Platform Manajemen Jejak Karbon Jejakin Dikabarkan Tutup Pendanaan Awal

Startup climate-tech Jejakin dikabarkan telah membukukan pendanaan awal (seed). Menurut data yang telah disetorkan ke regulator, seperti dikutip dari Alternative.pe, nilainya mencapai $2,7 juta atau setara 43,7 miliar Rupiah. Sejumlah investor berpartisipasi di putaran ini, termasuk ITM Group, Indogen Capital, Asia Ventura, Aurum Ventures, SMDV, East Ventures, dan sejumlah perusahaan lokal.

Jejakin telah berdiri sejak tahun 2018, dinakhodai sejumlah co-founder meliputi Arfan Arlanda (CEO), Sudono Salim (Chief Growth), Andreas Djingga (COO), dan Haris Iskandar (Chief Sustainability & Climate Change).

Layanan utama Jejakin adalah platform manajemen karbon. Mereka memiliki tiga produk utama, CarbonIQ sebagai platform penghitungan dan pengelolaan emisi karbon memudahkan pengumpulan data yang diperlukan untuk perjalanan net-zero perusahaan.

CarbonAtlas, sistem pemantauan yang memberi data menyeluruh tentang pengukuran dampak dan analisis lingkungan dari proyek. Dan CarbonSpace, sebuah platform marketplace yang memungkinkan pengguna memilih proyek reboisasi dan karbon terbaik lainnya dari mitra Jejakin.

Di pengujung tahun 2023, Jejakin juga telah menjadi Certified B Corporation™️ untuk mempercepat upaya dekarbonisasi.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030, sebagaimana dinyatakan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) kepada Perjanjian Paris. Atas dasar ini, pemerintah juga mendorong sektor swasta berpartisipasi aktif – sehingga memaksa setiap perusahaan untuk melakukan pengukuran dan efisiensi jejak karbon.

Ini menjadi kesempatan bagi Jejakin dan pemain serupa untuk menghadirkan solusi – terlebih dengan memanfaatkan teknologi, prosesnya bisa menjadi lebih cepat dan terukur. Selain Jejakin, di Indonesia sudah ada beberapa pemain serupa, misalnya Fairatmos, Envmission, dan beberapa lainnya.

Faritamos sendiri pada akhir 2022 mengumumkan pendanaan $4,5 juta dipimpin Go-Ventures dan anak usaha Toba Bara Sejahtera, didukung Vertex Ventures dan sejumlah angel investor.

DailySocial.id Announces Exciting New Management, Marks Official Launch of DiscoveryShift

Executive Summary

  • DailySocial announces new majority owner: an entity named DiscoveryShift, a consortium of partners led by CEO Rama Mamuaya
  • DailySocial resumes operations under DiscoveryShift’s management and is doubling down on its research, consultancy and advisory services on corporate innovation and digital transformation
  • Launched a new AI-focused service helping corporate clientele with AI competency building, transformation and strategy
  • DS/X Ventures, a B2B venture fund operated by Rama Mamuaya is unaffected

Jakarta, April 30th 2024DailySocial.id, a leader in tech media, research, consulting, and advisory services, is excited to announce a strategic shift in its management. The new management team, an entity named DiscoveryShift, is a consortium of partners led by DailySocial’s founder & CEO Rama Mamuaya, and will assume controlling stake and continue operational leadership for  the company.

Since its inception in 2008, DailySocial has become a part of Indonesia’s tech startup history and community, documenting but more importantly helping the industry progress both domestically and internationally. DailySocial has set benchmarks in delivering high-quality services for enterprise clients in digital transformation and corporate innovation, a profitable business unit inside the company. The newly appointed management team is committed to continuing this legacy of excellence.

Under the guidance of its new management and new brand, DiscoveryShift, the company will continue to offer innovative consultancy services dedicated to leveraging the power of Artificial Intelligence (AI) to drive business transformation for its clientele. DiscoveryShift will focus on helping clients identify new AI-enabled opportunities, optimize business processes through AI, and build essential AI talent within their organizations.

The leadership team at DiscoveryShift brings together seasoned experts with profound expertise in enterprise AI, machine learning (ML), automation, corporate innovation, and digital transformation. This diverse team is equipped to tackle the unique challenges of the modern business landscape, ensuring that DailySocial remains at the forefront of industry innovation.

“DailySocial has always been a pioneer in embracing and implementing cutting-edge technologies to address complex business challenges and the AI adoption in Indonesia is simply too big to ignore”, said Rama Mamuaya, Founder and CEO of DailySocial. “Through DiscoveryShift, we are enhancing our ability to empower businesses to realize their full potential through AI and digital innovation.”

DiscoveryShift is now operational and engaging with top-tier clients to implement transformative AI strategies that are custom-tailored to their specific needs and goals.

For more information about DiscoveryShift, please visit DiscoveryShift.com.

Tjufoo dan Sinbad Tengah Rampungkan Merger

Startup brand aggregator Tjufoo tengah melakukan finalisasi merger dengan B2B commerce Sinbad. Kabar ini pertama kali diterbitkan oleh DealStreetAsia. Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Tjufoo TJ Tham membenarkan adanya aksi korporasi ini. Setelah sepakat melakukan konsolidasi, tim tengah bekerja untuk merampungkan kesepakatan ini. Ditargetkan proses merger akan rampung pada Juni 2024 mendatang.

Bagi TJ, pihaknya sangat beruntung menemukan dan bisa bermitra dengan Sinbad, karena ada banyak sinergi bisnis yang bisa diupayakan keduanya untuk menghasilkan potensi bisnis yang lebih besar.

Diketahui Sinbad memiliki kapabilitas layanan supply chain untuk mendistribusikan produk dari brand principal ke lebih dari 4400 toko di 1000 lebih kabupaten/kota di Indonesia. Sementara fokus Tjufo adalah menginkubasi dan menghasilkan produk konsumer yang dipasarkan di berbagai kalangan. Sehingga secara model bisnis keduanya bisa diintegrasikan dengan baik.

Terkait ke depan apakah kedua perusahaan akan melebur atau tetap menjadi entitas terpisah, TJ mengatakan bahwa eksekutif dari kedua perusahaan tengah memikirkan hal tersebut. Cepat atau lambat –setelah fundraising selesai– keputusan tersebut akan segera diambil.

Tjufoo tengah rampungkan pendanaan

Sejak awal tahun, Tjufoo memang dikabarkan tengah menggalang pendanaan baru. Menurut data yang dilaporkan ke regulator, seperti dikutip Alternative.pe, ada sejumlah investor yang telah masuk putaran baru ini salah satunya Binus Investama, PT Tri Mulia Agung, dan sejumlah angel investor. Sebelumnya perusahaan juga telah mendapatkan pendanaan awal dari TNB Aura.

