Sembrani Kiqani dan Bukalapak Berinvestasi di Startup Game “Play-to-Earn” Filipina

Sembrani Kiqani, dana kelolaan milik BRI Ventures (BVI), dan startup unicorn Bukalapak terlibat dalam investasi di Yield Guild Games Southeast Asia (YGG SEA) yang berhasil mengumpulkan $15 juta lewat dua putaran pembiayaan (financing round).

Pendanaan tersebut akan digunakan YGG SEA untuk mendorong adopsi game berbasis play-to-earn di kawasan Asia Tenggara. Sebagai informasi, YGG SEA merupakan organisasi otonom terdesentralisasi (DAO) di bawah naungan Yield Guild Games (YGG), startup pengembang game berbasis blockchain asal Filipina.

Sembrani Kiqani merupakan kendaraan investasi terbaru BVI yang menyasar sektor direct-to-consumer (D2C) serta blockchain dan turunannya, termasuk cryptocurrency. BVI memang tengah mendorong investasinya untuk memperkuat ekosistem kripto di Indonesia.

Selain Bukalapak dan BVI, YGG SEA juga mengamankan pendanaan ini dari sejumlah investor antara lain Crypto.com Capital, Animoca Brands, MindWorks Ventures, Poloniex, Jump Capital, dan Overseas Bank Venture Management. Sebelumnya pada Agustus lalu, YGG SEA telah menerima pendanaan tahap awal yang dipimpin YGG dan Infinity Ventures Crypto.

YGG SEA dipimpin Co-Founder & CEO Evan Spytma. Co-Founder YGG lainnya adalah Dan Wang (sebelumnya mengepalai operasi Riot Games di Tiongkok) dan Irene Umar (juga menjadi Managing Partner Discovery Nusantara Capital, VC startup gaming berbasis di Indonesia).

Rencana ekspansi

Dengan keterlibatan Bukalapak dan Sembrani Kiqani, YGG SEA akan membidik Indonesia sebagai salah satu target utama ekspansinya di Asia Tenggara, diikuti dengan Vietnam, Singapura, dan Thailand. Usai ekspansi ke empat negara ini, barulah YGG SEA akan melancarkan ekspansinya ke seluruh kawasan Asia Tenggara

Investasi terbaru ini akan membantu perusahaan untuk membawa targeted offering ke komunitas gaming di regional. Perusahaan akan mendukung pengembangan game berbasis play-to-earn di setiap negara sehingga dapat mengumpulkan aset game yang dapat digunakan untuk membangun basis pemain di pasar lokal.

“SubDAO seperti YGG SEA akan menjadi inti dari strategi ekspansi YGG di seluruh dunia mengingat mereka memiliki kekuatan pada pengetahuan dan jaringan lokal,” ujar Co-founder YGG Gabby Dizon.

Lebih lanjut mengenai YGG SEA, DAO memanfaatkan protokol open source pada blockchain dengan berbasis smart contract. Tujuan utamanya adalah menyediakan cara otomatis dalam melaksanakan keputusan tata kelola. DAO pada YGG berbasiskan smart contract yang dibangun di atas Ethereum.

Konsep Play-to-Earn

Play-to-Earn (P2E) adalah salah satu turunan dari konsep NFT pada game yang akhir-akhir ini terus naik daun. Teknologi blockchain memungkinkan pemain melakukan jual-beli dan memperdagangkan aset digital dalam bentuk game. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa pengembang yang masuk ke sana, salah satunya Soulcops.

Saat ini, terdapat 3 ribu kartu digital dalam Soulcops yang sudah dapat dibeli oleh kolektor sebelum mobile game resmi dirilis pada tahun depan. Kolektor nantinya dapat memainkan koleksi NFT mereka karena masing-masing memiliki rarety yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan saat bermain game, serta dapat di-upgrade dengan senjata dan utilitas lain dalam membuat karakter yang lebih kuat. Hal lainnya adalah mendapat token yang dapat ditukar dengan uang nyata sebagai implementasi dari P2E.

Selain itu, terdapat beberapa produk game lain yang juga mengarah ke konsep berbasis NFT, di antaranya Arkipelago, Reality Chain, dan Meta Forest Society.

Lemonilo Dapat Pendanaan Seri C Senilai 516,2 Miliar Rupiah

Startup pengembang makanan sehat Lemonilo mendapatkan pendanaan seri C senilai $36 juta atau sekitar 516,2 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Sofina Ventures SA, serta partisipasi kembali dari Sequoia Capital India. Melalui pendanaan ini, Lemonilo akan memperkuat jaringan distribusi di Indonesia dan ekspansi produk ke luar negeri.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder & Co-CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia mengatakan bahwa perusahaan telah membuktikan model bisnisnya bekerja efektif di Indonesia. Maka itu, Lemonilo berencana untuk menduplikasi konsep bisnis ini ke negeri lain, dimulai dari negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.

“Dengan keahlian Sofina bekerja sama dengan perusahaan FMCG yang sudah mapan, kami yakin Lemonilo dapat menjadi salah satu wajah baru perusahaan FMCG di Indonesia dan sekitarnya,” ungkap Shinta.

