INDEF: Fintech P2P Lending Diproyeksi Sumbang 100 Triliun Rupiah Terhadap PDB 2020

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan perusahaan p2p lending menyumbang Rp100 triliun terhadap PDB Indonesia di 2020. Angka ini naik hampir empat kali lipat dibanding tahun lalu sebesar Rp25,97 triliun. Adapun, prediksi untuk tahun ini sebesar Rp60 triliun.

Peneliti INDEF Izzudin Al Farras menjelaskan penelitian yang dilakukan bersama AFPI ini mengacu pada data I-O 2014 yang diperbarui Bekraf.

Ada 21 sektor ekonomi yang dikaji untuk melihat dampak fintech p2p terhadap ekonomi Indonesia, misalnya nilai sektor jasa perbankan bertambah Rp1,95 triliun, dana pensiun naik Rp3,32 triliun, jasa asuransi Rp1,51 triliun, dan jasa lainnya Rp1,87 triliun.

Menurutnya, ada dua faktor yang menyebabkan kontribusi fintech p2p lending terhadap PDB meningkat. Pertama, karena memudahkan pengajuan pinjaman, dan penyalurannya ke borrower dengan memanfaatkan teknologi.

Kedua, terjadi kenaikan indeks literasi keuangan dari 29,07% pada 2016 menjadi 38,03% pada tahun ini.

Riset ini juga menyoroti pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja. Industri ini mampu menyerap 362 ribu tenaga kerja atau 0,32% terhadap total angkatan kerja nasional.

Bila dirinci, tenaga kerja di dana pensiun naik 25,5%, jasa keuangan lainnya 68,1%, asuransi 2,7%, dan perbankan 1%.

Di samping itu, peran p2p lending adalah menurunkan angka kemiskinan hingga 0,7% dan meningkatkan pendapatan masyarakat, termasuk pelaku UMKM. Salah satu yang terlihat adalah peningkatan pendapatan petani di desa sebesar 1,23% dan pekerja perdagangan di kota sebesar 2,59%.

Fintech lending juga memiliki dampak terhadap pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga pengusaha pertanian meningkat 1,34%, rumah tangga golongan rendah perkotaan meningkat 1,34%, dan rumah tangga golongan atas perkotaan naik 1,77%.

“Dampak positif fintech p2p lending terhadap perekonomian Indonesia, harapannya akan terus meningkat seiring dengan semakin berkembangnya bisnis fintech p2p lending. Prospek investasi fintech ke depannya cukup menjanjikan, baik di Indonesia maupun di Asean,” menurutnya, Senin (11/11).

Riset ini dilakukan selama Agustus hingga September tahun ini dengan mengacu pada data OJK per Juni. Pada periode itu ada 113 perusahaan fintech p2p lending yang terdaftar.

AFPI Bangun Pusat Data Fintech Demi Cegah Kredit Macet

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merilis pusat data Fintech Data Center (FDC) untuk mempermudah penyedia layanan p2p dalam melakukan credit assessment saat menyalurkan kredit. FDC memiliki kesamaan fungsi dengan BI Checking dari Bank Indonesia dan SLIK dari OJK. Perilisan FDC sekaligus bersamaan dengan hari jadi AFPI yang pertama.

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menerangkan, tujuan dibentuknya FDC adalah membuat data para anggota AFPI lebih terintegrasi. Hal ini sekaligus memperjelas peran dan fungsi AFPI sebagai self regulatory organization yang mewadahi industri fintech p2p lending.

FDC juga memastikan industri p2p lending di Indonesia lebih sehat karena menghindari potensi kredit macet, penipuan, dan penyaluran kredit yang berlebihan. Untuk itu AFPI mewajibkan seluruh penyelenggara yang terdaftar di bawah OJK untuk menyerahkan data pelanggan untuk dimasukkan ke data center tersebut.

“Setiap ada borrower atau peminjam yang mau ambil pinjaman, penyelenggara wajib cek data mereka di FDC. Jika peminjam pernah bermasalah atau tidaknya, baru setelah itu baru ambil keputusan. Ini wajib dilakukan oleh penyelenggara,” terangnya, Senin (11/11).