Sebelumnya pada pertengahan 2023, Tjufoo mengklaim telah mencapai profitabilitas dengan operasional yang efisien. Sebagai “house of brand“, mereka memilih langkah ekstra selektif dalam mengakuisisi brand, untuk memastikan setiap binaannya dapat mendapatkan optimasi bisnis. Saat ini ada 6 merek bisnis yang ada alam manajemennya, meliputi ACMIC, Granova, Cypruz, Dew It, Muscle First, dan Dapur Cokelat.

Konsolidasi ini juga bisa dinilai sebagai langkah positif. Pasalnya secara industri, lini brand aggregator tengah mengalami tantangan yang cukup berarti. Sejumlah pemain telah terdampak, termasuk salah satu yang terbesar yakni Thrasio. Tahun lalu rival mereka Hypefast juga baru melakukan efisiensi lewat PHK 30% karyawan demi kejar target profitabilitas.

Sekilas tentang Sinbad

Sinbad didirikan sejak tahun 2018 oleh Emilio Wibisono dan Jabert Hachchouch dengan misi untuk menyederhanakan rantai pasok dalam proses perdagangan dan pengadaan di Indonesia. Diklaim pemesanan produk melalui Sinbad akan langsung terhubung ke distributor utama dengan tarif terendah yang ada di pasaran, dengan FMCG sebagai kategori utamanya.

Akhir 2022 lalu, Sinbad dikabarkan tengah menggalang pendanaan seri A. Menurut data dari regulator, Centauri Fund dari MDI Ventures memimpin putaran ini diikuti Genesia Ventures, Central Capital Ventura, dan sejumlah investor.

Application Information Will Show Up Here

Qoala Umumkan Pendanaan Seri C Rp713,3 Miliar Dipimpin PayPal Ventures dan MassMutual Ventures

Startup insurtech Qoala mengumumkan telah menutup pendanaan seri C senilai $45 juta atau setara Rp713,3 miliar. Putaran ini dipimpin PayPal Ventures dan MassMutual Ventures dengan dukungan MUFG Innovation Partners, Ohana Holdings, dan investor sebelumnya termasuk Flourish Ventures, Eurazeo, dan AppWorks.

Sebelumnya Qoala berhasil menutup pendanaan seri B tahun lalu dengan total nilai $70,5 juta (dalam dua putaran). Dengan tambahan dana segar yang baru didapat, kisaran pendanaan ekuitas yang telah dibukukan perusahaan mencapai $139,5 juta atau setara Rp2,2 triliun.

Melalui modal tambahan yang didapat, Qoala berkomitmen meningkatkan bisnis embedded insurance (B2B2C) di Asia Tenggara melalui percepatan pengembangan teknologi (penerapan AI di berbagai lini), meningkatkan pengalaman pelanggan, mitra, dan agen. Qoala juga ingin mengeksplorasi varian produk dan saluran baru di platform agennya dengan menjajaki akuisisi strategis dan kemitraan lintas sektor.

“Dipandu dedikasi yang tak tergoyahkan dari tim kami yang luar biasa dan kepercayaan yang diberikan oleh investor, pendanaan seri C ini menunjukkan kepercayaan pasar terhadap strategi dan misi kami. Misi kami untuk mendemokratisasi asuransi tetap teguh, dan dengan suntikan dana baru ini, kami lebih siap untuk mendorong inovasi dan memberikan dampak pada kehidupan dan penghidupan,” sambut Co-Founder & CEO Qoala Harshet Lunani.

Pertumbuhan bisnis Qoala

Disampaikan perusahaan, sejak tahun 2022 Qoala telah mencatat pertumbuhan premi bruto sebesar 2,5x dan telah memproses 60% dari total klaim secara internal. Pertumbuhan bisnis dini sebagian besar ditopang oleh terdiversifikasinya saluran kemitraan yang berimplikasi pada peningkatan pesat jumlah mitra bisnis. Metrik profitabilitas perusahaan juga diklaim terus mengalami tren peningkatan, melampaui pertumbuhan GWP, dan hal ini menunjukkan komitmen perusahaan terhadap kinerja keuangan berkelanjutan.

Sepanjang 2023, Qoala berhasil memproses 115 ribu klaim dan menjangkau 45 ribu pelanggan baru. Ini juga didukung oleh ragam produk asuransi yang dijajakan pada portal marketplace yang dimiliki, dan didukung lebih dari 60 ribu+ mitra pemasar. Sejak awal, salah satu proposisi nilai penting Qoala pada sistem keagenan digital yang dimiliki. Lewat inovasi yang digulirkan, Qoala berhasil meningkatkan aksesibilitas asuransi dan proses klaim bagi masyarakat secara lebih efisien.

“Kami sangat terkesan dengan pertumbuhan Qoala yang luar biasa sejak investasi pertama kami pada tahun 2019. Kerja keras tim yang konsisten dan kinerja tinggi terbukti dalam posisi mereka sebagai pemimpin pasar. Kami bangga melanjutkan dukungan seiring mereka terus mendefinisikan ulang standar industri dan mendorong inklusi keuangan di wilayah ini,” ujar Managing Partner MassMutual Ventures Ryan Collins.

Di Indonesia, Qoala berhadapan dengan sejumlah kompetitor, di antaranya Fuse, Igloo, PasarPolis, dan Lifepal. Sepanjang tahun 2022, Fuse menerbitkan lebih dari 150 juta polis asuransi dan membukukan pendapatan premi bruto lebih dari Rp 3 triliun. Sementara Lifepal baru saja diakuisisi Roojai Group di awal tahun 2024 ini.

Rencana selanjutnya Qoala

Salah satu fokus pengembangan berikutnya adalah peningkatan pengalaman agen dan efisiensi operasional secara signifikan dengan lebih meningkatkan penggunaan AI generatif. Investasi ini akan memungkinkan Qoala untuk menyempurnakan dan memperluas platform insurtech yang sudah ada, memastikan tetap menjadi yang terdepan dalam teknologi dan mengurangi waktu pemasaran.

Selain itu, Qoala berdedikasi untuk mengembangkan alat yang mendukung mitra asuransinya dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam penjaminan, pemrosesan klaim, dan deteksi penipuan, sehingga memperkuat komitmennya terhadap inovasi dan keunggulan dalam industri.

“Dengan memosisikan dirinya sebagai solusi pilihan bagi platform yang melayani konsumen dan agen tradisional, Qoala menyediakan alat yang sangat dibutuhkan konsumen di seluruh Asia Tenggara untuk mengatasi kesenjangan perlindungan yang terus terjadi,” ujar Principal PayPal Ventures Alexandros Bottenbruch.