Member of the Executive Committee Sofina Ventures Maxence Tombeur mengatakan bahwa ini merupakan investasi strategis yang sesuai dengan nilai-nilai Sofina. “Lemonilo adalah pelopor gerakan hidup sehat di Indonesia dengan tujuan menjadi merek FMCG terkemuka di dunia. Kami senang bermitra dengan para pendiri Lemonilo yang ambisius dan termotivasi dengan misi, dan selaras dengan strategi panjang untuk menawarkan akses terjangkau ke makanan dan produk sehat di Indonesia dan sekitarnya,” papar Tombeur.

Sebagai informasi, Sequoia Capital India sebelumnya memimpin pendanaan seri B di Lemonilo dengan nominal yang dirahasiakan pada paruh 2021 ini. Dari informasi yang kami himpun, pendanaan ini mendongkrak valuasi Lemonilo sebesar $300 juta atau sekitar Rp4,3 triliun, sekaligus mengukuhkan posisinya ke dalam jajaran startup centaur.

Dengan demikian, jajaran investor Lemonilo kini terdiri dari Alpha JWC Ventures, Unifam Capital, Sequoia Capital India, dan Sofina Ventures SA. Sebelumnya, East Ventures sempat terlibat pada pendanaan awal Lemonilo, tapi kini sudah exit.

Ekspansi luar negeri

Lemonilo dikenal sebagai startup new economy yang memproduksi produk makanan sehat alternatif. Didirikan di 2016 oleh Shinta Nurfauzia, Ronald Wijaya, dan Johannes Ardiant, Lemonilo memanfaatkan platform yang dikembangkan sendiri, baik situs web maupun aplikasi, untuk mendistribusikan dan mempromosikan produknya.

Hingga kini, Lemonilo kini telah meluncurkan lebih dari 40 jenis produk, seperti mie instan, camilan, dan bumbu dapur, yang dijual platform sendiri di lebih dari 200 ribu Point of Sales (POS) di Indonesia, termasuk melalui reseller.

Co-CEO Lemonilo Ronald Wijaya mengungkap bahwa Lemonilo akan tetap fokus menggarap pasar utamanya sambil melakukan inovasi produk-produk baru. Pihaknya akan memperkuat jaringan distribusi Lemonilo untuk mengokohkan posisinya di skala nasional. Hal ini sejalan dengan misi Lemonilo untuk memberikan akses gaya hidup yang lebih sehat kepada masyarakat Indonesia.

“Kami yakini semakin banyak orang ingin hidup lebih sehat, terutama sejak Covid-19 melanda negara kita. Kami harap semakin banyak masyarakat Indonesia yang menerapkan gaya hidup lebih baik melalui produk-produk yang praktis, lezat, dan terjangkau,” tutur Ronald.

Dalam wawancaranya kepada DailySocial.id beberapa waktu lalu, Shinta mengungkap tengah fokus memperkuat jaringan distribusi produk, menambah jumlah tim, dan meluncurkan berbagai produk baru.

Menurut Shinta, Lemonilo ingin mengisi gap pasar antara permintaan produk sehat impor berharga tinggi dengan jumlah perusahaan FMCG yang ada. Lemonilo memastikan produksinya bebas dari lebih dari 100 bahan berpotensi bahaya, seperti pengawet, penguat rasa, dan aneka bahan sintetis, yang kerap ditemukan di banyak produk consumer goods.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 mendorong perubahan konsumsi makanan masyarakat di Indonesia. Mengutip Alinea, survei Femina di awal 2021 mencatat sebanyak 82% dari 300 responden mengubah pola makan selama pandemi. Sementara, 62% di antaranya mengubah pola makan demi menjaga kesehatan.

Application Information Will Show Up Here

Andalin Memperkuat Ekosistem Layanan Ekspor-Impor, Meluncurkan “Andalin GET”

Usai memperkenalkan aplikasi Andalin Go di paruh tahun ini, startup digital freight forwarder Andalin kembali memperkenalkan produk Andalin GET untuk memperkuat posisinya di industri ekspor-impor Indonesia. Dengan produk ini, eksportir dapat mengatasi kelangkaan pengiriman laut jenis Full Container Load (FCL) dengan beralih ke jenis Less than Container Load (LCL).

Dalam keterangan resminya, Andalin mengubah pengiriman dari sebelumnya FCL menjadi beberapa kontainer berskala kecil (LCL) sehingga pengiriman barang tidak terhambat. Andalin menjamin ketersediaan space LCL dan kepastian jadwal keberangkatan yang dipilih klien.

Head of Commercial Andalin Arlia Irishtiana mengungkapkan, Andalin GET hadir untuk mengatasi fenomena kelangkaan muatan kontainer yang terjadi sejak 2020, terutama di rute laut Indonesia-Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia (ALFI), ketimpangan jumlah kapal dengan muatan kontainer yang dibawa terjadi sejak 2020. Mengingat banyak pelabuhan yang ditutup karena pandemi Covid-19, pergerakan volume barang mulai lesu sehingga banyak kapal terpaksa berubah jadwal dan mengakibatkan sedikit kontaier yang siap dikirim. Fenomena ini memicu lonjakan biaya pengiriman laut dari Indonesia ke AS hingga 300%.

Menurut Arlia, jika terus berlanjut, situasi ini akan menciptakan dampak buruk terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. Pasalnya, ekspor ke AS menyumbang 12% dari total ekspor non-migas Indonesia di 2020 senilai Rp26,5 triliun. AS merupakan negara tujuan ekspor terbesr kedua bagi Indonesia.

