Moladin Dikabarkan Mendapat Pendanaan Seri B Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Platform car marketplace Moladin dikabarkan telah membukukan pendanaan seri B senilai $95 juta atau setara 1,4 triliun Rupiah. Berdasarkan data yang telah disetor ke regulator, putaran ini dipimpin DST Global, dengan keterlibatan Sequoia Capital India, Northstar Group, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Kami telah mencoba menghubungi pihak Moladin untuk meminta keterangan, namun untuk mereka masih menolak untuk berkomentar terkait pendanaan.

Ditaksirkan pendanaan baru tersebut membawa valuasi Moladin di angka lebih dari $700 juta — selangkah lagi menuju unicorn. Sebelumnya mereka baru mengumumkan pendanaan seri A pada awal tahun 2022 senilai $42 juta. Sequoia Capital India dan Northstar Group memimpin pendanaan tersebut.

Startup yang didirikan Jovin Hoon dan Mario Tanamas tersebut makin kencang mengakselerasi bisnisnya setelah sebelumnya melakukan pivot pada tahun 2021, dari portal pembelian sepeda motor menjadi platform marketplace untuk jual-beli mobil bekas.

Dalam wawancaranya bersama DailySocial.id pada Januari lalu, CEO Moladin Jovin Hoon mengatakan, pasar mobil bekas di Indonesia masih sangat terfragmentasi dan belum terorganisir. Masih banyak pemain di ekosistem seperti agen, diler mikro, dan juga diler besar yang belum memiliki platform dan sistem kerja yang terstruktur. Moladin hadir untuk menjembatani kesenjangan tersebut.

Pasca-pivot, Jovin mengatakan selama 6 bulan terakhir Moladin mendapati pertumbuhan bisnis yang eksplosif. Ini turut memberikan keyakinan tersendiri kepada para founder untuk memfokuskan sumber daya yang dimiliki pada bisnis mobil bekas, dengan rencana jangka pendek untuk memperluas bisnis ke vertikal lain seperti pembiayaan dan layanan tambahan otomotif lainnya.

Kompetisi pasar

Layanan car marketplace umumnya memiliki model bisnis C2B2C. Memberikan pelayanan berupa pembelian mobil bekas dari konsumen, kemudian melelangnya ke mitra diler dan/atau menjualnya kembali kepada konsumen melalui platform digital yang dimiliki. Mereka turut melakukan inspeksi mendetail, memungkinkan konsumen mendapatkan penawaran harga yang paling ideal menyesuaikan kondisi kendaraan yang dimiliki.

Pemainnya pun ada beberapa di Indonesia, tiga di antaranya Carro, Carsome, dan OLX Autos. Dua yang disebutkan pertama telah mencapai tonggak unicorn pada tahun lalu, mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran menghadirkan Experience Center di berbagai kota di Indonesia untuk menjangkau lebih banyak konsumen.

Jovin dan tim manajemen Moladin sadar betul tentang posisinya di pasar. Sejumlah model bisnis dan strategi di siapkan. Satu yang paling membedakan Moladin dengan car marketplace lainnya adalah fokusnya dalam memberdayakan jaringan agen yang dimiliki.

“Agen kamilah yang membedakan kami. Mereka adalah kunci dan bagian integral dari bisnis kami. Dengan memberdayakan agen melalui penyediaan perangkat dan ekosistem yang tepat, kami dapat menawarkan pengalaman transaksi mobil yang sangat personal kepada pelanggan,” jelas Jovin .

Selain itu, adopsi teknologi juga akan menjadi fokus utama Moladin, guna mendigitalkan proses bisnis secara menyeluruh. Beberapa hal yang ingin ditawarkan di antaranya: (1) kecepatan transaksi dan pencairan di hari yang sama; (2) harga yang kompetitif; (3) pilihan inventaris yang baik; dan (4) aksesibilitas, dengan kehadiran yang kuat bahkan di luar kota-kota besar. Saat ini Moladin telah hadir di lebih dari 115 kota di seluruh Indonesia.

Model di atas diklaim dapat diterima dengan baik oleh pasar. Jovin berujar bahwa perusahaan telah mengalami pertumbuhan pesat dari bisnis mobil bekas dengan volume transaksi tumbuh >20x lipat selama beberapa bulan terakhir. Layanan digital mereka juga diklaim telah meningkatkan produktivitas agen dan diler hingga >2,5x lipat.

Application Information Will Show Up Here

Saturdays Umumkan Pendanaan Seri A, Dipimpin oleh Altara Ventures

Startup direct-to-consumer (DTC) Saturdays mengumumkan pendanaan seri A dengan nilai investasi yang dirahasiakan. Pendanaan ini dipimpin oleh Altara Ventures dengan sejumlah partisipasi dari DSG Consumer Partners dan afiliasi lainnya.

Terakhir kali Saturdays menutup pendanaan tahap awal (seed) dari Alpha JWC Ventures, Kinesys Group, dan Alto Partners pada 2020, tetapi baru diumumkan pada Februari 2021.

Co-Founder Saturdays Andrew Kandolha mengatakan, pendanaan tersebut akan mempercepat ekspansinya ke seluruh Indonesia dan memperkuat pengalaman omnichannel berbasis teknologi.