Adapun data nasabah yang dimasukkan dan bisa diakses di data center antara lain NPWP, KTP, dan kolektabilitas kredit. Nama penyelenggara dirahasiakan demi kepentingan bersama.

Adrian mencontohkan, saat ini ada 15 perusahaan yang berpartisipasi dalam uji coba FDC. Beberapa nama di antaranya adalah Amartha, Danamas, Dompet Kilat, Finmas, Investree, Kimo, KlikACC, KoinWorks, Kredit Pintar, KTA Kilat, Maucash, Modalku, Taralite, Tokomodal, dan UangTeman.

Dari situ ada beberapa statistik yang berhasil dikumpulkan, misalnya borrower individu yang meminjam lebih dari satu penyelenggara sekitar 800 ribu orang. Angka tersebut didapat dari pengurangan jumlah borrower 2,9 juta orang dan jumlah borrower unik 2,1 juta orang.

Begitupun untuk peminjam dari skala perusahaan. Mereka yang meminjam di lebih dari satu penyelenggara ada 3 ribuan perusahaan. Angka tersebut diambil dari pengurangan jumlah borrower 19.826 dengan borrower unik sebesar 16.129.

Dari data tersebut diperoleh data seperti ada yang meminjam di 73 penyelenggara namun gagal bayar di 21 penyelenggara atau meminjam ke 53 penyelenggara, tapi gagal bayar di 49 penyelenggara. Hal ini diharapkan bisa diantisipasi lebih baik lagi.

Tentu saja bukan berarti pinjam di lebih dari satu perusahaan selalu buruk. FDC mencatat ada satu peminjam yang telah meminjam hingga 111 kali tapi tidak memiliki kredit macet sama sekali.

Perkaya data dari sumber lain

Saat ini, seluruh data nasabah wajib disampaikan penyelenggara setiap hari menjelang akhir hari ke dua regulator, yakni pusat Pusdafil OJK dan FDC AFPI. Setelah itu data yang persis sama akan direkonsiliasi di OJK.

Berikutnya, para penyelenggara diwajibkan untuk mengecek data di FDC, berbasis situs, sebelum memberikan pinjaman ke peminjam. Di sini diharapkan dapat menghindari risiko kredit macet dan potensi penipuan.

Adrian menjelaskan, untuk menjaga data-data tersebut tidak disalahgunakan oleh penyelenggara, OJK dan AFPI hanya akan memberi izin pengecekan data bila data tersebut memang tengah mengajukan pinjaman atau tengah dalam proses peminjaman.

Bila ada pelanggaran, asosiasi tidak segan-segan mencabut akses FDC maupun mencabut keanggotaan. “Di luar dua alasan tersebut, tidak boleh melakukan pengecekan. Apabila terbukti melakukan, aksesnya kami cabut dan tidak bisa jadi anggota AFPI lagi.”

Asosiasi akan mewajibkan seluruh penyelenggara yang terdaftar di bawah OJK untuk menyerahkan data nasabah paling lambat sampai akhir November 2019. OJK mencatat ada 144 penyelenggara yang terdaftar. “Kalau belum ada sampai akhir November, ya kita akan berikan warning.”

Mengingat seluruh data yang diinput menjelang akhir hari setiap harinya, alhasil data yang diakses penyelenggara tidaklah real time. Dia menyebut ke depannya, asosiasi akan mempersiapkan FDC agar dapat menyajikan data secara real time, paling lambat pada kuartal pertama 2020 mendatang.

Berikutnya FDC akan dilengkapi dengan sumber data dari pihak lain, seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, asuransi, multifinance, perbankan, dan pasar modal. Saat ini FDC dapat diintegrasikan dengan BI Checking dan SLIK.

LinkAja Mulai Uji Coba Fitur Syariah

LinkAja kini mulai uji coba fitur LinkAja Syariah untuk sebagian penggunanya. Fitur ini terdapat di dalam aplikasi LinkAja, sehingga tidak menjadi aplikasi terpisah.

“LinkAja Syariah belum kami luncurkan, yang sekarang masih sedang testing,” terang CEO LinkAja Danu Wicaksana kepada DailySocial.