“Menjelang akhir tahun, pasti terjadi peningkatan pengiriman karena pola musiman dari kegiatan dna konsumsi masyarakat. Tren ini memicu kelangkaan space pengiriman dan diestimasi terus berlanjut hingga Tahun Baru Imlek di kuartal satu 2022. Maka itu, pelaku pengiriman internasional harus beradaptasi dari yang biasa menggunakan pengiriman FCL untuk mengeksplorasi jenis LCL agar penjualan ke pasar AS tetap berjalan,” paparnya.

Lebih lanjut, Andalin GET membidik berbagai pelaku bisnis dari berbagai vertikal industri. Namun, saat ini Andalin GET baru melayani pengiriman ekspor ke AS mengingat rute ini membutukan inovasi tercepa untuk mengatasi kelangkaan kontainer. Adapun, pelaku bisnis dapat memantau status pengiriman barang secara real-time melalui platform Andalin.

Dihubungi secara terpisah, CEO Andalin Rifki Pratomo mengatakan, untuk tahap awal, layanan Andalin GET baru dapat diakses dengan menghubungi tim ahli Andalin. Ke depannya, Andalin GET akan diintegrasikan ke platform Andalin untuk memudahkan akses layanan.

Pertumbuhan bisnis

Kepada DailySocial, Rifki mengungkap bahwa tahun ini Andalin berhasil mengeksekusi sejumlah inovasi penting untuk mendigitalisasi proses ekspor-impor di Indonesia. Misalnya, peluncuran aplikasi Andalin Go yang bertujuan untuk memangkas rumitnya proses birokrasi logistik dan mendorong efisiensi pada pengiriman barang ekspor-impor.

Kemudian, Andalin juga digandeng platform lending Investree sebagai mitra startup pertama yang memperkenalkan produk paylater untuk UMKM. DailySocial sempat menanyakan perkembangan kerja sama paylater ini, tetapi Rifki enggan memberikan komentar. 

“Pandemi belum usai dan masih ada tantangan pengiriman yang terjadi di dunia selama pandemi. Terlepas dari itu, Andalin tetap tumbuh pesat di 2021 dengan mencatat pertumbuhan bisnis sebesar lebih dari 400% dibandingkan tahun sebelumnya. Kami akan terus berinovasi mempermudah pengiriman bagi perdagangan internasional dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi solusi baru di 2022,” ungkapnya.

Ia mengungkap, gelombang kedua pandemi justru membuat Andalin dapat beradaptasi dengan baik, baik dari sisi bisnis maupun cara bekerja. “Bisnis eksportir harus beradaptasi mengingat banyak kemacetan dan kelangkaan kargo akibat penutupan pelabuhan sehingga diperlukan inovasi-inovasi baru, seperti Andalin GET dan Andalin Go,” tambahnya.

Tahun depan Andalin GET akan fokus melanjutkan tren perkembangan di 2021 dengan meningkatkan jumlah klien dan volume barang. Pihaknya juga sedang mengembangkan platform untuk mendorong kegiatan ekspor dengan konsep one-stop international trade solution.

Kredivo dan Bank Sampoerna Meluncurkan Kartu “Paylater” Flexi Card

PT FinAccel Finance Indonesia melalui Kredivo dan PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) berkolaborasi meluncurkan kartu fisik paylater Flexi Card. Kartu ini dapat digunakan untuk bertransaksi secara offline melalu jaringan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di jutaan gerai di seluruh Indonesia.

CEO Kredivo Indonesia Umang Rustagi mengatakan kolaborasi ini menunjukkan upaya pelaku fintech dan perbankan dalam bersinergi memberikan layanan keuangan yang cepat, mudah, dan terjangkau di tengah meningkatnya penetrasi digital saat ini.

“Flexi Card akan memberikan manfaat bagi segmen underbanked dalam merasakan kemudahan akses produk keuangan. Di saat yang sama, Flexi Card menjadi wujud komitmen Bank Sampoerna untuk bertransformasi digital dan berkolaborasi dengan pelaku fintech di Indonesia,” ujar Umang dalam keterangan resminya.

Sementara, Direktur Keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sampoerna Henky Suryaputra menambahkan, komitmen Bank Sampoerna untuk bertransformasi digital juga terefleksi melalui upaya penambahan modal inti yang meningkat lebih dari Rp2 triliun per akhir November 2021, sebagaimana sesuai ketentuan modal minimum yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Flexi Card disebut memiliki biaya pengiriman kartu dan biaya tahunan secara gratis tanpa batas waktu. Adapun bunga yang dikenakan dalam transaksi Flexi Card sama seperti bunga yang ditawarkan Kredivo, yakni 0% untuk tenor 30 hari dan 3 bulan, serta bunga 2,6% per bulan untuk cicilan 6-12 bulan.

Pengguna juga dapat mengecek dan mengelola transaksi Flexi Card melalui aplikasi Kredivo. Selain itu, pengiriman Flexi Card dapat diajukan melalui dasbor aplikasi Kredivo dengan mendaftar akun Premium Kredivo.

Kredivo merupakan platform yang menawarkan pinjaman instan pada transaksi e-commerce dan offline, serta pinjaman tunai.

Sementara Bank Sampoerna merupakan bank swasta yang menyasar pada pengembangan usaha mikro dan UKM. Baru-baru ini, Bank Sampoerna juga mengumumkan kolaborasinya dengan KoinWorks untuk menghadirkan layanan neobank UMKM bernama KoinWorks NEO.

