Amartha dalam Upaya Memupuk Kesejahteraan Wirausaha Kaum Ibu

Mata Sri Wahyuni berbinar-binar saat bercerita tentang bagaimana ia menjalankan kerajinan anyaman dan tali pramuka di rumahnya. Demikian juga Pariyah yang memproduksi camilan unik dari buah sukun bersama para tetangganya.

Kami juga menyaksikan ekspresi serupa saat menengok usaha batik tulis milik Titik Supartina. Di usia hampir separuh abad–atau bahkan lebih–baik Sri, Pariyah, dan Titik sama-sama menuai hasil manis dari bisnis berskala rumahan berbekal pinjaman.

Sri misalnya, setelah jatuh-bangun menjalankan bisnis kerajinan anyaman yang sebelumnya dijalankan sang suami, ia kini telah mengantongi omzet sebesar Rp6 juta per bulan dari modal awal Rp2 juta yang diperoleh dari Amartha sejak 2014.

Sementara Pariyah telah meraup omzet Rp9 juta-Rp17 juta dari penjualan keripik dan stik sukun. Bahkan hasil produksinya telah sampai hingga ke Negeri Sakura. Pencapaian ini berbekal pinjaman Amartha sebesar Rp3 juta di 2014.

“Stik sukun ini kami jual seharga Rp35 ribu. Kalau di Jepang, kami jual putus. Harganya bisa melonjak tinggi di sana sampai Rp250 ribu per kantong,” ujar Pariyah.

Cerita ini kami dapatkan saat diajak menyambangi keberadaan usaha mereka di Yogyakarta. Kami melihat langsung bagaimana ketiganya berkontribusi terhadap kemajuan usaha mikro dan pemberdayaan ibu-ibu di Yogyakarta.

Kami juga sempat menyaksikan kegiatan pendampingan Majelis usaha batik tulis yang diketuai oleh Titik. Pendampingan ini tak lain untuk memupuk literasi keuangan dan mendorong semangat gotong-royong pada setiap anggota. Perkembangan usaha mereka akan disoroti setiap minggunya oleh petugas lapangan resmi Amartha.

Di tempat usaha ini, setiap anggota ditawarkan menjadi mitra Titik dengan imbal jasa Rp200 ribu per kain batik tulis. Pinjaman awal Rp1 juta yang diperolehnya dari Amartha digunakan untuk membeli bahan kain dan peralatan batik tulis.

Sedikit penyegaran, Amartha menggunakan metode tanggung-renteng dalam menyalurkan pinjaman kepada kaum ibu. Sistem tanggung renteng dibuat berkelompok (majelis) yang terdiri dari 15-20 orang. Tujuannya untuk menekan kemungkinan gagal bayar dari salah satu anggota.

Bagi Amartha, metode tanggung renteng terbilang berhasil dalam mengurangi potensi gagal bayar. Rasio kredit macet atau Non-Performing-Loan (NPL) Amartha sampai saat ini masih di bawah 1 persen.

Malahan, menurut data perusahaan, metode ini juga telah meningkatkan pendapatan dan menurunkan tingkat kemiskinan mitra Amartha lainnya–seperti Sri, Pariyah, dan Titik–masing-masing hingga 60 persen dan 22 persen.

Ditemui saat mengunjungi mitra Amartha di Yogyakarta, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menyebutkan pihaknya telah memiliki mekanisme sendiri dalam menyelesaikan masalah, seperti gagal bayar, di lingkup majelis.

“Biasanya kredit macet itu terjadi karena masalah keluarga atau bisnisnya gagal. Tapi kami punya code of conduct sendiri, yaitu penyelesaian masalah dilakukan di lingkup majelis. Kalau berkali-kali masih gagal bayar juga, Amartha baru akan turun tangan,” ungkap Hadi.

Kesejahteraan tak terbatas pada peningkatan pendapatan

Memasuki paruh kedua 2019, perusahaan masih enggan mengungkap rencana bisnisnya di tahun depan. Namun, ada beberapa strategi yang tengah dipersiapkan Amartha untuk memperkuat pasar yang menurutnya telah dikuasai selama sembilan tahun terakhir.

Hadi mengungkap bahwa definisi sejahtera tidak terbatas pada kemampuan meningkatkan pendapatan. Keberhasilan menyekolahkan anak melalui sebuah usaha adalah salah satu pencapaian untuk menuju level tersebut.