Danu menjelaskan, dalam fitur teranyarnya ini ada perbedaan perlakuan untuk penyimpanan dana (floating fund) yang di-top up pengguna menggunakan bank syariah yang berafiliasi dengan bank BUKU IV. Akad transaksi, produk, layanan, dan promosi sudah disesuaikan dengan ketentuan syariah.

Dipastikan seluruh merchant LinkAja bisa menerima pembayaran dengan LinkAja Syariah. Diskon dan cashback yang diberikan ke pengguna sepenuhnya ditanggung merchant, bukan LinkAja.

Oleh karena itu, dia memastikan, dari segi pengalaman konsumen tidak ada yang berbeda. Seluruh proses tersebut terletak di back end sistem untuk pengguna yang mengaktifkan fitur ini.

Tampilan LinkAja Syariah
Tampilan LinkAja Syariah

LinkAja juga menyediakan opsi untuk menonaktifkannya atau mengaktifkan kembali lewat tautan khusus. “Akan kembali ke normal, bila pengguna menonaktifkan fitur syariah.”

Untuk mengaktifkan fitur ini, pengguna bisa membuka tab “Akun”. Lalu buka bagian LinkAja Syariah, akan ditemukan tombol “Aktifkan”. Tidak perlu waktu lama, pada saat itu seluruh sistem LinkAja dari pengguna akan beralih sepenuhnya ke syariah.

Berencana galang dana eksternal

Dikutip dari Katadata, Danu menyebut akan menyelesaikan pendanaan Seri A pada akhir tahun ini. Pada tahun selanjutnya akan menggalang seri berikutnya dengan membuka opsi melibatkan investor eksternal.

“Belum tahu akan dari sektor mana saja, karena belum mulai,” kata Danu.

Sebelumnya, ia sempat mengatakan bahwa perusahaan tidak pernah menutup pintu bagi swasta yang ingin menjadi investor. “Kami terbuka dengan siapapun, kami tidak pernah bilang tidak mungkin swasta (bisa masuk). Kenapa tidak?,” katanya di sela-sela Perbanas Indonesia Banking Expo 2019, Rabu (6/11).

Saat ini, ada sekitar delapan BUMN yang tertarik berpartisipasi dalam pendanaan Seri A yang tengah digalang, termasuk Garuda Indonesia, Angkasa Pura I & II, Pegadaian, Taspen, Jasa Marga, Kereta Api Indonesia, dan Perum Damri. Seluruh calon ini akan masuk melalui penerbitan saham baru.

Saat ini 25% saham LinkAja dikuasai Telkomsel. Bank Mandiri, BNI, BRI masing-masing memegang 20%. Lalu BTN dan Pertamina masing-masing 7%, dan Asuransi Jiwasraya 1%.

Application Information Will Show Up Here

Perusahaan Fintech Pintek Terima Pendanaan Pra-Seri A dari Global Founders Capital

Pintek, startup teknologi finansial yang memberikan solusi pendanaan untuk keperluan pendidikan, mengumumkan telah mengamankan pendanaan Pra-Seri A dengan dana yang tidak disebutkan yang dipimpin oleh Global Founders Capital (GFC). Pendanaan ini terima oleh SoCap, perusahaan induk Pintek. Rencananya, dengan pendanaan ini, perusahaan akan fokus pada pengembangan platform teknologi dan tim komersial.

Pintek secara spesifik menawarkan solusi bagi mereka yang ingin mendapatkan dana pinjaman untuk kepentingan pendidikan. GFC sebagai pemimpin putaran pendanaan ini melihat sebuah hal yang unik dan cukup tertarik melihat bagaimana perusahaan ini tumbuh ke depannya.

“Kita berharap dapat bekerja dengan tim Pintek dalam misi mereka untuk menyediakan akses yang lebih baik ke pendidikan untuk jutaan orang Indonesia. Tim Pintek telah mengidentifikasi pendekatan holistik yang unik untuk pembiayaan pendidikan, bekerja sama dengan institusi pendidikan, dan kami sangat senang untuk mendukung fase baru pertumbuhan perusahaan,” Partner GFC Tito Costa.

