Modalku Kini Biayai Pengusaha Online di Media Sosial dan Chat Messaging

Modalku mengembangkan produk pembiayaan yang khusus menyasar pengusaha online. Tidak hanya yang berjualan di platform e-commerce saja, tapi juga media sosial dan chat messaging. Sebelumnya, Modalku bekerja sama dengan platform e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Zilingom dalam menyalurkan pinjaman kepada pengusaha online yang tergabung di sana.

Mengutip dari hasil laporan Badan Pusat Statistik “Statistik E-Commerce (2019)” mengungkapkan pada tahun lalu, sebanyak 15,08% dari jumlah pengusaha di Indonesia adalah pengusaha online, sisanya adalah pengusaha offline sebanyak 84,92%. Namun akibat dari pandemi ini, mengutip dari hasil laporan lainnya yang diungkap Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tercatat ada peningkatan hingga lebih dari 300 ribu.

Co-Founder dan COO Modalku Iwan Kurniawan mengatakan, pada kondisi pandemi semakin banyak masyarakat yang melakukan aktivitasnya melalui platform digital, termasuk transaksi jual beli barang. Kenaikan ini perlu diimbangi dengan ketersediaan akses pendanaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik pengusaha online.

“Selama pandemi ini kami tetap tumbuh [penyaluran pembiayaan] dengan langkah yang lebih selektif. Layanan digital yang paling sering digunakan selama Covid-19 adalah e-commerce, dompet digital, kesehatan, pendidikan, dan transporasi. Kami ingin melayani segmen-segmen tersebut yang membutuhkan pembiayaan,” kata Iwan dalam konferensi pers online, Rabu (29/7).

Untuk memantapkan strategi Modalku sebelum memperkenalkan produk ini ke publik, perusahaan melakukan survei kepada 200 penjual online sebagai responden pada akhir bulan lalu. Responden ini terdiri dari perempuan 40% dan laki-laki 60%, didominasi usia 30-35 tahun (32%) dan 26-29 tahun (27%). Mereka tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.

Hasilnya menunjukkan platform digital yang digunakan untuk berjualan online didominasi oleh Shopee (77,5%) dan Tokopedia (70,5%). Menariknya, posisi ketiga adalah aplikasi chat messaging seperti WhatsApp dan Line (62%). Selanjutnya disusul oleh Bukalapak, Facebook, Instagram, Lazada, Blibli, situs pribadi, JD.id, dan lainnya.

Survei tersebut juga memperlihatkan 70% responden merasa tertarik pada pinjaman online. Alasan dari mereka adalah untuk meningkatkan stok barang, mencoba peluang usaha baru, melakukan pemasaran online, ekspansi bisnis, menjaga arus kas, dan alasan lainnya.

“Setidaknya dari hasil survei ini memperlihatkan bahwa setidaknya setiap pengusaha menggunakan tiga platform saat berjualan online. Seringkali segmen ini terkendala mendapatkan akses pendanaan karena tidak punya agunan, padahal mereka adalah bagian dari sektor yang menggerakkan ekonomi digital,” ujar Digital Marketing Director Modalku Alexander Christian.

Konferensi pers online Modalku yang digelar hari ini (29/7)
Konferensi pers online Modalku yang digelar hari ini (29/7)

Produk pinjaman

Dalam produk teranyar ini, Modalku menyasar semua pengusaha online yang berjualan di semua kanal online. Mereka bisa mendapatkan pinjaman tanpa agunan hingga 250 juta Rupiah dengan tenor maksimal 12 bulan. Bunga yang dikenakan, dimulai dari 2% per bulan atau 24% per tahun, tergantung dari profil risiko masing-masing penjual.

Untuk pengajuannya, calon peminjam hanya memerlukan rekening koran tiga bulan terakhir dan KTP pemilik usaha. Selain itu, mereka diharuskan minimal sudah menjalankan usahanya lebih dari enam bulan dan memiliki bisnis dan berdomisili di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

Menurut Project Manager Micro Business Modalku Yuliana Prabandari, dengan cara ini cukup efektif buat pihak Modalku dalam memastikan seluruh transaksi yang terjadi secara online. Bila sudah bergabung dengan platform e-commerce, skoring kreditnya akan jauh lebih praktis karena perusahaan bisa mendapat seluruh data transaksi dan pendapatan dalam akun penjual tersebut.

“Kami melihat meski penjual online ini sudah memiliki rekening bank, tapi usaha mereka belum layak mendapat kredit dari bank karena diharuskan memiliki agunan. Di samping itu, dengan berjualan di banyak platform, kita bisa melihat banyak gambaran untuk skoring kreditnya,” kata Yuliana.

Sejak tiga sampai empat tahun lalu menggarap pengusaha online, pihak Modalku mengaku telah menyalurkan jutaan transaksi pinjaman senilai ratusan miliar Rupiah. Para borrower ini berasal dari beragam kota di dalam Pulau Jawa, dan di luar Jawa, seperti Medan, Batam, dan Makassar. Pencapaian ini menjadi landasan kuat perusahaan untuk mengembangkan secara luas.

Secara total, dari awal berdiri hingga semester pertama Modalku telah menyalurkan pinjaman senilai lebih dari 15 triliun Rupiah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Jumlah transaksinya mencapai lebih dari 2,5 juta pinjaman. Kenaikan ini cukup drastis dibandingkan pada Desember tahun lalu sebesar 11 triliun Rupiah.