Ia menggambarkan bagaimana para mitra Amartha nantinya tak hanya cerdas dalam mengelola pinjaman untuk menjalankan usaha, tetapi juga mengelola keuangan untuk keluarga. Gambaran barusan adalah contoh use case yang akan menjadi rencana pengembangan Amartha selanjutnya.

“Kami sedang menyiapkan aplikasi untuk borrower. Tapi belum bisa kami ceritakan. Kami kan sudah punya basis komunitas dari mitra-mitra kami. Harapannya [lewat aplikasi ini], kami bisa menutup poverty gap mereka. Sejahtera lewat pendapatan saja kan tidak cukup,” ungkapnya.

Amartha juga tengah melakukan piloting untuk pendaftaran online dan penambahan fitur-fitur baru untuk peminjam dalam beberapa bulan ke depan. Untuk saat ini, seluruh pinjaman disalurkan secara tunai kepada para mitra.

“Kompetitor kami memang banyak, tetapi segmentasi kami unik karena membidik usaha mikro dari ibu-ibu. Bahkan kami ada value added dengan pembinaan majelis. Secara bisnis juga efisien karena agen dan investor punya aplikasi sendiri. Dan investor kami berbeda, tidak cuan based,” jelas Hadi.

“Sementara, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto menambahkan bahwa Amartha siap memperluas pasarnya ke luar Pulau Jawa. Ia menyebutkan ekspansi ke Sulawesi Selatan akan dimulai bulan depan.

“Kami lihat pasar [usaha mikro] di sana sangat potensial. Kami sudah siapkan tim sendiri untuk ekspansi ke Sulawesi Selatan,” ujar Aria yang ditemui pada kesempatan sama.

Sampai Juli 2019, Amartha yang awalnya dibangun sebagai koperasi, telah menyalurkan dana pinjaman sebesar Rp1,2 triliun ke 270 ribu pengusaha perempuan di 4.100 desa seluruh Indonesia.

Berkat tingginya antusiasme pasar, Amartha memperkirakan sampai akhir tahun penyaluran pinjaman dapat mencapai Rp1,5 triliun ke 300 ribu pengusaha perempuan. Amartha membidik pertumbuhan bisnisnya dapat naik dua sampai tiga kali lipat tahun depan.

Application Information Will Show Up Here

Blibli in Its 8th Anniversary Aims to Extend Partnership with SMEs

Blibli intends to increase order in its platform up to 3.5 times this year. One of the methods is to partner with as many Small-Medium Enterprises (SMEs) as possible.

In its 8th birthday, Blibli showed off some improvements. They kind of doubled up the gross merchandise value (GMV) and increase the active users per month around 15-20 million. The order goes up along the way to 400 percent.

Blibli’s CEO, Kusumo Martanto said the company is now focusing to increase the order.

“We’re targeting to increase the order by 3.5 times from last year,” he said.

In pursuance of the idea, they are to acquire more SME partners. However, SMEs have involved in just 5% of Blibli’s economy.

The low contribution is due to the lack of quality and quantity. He took an example of some cases when SMEs aren’t ready for massive orders. It also becomes a problem when they can’t cope up with social issue for supporting local products.

“Therefore we should hold a workshop. Otherwise, they’ll never get bigger,” he added.

There are 10 thousand SMEs out of 70 thousand merchants in Blibli. It’s a way to accelerate the participation of qualified SMEs. Blibli has held at least 50 workshops and 300 other last years.

“We expect to get to export. For this year, at least to increase to 10 percent,“ Martanto said.

Minister of Communication and Informatics, Rudiantara is fully supporting Blibli’s plan for SMEs. He might not come if it’s for another e-commerce related to the support of local products. As a reminder, he also stated that 56% of the Indonesian economy is being stirred by SMEs.

“I appreciated Blibli’s movement, I might not attend if it’s for another marketplace,“ he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ulang Tahun Ke-8, Blibli Berambisi Rekrut Lebih Banyak UKM Jadi Mitra

Blibli berambisi mendongkrak jumlah pesanan di platform mereka 3,5 kali lipat tahun ini. Salah satu metode yang mereka tempuh adalah menggandeng usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebanyak mungkin.

Dalam paparan di acara ulang tahun ke-8 mereka, Blibli memamerkan sejumlah peningkatan kinerja. Beberapa di antaranya adalah kenaikan dua kali lipat di gross merchandise value (GMV) dan jumlah kunjungan pengguna aktif bulanan mereka berkisar 15-20 juta. Mereka juga turut menyebut jumlah pesanannya naik 400 persen.

