Startup Indonesia di Ajang Echelon Asia Summit 2018

Echelon Asia Summit kembali diselenggarakan. Ajang berkelas regional ini banyak dijadikan oleh startup untuk berunjuk gigi, memamerkan solusi produk yang dikembangkan dan memperluas koneksi pasar. Echelon sendiri selalu menghadirkan sesi bertajuk “Top100”, kesempatan bagi startup di tahap early-stage untuk berkompetisi mempresentasikan karyanya. Di antara 100 startup yang berhasil dikurasi dari seluruh wilayah Asia Pasifik, 9 startup di antaranya hadir dari Indonesia.

Berikut ini adalah daftar startup Indonesia yang hadir mengikuti pameran di Echelon Asia Summit 2018:

Exquisite Informatics (SaaS)

Fikri Akbar, Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics
Fikri Akbar, Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics

Startup yang berdiri sejak Oktober 2016 ini menyediakan layanan analisis data dan pengembangan platform data untuk korporasi. Saat ini telah menangani beberapa bidang bisnis, mulai dari perbankan, medis, ritel hingga perusahaan energi. Di Echelon kami bertemu dan berbincang dengan Fikri Akbar selaku Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics.

Ia menceritakan bahwa klien korporasi di Indonesia memiliki tantangan tersendiri saat hendak memilih platform data. Beberapa kultur yang ada seperti: mereka hanya mau menggunakan produk dari brand besar, setiap transisi kepemimpinan akan menghasilkan kerja sama dengan perusahaan teknologi mereka, bahkan mereka sering tidak mau mengakui bahwa perusahaannya tidak pernah aware dengan strukturisasi data.

Dari hal tersebut Exquisite Informatics sadar betul untuk tidak bermain produk data –karena dirasa sulit jika harus bersaing dengan Oracle, Microsoft, IBM dll. Solusi yang coba ditawarkan ialah menghadirkan dasbor yang menjadi hub di antara platform data yang sudah dimiliki oleh perusahaan dan menyatukan ke dalam sistem yang saling terintegrasi.

Produk Exquisite Informatics memungkinkan data dari berbagai sumber untuk disatukan dan direstrukturisasi, sehingga memudahkan proses visual dan analisis terjadi dalam satu dasbor terpadu. Selain produk berupa SaaS, Exquisite Informatics juga menyediakan layanan pengembangan dan konfigurasi infrastruktur server. Hal ini mengingat banyak perusahaan yang butuh comply dengan memiliki pusat data on-premise untuk server yang menampung data konsumen Indonesia.

Gradana (Fintech)

(kanan) Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha
(kanan) Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha

Gradana menyediakan layanan P2P lending khusus untuk produk-produk properti. Saat ini pihaknya memiliki tiga varian produk. Pertama ialah GraDP, memungkinkan peminjam mengajukan biaya untuk pembayaran uang muka/down-payment dalam pembelian rumah. Kedua ialah GraSewa, produk ini memungkinkan pengguna mengajukan pinjaman untuk biaya sewa yang umumnya (di Indonesia) harus dibayar minimal satu tahun di muka.

“Di Indonesia itu unik, orang yang ingin melakukan sewa properti biasanya harus membayar minimal satu tahun di muka, untuk beberapa orang atau bisnis kecil sering kali memberatkan. Dengan GraSewa, kita bantu membayarkan di muka, sehingga dari sisi konsumen tetap serasa membayar sewa bulanan,” ujar Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha.

Selanjutnya untuk produk ketiga ialah GraKarya, yakni pembiayaan untuk pembelian aset atau layanan properti lainnya, misalnya untuk pembiayaan interior. Dengan tiga varian produk tersebut, Gradana saat ini sudah melayani pinjaman di beberapa kota, di antaranya di Jakarta, Medan, dan Bandung. Memang tidak langsung banyak bisa ekspansi ke luar, karena untuk memberikan layanan properti Gradana juga membutuhkan rekanan lokal untuk verifikasi dan lain-lain.

Didirikan sejak tahun 2016, Gradana baru go-to-market sekitar awal tahun 2017. Bulan Desember tahun lalu pihaknya baru mendapatkan perizinan dari OJK. Saat ini sudah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari angel investor, dan ditargetkan tahun ini dapat membukukan pendanaan seri A untuk perluasan operasional dan bisnis.

JALA Tech (IoT)

Co-Founder JALA saat mempresentasikan produknya di hadapan juri
Co-Founder JALA saat mempresentasikan produknya di hadapan juri

JALA adalah pengembang perangkat IoT yang ditujukan untuk memonitor kualitas air pada tambak udang. Perangkat ini didesain untuk dapat mengatasi masalah budidaya udang dengan mengukur, menganalisis dan memberikan semua rekomendasi berdasarkan kondisi kualitas air tambak. JALA dikembangkan untuk membantu petambak udang dan meningkatkan respons petambak dalam menjaga kualitas air dan mengurasi kesalahan penanganan dalam bertambak udang.