Co-branding kartu paylater

Strategi co-branding bukan hal baru pada produk kartu paylater. Selain memperkenalkan merek, kedua belah pihak dapat saling memanfaatkan ekosistem untuk meningkatkan akses keuangan melalui digital, terutama bagi segmen yang kurang tersentuh layanan perbankan.

Sejumlah bank dan platform digital di berbagai vertikal bisnis telah banyak memperkenalkan kartu paylater. Misalnya, Traveloka menggandeng Mandiri dan BRI untuk meluncurkan PayLater Card.

Baru-baru ini, BRI dan OVO juga meluncurkan kartu OVO U Card di mana pemilik kartu dapat menikmati tambahan rewards dan benefit dari ekosistem yang dimiliki OVO dan Grab. Ada pula kartu paylater yang diluncurkan Bank Mandiri dan Shopee. Pengguna dapat memperoleh koin Shopee di setiap transaksinya.

Dalam survei yang diterbitkan Kredivo beberapa waktu lalu, sebesar 90% pengguna e-commerce telah aware terhadap produk paylater, di mana 27% responden aktif menggunakan paylater dan setengahnya mengaku bakal meningkatkan penggunaannya di masa depan

Survei ini juga menyebutkan bahwa sebesar 98% merchant di Indonesia telah terhubung dengan layanan pembayaran digital, di mana separuh di antaranya telah menerima opsi pembayaran digital langsung, seperti paylater, dan point of sales (POS). Saat ini, Kredivo telah mengantongi lebih dari 4 juta mengguna atau setara 50% dari total pengguna kartu kredit di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Hong Kong WeLab Akuisisi Bank Jasa Jakarta, Siap Bersaing di Industri Bank Digital Indonesia

Startup fintech asal Hong Kong WeLab siap bersaing di industri bank digital Indonesia. WeLab resmi mengakuisisi PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) untuk mendirikan bank digital yang diperkirakan beroperasi pada paruh kedua 2022.

Berdasarkan keterangan resminya, konsorsium WeLab melalui Welab Sky Limited (WeLab Sky) menandatangani kesepakatan dalam Share Purchase and Subscription Agreement dengan seluruh pemegang saham BJJ untuk menjadi pengendali tunggal.

Sebagai langkah awal, WeLabSky telah menggenggam 24% saham BJJ, yang mana saham tersisa untuk dikendalikan secara mayoritas akan diselesaikan usai memperoleh persetujuan dari regulator terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun, J. P Morgan bertindak sebagai penasihat keuangan WeLab pada aksi akuisisi ini.

Langkah WeLab telah menarik minat investor baru dan lama (existing) untuk mengucurkan dana sebesar $240 juta atau sekitar Rp3,46 triliun–juga mengklaim sebagai pendanaan fintech terbesar di Indonesia di 2021–demi melancarkan aksi korporasi ini.

Founder &  Chief Executive WeLab Simon Loong menegaskan bahwa BJJ telah membangun reputasi yang sangat baik sebagai bank ritel terpercaya di Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

“Kami tak sabar membangun landasan ini, berbekal keahlian fintech dan kesuksesan kami mengoperasikan bank digital berlisensi di Hong Kong, untuk membangun tech-driven digital bank yang akan memberikan layanan keuangan inklusif bagi masyarakat Indonesia

Sementara itu, Presiden Direktor BJJ Handrie Wirawan meyakini pengalaman dan keahlian WeLab di industri fintech dan digital banking dapat mendorong BJJ untuk meningkatkan layanan keuangan dengan dukungan teknologi.

“Kami senang menyambut WeLab sebagai pemegang saham baru dan membawa BJJ ke era baru digital banking. BJJ telah melalui transformasi digital sejak 2018, dan inisiatif strategis ini sejalan dengan komitmen dan visi kami dalam menawarkan layanan perbankan ke banyak konsumen,” paparnya.

Profil perusahaan

WeLab merupakan startup p2p lending yang beroperasi di tiga negara melalui tujuh merek produk keuangan, di antaranya WeLend dan WeLab Bank di Hong Kong; WeLab Digital, Taoxinji, Wallet Gugu, dan Tianmian Tech di Tiongkok; serta Maucash di Indonesia.

Sedikit informasi, Maucash merupakan produk keuangan milik Astra WeLab Digital yang merupakan usaha patungan (joint venture) milik Astra Financial dan WeLab yang didirikan di 2018. Dengan demikian, bank digital ini akan menjadi portofolio bisnis kedua WeLab di Indonesia setelah Maucash.

WeLab Bank tercatat telah memiliki 50 juta pengguna dan menyalurkan pinjaman lebih dari $10 miliar. Sementara, WeLab mengantongi 150 ribu pengguna digital banking di Hong Kong.

Sementara, Bank Jasa Jakarta merupakan bank ritel yang menawarkan produk simpanan, pinjaman, dan layanan perbankan. BJJ memiliki 11 kantor cabang pembantu dan tiga kantor kas dengan jaringan ATM tergabung dalam jaringan Prima di seluruh kota besar Indonesia.

Produk lending dan wealth

Mengutip Business Times, Loong mengatakan akan membawa pengalaman membangun WeLab Bank dan keahliannya di bidang fintech sebagai keuntungan kuat masuk ke bank digital. Terlebih, industri dan model bisnis bank digital masih terbilang baru di Indonesia.

