Program Akselerator Sequoia “Surge” Masuki Batch Ketiga, Incar Lebih Banyak Startup Indonesia

Surge, program akselerator Sequoia Capital India, kembali dibuka untuk batch ketiga. Menargetkan lebih banyak startup Indonesia untuk bergabung ke dalam ekosistem Sequoia dalam mengembangkan perusahaannya.

Komitmen Sequoia untuk startup Indonesia bisa dikatakan cukup tinggi. Mereka masuk ke ASEAN dan Indonesia pada 2014, ditandai lewat pendanaan untuk Tokopedia bersama SoftBank. Berlanjut untuk Gojek dan Traveloka, hingga kini disebutkan ada 15 startup lokal masuk ke dalam portofolionya.

“Tiap tahunnya perkembangan Indonesia selalu pesat, makanya selalu punya daya tarik kuat buat para investor. Kami berharap dapat menggaet lebih banyak startup lokal bisa bergabung dalam Surge,” ujar Managing Director Surge Rajan Anandan, kemarin (18/12).

Dari batch pertama dan kedua, startup lokal yang terpilih jumlahnya bertambah dari dua (Bobobox dan Qoala) menjadi tiga (Storie BP, Chilibeli, dan Rukita). Rajan berharap angka itu dapat bertambah, malah dia berharap Indonesia bisa mendominasi dari setiap kuota startup yang dibuka per batch-nya.

Surge membuka dua batch dalam setahun dengan kuota sekitar 15-20 startup untuk dibina selama 16 minggu per batch. Startup yang bergabung bisa masih berupa ide atau konsep, asal founder tersebut berkomitmen full time untuk mengembangkannya jadi bisnis nyata.

Startup tahap awal yang sudah punya bisnis diwajibkan mencantumkan kinerja bisnisnya, seperti traksi untuk mengukur seberapa besar potensi industrinya. Surge juga tidak membatasi segmen startup apa yang bisa bergabung, yang penting bergerak di teknologi.

“Langkah pertama adalah mengisi seluruh informasi soal startup mereka secara online. Dalam 30 hari akan ada follow up dari tim Surge apakah lanjut ke tahap meeting untuk tahapan beberapa seleksi berikutnya.”

Pendaftaran batch ketiga sudah dibuka pada awal Oktober hingga 15 Januari 2020. Program akan berlangsung mulai Maret sampai Juli 2020. Berjalan secara paralel, Surge membuka batch keempat setelah pendaftaran batch tiga ditutup. Begitupun seterusnya untuk batch ke depannya.

Setiap startup yang bergabung akan mendapat pendanaan awal dengan nilai sekitar $1 juta-$2 juta (sekitar Rp14 miliar-Rp28 miliar). Dana tersebut dapat digunakan membangun tim yang solid dengan memanfaatkan jaringan program Sequoia lainnya, yakni 10x Engineer dalam mendapatkan talenta terbaik.

Dana juga dapat digunakan mematangkan produk agar siap dikomersialkan dan membangun perusahaan agar lebih sustain. Rajan menjelaskan selama ini pendanaan tahap awal untuk startup banyak yang berada di bawah kapital yang dibutuhkan.

Dari hasil riset internalnya, pendanaan tahap awal di India, menurut 78% founder, senilai di bawah $800 ribu (sekitar 11 miliar Rupiah). Sedangkan di ASEAN lebih rendah, mencapai $500 ribu (hampir 7 miliar Rupiah) menurut 59% founder.

Di samping itu, perjalanan menuju pendanaan Seri A harus melalui banyak putaran kecil. Baik di India maupun ASEAN harus melewati setidaknya lebih dari dua kali untuk mendapatkan pendanaan Seri A. Alhasil mengakibatkan saham founder cepat terdilusi sejak dini dan menghabiskan terlalu banyak waktu.

“Padahal tahap awal adalah saatnya perusahaan untuk fokus membangun tim yang solid agar bisa menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan konsumen. Founder harus paham secara mendalam tentang calon konsumen mereka saat membuat model bisnis nantinya.”

Di luar Surge, Sequoia juga berinvestasi untuk startup tahap awal. Misalnya, Kargo dan Online Pajak. Terkait komitmennya untuk berinvestasi di luar Surge untuk tahap awal, Rajan enggan mengungkap lebih jauh.

Rajan mengaku setiap tahunnya perusahaan selalu mengalokasikan dana untuk follow on funding portofolio Surge. Salah satunya, pendanaan untuk startup SaaS asal India Seekify sebesar $1,5 juta dan startup agritech Bijak sebesar $2,5 juta, bersama investor lokal lainnya yang fokus pada pendanaan tahap awal.