Sistem JALA sendiri terdiri dari tiga bagian, pertama ialah sebuah perangkat yang dilengkapi sensor untuk memahami kadar oksigen terlarut, suhu, pH, salinitas, dan TDS (Total Dissolved Solid). Kemudian hasil pantauan dari sensor tersebut akan diproses dan dikirimkan hasilnya melalui aplikasi web dan SMS. Dibanding mobile app, SMS tampaknya memang lebih efisien untuk petani udang di lapangan. Dalam laporannya, JALA memberikan informasi dan rekomendasi untuk membantu petambak dalam mengambil tindakan yang tepat berdasarkan kondisi kualitas air tambak udang yang telah diukur.

Mallness (Lifestyle)

Tim Mallness dalam booth pameran yang disajikan dalam Echelon
Tim Mallness dalam booth pameran yang disajikan dalam Echelon

Mallness adalah aplikasi berbasis informasi yang menyajikan berbagai promosi, diskon, informasi program loyalitas member, dan berbagai hal lainnya seputar pengalaman belanja di pusat perbelanjaan (mall). Dari bisnis prosesnya, Mallness menyasar dua segmen sekaligus, yakni B2B dan B2C. Untuk B2B, Mallness memberikan layanan bisnis promosi kepada pusat perbelanjaan, brand, dan toko. Sedangkan untuk B2C, Mallness menyajikan pengalaman digital kepada para pengunjung pusat perbelanjaan.

Hal menarik dari aplikasi ini ialah penyajian konten yang dipersonalisasi. Tidak semua informasi ditampilkan ke semua orang, melainkan berdasarkan tren histori dan minat yang disukai saja. Startup ini berdiri sejak Desember 2017, didirikan dua co-founder berkebangsaan Spanyol, yakni Marco Hernáiz dan Mireya de Mazarredo.

Untuk tahun 2018, Mallness memiliki dua target utama, pertama ialah integrasi dengan payment gateway di aplikasi untuk pembayaran. Sedangkan yang kedua pihaknya merencanakan melakukan ekspansi ke Surabaya dan Medan.

MallSini (Lifestyle)

Partnership Executive MallSini Theresia Livinka
Partnership Executive MallSini Theresia Livinka

Mirip dengan Mallness, aplikasi MallSini menyajikan direktori promosi dan informasi seputar pusat perbelanjaan di Jakarta. Perbedaannya, untuk beberapa pusat perbelanjaan yang sudah bekerja sama, di aplikasi didesainkan indoor mapping untuk memudahkan pengguna ketika ingin menemukan gerai tertentu. Kepada pengelola pusat perbelanjaan, MallSini memberikan layanan berupa analisis dan tren kecenderungan konsumen yang didapat dari aplikasi, dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan dan pengalaman pengunjung.

Meluncur sejak Maret 2018, MallSini telah membukukan lebih dari 5000 pengguna. Saat ini sekurangnya sudah ada 25 pusat perbelanjaan di Jakarta yang menjadi mitra. MallSini juga mendapatkan dukungan dari Agung Sedayu dan Summarecon Mall.

Medika App (Healthtech)

Co-Founder Medika App yang hadir dalam Echelon Asia Summit
Co-Founder Medika App yang hadir dalam Echelon Asia Summit

Startup yang digawangi oleh Danang Firdaus (CEO) dan Suka Bayuputra (COO) ini menawarkan platform end-to-end untuk menghubungkan masyarakat dengan layanan kesehatan. Implementasinya bekerja sama langsung dengan rumah sakit atau institusi kesehatan lainnya. Startup yang didirikan sejak Mei 2017 ini terakhir mengumumkan perolehan pre-seed funding dari Fenox Venture Capital senilai USD50.000.

Terkait model bisnisnya, Medika App menyasar langsung segmentasi B2B dan B2C. Melalui model B2B pihaknya menyajikan layanan manajemen pasien di rumah sakit, termasuk aplikasi untuk kebutuhan operasional dan administrasi medis. Sedangkan di sisi B2C, Medika App menyediakan aplikasi pemesanan kepada pengguna untuk layanan dokter dan kesehatan. Di pembaruannya, saat ini Media App juga melayani pemesanan jasa kecantikan dan perawatan kesehatan.