Juga terlibat dalam pendanaan ini adalah investor terdahulu Finch Capital dan Amand Ventures. Managing Partner Finch Capital Hans De Back menyampaikan bahwa mereka cukup senang menjadi bagian dari Pintek karena melihat potensi yang sangat besar untuk bisa menjembatani kesenjangan pembiayaan di sektor pendidikan formal dan non formal.

“Kami menemukan sama pentingnya untuk pendidikan agar inklusif secara finansial dan dapat diakses oleh semua orang di Indonesia,” terang Hans.

Pintek yang mulai beroperasi sejak tahun 2018 ini kini sudah bekerja sama dengan hampir 100 institusi pendidikan dan sudah menyalurkan bantuan pembiayaan pendidikan di 22 provinsi di Indonesia.

“Pintek mengalami pertumbuhan eksplosif, terutama sejak putaran pendanaan awal tahun ini. Dari bulan Mei hingga Oktober pengguna bulanan kami meningkat 20 kali lipat dengan default rate di bawah 1%. Kami perlu menumbuhkan tim kami untuk memenuhi permintaan pelanggan dan memperluas penawaran produk kami. Kami ingin melipatgandakan tim teknologi dan komersial kami di kuartal berikutnya,” ujar Co-Founder SoCap dan Pintek Ioann Fainsilber.

Ubah Fokus Kegiatan, NextIcorn Tahun Ketiga Perbanyak “Deal” Investasi Baru

Memasuki tahun ketiga, gelaran tahunan NextIcorn (Next Indonesia Unicorn) menggeser fokus kegiatannya dengan perbanyak pertemuan bilateral antara investor dengan startup demi mencetak deal investasi baru. Perubahan ini sekaligus menandakan dimulainya NextIcorn sebagai sebuah yayasan independen.

Chairman of NextICorn Daniel Tumiwa menjelaskan, pada dua tahun sebelumnya, NextICorn masih berstatus sebagai program konferensi tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ada misi pemerintah yang dibawa dengan menggelar berbagai konferensi dan seminar yang menghadirkan banyak pembicara.

“Kami ingin mengurangi itu, dengan lebih perbanyak meeting bilateral. Kami harus menganggarkan dana yayasan agar bisa mempersiapkan mimpi yang lebih besar ke depannya,” terang dia, Kamis (7/11).

NextICorn tahun ini akan diselenggarakan pada 14-15 November 2019 di Jimbaran Hub, Bali. Targetnya dihadiri 150 investor dari berbagai belahan negara dan 132 startup lokal.

Dari kurasi tahapan pendanaan startup, sekitar 20% dari mereka sudah mendapat pendanaan di bawah $1 juta, 55% telah memperoleh pendanaan antara $1 juta-$5 juta, dan 25% di atas $5 juta.

Diharapkan bakal ada 4.800 permintaan pertemuan bilateral dalam dua hari tersebut dan setidaknya ada 1.500 pertemuan yang bisa mengarah ke pertemuan lanjutan hingga benar-benar terjadi deal.

Sebagai catatan, tahun lalu acara ini didatangi oleh 125 investor dan 88 startup. Terjadi 3.999 permintaan pertemuan selama cara tersebut, namun realisasinya hanya 801 pertemuan saja. Dari situ, pertemuan follow up sebanyak 400 pertemuan.

Startup yang bergabung telah dikurasi secara ketat. Daniel menjelaskan, ada sejumlah kriteria yang mesti dipenuhi, misalnya berbentuk PT atau PMA dengan kepemilikan lokal minimum 25% dan setidaknya sudah memperoleh investasi $100 ribu dari investor eksternal.

Bila masih bootstrap startup peserta minimal punya traksi sebesar 5 juta MAU untuk startup media, GMV di atas $1 juta untuk startup e-commerce, atau aplikasi sudah diunduh lebih dari 1 juta kali. Jika berbentuk startup SaaS, minimal Annual Recurring Revenue (ARR) sebesar $500 ribu.

Setelah itu mereka harus mengikuti proses wawancara oleh tim Amvesindo sampai akhirnya resmi masuk ke daftar peserta.