Perkaya Metode Pembayaran, Tokopedia Mudahkan Beli Voucher Game dengan Pulsa

Tokopedia meningkatkan kembali metode pembayaran yang didukungnya. Selain uang elektronik, akun virtual, kartu kredit, dan pembayaran melalui jaringan mini market, kini perusahaan mendukung pembelian voucher game tertentu menggunakan pulsa. Mungkin ini adalah pembayaran via pulsa pertama untuk marketplace di Indonesia.

Makin besarnya minat dan pertumbuhan industri game online di Indonesia menjadi peluang bagi Tokopedia memudahkan transaksi pembelian voucher game.

“Kami melihat tingginya kebutuhan masyarakat dalam membeli voucher game dengan pulsa. Di sisi lain, game online telah menjadi industri yang berkembang pesat dan semakin dekat dengan masyarakat, termasuk generasi millennial. Melihat kebutuhan dan potensi tersebut, Tokopedia meluncurkan jenis opsi pembayaran baru yang bisa mempermudah masyarakat, khususnya penggemar gaming, melakukan pembelian voucher game dengan pulsa,” kata Jonathan Gilbert Tricahyo, Category Development (Top-Up) Lead Tokopedia.

Saat ini, konsumen bisa menikmati voucher game yang dibeli dengan pulsa di Tokopedia untuk beberapa judul game, yaitu Free Fire, Call of Duty: Mobile, Arena of Valor, Ragnarok Mobil, Speed Drifters, Love Nikki dan Game of Sultans.

Untuk membeli voucher game dengan pulsa, pengguna bisa memilih “Pulsa” saat melakukan pembayaran. Pembelian voucher game dengan pulsa di Tokopedia tersedia untuk berbagai provider seluler.

Disinggung seperti apa proses otentikasi yang dilakukan dan apakah fitur ini bakal dikembangkan ke layanan lainnya, pihak Tokopedia enggan untuk menjelaskan lebih lanjut.

“Saat ini Tokopedia masih mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran dengan pulsa untuk kebutuhan lainnya. Yang bisa kami sampaikan saat ini adalah Tokopedia selalu berkomitmen menghadirkan beragam inovasi berdasarkan kebutuhan masyarakat, sesuai tiga DNA Tokopedia, yaitu Focus on Consumer, Growth Mindset dan Make it Happen, Make it Better,” kata Jonathan.

Application Information Will Show Up Here

AWS Investasikan 35 Triliun Rupiah untuk Pembangunan “Data Center” di Indonesia

Sepanjang tahun ini Amazon Web Service (AWS) dikabarkan akan merealisasikan pembangunan data center mereka di Indonesia. Kabar terbaru yang disampaikan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto menyebutkan mereka menggelontorkan dana sebesar $2,5 miliar atau setara Rp35 triliun untuk pembangunan data center di tiga lokasi yang belum dijelaskan letaknya.

Seperti dikutip dari Bisnis, Harjanto mengatakan,”Amazon sudah merealisasikannya. Nilainya $2,5 milar.”

Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto menyampaikan bahwa Amazon sudah bertemu dengan pihaknya. Disebutkan data center itu akan dibangun di tiga lokasi di dua daerah dengan luas wilayah masing-masing mencapai 20 hektar.

“Ini tentu sangat baik untuk iklim investasi Indonesia. Ini membuktikan bahwa kondisi Indonesia, tidak jelek,” ujar Janu.

Pembangunan data center di dalam negeri memang tengah menjadi perhatian pemerintah. Para penyedia layanan seperti Google dan Facebook pun didorong untuk membangun data center-nya di Indonesia.

Sebelumnya, dalam wawancara DailySocial dengan Country Leader AWS Indonesia Gunawan Susanto, pihak AWS memiliki komitmen untuk membangun data center di Indonesia dan ditargetkan bakal rampung pada tahun 2021 atau awal tahun 2022 mendatang. Pembangunan data center di dalam negeri diharapkan bisa menepis keraguan banyak bisnis yang ragu menggunakan layanan public cloud.

“Prinsipnya kami selalu berdialog untuk comply semua peraturan di tiap negara. Jadi kami akan selalu membantu customer kami untuk comply mengenai apa pun regulasi yang berlaku di setiap negara. Toh dengan nanti AWS punya data center di Indonesia, harusnya bisa mempermudah customercustomer, terutama di Industri yang regulasinya ketat,” jelas Gunawan.