Di Media App, pengguna tidak hanya bisa membuat janji dengan dokter. Saat ini aplikasi sudah terhubung dengan sistem pembayaran berbasis payment gateway. Sehingga pengguna dapat melakukan pembayaran di awal melalui kartu kredit atau transfer bank, saat di klinik atau rumah sakit tidak perlu lalu melakukan pembayaran.

MyClinicalPro (Healthtech)

Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan
Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan

Startup ini menyediakan aplikasi manajemen yang membantu klinik dan dokter agar punya sistem operasional yang lebih terstruktur. Di dalamnya juga mengakomodasi kebutuhan pencatatan rekam medis pasien. Menariknya MyClinicalPro didesain sebagai platform yang membantu dokter melakukan analisis atas tren pasien. Dengan demikian diharapkan dapat terhubung dengan pasien secara lebih optimal.

“Selama ini kebanyakan klinik tidak memiliki data valid dari histori penanganan pasien, misalnya mengetahui tren usia, tren penyakit yang ditangani dan sebagainya. Padahal dengan mengetahui hal itu, dokter dan klinik akan banyak diuntungkan, terutama untuk peningkatan bisnis kesehatan itu sendiri,” ujar Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan.

Beroperasi sejak tahun 2016, saat ini MyClinicalPro sudah terhubung dengan 300 dokter dan klinik di 10 kota di Indonesia. Tahun ini mereka merencanakan untuk merilis aplikasi di sisi pasien, sehingga dapat menghadirkan layanan yang menghubungkan langsung dengan dokter.

Tanijoy (Agrotech)

Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra
Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra

Tanijoy adalah sebuah platform pemberdayaan petani yang terdiri dari dua sistem utama, yakni permodalan dan manajemen pengolahan lahan. Startup ini berdiri atas inisiatif salah satu co-founder yang sebelumnya berpengalaman 6 tahun menjadi petani. Banyak hal yang dirasa perlu diselesaikan, salah satunya soal peningkatan perekonomian para petani. Selain menyalurkan pembiayaan –layaknya aplikasi investasi pertanian yang saat ini ada—Tanijoy juga memberikan manajemen pengolahan lahan.

“Dari data kami, 70% petani mitra di Bogor tidak piawai baca-tulis, dari situ kami menyadari perlu adanya pendamping lapangan yang mengarahkan mereka. Sehingga di Tanijoy kami tidak melepaskan petani secara penuh, setiap hari ada yang disebut field manager melakukan pengambilan data terkait kebutuhan petani dan lahan yang digarap. Dari situ sistem kami memantau dan memberikan informasi kepada pihak terkait, termasuk investor,” ujar Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra.

Sampai tahun ini, Tanijoy masih akan memfokuskan pada riset produk dan layanan. Harapannya ketika nanti dilakukan perluasan, sistem yang diusung memiliki SOP dan spesifikasi yang pas untuk efisiensi dalam bisnis pertanian di Indonesia.

Tjetak (Marketplace)

Booth Tjetak dalam sesi pameran Echelon
Booth Tjetak dalam sesi pameran Echelon

Tjetak adalah sebuah B2B marketplace yang membantu individu dan bisnis untuk melakukan pencetakan berbagai kebutuhan desain. Produk yang dijual mulai dari kartu nama, stiker, kalender, buku, kaos, hingga pernak-pernik acara seperti gelas plastik. Untuk konsumen individu, Tjetak menawarkan sistem keagenan memungkinkan setiap orang untuk menjual produk cetakan secara instan. Sedangkan untuk bisnis, Tjetak menyediakan API untuk dihubungkan ke situs yang dimiliki sehingga dapat mengintegrasikan sistem pemesanan kebutuhan desain cetak secara mudah.

Startup ini baru melakukan go-to-market per Juli 2018 ini. Untuk operasional, Tjetak bekerja sama langsung dengan pemilik vendor percetakan dari berbagai wilayah operasional. Selain menawarkan desain dan jasa pencetakan, dalam aplikasi juga sudah diakomodasi layanan logistik untuk pengantaran produk yang dipesan.

Grab Partners with MRT Jakarta to Follow GO-JEK’s Step

Grab announces a partnership with MRT Jakarta. First, it includes several strategic plans, related to the usage of GrabPay e-money (supported by OVO platform) as the payment method. Second, related to the connectivity (first mile – last mile) for MRT Jakarta and Grab passengers. Third, the proof of concept creation for mobile payment integration to make all in one platform.

Ridzki Kramadibrata, Grab Indonesia’s Managing Director, said the partnership is a first step to create an integrated transportation system. They expect this partnership can strengthen Grab’s role in providing transportation modes in Jakarta.

Adrian Suherman, President Director of OVO, said he thinks Grab’s involvement helps to boost OVO’s position as the payment platform. Integration with transportation service is considered as an important use-cases for OVO to expand user’s reach.

