Telkomsel Gaet Google untuk Permudah Atur Perangkat Korporat

Telkomsel menggaet Google sebagai mitra strategis untuk membawa layanan Android Zero-touch Enrollment ke Indonesia. Langkah ini diambil sebagai bagian upaya perseroan untuk meningkatkan pangsa pasar B2B.

Android Zero-touch Enrollment adalah sebuah solusi Google untuk melakukan setup dan deployment perangkat milik perusahaan. Solusi ini lahir dari unit bisnis Google, yakni Android Enterprises, yang diperkenalkan sejak 2015.

SVP Enterprise Account Management Telkomsel Dharma Simorangkir menerangkan, selama ini perusahaan yang memiliki alat-alat inventaris kerap disulitkan saat mengatur perangkat sesuai dengan standar keamanan yang perusahaan tersebut, sebelum didistribusikan ke karyawan.

Biasanya proses pengaturan tersebut dalam satu perusahaan bisa memakan waktu hingga lima bulan karena jumlah perangkatnya yang terlampau banyak. Alhasil, satu per satu perangkat harus di-install dengan software yang telah dikembangkan agar tetap aman.

“Karena proses deployment-nya yang lama, akhirnya banyak yang milih untuk manual saja. Padahal saat ini banyak perusahaan yang ingin meningkatkan produktivitas karyawan dengan menyediakan perangkat yang hanya dapat digunakan untuk bekerja,” terangnya, Senin (15/7).

Dengan solusi dari Google ini, perusahaan bisa memangkas waktu jadi lima menit saja karena bisa dilakukan secara bersamaan. Didukung jaringan Telkomsel, memungkinkan proses deployment berjalan secara online dan massal, sehingga perangkat bisa digunakan langsung dengan konfigurasi yang telah ditentukan oleh perusahaan secara otomatis.

Perusahaan cukup membuka situs Zero-touch Enrollment, memasukkan nomor IMEI, pilih solusi, nanti secara paralel akan otomatis ter-install, dan ketika sampai ke karyawan bisa langsung dipakai.

Pada tahap awal ini, kemitraan antar kedua perusahaan ini dimulai dari peningkatan keamanan perangkat. Solusi keamanaan akan jadi payung utama untuk menjamin seluruh aplikasi yang akan di-deploy ke seluruh perangkat tetap berjalan dengan aman.

Di samping itu, banyak perusahaan besar yang mulai memandang pentingnya menjaga keamanan perangkat seiring makin banyaknya karyawan mereka yang bekerja secara mobile.

“Ada berbagai software yang dibuat untuk kebutuhan enterprise. Tapi awalnya saat mau deploy itu stakeholder banyak yang mikir ini bakal berjalan lama atau tidak karena mereka khawatir proses bisnisnya terganggu. Oleh karena itu, kita taruh solusi keamanan di tahap awal. Ke depannya akan ada lebih banyak solusi yang kami tawarkan.”

Regional Manager Android Enterprise Gerard Kennedy menambahkan, Android Zero-touch Enrollment juga menjamin keamanan perangkat dengan enkripsi dan sistem keamanan berlapis yang memungkinkan perusahaan mengurangi ketergantungan terhadap internal IT support.

Layanan ini dapat digunakan pada berbagai merek smartphone dengan sistem operasi Android sehingga memudahkan perusahaan dalam menentukan smartphone sesuai kebutuhan dan anggaran.

Dharma menambahkan, sebenarnya solusi ini tidak hanya untuk perusahaan besar saja tapi juga buat pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Dari solusi ini mereka bisa mulai mengadopsi teknologi digital untuk menekan beban pengeluaran. Telkomsel pun dalam waktu dekat akan merilis solusi yang diperuntukkan buat kalangan usaha ini.

LinkAja Aims for 40 Million Users This Year

LinkAja is officially launched per last week. It’s a collaboration of the red-plate companies amidst the tight competition of e-commerce dominated by Go-Pay of Gojek and Lippo Group’s Ovo.

After the migration of all e-money users of Himbara (State-owned Banks Association) and Tcash, LinkAja has now acquired 23 million users. They set for an additional 17 million new users to reach 40 million by the end of this year.

LinkAja run its operation under PT Fintek Karya Nusantara or Finarya, also the collaboration of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, and Jiwasraya.

Lots of issues to realize by the mid-year of 2019, particularly on the company’s main focus to develop public-based services.

What is the strategy? How the metamorphosis into LinkAja happened?

Acceleration using daily use case

In an interview with DailySocial, LinkAja’s CEO Danu Wicaksana is against the idea that LinkAja was built to interfere with Go-Pay and Ovo domination.

“LinkAja has come up as complimentary after the current market. We didn’t mean to make the same offering like more promo. We want to produce something different,” Wicaksana said.

In the Fintech Report 2018 published by DailySocial with OJK (Financial Service Authority) stated from 1,419 respondents, 79.4% are using Go-Pay. While the other 58.4% are using Ovo, and 55.5% are using Tcash.

Go-Pay and Ovo are the two biggest competitors for having a greater ecosystem. In addition, both already had collaborations with many offline and online merchants with various cashback, for accommodation, food, and lifestyle.

He said LinkAja has set the main focus on basic services instead of selling many promos on lifestyle. It also supported by State-owned enterprise ecosystem, such as banking networks and its ATM services.

The team is still integrating LinkAja to be available in other state-owned banks. They currently handle eight product categories, data plan, bill payment, transportation, retail merchants, e-commerce, donation, remittance, and insurance. LinkAja is now available at 180 payment points and 150 thousand merchants.