“Dengan posisinya sebagai merek DTC, penting untuk memberikan kepuasan pelanggan pada pertemuan pertama. Maka itu, pendekatan omnichannel berbasis teknologi yang kami miliki punya peran penting untuk memudahkan pelanggan berbelanja dengan pengalaman lebih menyenangkan, baik lewat website, aplikasi, SMS, layanan uji coba di rumah, hingga di toko fisik,” ujar Andrew.

Partner dan CMO Altara Ventures Huiting Koh menambahkan, solusi hibrida dengan menggabungkan jaringan toko fisik dan layanan uji coba di rumah menjadi daya tarik Saturdays dalam memperluas jangkauan dengan konsep lifestyle.

Sebagai informasi, Saturdays didirikan oleh Rama Suparta dan Andrew Kandolha di 2016. Saturdays menawarkan produk lifestyle dengan eyewear sebagai bisnis utamanya. Saturdays memproduksi sendiri material lensa dan frame, mulai dari desain, manufaktur, hingga pengiriman langsung ke konsumen.

Layanan omnichannel Saturdays

Saturdays berupaya menjawab salah satu isu penting terkait penanganan gangguan penglihatan di Indonesia. Perusahaan mencatat, hanya sepertiga dari penduduk di Indonesia yang mampu mengakses atau membeli kacamata dengan resep maupun layanan perawatan penglihatan.

Di samping itu, masih banyak masyarakat yang memilih membeli produk kacamata bermerek yang dirancang untuk western face, atau sekadar membeli kacamata tiruan dengan kualitas kurang baik.

World Health Organization (WHO) mengungkap bahwa kacamata dapat meningkatkan produktivitas sebesar 30% dan pendapatan keseluruhan sebesar 20% di berbagai negara berkembang.

Untuk menghadirkan pengalaman omnichannel, Saturdays mengadopsi model online-to-offline (O2O) melalui website dan toko retail. Toko flagship pertamanya berada di Lotte Shopping Avenue, Jakarta, yang terintegrasi dengan gerai kopi untuk memberi sentuhan lifestyle. Total toko Saturdays saat ini telah mencapai 15 gerai.

Saturdays juga merilis aplikasi “Saturdays Lifestyle” pada awal 2021 sebagai strategi untuk membentuk perilaku baru dalam berbelanja kacamata melalui platform digital. Aplikasi ini memungkinkan konsumen untuk melakukan uji coba produk langsung dari rumah (Home Try-On).

Saturdays mengklaim sebagai pelopor layanan ini karena ditangani oleh ahli optik berlisensi dengan menghadirkan lebih dari 100 frame bersama dengan peralatan pengujian mata yang nyaman untuk dilakukan di rumah.

“Kami ingin menghadirkan visi baru lewat pendekatan omnichannel sehingga dapat memberikan solusi bagi siapa pun dengan menyediakan kacamata bagi jutaan masyarakat,” tambah Co-founder Saturdays Rama Suparta.

D2C di Asia Tenggara

Dalam tulisannya, eks Venture Analyst Intern di Plug and Play APAC Kartik Jain mengungkap sejumlah faktor penting untuk melihat kesiapan pasar Asia Tenggara menyambut D2C. Memang pasar D2C berkembang signifikan, utamanya dipicu oleh pandemi Covid-19.

Pada dasarnya, pelaku D2C  harus dapat mengendalikan rantai pasokan secara penuh baik dari aspek desain, manufaktur, pemasaran hingga distribusi.

Namun, sebelum itu, pelaku D2C juga perlu memerhatikan faktor-faktor makro lain yang dapat memberikan peran signifikan terhadap kesuksesan D2C, seperti penetrasi internet dan pembayaran berbasis elektronik dan digital.

Jain juga menyoroti tentang metrik Customer Lifetime Value (CLV) dan Customer Acquisition Cost (CAC) yang sama-sama punya posisi penting pada model D2C. Menurutnya, model D2C harus memiliki retensi yang tinggi untuk membuat nilai ekonomi lebih layak. Hanya saja, untuk mencapainya, pelaku D2C perlu mengeluarkan biaya lebih banyak pada pemasaran yang pada akhirnya harus menaikkan CAC.

Dalam konteks pasar Indonesia, e-Conomy SEA Report mencatat ada sebanyak 21 juta pengguna digital baru sejak awal pandemi hingga pertengahan 2021, di mana 72% di antaranya berasal dari kota non-metropolitan. Adapun, GMV e-commerce Indonesia diperkirakan tumbuh 52% mencapai $53 miliar di 2021 dan diproyeksi sebesar $104 miliar di 2025.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Kantongi Laba Bersih 14,5 Triliun Rupiah di Kuartal Pertama 2022

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mengantongi laba bersih pada kuartal pertama 2022 sebesar Rp14,5 triliun dari periode sama tahun lalu yang merugi -Rp323,8 miliar. Bukalapak juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 86% menjadi Rp787,9 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2022, Bukalapak juga mengecap laba operasional sebesar Rp14,42 triliun dari sebelumnya rugi -Rp327,9 miliar. “[Laba ini] terutama disebabkan oleh laba dari investasi ke PT Allo Bank Tbk (AlloBank),” demikian disampaikan dalam keterangan resmi Bukalapak.

Namun, EBITDA perusahaan masih minus Rp372 miliar dengan rasio adjusted EBITDA terhadap TPV naik dari -1,2% menjadi -1,1%.

Dirinci berdasarkan lini bisnis, Mitra masih menjadi penggerak utama pertumbuhan pendapatan Bukalapak sebesar 227% menjadi Rp471,8 miliar di kuartal pertama 2022 dari periode sama 2021, yaitu Rp144,3 miliar.