Selain di Indonesia, saat ini Qoala juga sudah beroperasi di Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Ekspansinya ini didukung dengan strategi kemitraan strategis dan akuisisi. Di Thailand, mereka beroperasi dengan mengakuisisi startup insurtech lokal Fairdee.

Di tengah kondisi perekonomian makro yang tak menentu, pada pertengahan tahun lalu Qoala juga sempat mengurangi jumlah tim 80 orang di Indonesia dan Malaysia. Disebutkan langkah ini diambil untuk meningkatkan sinergi di dalam dan di setiap departemen dan unit bisnis agar efisien dan berkelanjutan.

Application Information Will Show Up Here

Startup Agri-biotech Hyoshii Farm Umumkan Pendanaan Awal dari Konsorsium Angel Investor

Startup agri-biotech Hyoshii Farm mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dari konsorsium angel investor dengan nominal dirahasiakan. Disampaikan dalam putaran ini terlibat sederet perusahaan swasta konglomerasi di berbagai industri, serta investasi mandiri tambahan dari para pendiri.

Didirikan sejak 2021 oleh William Rayawan, James Rayawan, dan Anthony Lee; Hyoshii Farm memiliki visi menjadi penghasil buah terbaik di Indonesia melalui kolaborasi dengan petani lokal, meningkatkan kualitas produksi lokal untuk bersaing dengan buah-buahan premium yang kebanyakan diimpor. Dengan teknologi, SDM, dan sumber daya yang tepat, startup ini ingin menjadi pionir perombakan kualitas dan pengalaman membeli buah-buahan lokal.

“Misi kami membawa kebahagiaan bagi masyarakat Indonesia melalui buah-buahan lokal berkualitas tinggi. Dengan prioritas terhadap proses perkebunan yang baik dan bertanggung jawab terhadap lingkungan, kami berharap lebih banyak orang menikmati manfaat kesehatan dari hasil perkebunan segar dari negeri sendiri. Hyoshii Farm pun ingin menginspirasi dan memberdayakan generasi muda untuk bergabung bersama kami untuk menjawab tantangan dan mengambil peluang di dalam sektor agrikultur Indonesia,” ujar Co-Founder & CEO Hyoshii Farm James Rayawan.

Dimulai dari stroberi

Varian produk stroberi Hatsu Hana yang dibudidayakan Hyoshii Farm / Hyoshii Farm
Varian produk stroberi Hatsu Hana yang dibudidayakan Hyoshii Farm / Hyoshii Farm

Saat ini Hyoshii Farm menjual stroberi dan aneka produk turunannya. Selain di jual ke konsumen akhir melalui berbagai supermarket (Rach Market, Papaya, dan sebagainya), mereka turut menjual produk ke rekanan B2B. Di fase sekarang ini fokus utama distribusinya masih di area Jakarta, Bandung, dan Surabaya — dan terus diperlebar.

Terkait budidaya stroberi, Hyoshii Farm turut menggandeng sejumlah petani, salah satunya berbasis di Lembang, Jawa Barat. Salah satu varian yang dibudidayakan adalah stroberi bernama Hatsu Hana, diklaim memiliki kualitas premium, rasa manis, aroma kuat, dan terlihat berkilau kemerahan.

Kendati bukan komoditas buah endemik dari sini, sejumlah area perkebunan di Indonesia (khususnya di dataran tinggi) cukup cocok digunakan untuk pembibitan stroberi. Namun demikian, ada tantangan tersendiri dalam membudidayakan buah berkualitas. Penanaman yang asal-asalan berujung pada kualitas buah yang buruk — mulai dari bentuknya mungil, rasa asam, hingga warna kusam.

Diketahui pasar lokal memiliki ketertarikan cukup besar, dibuktikan dengan Indonesia sebagai negara pengimpor stroberi Korea ke-7 di dunia. Namun menurut data BPS, stroberi adalah buah yang paling sedikit diproduksi pada 2021, dengan total 9.860 ton, yang mana 6.458 ton datang dari Jawa Barat. Perbandingannya cukup jauh dengan produksi pisang yang berada pada 8,7 juta ton.

Rencana berikutnya

Dana segar yang didapatkan akan dimanfaatkan Hyoshii Farm utamanya untuk ekspansi fasilitas produksi, termasuk pembangunan rumah kaca yang canggih dan juga investasi lebih besar dalam upaya riset dan pengembangan. Dengan mengedepankan inovasi dan penanaman stroberi yang lebih ideal untuk iklim tropis secara produktif, Hyoshii berkomitmen untuk menyuburkan benih revolusi lanskap agrikultur Indonesia. Dana segar juga akan digunakan meningkatkan area produksi 3x lipat.

Turut disampaikan juga, selama tiga tahun awal beroperasi, startup ini mengklaim margin operasional yang sudah menguntungkan, dan perusahaan tidak akan mengalokasikan pendanaan awal untuk menanggung biaya operasional. Hyoshii telah mencatat kenaikan permintaan produk lebih dari 10x lipat dalam satu tahun terakhir, kendati buah-buah beri impor membanjiri pasar Indonesia.

Hyoshii juga mendirikan unit bisnis baru di tahun ini sebagai bagian dari langkah strategis lebih lanjut untuk menjawab pertumbuhan permintaan. Unit baru ini akan menjangkau pelanggan dan petani tertentu untuk menyalurkan bibit-bibit unggul, pupuk serta obat-obatan, pelatihan, dan distribusi hasil kualitas panen di bawah merek Hyoshii.

eFishery Boyong Tim DycodeX ke Perusahaan untuk Perkuat Lini Pengembangan Produk [UPDATED]

eFishery mengumumkan telah melakukan acquihire terhadap tim dari startup IoT DycodeX. Founder Andri Yadi dan timnya kini akan bergabung ke eFishery di Divisi Produk AIoT & Cultivation Intelligence.

Divisi tersebut menjadi kunci di balik pengembangan produk eFeeder, inovasi pemberian pakan otomatis untuk budidaya ikan dan udang. Dengan memanfaatkan teknologi IoT, eFeeder telah membuktikan kemampuannya untuk meningkatkan produktivitas pembudidaya serta petambak dan memungkinkan efisiensi penggunaan pakan hingga 30%, sambil memberikan wawasan berharga kepada pembudidaya dan petambak mengenai perencanaan pakan dan hasil panen.

Angkat Andri jadi VP

Andri Yadi juga diangkat menjadi VP Divisi Produk AIoT & Cultivation Intelligence di eFishery. Timnya akan ditempatkan sesuai dengan keahlian mereka dalam pengembangan perangkat keras IoT, firmware, kecerdasan buatan (AI), platform, dan aplikasi. Dalam struktur tim baru ini, ada rencana ambisius untuk mengembangkan produk AI & IoT dalam 2-3 tahun ke depan.