Strategi Zenius Dongkrak Bisnis dan Jangkau Lebih Banyak Pengguna

Startup edtech Zenius mulai agresif menarik pengguna baru dengan membuka akses lebih dari 80 ribu konten secara cuma-cuma. Strategi ini bisa dikatakan usaha perusahaan mengukuhkan posisinya sebagai pionir edtech di Indonesia sejak 15 tahun beroperasi.

Co-Founder Zenius Sabda PS mengatakan, strategi ini bisa dikatakan radikal, namun sudah mendapatkan persetujuan dari semua pemangku kepentingan di perusahaan. Dia juga belum memastikan rentang waktu program ini akan berlangsung.

“Terkait monetisasinya, biar kita yang pikirkan nanti. Yang pasti Kami selalu berusaha untuk jadi market leader,” ujarnya, Rabu (18/12).

Pertimbangan ini diambil salah satunya karena riset internal yang dilakukan perusahaan. Disebutkan dampak yang dirasakan pelajar adalah lebih memahami ilmu pengetahuan dan tidak mendikotomi ilmu hanya dipelajari di sekolah, sehingga efeknya lebih terasa dan bisa diterapkan dalam sehari-hari.

“Dari temuan itu, makanya kami buka aksesnya supaya semakin banyak orang-orang yang ketagihan untuk belajar.”

Sabda juga memaparkan kinerja Zenius sejak Januari 2011 hingga Desember 2019. Di antaranya, situs Zenius.net telah dikunjungi 51 juta pengguna unik, meningkat tajam dari awal berdiri hanya 268 ribu kunjungan saja.

Lalu ada 1 juta pengguna terdaftar di aplikasi, lebih dari 200 juta kali video diputar secara online, paket soal sudah diunduh 3 juta kali,  dan aplikasi telah diunduh lebih dari 500 ribu kali sejak dirilis pada Maret 2019.

Sebagai pionir vertikal edtech, Zenius merumuskan pendekatan pembelajaran efektif demi menciptakan sumber daya manusia yang unggul di masa depan. Perusahaan fokus pada pemahaman konseptual dan pembentukan daya nalar, sehingga kompetisi dasar yang ingin dibentuk adalah pemahaman mendalam mengenai konsep keilmuan.

Bukan hanya soal mengingat dan menghafal. Dengan demikian, pelajar dan pembelajar diproyeksikan untuk memiliki pola pikir yang baik dan mampu beradaptasi serta mencari solusi atas masalah yang dihadapi.

“Untuk menyesuaikan dengan sistem pendidikan, kami tetap memasang target praktikal agar pelajar tetap memenuhi target nilai di sekolah. Yang kita selipkan sebagai core materialnya adalah perkembangan intelektual. Bila fundamentalnya sudah benar, ujian apapun pasti bisa.”

Dengan misi di atas, Sabda mengaku pihaknya cukup percaya diri dengan tingkat persaingannya dengan pemain di ranah sejenis. Semua konten disusun oleh tim in-house Zenius, dengan menekankan aspek dampak yang ingin dihasilkan. Lantaran, menurutnya bisnis di dunia pendidikan tidak bisa sembarang, ada pertanggung jawabannya.

“Saingan kita justru di media sosial dan game, bagaimana caranya buat konten semenarik mereka tapi jauh buat mereka produktif. Ketika semua ini sudah teruji dan terbukti kualitasnya, kita enggak akan takut untuk jauh lebih terekspos [publik].”

Rencana bisnis berikutnya

Sabda enggan merinci lebih dalam bagaimana target berikutnya untuk pengembangan Zenius pada tahun depan. Termasuk juga mengenai rumor soal pendanaan dari Northstar Group yang diterima perusahaan. Ia hanya menyebut tahun depan akan menjadi tahun yang ramai karena ada banyak inisiatif yang akan dilakukan.

“Urusan backend Zenius pasti akan banyak pengumuman, nanti dikabari lagi karena ada banyak sekali program yang mau kita lakukan tahun depan.”

Dia juga menyebut saat ini internal perusahaan sedang adakan restrukturisasi, ada penambahan talenta baru dalam jumlah banyak untuk mewujudkan ambisi perusahaan. Jumlah karyawan terus bertambah, untuk guru saja diperkirakan telah lebih dari 60 orang.

Zenius tidak hanya memiliki Zenius.net untuk media belajar online berbasis situs dan aplikasi. Mereka juga memiliki bimbel offline Zenius Center dan platform untuk training karyawan bernama Agora.id berisi konten edukasi vokasi.