Bisnis Mitra juga masih memimpin kontribusi terhadap total pendapatan dengan porsi 60%, naik dari kontribusinya di kuartal pertama 2021 yang sekitar 34%. Jumlah Mitra Bukalapak melesat dari posisi 6,9 juta per Desember 2020 menjadi 13,1 juta per Maret 2022.

Lebih lanjut, Buka Pengadaan menyumbang 4,7% atau setara Rp37,5 miliar di kuartal I 2022. Namun, pendapatannya meningkat 52% secara tahunan. Sementara, bisnis Marketplace yang berkontribusi terbesar kedua ke total pendapatan Bukalapak, hanya tumbuh satu digit atau 9% menjadi Rp278,5 miliar di periode ini.

Total Processing Value (TPV) perusahaan di kuartal pertama naik 25% menjadi Rp34,1 triliun secara tahunan. Adapun, 74% dari total TPV disumbang dari transaksi luar tier 1. Lini bisnis Mitra mengantongi pertumbuhan 78% menjadi Rp 17,3 triliun. Kontribusinya terhadap total TPV naik 35% menjadi 51% pada kuartal I 2022.

“Pada kota di luar tier 1 Indonesia, penetrasi all-commerce, tren digitalisasi warung, serta toko ritel tradisional terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat,” tambahnya.

Saat ini, posisi kas Bukalapak per 31 Maret 2022 mencapai Rp20 triliun.

Diversifikasi bisnis

Diversifikasi Bukalapak ke bank digital melalui investasinya di AlloBank (IDX: BBHI) menuai hasil. Diketahui, Bukalapak ikut terlibat dalam investasi strategisnya ke bank digital milik CT Group tersebut. Dalam aksi right issue AlloBank beberapa waktu lalu, Bukalapak mencaplok sebanyak 11,49% saham AlloBank.

Bahkan, tak lama kemudian Bukalapak memperpanjang sinerginya dengan CT Group, juga Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) melalui pendirian joint venture platform grocery AlloFresh. Nilai investasi yang digelontorkan untuk mengembangkan platform sebesar Rp1 triliun.

Diversifikasi ini bisa jadi strategi Bukalapak untuk mempertahankan pertumbuhan kinerja, mengingat posisinya tak lagi kuat di segmen Marketplace. Ruang pertumbuhan bisnis Mitra juga masih sangat besar mengingat masih banyak pelaku usaha kecil yang belum terpapar akses digital dan layanan keuangan di Indonesia.

Survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa menyebut Mitra Bukalapak sebagai pemimpin pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Di sisi lain, bisnis e-procurement Buka Pengadaan di segmen B2B memang belum berkontribusi signifikan terhadap kinerja keuangan Bukalapak. Tetapi, ada peluang untuk tumbuh mengingat kegiatan procurement di Indonesia sempat terhalang karena pandemi Covid-19. Juga masih banyak perusahaan yang terbiasa mengandalkan procurement secara konvensional.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Terus Perluas Kerja Sama dengan Perbankan

Traveloka semakin intensif menjalin kerja sama dengan perbankan lokal. Pekan lalu, mereka baru saja mempererat hubungan dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kali ini kesepakatan tersebut berhasil membawa layanan OTA milik Traveloka masuk di aplikasi mobile banking BRImo.

Pengguna BRImo kini bisa memesan berbagai jenis akomodasi, mulai dari Pesawat, Hotel, sampai dengan Bus/Shuttle tanpa harus berpindah aplikasi lewat menu “Travel”. BRImo sendiri juga memiliki misi untuk menjadi financial super apps agar bisa melayani berbagai kebutuhan nasabah dalam satu aplikasi saja.

Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengungkapkan, kerja sama strategis bersama Traveloka diharapkan bisa menjadi solusi bagi nasabah yang ingin merayakan hari raya Idul Fitri di kampung halaman.

“Dengan adanya kerja sama strategis dengan Traveloka, kami harapkan dapat memberikan value tambahan kepada nasabah dan hal ini merupakan bagian dari transformasi BRI untuk memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi melalui BRImo SuperApps yang sudah terintegrasi dengan Traveloka, sehingga nasabah tidak perlu lagi berpindah-pindah aplikasi untuk melakukan pembelian tiket,” ujar Handayani.

Sebelumnya kerja sama Traveloka dan BRI sudah terjalin sejak tahun 2019 lalu, ketika keduanya bersama-sama meluncurkan kartu kredit Paylater Card. BRI juga sempat dikabarkan tengah menjajaki investasi strategis ke Traveloka — namun ketika kami coba konfirmasi ke pihak terkait, mereka menolak untuk memberikan komentar.

Kerja sama dengan Bank Jago

Selang sepekan, Traveloka kembali mengumumkan kerja samanya dengan Bank Jago. Tujuannya untuk memperluas penyaluran kredit lewat Traveloka Paylater. Hal ini dilakukan di tengah pertumbuhan pesat layanan pembiayaan tersebut. Diklaim Traveloka Paylater telah tumbuh hingga 10x lipat sejak pertama diluncurkan tahun 2018 dan menyasar masyarakat underbanked yang terkendala masalah finansial.