“We just digitized middle to upper segment, not the basic services. It’s like a toll road, we’re now tapping, but still, have to go to the ATM for a top-up. We want it to be fully digitized,” he added.

Transportation trial and remittance

Wicaksana mentioned some features are available since the shifting from Tcash to LinkAja. The rest are getting into trial or pilot.

Remittance is one example. Currently, LinkAja has partnered up with Singtel as the local partner for money transfer from Indonesia’s Migrant Workers. He said to coordinate with Bank Indonesia (BI) and Singapore’s official authority for license.

In addition, he also explored remittance in three other countries, Malaysia, Hong Kong, and Taiwan. In terms of Singapore’s merchant transaction in Singapore, LinkAja partners with switching global VIA that also leads thousands of merchants.

“In terms of merchant transaction, we’re targeting Thailand and Saudi Arabia. Particularly for Saudi Arabia, we explore partnerships with a different switching party,” he added.

In the transportation category, the company has piloted in the train station’s gate. They’re to be introduced as customer presented mode (CPM) where’s no need for customers to scan a QR Code at the gate.

They only required to shake the phone and the QR Code will pop up. The service is currently made commercial in Palembang LRT for Asian Games 2018. When the license issued, the model is to be implemented in LRT, MRT, and Commuter Line by the end of 2019.

RFID stickers are to be available in some toll gate. The trials are just for 20 selected gates. For starter, LinkAja is to add 200 gates by the end of this year.

“Toll gates are an old issue. On the way of the digital transformation using QR Code and RFID, it requires to upgrade. We’re doing it. While the CPM model for trains is being verified by Bank Indonesia. The realization’s going to take time due to infrastructure upgrade and testing,” he explained.

Wicaksana also mentioned another use case on development, a transaction feature in 5,000 Pertamina gas stations in this year. Furthermore, LinkAja will automatically become the e-wallet source without having to top-up through Himbara.

There are other features named Agent App and Mini App to be launched in the Q4 this year. Both are going to be a different app with a different function.

Agent App was designed for merchants or stalls to monitor real-time finance and sales. While Mini App was developed facilitate B2B partners for service placement in LinkAja.

Tcash transformation to LinkAja

In addition to product development, LinkAja has internally prepared to adapt to the dynamic industry. They will increase resources in 2020 and build R&D for Yogya’s team.

In terms of organization, LinkAja’s team are pure professionals from external state-owned enterprise. Wicaksana made sure the shareholders aren’t investing only on LinkAja circle.

He also said all Tcash members are appointed to run LinkAja at the beginning based on evaluation and decision made by shareholders. To date, LinkAja has hired 200 employees, including 80 new talents from various industry background, such as technology, banking, and FMCG.

“LinkAja must be different from any other state-owned enterprises for there will be no representative of shareholders. With the great vision and mission, we hire professionals outside BUMN,” Wicaksana said as the former CEO of Tcash.

He thought LinkAja was initiated by Rini Soemarno. It was followed by a long discussion among Himbara and Telkomsel where Tcash is selected to be the “embrio” to unify all e-money services to one platform.

How to converse Tcash platform in order to migrate users and features from all e-money?

“Talking about payment, there must be a core platform. Himbara banks decided Tcash as the most scalable. Therefore, LinkAja is using Tcash as the core from the beginning, but we’re improving. Himbara has a different feature for each e-money, we tried to combine it,” he said.

He also said the company is still developing LinkAja’s UI/UX to show up all features as the shareholder’s demand.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Targetkan 40 Juta Pengguna Hingga Akhir Tahun

LinkAja akhirnya resmi diluncurkan pekan lalu. Layanan hasil kongsi perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut hadir di tengah ketatnya persaingan uang elektronik yang saat ini didominasi Go-Pay milik Go-Jek dan OVO yang terafiliasi dengan Grup Lippo.

Pasca-migrasi seluruh pengguna e-money Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Tcash, LinkAja kini telah mengantongi 23 juta pengguna. LinkAja mematok tambahan 17 juta pengguna baru sehingga di akhir tahun total penggunanya mencapai 40 juta.

LinkAja dikelola PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya yang merupakan perusahaan kongsi dari empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Pertamina, Jasa Marga, dan Jiwasraya.

Ada banyak hal yang perlu segera direalisasikan pada paruh tahun ini, terutatama yang mengacu pada fokus utama perusahaan untuk menggarap layanan basis masyarakat.

Apa saja strateginya dan bagaimana prosesnya bermetamorfosis menjadi  LinkAja?

Akselerasi dengan use case sehari-hari

Dalam wawancaranya dengan DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menolak anggapan bahwa LinkAja hadir sebagai upaya melawan dominasi Go-Pay dan OVO.

“LinkAja hadir sebagai complimentary dari yang sudah ada di pasar. Kami tidak bermaksud memberikan offering yang sama, misalnya dengan more promo. Kami ingin memberikan sesuatu yang berbeda,” papar Danu.

Fintech Report 2018 yang diterbitkan DailySocial dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan dari 1.419 responden, sebanyak 79,4 persen menggunakan GoPay. Sementara, 58,4 persen menggunakan OVO dan 55,5 persen memakai layanan Tcash.

Go-Pay dan OVO menjadi pesaing kuat karena keduanya sama-sama bagian dari Go-Jek dan Grab yang punya ekosistem layanan yang lebih banyak. Di samping itu, keduanya juga telah berkolaborasi dengan banyak merchant offline dan online yang disertai dengan promo cashback, mulai dari transportasi, makanan, hingga lifestyle.