Rencana ini juga bertujuan untuk meluncurkan lebih dari 10 produk inovatif pada tahun 2024, termasuk perangkat IoT baru dan platformnya, produk berbasis GenAI, serta solusi kecerdasan aquaculture lainnya.

Keputusan strategis acquihiring ini bertujuan untuk memperkuat posisi eFishery di pasar, meningkatkan kemampuan perusahaan, dan mendorong pertumbuhan serta inovasi yang berkelanjutan

“Andri Yadi dan timnya dapat memperkuat dan mempercepat implementasi AI dan IoT dalam ekosistem eFishery, memungkinkan kami untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan di industri akuakultur melalui inovasi teknologi yang terus berkembang. Khususnya dalam bidang AI & IoT, kami berharap bahwa inovasi yang lahir dari kolaborasi ini dapat memberikan solusi yang tepat sasaran untuk keberlanjutan dan pertumbuhan industri akuakultur dan bisnis yang dihadapi oleh para pembudidaya dan petambak,” ujar Co-Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah.

Sekilas DycodeX

Andri Yadi dan tim sebelumnya fokus ke DycodeX, sebuah startup yang didirikan di Bandung sejak tahun 2015. Ada sejumlah produk yang dihasilkan, seperti SMARTernak, Smarterbike, DytraX, dan Smart Gallon — semua layanan ini memanfaatkan kapabilitas AI dan IoT untuk automasi. Jauh sebelum itu,  sejak 2007 Andri juga adalah Founder & CEO Dycode yang lebih fokus ke pengembangan aplikasi mobile.

Startup ini juga telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor dan angel dengan nilai tidak disebutkan. Terkhir mereka membukukan putaran seri A di tahun 2018.

“eFishery secara konsisten telah menemukan penerapan tepat guna untuk teknologi tersebut dalam bidang akuakultur. Saya yakin bahwa dengan bergabungnya kami ke eFishery, perusahaan akan lebih siap untuk pertumbuhan bisnis yang pesat, didukung oleh fondasi teknologi yang kuat. Dalam sinergi ini, baik AI maupun IoT, yang melebur menjadi AIoT, akan menjadi teknologi pendukung utama,” kata Andri Yadi.

Sejak menerima pendanaan seri D dan menjadi unicorn, eFishery terus bergerak lincak menggandakan pertumbuhannya. Akhir tahun lalu mereka juga sudah mantapkan ekspansinya ke India, dengan debut awal menjangkau 1000 hektar kolam dan 3000 metrik ton pakan.

Di Indonesia sendiri, eFishery mengklaim telah membantu lebih dari 200 ribu pembudidaya dan petambak. Adapun produk yang dimiliki juga semakin menyeluruh, mulai dari menyediakan akses terhadap pakan, pendanaan, hingga pasar untuk pembudidaya.

*Update: kami mengubah judul artikel, pihak eFishery mengatakan tidak mengakuisisi DycodeX secara perusahaan, hanya memboyong timnya

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Data Fintech Lending 2023, Sinyal Positif Pertumbuhan Industri

Data terbaru OJK, per 9 Oktober 2023 ada 101 perusahaan fintech lending terdaftar. Jumlah ini relatif stagnan dalam beberapa tahun terakhir (naik turunnya tidak sampai dua digit). Kendati demikian, untuk statistik lainnya terus mengalami kenaikan eksponensial.

Misalnya dari total aset, hingga akhir 2023 nilainya mencapai Rp7.043 miliar, naik 27,7% dibandingkan tahun 2022. Sementara untuk liabilitas menjadi Rp3.575 miliar naik 44,8% dan ekuitas Rp3.468 naik tipis 13,9%.

Ruang pertumbuhan fintech lending masih terbuka lebar. Merujuk data Bank Indonesia, 97,8 juta orang atau 48% dari total populasi penduduk Indonesia belum mendapatkan akses layanan perbankan (unbanked). Di sisi lain dari 60 juta lebih UMKM di Indonesia, juga baru sekitar 27,6% yang mendapatkan fasilitas kredit dari institusi formal. Faktornya ada beraneka ragam, mulai dari edukasi finansial sampai dengan keterbatasan akses.

Proposisi nilai penting fintech lending ada pada utilisasi teknologi untuk mendobrak batasan-batasan yang tidak mampu diakomodasi oleh institusi keuangan tradisional. Misalnya, untuk meningkatkan manajemen risiko para fintech lending membangun platform skoring kredit alternatif yang didukung oleh big data – menjadikan penilaian kredit tidak lagi bergantung dengan SLIK yang memiliki keterbatasan untuk menilai kredit kalangan unbanked.

Di tengah berbagai capaian yang didapat, industri ini juga menghadapi sejumlah kasus. Mulai dari sebaran pemain ilegal sampai dengan kegagalan tata kelola pemain terdaftar. Mungkin pembaca masih ingat kasus yang baru-baru ini terjadi, terkait keluhan lender Investree yang kesulitan untuk menarik dananya. Atau masalah yang sempat terjadi di Tanifund dalam pengelolaan dana, AdaKami dalam penagihan, hingga iGrow dalam pengelolaan pinjaman.

Kasus di atas menjadi buah bibir, lantaran brand fintech tersebut relatif masuk ke dalam daftar pemain top of mind di masyarakat. Langkah preventif dan represifnya sebenarnya juga sudah tercantum dalam beleid Peraturan OJK No. 10 tahun 2022 yang mengatur kriteria hingga mekanisme model bisnis fintech lending di Indonesia.

Statistik Fintech Lending 2023

Menuju Arus Kas Positif

Mulai tahun 2023, secara akumulatif industri ini mulai membukukan arus kas positif. Tentu ini menjadi preseden baik, setelah sebelumnya selama satu tahun penuh akumulasi arus kas ini selalu menunjukkan angka negatif. Capaian profitabilitas ini juga berada di situasi yang tepat – seperti diketahui saat ini investor mulai berpikir konservatif untuk menjadikan capaian untung sebagai takaran utama saat berinvestasi pada sebuah bisnis digital.

Statistik arus kas fintech lending 2023 / DailySocial
Statistik arus kas fintech lending 2023 / DailySocial

Melihat dari grafik capaian tersebut, laba yang dibukukan pada tahun 2023 cukup bertumbuh secara eksponensial. Menanggapi hal ini, Ketua AFPI Entjik S. Djafar dalam wawancaranya dengan DailySocial.id mengatakan, sepanjang tahun 2023 ini salah satu improvisasi penting dalam industri adalah peningkatan sistem manajemen risiko (termasuk di dalamnya skoring kredit). Ini berimplikasi langsung terhadap kualitas pinjaman – meminimalisir secara signifikan angka gagal bayar.

