dengan alat penyimpanan khusus bahan makanan segar dan beku.

Investasi startup online grocery terus mengalir

Di hari yang sama (07/9), startup online grocery lain yakni Segari juga mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A. dipimpin lengan ventura milik Gojek. Ini menambah panjang daftar startup di bidang terkait yang mendapatkan pendanaan sejak masa pandemi. Dari catatan DailySocial.id, sejak Q2 2020 [masa awal pandemi] hingga sekarang, ada 10 investasi yang dibukukan, meliputi:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Perubahan perilaku belanja konsumen akibat pandemi memberikan tantangan baru di industri bahan makanan. Pelanggan menuntut produk segar dan berkualitas tinggi setiap hari di tengah rantai pasok bahan makanan yang kompleks. Pasarnow hadir untuk mengatasi tantangan tersebut dengan menghilangkan inefisiensi lewat model bisnis berbasis data. Dengan pertumbuhan yang kuat sejak tahun lalu, kami percaya bahwa tim Pasarnow dapat mempercepat peningkatan kapasitas operasional dan pengembangan bisnis mereka,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Turut disampaikan, nilai pasar ritel bahan makanan di Indonesia diperkirakan telah mencapai $108 miliar pada tahun 2019, namun online grocery baru berkontribusi kurang dari 1%. Dengan kondisi yang ada sekarang, ukuran pasar online grocery diperkirakan akan meningkat sekitar $13 miliar pada tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

Justika Receives Seed Funding from East Ventures and Skystar Capital, Expanding Legal Services for Public

A marketplace for legal services, Justika announced an undisclosed seed funding led by East Ventures, with participation from Skystar Capital. The fresh funds will be used for product development, marketing and talent recruitment to provide added value to users.

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca said the access to legal justice is still a big problem in Indonesia. This is due to the complex procedures and the lack of information about legal access.

Justika has built a platform that can connect lawyers and clients, where they can use various available features. We believe that Justika will democratize legal access and help millions of Indonesians to better understand the law,” he said in an official statement, Tuesday (22/6).

Supporting Willson’s statement with a quote from the “Research Report on Access to Justice in Indonesia 2019” released by the Indonesian Judicial Research Society, Indonesian Legal Roundtable, and the Indonesian Legal Aid Foundation, around 110 million Indonesians have experienced significant legal problems in the last two years.

As many as 71% of them give up on finding solutions because the difficulty to gain access, either because they don’t know what to do or don’t know where to go. Despite these challenges, Justika believes that there is great potential in this industry. With the legal market estimated to be worth $7.5 billion, Justika plans to expand the user base and its product line.

Currently, Justika focuses on three legal areas often faced by the community,  family law, law involving small and medium enterprises, and property law. The company plans to expand and provide access to other legal services the community needs.

“We plan to double our revenue by targeting 7,000 unique monthly paying users next year,” Justika’s Co-Founder and CEO Melvin Sumapung said.

Justika is a digital platform created to connect people who need legal services with lawyers and other support services, such as company establishment agents and translators. The Justika platform is not only innovating how people find lawyers, but also how lawyers work.

Justika uses natural language processing technology or NLP to match clients with attorneys based on service specialties. Once matched, clients can consult a lawyer and get a reply in less than five minutes.

Furthermore, lawyers can also provide other services depending on the client’s needs, such as review or drafting of documents, telephone consultations, negotiations, and advocacy in court. On the other hand, lawyers can easily establish connection with clients through Justika.

Justika is part of Hukumonline legal portal founded by Ahmad Fikri Assegaf, a senior partner at the firm AHP (Assegaf Hamzah & Partners). Ahmad also acts as a co-founder at Justika. Hukumonline now plays an important role in providing better access to justice through online databases, legal analysis, legal clinics, and news.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Justika Raih Pendanaan Awal dari East Ventures dan Skystar Capital, Perluas Akses Layanan Legal untuk Masyarakat

Platform marketplace layanan legal Justika mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Skystar Capital. Dana segar akan digunakan untuk pengembangan produk, pemasaran, dan perekrutan talenta untuk memberikan nilai tambah kepada pengguna.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan, akses yang masih rendah terhadap keadilan hukum merupakan masalah serius di Indonesia. Hal ini terjadi karena rumitnya prosedur yang harus dilewati masyarakat dan minimnya informasi tentang akses hukum.