Menurut Danu, LinkAja telah menetapkan strategi utama untuk fokus terhadap layanan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, ketimbang memperbanyak promo pada layanan lifestyle. LinkAja juga diperkuat dukungan ekosistem BUMN, seperti jaringan bank dan ATM Himbara.

Ia menyebut pihaknya masih terus mengintegrasikan LinkAja agar bisa digunakan di bank-bank BUMN. Saat ini LinkAja melayani delapan kategori produk, antara lain pulsa/data, tagihan, transportasi, merchant ritel, e-commerce, donasi, remitansi, dan asuransi. Kini LinkAja telah tersedia di 180 titik pembayaran dan 150 ribu merchant.

“Yang sudah terdigitalisasikan itu baru segmen menengah dan menengah ke atas. Justru layanan dasar belum sepenuhnya. Sama halnya dengan jalan tol, kita masih tap kartu, tapi top up-nya terkadang masih harus ke ATM. Kita ingin elevate itu menjadi full digital,” ungkapnya.

Uji coba transportasi hingga remitansi

Danu mengungkap beberapa fitur baru sudah bisa digunakan sejak Tcash berganti nama menjadi LinkAja. Sementara sisanya telah memasuki tahap uji coba atau pilot.

Misalnya, layanan remitansi. Saat ini, LinkAja sudah bekerja sama dengan Singtel sebagai mitra lokal untuk pengiriman uang dari Pekerja Migran Indonesia (PMI). Danu mengungkap telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan otoritas resmi Singapura terkait perizinan.

Selain Singapura, Danu juga menjajaki remitansi di tiga negara lainnya, yakni Malaysia, Hong Kong, dan Taiwan. Sementara untuk layanan transaksi merchant di Singapura, LinkAja bekerja sama dengan mitra switching global VIA yang juga menaungi ribuan merchant.

“Untuk transaksi merchant, kami juga incar Thailand dan Arab Saudi. Khusus Arab Saudi, kami menjajaki kerja sama dengan mitra switching yang berbeda,” tambahnya.

Dari kategori transportasi, perusahaan telah melakukan pilot di gate stasiun kereta api. Rencananya, LinkAja akan hadir dalam belum customer presented mode (CPM) di mana pelanggan tidak perlu lagi scan QR Code di setiap gate, melainkan sebaliknya. Pengguna tinggal melakukan shake pada ponsel, lalu akan muncul QR Code.

Saat ini, layanan tersebut baru komersial di LRT Palembang untuk perhelatan Asian Games 2018. Jika sudah mendapat izin dari pemerintah, model ini akan diimplementasikan di LRT, MRT, dan Commuter Line di akhir 2019.

Kemudian penggunaan sticker RFID di sejumlah gardu pintu tol. Uji coba ini baru diterapkan di 20 gardu pintu tol. Untuk tahap awal, LinkAja akan menambah ke 200 gardu lagi hingga akhir tahun ini.

Problem pintu tol itu infrastrukturnya sudah lama. Saat mau transformasi ke digital dengan QR Code dan RFID, butuh waktu untuk upgrade sekaligus. Itu yang sedang kami lakukan. Sedangkan, model CPM untuk kereta sedang dikaji oleh Bank Indonesia. Realisasinya butuh waktu juga karena pihak KAI harus upgrade infrastruktur dan testing,” jelasnya.

Danu juga menyebutkan use case lain yang tengah dipersiapkan, yakni fitur transaksi di SPBU yang akan diterapkan di 5.000 SPBU pada tahun ini. Kemudian, E-wallet yang akan menjadi sumber pendanaan otomatis LinkAja tanpa perlu top up melalui jaringan bank Himbara.

Fitur lainnya, yakni Agent App dan Mini App ditarget meluncur pada kuartal keempat tahun ini. Keduanya diperkirakan menjadi aplikasi terpisah dengan fungsi berbeda-beda.

Agent App dirancang bagi para merchant atau warung untuk dapat melacak dana dan hasil penjualan secara real time. Sementara Mini App dikembangkan bagi mitra B2B yang ingin menaruh layanannya di platform LinkAja.

Transformasi Tcash menjadi LinkAja

Tidak hanya pengembangan produk, LinkAja telah melakukan kesiapan internal agar cepat beradaptasi dengan dinamika industri. LinkAja akan melipatgandakan jumlah SDM di 2020 dan membangun R&D untuk tim di Yogyakarta.

Secara organisasi, ungkap Danu, LinkAja murni berisi tenaga profesional yang dipekerjakan dari luar BUMN. Danu memastikan setiap pemegang saham tidak menyuntik SDM ke dalam lingkup organisasi LinkAja.

Danu menyebutkan, seluruh karyawan Tcash dipilih untuk menjalankan LinkAja di awal pembentukannya berdasarkan evaluasi dan keputusan dari para pemegang saham. Hingga saat ini LinkAja telah memiliki 200 karyawan, termasuk 80 orang baru yang dipekerjakan dari berbagai latar belakang industri, seperti teknologi, perbankan, dan FMCG.

“LinkAja harus berbeda dari perusahaan BUMN lain sehingga mereka memberikan mandat agar tidak boleh ada penempatan [perwakilan] pemegang saham. Dengan visi dan misi yang besar, kita hire tenaga profesional di luar BUMN,” ucap Danu yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Tcash.