A similar partnership has been performed by GO-JEK last month. With the same objective, through its own mobile payment, GO-JEK wants to be the alternative facility for MRT Jakarta ticketing. In addition to ticketing, it also offers Non Farebox Business concept.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

IMD Rilis Peringkat Kompetisi Digital Global, Indonesia Berada di Urutan Bawah

IMD World Digital Competitiveness Rankings kembali dirilis, mengungkapkan penilaian negara-negara di dunia dari berbagai perspektif, kaitannya dengan adopsi teknologi untuk peningkatan ekonomi dan efisiensi di berbagai bidang. Amerika Serikat, Hong Kong, dan Singapura berada di peringkat teratas. Sayangnya Indonesia justru berada di peringkat 62, termasuk yang paling buruk di kawasan ini. Salah satu tantangan yang dikemukakan ialah pengembangan pekerja berketerampilan tinggi yang belum banyak mencukupi.

Gambar 1

Ketersediaan talenta berkompetensi menjadi faktor penting, karena memberikan pengaruh kapasitas dalam pengembangan dan integrasi teknologi di berbagai sektor. Termasuk untuk kesiapan negara secara umum menghadapi masa depan persaingan bisnis. Peringkat IMD juga menelisik tentang sejauh mana transformasi teknologi dapat beradaptasi dengan lingkungan di suatu negara. Seberapa jauh transformasi tersebut menyediakan efektivitas bagi para pengambil keputusan di sektor publik maupun privat.

Mengamati performa Indonesia

Lebih detail, IMD membagi penilaian ke beberapa hal, pertama soal pengetahuan. Di Indonesia dari tahun ke tahun tercatat selalu berada di atas ranking 40, sub-faktor utama yang paling menghambat ialah pelatihan dan pendidikan. Secara khusus DailySocial pernah melakukan wawancara kepada kalangan pendidik soal kualitas pendidikan dan gap dengan kebutuhan industri. Memang, soal relevansi masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik. Teknologi berkembang dinamis, sementara adopsinya dalam kurikulum memerlukan waktu lebih untuk penyesuaian.

Untuk pendidikan ranking terbaik Indonesia berada di kategori “Employee training”, hal ini menyiratkan tren peningkatan kapabilitas profesional diri yang dilakukan kebanyakan saat sudah bekerja. Misanya dengan mengikuti sertifikasi tertentu berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam pengembangan.

Gambar 2

Faktor teknologi juga memberikan skor yang tidak bagus. Peringkat baik ada di faktor kapital, terkait bagaimana produk teknologi disebarkan ke pasar terkait. Namun demikian dari sisi regulasi dan kerangka kerja teknologinya tidak cukup baik.

Gambar 3

Kesiapan adopsi teknologi untuk masa depan bisnis juga memiliki skor ranking yang tidak cukup memuaskan. Salah satu hal yang cukup signifikan dan disorot ialah implementasi big data dan analyitcs, karena beberapa korporasi di sini sudah mulai mengarah ke sana untuk mendapatkan keuntungan lebih. Divisi data makin diperkuat untuk membantu keputusan bisnis. Namun di luar itu perlu banyak peningkatan. Terlebih relasi kemitraan sektor publik-privat juga tergolong tidak terlalu buruk ranking-nya.

Gambar 4

Tujuan dari riset ini secara umum untuk menilai sejauh mana suatu negara mengadopsi dan mengeksplorasi teknologi digital mengarah ke transformasi dalam praktik regulasi, model bisnis, dan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Selain itu teknologi juga dinilai dapat memberikan kesempatan bagi perusahaan lokal untuk menemukan peluang yang lebih baik di masa mendatang.

Faktor pengetahuan mengacu pada infrastruktur tidak berwujud yang menjadi fondasi utama transformasi digital melalui penemuan, pemahaman, pembelajaran teknologi baru. Faktor teknologi menilai konteks keseluruhan sejauh mana pengembangan teknologi bergerak. Dan faktor kesiapan masa depan menilai tingkat adopsi oleh berbagai komponen yang menjalankan proses bisnis di suatu negara.

CekMata.com Luncurkan Fitur Pengecekan Luka Diabetes

CekMata.com baru-baru ini merilis varian fitur baru untuk pengecekan luka diabetes. Konsep dasarnya mirip dengan layanan sebelumnya untuk pengecekan risiko katarak. Sistem mempelajari gambar luka yang diunggah oleh pengguna. Pun demikian dengan teknologi yang digunakan, memanfaatkan Artificial Inteligence dan Machine Learning.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CTO CekMata.com Albert Samadhi mengungkapkan urgensi peluncuran layanan ini, karena sering kali para penderita diabetes datang ke rumah sakit atau perawat untuk dibersihkan dalam keadaan relatif terlambat. Diharapkan aplikasi ini membantu pengguna mengetahui sampai tahap mana lokasinya.