CEO Blibli, Kusumo Martanto, menyebut fokus perusahaan tahun ini menggenjot jumlah pesanan tersebut.

“Kita targetkan jumlah order-nya naik 3,5 kali lipat dari tahun lalu,” ujar Kusumo.

Untuk mendukung rencana tersebut, mereka akan menggandeng lebih banyak mitra UKM. Pasalnya kontribusi UKM dalam ekonomi Blibli masih sebatas 5 persen saja.

Kecilnya kontribusi UKM disebabkan oleh kurangnya kemampuan dalam segi kualitas dan kuantitas. Kusumo mencontohkan dalam beberapa kasus ada UKM yang tak siap menerima derasnya pesanan. Ada juga perkara sosialisasi yang masih minim dalam mendukung produk lokal.

“Makanya kita bikin pelatihan saja. Kalau enggak begitu, enggak bisa gede-gede,” imbuh Kusumo.

Ada 10 ribu UKM dari total 70 ribu merchant yang dimiliki Blibli. Pelatihan jadi cara mereka agar mempercepat keikutsertaan UKM yang memenuhi kualifikasi. Setidaknya ada 50 lebih pelatihan yang Blibli jalani dan 300 lebih di tahun lalu.

“Kita ekspektasikan bisa sampai ekspor ke luar negeri. Tapi untuk tahun ini paling tidak jadi 10 persen,” pungkas Kusumo.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mendukung penguatan UKM yang dilakukan Blibli. Rudiantara mengaku belum tentu memenuhi undangan e-commerce lain yang terkait dukungan mereka terhadap produk lokal. Ia mengingatkan ekonomi Indonesia saat ini 56 persen di antaranya digerakkan oleh UMKM.

“Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Blibli, saya belum tentu hadir kepada e-commerce atau marketplace yang lain,” cetus Rudiantara.

Application Information Will Show Up Here

Advocado Ingin Bantu UKM Tingkatkan Pendapatan Melalui Program Loyalitas Pelanggan

Masih rendahnya pemahaman kalangan UKM tentang program loyalitas pelanggan menjadi salah satu alasan mengapa Advocado didirikan. Terlebih lagi, saat ini sudah banyak UKM di Indonesia yang sudah memanfaatkan teknologi, namun sayangnya belum banyak yang memanfaatkan layanan berbasis data dan program loyalitas tadi.

Kepada DailySocial, Bussiness Development Manager Advocado Indonesia Su Aidi mengungkapkan, kebanyakan program loyalitas yang hadir di Indonesia saat ini hanya sebatas sistem berbasis poin dan umumnya memerlukan software bertarif mahal untuk ukuran UKM. Advocado hadir sebagai software sekaligus konsultan bisnis untuk UKM dalam memahami bagaimana kampanye marketing dijalankan, memanfaatkan fitur loyalitas pelanggan.

Harapannya, dengan penerapan sistem loyalitas bisa meningkatkan omzet dan mendatangkan pelanggan baru yang lebih banyak dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan. Sebelumnya Advocado telah terlebih dulu singgah di pasar Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Hongkong.

“Advocado didirikan untuk membantu sektor UKM meningkatkan omzet dan mengefisiensikan upaya pemasaran dengan mengenal lebih dekat pelanggan mereka melalui software CRM.”

Menambah jumlah UKM

Tim Advocado disebutkan bisa memberikan konsultasi kepada pelaku usaha dari pain point yang ada melalui strategi campaign yang ada di dalam software hingga membantu meregistrasikan UKM di software Advocado. Mereka dapat hadir dan melakukan on boarding dari UKM manapun di luar Jakarta, dengan hanya cukup menghubungi melalui WhatApp. UKM juga dapat menyediakan perangkat gadget tersendiri untuk pengoperasiannya di meja kasir hingga mengatur campaign marketing yang ada di dalam software.

Selain itu, mereka juga menawarkan fitur campaign yang berguna untuk menjaring pelanggan baru maupun meningkatkan resistensi pelanggan yang ada.

Saat ini Advocado telah memiliki sekitar 1000 lebih UKM terdaftar di Singapura, dengan jumlah pengguna sekitar 600 ribu orang. Di Indonesia sendiri sejak diluncurkan bulan Juli 2019, Advocado menargetkan bisa merangkul sekitar 1200 lebih UKM dalam waktu satu tahun ke depan.