Perusahaan juga menjual konten video secara offline bernama Zenius Box, berupa server intranet yang memuat konten produksi Zenius tanpa harus terhubung dengan internet.

“Kami ada konten dari SD, SMP, SMA dan SMK, nantinya dengan kemerdekaan akses edukasi dari kami pasti akan jauh lebih banyak hal-hal yang mereka butuhkan, kita bisa masuk ke sana,” pungkas Sabda.

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Perkenalkan CFO Baru dan Siapkan Pendanaan Seri B di Tahun 2020

Platform uang elektronik LinkAja akan mengejar pertumbuhan bisnis hingga dua kali lipat tahun depan. Sebagaimana disampaikan CEO Danu Wicaksana, perusahaan kini sudah mengantongi 40 juta pengguna terdaftar per November 2019.

“Kami lihat industri e-money akan semakin marak tahun depan. Kami akan lebih ekspansif, terutama dengan pencapaian saat ini,” ujarnya saat membuka acara LinkAja Outlook 2020, Selasa (17/2).

Untuk mempercepat upaya ekspansi, ungkap Danu, perusahaan bahkan menambah jumlah SDM yang ada, dari 80 orang dari awal didirikan hingga sekarang mencapai 400 orang, dengan 250 di antaranya adalah engineer.

Sementara dari sisi layanan, Chief Marketing Officer LinkAja Edward Kilian menyebutkan akan ada pengembangan use case lebih banyak di 2020, termasuk fitur/layanan untuk consumer dan merchant. Salah satu yang akan diperkenalkan dalam waktu dekat adalah layanan LinkAja Syariah.

”Layanan finansial pasti berkutat pada produk wealth, loan, dan protection. Pengembangan use case kami akan mengikuti itu dan fokus di transportasi. Bagi kami, membangun ekosistem lengkap itu sangat penting,” ucap Edward.

LinkAja akan meningkatkan jumlah titik cash-in dari saat ini yang mencapai 1 juta titik. Untuk ekosistem lokal, perusahaan akan masuk ke 35 kluster di segmen mikro dan ultra mikro.

Pasca komersial sebagai produk pembayaran elektronik pada Februari lalu, LinkAja bergegas memulai manuver untuk menjadikan platform-nya sebagai solusi bukan sebatas opsi.

Sejak awal, LinkAja membidik pasar “mass and aspirant” yang didefinisikan sebagai segmen underbanked dan unbanked yang melihat e-money sebagai solusi untuk kebutuhan sehari-hari.

Sejumlah inisiatif use case yang menjadi sasaran utama LinkAja adalah produk yang penggunaannya berkaitan dalam kehidupan sehari-sehari, seperti transportasi, pembayaran tagihan, dan pembelian bensin.

Per November 2019, pertumbuhan Gross Transaction Value (GTV) atau nilai transaksi yang berputar mencapai 4,8 kali per bulan dibandingkan pada awal beroperasi di Februari 2019. Kemudian, pengguna aktif bulanan tumbuh mencapai 5,1 kali dan transaksi bulanan berkisar 4,7 kali dibanding Februari 2019.

Dari kategori produk, LinkAja telah mengantongi 200 transaksi pembayaran produk telekomunikasi, 400 transaksi pembayaran tagihan, 3.000 transaksi untuk donasi dan rumah ibadah, 250 ribu merchant offline, 380 mitra e-commerce, dan tersedia sebagai opsi pembayaran di 2.500 SPBU.

Dari lini tranportasi, saat ini LinkAja sudah bisa dipakai di Gojek, Grab, Bluebird, Commuter Line, Damri, KAI Access, dan menyusul segera di MRT Jakarta.

Berdasarkan Fintech Report 2019, saat ini GoPay menjadi digital wallet paling banyak dipakai sebesar 83,3 persen, diikuti OVO (81,4%), DANA (68,2%), dan LinkAja (53%).

CFO baru dan rencana penggalangan dana

Pada paparan Outlook 2020, Ikhsan Ramdan yang didapuk sebagai Chief Financial Officer memastikan rencana penggalangan pendanaan Seri B yang akan dilakukan tahun depan.

“Kami masih tahap pertumbuhan, butuh modal untuk ekspansi. Arahan dari shareholder kami adalah membuka diri ke pihak swasta. Caranya bisa partnership atau injeksi capital,” ungkapnya.

Disinggung soal strategi bakar uang yang banyak dilakukan oleh pemain dominan, ia menegaskan bahwa strategi yang akan dijalankan perusahaan akan tetap mengacu pada visi dan misi perusahaan, yakni meningkatkan inklusi finansial.

Sementara Edward justru menilai bahwa LinkAja sebagai produk pembayaran memiliki posisi yang menguntungkan karena lebih netral. Ia mencontohkan bahwa LinkAja tersedia juga sebagai opsi pembayaran Gojek.

Kami bisa masuk lintas use case. Jadi kami tidak perlu bakar uang lebih banyak di posisi kami saat ini. Goal kami adalah bagaimana mencapai visi-misi perusahaan, bukan valuasi untuk menjadi unicorn,” tambahnya.

Rencana dan Target Dekoruma Perluas Lini Bisnis di Tahun 2020

Memasuki akhir tahun 2019, platform jasa desain interior dan konstruksi Dekoruma menyampaikan sejumlah pencapaiannya. Kepada media, Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan menyebutkan, saat ini platformnya telah memiliki sekitar satu juta pengguna aktif dan 500 merchant ritel. Mereka juga telah memiliki Experience Center dan rencananya tahun depan jumlahnya akan ditambah di area Jabodetabek.

Meskipun saat ini fokusnya 70% masih kepada B2C, namun Dekoruma juga terus membuka kemitraan dengan pengembangan rumah atau perusahaan properti di Indonesia.

“Salah satu kerja sama yang telah kami lancarkan adalah dengan Ciputra yang bisa diakses di kanal properti. Meskipun telah memberikan kontribusi yang besar, namun fokus kami masih kepada B2C,” kata Dimas.

Untuk pembayaran paling banyak dipilih oleh pelanggan Dekoruma adalah kartu kredit kemudian transfer bank. Sementara pilihan gratis ongkos kirim masih jadi fitur favorit penarik minat dan akan terus disuguhkan kepada pelanggan.

Dari demografi pengguna yang dimiliki, mereka mengklaim sebanyak 60-70% pengguna berasal dari kalangan perempuan. Hal ini turut disesuaikan pada visi Experience Center, didesain untuk meng-cater target pelanggan dengan gaya khas Dekoruma.

“Jika ditanya apa gaya atau pilihan dari selera dekorasi dan desain rumah, banyak pelanggan yang tidak bisa menjawab. Namun dengan melihat situs dan mengunjungi Experience Center kami biasanya mereka akan mendapatkan inspirasi seperti apa gaya yang sesuai untuk mereka,” kata Dimas.

Tahun 2020 mendatang, perusahaan memastikan untuk melakukan ekspansi di luar Jabodetabek. Kota-kota besar yang disasar di antaranya adalah Surabaya, Medan, Makassar, dan Bali. Rencana ekspansi ini adalah salah satu realisasi perusahaan pasca menerima pendanaan seri B dari Global Digital Niaga (Blibli) dan AddVentures tahun lalu.

Pihaknya juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahun 2020 mendatang, kendati tidak disebutkan detail waktu dan target perolehannya.

“Memang ada rencana tapi kami belum mulai melakukan penggalangan dana. Namun penjajakan dan pertemuan dengan investor terkait masih terus kita lakukan,” kata Dimas

Teknologi untuk mitra desainer interior

Salah satu lini bisnis yang tengah dijajaki adalah jasa desain interior ruangan yang menyasar kalangan premium. Karena makin besarnya minat dibarengi peningkatan kemampuan finansial dari segmen tersebut untuk membayar jasa desain interior. Saat ini perusahaan tengah mempersiapkan teknologi yang relevan yang bisa dimanfaatkan oleh mereka.

Melalui teknologi ini diharapkan bisa menjembatani kebutuhan pelanggan dengan produk yang tersedia di Dekoruma dan para desainer interior yang tersebar di Jabodetabek.

“Saat ini teknologi tersebut sudah kami terapkan kepada desainer yang bergabung dengan Dekoruma. Rencananya tahun depan teknologi tersebut akan kami luncurkan untuk publik,” kata Dimas.

Application Information Will Show Up Here

GoLife Tutup Lima Layanan, Fokus ke GoClean dan GoMassage (UPDATED)

GoLife, layanan jasa gaya hidup Gojek, mengumumkan penutupan lima layanannya secara bertahap mulai dari 31 Desember 2019. Layanan hanya menyisakan GoMassage dan GoClean sebagai fokus utama. Secara total aplikasi ini telah diunduh lebih dari 6 juta kali, baik di Google Play maupun di App Store.

Pengumuman ini mulai dipublikasikan serentak di dalam aplikasi. Dalam penjelasannya, layanan laundry GoLaundry, pesan antar kebutuhan harian GoDaily, dan Service Marketplace tidak dilanjutkan per 31 Desember 2019.

Sementara layanan kecantikan GoGlam dan layanan reparasi GoFix mulai ditutup pada 15 Januari 2020. Layanan cuci kendaraan GoAuto akan dilebur dengan layanan kebersihan GoClean mulai 17 Desember 2019.

Kabar ini mengindikasikan kurangnya traksi untuk pemanfaatan layanan dari GoLife untuk kebutuhan sehari-harinya. GoLife menyisakan GoMassage dan GoClean karena secara bisnis dan loyalitas layak dipertahankan.

Menurut keterangan resmi, Head of GoLife Wesly Simatupang menuturkan saat ini kontribusi layanan GoClean dan GoMassage mencapai hampir 90% dari total order di dalam ekosistem GoLife.

“Sehingga, pengkajian dan pemfokusan ulang perlu dilakukan supaya pertumbuhan usaha terus berkesinambungan, sekaligus memastikan konsumen tetap dapat menikmati layanan maksimal dari ekosistem GoLife,” ujarnya, Rabu (18/12).

Wesly kini menggantikan Dayu Dara Permata yang mengundurkan diri pada bulan lalu.

Beri opsi untuk mitra GoLife

Dalam mempertahankan jumlah mitra GoLife, perusahaan melakukan sejumlah inisiatif guna memastikan para mitra tetap memiliki opsi mendapatkan penghasilan tambahan, dengan bergabung di layanan Gojek lainnya.

Beberapa diantaranya, memberikan kesempatan untuk masuk sebagai mitra GoRide, GoCourrier, rekan usaha GoPay, GoTix, hingga Usaha Mapan; memberikan pelatihan dan modal awal bagi yang bergabung jadi mitra Usaha Mapan untuk memulai usaha baru.

“Khusus mitra GoFix kami memberikan kesempatan pada istri mereka untuk dapat mendaftar sebagai mitra Usaha Mapan. Juga membuka kesempatan masuk ke platform online sejenis di pasar.”

“Alhamdulillah, langkah-langkah tersebut mendapat sambutan yang sangat baik dari para mitra,” tambah Wesly.

Sebelumnya, dalam pernyataan resmi, GoLife meluncurkan dua fitur keamanan tambahan khusus mitra yakni KYC dan customer rating untuk melengkapi sistem keamanan yang telah diluncurkan sebelumnya, termasuk kemitraan dengan polisi untuk penyuluhan pertahanan diri, emergency panic button, dan in-app message.

GoLife pertama kali diperkenalkan pada tahun 2015, lalu di spin-off menjadi aplikasi terpisah dari Gojek setahun kemudian. Dalam perjalanannya, GoLife memiliki beragam layanan hingga Go-Pertamina untuk pesan antar bahan bakar resmi dari Pertamina.

Total mitra yang bergabung diklaim lebih dari 30 ribu mitra profesional dan 30 ribu usaha mikro, kecil, dan menengah, tersebar di 70 kota di Indonesia.

Kompetitornya, Grab, bekerja sama dengan Sejasa merilis layanan sejenis GoLife bernama Clean & Fix. Layanan ini menyediakan jasa servis elektronik (AC, mesin cuci, dan kulkas) dan jasa cleaning (daily cleaning, sofa cleaning, dan sedot tungau).

 

* Kami menambahkan informasi resmi dari pihak GoLife

Application Information Will Show Up Here

Platform Urun Dana Bizshare Perkaya Fitur, Incar Biayai 200 Bisnis Tahun Depan

Platform urun dana (equity crowdfunding) Bizshare memperkenalkan sejumlah fitur baru yang dirangkum dalam Bizshare 2.0 untuk menggaet lebih banyak investor. Perusahaan sendiri menargetkan dapat membiayai 200 bisnis pada tahun depan, dari posisi saat ini 23 bisnis.

Co-Founder & CEO Bizshare Heinrich Vincent menjelaskan, sejak dua tahun berdiri perusahaan telah membukukan kenaikan bisnis yang cukup signifikan. Dari 23 unit bisnis yang diakomodasi, berhasil terkumpul dana Rp46 miliar dari investor dan telah dicairkan Rp26 miliar ke bisnis terkait.