Menurut Danu, pembentukan LinkAja terjadi melalui inisiasi Menteri BUMN Rini Soemarno. Inisiasi ini berlanjut pada diskusi panjang antara bank-bank Himbara dan Telkomsel, yang mana Tcash diputuskan menjadi “embrio” untuk menyatukan seluruh layanan e-money ke satu platform.

Lalu bagaimana mengonversikan platform Tcash agar bisa mengakomodasi migrasi pengguna dan fitur dari semua e-money?

“Bicara payment selalu ada core platform. Bank-bank Himbara memutuskan yang paling scalable itu Tcash. Makanya sejak awal LinkAja menggunakan core Tcash, tetapi terus kami improve. Fitur di e-money bank Himbara kan beda-beda, jadi kita kombinasikan,” ungkapnya. 

Di sisi lain, Danu menyebut bahwa perusahaan tetap merancang UI/UX LinkAja dari awal yang dapat menunjukkan dinamisme keseluruhan fitur sesuai aspirasi pemegang saham.

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel’s Venture Capital Debut Investment for Kredivo

Today (7/3) Telkomsel, through the investment arm, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) announced new investment for FinAccel (Kredivo). It is supported by MDI Ventures, the investment arm of Telkom Group. There is no further detail or nominal of the funding.

As of the current news, Kredivo’s latest funding was Series B worth 435 billion Rupiah, led by Square Peg Capital involving MDI Ventures, Atami Capital, and its previous investors. Earlier, they also received Series A funding from some investors including Jungle Ventures, Alpha JWC Ventures, 500 Startups, and many more.

“The collaboration between Telkomsel and Kredivo aims to provide payment solutions while maintaining to accelerate thousands of Indonesian retail entrepreneurs by providing alternative financial services for a broaden customer segment,” TMI’s CEO, Andi Kristianto said.

MDI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja said, “There are some collaborations and synergies we identified as capable to bring great benefits for Telkomsel and FinAccel. It brought benefits because both parties can go-to-market at once, reaching out to Telkomsel’s broad customers and providing services with significant added value to them.

TMI was officially announced on May 2019. The amount of $40 million (equivalent to 576 billion Rupiah) is prepared to invest in startups operating in Indonesia. Under the initiative, Telkomsel partnered with MDI Ventures and Singtel Innov8. Previously, funding is to focus on big data, IoT, and entertainment industry startups.

Kredivo comes with the right innovations amidst the e-commerce momentum in Indonesia. The service offers “virtual credit cards” for various shopping demand. Regarding market penetration, they currently available in Greater Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Palembang, Medan, Bali, Yogyakarta, and Solo.

The credit given is within 30 days, 3 months, 6 months and 1-year tenor. Interest per month is up to 2.95%. Currently, the platform has been implemented in almost all kinds of e-commerce operating in Indonesia. Recently, the company founded by Akshay Garg, Alie Tan, and Umang Rustagi also launched a new product of cash loan.

Previously, the one rumored to invest in Kredivo is its series A round investor, Jungle Venture, worth 2.5 trillion Rupiah. However, it seems that it hasn’t been realized until now.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Modal Ventura Milik Telkomsel Berikan Pendanaan Perdananya untuk Kredivo

Hari ini (03/7) Telkomsel melalui unit investasinya Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) mengumumkan telah memberikan pendanaan baru untuk FinAccel (Kredivo). Pendanaan tersebut juga didukung MDI Ventures, yang merupakan unit investasi milik Telkom Group. Mengenai detail dan nominal pendanaan tidak dipaparkan.

Sebagai informasi, pendanaan terakhir yang didapatkan Kredivo senilai 435 miliar Rupiah dalam putaran seri B, dipimpin Square Peg Capital dengan partisipasi MDI Ventures, Atami Capital, dan investor lamanya. Sebelumnya mereka juga telah mendapatkan pendanaan seri A dari sejumlah investor termasuk Jungle Ventures, Alpha JWC Ventures, 500 Startup dll.

“Kerja sama Telkomsel dan Kredivo tidak hanya bertujuan untuk menyediakan solusi pembayaran, tapi sekaligus  untuk memajukan ribuan pengusaha ritel Indonesia dengan memberikan alternatif layanan finansial yang dapat menjangkau segmen pelanggan yang lebih luas,” CEO TMI Andi Kristianto.

CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengatakan, “Terdapat sejumlah kolaborasi dan sinergi yang telah kami identifikasi yang mampu menghasilkan manfaat besar bagi Telkomsel dan FinAccel. Kerja sama ini sangat menguntungkan karena kedua belah pihak dapat ‘go-to-market’ secara bersama-sama, menjangkau pelanggan Telkomsel yang luas dan memberikan layanan dengan nilai tambah yang signifikan kepada mereka.”

Inisiatif TMI diumumkan pada Mei 2019 lalu. Dana sebesar $40 juta (setara dengan 576 miliar Rupiah) disiapkan untuk diinvestasikan ke sejumlah startup yang beroperasi di Indonesia. Dalam inisiatif tersebut, Telkomsel bermitra dengan MDI Ventures dan Singtel Innov8. Awalnya pemberian dana akan difokuskan untuk startup di bidang big data, IoT, serta industri hiburan.

Kredivo sendiri hadir dengan inovasi yang pas di tengah momentum e-commerce di Indonesia. Layanannya menawarkan “kartu kredit virtual” untuk beragam kebutuhan belanja. Terkait penetrasi pasar, saat ini mereka baru melayani pengguna di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Palembang, Medan, Bali, Yogyakarta, dan Solo.