“Kemitraan dengan Bank Jago telah memperluas peluang penyaluran kredit kepada masyarakat underbanked di Indonesia, khususnya pengguna Traveloka Paylater yang kerap kali mengalami kesulitan akses finansial untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan gaya hidup mereka […] Melalui kerja sama ini kami optimis untuk dapat memberikan kontribusi terhadap inklusi keuangan serta berharap dapat meningkatkan nilai bisnis kedua belah pihak,” ujar CFO Traveloka & Presiden PT Caturnusa Sejahtera Finance Doan Lingga.

PT Caturnusa Sejahtera Finance adalah perusahaan pembiayaan di bawah Traveloka yang memiliki lisensi untuk memberikan layanan pinjaman berbasis teknologi.

Dukung debut digital Allo Bank

Allo Bank awal tahun ini mendapatkan dukungan strategis dari berbagai pebisnis digital, termasuk Bukalapak, Carro, dan Grab. Tak mau ketinggalan, Traveloka pun turut terlibat mendukung debut produk bank digital yang akan segera diluncurkan ke publik oleh Allo. Dukungannya tidak berbentuk kapital seperti dari yang lain, namun ada kemungkinan integrasi dengan superapp lifestyle di ekosistem Traveloka.

Dalam sambutannya mengenai kerja sama dengan Allo Bank, Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi berujar, “Saya antusias untuk menyambut Allo di Traveloka. Sebagai superapp lifestyle, kami adalah platform independen dengan beragam penyedia kredit di Indonesia dan kami akan bekerja sama dengan Allo untuk menyesuaikan produk-produk pinjaman ini dengan kebutuhan gaya hidup dan aspirasi para pengguna kami.”

Lini fintech berpotensi jadi bisnis besar

Lebih dari sekadar OTA, ambisi Traveloka untuk membangun aplikasi gaya hidup yang menyeluruh terus diperlihatkan. Tak terkecuali melalui inovasi fintech yang terus diperkuat untuk mendukung sistem transaksi. Selain tiga bank di atas, sebenarnya ada pihak lain yang sebelumnya turut memberikan dukungan khusus ke lini finansial Traveloka ini, sebut saja BNI yang turut mendukung produk paylater mereka.

Dalam sebuah kesempatan di akhir 2019, bahkan salah satu eksekutif Traveloka sempat sesumbar bahwa lini fintech Traveloka —termasuk di dalamnya paylater— telah mendekati menjadi bisnis bernilai $1 miliar.

Lewat PT Caturnusa Sejahtera Finance, Traveloka juga cukup leluasa berinovasi dengan layanan pembiayaan dan turunannya. Dalam POJK 35 Tahun 2018, OJK menjelaskan perusahaan pembiayaan diberi keleluasaan untuk menambah variasi produk pembiayaan yakni multiguna. Multiguna adalah jenis pembiayaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh debitur untuk pemakaian/konsumsi dan bukan untuk keperluan usaha atau aktivitas produktif dalam jangka waktu yang diperjanjikan.

Dukungan lembaga finansial seperti bank jelas dapat memberikan kekuatan lebih bagi Traveloka untuk mengoptimalkan potensi bisnis fintech-nya. Karena kolaborasinya dengan perbankan juga bisa direalisasikan dalam berbagai bentuk, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya termasuk perluasan akses kredit dan loan channeling.

Application Information Will Show Up Here

BNI Gandeng Sea Group Jadi Mitra Teknologi Usai Rampungkan Akuisisi Bank Mayora

Perusahaan raksasa internet Sea Group kembali terlibat dalam kolaborasi bank digital di Indonesia. Kali ini, PT Bank Negara Indonesia Tbk (IDX: BBNI) mengumumkan bahwa Sea Group akan menjadi mitra teknologi Bank Mayora.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan proses akuisisi Bank Mayora sudah rampung dan saat ini sedang menyusun pengembangan bisnisnya. “Sea Group terlibat dalam penyusunan model bisnis, termasuk mendesain IT untuk Bank Mayora,” tutur Royke dalam konferensi pers beberapa waktu lalu seperti diberitakan Bisnis.com.

Pemegang saham BNI telah memberi lampu hijau terhadap akuisisi Bank Mayora lewat RUPS Tahunan pada Maret 2022. BNI mencaplok sebesar 63,92% saham atau setara 1,19 miliar saham Bank Mayora dari total saham ditempatkan dan disetor ke Bank Mayora.

Menariknya, Royke juga bilang akan membuka kesempatan kepada induk usaha Shopee tersebut untuk memiliki memiliki sebagian saham Bank Mayora. “Saat ini belum, tapi kami terbuka untuk terdilusi kepemilikannya dari 60 sekian persen menjadi 50 persen apabila Sea mau ambil porsi,” ucapnya.

Sebagai informasi, ini menjadi kali kedua Sea Group terlibat pada bank digital di Indonesia. Sebelumnya, Sea Group mengakuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) tahun lalu. Kemudian, Bank BKE berganti nama menjadi Seabank. Adapun, Sea Group telah mendapat lisensi bank digital penuh di Singapura pada Desember 2020, melalui konsorsium bersama Grab-Singtel.

Keterlibatan Sea Group

Fakta bahwa bank BUMN menggaet mitra teknologi dari luas, cukup menimbulkan pertanyaan. Apakah ini berkaitan juga dengan pangsa pasar dan sinergi yang akan diincar Bank Mayora?