“Kami banyak membiayai sektor-sektor yang tumbuh hijau saat pandemi, seperti kesehatan, ICT, e-commerce, dan FMCG. Bentuk pembiayaan itu terbagi jadi pembiayaan supply chain, invoice financing BPJS, dan modal karyawan,” tutup Iwan.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Umumkan Perolehan Pendanaan Baru 3,6 Triliun Rupiah

Hari ini (28/7) Traveloka mengumumkan perolehan pendanaan baru senilai US$250 juta atau setara 3,6 triliun Rupiah. Meski tidak disebutkan secara detail siapa saja yang berpartisipasi,  EV Growth adalah salah satu investor terdahulu yang dikonfirmasi terlibat di putaran kali ini. Fokus investasi adalah untuk memperkuat neraca keuangan perusahaan sembari memperkuat beberapa lini produk di tengah pandemi Covid-19 ini.

Perolehan ini sejalan dengan kabar yang diberitakan beberapa media sejak awal Juli 2020 lalu. Sebelumnya dirumorkan sejumlah investor, termasuk Siam Commercial Bank, FWD Group, GIC, dan East Ventures, disebutkan terlibat  negosiasi tahap akhir untuk pendanaan lanjutan Traveloka. Rumor terbaru dari sumber Reuters mengatakan Qatar Investment Authority (QIA) memimpin putaran pendanaan kali ini.

Untuk mendapatkan suntikan dana tersebut, valuasi Traveloka diestimasi turun menjadi $2,75 miliar (hampir 40 triliun Rupiah). Aksi down round ini diambil karena bisnis perusahaan yang terpukul akibat Covid-19 dan mengalami penurunan traksi layanan.

“Ini merupakan krisis besar di generasi saat ini, baik dari sisi keuangan maupun kemanusiaan. Situasi ini merupakan bentuk dari penyesuaian ulang yang memaksa para pelaku bisnis untuk memikirkan kembali rencana, strategi dan model bisnis mereka. Industri perjalanan juga mengalami masa sulit yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk Traveloka. Tim manajemen telah melakukan berbagai upaya sulit namun harus dilakukan, termasuk restrukturisasi dan optimalisasi, untuk meminimalisir risiko keuangan yang timbul. Kami yakin bahwa Traveloka akan kembali bangkit dengan lebih kuat setelah melewati krisis ini,” ungkap Willson Cuaca, Managing Partner EV Growth yang tergabung dalam putaran pendanaan ini.

Akui kesulitan di tengah Covid-19

Covid-19 membuat bisnis OTA mengalami tantangan pelik. Operasional transportasi publik banyak yang dibekukan, berbagai destinasi diliburkan; jelas membuat transaksi terperosok. Bagi Traveloka dan banyak pemain lainnya, ini menjadi kondisi terburuk sepanjang sejarah mereka hidup.

Mitra Traveloka di sektor transportasi, akomodasi, aktivitas, dan restoran juga mengalami rintangan yang berat. Untuk transportasi, permintaan konsumen menurun drastis sementara permintaan pengembalian dana melonjak secara signifikan; hotel mengalami tingkat hunian terendah yang pernah ada; para mitra aktivitas lifestyle di domestik maupun regional dan mitra restoran harus menutup operasional bisnisnya untuk sementara waktu.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa Traveloka sangat terpengaruh dengan pandemi Covid-19. Bisnis kami berada di titik terendah yang belum pernah terjadi sejak kami pertama kali berdiri. Namun, kami selalu percaya bahwa Traveloka akan bangkit kembali dengan adanya penyesuaian strategi bisnis secara cepat, bekerja sama dengan para mitra industri dan para pemangku kepentingan lainnya, serta terus menghadirkan produk-produk inovatif bagi para pengguna yang merupakan fokus utama kami,” ujar Co-founder dan CEO Traveloka, Ferry Unardi.

Merangkak stabilkan bisnis

Demi tetap bertahan, Traveloka menerapkan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk optimalisasi bisnis guna melakukan penghematan serta kembali berfokus untuk menyiapkan strategi dalam menyambut era normal baru. Di Indonesia dan Vietnam misalnya, Traveloka melihat sektor domestik, perjalanan ataupun aktivitas hiburan jarak dekat telah mulai menggeliat dan bangkit kembali, seiring dengan tingginya kesadaran masyarakat akan pandemi dan penyesuaian gaya hidup dengan situasi saat ini.

Berbagai inisiatif diluncurkan untuk memenuhi perubahan kebutuhan konsumen, seperti layanan Covid-19 Test yang digabungkan dengan tiket pesawat, pemesanan voucher hotel dengan periode inap yang fleksibel melalui “Buy Now Stay Later”, program Online Xperience yang menampilkan host ternama, program live stream Traveloka LIVEstyle Flash Sale, serta kampanye Traveloka Clean yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pemesanan melalui Traveloka dengan lebih tenang dan aman.