Kredit yang diberikan berdurasi 30 hari, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun. Bunga per bulan yang diterapkan mencapai 2,95%. Saat ini platform Kredivo sudah diterapkan di hampir semua e-commerce besar yang beroperasi di Indonesia. Belum lama ini perusahaan yang didirikan oleh yang didirikan oleh Akshay Garg, Alie Tan, dan Umang Rustagi tersebut juga meluncurkan produk baru berupa pinjaman tunai.

Sebelumnya yang dikabarkan hendak menyuntik pendanaan baru untuk Kredivo adalah investor lamanya di putaran seri A, yakni Jungle Venture dengan nilai hampir 2,5 triliun Rupiah. Namun tampaknya belum terealisasi sampai saat ini.

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel Introduces New Investment Arm, Prepare 576 Billion Rupiah for Startup Funding

Telkomsel announces a new sub unit called TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) in charge of the company’s funding management and business synergy. A $40 million (around 576 billion Rupiah) is ready to be poured on some Indonesia’s startups. In this investment, Telkomsel partners with MDI Ventures and Singtel Innov8.

Funding will be focused on startup in big data, IoT, and entertainment (music, game, and video). They expect this to increase corporate awareness in the developing digital business ecosystem.

Telkomsel, being known as connectivity and telecommunication company, had initiative to create a new business model. In terms of concept, it was already made three years ago.

Telkomsel’s President Director, Ririek Adriansyah said, “Through TMI, Telkomsel aims to create an engagement model that is more flexible, responsive, and reliable for startups seeking access to strategic investment, meanwhile making a better user experience with a sustainable symbiotic alliance.

As an investment arm of Telkom Group, MDI Ventures is to play role as the Fund Manager, and focus to share insight with Telkomsel in running TMI.

In the official release, Nicko Widjaja as MDI Ventures CEO said, “In three years, we’ve grown as an experimental CVC (Corporate Venture Capital) to a reinforcement agent for Telkom Indonesia [..] We’re very much into this collaboration with TMI and can’t wait to work in various sector of digital telecommunication.”

In terms of the first year’s timeline, Widjaja admitted to have some startups in mind for the portfolio. The target is to invest in ten or more early stage startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkomsel Bentuk Unit Investasi Baru, Siapkan 576 Miliar Rupiah untuk Pendanaan Startup

Telkomsel mengumumkan pembentukan sub-unit investasi baru bernama TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) yang akan bertanggung jawab atas pengelolaan dana investasi dan proses sinergi lini bisnis perusahaan. Dana sebesar $40 juta (setara dengan 576 miliar Rupiah) sudah disiapkan untuk diinvestasikan ke sejumlah startup di Indonesia. Dalam pengucuran investasi tersebut, Telkomsel bermitra dengan MDI Ventures dan Singtel Innov8.

Pendanaan akan fokus pada startup di bidang big data, IoT, serta industri hiburan (musik, game, dan video). Pihaknya berharap hal ini dapat membantu meningkatkan corporate awareness dalam ekosistem bisnis digital yang kian berkembang.

Sekian lama dikenal sebagai perusahaan konektivitas dan telekomunikasi, Telkomsel berinisiatif  untuk memulai model bisnis baru. Secara konsep sebenarnya sudah dimulai sejak tiga tahun lalu.

Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menjelaskan, “Melalui TMI, Telkomsel ingin menghadirkan engagement model yang lebih fleksibel, responsif dan dapat diandalkan bagi startup yang mencari akses ke permodalan strategis dan di saat bersamaan juga dapat menghadirkan user experience yang lebih baik dengan aliansi simbiosis yang berkelanjutan.”

Sebagai modal ventura hasil perpanjangan tangan Telkom Group, MDI Ventures akan berperan sebagai Fund Manager, serta fokus berbagi insight dengan Telkomsel dalam menjalankan TMI.

Dalam keterangan resminya, Nicko Widjaja selaku CEO dari MDI Ventures mengungkapkan, “Dalam jangka waktu tiga tahun, kami berkembang dari sebuah CVC (Corporate Venture Capital) eksperimental menjadi kendaraan pertumbuhan untuk Telkom Indonesia [..] Kami antusias dapat berkolaborasi dengan TMI untuk berpartisipasi dalam pendanaan ini dan bekerja dalam berbagai sektor telekomunikasi digital.”

Mengenai timeline di tahun pertama, Nicko mengakui pihaknya sudah mengincar beberapa startup untuk jadi portofolio. Targetnya di tahun ini adalah untuk bisa berinvestasi di lebih dari sepuluh startup tahap awal.

Media Gathering Telkomsel 2019: Persiapan RAFI, dan Program Promosi

Menjelang momen Lebaran, jadi kegiatan rutin operator lokal mengadakan acara untuk media. Update akan kesiapan jaringan, update program promo dan berbagi informasi lain. Dua operator telah mengadakan acara, kini giliran Telkomsel menggelar acara media gathering di Bali.

Salah satu yang jadi bahan utama di acara ini tentu saja paparan tentang persiapan RAFI alias Ramadan dan Idul Fitri. Kalau beberapa tahun lalu biasanya paparan dilakukan dengan uji sinyal, kali ini tidak namun dalam presentasi dipaparkan pula tentang uji hasil kecepatan internet yang telah dilakukan oleh Telkomsel.