Jumlah investor yang bergabung ada 32.000 orang, lebih banyak dari tahun pertama sebanyak 2.500 orang. Kemudian pada tahun lalu meningkat hingga 12.500 orang. Dividen yang telah diberikan kepada para investor ini sebesar Rp811 juta.

Imbal hasil yang mereka terima berkisar antara 20%-30% per tahun, tergantung risiko bisnis yang didanai. Nominal saham yang dibeli adalah Rp5 juta per lembar dan bisa mendapatkan dividen dari bisnis tersebut secara berkala.

“Usaha yang kita biayai kebanyakan adalah franchise untuk F&B, lalu ada bidang jasa seperti laundry dan barber shop. Tahun depan kita mau perluas jenis usahanya, ada properti, tambak udang, dan masih banyak lagi, intinya kita ingin solve soal transparansi di bisnis tersebut,” ujarnya Selasa (17/12).

Beberapa usaha franchise yang didanai lewat Bizshare misalnya Flip Burger, Alfamart, Indomaret, Refit, Mr Montir, Fish Street, Kebab Baba Rafi, Holycow, dan Donburi Ichiya.

Setiap usaha yang akan didanai ini sudah melewati berbagai proses analisis oleh tim Bizshare. Beberapa komponen yang diperhatikan adalah unsur legalitas, analisa arus bisnis dan penilaian berdasarkan data-data keuangan, lokasi dan pasar, SWOT, dan risiko.

Perkaya fitur baru

Dalam Bizshare versi 2.0 ada sejumlah pengembangan fitur, di antaranya perubahan UI dan UX yang lebih ramah buat para investor, fitur Dashboard Investor untuk mengakses laporan keuangan, grafik perkembangan bisnis yang diinvestasikan, Tanya Admin untuk layanan investor relation yang permudah proses investasi.

“Kami juga merilis Bizshare versi PWA (Progressive Web Apps) untuk memudahkan investor mengakses seluruh fiturnya karena lebih mudah untuk di-maintain dan low cost. Dari sisi user, PWA juga sangat ringan [kapasitas memorinya],” tambah Co-Founder & CTO Giovanni Umboh.

Perilisan fitur ini, sambungnya, bertepatan dengan dikantonginya izin usaha sebagai pemain urun dana di bawah regulasi POJK Nomor 37 Tahun 2018, pada tanggal 6 November 2019.

Giovanni menyebut ke depannya perusahaan akan mengembangkan lebih banyak empat fitur tambahan. Yakni, perilisan secondary market untuk investor yang ingin menjual kepemilikan sahamnya (exit) di suatu usaha.

Lalu, investasi terlokalisasi untuk mendorong masyarakat sekitar menjadi investor di suatu usaha dekat tempat tinggal mereka dan menggaet banyak pemain di vertikal lain untuk mendigitalkan UKM.

Vincent menyebut fitur secondary market akan segera dirilis pada kuartal pertama tahun depan. Lantaran fitur ini sudah banyak diminta oleh para investor yang ingin exit dari satu usaha.

Berdasarkan regulasi dari OJK, penggalangan secondary market dilakukan secara terbatas hanya bisa dua kali dalam setahun. Harga saham yang dijual harus disesuaikan dengan harga pasar atau bid offer dari investor lain. “Nanti prosesnya ada di dalam platformnya, pembedanya hanya primary dan secondary market.”

Untuk mendukung seluruh rencana bisnis Bizshare, perusahaan akan menggalang pendanaan pra seri A pada pertengahan tahun depan. Saat ini perusahaan telah mengantongi pendanaan tahap awal dengan nilai yang tidak disebutkan dari Plug And Play Indonesia, Digitaraya, dan GDILab.

Alpha JWC Ventures Bukukan 1,7 Triliun Rupiah dalam Penggalangan Dana Keduanya

Alpha JWC Ventures mengumumkan telah menutup pengumpulan dana investasi keduanya senilai $123 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah. Sejak dibuka pada pertengahan tahun 2018, Fund 2 ini ditutup “oversubscribed” — jumlah investor yang ingin bergabung lebih banyak dari slot yang tersedia. Selain itu hampir seluruh investor di Fund 1 turut bergabung pada putaran ini.

Dana yang dikumpulkan dalam Fund 2 telah diinvestasikan sejak akhir 2018 ke 14 startup. Salah satu yang mendapatkan investasi terbesar adalah Kopi Kenangan pada November 2018 dengan perolehan $8 juta atau sekitar 121 miliar Rupiah. Hingga saat ini sudah ada 33 startup dalam portofolio mereka.