Justika telah membangun platform yang dapat menghubungkan pengacara dan klien, di mana mereka dapat menggunakan berbagai fitur berguna yang tersedia. Kami percaya bahwa Justika akan mendemokratisasi akses hukum dan membantu jutaan masyarakat Indonesia untuk lebih memahami aturan hukum,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (22/6).

Untuk mendukung pernyataan Willson, mengutip dari “Research Report on Access to Justice in Indonesia 2019” yang dirilis Indonesian Judicial Research Society, Indonesian Legal Rountable, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, sekitar 110 juta orang Indonesia mengalami masalah hukum yang signifikan dalam dua tahun terakhir.

Sebanyak 71% dari mereka menyerah dalam mencari solusi karena akses yang sulit, baik karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak tahu ke mana mereka harus pergi. Terlepas dari tantangan tersebut, Justika percaya bahwa ada potensi besar di industri ini. Dengan pasar legal yang belum tersentuh diestimasi bernilai $7,5 miliar, Justika berencana untuk memperluas basis pengguna mereka dan meningkatkan lini produknya.

Saat ini, Justika fokus pada tiga bidang hukum yang sering dihadapi masyarakat, yakni hukum keluarga, hukum yang melibatkan usaha kecil dan menengah, dan hukum properti. Perusahaan berencana untuk memperluas dan memberikan akses layanan hukum lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

“Kami berencana untuk menggandakan pendapatan dengan menargetkan 7 ribu pengguna unik yang membayar per bulan pada tahun depan,” tutur Co-Founder dan CEO Justika Melvin Sumapung.

Justika adalah platform digital yang dibuat untuk menghubungkan masyarakat yang membutuhkan layanan hukum dengan pengacara dan layanan pendukung lainnya, seperti agen pendirian perusahaan dan penerjemah. Platform Justika tidak hanya melakukan inovasi dalam cara masyarakat mencari pengacara, tetapi juga bagaimana pengacara bekerja.

Justika menggunakan teknologi pengolahan bahasa natural atau NLP untuk mencocokkan klien dengan pengacara berdasarkan spesialisasi layanan. Setelah cocok, klien dapat berkonsultasi dengan pengacara dan mendapatkan balasan dalam waktu kurang dari lima menit.

Selanjutnya, pengacara juga dapat memberikan layanan lain tergantung kebutuhan klien, seperti tinjauan atau penyusunan dokumen, konsultasi telepon, negosiasi, dan advokasi di pengadilan. Di sisi lain, pengacara bisa menjalin hubungan dengan klien secara mudah melalui Justika.

Justika sendiri adalah bagian dari portal hukum Hukumonline yang didirikan oleh Ahmad Fikri Assegaf, seorang mitra senior di firma AHP (Assegaf Hamzah & Partners). Ahmad juga bertindak sebagai salah satu pendiri di Justika. Hukumonline kini memainkan peran penting dalam memberikan akses keadilan yang lebih baik melalui database daring, analisa hukum, klinik hukum, dan berita.

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Secures Series A Funding Worth 43.5 Billion Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) today (15/3) announced series A funding worth $3 million or 43.2 billion Rupiah. The investment was led by Beenext with the participation of Skystar Capital, Selera Kapital, Innovation Partners, and a previous round investor, AC Ventures.

The fresh funding will be focused on developing features and technology, including extensive partnerships with restaurants to create a more inclusive ecosystem. ESB alone provides a SaaS platform for digitizing the culinary business, which includes ordering systems, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), loyalty platforms, and ERP.