Seluruh ringkasan (compendium) dari startup ini akan diberikan secara eksklusif dan rahasia bagi investor. Level investor yang datang juga dibatasi, minimal selevel Managing Director.

“Klasifikasi ini membuat kurasi startup yang dihadirkan berkualitas. Bagi investor, list ini akan memudahkan mereka untuk langsung mengadakan pertemuan dengan startup. Informasinya sudah lengkap, bisa langsung dibaca.”

Daniel menyebut sejauh ini, pihaknya telah menerima sekitar 100 startup yang mendaftarkan diri. 40 startup di antaranya adalah perusahaan baru yang didominasi sektor kesehatan, pendidikan, dan agrikultur.

Sepenuhnya biayai sendiri

Semenjak menjadi yayasan, NextICorn kini membiayai seluruh kegiatannya secara mandiri dan ini adalah tahun pertamanya. Pada dasarnya, yayasan ini didirikan secara personal dengan dana sendiri oleh para founder-nya yang datang dari berbagai stakeholder.

Beberapa nama tersebut adalah Rudiantara, Thomas Lembong, Lis Sutjiati, Rambun Tjajo, Nadiem Makarim, Achmad Zaky, William Tanuwijaya, Feri Unardi, Rudy Ramawy, David Rimbo, dan Donald Wihardja. Di luar itu, NextICorn mendapat jajaran investor dari kalangan korporat, termasuk Gojek, BCA, Grup Sinar Mas, dan Grup Astra.

Daniel menuturkan, bersama seluruh stakeholder, pihaknya akan menyeriusi NextICorn agar tidak sekadar sebagai acara konferensi tahunan skala internasional, tetapi melakukan promosi ke seluruh Indonesia dan mendorong kolaborasi antara startup dengan korporat.

Timing-nya sekarang pas. Korporasi mulai lirik startup untuk kolaborasi. Beberapa di antara mereka juga sudah mulai inisiasi masuk ke digital. Beberapa tahun lalu jembatannya terlalu jauh, sekarang sudah pas,” pungkasnya.

GoFood Mulai Eksperimen “Cloud Kitchen” di 10 Lokasi

Unit layanan antar makanan dari Gojek, GoFood mulai melakukan eksperimen layanan cloud kitchen di 10 lokasi, salah satunya di Blok M, Jakarta. Kehadiran layanan ini merupakan implementasi kolaborasi dengan cloud kitchen asal India Rebel Foods yang diinvestasi melalui GoVentures.

Senior Marketing Manager GoFood Marsela Renata menerangkan, cloud kitchen ini hanya menerima pengiriman yang datang dari GoFood. Lokasi di Blok M misalnya, didesain bisa menampung lima merchant untuk memasarkan produknya. Dia enggan menyebut lokasi lain dari cloud kitchen tersebut.

Mereka yang bergabung sudah dikurasi tim GoFood berdasarkan insight yang diterima di lapangan, seperti data ketimpangan supply dan demand untuk menu makanan yang ditawarkan, padahal banyak dicari pengguna.

“Sehingga konsep kami bukan lebih pada kuantitas, tapi kualitas. Bagaimana dalam satu lokasi cloud kitchen bisa melayani kebutuhan konsumen di sekitarnya. Makanya lokasi cloud kitchen selalu ditimbang-timbang lokasinya,” terangnya, Kamis (7/11).

Monetisasi sepenuhnya menggunakan komisi. Ada persentase komisi yang diterima GoFood setiap transaksi datang. Merchant tidak dikenakan biaya sewa saat membuka toko di cloud kitchen.

Secara berangsur jumlah layanan ini akan ditambah, Marsela enggan mengungkap detail targetnya. Sebelumnya, Rebel Foods menyebut pihaknya dan Gojek akan membuka 100 cloud kitchen yang siap menyediakan berbagai menu dalam kurun waktu 18 bulan mendatang.

Sebagai perbandingan, kompetitor terdekatnya, Grab, berencana memperluas kehadiran cloud kitchen dengan bendera GrabKitchen di 50 lokasi sampai akhir tahun ini.

 

Layanan GoFood diklaim telah menggaet sekitar 500 ribu merchant di Asia Tenggara. Jumlah menu yang tersedia mencapai 12 juta. Setiap bulannya, ada lebih dari 50 juta transaksi GoFood yang dibukukan, sementara dari sisi pengguna diklaim GoFood dikunjungi 7 juta orang setiap harinya.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Perluas Opsi Penginapan, Sediakan Vila dan Apartemen

Traveloka resmi memperkenalkan “Vila dan Apartemen” sebagai opsi penginapan baru. Traveloka mengklaim sudah menyediakan 240.000 lebih inventori vila dan apartemen dalam platform mereka.

Head of Marketing Accomodation Indonesia Shirley Lesmana mengatakan, fitur baru ini sebenarnya sudah bergulir sejak dua bulan lalu. Shirley mengklaim ada kenaikan pengguna yang cukup signifikan yang disebabkan kemunculan fitur vila dan apartemen.

“Lebih dari 20 persen konsumen vila dan apartemen merupakan pelanggan baru,” ucap Shirley.

Jumlah inventori 240.000 itu tersebar di Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Singapura, Eropa, dan Amerika Serikat. Jumlah vila dan apartemen itu diperkirakan akan terus bertambah seiring bertambahnya permintaan.

Sejatinya opsi penginapan vila dan apartemen sudah ada di Traveloka sejak lama meskipun berada dalam direktori hotel. Shirley menuturkan kebutuhan konsumen yang lebih spesifik terhadap pemesanan vila dan apartemen.

“Kita mendedikasikan khusus karena kita melihat ada kebutuhan konsumen yang menginginkan space yang lebih luas, privacy, lokasi strategis, tapi di saat bersamaan harganya tetap ekonomis. Berangkat dari kebutuhan konsumen yang cukup unik itu kita membuat produk yang kami khususkan yakni Vila & Apartemen,” tutur Shirley.

Vice President Market Management Traveloka John Safenson mengatakan saat ini memang ada pergeseran gaya berlibur dari pelanggan. Kebutuhan itu menurutnya terpantau dari gaya mereka dalam mencari akomodasi.

“Sekarang trennya berubah. Orang mau berlibur ramai-ramai, kongkow, reunian, sambil ngopi di dalam kamar,” imbuh John.

Melengkapi fitur Vila & Apartemen ini, Traveloka menyediakan fasilitas tambahan seperti penjadwalan ulang dan gratis pembatalan.

Penambahan fitur Vila & Apartemen ini menjadikan Traveloka bertarung head-to-head dengan platform lain seperti AirBnB dan Travelio. John meyakini kamar yang mereka jual lebih terjamin kualitasnya.

“Jadi kita memang melakukan standar kualifikasi sebagai standar minimal yang kita yang harus dimiliki oleh villa apartemen itu sebelum dijual di Traveloka,” pungkas John.

Traveloka tercatat sebagai online travel agency (OTA) terbesar di Indonesia serta di Asia Tenggara. Aplikasinya sendiri sudah diunduh hingga 40 juta kali. Tak hanya layanan pemesanan akomodasi, Traveloka juga sudah merambah layanan kuliner lewat TravelokaEats dan layanan hiburan melalui fitur Xperience.

Application Information Will Show Up Here

Jagoan Inovasi di Ajang Hackathon Toyota Fun/Code 2019 Sudah Terpilih

Semua rangkaian Hackathon Toyota Fun/Code 2019 telah selesai. Setelah berjuang selama 24 jam penuh, akhirnya para atlet dari 70 tim yang terpilih sukses menghadirkan inovasi luar biasa yang mampu memukau dewan juri. Di ajang ini para finalis mempresentasikan hasil karya mereka di depan para dewan juri serta hadirin yang datang. Acara puncak ini dilaksanakan di Candi Bentar, Jakarta pada tanggal 3 November, mulai pukul 09.00 pagi hingga pukul 15.00.

Tim Ga Chibi berhasil menjadi jawara alias juara pertama dengan aplikasinya yang bernama Rento!. Tim ini sukses membawa pulang uang tunai senilai 50 juta rupiah.