“Saya senang dapat menyampaikan bahwa dari sisi bisnis, kami melihat pemulihan secara bertahap di seluruh pasar utama kami. Bisnis Traveloka di Vietnam telah mulai stabil dan mendekati periode sebelum adanya Covid-19, sementara bisnis kami di Thailand kini hampir melampaui 50% dibandingkan situasi normal. Meskipun Indonesia dan Malaysia masih berada di tahap awal pemulihan, namun kedua pasar ini terus memperlihatkan momentum yang menjanjikan dengan kemajuan dari minggu ke minggu, terutama untuk lini bisnis akomodasi dengan kemunculan tren berlibur jarak dekat atau staycation,” tambah Ferry.

Application Information Will Show Up Here

Ralali Targetkan Balik Modal dalam Satu Tahun ke Depan

Kondisi pandemi memaksa platform marketplace B2B Ralali memilih jalan yang lebih konservatif. Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menegaskan bahwa untuk saat ini tak akan ada ekspansi atau pengeluaran yang gila-gilaan dari perusahaan di masa tak menentu seperti ini.

Patut diingat e-commerce B2B seperti Ralali ini merupakan salah satu yang paling terdampak dari lesunya ekonomi selama wabah Covid-19 melanda dunia. Lemahnya daya beli masyarakat dan rusaknya rantai pasokan bisnis memaksa Ralali untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Masih segar di ingatan bagaimana startup marketplace B2B Stoqo gulung tikar pada April lalu.

Kehati-hatian dalam menghadapi potensi krisis tercermin dari ucapan Aditya. Dalam konferensi pers virtual siang tadi, Aditya menekankan bahwa selain tak akan ada pengeluaran besar-besaran, keputusan mereka harus berorientasi untung.

“Intinya yang kami lakukan itu membuahkan revenue atau return. Artinya semua cost yang berubah seperti variable cost harus bisa diukur menjadi revenue. Sementara untuk yang menjadi operasional harus dioptimalkan bertahan tidak naik drastis,” jelas Aditya.

Dengan kerangka berpikir demikian, Aditya berani memasang target Ralali memperoleh break even point sebelum ulang tahun perusahaan berikutnya. “Kami inginnya bukan jadi e-commerce yang bakar-bakar duit, tapi menjadi e-commerce yang profitable,” imbuh Aditya.

Sumber keyakinan Aditya berasal dari kenaikan e-commerce B2B yang selama ini selalu didominasi oleh e-commerce B2C. Edukasi produk dan teknologi yang cukup lama dari para pelaku B2C menurutnya membantu Ralali dikenal lebih cepat oleh target pengguna.

Strategi bisnis ke depan

Ralali yang baru berusia 7 tahun sekarang punya sejumlah strategi untuk bertahan dari kencangnya guncangan ekonomi akibat pandemi. Salah satu di antaranya adalah dengan merancang hyperlocal business. Konsep ini memungkinkan satu titik bisa menyuplai kebutuhan bisnis di radius 15-20 kilometer.

Strategi lain yang diutamakan oleh Ralali adalah pendanaan UKM. Bedanya pendanaan yang disediakan oleh Ralali berbentuk barang. Menurut Aditya, pendanaan jenis ini dibutuhkan oleh para UKM yang kesulitan beroperasi kembali.

“Kita punya tim di lapangan untuk profiling yang nanti kita bisa beri bantuan dana dalam bentuk supply chain financing atau dengan kata lain pendanaan dalam bentuk barang. Jadi nanti dikasih barangnya dulu, lalu ketika produknya sudah terjual baru mereka bisa bayar ke kami,” terang Aditya.

Guna melewati masa-masa sulit saat ini, Ralali juga meluncurkan kampanye untuk mendukung dan menggandeng UMKM kembali bangkit. Kampanye tersebut meliputi promo, diskon, ongkir gratis, yang bisa dinikmati pembeli di platform Ralali.

Selama 7 tahun beroperasi, Ralali tercatat digunakan lebih dari 11.000 pemasok dan 160.000 UMKM. Angka-angka tersebut menjadikan Ralali sebagai salah satu e-commerce B2B terbesar di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Rilis Fitur PayLater “Bayar Tempo” untuk Warung Kelontong

Bukalapak merilis fitur Bayar Tempo untuk solusi pembiayaan produktif para Mitra Bukalapak dalam mengembangkan usaha mereka. Fitur ini hadir berkat kolaborasi perusahaan dengan startup p2p lending Indodana.

AVP of Investment & Financing Solutions Bukalapak Dhinda Arisyiya menjelaskan, Bayar Tempo memberikan fasilitas limit kredit yang dapat digunakan untuk berbelanja produk grosir dan transaksi pembelian produk virtual di aplikasi Mitra Bukalapak. Dengan demikian, mitra tetap dapat berjualan dan memiliki kemudahan transaksi walau belum sempat top up saldo.

“Kami memudahkan penggunaan fitur dapat ditemukan di halaman utama, halaman saldo, checkout, dan metode pembayaran di dalam aplikasi Mitra Bukalapak. Mitra dapat menggunakan limit berulang kali tanpa batas dan dapat dibayarkan kapanpun sebelum jatuh tempo,” ujar dia saat konferensi pers online, Kamis (23/7).

Selama ini, pengusaha warung kelontong tergolong kategori underbanked yang sulit menerima akses finansial dari lembaga jasa keuangan. Kehadiran Bayar Tempo diharapkan dapat membantu mereka dalam mengembangkan usahanya tanpa terganjal persyaratan yang memberatkan.