Perpaduan antara pengetahuan mendalam tentang pengoperasian aset perbankan dan kultur agile perusahaan teknologi dinilai menjadi strateginya agar berhasil mengoperasikan bank digital.

“Kami punya 2-3 tahun untuk memulai membangun dan mengoperasikan bank digital. Banyak perusahaan masih bicara tentang [bagaimana] membangun bank, sedangkan produk kami justru sudah siap,” paparnya.

Selain deposit, pinjaman, dan pembayaran, Loong mengungkap akan merilis produk wealth yang mana akan tersedia pula di bank digital Indonesia. Ia menilai kehadiran produk wealth ini akan menjadi jalan masuk bagi bank digital baru ini untuk menuju break even point (BEP).

Sebagaimana diketahui, langkah serupa sudah lebih dulu dilakukan oleh sejumlah startup dan bank di Indonesia demi mengambil ceruk pasar pada kalangan kurang terlayani (underbanked) dan belum terlayani (unbanked) oleh produk keuangan.

Ambil contoh, Gojek bersama Bank Jago (awalnya Bank Artos), Akulaku dan Bank Neo Commerce (awalnya Bank Yudha Bhakti), dan Sea Group (induk Shopee) dengan Seabank (awalnya Bank Kesejahteraan Ekonomi).

Sementara, bank asing yang beroperasi di Indonesia dan memiliki posisi serupa dengan WeLab juga di antaranya ada Bank DBS (Singapura) melalui Digibank dan UOB (Singapura) melalui produk TMRW.

Berdasarkan riset Google, Temasek, dan Bain & Company di 2019, jumlah kalangan underbanked di Indonesia mencapai 47 juta, sedangkan 92 juta di antaranya adalah unbanked.

Application Information Will Show Up Here

Bhinneka Tambah Portofolio Produk dan Layanan B2B untuk Segmen UMKM

Platform e-commerce Bhinneka mengumumkan kolaborasi terbarunya dengan sejumlah mitra enabler untuk memperkuat portofolio produk dan layanan bagi segmen UMKM. Di antaranya adalah Mekari, Payrollbozz, Omegasoft, dan Krishand Software.

Dalam keterangan resminya, Chief of Commercial and Omnichannel Vensia Tjhin mengatakan bahwa ia menilai pelaku UMKM umumnya masih memanfaatkan sejumlah kegiatan bisnis secara manual, ambil contoh pencatatan keuangan dan pengelolaan data. Dengan shifting ke digital, pelaku UMKM dapat mengalokasikan waktu dan tenaga untuk aspek produktif lainnya.

Menurutnya, usaha perorangan pasti akan berkembang menjadi menjadi badan usaha yang akan menyerap tenaga kerja baru. Namun, sejalan dengan hal tersebut, pengembangan bisnis UMKM akan memunculkan tantangan baru, terutama terkait pengembangan tata kelola usaha.

Di samping itu, umumnya penghujung tahun menjadi momentum yang tepat bagi pelaku UMKM untuk mengevaluasi dan merencanakan bisnis di tahun depan. Maka itu, penambahan produk dan layanan ini diharapkan dapat mendorong pelaku bisnis untuk mulai bertransformasi digital sehingga mereka dapat menaikkan skala dan kapasitas bisnisnya.

“Penambahan mitra pemampu ini dapat mendorong pelaku bisnis untuk menikmati manfaat optimal dari platform Bhinneka sebagai one-stop-solution center,” ungkap Vensia.

Pada kerja sama ini, Mekari menawarkan sejumlah solusi pengelolaan biaya, pengeluaran, data transaksi pelanggan, pemasok dengan harga Rp199 ribu per bulan. Solusi-solusi tersebut akan menghasilkan sebuah laporan yang dapat membantu pelaku bisnis menyusun dan membuat keputusan strategis.

Kemudian, Payrollbozz menyediakan solusi penggajian (payroll), Krishand Software melayani aspek perpajakan (PPh21, PPN, dll), eFaktur, pengelolaan stok, dan invoice, serta Omegasoft yang menawarkan sistem pengelolaan pembayaran transaksi atau Point of Sales System (POS).

“Untuk itu, dukungan bagi UMKM diperlukan untuk mendorong mereka berinovasi, mempercepat transformasi digital, dan meningkatkan kapasitas produksi,” tambahnya.

Transformasi digital UMKM

Mengacu data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, UMKM termasuk dalam skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), di mana Pemerintah mengalokasikan anggoran PEN untuk UMKM sebesar RP161,2 triliun atau 21% dari total anggaran.

Ini menunjukkan bagaimana UMKM menjadi salah satu pondasi kuat perekonomian di Indonesia. Untuk membantu memulihkan ini, Pemerintah berupaya mendorong UMKM untuk go digital seiring dengan perubahan perilaku konsumsi dari offline ke online sejak pandemi Covid-19 di 2020.

Sejumlah startup SaaS di Tanah Air juga agresif mendorong pengembangan produk untuk mengakomodasi kebutuhan transformasi digital UMKM ini. Salah satunya adalah layanan POS yang dinilai dapat membantu pelaku bisnis untuk memudahkan proses pembukuan.

Dalam wawancaranya kepada DailySocial beberapa waktu lalu, CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengungkap bahwa POS menjadi titik mula dari berbagai kebutuhan solusi bisnis UMKM yang bakal muncul dan patut mendapat perhatian.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 64 juta. Namun, baru sekitar 14 juta atau 22% yang menggunakan platform e-commerce per Agustus 2021.