Persiapan RAFI

Informasi yang cukup lengkap dipresentasikan oleh Bob Apriawan – Direktur Network Telkomsel dan Andrias Indra – Vice president Network Operation Management. Ada dua bagian, yang pertama lebih berbicara ke teknologi dan yang kedua kesiapan detail Telkomsel untuk menghadapi RAFI. Anda bisa melihat di gallery image di bawah ini, namun kita akan membahas beberapa hal penting dari penjelasan yang ada.

Dalam presentasinya Bob Apriawan menjelaskan tentang kesiapan Telkomsel untuk membangun 4G secara kontinyu, dijelaskan bahwa untuk 4G Telkomsel telah bisa melayani 97% kabupaten sisanya masih menggunakan 2G dan 3G, sedangkan untuk LTE cakupannya sudah 93%, diharapkan di akhir tahun akan menjadi 95%. Telkomsel juga telah membangun 10.000 base transceiver station multi band LTE di seluruh Indonesia untuk menyambut momen RAFI.

Lonjakan yang diprediksikan terjadi oleh Telkomsel antara lain lonjakan data sebesar 21% dibanding hari normal lalu sekitar 66% jika dibandingkan trafik layanan data tahun lalu (momen yang sama). Dari prediksi ini bisa terlihat bahwa data akan menjadi kunci utama layanan di masa Lebaran, termasuk aktivitas mengunggah foto dan video saat perjalanan. Aplikasi media sosial dan pesan instan dan akses data untuk mengetahui informasi terkait momen liburan (lokasi dan aktivitas) juga menjadi aktivitas yang diprediksi akan dilakukan pengguna. Video, musik dan games juga diantisipasi oleh Telkomsel.

Dari sisi teknis lainnya, momen RAFI tahun 2019 ini Telkomsel juga menambah kapasitas jaringan pada 10.000 BTS 4G, mengoperasikan 70 mobile BTS, menambah kapasitas gateway internet 15% dari kapasitas yang telah ada menjadi 4.7000 Gbps dan menambah kapasistas sistem IT agar layanan lebih siap, selain itu kapasitas isi ulang pulsa juga ditingkatkan.

Seperti halnya dibicarakan oleh banyak orang, layanan legacy (suara dan SMS) dari telekomunikasi kini digantikan oleh layanan berbasis data (aplikasi, game, OTT, dll) termasuk berbagai layanan digital lain. Hal ini juga diprediksikan oleh Telkomsel pada masa Lebaran kali ini, yaitu turun 10% untuk trafik suara dan 2% untuk trafik layanan SMS. Hal senada juga diamini oleh Ririek Adriansyah – Direktur Utama Telkomsel dalam presentasinya di acara media gathering, bahwa pertumbuhan pendapatan tahun 2018 akan hadir dari layanan non legacy telekomunikasi bukan layanan suara dan SMS. Tentang ini akan dibahas di bagian lain di artikel ini.

Untuk uji test jaringan, berikut penjelasan dari Telkomsel untuk berbagai jalur mudik di Indonesia, termasuk darat dan kereta api.

Program untuk konsumen di momen RAFI

Untuk Anda konsumen yang akan mudik dalam momen Lebaran kali ini, tentunya tidak lengkap ketika hal teknis seperti jaringan telah dipersiapkan namun program penjualan tidak. Maka dari itu Telkomsel juga telah menyiapkan berbagai program untuk konsumen mereka.

Program yang disiapkan cukup banyak karena tidak hanya mencakup penggunaam data dan layanan tradisional (SMS dan telepon) tetapi juga untuk menjangkau mobile gamers sampai dengan layanan LinkAja untuk non cash service. Lebih lengkap bisa Anda cek di gambar berikut.

Kesiapan titik layanan, yang terdiri pusat layana online maupun offline. Untuk yang offline juga bisa dilihat akan ada 493 mobile graPARI, 3779 outlet siaga, juga mitra distributor yang siap membantu layanan Telkomsel. Selain itu tidak hanya untuk exsisting user tetapi kartu baru dan voucher juga disiapkan. Tentunya perkembangan teknologi masa kini memberikan kemudahan karena Anda bisa menggunakan aplikasi dari Telkomsel untuk beli paket pulsa atau internet tetapi di masa Lebaran (mudik), keberadaan outlet offline tidak bisa dihilangkan.

Hal menarik lain dari topik promosi atau penjualan adalah hadirnya beberapa program yang menurut saya cukup menarik, dalam artian sesuai dengan perkembangan digital masa kini. Pada slide Anda bisa melihat selain promo ‘standar’ seperti undian dan hadiah aplikasi ada pula promo terkait mobile gaming serta promo lewat aplikasi LinkAja. Dua promo ini bisa menggaet konsumen gaming lewat Dunia Games (khususnya esports – Mobile Legends dan Free Fire) yang kini sedang berkembang pesat, dan yang satu lagi adalah usaha Telkomsel (bersama dengan BUMN lain) untuk masuk ke ranah tekfin (teknologi finansial) yang kini juga semakin populer.

Tentang kondisi industri dan target Telkomsel tahun ini

IMG20190430203831

Selain menjelaskan tentang kesiapan teknologi, layanan maupun peningkatan coverage terkait musik llibur Lebaran, tentunya tidak lengkap jika Direktur Utama yang juga hadir di acara tidak memberikan sambutan dan penjelasan terkait perkembangan telekomunikasi, khususnya layanan Telkomsel.