“Di 2022 kita tahu bahwa ada beberapa kelemahan untuk credit scoring. Lalu di tahun 2023 sudah tidak menjadi masalah. Sekarang banyak dukungan ekosistem (software, data dll) yang membantu mendukung industri ini sehingga semakin matang, prudent, dan comply. Walaupun demikian, memang kita terus-menerus melakukan evaluasi terhadap credit risk – kita berinovasi bagaimana memitigasinya dan meminimalkan risiko kredit itu,” ujarnya.

Penurunan Tipis Distribusi Pinjaman

Dibandingkan dengan tahun 2022, capaian distribusi dana ke peminjam di tahun 2023 turun sangat tipis 0,14%. Sementara itu untuk jumlah akun peminjam (borrower) bulanan justru secara konsisten menurun dari bulan ke bulan dibanding periode tahunan yang sama. Menurut AFPI, sistem manajemen risiko yang makin kuat berdampak langsung terhadap pengurangan jumlah peminjam ini. Sistem berhasil meminimalisir calon-calon peminjam yang berpotensi gagal bayar.

“Terus terang saja, di tahun 2021 dan 2022 itu ada beberapa sindikat gagal bayar yang berhasil diketahui. Para sindikat ini mencoba untuk menjebol industri ini dengan KTP curian, memanipulasi swafoto saat verifikasi, dan mengajukan pinjaman tanpa melakukan pengembalian. Sekarang sistem verifikasi sudah semakin canggih, kita menerapkan AI untuk bisa mencegah manipulasi gambar, bahkan bisa membaca apakah itu wajah asli atau robot. Di tahun 2023 semakin dipertajam, sehingga semakin banyak calon peminjam yang tereliminasi,” ujar Entjik.

Statistik borrower fintech lending 2023 / DailySocial.id
Statistik borrower fintech lending 2023 / DailySocial.id

Minat Pemberi Pinjaman P2P Lending Menurun

Dengan skema peer-to-peer, layanan fintech lending juga mengakomodasi masyarakat untuk bisa berpartisipasi dalam penyediaan dana. Sepanjang tahun 2023 ini, terdapat tren penurunan baik dari sisi jumlah total Rupiah maupun jumlah akun lender yang terdaftar. Puncak penurunannya cukup kentara ketika memasuki kuartal keempat.

Jika dirunut dalam catatan pemberitaan industri, tahun lalu memang terdapat sejumlah dinamika industri yang menyeret sejumlah top of mind brand, khususnya mereka yang turut menyediakan fitur lender. Beberapa kasus membuat lender kesulitan untuk mengakses dananya, salah satu kasusnya seperti disebutkan di atas terkait dengan kejadian Investree.

Statistik lender fintech lending 2023 / DailySocial.id
Statistik lender fintech lending 2023 / DailySocial.id

Kendati tidak mau memberikan komentar spesifik kasus per kasus, Entjik mengatakan bahwa sejumlah kasus yang terjadi melibatkan fintech lending lokal diakibatkan kurang ketatnya perusahaan dalam menjalankan SOP dan aturan regulasi yang telah distandarkan.

“Jangan pernah menyimpang dari POJK. Jangan pernah menyimpang dari apa yang diatur -undang. Itu saja. Jadi kalau sepanjang kita mengikuti itu pasti selamat. Karena masalah undang fraud atau lainnya, 1000% pasti menyimpang dari POJK ataupun SOP yang ada. Itu yang selalu saya sampaikan,” tegasnya.

Lebih lanjut dicontohkan terkait kasus lender yang menuntut, jika pemain industri melakukan seperti apa yang diatur dalam regulasi, idealnya tidak akan terjadi isu tersebut.

“Contohnya pada saat lender mendaftar, kita harus menjelaskan secara rinci risiko kredit ini. Jadi jangan sampai lender berpikir ini investasi. Atau ini seperti placement deposito yang mana pasti kembali duitnya. Nah, ini yang mungkin perlu edukasi kepada lender agar dari awal sudah mengerti,” ujar Entjik.

Penyaluran di Sektor Produktif Masih Minim

Menurut data KemenkopUKM, per Desember 2023 rasio kredit UMKM masih di angka 19,36%. Ini masih jauh dari target pemerintah di angka minimal 30%. Lebih lanjut menurut Bank Indonesia, sebanyak 46,21% kredit UMKM disalurkan kepada segmen mikro, 31,26% untuk segmen kecil, dan 22,53% di segmen menengah. Sebenarnya fintech lending diharapkan bisa mengisi gap tersebut, membantu institusi seperti perbankan dalam membantu UMKM mengatasi isu permodalan.

Faktanya distribusi pinjaman ke sektor produktif juga masih kecil. Tahun 2023 angkanya baru 36,84% total kredit yang disalurkan ke UMKM – capaian ini menurun tipis dari tahun sebelumnya.

Statistik penyaluran kredit produktif fintech lending 2023 / DailySocial.id
Statistik penyaluran kredit produktif fintech lending 2023 / DailySocial.id

Dirinci lebih dalam sektor peradangan mendominasi perolehan. Sejumlah startup fintech lending memang punya spesialisasi memberikan pembiayaan rantai pasok untuk pemenuhan kebutuhan ritel, khususnya dalam segmen FMCG. Nilai pasar yang besar, didukung dengan perputaran transaksi yang kencang membuat area ini dinilai prospektif saat ini.

Statistik sektor produktif yang banyak mendapatkan kredit fintech lending 2023 / DailySocial.id
Statistik sektor produktif yang banyak mendapatkan kredit fintech lending 2023 / DailySocial.id

Salah satu pemain di sektor pembiayaan FMCG adalah AwanTunai melalui layanan pembiayaan stok warung AwanTempo dan pembiayaan grosir Supplier Financing. Melalui inovasi teknologi yang diejawantahkan dengan ERP terpadu, AwanTunai membentuk sebuah sistem yang memungkinkan UMKM dan pemasok FMCG mendapatkan akses finansial yang lebih lancar. Platform ERP tersebut sekaligus menjadi sumber data penting untuk membantu perusahaan melakukan analisis risiko secara lebih komprehensif.

Dengan fokus bermain di area ini, AwanTunai telah mencapai EBITDA positif dan menargetkan laba positif (setelah pajak) pada akhir tahun 2024.