Application Information Will Show Up Here

Kinerja Keuangan Bukalapak Kuartal Ketiga 2021

PT Bukalapak Tbk (IDX: BUKA) mengumumkan kinerja keuangannya pada kuartal ketiga 2021. Perusahaan melaporkan total pendapatan sebesar Rp1,34 triliun, yang dipicu oleh pertumbuhan signifikan dari pendapatan Mitra Bukalapak.

Dalam laporan keuangannya, Bukalapak membukukan pertumbuhan total pendapatan sebesar 42% di sepanjang sembilan bulan 2021, dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp948,4 miliar.

Dari total tersebut, layanan Marketplace masih mendominasi dengan menyumbang pendapatan sebesar Rp780,4 miliar atau naik 5,1% secara tahunan (YoY). Sementara, pendapatan dari Mitra Bukalapak meroket hingga 322% menjadi Rp496,7 miliar dari sebelumnya Rp117,4 miliar.

Adapun, layanan BukaPengadaan mengalami penurunan pendapatan hingga 20% menjadi Rp70,5 miliar dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp88,9 miliar.

Lebih lanjut dalam keterangan resminya, Bukalapak melaporkan Total Processing Value (TPV) di kuartal ketiga naik sebesar 51% menjadi Rp87,9 triliun. Dari angka tersebut, TPV dari Mitra Bukalapak melesat hingga 179% menjadi Rp40 triliun dibanding periode sama di 2020.

Pertumbuhan ini dipicu oleh peningkatan jumlah transaksi sebesar 25%, di mana sebanyak 73% dari TPV dikontribusikan dari daerah di luar kota lapis satu. “Di daerah-daerah tersebut, penetrasi all-commerce serta digitalisasi warung dan toko ritel tradisional menunjukkan pertumbuhan yang kuat,” demikian paparan Bukalapak.

Kemudian, Average Transaction Value (ATV) Bukalapak juga mengalami kenaikan sebesar 21% di sepanjang sembilan bulan 2021. ATV dari Mitra Bukalapak tercatat tumbuh sebesar 63%, dikarenakan oleh variasi produk dan jasa yang ditawarkan kepada para Mitra terus bertambah.

Pendapatan dan rugi bersih perusahaan di periode Q2 dan Q3 tahun 2020 dan 2021 / DailySocial.id

Menekan kerugian

Bukalapak menunjukkan upaya untuk menekan kerugiannya sambil terus mendorong efisiensi di kuartal ketiga ini. Perusahaan merugi operasional sebesar Rp1,2 triliun atau turun dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp1,4 triliun.

Sementara, rugi bersihnya menyusut menjadi 19% atau Rp1,1 triliun dibandingkan kuartal ketiga tahun lalu sebesar Rp1,4 triliun. Perusahaan juga menekan rugi EBITDA menjadi 15%, di mana rasionya terhadap TPV membaik menjadi 1,2% dari 2,2% di kuartal ketiga 2020.

Secara total, margin kontribusi Bukalapak setelah beban penjualan dan pemasaran terhadap TPV naik dari -0,4% menjadi -0,2%. Margin kontribusi dari Marketplace setelah beban penjualan dan pemasaran naik dari -0,1% menjadi 0,01%. Kemudian, margin kontribusi dari Mitra setelah beban penjualan dan pemasaran juga ikut membaik dari -0,3% menjadi -0,2%.

Saat ini, posisi kas Bukalapak tercatat sebesar Rp23,6 triliun per akhir September 2021.

Penggerak utama

Porsi pendapatan Bukalapak didasarkan pada unit bisnisnya / DailySocial.id

Dengan pencapaian kinerja di atas, Mitra Bukalapak menjadi penggerak utama pertumbuhan Bukalapak. Per akhir September 2021, jumlah Mitra terdaftar mencapai 10,4 juta dari posisi akhir Desember 2020 yang sebesar 6,9 juta. Perusahaan menyebut akan tetap fokus pada strategi pertumbuhan kuat dan berkelanjutan, dengan terus melakukan pengelolaan baik pada biaya operasional,

Dalam wawancara sebelumnya, CEO Buka Mitra Indonesia Howard Gani sempat menyebutkan bahwa pihaknya tengah mengebut penguatan jaringan Mitra di seluruh Indonesia, terutama di luar kota lapis satu. Ia menilai segmen warung dan UMKM di Indonesia masih banyak yang belum tersentuh oleh teknologi dan akses digital. Berbeda dengan layanan lain yang digitalisasinya sudah kuat, misalnya belanja online, transportasi dan perjalanan, hingga pembayaran.

Sumber: Lembaga riset CLSA

“Kami ingin mengoptimalkan persebaran teknologi di kota-kota tersebut dengan memperkenalkan manfaat teknologi lewat warung dan agen individual,” ungkap Howard beberapa waktu lalu.

Perusahaan bahkan meluncurkan aplikasi BukuMitra yang bertujuan untuk membantu pelaku UMKM mengembangkan skala bisnisnya. Sejumlah fitur yang ditawarkan di antaranya pembukuan dan pencatatan utang secara digital.