Untuk mendapatkan fasilitas tersebut, sementara ini baru bisa diakses untuk 40 ribu Mitra Bukalapak terpilih yang sudah bergabung sebelum Desember tahun lalu. Lokasinya tersebar di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Bandung, Gresik, Karawang, dan Sidoarjo. Lalu, rata-rata penjualannya di aplikasi tergolong aktif dan cukup sehat.

Pada tahap awal, sebelum diresmikan pada 10 Juli kemarin, Bukalapak telah mengujicobakan kepada ribuan warung Mitra untuk melihat responsnya. Meski tidak disertai angka, diklaim penerimaannya cukup baik, bahkan 0% gagal bayar. Hasil itu akhirnya membuat Bukalapak percaya diri untuk perluas cakupan penggunanya.

Nominal dana yang dapat diajukan mitra sementara ini adalah Rp500 ribu, untuk tenor 30 hari. Tidak ada bunga yang dibebankan, melainkan ada biaya layanan yang dikenakan satu kali di awal bulan apabila mitra menggunakan limitnya.

“Jika mitra membayar tagihan sebelum tanggal jatuh tempo, limitnya akan kembali seperti semula dan bisa dipakai untuk belanja lagi berkali-kali.”

Pengajuan fitur ini, mitra hanya perlu melampirkan foto KTP dan swafoto bersama KTP yang diunggah dalam aplikasi Mitra Bukalapak. Proses verifikasi hanya butuh maksimal 1 hari, atau 30 menit paling cepat.

Secara bertahap fitur ini akan diperluas untuk ratusan ribu Mitra Bukalapak yang berada di dalam cakupan wilayah kerja Indodana. Adapun jumlah Mitra Bukalapak yang telah bergabung saat ini tembus di angka 1,8 juta mitra.

Konsep paylater yang ditawarkan Bayar Tempo, kurang lebih mirip dengan fitur Bayar Nanti yang telah dirilis lebih dahulu, bersama Julo. Hanya saja, perbedaannya ada di target penggunanya, kalau Bayar Nanti untuk pembiayaan konsumtif para konsumen ritel yang berbelanja di Bukalapak.

Para pembicara saat konferensi pers peluncuran Bayar Tempo / Bukalapak
Para pembicara saat konferensi pers peluncuran Bayar Tempo / Bukalapak

Indodana

Bagi Indodana, kemitraan dengan Bukalapak adalah upaya perusahaan dalam meningkatkan produk pinjaman produktif di sektor UKM. Hingga saat ini, penyaluran pembiayaan di sektor ini mencapai 30% dari portofolionya.

“Kami sangat bangga bisa meluncurkan produk Bayar Tempo dengan salah satu platform e-commerce terbaik di Indonesia yang berfokus pada produktivitas UMKM nasional,” ucap Head of Business Development Indodana Timothy Prawiromaruto.

Indodana digaet Bukalapak karena startup tersebut sudah mengantongi izin resmi dari OJK dan punya visi sama dalam mengembangkan usaha mikro lewat pembiayaan yang berkualitas.

Indodana sendiri memiliki produk paylater untuk memberikan kenyamanan buat masyarakat berbelanja online. Mereka telah bekerja sama dengan merchant online dan pemain e-money dalam pengembangan produk tersebut.

Menurut statistik internal perusahaan, aplikasi Indodana sudah diunduh lebih dari 3 juta pengguna di seluruh Indonesia. Sejauh ini mereka sudah menyalurkan sekitar 1 triliun Rupiah untuk 30 ribu nasabah, baik untuk peminjam personal maupun UKM. Indodana sendiri memberikan pinjaman antara 1-8 juta Rupiah dengan tenor 3-6 bulan.

Startup ini terafiliasi dengan situs aggregator produk keuangan Cermati. Salah satu Co-Founder Cermati, yakni Carlo Gandasubrata menjabat sebagai komisaris di Indodana. Juga, lokasi kantor operasionalnya berada di alamat yang sama dengan Cermati.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

GoPlay Live Diluncurkan untuk Mengakomodasi Kebutuhan Konten Interaktif

Pergeseran perilaku konsumen terhadap konsumsi media online di era pandemi ini telah mendorong GoPlay, platform video on demand dari Gojek, untuk meluncurkan inovasi terbarunya, GoPlay Live. Fitur ini akan menayangkan secara langsung (live streaming) berbagai program atau konten online dengan lebih interaktif.

Hal ini diakui oleh Edy Sulistyo, selaku CEO GoPlay, “Awalnya kita melihat shifting behavior dari pengguna yang mulai mencari konten daring. Diikuti dengan peningkatan jumlah event online […] dari sini kita coba cari cara bagaimana membuat online event yang bisa menghadirkan offline experience.

Pihaknya turut menyampaikan potensi konten online yang cukup besar selama pandemi ini. Menurut data yang didapat dari sister company, Loket.com, terjadi lonjakan penyelenggaraan online event yang mendominasi 96% dari total event. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah pengguna GoPlay yang mencapai 10 kali lipat.

Belum lama ini, GoPlay juga telah mengamankan investasi secara independen.