“Kami optimis dapat membantu 1200 UKM dalam meningkatkan layanan mereka kepada pelanggan sekaligus membantu mereka meningkatkan pendapatan usaha. Dalam waktu dekat kami belum mengarah kepada fundraising, kami ingin fokus dengan sumber daya yang ada untuk mengeksekusi program Advocado dan berkolaborasi sebaik mungkin dengan UKM di Indonesia,” tutup Aidi.

Platform SaaS Finata Bantu UKM Benahi Laporan Keuangan

Berdasarkan data BPS, ada sekitar 62 juta UKM di Indonesia dengan laju pertumbuhan sekitar 100 ribu usaha per tahun. Sementara data dari Ditjen Pajak, hanya terdapat kurang dari 1 juta usaha yang sudah melakukan kewajiban pajak.

Masalahnya adalah kebanyakan UKM tidak memahami cara pembuatan pembukuan atau tidak mengerti manfaat dari kerapihan laporan keuangan, bahkan cara membaca laporan keuangan yang berstandar.

Melihat persoalan tersebut Yudi Sudarmadi selaku Founder & CEO Finata kemudian membuat solusi berupa perangkat lunak keuangan berbasis SaaS yang bisa menghasilkan laporan keuangan sesuai standar akuntansi. Juga dilengkapi fitur pengelolaan pajak dan fitur untuk mendiagnosis kesehatan bisnis. Dibantu oleh Tantan Hilyatana yang berpengalaman dalam pengembangan produk digital, PT Reksa Finansial Tertata (Finata) didirikan.

Software keuangan UKM Finata merupakan web-based cloud computing yang bisa diakses oleh pengguna kapan saja di mana saja. Sehingga pengguna tidak perlu dipusingkan dengan proses instalasi dan penyimpanan data perusahaan. Dengan model bisnis SaaS freemium, setiap UKM bisa memilih dan membayar fitur sesuai kebutuhan.”

Sejak diluncurkan, Finata saat ini telah memiliki 280 pengguna. Berdasarkan feedback dan respons, Finata berupaya untuk melakukan perbaikan sistem agar bisa bermanfaat bagi pengguna. Dengan memiliki kemampuan dan alat yang tepat dalam pencatatan keuangan, pelaku UKM dapat meningkatkan skala bisnisnya secara komprehensif sekaligus mengetahui bagaimana cara tepat mendatangkan sumber permodalan yang terbaik bagi usahanya.

“Termasuk bila didatangi petugas pajak. Karena tidak mengerti keuangan apalagi perpajakan, akhirnya langsung menderita kesulitan keuangan, mendadak bangkrut, atau terkena pidana pajak,” ujar Yudi,

Sebagai bentuk dukungan kepada pemilik usaha, Finata bisa diakses secara gratis melalui situs yang saat  ini masih versi beta. Belum memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi, Finata mengklaim sebagai satu-satunya software akuntansi yang bisa menghitung setoran pajak dan dilengkapi dengan diagnosis kesehatan bisnis.

Target tahun 2019

Dengan target 200 ribu pengguna terdaftar dan 2000 pengguna aktif harian di tahun 2019, Finata berharap dapat menjadi bagian dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas kewirausahaan di masyarakat untuk mewujudkan Indonesia yang lebih mandiri. Secara khusus menyasar pelaku UKM yang berjualan secara online sebagai early adopter, dengan menggunakan Finata, diharapkan mereka dapat mendeteksi kesehatan usahanya sehingga mampu melakukan pengembangan bisnis.

Finata juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana, yang nantinya bisa digunakan untuk kegiatan pemasaran. Rencana fundraising akan dilakukan setelah Finata memiliki jumlah pengguna yang ditargetkan. Saat ini Finata juga tengah menjajaki program IPO khusus untuk startup di kategori papan akselerasi.

“Kami akan terus berkolaborasi dengan komunitas UKM dan menjadikan pemerintah sebagai mitra untuk memperluas edukasi penataan keuangan UKM saat ini,” tutup Yudi.

Alamat.com Telah Bantu 35 Ribu Pemilik Bisnis Offline Adopsi Teknologi

Setelah resmi diperkenalkan bulan April 2019 lalu, platform online yang membantu para konsumen menemukan toko-toko jasa dan gaya hidup yaitu Alamat.com, mengklaim telah membantu sekitar 35 ribu pemilik bisnis offline mengadopsi teknologi online.