Berdasarkan hasil survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa, Mitra Bukalapak tercatat memimpin pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Mitra Bukalapak juga disebut menguasai kategori grocery/bahan makanan sebesar 55% dan penetrasi produk virtual 52%. Saat ini, Mitra Bukalapak berbagai macam kategori produk, mulai dari produk fisik, virtual, keuangan, hingga produk kebutuhan sehari-hari.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

KoinWorks and Bank Sampoerna Launches Neobank for MSMEs

Fintech startup KoinWorks and PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) officially launched KoinWorks NEO, a neobank for MSMEs. KoinWorks NEO is claimed to be the first neobank service for MSMEs in Indonesia.

In his official statement, KoinWorks’ Co-founder & CEO, Benedicto Haryono said he wanted to help MSME players with limited access to financial services through this product. He said, this situation drives the cooperation between KoinWorks and Bank Sampoerna.

MSMEs are one of the biggest economic foundations in Indonesia. Despite the continuous business growth, MSME is a segment with access to financial services, such as capital and business bank accounts.

The company said there are only two out of 100 MSMEs received loans for business capital. In addition, many MSMEs are still using personal accounts that often mixed with business affairs.

“After going through a long design process and a series of trials, we are optimistic to introduce KoinWorks NEO for all MSME’s needs in one application on KoinWorks,” he said.

Both KoinWorks and Bank Sampoerna shared one mission, to provide access to financial inclusion, MSME empowerment, and economic equity in Indonesia. This is said to be a strategic cooperation to support MSMEs in the digital banking era.

“Collaboration and digital transformation are absolutely necessary in order to provide effective and efficient services for MSMEs. We are collaborating with KoinWorks to develop a one-stop banking solution for MSMEs,” Bank Sampoerna’s Director of Finance and Business Planning, Henky Suryaputra said.

In a separate occasion, Henky revealed that this collaboration involves no investment commitment, it’s rather use each other’s capabilities in terms of technology. He also said, the KoinWorks NEO development was mainly carried out by KoinWorks in coordination with Bank Sampoerna.

On a general note, KoinWorks was founded in 2016 as a p2p lending startup focusing on MSMEs. To date, the company has advanced into a Super Financial App that offers various other financial services, such as investment and funding. As of October 2021, KoinWorks is recorded to have 1.139 million users with a total AUM of Rp1.193 trillion.

Digital bank and neobank

Regarding neobank, this term is often identified as a digital bank in Indonesia. It is quite reasonable considering the rapid growth of financial services and digital banks in recent years. DailySocial.id published a separate article on the digital bank trend. We are trying to map it based on its definition, considering digital banks and neobanks are relatively new in Indonesia.

Based on the definition by FinTech Magazine, neobank offers flexibility to various services, including payroll and expense management. In addition, neobank also offers corporate financial solutions to address MSME’s challenges. Nubank is an example of a successful Brazilian neobank, even the largest in Latin America with 38 million users.

API helps to integrate business flows with banking requirements. However, neobanks do not have a banking license as they operate by relying on partner banks. Hence, they cannot offer traditional banking services.

Meanwhile, digital banks in the direct bank category supposed to enlarge opportunities for banking services, such as savings and digital loan channeling. This kind of model has been widely adopted by Indonesian banking industry. Most Indonesia’s digital bank players currently performs the mini bank acquisition model, transforms it with a new identity, and collaborates synergistically with digital platforms to help accelerate its services, for example Bank Jago with Gojek and Bank Neo Commerce and Akulaku.

Previously, the chairman of the Indonesian Fintech Society (IFSoc), Mirza Adityaswara said that the rise of neobanks brought various benefits as well as new risks. Neobank has innovative and customer-centric features, such as AI and machine learning, that can help users access services and manage personal finances.

On the other hand, neobanks are also at great risk of cybersecurity attacks. For example, the risk of leakage of customer personal data to systemic failure caused by the interdependence of digital infrastructure for various financial services.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Uang Elektronik M-Bayar, Flip Optimalkan Fitur Saldo di Aplikasi

Startup fintech Flip resmi memperkenalkan fungsi baru dari fitur Saldo Flip. Pengguna kini dapat melakukan transfer uang langsung dari Saldo Flip ke lebih dari 100 bank domestik selama 24 jam dalam 7 hari seminggu.

Selain transfer uang, pengguna juga dapat mengisi ulang, menarik saldo, dan menggunakan saldonya bertransaksi produk digital. Sejumlah produk digital ini antara lain e-wallet, pulsa, paket data, dan token listrik.

COO Flip Gita Prihanto mengatakan bahwa pihaknya ingin mendorong manfaat teknologi keuangan yang merata kepada siapa pun dan dimana pun melalui layanan keuangan yang aman, praktis, dan cepat. Salah satunya bagi pengguna di wilayah yang memiliki akses terbatas terhadap ATM.

“Kami menambah fungsi Saldo Flip untuk memberi pilihan kepada pengguna agar bisa langsung transfer uang dengan aplikasi Flip tanpa perlu membuka aplikasi lain. Langkah ini sejalan dengan komitmen kami meningkatkan kualitas layanan,” ujar Gita dalam keterangan resminya.

Sebagai informasi, Flip merupakan platform fintech yang menawarkan sejumlah layanan keuangan, seperti transfer dana antarbank bebas biaya, transfer ke luar negeri, top-up e-wallet, hingga transfer gaji.

Flip didirikan di 2015 dan mengantongi lisensi transfer dana dari Bank Indonesia (BI) di 2016. Saat ini, Flip telah digunakan oleh lebih dari 7 juta orang serta 340 perusahaan dan UKM di Indonesia.

Bermitra dengan M-Bayar

Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Co-founder dan CEO Flip Rafi Putra Arriyan mengungkap bahwa Flip bermitra dengan layanan uang elektronik M-Bayar untuk memampukan transfer dana dari Saldo Flip. Hal ini mengingat Flip hanya memiliki lisensi sebagai platform transfer dana saja dari BI [belum memiliki lisensi untuk e-money dan/atau e-wallet].

“Kerja sama ini baru live begitu layanan transfer dana dari Saldo Flip ini diluncurkan. Untuk saat ini, kami belum ada [perluasan] kerja sama dengan m-Bayar untuk fitur atau fungsi lain di aplikasi Flip,” ujar Rafi.

Sedikit informasi, M-Bayar di bawah naungan PT E2Pay Global Utama merupakan layanan uang elektronik berbasis aplikasi yang menawarkan sejumlah fitur keuangan, antara lain transfer, tarik tunai, pembelian pulsa dan paket data, pembayaran tagihan, pembayaran di merchant berbasis QRIS. m-Bayar juga telah memiliki lisensi dari BI.

Dengan kolaborasinya bersama M-Bayar, Flip menunjukkan adanya upaya mengeksplorasi berbagai opsi dalam memperlebar cakupan layanannya tanpa perlu membangun kapabilitas atau mengajukan lisensi baru. Ada berbagai kemungkinan Flip dapat menambah berbagai layanan keuangan lain di masa depan, seperti membuka rekening atau pengelolaan keuangan.

Model ini pula yang tengah banyak diwujudkan oleh berbagai pelaku industri, baik korporasi maupun startup, untuk menghadirkan atau membuka akses keuangan dengan mengadopsi API. Ke depannya, siapa pun dapat mengakses layanan keuangan tanpa perlu membuka aplikasi bank tertentu.

Sebagai contoh, kolaborasi Telkomsel dan blu (BCA Digital) memungkinkan pengguna untuk membuka dan mengelola rekening blu, melakukan transaksi, dan mengecek saldo melalui aplikasi Redi.

Application Information Will Show Up Here

GajiGesa Secures Pre Series A Funding Worth of $6,6 Million Led by MassMutual Ventures

Fintech startup GajiGesa announced a pre-series A funding of $6.6 million or equivalent to 94.5 billion Rupiah. MassMutual Ventures led this round with the participation of some new investors, including January Capital, Wagestream, Bunda Group, and Smile Group. There are also individual investors, such as Oliver Jung, Northstar Group’s Partner Patrick Walujo, Ula’s CEO, Nipun Mehram, and Stripe’s Business Lead for APAC, Noah Pepper.

Meanwhile, also participated the previous investors, including Defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, and Next Billion Ventures.

“GajiGesa’s integrated platform can combine customer-centric product design and world-class technology infrastructure to ensure its unique position to empower underserved markets and help expand financial resilience for millions of people in Southeast Asia,” MassMutual Ventures’ Managing Director, Anvesh Ramineni said in the release.

Wagestream’s Co-Founder & CEO, Peter Briffet said that he was amazed by GajiGesa’s innovative product roadmap and marketing speed. “We are currently accelerating our shared mission to improve the financial health of workers around the world,” he said.

Recently, GajiGesa also received an additional strategic investment four months after announcing its seed funding of $2.5 million. The fresh money comes from OCBC NISP Ventura and several angel investors, one of which is Edward Tirtanata through Kenangan Kapital.

An interesting fact, Bunda Group is listed as one of GajiGesa’s recent pre-series A investors. According to DailySocial.id’s data, GajiGesa is Bunda Group’s second portfolio which also an affiliate of PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), the owner of an integrated health service ecosystem, from a network of hospitals, clinics, laboratories, and medical evacuations.

Multiplying business growth

Since the last year, digital transformation has becoming a significant trend within the company’s scope. The adoption of various digital solutions is required to reduce physical interactions and accelerate business processes constrained by the Covid-19 pandemic.

On a general note, GajiGesa is an integrated platform that allows partner companies to manage workforce and cash flow, also to empower the employers with services related to financial management.

One of its solutions is the Earned Wage Access (EWA) which allows employees to make payroll withdrawals on demand and faster than the traditional monthly payment cycle. This solution was developed to reduce dependence on illegal lenders.

Based on the company’s data, EWA has recorded 40-fold growth since January 2021, and has been used by various industrial sectors, such as plantations, retail, hospitals, restaurants, technology, and manufacturing. Currently, GajiGesa has partnered with 120 companies and serves hundreds of thousands of employees in Indonesia.

GajiGesa’s Founders, Vidit Agrawal and Martyna Malinowska discover an explosive growth trend in 2021 in line with the increasing interest of domestic and international investors in this funding round. Moreover, Indonesia becomes the main target market in Southeast Asia.

In addition, his team projects more large companies are starting to use a holistic approach to improve employee welfare.

Agrawal said that this investment is a proof that his team has built a business with strong fundamentals. Therefore, GajiGesa will double its business growth through this investment to expand financial stability for millions of workers in Southeast Asia.

“GajiGesa has doubled its team member over the past six months. We want to use this fresh fund to accelerate product development, grow our business across Indonesia, and expand our market throughout Southeast Asia,” he said.

Malinowska added, “in these turbulent times, our platform has become a valuable tool for employers to provide simple solutions and reduce financial burdens. The pandemic has emphasized the essential of having an empowered workforce and the benefits of a holistic workplace,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here