Memperkuat kolaborasi

Memasuki tatanan baru di era pandemi ini, Edy memaparkan beberapa strategi perusahaan untuk beradaptasi dengan situasi saat ini. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kolaborasi yang bisa mengoptimalisasi industri film Indonesia dan menunjang para sineas dalam distribusi karya mereka secara menyeluruh

Sejauh ini, GoPlay telah berkolaborasi dengan Gojek dan Citilink untuk beberapa paket produk (bundling). Selain itu, bersama Kemenparekraf menghadirkan festival film dan serial online pertama di Indonesia. Strategi kolaborasi ini dinilai sangat efektif untuk bisa meningkatkan engagement dengan pengguna sekaligus mendukung kampanye #Dirumahaja.

Sebelumnya, GoPlay telah memiliki beberapa kategori seperti GoPlay Original, Goplay Exclusive, dan Goplay Library dalam aplikasinya. Namun, seiring dengan peningkatan jumlah online event, fitur live streaming ini juga sebagai salah satu strategi untuk bisa melengkapi ekosistem yang ada serta turut membantu mereka yang terkena dampak pandemi di industri entertainment.

Mendukung sineas lokal

Beberapa fitur interaktif baru yang sudah bisa dinikmati meliputi (1) ShoutBox, untuk membantu pengguna dalam sesi tanya jawab dengan host/penyelenggara dalam sebuah sesi; (2) Public and Private Group Chat, yang memungkinkan para hadirin bisa berinteraksi satu sama lain layaknya ketika mengikuti event secara offline; (3) Live Shopping, untuk mempermudah pengguna membeli merchandise, souvenir, atau produk lain dari pembuat konten (atau event); serta beberapa fitur lainnya.

Selain fitur-fitur yang bisa menambah revenue para seniman/pembuat konten, terdapat juga proteksi DRM (Digital Right Management) untuk menghindari duplikasi konten serta mem akses kontrol yang eksklusif.

“Inovasi dan kreativitas content creator di Indonesia sangatlah tak terbatas. Melalui dukungan super app Gojek, pengembangan fitur GoPlay dalam kategori GoPlay Live juga tidak akan berhenti sampai di sini. Dalam waktu dekat, GoPlay Live akan menghadirkan fitur-fitur tambahan, seperti Interactive Trivia, Interactive Polling, Donation, Virtual Gift, dan masih banyak lagi bagi para pengguna,” sambung Edy.

Sementara itu, dari sisi content creator, penyelenggaraan online event ini menjadi salah satu yang bisa mendorong industri kreatif tetap bertumbuh di tengah hilangnya panggung offline mereka. Selain itu, akses daring yang tidak terbatas secara geografis dirasa bisa memperluas target audiens. Faktanya, sejumlah online event bahkan berhasil meraih penjualan lebih dari 5000 tiket. Penontonnya tidak hanya datang dari masyarakat lokal, namun juga dari beberapa negara tetangga.

“Hal ini membuat saya sangat exited dengan potensi online event ini. Selain tetap bisa menggunakan GoPlay untuk membantu para seniman tetap berkarya, kita juga melihat potensi post-pandemic. Dengan konsep yang ada, kita bisa membentuk hybrid model antara offline dan online event yang nantinya bisa mendapatkan revenue dari audiens yang lebih besar,” tambah Edy.

Saat ini Goplay Live juga telah terintegrasi dengan GoTix dan Loket. Untuk pengguna yang ingin menikmati pengalaman offline dalam event online secara lebih interaktif serta ingin lebih mengapresiasi content creator favoritnya bisa langsung membeli tiket yang tersedia di dua platform tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Sorabel Tutup Operasional Akhir Juli 2020

Startup e-commerce fesyen Sorabel dipastikan akan hentikan operasional efektif per 30 Juli 2020. Kabar ini menambah jajaran startup yang gulung tikar akibat hantaman pandemi covid-19 yang belum kunjung mereda.

Dalam salinan surat yang DailySocial terima, yang dikirimkan pimpinan Sorabel kepada karyawan, dijelaskan bahwa perusahaan telah melakukan usaha terbaik untuk menyelamatkan perusahaan. Namun dengan berat hati harus menempuh jalur likuidasi.

Likuidasi adalah pembubaran perusahaan oleh likuidator, sekaligus pemberesan dengan cara penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, dan penyelesaian sisa harta atau utang terhadap para pihak yang terlibat.

“Oleh karena proses likuidasi yang ditempuh, maka hubungan kerja harus berakhir di tahap ini untuk semua orang tanpa terkecuali, tepatnya efektif di tanggal 30 Juli 2020. Saya yakin tidak ada 1 pun orang yang berharap hal ini untuk terjadi,” tulis surat tersebut.

Manajemen memastikan hak-hak karyawan yang timbul sehubungan dengan likuidasi ini, termasuk tunjangan hari raya akan tetap diakui sebagai bagian dari hutang perusahaan. Dipastikan pula, perusahaan akan tunduk terhadap proses likuidasi dan keputusan likuidator yang sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan.

Oleh karenanya, karyawan diharapkan untuk mengembalikan seluruh aset perusahaan (untuk dijual kembali) dan diproses oleh likuidator. Manajemen juga menjamin dengan jaringan lebih dari 10 investor yang memiliki lebih dari 100 perusahaan, akan dibantu untuk mendapatkan pekerjaan pengganti.