Startup yang didirikan oleh Daniel Cahyadi dan Michael Dihardja ini tidak hanya sekadar menampilkan direktori bisnis saja. Versi terkini aplikasi juga mengakomodasi berbagai macam informasi yang aktual mengenai tempat ibadah, ATM, kantor pelayanan umum, taman publik, dan lainnya. Konsep serupa sebenarnya juga ditawarkan oleh Google My Business.

“Sebagai sebuah perusahaan, kami memiliki misi untuk membantu pertumbuhan bisnis UKM yang bergerak di sektor jasa dan gaya hidup agar dapat memberikan pelayanan terbaik bagi para konsumen, melalui kecanggihan teknologi,” kata CEO Alamat.com Daniel Cahyadi.

Platform tersebut juga memberikan pelayanan terpadu untuk semua kebutuhan promosi digital bagi UKM. Yakni dengan memungkinkan pemilik bisnis untuk mengatur tampilan online, mempublikasikan penawaran online, dan melihat performa bisnis online dalam menjangkau target pasar bisnis mereka.

Bagi pelaku bisnis yang tidak memiliki konten promosi berupa gambar atau video yang menarik, Alamat.com juga memberikan pelayanan profesional pembuatan konten. Dengan platform yang ditawarkan, bisa membantu pemilik bisnis meningkatkan usaha mereka, bukan hanya sebagai mitra, tapi juga bisa mempermudah bisnis offline mengadopsi teknologi.

“Saat ini, lebih dari 3000 pengguna mengandalkan Alamat.com untuk mencari rekomendasi tempat untuk dikunjungi tiap harinya,” kata CTO Alamat.com Michael Dihardja.

Penggunaan aplikasi

Aplikasi Alamat.com sudah bisa diunduh untuk ponsel Android, bisa juga diakses melalui mobile web. Pengguna akan dibantu dalam membuat keputusan terbaik sebelum mengunjungi sebuah layanan gaya hidup melalui informasi yang lengkap, seperti fasilitas yang tersedia, alternatif pembayaran online seperti kartu kredit, GO-PAY, dan layanan e-wallet lainnya, rating & review yang selalu ditinjau, serta promosi yang sedang berlangsung.

Bagi bisnis, Alamat.com didesain untuk meningkatkan visibilitas agar dapat ditemukan konsumen, sekaligus membantu pemilik bisnis gaya hidup dalam mengelola iklan digital melalui berbagai media.

“Singkatnya, kami akan menjadi partner yang tepat untuk toko-toko offline agar mereka bisa go digital dengan mudah, serta menjangkau konsumen yang tepat,” kata Daniel.

Ke depan, untuk merangkul lebih banyak konsumen baru, Alamat.com akan mengembangkan program reward dan point.

Bermitra dengan Gojek

Beberapa waktu yang lalu Alamat.com menggandeng Gojek menghadirkan Go-Ngaso, posko yang menyediakan layanan terpadu dan informasi lengkap untuk melancarkan perjalanan mudik lebaran.

Bentuk kolaborasinya dengan menyediakan platform direktori real time yang bisa digunakan para pemudik untuk menemukan rangkaian informasi terkait rest area dan fasilitas yang bisa dinikmati selama perjalanan. Daniel mengungkapkan bakal ada rencana integrasi selanjutnya bersama Gojek.

“Alamat.com diciptakan untuk memajukan Indonesia lewat aktivitas pemasaran digital dengan pendekatan hyperlocal, sehingga visibilitas bisnis offline Anda akan lebih tinggi di mata pengunjung sekitarnya,” tutup Daniel.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Titipku Didesain untuk Libatkan Masyarakat Bantu UKM “Go-Digital”

Penetrasi internet dan ponsel pintar membuat Indonesia menjadi pangsa pasar digital yang sangat menjanjikan. Ini menjadi kesempatan emas bagi para pebisnis untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Sayangnya kesempatan ini tidak serta merta bisa dinikmati oleh semua pemilik bisnis, khususnya para UKM yang belum memiliki literasi digital tinggi — mereka belum paham bagaimana konsep marketplace bekerja, pemasaran melalui layanan on-demand dan lainnya.

Melihat kondisi tersebut, Titipku hadir membawa misi untuk membantu UKM melakukan digitalisasi. Caranya menarik, yakni dengan melibatkan masyarakat berkontribusi langsung membantu UKM di sekitarnya. Aplikasi Titipku didesain layaknya media sosial, setiap pengguna dapat mengunggah informasi mengenai UKM yang telah ditemui. Setiap konten yang diunggah akan dikurasi dan diverifikasi.