Ada tiga tahap luka yang dapat dideteksi oleh aplikasi tersebut, yakni jaringan penyembuhan (granulation), infeksi (infection), dan mati (necrosis). Melalui aplikasi CekMata.com pengguna juga dapat memesan jasa pembersihan dan perawatan luka yang profesional. Layanan ini tersedia atas kerja sama dengan Caredise (sebelumnya bernama iCare).

Kerja sama tersebut juga dikonversi menjadi sebuah model bisnis. Nantinya CekMata.com akan mengambil fee dari Caredise setiap ada rujukan pasien yang melakukan pemeriksaan atau pembersihan luka melalui platform tersebut.

Proses pengecekan luka diabetes di CekMata.com
Proses pengecekan luka diabetes di CekMata.com

Albert juga menyinggung soal platform aplikasi yang digunakan. Memang sampai saat ini CekMata.com baru tersedia dalam bentuk web-platform, belum memiliki aplikasi yang diterbitkan ke marketstore. Saat ini CekMata.com berjalan dengan web yang didesain mirip native apps.

Dalam waktu dekat pihaknya akan memperbarui teknologi dengan Progressive Web Apps (PWA) dengan harapan lebih ringan dan meningkatkan pengalaman pengguna. Sejauh ini belum ada rencana pengembangan aplikasi, diharapkan dengan PWA pengguna tidak perlu direpotkan mengunduh dan selalu mendapatkan pembaruan terkini dari sistem.

Bank Indonesia Rilis Lisensi Uang Elektronik untuk Lima Perusahaan Baru

Bank Indonesia (BI) kembali merilis perizinan uang elektronik (e-money) kepada beberapa penyelenggara. Kali ini perizinan tersebut diberikan kepada 5 perusahaan, yakni:

  1. PT Verita Sentosa Internasional (pengusung platform PayTren)
  2. PT Ezeelink Indonesia (pengusung platform Ezeelink)
  3. PT Solusi Pasti Indonesia (pengusung platform PayPro)
  4. PT Cakra Ultima Sejahtera (pengusung platform Duwit.id)
  5. PT E2Pay Global Utama (pengusung platform Kocek)

Kelima perusahaan di atas sudah terkonfirmasi mendapatkan lisensi e-money dari pihak terkait, kendati demikian sampai tulisan ini diterbitkan baru PayTren yang sudah tertulis di situs BI. Artinya per Juni 2018 ini sudah ada 32 perusahaan yang mengantongi lisensi uang elektronik BI.

Sebelum mendapat lisensi e-money, PayTren sempat dibekukan, senasib dengan beberapa platform lain seperti BukaDompet milik Bukalapak, TokoCash milik Tokopedia, dan ShopeePay milik Shopee. Peraturan BI (PBI) Nomor 20 Tahun 2018 yang berlaku sejak 4 Mei 2018 –revisi dari PBI Nomor 18 Tahun 2016—menyaratkan perusahaan harus memperoleh izin jika memiliki colse up jumlah dana menganggur lebih dari 1 miliar Rupiah.

PayTren dikenal sebagai aplikasi mobile yang mengakomodasi berbagai jenis transaksi pembayaran dan digital. Ezeelink merupakan platform yang memungkinkan merchant untuk menerapkan sistem e-voucher dan e-coupon sebagai media pembayaran transaksi. PayPro adalah aplikasi mobile yang mengakomodasi berbagai jenis layanan pembayaran dan transaksi keuangan lainnya.

E2Pay mengembangkan aplikasi Kocek menyediakan platform e-wallet untuk berbagai jenis pembayaran. Sedangkan PT Cakra Ultima Sejahtera mengembangkan Duwit.id, kami belum bisa menginfokan layanan seperti apa yang diusung, pasalnya situsnya saat ini juga belum bisa diakses.

Susul GO-JEK, Grab Jalin Kemitraan dengan MRT Jakarta

Grab hari ini (08/6) meresmikan kerja sama dengan MRT Jakarta. Kerja sama tersebut meliputi beberapa hal strategis, pertama terkait dengan pemanfaatan uang elektronik GrabPay (didukung platform OVO) sebagai moda pembayaran tiket. Kedua, terkait dengan konektivitas first mile – last mile bagi pelanggan MRT Jakarta dan Grab. Dan yang ketiga, penyusunan proof of concept bersama untuk mengintegrasikan mobile payment untuk membentuk platform pembayaran yang menyeluruh.

Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menyampaikan bahwa kolaborasi ini sebagai langkah awal untuk terciptanya sistem transportasi terintegrasi. Pihaknya berharap dengan kerja sama ini akan turut menguatkan peran Grab dalam penyediaan moda transportasi di wilayah Jakarta.

Di lain sisi Suherman selaku Presiden Direktur OVO turut berpartisipasi dalam kerja sama ini. Menurutnya dengan keterlibatan Grab turut mengukuhkan posisi OVO sebagai platform pembayaran. Integrasi dengan layanan transportasi dinilai menjadi use-cases penting bagi aplikasi OVO untuk makin memperluas cakupan pengguna.

Kerja sama serupa sebenarnya juga sudah dilakukan oleh GO-JEK sejak sebulan lalu. Tujuannya sama, melalui platform mobile payment yang dimiliki, GO-JEK ingin memfasilitasi pilihan alternatif pembayaran tiket MRT Jakarta. Selain untuk penjualan tiket, GO-JEK juga menawarkan konsep Non Farebox Business.

Application Information Will Show Up Here

Grab Ventures Is Now Official, Ready for Startup Acceleration in Southeast Asia

Grab announces Grab Ventures as an investment unit with an objective to find and build regional innovation. Some vertical industries targeted include online payments, finance, shopping, logistics, and food delivery. Previously, Grab has made some investments (and few acquisitions) in startups, one of those is Kudo in Indonesia.

One of the reasons for the developmental urgency of Grab Ventures is for O2O (Online-to-Offline) platform acceleration as Grab’s business model. By partnering with related tech startups, it’s considered more effective to support the business demand that keeps shifting dynamically. In the near future, Grab Ventures will start a Velocity program, it’s a startup accelerator in Southeast Asia.

The accelerator program is targeting at least 10 startups to be trained in the next 24 months, includes funding and opportunity for synergy. The registration is currently open on the official site ventures.grab.com.

“Grab will play an active role to grow and develop the startup ecosystem in Southeast Asia. It’s about empowerment and we invite the developing startups wanted to grow in the region to partners with Grab Ventures,” Anthony Tan, Group CEO & Co-Founder Grab, said as quoted by e27.

One of the succession strategies, Grab Ventures will partner with several strategic institutions, both government and private. It started off as the debut in Singapore, where Grab Ventures has partnered with Info Communications Media Development Authority (IMDA). The same strategy will also be applied in other operational areas, including Indonesia, Philippines, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, and Cambodia.

Anthony Tan, in another session with CNBC, said that one thing being offered to the startups [to be trained] is an opportunity to use Grab’s capabilities, include technology, network, experts, and financial support. It includes GrabPay (electronic payment platform) that currently operating in many countries. The platform is expected to be able to support operations for the startup’s developing app.

He emphasized the key criteria for the selected startup is in growth-stage and willing to make the regional expansion. In terms of ownership, it will be flexible, he said. Some might be fully acquired, some will take minority ownership or others. With the current Grab valuation, Anthony Tan is confident that this will be a strategic step to help partners, customers, and startups to grow.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembangan Bisnis untuk Startup (Bagian 2)

Pada seri tulisan sebelumnya dibahas mengenai cakupan pekerjaan pengembangan bisnis (business development). Dari sana dapat disimpulkan, ada banyak aktivitas yang perlu dilakukan untuk melakukan pengembangan bisnis. Pemasaran (marketing) menjadi salah satu hal fundamental di dalamnya, dan dirasa menjadi yang paling menantang –khususnya untuk bisnis di level startup.

Kegiatan pemasaran yang baik perlu perencanaan matang, termasuk memastikan tujuannya selaras dengan tujuan bisnis yang diharapkan. Tugas perencanaan tersebut juga menjadi salah satu tanggung jawab oleh seorang pengembang bisnis. Dari praktik terbaik yang sudah banyak dilakukan, setidaknya ada lima hal yang dapat dilakukan untuk memulai sebuah perencanaan pemasaran:

  1. Mendefinisikan tujuan bisnis dan mengasosiasikannya dengan matriks capaian.
  2. Menganalisis kapabilitas bisnis –salah satunya dapat dilakukan dengan membuat sebuah tabel SWOT.
  3. Memahami lanskap kompetisi di pangsa pasar yang dituju.
  4. Mengerti karakteristik konsumen dan kecenderungan dalam melakukan pembelian.
  5. Mendalami gambaran umum lifecycle konsumen terhadap produk atau layanan yang ditawarkan.

Mendefinisikan perencanaan

Tujuan pemasaran dapat terdiri dari banyak hal, misalnya untuk menumbuhkan profit, meningkatkan konversi pembelian dari basis konsumen yang sudah ada, memperluas cakupan pangsa pasar, memperkenalkan layanan/produk baru, atau memperluas relasi kerja sama. Dari daftar yang sudah ada, tentukan prioritas, lalu pilih dua atau tiga item untuk dijadikan tonggak capaian utama.

Penentuan prioritas dari daftar perencanaan dapat didasarkan pada tujuan utama bisnis –pada ambisi bisnis yang ingin dicapai tahun ini. Misalnya apakah bisnis ingin meningkatkan traksi terhadap layanan baru, apakah bisnis ingin menjangkau basis kota baru, dan lainnya.

Contoh pemetaan rencana pemasaran dengan tujuan bisnis:

Tujuan Bisnis Contoh Rencana Pemasaran
Meningkatkan nilai keuntungan sebesar 25% dari capaian tahun sebelumnya menggunakan produk yang sudah dimiliki. Menggelar kampanye iklan untuk meningkatkan awareness pangsa pasar dan meningkatkan basis data konsumen prospektif sesuai dengan target pemasaran.
Ekspansi ke luar Jawa dan membuat kantor perwakilan di wilayah tersebut untuk menguatkan bisnis.

 

Mengembangkan rencana pemasaran dan program untuk brand awareness. Melakukan beberapa pendekatan dengan pangsa pasar melalui kegiatan komunitas terkait.
Meluncurkan produk baru. Merencanakan kegiatan sosialisasi, pengiklanan, promo diskon, dan membuat studi kasus praktik terbaik pembuatan produk.

Setelah rencana disusun rapi oleh tim pengembang bisnis, selanjutnya serahkan pada staf pemasaran untuk mengeksekusi.

Melakukan riset pasar

Analisis terhadap pelanggan menjadi sumber daya penting yang harus masuk dalam perencanaan kegiatan pemasaran. Beberapa hal yang perlu dicari tahu di antaranya:

  1. Apa yang diinginkan oleh konsumen? Apa isu yang ingin segera mereka pecahkan?
  2. Bagaimana cara mereka mencari tahu solusi yang dibutuhkan, medium apa yang digunakan?
  3. Di mana mereka biasa mendapatkan insight seputar solusi bisnis? Melalui publikasi, konferensi, webinar dll?
  4. Layanan komunikasi apa yang dapat digunakan? Bagaimana mereka menemukan layanan yang kita buat?
  5. Mengapa konsumen akan memilih layanan yang kita usung.

Jawaban dari pertanyaan di atas akan menjadi bekal dalam penyusunan berbagai tindakan selanjutnya. Misalnya, jika akan membuat kampanye pemasaran saluran iklan apa yang dipilih.

Namun, selain melakukan riset terhadap calon konsumen prospektif, pengembang bisnis juga perlu melakukan riset terkait persaingan bisnis di pangsa pasar yang dituju. Tabel SWOT yang dibuat dapat membantu bisnis menentukan apa keunggulan yang bisa ditawarkan dan apa kelemahan yang harus segera dicari solusinya.

Memilih kanal pemasaran

Di era digital seperti saat ini, pilihan kanal pemasaran semakin banyak. Tantangannya effort pemasaran yang harus dilakukan untuk setiap relasi biasanya akan berbeda-beda. Dalam ilmu bisnis, itu disebut sebagai “1-to-1 marketing”. Untuk startup di tahap awal, pendekatan online seperti ini bisa ditiru:

  1. Buat sebuah konsep situs yang solid untuk menyampaikan konten dan informasi berkaitan dengan produk dan layanan.
  2. Rencanakan konten portofolio yang berisi studi kasus implementasi dan testimoni.
  3. Rencanakan tulisan atau video yang berisi tentang pemikiran pemimpin bisnis seputar tantangan yang banyak dihadapi oleh konsumen dan cara efektif yang dapat dilakukan untuk menyelesaikannya –tidak perlu melakukan hard selling saat penyampaian konten ini.
  4. Pilih konten sesuai dengan bisnis dan kriteria konsumen. Bisa saja secara rutin merilis hasil riset, white-paper, infografik, tulisan blog dan sebagainya.
  5. Pilih aplikasi tambahan untuk meningkatkan kunjungan ke situs, termasuk layanan publikasi email.

Dari tiga hal di atas, maka seorang pengembang bisnis setidaknya dapat menyajikan sebuah proposal atau presentasi kepada timnya seputar langkah apa yang akan dijalankan untuk memasarkan produk dan layanannya. Tentu banyak aspek lain yang akan mendukung tiga kegiatan utama di atas, namun penyusunan poin-poin tersebut akan menjadi fondasi utama dalam rencana pemasaran bisnis.