“Mungkin ini adalah akhir dari perjalanan kita bersama dengan Sorabel. Saya harap teman-teman bisa tetap mengingat memori baik yang sudah kita lewati bersama di sini. [..] Perusahaan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya sudah berjuang bersama-sama hingga titik ini,” tutupnya.

Sebelum resmi tutup, unit bisnis Sorabel yang ada di Filipina dengan brand Yabel sudah mengumumkan penutupannya di akun media sosial mereka per Februari kemarin.

Perjalanan Sorabel

Perusahaan mengawali diri tepatnya pada 2014 dengan brand Sale Stock, sebelum rebrand menjadi Sorabel. Perjalanannya cukup panjang dengan beragam inovasi yang diklaim berhasil memperkenalkan diri kepada konsumen yang belum pernah berbelanja online, misalnya melalui fitur “Coba Dulu Baru Bayar.”

Sempat juga perusahaan mengambil langkah efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawan sekitar 200 orang pada 2016. Meski keputusan tersebut, tak lama dibarengi dengan penggalangan pendanaan Seri B+ yang dipimpin Meranti ASEAN Growth Fund. Menurut versi iPrice per kuartal II 2020 mengungkapkan jumlah karyawan perusahaan sebanyak 375 orang.

Co-Founder Sorabel Lingga Madu sempat mengatakan model bisnis perusahaan tergolong tersehat dibandingkan pemain e-commerce di Indonesia, bahkan pada 2018 diklaim hampir mencapai titik impas (break even point/BEP) dan siap mencetak laba. Ia menyejajarkan unit economics Sorabel dengan pemain e-commerce fesyen di luar negeri seperti Asos dan Revolve.

Perjalanan Sorabel kian agresif pasca rebranding pada awal tahun lalu. Perusahaan mulai melancarkan ekspansi untuk mewujudkan ambisinya untuk memberi akses fesyen berkualitas dan harga terjangkau untuk “next billion user.” Yabel adalah salah satu ambisi perusahaan pada saat itu, bahkan sempat sesumbar juga untuk masuk ke Timur Tengah dan Uni Emirat Arab.

Dalam wawancara terakhir bersama DailySocial, disebutkan perusahaan tengah memproses pendanaan seri C yang di dalamnya diikuti oleh Kejora Ventures dan Ncore Ventures. Beberapa nama investor lainnya yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya, ada OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, dan Convergence Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Bank Indonesia Segera Rilis Standar Open API, Permudah Kolaborasi Bank dan Fintech

Bank Indonesia segera merilis standar Open Application Programming Interface (API) untuk permudah kolaborasi antara bank dan fintech mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang inklusif. Open API adalah program aplikasi yang memungkinkan perusahaan terintegrasi antar sistem (system to system).

Direktur Departement Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono menerangkan, akan ada perjanjian kerja sama dan kode etik terstandar yang dilakukan perbankan dan fintech ketika sudah mengadopsi standar Open API.

“Kami ingin transformasi digital di Indonesia lebih terintegrasi. Open API membuat bank dan fintech bisa berkolaborasi terkait data,” ujar Erwin mengutip dari Katadata.co.id.

Standar ini masuk ke dalam lima inisiatif utama bank sentral pada cetak biru sistem pembayaran Indonesia hingga 2025. Adapun saat ini tahapannya sedang disempurnakan oleh BI.

Bila sudah dirilis, penerapannya akan dilakukan secara bertahap mempertimbangkan keberagaman dalam industri sistem pembayaran di Indonesia. Tahapan tersebut akan dilakukan baik dari sisi pelaku maupun waktu implementasi, dengan mempertimbangkan aspek ukuran dan kompleksitas bisnis.

BI memandang standar Open API akan meningkatkan efisiensi dalam sistem transaksi dan pembayaran. Selain itu, mampu meningkatkan inovasi dan persaingan, meningkatkan inklusi keuangan, serta mengurangi dan memitigasi risiko.

Terlebih itu, keberadaannya sangat dibutuhkan di industri, terpengaruh dari derasnya digitalisasi yang mempercepat terlaksananya kolaborasi antara perbankan dengan fintech. Hal tersebut setidaknya tergambar dalam beberapa aksi korporasi perbankan, yang sudah merambah model bisnis bank digital.

Perkembangan pesat

Dulu banyak perbankan menganggap membuka teknologi seperti API ke perusahaan lain adalah tindakan yang haram. Pasalnya, ini memungkinkan terjadinya tindakan moral hazard yang bisa mengancam aspek perlindungan konsumen. Aspek ini adalah pedoman yang selalu diutamakan bagi industri jasa keuangan dalam berbisnis.

Namun, lambat laun seiring perkembangan teknologi yang pesat perlahan-lahan perbankan mulai membuka diri. Pasalnya sistem pembayaran yang mumpuni itu sangat dibutuhkan dalam memajukan bisnis berbasis digital, salah satunya adalah pemain e-commerce.

Pembayaran dengan bank transfer dulu cukup terkenal, namun menjadi hambatan karena proses pengecekannya harus dilakukan secara manual. Akhirnya sekarang perkembangan makin pesat, bahkan konsumen bisa top-up saldo uang elektronik, melalui virtual account atau NFC di dalam aplikasi e-commerce, bahkan buka tabungan di bukan aplikasi e-commerce.