Posisi juara kedua diduduki oleh tim NL_Ione lewat aplikasi bernama Defino dan berhak mendapatkan uang tunai senilai 30 juta rupiah. Sedangkan juara ketiga berhasil diraih oleh Focus AR dengan aplikasi bernama Immersive Edu, yang berhak mendapatkan hadiah uang tunai senilai 20 juta rupiah.

Toyota Fun/Code 2019 merupakan kompetisi hackathon dengan tema otomotif pertama di Indonesia. Sebelum menggelar hackathon di Candi Bentar, Jakarta pada tanggal 2-3 November 2019 lalu, telah diselenggarakan pula Roadshow di tiga kota, yaitu Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.

Toyota Funcode 2

Ajang ini berhasil mengumpulkan sebanyak 467 ide inovasi, terdapat 84 ide dari kategori Eco Driving, 101 ide kategori Education, 149 ide kategori Ownership Experience, 89 ide kategori Value Chain & Trade In dan 44 ide kategori Disability. Penyelenggara telah memilih 70 tim terbaik dari kelima kategori untuk berlaga di babak Hack Day. 70 tim yang berhasil melaju ke babak Hack Day kemudian menjalankan kompetisi selama 24 jam. Kemudian 70 tim mempresentasikan apa yang telah mereka kerjakan di hadapan dewan juri untuk mencari 8 tim terbaik yang akan melaju ke proses mega judging dan memberikan presentasi di hadapan peserta lainnya.

Setelah melewati proses penjurian mega judging yang menegangkan, serta diskusi panjang oleh para dewan juri, akhirnya dari 8 tim terbaik, terpilihlah ketiga tim pemenang dengan konsep, ide, dan produk terbaik.

Terbaik Ketiga: Focus AR

Focus AR

Tim Focus AR sebagai juara ketiga menggagas aplikasi Immersive Edu yang merupakan sebuah aplikasi edukasi dan promosi yang dibantu dengan teknologi Augmented Reality yang mempresentasikan sebuah model mobil secara langsung pada environment user. Tim Focus AR hanya terdiri satu orang Dicky Rachmat Iskandar.

Terbaik Kedua: NL_Ione

NL_Ione

Tim NL_Ione, sang juara kedua mengembangkan aplikasi bertajuk DEFINO (Deaf Assistant of Toyota) merupakan sistem yang berperan sebagai asisten bagi pengemudi Toyota yang tuna rungu, yang bekerja sebagai pengemudi transportasi umum. Ide awal Antonius Yonanda Chrisma Nugraha dan M. Sulthan Farras Nanz sebagai anggota tim adalah untuk memudahkan dalam berkomunikasi, dan mengatasi keterbatasan mengawasi situasi berkendara.

Terbaik Pertama: Ga Chibi

Ga Chibi

Tim Ga Chibi yang menjadi juara pertama mengembangkan aplikasi rental mobil dengan implementasi IoT bernama Rento!. Melalui karya inovasi ini, Feby Eliana Tengry, Gabriel Bentara Raphael, dan Rizky Andyno Ramadhan berupaya membantu pemilik mobil Toyota untuk menyewakan mobilnya dengan menggunakan sistem kunci mobil virtual.

Ketiga pemenang ini diharapkan mampu berkolaborasi dengan Toyota untuk menghadirkan produk teknologi digital yang mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam berkendara maupun bagi yang ingin memiliki kendaraan sendiri.

Ke depannya, Toyota akan menjalin kerja sama dan berkoordinasi lebih lanjut dengan para pemenang untuk mengintegrasikan fitur-fitur yang mereka miliki dengan produk Toyota yang ada saat ini. Toyota juga tidak menutup kemungkinan untuk menjalin hubungan dengan para peserta lain yang belum menjadi pemenang, namun memiliki fitur dan keunggulan yang dibutuhkan oleh Toyota dalam meningkatkan kualitas layanan produknya.

Disclosure: Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan TOYOTA sebagai bagian rangkaian kegiatan TOYOTA Fun/Code 2019

Pengguna TransferWise Bisa Kirim Uang dari Luar Negeri ke Akun Dana, Gopay, dan Ovo

TransferWise, startup remitansi berbasis di Eropa disebut sudah mulai memproses pembayaran internasional ke beberapa e-wallet Indonesia, Filipina, dan Bangladesh. Dikutip dari Reuters, langkah tersebut dilakukan untuk melebarkan jangkauan penerimaan pembayaran dan menjadi keseriusan perusahaan dalam memasuki pasar Asia.