Konten tersebut ditampilkan pada fitur Jelajah di aplikasi. Umumnya berisi foto dan cerita mengenai pedagang kecil atau UKM yang disorot. Tidak hanya itu, para pengunggah konten juga bisa membuatkan toko online di platform Titipku dan memberikan jasa titip (jatip). Sehingga pengguna lain bisa membeli barang yang disediakan UKM tadi. Proses transaksi difasilitasi melalui aplikasi Titipku.

“Misalnya di sekitar rumah ada seorang pedagang jajanan, pengguna Titipku bisa mengunggah profil dan cerita mengenai pedagang tersebut dan bertindak sebagai jatiper (orang yang dititipi untuk membelikan). Pengguna lain bisa menikmati cerita tersebut dan turut berpartisipasi membeli dagangan yang dimiliki. Kurang lebih seperti itu gambaran sederhana bagaimana Titipku membantu UKM di daerah-daerah yang belum tersentuh layanan online,” ujar Founder & CEO Titipku Henri Suhardja saat ditemui di sela-sela acara Australia Awards Startup Ecosystem 2019.

Aplikasi Titipku
Tim pengembang layanan Titipku / Titipku

Mekanisme bagi hasil ke pengguna

Henri turut menjelaskan mengenai nilai bagi hasil yang diberikan kepada pengguna untuk setiap transaksi yang terjadi melalui Titipku. Komisi yang diberikan kepada jatiper diambil dari biaya kirim ke tempat tujuan, sehingga UKM mendapatkan nominal penuh atas pembelian barang yang dilakukan. Titipku turut menyediakan rekening bersama untuk memastikan proses transaksi berjalan dengan baik.

Tidak hanya itu, untuk setiap transaksi yang berhasil diciptakan di aplikasi Titipku, pengguna akan mendapatkan voucher kepemilikan saham perusahaan Titipku (PT Terang Bagi Bangsa). Salah satu target Titipku adalah membawa perusahaan IPO. Konsep ini dinilai dapat meningkatkan rasa memiliki bagi para pengguna, sehingga dapat bersama-sama mewujudkan visi misi yang telah ditentukan.

“Kami sudah mendapatkan pendanaan awal dari angel investor. Belum ada rencana fundraising, pengennya bisa IPO,” ujar Henri.

Sampai saat ini, sudah ada lebih dari 800 pengguna yang telah berkontribusi untuk membantu 6.000 UKM untuk go-digital. Aplikasi yang sudah diluncurkan juga telah diunduh lebih dari 15 ribu kali. Adapun kategori UKM yang sudah ada saat ini meliputi pengrajin, penjual makanan/minuman, pedagang sembako, pedagang produk fesyen, dan lain-lain.

Application Information Will Show Up Here

Platform Marketplace Iklan ADX Asia Berkomitmen Dorong Pertumbuhan UKM Indonesia

Sejak awal tahun ini, ADX Asia telah mengumumkan komitmennya untuk mendorong segmen UKM di Indonesia. Komitmen ini diwujudkan dengan memberikan akses yang lebih mudah bagi UKM untuk beriklan di platform-nya.

Kemudahan yang dimaksud adalah akses untuk beriklan secara end-to-end, dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp10.000. Demikian juga pilihan kategori iklan yang beragam.

Menurut Head of Marketing ADX Asia Frebriansyah Hermansyah, saat ini terdapat 50 juta UKM di Indonesia yang belum mampu memaksimalkan usaha karena keterbatasan biaya dalam mempromosikannya.

Padahal, kata Frebri, UKM sebetulnya lebih membutuhkan impact daripada exposure saat beriklan. Berkebalikan dengan perusahaan atau brand besar. UKM juga memiliki keterbatasan biaya.

“Misi kami adalah membantu semua UMKM di Indonesia untuk memiliki kesempatan beriklan yang sama dengan brand-brand yang sudah besar,” ujar Frebri saat bertandang ke kantor DailySocial.

ADX Asia merupakan platform yang menyediakan marketplace atau spot untuk beriklan. Sebelum menyasar ke segmen UKM, layanan ADX Asia tadinya hanya menyasar korporat dan brand besar saja. ADX Asia telah berdiri selama 2,5 tahun dan baru digunakan oleh 200 perusahaan.

Perusahaan memetakan jasa beriklan ke dalam beberapa kategori, mulai dari billboard, digital screen (SPBU, mol, lifestyle, airport, inFlight, Videotren, dan Cinema), digital advertising (Adwords, Facebook & Instagram, SMS Blast, dan SMS Targeted), dan experience branding.