Semakin banyak perbankan yang membuka layanan API untuk menjangkau para nasabahnya saat bertransaksi di beragam aplikasi digital. Di antaranya, ada BCA, Bank Mandiri, BRI, Bank Danamon, Bank Permata, Bank CIMB, Jenius, Digibank, dan masih banyak lagi.

Kiddo Kantongi Pendanaan Awal dari OCBC NISP Ventura

Bertujuan memperkuat posisi sebagai platform edutech untuk anak (5-12 tahun), startup teknologi Kiddo resmi mendapatkan pendanaan awal dari OCBC NISP Ventura. Tidak disebutkan nominal dana yang didapatkan. Sebelumnya Kiddo terpilih sebagai salah satu startup teknologi pilihan Kemenristek/BRIN yang menerima dana hibah serta pelatihan bisnis di Armenia dan London.

“Indonesia akan berusia seratus tahun pada 2045 dan sepertiga populasi Indonesia yang saat ini masih berusia 0 – 12 tahun. Dua puluh lima tahun dari sekarang akan berada di puncak usia kerja produktif. Mereka adalah calon pemimpin penerus bangsa, dan saat inilah momen terbaik untuk membantu mereka dalam memaksimalkan potensi dirinya sehingga mampu bersaing di kancah global,” kata Co-Founder dan CEO Kiddo.id Analia Tan.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, OCBC NISP Ventura merupakan corporate venture capital (CVC) Bank OCBC NISP. Kepada DailySocial, Head of Strategy & Innovation OCBC NISP Ka Jit menjelaskan, tujuan pembentukan CVC ini adalah menciptakan ekosistem digital yang mampu menggerakkan transformasi sektor perbankan. Dana senilai 400 miliar Rupiah disiapkan sebagai modal dasar, dengan kepemilikan 99,9% oleh Bank OCBC NISP.

“Kami mendirikan OCBC NISP Ventura untuk menciptakan nilai transformatif dengan memanfaatkan potensi semangat kewirausahaan dan startup di Indonesia dengan jaringan perbankan yang luas untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang,” ujar Ka Jit.

Pertumbuhan positif saat pandemi

Sebelumnya pada bulan Mei 2020 lalu, Kiddo telah menjalin kerja sama strategis dengan GogoKids dari Malaysia. Melalui kerja sama ini, pengguna dapat mengikuti kelas online yang berasal dari kedua negara. Penyedia layanan aktivitas anak asal Indonesia juga dapat memasarkan kelasnya lebih luas ke pelanggan Malaysia.

Di masa PSBB ini Kiddo menghadirkan pilihan aktivitas berkualitas bagi anak Indonesia. Kelas yang biasa diikuti oleh anak tetap bisa dilaksanakan secara virtual dan dipesan melalui platform. Kiddo telah bermitra dengan lebih dari ratusan penyelenggara layanan aktivitas anak beberapa kota besar di Indonesia. Saat ini, ratusan penyedia aktivitas sudah tergabung di platform.

“Kami ingin memberikan lebih banyak pilihan untuk orang tua di Indonesia dalam memilih aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, sehingga si kecil dapat terus mengembangkan potensi dirinya meskipun harus #dirumahaja. Di sisi lain, kami juga ingin membantu para penyedia aktivitas anak di Indonesia untuk melebarkan sayap bisnisnya ke pasar Malaysia lewat kerja sama ini,” kata Analia.

Zenius akan Terus Gratiskan Konten, Dua Produk Baru Diluncurkan untuk Topang Model Bisnis

Zenius mulai memperlihatkan keseriusannya bertransformasi sebagai platform edtech unggulan di tanah air sejak Rohan Monga bergabung sebagai CEO. Setelah pengumuman pendanaan seri A pada Februari kemarin, kini Zenius melakukan rebranding dengan mengubah logo dan menambah produk-produk baru.

Jika sebelumnya logo mereka didominasi dengan warna kuning-hitam, logo baru lebih dipenuhi dengan warna ungu dengan desain yang lebih sederhana. Mereka menyebut logo baru ini menandai Zenius sudah kian matang dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Gratis selamanya

Namun di antara pengumuman rebranding itu, ada penegasan yang penting yang keluar dari mulut Co-Founder & Chief Eduacation Officer Sabda PS. Dalam konferensi pers virtual, Sabda memastikan bahwa akses gratis mereka akan terus dipertahankan untuk selamanya. Konten gratis itu meliputi video konsep, latihan soal, serta jawabannya.

“Itu termasuk sebagian besar dari konten kita. Makanya target 30 juta pelajar yang punya akses internet seharusnya enggak ada masalah untuk mengakses Zenius,” ucap Sabda.

CEO Rohan Monga menambahkan, ada sekitar 80.000 konten video pembelajaran yang bisa diakses gratis. Menurut Rohan hal itu penting untuk memberikan kesempatan pelajar di nusantara untuk mengenyam konten pembelajaran yang berkualitas. “Karena kita ingin mengakselerasi high quality learning,” imbuh Rohan.

Zenius menggebrak skema edtech karena berani menggratiskan layanan mereka pada Desember 2019. Jika saat pengumuman penggratisan akses itu Zenius masih belum menyebut bagaimana monetisasinya, kini jawabannya sudah ada.