Regarding market size, based on research, the F&B business in Indonesia contributes around $57 billion in annual revenue. The trend continues to grow along with the increasing number of middle-class consumers. Unfortunately, the pandemic is on its way to drop the culinary business order, impacting 80% of business players.

“We built ESB in 2018 to introduce automation and reduce costs for F&B outlets […] Today we are also helping clients improve their operations and build more resilient businesses during the pandemic,” ESB’s Co-Founder & CEO, Gunawan Woen said.

One of its popular features allows culinary outlets to provide delivery. ESB also released the EZ Order application for both merchant and driver-partners.

“Previously invested in Moka (acquired by Gojek), we are very excited about a platform with the potential to revolutionize the way merchants and vendors operate. ESB’s data-driven and hardware-agnostic approach enables the platform to solve pressing problems for today’s sellers […] This current round will allow ESB to accelerate their growth and seize closer opportunities in the F&B market,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

In an earlier interview with DailySocial, Gunawan said that restaurants will lose income starting from 10% (even more) due to inefficiency. Therefore, three aspects need to be improved, including order & outlet management, HQ & operations management, and purchase & vendor management. These solutions can be resolved by technology.

In addition, there are several other digital platforms that also serve a similar market share. For example, DigiResto, developed by MCAS, was recently received investment from the logistics company SiCepat. With a concept that is more integrated with cloud kitchens, the “decacorn” Gojek and Grab also have special services to democratize culinary merchants’ business processes, through the GoBiz and GrabMerchant applications.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Umumkan Pendanaan Seri A 43,2 Miliar Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (15/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau 43,2 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Beenext dengan partisipasi Skystar Capital, Selera Kapital, Inovasi Partners, dan investor di putaran sebelumnya yakni AC Ventures.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan fitur dan teknologi, termasuk memperdalam kemitraan dengan restoran guna menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. ESB sendiri menyediakan platform SaaS untuk digitalisasi bisnis kuliner, di dalamnya termasuk sistem ordering, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), platform loyalitas, dan ERP.

Terkait ukuran pasar, merujuk pada hasil riset yang disampaikan, bisnis F&B di Indonesia menyumbang sekitar $57 miliar dalam pendapatan tahunan. Trennya terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah konsumen kelas menengah. Sayangnya pandemi cukup membuat tatanan bisnis kuliner bergejolak kencang, berimbas pada 80% pebisnis.

“Kami membangun ESB pada tahun 2018 untuk memperkenalkan otomatisasi dan mengurangi biaya untuk di gerai F&B […] Saat ini kami juga membantu klien meningkatkan operasional mereka dan membangun bisnis yang lebih tangguh selama masa pandemi,” ujar Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen.

Salah satu fitur populer digunakan adalah memungkinkan gerai kuliner untuk melayani pesan-antar. ESB juga merilis aplikasi pemesanan EZ Order baik untuk mitra merchant maupun pengemudi.

“Setelah sebelumnya berinvestasi di Moka (diakuisisi oleh Gojek), kami sangat senang dengan platform yang berpotensi merevolusi cara pedagang dan vendor beroperasi. Pendekatan agnostik berbasis data dan perangkat keras ESB memungkinkan platform untuk memecahkan masalah yang mendesak bagi pedagang saat ini […] Putaran saat ini akan memungkinkan ESB untuk mempercepat pertumbuhan mereka dan menangkap peluang yang lebih berdekatan di pasar F&B,” sambut Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, Gunawan menceritakan, restoran akan kehilangan pendapatan mulai dari 10% (bahkan lebih) akibat dari inefisiensi. Oleh karenanya, ada tiga aspek yang perlu ditingkatkan, yakni manajemen order & outlet, manajemen HQ & operasional, dan manajemen purchase & vendor. Solusi tersebut dapat terselesaikan apabila memanfaatkan teknologi.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misanya DigiResto yang dikembangkan MCAS, baru-baru ini juga dapatkan investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here