Dalam presentasinya, Ririek Adriansyah – Direktur Utama Telkomsel menjelaskan sedikit banyak tentang kondisi industri telekomunikasi, termasuk beberapa angka yang akan menjadi target Telkomsel di Tahun ini. Beliau menjelaskan bahwa di tahun 2018 industri telekomunikasi lokal secara keseluruhan mengalami penurunan 7.3% dengan Telkomsel turun ‘hanya’ 4.3%. Meski demikian dibanding awal tahun 2018, bagi Telkomsel akhir tahun revenue sharing bertambah. Meski secara keseluruhan turun namun Telkomsel melihat di Q3 tahun 2018 tumbuh sampe Q4 dan di awal tahun pun bertumbuh positif.

Beberapa hal yang menyebabkan penurunan industri telekomunikasi antara lain adalah program registrasi kartu yang diadakan secara menyeluruh. Dalam skala jangka pendek, pengetatan atau pembatasan dari registrasi kartu akan berdampak kurang baik namun untuk jangka panjang akan lebih sehat untuk industri, salah satunya karena pengguna alam didorong untuk mengisi pulsa bukan habis paket lalu ganti kartu baru. Faktor lainnya adalah perang harga yang di tahun 2018 cukup sengit. Lalu faktor lain adalah meningkatkan penggunaan layanan OTT yang berhubungan dengan perubahan sumber pemasukan layanan telekomunikasi.

Ririek menjelaskan bahwa tahun 2018 revenue dari layanan legacy (pulsa dan SMS) sebesar 47% dan sisanya 53%, lalu di akhir Q1 2019 revenue dari layanan non legacy (OTT, games, layanan digital lain) naik beradar di angka 61% dan sisanya dari layanan legacy. Dengan kondisi ini Telkomsel juga akan semakin mendorong pada layanan data serta layanan digital lain.

Membicarakan tahun 2019, telkomsel yakin akan recovery dan kembali tumbuh, secara industri keseluruhan diprediksi akan tumbuh positif single digit. Salah satu layanan digital dari Telkomsel yang cukup mencuri perhatian publik adalah LinkAja, yang merupakan perubahan dari layanan Tcash dari Telkomsel.

LinkAja memang tidak sendirian, seperti dikutip dari artikel DailySocial, bahwa layanan ini merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, dan Pertamina. Hal ini sebenarnya menjadi menarik karena layanannya akan semakin luas, tidak hanya mitra dari Telkomsel saja tetapi mendapat dukungan dari berbagai BUMN lain, termasuk Pertamina yang perannya akan cukup tinggi di masa Lebaran atau momen mudik.

Untuk data pengguna, disebutkan Ririek saat ini pengguna terdaftar LinkAja ada 33 juta dan 3.1 juta monthly active user, ditargetkan bertambah menjadi 3.5 juta untuk monthly active user di tahun 2019, sedangkan pengguna terdaftar ditargetkan akan menjadi 40 juta pengguna.

Topik lain yang cukup menarik untuk dibahas adalah tentang 5G dan konsolidasi perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Untuk 5G, Ririek mengatakan bahwa Telkomsel sudah mempersiapkan untuk adopsi generasi baru dari koneksi broadband ini. Namun untuk adopsinya di Indonesia tidak dalam waktu dekat, masih banyak yang harus dipersiapkan terutama tentang ketersediaan spectrum. Untuk IoT dengan 5G di Indonesia juga masih banyak yang harus dipersiapkan, jika di luar trennya sudah membicarakan driverless car di Indonesia sendiri masih belum bisa, setidaknya untuk saat ini.

Untuk topik konsilidasi telko, Telkomsel sndiri mendukung hal tersebut, salah satu alasannya adalah akan membuat industri semakin sehat, meski demikian Telkomsel mendukung konsolidasi yang sesuai dengan undang-undang yang ada. Salah satu permasalahan yang harus dipecahkan adalah kepastian berapa spectrum yang harus dikembalikan, jangan sampai terjadi penumpukan di satu operator saja. Meski mendukung adanya konsoludasi, namun Telkomsel belum punya rencana untuk melakukan akuisisi perusahaan telko lain, salah satu alasannya adalah banyaknya rambu-rambu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.

Secara umum, media gathering sebelum momen mudik atau Lebaran pada dasarnya ingin menegaskan kesiapan Telkomsel untuk memberikan layanan pada konsumennya, mulai dari jangkauan di jalur mudik (ini yang utama), lalu program penjualan sampai dengan dukungan lain seperti ketersediaan outlet dan layanan konsumen.

Lonjakan trafik tentunya akan meningkat di momen mudik, promosi penjualan juga akan menarik pengguna untuk bertransaksi, satu hal yang pasti adalah keniscayaan bahwa layanan legacy dari telekomunikasi sudah semakin memudar, kesiapan program yang mendukung tren teknologi seperti mobile gaming, data, streaming serta layanan OTT akan diuji di era telekomunikasi masa kini. Semoga saja Anda, pengguna Telkomsel, akan bisa menikmati hasil dari persiapan Telkomsel untuk momen RAFI tahun ini tanpa gangguan berarti dan bisa berkomunikasi serta mengakses layanan data dengan lancar. Selamat mudik.

IMG20190430205530

Telkomsel Mulai Komersialisasi IoT Intank, Bermitra dengan Pertamina Patra dan Mitratel

Telkomsel mengumumkan Pertamina Patra Niaga (PPN) dan Mitratel sebagai mitra perdana yang mengimplementasikan solusi fuel management IoT Intelligent Tank Monitoring System (Intank). Solusi ini sebelumnya telah diperkenalkan sejak tahun lalu, namun masih dalam tahap uji coba.