Produk baru

Rohan menjelaskan, ada dua produk baru mereka yakni Zenius Ultima dan Zenius Optima. Kedua produk ini memperkenalkan fitur interaksi langsung. Melalui fitur tersebut, pelajar bisa melakukan tanya jawab atau diskusi secara real-time dengan tutor senior Zenius baik untuk sekadar bimbingan belajar atau untuk persiapan ujian.

“Kita ingin pastikan edukasi berkualitas untuk segmen murid yang suka dengan interactive learning,” ujar Rohan.

Dalam paparan kemarin, Zenius mengklaim sudah memiliki 15,7 juta pengguna yang tersebar di 300 kota dan kabupaten. Tiga bulan terakhir Sabda menyebut aplikasi mereka sudah diunduh tiga juga kali. Selain faktor konten gratis, kondisi pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah juga berpengaruh.

Beroperasi sejak 2004, Zenius merupakan salah satu pionir edtech di Indonesia. Mereka dulu lebih dikenal berkat produk kepingan CD/DVD yang memuat konten-konten pembelajaran. Keberadaannya makin dikenal publik luas ketika bisa diakses lewat situs web dan aplikasi mobile.

Hampir 16 tahun unjuk gigi di Indonesia, Zenius sudah mengantongi pendanaan seri A senilai US$20 juta atau setara Rp260 miliar saat diumumkan Februari kemarin. Northstar Group, Kinesys Group, dan BeeNext berpartisipasi dalam pendanaan tersebut. Melihat agresivitasnya belakangan ini, bukan tidak mungkin Zenius mulai melirik pasar baru di luar Indonesia. Namun Rohan Monga langsung menampik kemungkinan tersebut.

“Ada banyak yang masih harus kita kerjakan dan fokuskan di Indonesia,” pungkas Rohan.

Application Information Will Show Up Here

Potensi Startup “Unicorn” Menelurkan Anak Perusahaan dengan Valuasi Tinggi

GoPay dikabarkan telah menyandang gelar “unicorn”. Hal ini didorong filing baru perusahaan yang pertama kali dirilis DealStreetAsia yang menyebutkan valuasi pre-money setidaknya mencapai $4 miliar. Sumber kami memastikan bahwa ada porsi pendanaan Seri F Gojek (termasuk dari Facebook dan PayPal) yang masuk secara langsung ke GoPay.

Menurut filing tersebut Gojek dikabarkan masih memiliki sekitar 70-an% saham GoPay, sementara sisanya sudah dimiliki pihak eksternal. Pihak GoPay sendiri kepada DailySocial menyatakan tidak mengomentari rumor di pasar.

Sebelumnya, platform video on-demand GoPlay, anak perusahaan Gojek yang lain, juga telah mendapatkan pendanaan secara independen.

Tak hanya Gojek

Startup unicorn lokal lain juga mengelola anak perusahaan untuk memperluas ekosistem bisnisnya. Traveloka gesit menggarap bisnis finansial sejak awal tahun 2019 lalu. Pesatnya pertumbuhan produk paylater mendorong perusahaan merencanakan berbagai skema baru, termasuk mengoperasikan perusahaan multifinance sendiri sebagai mitra lender, yakni PT Caturnusa Sejahtera Finance.

Caturnusa adalah rebranding dari PT Malacca Trust Finance, perusahaan finansial besutan PT Batavia Prosperindo Finance Tbk yang dijual ke PT Hermes Global Ventures. Hermes Global diketahui memiliki afiliasi dengan Traveloka.

Strategi tersebut memang terbukti sukses sebelum pandemi melanda. Berbekal statistik transaksi yang ada, Presiden Traveloka Group Henry Hendrawan percaya diri untuk membawa unit finansial perusahaan menjadi unicorn di tahun 2020. Sayangnya Covid-19 memberikan tekanan bisnis yang sangat besar di segmen travel, sehingga banyak penyesuaian yang harus dilakukan perusahaan di sektor ini, termasuk Traveloka.

Startup unicorn lain, Shopee (kendati tidak sepenuhnya berbasis di Indonesia), juga menempuh metode serupa. Demi mempermudah konsumen bertransaksi, Shopee mengembangkan produk ShopeePay dan ShopeePayLater.

Unit finansial jadi kunci

Jika melihat ulasan di atas, bisa ditarik benang merah bahwa unit finansial menjadi perhatian penting masing-masing perusahaan. Unit tersebut menopang transaksi ke layanan utama dengan nominal yang sangat besar. Para perusahaan cenderung mulai memilih pengelolaan arus kas dilakukan sendiri – melalui anak usahanya, alih-alih membiarkan transaksi terlalu banyak melewati platform di luar ekosistem.

Keberhasilan Ovo menjadi startup unicorn melegitimasi bahwa bisnis pembayaran digital memiliki peluang besar di Indonesia – Ovo sendiri dipilih untuk mendukung transaksi di Grab dan Tokopedia (dan sejumlah aplikasi lain).

Menurut Fintech Report 2019, empat besat platform pembayaran digital terpopuler diduduki oleh Ovo, GoPay, Dana, dan LinkAja. Sementara paylater banyak digunakan di Ovo, Gojek, Traveloka, dan Shopee.