Sea group memiliki kapabilitas teknologi yang tidak diragukan, terutama melalui bisnis Shopee yang punya pangsa dan posisi kuat di pasar marketplace Indonesia. Shopee memiliki ekosistem layanan yang lengkap, mulai dari marketplace, dompet digital, food delivery, hingga mart. Pertumbuhan Shopee utamanya didorong dari transaksi mobile oleh pelaku UMKM. Berdasarkan data Similarweb per Maret 2022, kunjungan bulanan ke desktop dan mobile Shopee mencapai 131,6 juta.

Dalam catatan kami, Bank Mayora nantinya akan membidik segmen UMKM dan menggandeng mitra strategis berpengalaman untuk mengembangkan produk keuangan digital.

Sebagai perbandingan dengan bank BUMN lain, BRI lewat Bank Raya (sebelumnya BRI Agro) akan masuk ke pasar gig economy. Sementara, Mandiri yang memilih mengembangkan produk existing Mandiri Livin‘, akan memperkuat ekosistemnya sebagai super app untuk segmen retail dan wholesale.

Sementara dalam konteks kolaborasi dengan marketplace lokal, bank digital “blu” yang juga anak usaha BCA, sudah berafiliasi dengan Blibli. Keduanya sama-sama merupakan anak usaha dari perusahaan konglomerasi Grup Djarum. Kemudian, ada Gojek yang mencaplok saham Bank Jago, hanya saja saat itu Gojek belum resmi merger dengan Tokopedia.

Bukalapak juga telah berafiliasi dengan sejumlah bank, di antaranya kemitraan banking-as-a-service (BaaS) dengan Standard Chartered dan sebagai investor strategis di Allo Bank milik CT Group.

Xendit Klarifikasi Tidak Terlibat dalam Pengelolaan Aplikasi Bank Digital “Nex”

Xendit mengeluarkan pernyataan resmi terkait keterlibatannya dalam pengembangan aplikasi digital banking Nex. Kepada DailySocial.id, perwakilan Xendit menyampaikan aplikasi Nex sepenuhnya dikelola oleh PT Nex Teknologi Digital. Dua pihak lainnya, PT Sumber Digital Teknologi maupun Xendit sendiri (PT Sinar Digital Terdepan) tidak terlibat dalam pengelolaan.

“Aplikasi Nex merupakan produk digital yang sedang berada dalam masa uji coba terbatas, dan saat ini hanya dipergunakan untuk kalangan internal, tanpa melibatkan Bank Sahabat Sampoerna,” tulis manajemen.

Pernyataan yang dikeluarkan Xendit ini untuk meluruskan pemberitaan sebelumnya yang ditayangkan DailySocial.id, menyebutkan bahwa aplikasi Nex dikelola oleh PT Nex Teknologi Digital, PT Sumber Digital Teknologi (iluma.ai), PT Sinar Digital Terdepan (Xendit), dan afiliasi-afiliasinya berdasarkan laman Kebijakan Privasi.

Dari pantauan DailySocial.id, fitur awal yang ditawarkan Nex adalah bunga tahunan 6% yang dibayar setiap hari untuk tabungan, bebas biaya admin dan transfer, dan kemudahan pengiriman dan penerimaan dana. Penawaran tersebut cukup lumrah seperti bank digital kekinian lainnya.

Sebelumnya Xendit mengonfirmasi telah melakukan investasi strategis di Bank Sahabat Sampoerna dan akan menjadi mitra teknologi bank untuk mengembangkan infrastruktur teknologi, serta meningkatkan proses internal dan produk.

Mengutip dari situs Bank Sampoerna, Xendit Pte. Ltd. menguasai 14,96% saham. Pemegang saham mayoritas, PT Sampoerna Investama terdilusi menjadi 64,24%. Kemudian, PT Cakrawala Mulia Prima (bagian dari Alfa Group) juga ikut tergerus menjadi 14,28%. Sisanya, dikuasai oleh Abakus Pte. Ltd. (2,55%), Sultan Agung Mulyani (2,49%), Ekadhamajanto Kasih (0,79%), dan Yan Peter Wangkar (0,69%).

Xendit menjadi startup fintech berikutnya yang serius menggarap bank digital. Di antaranya, ada induk Kredivo yang resmi menguasai 75% saham Bank Bisnis Internasional, Grab dan Singtel sebagai investor strategis Bank Fama, Modalku dan Carro berinvestasi di Bank Index, dan Ajaib Group genggam 40% saham Bank Bumi Artha. Selebihnya masih sekadar rumor, tinggal tunggu kabar peresmiannya, seperti Amartha yang dikabarkan akan akuisisi Bank Victoria Syariah.

Application Information Will Show Up Here

ALAMI Raih Dukungan “Loan Channeling” 431 Miliar Rupiah dari Lendable [UPDATED]

Startup p2p lending syariah ALAMI mengumumkan dukungan loan channeling alias fasilitas pembiayaan dari Lendable, institusi penyedia pinjaman untuk negara berkembang asal Inggris. Lendable akan menyediakan plafon pinjaman hingga $30 juta (lebih dari 431 miliar Rupiah) sebagai fasilitas jaminan senior di bawah akad Wakalah bil Istithmar.