IoT Intank berfungsi secara end-to-end memonitor tangki atau aset likuid dari jarak jauh yang memungkinkan pemantauan inventaris dan konsumsi bahan bakar secara intensif kapanpun dan di manapun karena terhubung dengan sistem cloud.

“Telkomsel secara konsisten meningkatkan kesiapan teknologi dan jaringan sebagai bagian dari upaya mengakselerasi terbentuknya ekosistem IoT di Indonesia, sekaligus dalam rangka memasuki era Industri 4.0,” ucap SVP Enterprise Account Management Telkomsel Dharma Simorangkir dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, solusi Intank akan membantu Pertamina Patra Niaga dan Mitratel dalam berbagai use case yang berbeda. Pertamina Patra memanfaatkan Intank untuk monitor persediaan bahan bakar pada tangki penyimpanan terminal (terminal storage), sensor meter pada jalur distribusi, serta CCTV pada titik transfer kustodi.

Sebelumnya, PPN telah mengembangkan solusi digital bernama Pertamina Smart MT (mobil tangki). Kehadiran IoT Intank dan Fleetsight, diharapkan akan menjadi lokomotif inovasi buat Pertamina Smart MT sehingga lebih optimal dalam menjaga persediaan dan melakukan distribusi bahan bakar minyak bagi para konsumen.

Sementara itu, Mitratel, anak usaha Telkom bergerak di bisnis penyediaan menara pemancar telekomunikasi dan infrastruktur, akan memanfaatkan Intank untuk monitor konsumsi dan persediaan bahan bakar pada site infrastruktur telekomunikasi yang memakai genset sebagai cadangan energi.

Mitratel dapat beroperasi dengan optimal tanpa terhambat pasokan energi, sekaligus menandai proses digitalisasi operasional bisnis perusahaan sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi paling inovatif.

Setelah kemitraan dengan PPN dan Mitratel, akan ada tambahan use case Intank untuk industri yang berbeda. Di antaranya Semen Merah Putih (industri semen), Pamapersada Nusantara (industri kontraktor pertambangan), dan Kapuas Prima Coal (industri pertambangan). Semuanya ini masih dalam tahap uji implementasi.

Semen Merah Putih memanfaatkan Intank untuk monitor persediaan bahan bakar dari jarak jauh pada terminal storage dan tangki bahan bakar truk pencampur semen secara real time. Begitupun Pamapersada, untuk monitor bahan bakar di storage tank yang akan didistribusikan untuk operasional, lokasi kapal distribusi, dan ketinggian air sungai yang dilalui kapal.

Sementara Kapuas Prima, untuk monitor bahan bakar pada mobil truk yang mendistribusikan bahan bakar dari pelabuhan ke site pertambangan dan ketersediaan bahan bakar storage tank di pelabuhan.

“Kami berharap Intank dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi ketiga perusahaan tersebut untuk menjadi pemain terdepan di industri masing-masing,” pungkas Dharma.

Tcash Officially Merges to LinkAja, Danu Wicaksana Leads Finarya

Friday (2/22), Telkomsel’s e-money service is officially merged into LinkAja. Tcash’s President Director, Danu Wicaksana is appointed to lead the service under PT Fintek Karya Nusantara (Finarya).

In the official release to DailySocial, Wicaksana said there’s no different service from Tcash to LinkAja. Users can use Tcash as per usual.

However, LinkAja will introduce some new features soon. “We’ll be developing some new features of LinkAja in time,” he added.

LinkAja is a QR Code-based payment system to be managed by alliance of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, and Pertamina.

After Tcash, server-based e-money platforms under state-owned banks, such as BRI’s My QR and BNI’s Yap!, will merge into LinkAja payment system in early March.

An interesting news arose, Jiwasraya is to involve in LinkAja shareholders. Telkomsel will acquire 25%, followed by BNI, BRI, and Mandiri of 20%. Both BTN and Pertamina will have 7% each, and 1% for Jiwasraya.

Strategy to compete with Ovo and Go-Pay

The plan of state-owned companies to create its own payment system has spread since the late 2018. In fact, rumor has it that they will partner with WeChat Pay and Alipay.

Soon after that, the state-owned alliance announces to launch QR Code-based payment system, LinkAja, in the late January 2019. To date, state-owned companies involved are sealed when it comes to LinkAja’s development in the future.

One that is certain, LinkAja is developed to break Go-Pay and Ovo’s domination in Indonesia.

“It was because Go-Pay and Ovo is strong, it triggers state-owned companies to make synergy. Previously, each company work independently. Mrs. Rini (Ministry of State-owned companies) wants to merge the whole effort to LinkAja,” David Bangun, Telkom’s Digital and Strategic Portfolio Director said, not long time ago.

Based on DailySocial’s Fintech Report 2018, Go-Pay is the most popular with 79.39% of the respondents have tried the app, followed by Ovo at 58.42%, and Tcash 55.52%

Difficult to access

Until this afternoon, LinkAja users still complain about the difficulty to access the app. It has been going on since this morning.

DailySocial has tried to login. The first time, it succeed. The second trial and the next ones did not.

The access is using cellphone number. When logging in, user will receive verification code sent to the cellphone number. Unfortunately, after the verification code entered, it keeps loading and not getting into the app.

In its official release, Wicaksana said the LinkAja system is currently upgrading because the high demand of users. He guarantee the account safety with its balance.

“”LinkAja’s technical team is trying to make it easier for user to acces the app. We’re very sorry for the inconvenience in accessing LinkAja,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian