Gamatechno Rilis Aplikasi Lacakin, “Sport Tracking” Berbasis Komunitas untuk Pengguna dan Penyelenggara Acara Olahraga

Beberapa waktu terakhir, antusias kegiatan “gowes” alias bersepeda meningkat di banyak wilayah, tak terkecuali di seputar Yogyakarta. Tren ini dimanfaatkan baik oleh pengembang layanan digital, salah satunya dengan meluncurkan aplikasi sport tracking. Tak mau kalah, perusahaan penyedia solusi teknologi Gamatechno turut meramaikan dengan meluncurkan Lacakin.

Berplatform Android, aplikasi Lacakin dihadirkan. Pada awalnya dibuat agar memungkinkan pengguna untuk menunjukkan rute dan keberadaannya kepada rekan-rekannya saat bersepeda secara berkelompok. Seiring minat yang meningkat, pembaruan versi 2.0 aplikasi dirilis tahun ini dengan banyak penambahan fitur.

Salah satunya fitur “Activity”, didesain agar pengguna aplikasi dapat membuat aktivitas sendiri secara berkelompok tanpa harus menunggu acara besar. Menurut pemaparan Sr. Business Development Gamatechno Muhammad Reza, ketika pengguna membuat aktivitas akan ada kode aktivitas yang bisa digunakan pengguna lain yang akan mengikuti acara bersama.

Tempat pertemuan, rute, dan posisi rekan-rekan ainnya dapat dilihat ketika aktivitas tersebut dimulai. Penambahan fitur Activity memiliki tujuan spesifik, yakni mengarahkan Lacakin untuk memberdayakan komunitas. Untuk itu, dalam promosinya tim juga banyak menggandeng komunitas pesepeda dan pelari di Yogyakarta.

Versi 2.0 dari aplikasi ini sudah diunduh lebih dari 3000 pengguna. Di versi sebelumnya Lacakin sempat digunakan lebih dari 13 ribu orang.

Sebenarnya, tidak spesifik pada kegiatan bersepeda dan lari saja, sistem Lacakin juga bisa digunakan untuk olahraga lainnya seperti touring komunitas mobil, komunitas motor, dan olahraga lain yang membutuhkan tracking rute.

Mainkan potensi ke ranah B2B

Kedua, aplikasi kini juga memiliki fitur “Back Office” yang dapat dimanfaatkan pengelola acara besar untuk mengakomodasi peserta. Reza menuturkan, inspirasi pembuatan fitur ini berangkat dari adanya selisih data antara peserta yang sudah mendaftar dan membayar. Selisih ini membuat panitia keteteran dan harus melakukan penghitungan manual kembali.

“Semua peserta harus menggunakan Lacakin, karena mulai dari registrasi event, pembayaran biaya race, konfirmasi pembayaran, pengambilan race pack, hingga pembelian merchandise bisa dilakukan di Lacakin,” tutur Reza.

Melalui dasbor yang dikembangkan, panitia dapat mengelola data peserta secara terintegrasi, sehingga panitia tak lagi bekerja dua kali untuk memantau ulang data pesertanya. Fitur ini juga mempermudah penyelenggara untuk men-tracking keberadaan pesertanya. Mereka bisa memantau pergerakan peserta dan melakukan tindakan preventif jikalau peserta sudah mulai keluar jalur race.

“Untuk kerja sama event, panitia harus konfirmasi ke developer untuk mendapatkan akses Back Office, mereka membutuhkan kapasitas dashboard yang besar untuk memantau peserta. Beda lagi dengan aktivitas biasa, mereka bisa memantau lewat smartphone saja,” kata Reza.

Lacakin sudah mendukung enam acara nasional seperti Audax, Jogja 150 Kilometers, hingga Gowes Moedik 2019 lalu.

Selain Lacakin, sebelumnya juga ada aplikasi Gerak yang menjadi versi lokal dari Strava untuk fasilitasi kegiatan olahraga lari. Termasuk menghubungkan pengguna dengan acara-acara besar yang dihelat di sekitarnya.