Masih Terfokus di Area Jawa

Statistik menarik lainnya terkait persebaran borrower dan lender yang sampai tahun 2023 masih banyak terfokus di area Jawa. Menanggapi hal ini AFPI mengatakan bahwa sebenarnya sudah ada keinginan para fintech lending untuk melakukan ekspansi ke luar Jawa, hanya saya masih ada sejumlah keterbatasan, salah satunya infrastruktur. Selain itu ada tantangan edukasi pengguna yang masih harus dikejar, karena tingkat literasinya dinilai masih belum salam secara umum antara Jawa dan Luar Jawa.

“Kenapa banyak di Jawa? Memang populasi kebanyakan di Jawa (dan Bali). Sehingga kita masih lebih banyak 80% konsentrasi di Jawa. Nah, itu pun 80% itu belum menyentuh semua. Masih banyak area di Jawa yang belum tersentuh […] Di fintech ini kan terdiri dari tiga klaster: Cash Loan, Produktif, dan Syariah. Nah, teman-teman di produktif juga banyak yang membiayai di Sumatera dan ada sampai Sulawesi bahkan di Papua,” ujar Entjik.

Statistik persebaran area fintech lending 2023 / DailySocial.id
Statistik persebaran area fintech lending 2023 / DailySocial.id

Ia melanjutkan, “Ekosistem untuk risk control di Jawa lebih akurat [saat ini], jadi kita lebih memilih Jawa dulu. Maksudnya orang per orang, borrower per borrower ini masih mudah kita deteksi ya, mudah kita analisa ya dibanding yang di luar Jawa. Tapi ke depannya kita pasti akan diekspansi ke luar.”

Kualitas Pinjaman

Salah satu penilaian kualitas industri fintech lending didasarkan pada tingkat Non Performing Loan (NPL) alias kredit bermasalah. Secara formal, OJK mengukur ini melalui sejumlah variabel pengukuran. Berikut hasil pengukurannya di tahun 2023:

  2023 2022
TKB90 97,05% 97,38%
TWP90 2,95% 2,62%
TKB0* 85,30%
TKB30* 89,43%
TKB60* 91,95%

*DailySocial.id melakukan pengukuran dengan mengambil nilai rata-rata dari 12 pemain cash loan terdaftar di OJK dipilih secara acak

Seperti diketahui, TKB90 adalah persentase pinjaman yang dibayar dalam 90 hari setelah jatuh tempo. Nilai yang tinggi menunjukkan kinerja pembayaran yang baik. Sementara TWP90 adalah persentase pinjaman yang gagal bayar lebih dari 90 hari. Nilai yang rendah menandakan risiko kredit yang rendah.

Dengan rata-rata TKB90 di angka 97%, industri fintech lending secara umum masih mendapati torehan yang baik. Pun demikian dengan capaian TWP90 yang masih di angka 2,95% menyiratkan tingkat risiko yang relatif masih terjaga.

Namun demikian, kami mencoba mendalami capaian variabel lain yang saat ini juga menjadi pengukuran di fintech lending, khususnya bagi perusahaan yang bermain di cashloan. Menggunakan sampling dari 12 pemain cashloan yang berizin di OJK, kami mendapati bahwa capaian TKB0, TKB30, dan TKB60 persentasenya masih di bawah benchmark 97% untuk TKB90.

“Kalau 2022 ke 2023 kelihatannya semakin baik ya. NPL juga saya melihat turun sedikit, bahkan stabil. Kredit pun juga, walaupun memang tidak segencar 2020 dan 2021 growth-nya, tetapi tetap ada pertumbuhan. Dan memang di 2023 itu kebanyakan perusahaan industri di fintech peer-to-peer lending ini lebih banyak fokus ke konsolidasi, jadi banyak strategi yang bersifat lebih konservatif,” jelas Entjik.

Gambaran Umum Industri

Secara keseluruhan, industri fintech lending Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang positif berdasarkan data yang disajikan. Namun, untuk memastikan kelangsungan dan stabilitasnya, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi dinamika bisnis yang berpotensi merugikan pemain fintech dengan lebih mematuhi regulasi dan menguatkan pengawasan. AFPI dapat memainkan peran penting dalam menggalang kedisiplinan aturan di antara anggotanya.

Selain itu, penekanan terhadap NPL, terutama dalam konteks pinjaman dengan tenor pendek seperti cashloan, perlu menjadi fokus utama. Upaya untuk memperketat proses penilaian calon debitur dan meningkatkan edukasi pengguna dapat menjadi strategi kunci dalam menekan tingkat NPL dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan bagi industri fintech lending di masa depan.

Untuk data selengkapnya tentang statistik industri fintech lending di Indonesia, unduh laporan berikut: Indonesia’s Fintech Lending Report.

Tunjuk Country Manager Baru, Privy Perkuat Kehadirannya di Australia

Startup pengembang layanan tanda tangan dan identitas digital Privy memperkuat ekspansinya di Australia dengan menunjuk Rob Hotchin sebagai Country Manager. Pengalaman kuat Rob di bidang penjualan dan pengembangan bisnis selama 15 tahun diharapkan bisa mendukung target pertumbuhan perusahaan.

Penunjukan Rob, serta pertumbuhan timnya di kantor berbasis di Sydney, menegaskan dedikasi Privy untuk menghasilkan produk yang disesuaikan yang memenuhi kebutuhan unik individu dan bisnis Australia. Ekspansi ke Negeri Kanguru tersebut direalisasikan setelah Privy menutup putaran pendanaan seri C $48 juta yang dipimpin KKR akhir 2022 lalu.

Privy berhasil melebarkan sayapnya berkat kerja sama dengan Katalis, program bilateral antara Indonesia dan Australia yang mendukung perdagangan dan investasi yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif. Katalis didirikan berdasarkan perjanjian perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang berlaku sejak 5 Juli 2020.

“Rob memiliki keterampilan dan kemampuan untuk membangun hubungan yang luas dan tulus di Australia, dan mendukung visi kami untuk menjadi pemimpin global dalam bidang layanan identifikasi dan otorisasi elektronik,” ujar Co-Founder & CEO Privy Marshall Pribadi.

Marshall melanjutkan, “Selama delapan tahun terakhir, Privy telah mengembangkan keahliannya dalam membentuk dan meningkatkan lanskap identitas digital dan berinteraksi dengan pemerintah, bank, dan lembaga keuangan lainnya. Sekarang, Privy ingin membawa keahliannya ke pasar Australia.”

Pasar tanda tangan digital di Australia

Secara global, market size platform tanda tangan digital ditaksirkan mencapai $5,9 miliar di 2023 dan diprediksi akan mencapai sekitar $129,82 miliar pada 2032, dengan pertumbuhan CAGR sebesar 40,98%. Meningkatnya permintaan akan dokumen elektronik, regulasi pemerintah, dan kebutuhan akan tanda tangan elektronik yang aman dan sah secara hukum, menjadi faktor yang mendorong permintaan pasar.