Disclosure: Artikel ini diambil dari berbagai sumber, baik sumber cetak maupun online.

ANGIN Secures Seed Funding from 500 Startups and Local Angel Investor

ANGIN (Angel Investment Network Indonesia) is officially announced seed round funding from 500 Startups and three national investors: Shinta Kamdani (Sintesa Group CEO), Diono Nurjadin (Cardig International CEO), and Jefrey Joe (Alpha JWC’s Managing Director & Co-Founder). The value is still undisclosed yet the process has been going on since May.

David Soukhasing, Managing Director of ANGIN, explained that this funding will be focused on ANGIN services scale-up in Indonesia. It includes the launching of new feature/service, making improvements for all members of angel investors, and continuing support for startups in Indonesia.

Until recently, ANGIN has accommodated at least 71 angel investors and distributed funding from investors to more than 33 startups within 2 years. ANGIN makes a commitment not only as investment platform but also to have a role in growing entrepreneurship ecosystem in Indonesia through activities and partnerships.

“We’ve been operating ANGIN in bootstrapped since the beginning and our team wants to make a broader impact and reach. We decided to search for an external funding to support expansion,” Soukhasing said.

ANGIN considers the experience of 500 Startups investing globally can provide valuable knowledge in business scale-up.

Since founded in 2013 led by Shinta Kamdani, ANGIN has been growing rapidly. It currently has several services, such as business research, content, technology, and business consultant.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Grab Ventures Diresmikan, Siap Akselerasi Startup di Asia Tenggara

Grab mengumumkan pembentukan Grab Ventures sebagai sebuah unit investasi yang bertujuan untuk menemukan dan menumbuhkan inovasi di wilayah regional. Beberapa vertikal industri yang disasar meliputi online payments, finance, shopping, logistic, dan food delivery. Sebelumnya Grab memang sudah banyak berinvestasi (dan melakukan akuisisi) startup, salah satunya Kudo di Indonesia.

Urgensi pengembangan Grab Ventures salah satunya untuk mengakselerasi penguatan platform O2O (Online-to-Offline) yang terus dimatangkan sebagai model bisnis Grab. Karena dengan menggandeng startup teknologi di bidang terkait dinilai lebih efektif mendukung kebutuhan bisnis yang terus berubah dinamis. Dalam waktu dekat Grab Ventures akan memulai program Velocity, yakni akselerator untuk startup di Asia Tenggara.

Program akselerator tersebut menargetkan setidaknya 10 startup untuk dibina dalam 24 bulan mendatang, termasuk diberi investasi permodalan dan kesempatan sinergi dengan Grab. Saat ini pendaftaran juga sudah mulai dibuka melalui situs resminya di ventures.grab.com.

“Grab akan memainkan peran aktif untuk menumbuhkan dan mengembangkan ekosistem startup di kawasan Asia Tenggara. Ini tentang pemberdayaan, dan kami mengundang startup di tahap pertumbuhan yang ingin berkembang di wilayah regional untuk bermitra dengan Grab Ventures,” ujar Group CEO & Co-Founder Grab Anthony Tan seperti dikutip e27.

Salah satu strategi suksesi ini, Grab Ventures akan bermitra dengan beberapa institusi strategis, baik di kalangan pemerintahan maupun swasta. Ini sudah dimulai dari debutnya di Singapura, di sana Grab Ventures telah bermitra dengan Info Communications Media Development Authority (IMDA). Termasuk nantinya juga akan dilakukan hal sama di wilayah operasional lain, meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.

Di sesi lain, Anthony Tan dalam sebuah wawancara bersama CNBC mengungkapkan, salah satu yang ditawarkan kepada para startup yang nanti dibina ialah kesempatan untuk memanfaatkan kapabilitas yang dimiliki Grab, meliputi aset teknologi, jaringan, pakar dan dukungan finansial. Termasuk platform pembayaran elektronik (GrabPay) yang saat ini sudah beroperasi di banyak negara. Harapannya platform pembayaran tersebut dapat menunjang operasional aplikasi yang dikembangkan para startup.

Anthony Tan juga menegaskan, kriteria kunci untuk startup yang dipilih ialah tengah dalam growth-stage dan memiliki kemauan kuat untuk melakukan ekspansi regional. Soal kepemilikan, ia mengatakan akan cukup fleksibel. Beberapa mungkin akan diakuisisi sepenuhnya, beberapa akan diambil kepemilikannya secara minoritas, dan lainnya. Dengan valuasi Grab saat ini, Anthony Tan cukup percaya diri langkah ini akan menjadi strategis untuk membantu mitra, pelanggan, dan startup untuk bertumbuh.