Application Information Will Show Up Here

Tujuh Startup Sektor Pariwisata Ikuti Program Akselerasi Digitaraya dan tiket.com

Digitaraya dan tiket.com menggelar demo day untuk startup yang beririsan dengan industri pariwisata. Tujuh startup dari berbagai negara di Asia tercatat mengikuti akselerasi tersebut.

Tujuh startup yang mengikuti demo day tersebut adalah Bobobox (Indonesia), Frame a Trip (Indonesia), Hungry Hub (Thailand), Local Alike (Thailand), Zipevent (Thailand), Luxstay (Vietnam), dan ScoutMyTrip (India). Jumlah ini merupakan hasil kurasi puluhan startup yang mendaftar.

Demo day ini merupakan bagian rangkaian dari program akselerasi yang diusung Digitaraya dan tiket.com. Sejumlah pihak turut hadir dalam ajang itu, mulai dari regulator hingga venture capital.

“Kami berkomitmen untuk terus menghubungkan startup Indonesia dengan pemain global. Bersama tiket.com, kami beraharap program akselerasi ini dapat ikut berkontribusi mendorong industri pariwisata Indonesia lebih dikenal dunia,” ujar Managing Director Digitaraya Nicole Yap.

Turut hadir dalam acara itu adalah Staf Ahli Kementerian Pariwisata Priyantono Rudito. Priyantono menyebut, program akselerasi tersebut diperlukan untuk merangsang pertumbuhan sektor pariwisata yang didorong penggunaan teknologi. Ia mengatakan hal itu selaras dengan rencana strategis Kemenpar yang menitikberatkan paradigma teknologi dalam menggenjot industri pariwisata lokal.

The Travel and Tourism Competitiveness Report 2017 menyebut digitalisasi dalam sektor penerbangan, pariwisata, dan perjalanan, dapat menciptakan nilai keekonomian mencapai $305 miliar dan menghasilkan manfaat senilai $700 miliar untuk konsumen dan masyarakat lebih luas.

Dalam laporan itu juga disebut bahwa daya saing pariwisata Indonesia menempati peringkat 42. Posisi ini di bawah negara tetangga di kawasan, seperti Singapura (13), Malaysia (26), dan Thailand (34).

Banyaknya destinasi wisata menarik, keragaman budaya, dan keterjangkauan biaya wisata, menjadi unggulan Indonesia. Namun laporan tersebut menggarisbawahi Indonesia masih lemah dalam pelestarian lingkungan, infrastruktur pendukung pariwisata, dan ketersediaan kamar hotel. Pemerintah sendiri menargetkan 20 juta pengunjung pada tahun ini.

Meski berasal dari beragam negara, startup yang terpilih dalam program akselerasi ini mengusung ide yang berpotensi menjawab kebutuhan industri pariwisata Indonesia.

“Mereka yang tidak bisa mengintegrasikan teknologi ke dalam industri pariwisata pasti akan tertinggal,” ucap Priyantono.

Penyedia Emas Digital di Indonesia Wajib Kantongi Izin Bappebti

Sejak Februari 2019, seluruh penyedia emas atau perusahaan yang memfasilitasi transaksi jual-beli emas melalui platform digital di Indonesia diwajibkan untuk memenuhi aturan yang diterbitkan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Peraturan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka mewajibkan penyedia emas digital untuk mengantongi lisensi dari Bappebti, yang mana turunannya juga wajib memperoleh lisensi dari Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI).

Ditemui di acara Tamasia Talks, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Sahudi mengatakan, pihaknya mendapatkan otoritas penuh untuk mengawasi, membina, dan mengembangkan industri emas digital di Tanah Air setelah rapat koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Ada aduan dari masyarakat ke OJK bahwa ada pedagang emas [digital] yang melakukan perdagangan emas tetapi belum memiliki izin dari pihak berwenang. Maka itu, aturan ini diterbitkan untuk memberikan kepastian hukum dan usaha kepada pedagang emas digital dan melindungi masyarakat,” ungkap Sahudi.