Di Australia, Privy akan berhadapan dengan sejumlah pemain lokal dan internasional yang memberikan layanan serupa. Untuk pemain lokal salah satunya adalah Annature; sementara pemain internasional yang telah mulai membangun basis bisnis di sana juga ada DocuSign, HelloSign, PandaDoc, SignNow dan beberapa lainnya.

“Privy siap untuk mendefinisikan kembali kepercayaan digital dan membantu warga Australia untuk mendapatkan kembali kendali atas aset autentik mereka yang paling berharga, yaitu identitas mereka,” ujar Rob.

Ia melanjutkan, “Saat ini, warga Australia terpaksa menyerahkan identitas dan data pribadi mereka – baik itu untuk check-in di hotel, menyewa properti, atau alasan lainnya – dan mempercayakan bahwa itu akan aman. Dengan munculnya pelanggaran keamanan siber yang tampaknya tak ada habisnya, dan bocornya informasi pribadi ke dark web, warga Australia seharusnya bisa menuntut lebih banyak. Sekarang mereka bisa, dengan mengetahui bahwa Privy telah menyelesaikan tantangan-tantangan ini sebelumnya dan akan mencoba untuk menyelesaikannya lagi di Australia.”

Application Information Will Show Up Here

Perluas Segmen Pasar, JULO Luncurkan Produk Pembiayaan Kesehatan

Startup fintech lending JULO meluncurkan fitur Biaya Kesehatan, layanan pembiayaan fasilitas kesehatan dengan opsi cicilan bulanan. Diklaim layanan teranyar ini menjadi yang pertama di Indonesia dan telah bisa digunakan di lebih dari 25 ribu fasilitas kesehatan di Indonesia.

Sejatinya ini adalah layanan kredit personal yang dapat dimanfaatkan nasabah untuk membayar tagihan rumah sakit, klinik, dokter gigi, apotek, sampai biaya pengecekan medis di laboratorium.

Ini adalah rangkaian produk tematik kedua setelah sebelumnya JULO menghadirkan fitur Biaya Pendidikan, layanan pembiayaan pendidikan yang mencakup lebih dari 250.000 institusi formal dan nonformal di Indonesia.

“Inovasi fitur Biaya Kesehatan ini menegaskan komitmen JULO di awal tahun 2024, untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat Indonesia dengan pemberdayaan lebih lanjut melalui inklusi finansial. Dengan demikian, JULO turut dapat berperan aktif dalam membantu pemerintah mencapai Indonesia Sehat, sasaran transformasi sosial dalam bidang kesehatan sebagai bagian dari Indonesia Emas 2045,” ungkap Co-Founder JULO Adrianus Hitijahubessy.

Menurut survei Global Health Service Monitor, 59% dari 278 juta penduduk Indonesia kesulitan mengakses layanan kesehatan karena biayanya yang tinggi. Di Indonesia, inflasi medis mencapai 13,6% per tahun, sekitar 4 kali lipat dari inflasi umum. Ini membuat lebih banyak orang rentan mengalami kesulitan keuangan saat sakit. Akibatnya, semakin sulit bagi mereka untuk pulih secara finansial dalam jangka panjang.

Head of Marketing JULO Mikhal Anindita mengatakan, “Biaya pengobatan sering kali bersifat darurat dan tidak bisa menunggu. Dengan ditambahnya fitur Biaya Kesehatan pada aplikasi JULO, pasien dapat menuntaskan pembayaran biaya kesehatan secara cepat saat dibutuhkan tanpa memberatkan cashflow […] Melihat bagaimana kesehatan merupakan suatu kebutuhan manusia yang paling mendasar, rilis fitur terbaru Biaya Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan akses kesehatan yang layak untuk masyarakat luas tanpa terkendala urusan finansial.”

Perkembangan bisnis JULO

Dalam statistik yang dipaparkan, aplikasi JULO telah diunduh lebih dari 10 juta pengguna. Sejauh ini perusahaan telah menyalurkan lebih dari 2 juta pinjaman dengan total Rp17 triliun. Kendati demikian, JULO masih memiliki PR untuk meningkatkan kualitas pinjaman — saat ini mereka memiliki skor TKB90: 95,14%, TKB60: 80,08%, TKB30: 75,33%, dan TKB0: 68,44%. Menurut statistik terbaru OJK, di 2023 rata-rata TKB90 fintech lending adalah 97,05%.

Sejak berdiri pada akhir 2016, JULO telah didukung sejumlah investor terkemuka. Awal tahun ini mereka mengumumkan pendanaan seri B seinilai $80 juta dari Credit Saison dengan kombinasi $30 juta ekuitas dan $50 juta fasilitas kredit.

Sebelumnya JULO mengumumkan secara resmi pendanaan seri A pada September 2019 sebesar $10 juta. Putaran itu dipimpin oleh Quona Capital, dengan partisipasi dari investor lain, seperti Skystar Capital, East Ventures, Provident Capital, Gobi Partners, dan Convergence Ventures (dulu belum merger menjadi AC Ventures).

Dengan produk awal berupa pembiayaan konsumer (termasuk paylater), kini diklaim 72% penggunaan kredit digital JULO ditujukan untuk keperluan produktif dan peningkatan kualitas hidup.

Lewat model bisnisnya, JULO mengumumkan perolehan pendapatan berulang tahunan (ARR) sebesar $120 juta (sekitar Rp1,8 triliun) dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 73% di 2023. Pihaknya juga melaporkan keuntungan operasionalnya telah mencapai titik impas.

Total penyaluran pinjaman JULO di sepanjang 2023 tercatat mencapai $454 juta atau tumbuh 50% (YoY). Sementara, total penyaluran pinjaman sejak beroperasi pada 2016 telah tembus angka $1 miliar. Adapun, tingkat retensi per cohort JULO sebesar 70% yang mana secara signifikan disebut telah berkontribusi terhadap penghematan biaya akuisisi peminjam dan peningkatan biaya operasional perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Bukukan Pendanaan Rp427,6 Miliar Dipimpin Norfund, MIUP, dan FinnFund

Startup fintech lending AwanTunai mendapatkan pendanaan ekuitas senilai $27,5 juta atau setara Rp427,6 miliar. Norfund, MIUP (lengan investasi MUFG), dan FinnFund memimpin putaran terbaru ini. Sebelumnya mereka berencana untuk menutup putaran seri B ini senilai $25 juta, namun nilainya ditingkatkan seiring kelebihan permintaan, demikian disampaikan Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan.