“Salah satu faktor penting dari kesuksesan startup portofolio kami selama ini adalah dukungan dari tim kami dalam perjalanan dan perkembangan para startup tersebut; serta fokus kami pada fundamental bisnis tiap-tiap perusahaan. Kami selalu menekankan pada pendiri dan tim startup mengenai pentingnya perhitungan unit economics yang tepat serta akuntabilitas finansial sejak hari pertama mereka bergabung dengan Alpha JWC. Kami percaya pendekatan tersebut esensial bagi keberlangsungan startup secara jangka panjang,” jelas Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Dalam manajemen portofolio, pihaknya memakai pendekatan hands-on dalam berbagai lini bisnis terkait, mulai dari dukungan rekrutmen, pemasaran, dan legal.

“Kami juga menghindari investasi di perusahaan sejenis atau yang berkompetisi langsung dengan startup yang telah kami danai sebelumnya. Prinsip kami untuk mendukung startup kami secara langsung dan intensif berarti kami harus benar-benar memilih founder yang tepat dan terus membantu mereka sepanjang perjalanan startup tersebut,” imbuh Co-Founder & Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe.

Saat ini Alpha JWC telah memiliki 20 orang anggota tim. Tahun ini mereka menambah tiga partner baru, yakni Alan Hellawell (mantan CSO SEA Group), Erika Go (sebelumnya Principal Alpha JWC), dan Eko Kurniadi (mantan VP of Investment Creador). Selain itu kini mereka telah membuka kantor permanen di Singapura untuk bisa menjangkau lebih banyak startup di Asia Tenggara.

“Kami terus memperhatikan industri digital Vietnam secara aktif untuk kesempatan pendanaan. Sebagai salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia, kami yakin Vietnam adalah pasar terbesar selanjutnya di Asia Tenggara. Sejauh ini, kami telah memiliki tiga investasi di Vietnam dan sedang mendalami beberapa startup lainnya,” tambah Chandra.

Dalam debut awalnya di tahun 2016, Alpha JWC Ventures meluncurkan Fund 1 senilai $50 juta atau sekitar 700 miliar Rupiah. Dana tersebut disalurkan kepada 23 startup di Asia Tenggara, mayoritas dari Indonesia. Kurang dari 4 tahun, Fund 1 diklaim telah berkembang hingga 3,2x dalam Net Asset Value (NAV). Alpha JWC juga telah berhasil melakukan dua exit, yaitu jaringan coworking space Spacemob (akuisisi oleh WeWork di 2017) dan media bisnis DealStreetAsia (akuisisi oleh Nikkei di 2019).

Ruangguru Dikabarkan Terima Pendanaan Baru Senilai 1,4 Triliun Rupiah

Startup teknologi pendidikan Ruangguru dikabarkan akan mendapatkan pendanaan baru yang dipimpin General Atlantic. Dikutip dari DealStreetAsia, nilai investasi yang diberikan dalam putaran ini mencapai $100 juta atau senilai Rp1,4 triliun, akan membawa valuasi perusahaan di angka $500 juta.

Ketika dihubungi DailySocial, Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara menyampaikan kabar tersebut sejauh ini baru rumor dan tidak mau berkomentar lebih lanjut. “Itu rumor ya. Kami tidak menanggapi rumor.”

Pendanaan sebelumnya yang didapatkan oleh Ruangguru adakah putaran seri B, dibuka tahun 2018 dan ditutup pada pertengahan 2019, dipimpin UOB Venture.

Sebelumnya sempat disampaikan oleh perwakilan dari pemerintah, bahwa Softbank berminat untuk investasi ke Ruangguru. Namun adanya kabar ini mengonfirmasi pembatalan niat tersebut, terlebih Softbank tengah menghadapi permasalahan dengan salah satu portofolio unggulannya, WeWork.

Di perayaan ulang tahunnya yang kelima pada Juli 2019 kemarin, mereka mengklaim sudah berhasil merangkul 15 juta pelajar dengan 300 ribu guru ke dalam platformnya. Ruangguru juga baru saja melakukan ekspansi ke Vietnam dengan menghadirkan layanan “Kien Guru”.

Di segmen teknologi pendidikan, tahun ini ada startup lain yang juga membukukan pendanaan tahap lanjutan. Pertama ada HarukaEdu, yang memperoleh pendanaan seri C yang dipimpin oleh SIG. Lalu kedua ada Zenius, yang mendapatkan dana segar senilai Rp283 miliar, dipimpin Northstar Group.

Application Information Will Show Up Here