Selain itu, ADX memiliki jangkauan iklan di sejumlah area atau tempat di berbagai titik lokasi yang tersebar di DKI Jakarta hingga ke Tangerang.

Lebih lanjut, untuk menjangkau target pasar, ADX akan membantu menyiapkan konten iklan agar hasilnya lebih optimal. ADX juga akan mendukung pengembangan bisnisnya melalui edukasi, seperti kelas komunitas setiap bulan, blog, dan beragam jenis konten lainnya yang dapat diakses oleh UKM.

“Kami akan approach komunitas-komunitas bisnis untuk membantu mereka, mulai dari cara membuat konten, copywriting, dan berbagai aspek bisnis. Dengan begitu, mereka bisa membawa bisnisnya ke next level dari sisi branding dan iklan,” tutur Frebri.

Sementara dari sisi ADX, pihaknya akan melakukan pengembangan User Interface (UI) dan User Experience (UX) pada website-nya sesuai kebutuhan pengguna. Frebri menyebut pihaknya tengah menggarap fitur reporting agar pengguna dapat melihat laporan langsung melalui website.

“Teknologinya tetap kami yang sediakan, karena kita seperti Content Management System (CMS). Tetapi inventorinya tetap ada di pengguna,” katanya.

Dengan membidik segmen UKM, ADX Asia membidik pertumbuhan bisnis hingga sepuluh kali lipat dari tahun 2018, baik dari sisi pendapatan maupun jumlah pengguna. Tahun lalu, bisnis ADX Asia mengalami pertumbuhan 15 kali lipat dari tahun 2017.

Bizhare Selenggarakan Konferensi, Edukasi Masyarakat tentang “Equity Crowdfunding”

Pengembang platform equity crowdfunding untuk bisnis franchise Bizhare baru-baru ini sukses menyelenggarakan acara bertajuk “Bizhare Investment Conference 2019” di Rombak Event Space, Menara by Kibar Jakarta. Acara ini dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari investor bisnis dan masyarakat umum yang ingin mulai berinvestasi melalui mekanisme equity crowdfunding.

Mekanisme equity crowdfunding sederhananya ialah mengajak masyarakat umum untuk berinvestasi membangun sebuah bisnis. Keuntungannya masing-masing orang akan mendapatkan jatah kepemilikan sesuai dengan modal yang disetor. Bizhare sendiri mengembangkan platform untuk mengakomodasi proses transaksi penanaman modal tersebut.

Mengusung tema “Investing Business in Digital Era”, Bizhare menghadirkan pemateri dari berbagai kalangan; mulai dari pebisnis, asosiasi, praktisi investasi, hingga pemilik franchise. Acara ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan seputar strategi pengelolaan keuangan dan bagaimana menjalankan usaha di bisnis franchise yang bisa bersaing dan dapat diterima di masyarakat, serta sebagai ajang networking antara investor dengan franchisor terbaik di Indonesia.

Konferensi dibuka oleh CEO & Co-Founder Bizhare Heinrich Vincent, dalam sambutannya ia mengatakan, “Acara ini kami buat supaya peserta bisa mengetahui langsung tentang seluk beluk bisnis yang akan mereka investasikan, sekaligus bagaimana dengan modal Rp5 juta saja kita semua bisa ikut memiliki bisnis franchise besar bernilai ratusan juta hingga miliaran rupiah, yang tadinya hanya untuk kalangan menengah atas saja.”

Franchisor yang diundang sebagai pembicara sebagian besar telah bekerja sama dengan Bizhare, sehingga siapa saja yang ingin membuka usaha franchise tersebut, namun modalnya masih terbatas, bisa dibantu untuk berinvestasi bersama-sama investor lainnya melalui Bizhare.

Di acara Bizhare Investment Conference kemarin, juga menjadi ajang bagi Bizhare juga memperkenalkan produk-produk terbaru yang akan segera di rilis dalam waktu dekat, untuk memudahkan investor dalam berinvestasi seperti Fastpass, Top up dan Pay with Wallet, serta Secondary Market.

“Diharapan dengan acara ini, lebih banyak masyarakat Indonesia yang mulai paham bagaimana strategi mengelola keuangan dan berinvestasi bisnis yang tepat, sehingga bisa meraih kebebasan finansial mereka,” ujar Vincent.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Bizhare Investment Conference

Bizhare Sediakan Platform “Equity Crowdfunding” untuk Bantu Permodalan UKM

Bizhare merupakan platform equity crowdfunding yang memfasilitasi bisnis franchise. Sistem yang dimiliki memungkinkan masyarakat umum terlibat sebagai investor. Bizhare memfasilitasi skema permodalan bagi pengusaha baru atau yang sebelumnya sudah memiliki usaha lalu ingin membuka cabang di lain lokasi.

Menurut pemaparan Founder & CEO Bizhare Heinrich Vincent, saat ini banyak sekali bisnis UKM yang memiliki potensi untuk berkembang pesat, namun pada kenyataannya mereka hanya stagnan di situ-situ saja. Setelah ditelusuri sebagian besar permasalahannya pada permodalan, sehingga mereka tidak bisa meningkatkan skala dan cakupan bisnis.

Kondisi lain yang turut menginspirasi pengembangan Bizhare adalah banyak pelaku UKM di Indonesia yang tidak memiliki akses ke perbankan, dalam kaitannya dengan kredit usaha — mungkin sebagian memang tidak menghendaki. Dari dua hal tersebut Bizhare menilai bahwa equity crowdfunding dapat memberikan jalan tengah.

Equity crowdfunding memungkinkan siapa saja untuk turut memberikan modal bagi sebuah usaha. Implikasinya para penanam modal akan mendapatkan jatah kepemilikan sesuai kesepakatan dengan pendirinya. Di usaha skala besar, praktik seperti ini mungkin sudah umum terjadi, namun di skala UKM memang masih menjadi hal yang tidak terlalu lumrah.

“Bizhare hadir untuk memberikan akses permodalan ke bisnis dengan cara membagikan kepemilikan saham kepada masyarakat untuk mendapatkan dana cash untuk membuka cabang berikutnya. Setelah cabang kedua profit, bisnis bisa melakukan hal yang sama untuk membuka cabang ketiga, dan seterusnya,” ujar Vincent.

Ia juga memaparkan dari 1.700 triliun Rupiah kebutuhan modal di UKM, baru sekitar 700 triliun yang terfasilitasi perbankan. Sisanya masih membutuhkan solusi alternatif sehingga sektor UKM tersebut bisa tumbuh sesuai yang ditargetkan. Model equity crowdfunding dinilai menjadi cara yang paling efisien untuk menghadirkan akses keuangan inklusif bagi pemilik usaha di tingkat UKM. Termasuk jika dibandingkan crowdfunding atau peer-to-peer yang dinilai memberatkan karena harus meyediakan jaminan aset.

Menurut Vincent, equity crowdfunding juga dapat meminimalkan risiko bagi investor maupun UKM, karena mengutamakan pembagian keuntungan sehingga para investor bisa menerima pendapatan pasif. Profit bisa segera diberikan kepada investor layaknya dividen di pasar modal, sesuai dengan porsi kepemilikan saham.

Saat ini Bizhare memiliki dua produk utama, yakni untuk Take-Over dan Grand Openning. Bizhare Take-Over merupakan sistem yang didesain untuk membantu bisnis yang sudah berjalan dan ingin mengembangkan sayapnya. Sementara Bizhare Grand Openning menyediakan sistem untuk memfasilitasi pengusaha baru yang ingin memulai bisnisnya.

Bizshare
Tim pengembang platform Bizhare / Bizhare

Selain Vincent, Bizhare dikembangkan bersama tiga orang lainnya, yakni Gatot Adhi Wibowo (CFO), Giovanni Umboh (CTO), dan Wahyu Sanjaya (CIO). Sebelumnya Bizhare juga menjadi finalis lokal untuk ajang Seedstar Summit yang diadakan pada tahun 2018 lalu, dan sempat memenangkan ajang kompetisi startup yang diadakan oleh Tempo.

Di platform Bizhare saat ini sudah ada beberapa jenis usaha yang dibantu permodalannya, mulai dari usaha kuliner, gerai ritel hingga usaha jasa lainnya. Masyarakat dapat membantu permodalan mulai dari Rp5 juta. Perolehan sahamnya akan bergantung dengan nilai yang ditargetkan dari pendanaan tersebut.

Di lain sisi, regulasi mengenai equity crowdfunding sedang dirampungkan oleh OJK. Namun dari pemaparan yang sudah disampaikan sebelumnya, OJK menginginkan skema ini menjadi lebih sederhana untuk UKM. Karena model ini dinilai sebagai alternatif pendanaan usaha selain IPO melalui BEI.