Lalu, apa alasannya penyedia emas digital tidak bisa mendaftar langsung ke Bappebti, melainkan harus melalui BBJ dan KBI dulu?

Pada dasarnya, jelas Direktur Utama BBJ Stephanus Paulus Lumintang, fungsi Bappebti adalah mengawasi komoditas di Indonesia, emas adalah salah satunya. Segala aktivitas perdagangan komoditas yang dilakukan oleh BBJ dan KBI wajib mendapat persetujuan Bappebti.

Dengan kata lain, baik BBJ dan KBI berperan penting terhadap perlindungan investor emas. Kedua pihak menjadi self regulatory organization untuk membuat kebijakan bagi para anggotanya. Paulus menyebut sudah ada empat perusahaan penyedia emas digital yang mendaftar.

“Kita harus menumbuhkan rasa percaya investor apakah aman berinvestasi emas digital dan di mana uangnya disimpan. Makanya, penyedia emas digital yang mendaftar wajib menjadi anggota BBJ dan KBI,” ujar pria yang karib disapa Paulus ini.

Sementara menurut Direktur Utama KBI Fajar Wibhiyadi, pihaknya juga berperan untuk memastikan pengelolaan jumlah uang dan emas. Apabila ada jatuh tempo terhadap sebuah transaksi, KBI dapat menjadi saksi. “Posisi kami berada di tengah-tengah antara investor dan pelaku,” ucapnya.

Kewajiban penyedia emas digital

Ada beberapa poin yang dirangkum dari aturan baru ini. Pertama, kriteria pelaku usaha yang wajib mengantongi lisensi adalah pedagang emas yang memiliki platform transaksi jual-beli digital, pembelian bersifat cicilan tanpa batasan jumlah, dan penyerahan emas dilakukan di kemudian hari.

Penyedia emas digital wajib menyetorkan modal minimal Rp20 miliar dengan saldo modal akhir minimal Rp16 miliar paling lambat 8 Februari 2022. Kemudian, mulai 9 Februari 2022, kepemilikan modal wajib mencapai Rp100 miliar dengan saldo modal akhir minimal Rp8 miliar.

Selain itu, sistem transaksi emas digital wajib terhubung secara langsung ke BBJ dan KBI agar mempermudah pengawasan oleh kedua belah pihak. Untuk itu pendaftar wajib menjadi anggota di BBJ dan KBI supaya bisa mengantongi izin dari Bappebti.

Sahudi menekankan pula bagi setiap penyedia emas digital untuk memiliki bentuk fisik emas sebelum melakukan transaksi jual-beli emas. Penyedia emas digital setidaknya wajib menyimpan sebanyak 25 kilogram emas di tempat penyimpanan yang disetujui Bappebti.

“Kalau persyaratan di atas belum dipenuhi, mereka belum bisa langsung berjualan meskipun sudah mengantongi lisensi. Intinya, kami akan menindak pedagang emas digital yang tidak berizin,” tambah Sahudi.

Penuhi aturan Bappebti

Co-founder & CEO Tamasia Muhammad Assad mengapresiasi langkah Bappebti untuk memberikan payung hukum terhadap penyedia emas berbasis platform digital. Ia mengaku pihaknya berkomitmen untuk memberikan kepastian hukum dan keamanan terhadap para pembelinya.

Menurut Assad, Tamasia masih menunggu proses sebagai anggota digital dari BBJ dan KBI. Pihaknya juga tengah menunggu penunjukan tempat penyimpanan emas oleh Bappebti.

Once kami dapat izin dari BBJ dan KBI, kami bisa kantongi izin dari Bappebti. Soal depository, kami harus tunggu sekitar dua sampai tiga bulan lagi,” katanya.

Tamasia merupakan salah satu penyedia emas digital berbasis aplikasi yang berdiri sejak 2017. Hingga saat ini, Tamasia telah memiliki 200 ribu pengguna dengan rata-rata pembelian berkisar Rp50 ribu-100 ribu per pengguna.