Ini sekaligus menjadi investasi ketiga Norfund, dana kelolaan dari Norwegia  untuk investasi di negara berkembang. Sebelumnya mereka masuk ke pendanaan debt Modalku di tahun 2023 dan Amartha di 2021. Khusus AwanTunai, mereka masuk ke pendanaan ekuitas, alih-alih debt.

Perwakilan Norfund mengatakan, “Kami sangat bersemangat untuk bermitra dengan AwanTunai yang menjadikannya investasi ekuitas pertama kami di fintech Asia Tenggara. Kami terkesan dengan cara AwanTunai memanfaatkan fintech untuk menjangkau dan membiayai segmen sektor UMKM yang kurang terlayani atau tidak memiliki layanan perbankan di Indonesia dengan solusi ERP unik yang menangkap data eksklusif di berbagai lapisan rantai pasokan FMCG tradisional dan menerapkannya solusi manajemen risiko mereka yang telah dipatenkan untuk mencapai kinerja kredit yang prima.”

Sebelumnya AwanTunai telah mengumpulkan pendanaan seri A dalam tiga ronde, meliputi putaran pertama pada tahun 2018 senilai $4,3 juta dipimpin oleh Insignia Venture Partners dan AMTD Group. Kemudian dilanjutkan putaran kedua pada 2021 senilai $11,2 juta dengan keterlibatan Atlas Pacific, BRI Ventures, OCBC NISP. Lalu putaran seri A3 pada 2022 senilai $8,5 juta dengan melibatkan International Finance Corporation, Global Brain, dan sejumlah investor.

“FinnFund (melalui OP FinnFund Global Impact Fund I) sangat bersemangat untuk mendukung pertumbuhan AwanTunai di Indonesia, di mana sektor FMCG memiliki masalah modal kerja yang besar yang tidak dapat diselesaikan oleh lembaga keuangan tradisional. Melalui investasi ini, kami memiliki misi meningkatkan inklusi digital dan keuangan pada UMKM serta mendorong kesetaraan gender karena pengecer kecil, yang didominasi perempuan, kurang terlayani,” ujar perwakilan FinnFund, sebuah sovereign fund dan dana kelolaan dari bank terbesar di Finlandia.

Dapat ketertarikan tinggi dari investor global

Dengan proposisi nilai yang unik sebagai pembiayaan rantai pasok untuk UMKM, AwanTunai mengklaim memiliki model bisnis yang solid. Dino menyampaikan, bahwa perusahaan telah mencapai EBITDA positif dan ditargetkan menjadi profitabel (setelah pajak) pada akhir tahun ini.

“Kami hanya perlu meningkatkan volume hingga sekitar Rp3 triliun per bulan untuk mencapai skala ekonomi awal. Dalam dunia peminjaman, jumlah pinjaman tersebut sebenarnya cukup kecil, yang mencerminkan seberapa efisien model bisnis kami dibandingkan dengan alternatif lain di pasar,” ujar Dino.

Ia pun mengungkapkan bahwa masih terdapat kelebihan permintaan yang signifikan dari PE besar dan investor global, sehingga tidak menutup kemungkinan putaran pendanaan seri B ini akan dilanjutkan. Bahkan disampaikan akan ada pendanaan debt yang segera dibukukan secara terpisah untuk memenuhi kebutuhan pinjaman yang masih besar tersebut.

Presiden & CEO MUFG Innovation Partners (MIUP) Nobutake Suzuki mengatakan, “Kami terkesan dengan komitmen AwanTunai untuk memberdayakan UMKM Indonesia di sektor FMCG dengan mendigitalkan operasi mereka dan memberi mereka akses terhadap layanan keuangan. Selain mendapatkan visibilitas terhadap operasional klien mereka, AwanTunai memanfaatkan ilmu data untuk menganalisis data transaksi tidak terstruktur untuk mengelola risiko pinjaman. Kami berharap AwanTunai dapat memperkuat hubungan kolaboratif dengan bank mitra MUFG, Bank Danamon, untuk memberikan akses keuangan yang lebih baik kepada segmen UKM yang kurang terlayani di Indonesia.”

Proposisi nilai AwanTunai

Co-Founder AwanTunai: Rama Notowidigdo, Windy Natriavi, dan Dino Setiawan / AwanTunai
Co-Founder AwanTunai: Rama Notowidigdo, Windy Natriavi, dan Dino Setiawan / AwanTunai

Dua produk utama AwanTunai adalah layanan pembiayaan stok warung AwanTempo dan pembiayaan grosir Supplier Financing. Melalui inovasi teknologi yang diejawantahkan dengan ERP terpadu, AwanTunai membentuk sebuah sistem yang memungkinkan UMKM dan pemasok FMCG mendapatkan akses finansial yang lebih lancar. Platform ERP tersebut sekaligus menjadi sumber data penting untuk membantu perusahaan melakukan analisis risiko secara lebih komprehensif.

Faktanya, data sejauh ini memang menjadi tantangan utama bagi penyaluran kredit ke UMKM. Data yang kurang baik berimplikasi pada penilaian kredit yang buruk, kadang membuat perusahaan fintech lending atau institusi tradisional pun menghadapi masalah serius terkait pengembalian dana. Sementara segmen UMKM yang belum terlayani fasilitas kredit perbankan masih sangat besar jumlahnya di Indonesia, dari lebih dari 60 juta UMKM, baru sekitar 27% yang telah mendapatkan akses ke fasilitas kredit.

Sistem manajemen risiko (termasuk di dalamnya skoring kredit) memang menjadi landasan penting yang sejak awal dikembangkan secara matang oleh AwanTunai. Adanya perhatian besar pada aspek ini, dinilai yang membuat mereka unggul dalam memberikan penyaluran dana ke UMKM.

“AwanTunai beruntung memiliki investor yang sabar, memberi kami landasan untuk terlebih dulu mengembangkan keunggulan kompetitif dalam manajemen risiko di ruang UMKM yang sulit tanpa jaminan, sebelum mulai meningkatkan volumenya. Fondasi yang kuat inilah yang memungkinkan kami untuk terus tumbuh secara sehat di lingkungan operasional yang sulit,” ujar Dino.

AwanTunai sedari awal fokus ke sektor perdagangan umum yang memasok kebutuhan sehari-hari masyarakat. Pasar ini sudah dinilai sangat besar, sehingga mereka memilih fokus pada dua produk utama tersebut, dari pada memperbanyak produk atau memperluas segmen yang berbeda.

“Pendanaan ini akan digunakan untuk membangun basis ekuitas kami agar dapat mendukung perluasan fasilitas pinjaman modal untuk menutupi lebih dari $2 miliar pembiayaan pembelian inventaris tahunan pada akhir 2024, serta melanjutkan pengembangan teknologi manajemen risiko kami,” tutup Dino.

Application Information Will Show Up Here