Kesepakatan ini akan memperkuat posisi ALAMI sebagai platform fintech yang menyediakan pembiayaan produktif berbasis syariah untuk UMKM. Diklaim, fasilitas dari Lendable ini menjadikan ALAMI sebagai startup fintech syariah pertama di Indonesia. Dalam portofolio Lendable, sebelumnya sudah menyalurkan pinjaman untuk KoinWorks dan Amartha.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO ALAMI Group Dima Djani mengatakan, fasilitas ini akan disalurkan ke proyek-proyek UMKM di Indonesia melalui platform ALAMI, sehingga dapat berkontribusi secara signifikan dalam mengisi kesenjangan pembiayaan produktif.

“Saat ini, ada kebutuhan pembiayaan dari UKM sekitar $165 miliar, namun baru $57 miliar yang terpenuhi, menyisakan celah yang cukup besar untuk diisi. Dengan fasilitas ini kami bertujuan untuk merangsang dan merevitalisasi sektor UKM, sebagai tulang punggung perekonomian nasional kita,” kata Dima.

Mengutip dari berbagai riset, dikatakan bahwa potensi industri halal sangat menjanjikan. Pada 2019, nilainya diperkirakan mencapai $2,2 triliun, termasuk sektor kuliner, farmasi, kosmetik, fesyen, dan pariwisata. Industri ini diproyeksikan meningkat menjadi $3 triliun pada 2023.

Selain itu, peringkat global Indonesia terus membaik, mencapai posisi ke-4 yang diukur oleh Global Islamic Economy Indicator (GIEI), setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Industri halal Indonesia merupakan peluang yang semakin menarik bagi investor internasional karena meningkatnya kesadaran para pemain ekosistemnya termasuk menyediakan pembiayaan untuk mendukung modal kerja dan belanja modal untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.

Pembiayaan untuk mendukung kebutuhan modal kerja dan belanja modal para inovator fintech seperti ALAMI membantu memenuhi permintaan yang terus meningkat akan solusi berbasis syariah yang berdampak.

Dia menilai, Lendable memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan perusahaan, yaitu membantu UKM memiliki akses pembiayaan dan fokus pada dampak sosial. Ia pun optimistis untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dan mempercepat pertumbuhan kinerja ALAMI tahun ini.

Chief Investment Officer Lendable Hani Ibrahim menambahkan, “Kami bangga telah menyelesaikan fasilitas pertama kami yang sesuai dengan syariah dan merasa terhormat telah bekerja dengan tim ALAMI pada pencapaian ini. Fasilitas Lendable akan memberi ALAMI skala dan kapasitas untuk tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan melalui kerja yang inovatif dan didukung teknologi. Solusi modal untuk sejumlah besar penerima manfaat yang kurang terlayani dan berdampak besar di seluruh Indonesia.”

ALAMI menargetkan setidaknya dua kali lipat volume pencairannya dari Rp 2,1 triliun, dan meningkatkan jumlah proyek UKM yang didanai, yang saat ini mencapai lebih dari 8.500 proyek. Adapun, per Maret 2022, perusahaan mencatatkan akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp2,19 triliun. Angka tersebut melonjak dari September 2021 sebesar Rp1 triliun.

Penyaluran pembiayaan terbesar disokong oleh sektor telekomunikasi sebesar 18,2% dari total penyaluran, diikuti oleh kuliner 14,6%, dan energi 13,2%. Sementara, untuk pendana (lender) ALAMI tumbuh sebesar 370% secara tahunan (year on year) dan jumlah pengguna aplikasi ALAMI mencapai lebih dari 83 ribu tersebar di seluruh Indonesia.

Kinerja positif ini masih tetap diikuti dengan kualitas pembiayaan yang baik, dengan TKB90 berada di level 100%, atau jika dianalogikan pada perbankan syariah dikenal dengan Non-Performing Financing (“NPF”) berada di level 0%.

Pendanaan debt di Indonesia

Lendable sebelumnya menjadi lender institusi di Amartha menggelontorkan fasilitas pinjaman sebesar $50 juta, sementara di KoinWorks sebesar $40 juta, yang terbagi menjadi dua tahap. Selain Lendable, ada beberapa lembaga lainnya yang juga memberikan dana serupa bagi fintech lending di Indonesia, misalnya Accial Capital untuk Pintek, Awan Tunai, dan Investree. Selain itu ada GMO Payament Gateway (Investree), Partners for Growth (Kredivo), dll.

Sebenarnya ada dua skema yang banyak diaplikasikan untuk menyalurkan dana dari institusi, yakni loan channeling dan venture debt. Skema pertama memang ditujukan bagi institusi seperti perbankan untuk menyalurkan dana kreditnya kepada UMKM melalui fintech lending. Banyak perbankan lokal yang mulai mengumumkan masuk ke ekosistem fintech lewat kerja sama ini. Terbaru ada BCA yang salurkan dana lewat iGrow.

Sementara venture debt/pendanaan debt sebenarnya sifatnya lebih strategis seperti untuk membiayai operasional dan growth – umumnya masuk berbarengan dengan pendanaan ekuitas dari pemodal ventura. Tapi tidak sedikit yang menggunakan dana yang diberikan untuk kembali disalurkan.

Selain yang sudah disebutkan, fintech lain yang sudah menerima pendanaan debt adalah Digiasia, Kredivo, Modalku, UangTeman, Akseleran, dan Modal Rakyat.

Application Information Will Show Up Here

Blibli dan Tiket.com Permudah “Login” Antarplatform Lewat “Widget Single Sign-On”

Usai resmi mengumumkan integrasi akun pengguna, Blibli dan Tiket.com meluncurkan widget single sign-on (SSO) untuk memudahkan pengguna melakukan login aplikasi antarplatform.