Di luar itu, pertimbangan paling besar mungkin karena maraknya penggunaan aplikasi e-wallet di kawasan tersebut, sekaligus masih banyaknya kalangan unbanked di negara berkembang yang disasar.

“Ini pengakuan bahwa mungkin di masa depan kita akan melihat dompet yang sama dengan rekening bank,” terang CEO  TransferWise Kristo Käärmann.

Untuk Indonesia pengguna TransferWise bisa melakukan pengiriman uang ke Gopay, Ovo, dan Dana. Ketiganya saat ini masuk dalam jajaran pemimpin pasar untuk aplikasi pembayaran digital di Indonesia berkat integrasi dan kolaborasi yang dilakukan dengan banyak layanan.

Sementara untuk Filipina pengguna TransferWise dapat melakukan pembayaran ke layanan GCash yang juga didukung oleh Ant Financial dan PayMaya. Dan untuk Bangladesh memungkinkan penggunanya mengirimkan ke BKash.

Prosesnya masih satu arah, aplikasi e-wallet tersebut hanya bisa menerima pengiriman uang dari luar. Sementara untuk pengiriman uang belum bisa dilakukan.

Detail biaya pengiriman dan dana maksimal juga belum diinformasikan. Namun jika melihat batasan yang ada di aturan Bank Indonesia mengenai e-money, maksimal nilai yang disimpan 10 juta Rupiah, dengan transaksi per bulan maksimal 20 juta Rupiah.

Di Indonesia, layanan remitansi sendiri diatur oleh Bank Indonesia. Setiap pemain yang akan menghadirkan layanan terkait wajib untuk mendapatkan lisensi dari otoritas. Sejauh ini sudah ada beberapa pemain yang menawarkan solusi pengiriman uang ke luar negeri, salah satunya Top Remit.

Glints Terapkan Teknologi AI untuk Automasi Pemilahan Kandidat Karyawan

Setelah resmi meluncur di Indonesia awal tahun 2016 lalu, platform perekrutan berbasis teknologi Glints terus memperkuat kemampuan layanannya. Hari ini (06/11) mereka mengumumkan integrasi kecerdasan buatan (AI) di produk-produk yang dimiliki.

Contoh penerapannya ada di produk TalentHunt, teknologi AI memungkinkan perusahaan dapat melakukan penyaringan kandidat secara otomatis berdasarkan kriteria-kriteria yang dipelajari sistem dari proses sebelumnya. Di basis data Glints, saat ini ada sekitar 29 ribu profil kandidat pekerja yang dapat dimanfaatkan perusahaan.

Teknologi AI juga diterapkan untuk aktif memberikan rekomendasi kandidat yang sesuai kebutuhan perusahaan setiap minggu. Mekanisme ini diklaim meningkatkan efisiensi tim personalia perusahaan, alih-alih melakukan screening profil dan CV kandidat secara manual.

“Sebanyak 60% waktu HR habis digunakan untuk menyortir CV kandidat yang sebenarnya tidak relevan. Waktu yang ada jadi tidak dapat digunakan secara maksimal. Di sini, teknologi AI dapat digunakan untuk mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan membantu perusahaan untuk mengambil keputusan dengan lebih cepat dan baik,” ujar Product Manager Glints Rahel Maharani.

Selain itu, notifikasi penerimaan/pemberitahuan dan penjadwalan wawancara juga diatur menggunakan sistem automasi. Dengan efisiensi yang diberikan, pihak Glints mengklaim dapat memangkas waktu perekrutan yang biasanya mencapai 40-50 hari menjadi 14 hari saja.

Glints bukan satu-satunya perusahaan luar yang mencoba keberuntungan di pasar konsultan talenta di Indonesia, beberapa pemain lainnya juga mulai matangkan bisnis di sini. Salah satunya Kalibrr, pendekatannya juga unik, mengedepankan pre-test sesuai bidang perekrutan untuk melakukan proses screening secara komprehensif.