SSO adalah teknologi yang menggabungkan beberapa login di aplikasi berbeda menjadi satu. Pengguna tinggal memasukkan kredensial login mereka, seperti nama pengguna dan kata sandi, pada satu halaman untuk mengakses beberapa ekosistem layanan. Widget SSO memampukan pengguna untuk mengakses Tiket.com melalui platform Blibli dengan akun yang sama terdaftar di Blibli.

CMO Blibli Edward Kilian Suwignjo mengatakan, pihaknya fokus untuk membangun ekosistem terintegrasi dan menyeluruh ke level berikutnya sehingga dapat menjadi omnichannel commerce dan lifetstyle platform terpercaya di Indonesia.

“Kami berkomitmen meningkatkan ekosistem digital yang lengkap dan terpercaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen, mulai dari kebutuhan harian, integrasi single sign-on, hingga pelayanan travel dan lifestyle,” tuturnya.

Lebih lanjut, Co-founder dan CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, “Sebagai platform OTA yang fokus ke customer-centric, inovasi ini bertujuan untuk memaksimalkan kemudahan bagi pelanggan. Ekositem cerdas yang terintegrasi ini akan memenuhi setiap kebutuhan masyarakat Indonesia,” tambahnya.

Seperti diketahui, Blibli dan Tiket.com mengumumkan sinergi pertama antarplatform e-commerce dan Online travel Agent (OTA) di Indonesia pada Februari lalu. Sinergi ini juga mempermudah pengguna untuk berkontribusi ke satu loyalty level untuk menaikkan level secara otomatis, mengikuti level tertinggi pada keanggotaan Blibli Loyalty dan Elite Rewards di Tiket.com.

Cara integrasi akun

Untuk mengintegrasikan akun di kedua platform, pengguna cukup membuka aplikasi Blibli dan pilih widget “tiket.com” di menu kategori. Kemudian, pilih tombol “Match Now” yang tersedia pada laman “Onboarding”.

Pengguna akan memperoleh permintaan konfirmasi untuk mengizinkan tiket.com mengakses data. Pilih “Allow Access” dan masukan OTP dari pesan yang dikirimkan ke nomor terdaftar. Apabila pelanggan memilih “Cancel”, tiket.com tetap dapat bisa dikunjungi melalui pilihan Webview tanpa akses akun.

Fitur SSO sudah dapat dinikmati pengguna Android dan iOS. Cara menggunakannya adalah mengklik ikon “Tiket.com” di dalam kategori mobile app. Jika akun Blibli tidak teregistrasi di tiket.com, akun baru akan otomatis terbuat dan terdaftar secara langsung dengan menggunakan email sama dalam akun Blibli.

Namun, jika pelanggan sudah pernah mencocokkan akun di kedua aplikasi, pelanggan akan diarahkan ke tiket.com Webview dan masuk dalam akun yang sudah sesuai. Pilih tombol “Keren” setelah status membership pelanggan disesuaikan.

Sinergi menuju IPO

Bertahap tapi pasti, sinergi kedua perusahaan ini menjadi langkah strategis Blibli untuk melantai di bursa saham. Bisa jadi langkah integrasi ini bertujuan untuk meningkatkan valuasinya nanti.

Bahkan awal April ini, Bloomberg melaporkan Tiket.com tengah mempertimbangkan opsi merger dengan Blibli. Adapun, Tiket.com telah diakuisisi oleh Blibli sejak Juni 2017.

Sebelum ini, Blibli juga telah bermitra secara eksklusif dengan bank digital “blu” pada tahun lalu. Sinergi tersebut diklaim sebagai yang pertama antara platform e-commerce dengan bank digital.

Baik Blibli, Tiket.com, dan blu (anak usaha BCA) sama-sama merupakan anak usaha milik perusahaan konglomerasi Grup Djarum.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Sejumlah Investor Baru Masuk di Pendanaan Seri A VIDA, Kini Bukukan 738 Miliar Rupiah (UPDATE)

*Update: Ada penambahan investor di putaran ini, yakni Orion Advisors dengan dana segar $2,5 juta.

Pendanaan seri A VIDA masih berlangsung, setelah sebelumnya kumpulkan dana $41,2 juta dari Alpha JWC Ventures, Endeavor Catalyst, dan sejumlah lainnya; kini beberapa investor baru meliputi SEA Frontier Fund, YTL Utilities Finance, dan Olympus Capital turut menambahkan investasi dalam putaran tersebut senilai $6,8 juta atau 98 miliar Rupiah.

Dengan demikian, menurut data yang telah diinput ke regulator, dari putaran teranyar tersebut VIDA berhasil mengumpulkan dana segar $50,5 juta atau sekitar 691 miliar Rupiah.

Ketika dihubungi DailySocial.id, pihak terkait masih enggan memberikan komentar terkait adanya putaran pendanaan ini.

Masih dari sumber yang sama, total dana investasi keseluruhan yang telah dihimpun VIDA mencapai hampir $60 juta, mendongkrak valuasi VIDA mendekati $300 juta. Ini sekaligus menjadi pendanaan terbesar yang pernah didapatkan oleh startup digital signature di Indonesia.

Startup sejenis lain yang terakhir membukukan pendanaan seri B adalah Privy. Invetasi yang dipimpin GGV Capital tersebut membawa dana segar 240 miliar Rupiah. Dari data yang kami himpun, dari semua putaran pendanaannya, Privy berhasil mengumpulkan dana ekuitas sekitar hampir $24 juta.

Momentum layanan tanda tangan digital

VIDA, Privy, TekenAja, hingga Digisign tengah merebutkan potensi pasar yang besar dari produk tanda tangan digital/elektronik. Menurut Fortune Business Insight, ukuran pasar untuk layanan tanda tangan digital telah mencapai $3 miliar pada 2021. Tahun ini diperkirakan akan meningkat menjadi $4,05 miliar dan bertumbuh hingga $35,03 miliar pada 2029 dengan CAGR 36,1%.

Sementara di Indonesia, menurut analisis DocuSign, total addressable market masih terbuka sangat luas. Potensinya bisa mencapai $25 triliun.

Hal ini dikarenakan use case penggunaan yang semakin luas. Terlebih sektor krusial seperti perbankan juga sudah mengadopsi untuk mendukung layanan perbankan online-nya. Selain itu, layanan terkait juga sudah mendapatkan perhatian dari regulator, misalnya untuk produk tanda tangan digital masuk ke PSrE di Kominfo dan e-KYC masuk di regulatory sandbox OJK.

Application Information Will Show Up Here

Modalku dan Carro Umumkan “Co-Investment” di Bank Index

Grup Modalku (dikenal sebagai Funding Societies di Singapura, Malaysia, dan Thailand) bersama platform jual-beli otomotif Carro mengumumkan investasi saham bersama (co-investment) di PT Bank Index Selindo (Bank Index). Tidak disebutkan nilai investasi bersama ini.

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO Modalku Reynold Wijaya mengatakan, kolaborasi ini mendukung strategi bisnis Modalku untuk masuk ke industri neobank. Di samping itu, ia menilai Bank Index menjadi partner yang tepat untuk memberdayakan dan mengembangkan UMKM.

“Sejak 2015, Grup Modalku telah menjadi mitra industri perbankan di seluruh wilayah operasional kami. Kemitraan dengan Bank Index akan membawa kolaborasi fintech dan perbankan ke level lebih tinggi. Kami ingin mendukung UMKM di lintas perbankan, pembayaran, pinjaman, dan layanan digital,” ujar Reynold.

CEO Carro Indonesia Jeremy Ong juga mengatakan bahwa langkah co-investment ini menjadi opsi natural untuk menjadi bagian dari perjalanan membangun kapabilitas dan infrastruktur di ekosistem otomotif, baik dalam hal pembelian, UMKM, hingga asuransi.

Carro sebelumnya juga masuk ke jajaran investor Allo Bank bersama Bukalapak dan Grab.

Sebagai informasi, Bank Index merupakan bank swasta dengan 52 jaringan kantor di Jabodetabek, Jawa, Sumatera, Bali, dan Batam. Bank Index memiliki fokus di segmen UMKM dan menjalankan bisnis pada rantai pasokan komersial.

Adapun Grup Modalku merupakan platform pendanaan bagi UMKM di Asia Tenggara yang memiliki lisensi di Singapura, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan saat ini juga beroperasi di Vietnam. Modalku menawarkan pinjaman hingga Rp2 miliar bagi para UMKM yang kesulitan dengan modal bisnis.

Menurut data terbaru, Grup Modalku telah menyalurkan pinjaman usaha sebesar Rp33,02 triliun kepada dengan jumlah transaksi mencapai 5 juta pinjaman UMKM.

Inklusi keuangan via neobank

Sejumlah pelaku fintech ramai-ramai mengumumkan kolaborasi atau sinerginya bersama perbankan. Tujuan kolaborasi ini tak lain untuk memperluas layanan keuangan, terutama ke segmen UMKM dan unbanked.

Sebelum ini, KoinWorks menggandeng Bank Sampoerna untuk meluncurkan layanan neobank UMKM KoinWorks NEO. Kala itu, Co-founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono menyebut neobank menjadi gerbang awal untuk meningkatkan kapabilitas UMKM yang masih underserved dan underbanked, sebelum naik tingkat dan layak mendapat akses kredit.

Sebagaimana terangkum dalam Laporan Tahunan AFTECH 2021, OJK mencatat indeks literasi keuangan di Indonesia naik 8,3% dari 29,7% di 2016 menjadi 38% di 2019. Pertumbuhan indeks ini menandakan pentingnya perluasan layanan fintech hingga ke pedesaan. Adapun, 69% pelaku fintech sudah melayani area tersebut.

Namun, pelaku fintech di Indonesia masih menemui tantangan besar untuk melakukan ekspansi bisnis ke luar Jakarta, di mana 23% dan 19% responden mengaku sulit ekspansi ke luar Jawa dan pedesaan karena faktor literasi keuangan (55%), infrastruktur (44%), dan budaya (20%).

Adapun, laporan ini menyebutkan layanan fintech di kategori neobank, IKD, wealth management, dan securities crowdfunding masih dalam fase pertumbuhan dikarenakan faktor regulasi baru bank, terutama terkait bank digital, hingga belum optimalnya penggarapan pasar dari sisi penawaran produk dan layanan.

Akan tetapi, keempat kategori ini dinilai mulai menggalang daya tarik di pasar sejalan dengan meningkatkan upaya pelaku di ekosistem keuangan untuk memperluas inklusi keuangan ke luar kota-kota tier 1.

Application Information Will Show Up Here