Assad menargetkan tahun ini mendapat tambahan 300 ribu pengguna baru dan sebanyak 100-150 kg emas terjual dengan fokus pada segmen pelanggan B2B.

Logisly Umumkan Pendanaan Awal dari SeedPlus, Genesia Ventures dan Convergence Ventures

Startup solusi transportasi logistik Logisly hari ini (15/8) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran investasi tersebut dipimpin oleh SeedPlus, Genesia Ventures dan Convergence Ventures. Tidak disebutkan besaran nominal dana yang diperoleh.

“Dengan pengalaman para pendiri di sektor logistik dan bangunan, kami senang dapat mendukung Logisly yang kami percaya punya posisi unik untuk menghadirkan solusi yang inovatif untuk memecahkan tantangan di industri ini,” ucap Tiang Lim Foo dari SeedPlus dalam pernyataan tertulisnya.

Logisly merupakan platform yang menghubungkan produsen barang (shipper) dengan truk logistik (transportir). Saat ini ada sekitar 5 ribu truk dari ratusan mitra transportir yang tersedia dengan berbagai varian, mulai dari van, trailer, tronton, hingga flatbed.

Logisly menyasar pasar logistik B2B di Indonesia. Mereka memperkirakan ada 8 juta unit truk di seluruh Indonesia dengan potensi nilai ekonomi mencapai US$100 miliar.

Diperkirakan juga industri logistik di Indonesia bernilai hingga Rp797,3 triliun pada tahun lalu dan diprediksi tumbuh 11,56 persen menjadi Rp889,4 triliun tahun ini. Logisly sendiri menargetkan dapat menggaet 1.000 mitra transportir dan 1.000 shipper.

“Sebagai platform B2B, kami menjamin konsistensi kualitas produk dan layanan kami, konsumen mengandalkan kami sebagai bagian penting rantai suplai mereka,” tutur CEO Logisly Roolin Njotosetiadi.

Application Information Will Show Up Here

Mengamati Sentimen Pengguna E-money Populer di Tengah Kencangnya Persaingan Bisnis

Persaingan aplikasi pembayaran (e-money) di Indonesia memasuki babak baru. Semakin banyak pemain yang penetrasi di pasar, semakin menarik untuk mengamati perang strategi yang dilakukan.

Nolimit, perusahaan bergerak di bidang analisis media online belum lama ini mengeluarkan laporan mengenai sentimen media sosial terkait beberapa aplikasi pembayaran. Laporan ini menyoroti bagaimana sentimen media sosial masing-masing perusahaan di bulan Juli 2019.

LinkAja cukup aktif di Instagram, Facebook, dan Twitter dengan masing-masing 120, 179, dan 189  postingan selama bulan Juli 2019. Sementara Dana cukup aktif di Youtube dengan 4 video yang dikeluarkan. Postingan ini yang dimaksud termasuk postingan promo, inspirasi, edukasi, atau interaksi lainnya.

Di Instagram, LinkAja yang memiliki 584.300 followers berhasil mendapatkan total 118.220 engagement, dengan rasio engagement per post 0,17. Rasio ini masih jauh ketinggalan jika dibanding dengan Doku dengan followers 11.035 mereka mendapatkan engagement total sebesar 49.929, dengan rasio 4,16%.

Untuk pertumbuhan pengikut di bulan Juli 2019, Dana menjadi juaranya dengan pertumbuhan 12,01% Instagram, 13,23% Facebook, dan 30,09% Youtube. Sedangkan pertumbuhan pengikut paling banyak di Twitter didapatkan Go-Pay dengan persentase 18,52%.

Sentimen negatif banyak muncul dari kendala teknis

Dari segi sentimen, LinkAja (26.354 talk dengan sentimen +85.03%) dan Doku (1.068 talk dengan sentimen +85.55%) menempati peringkat pertama dan kedua, disusul Dana (49.570 talk dengan sentimen +76.67%) dan GoPay (54.172 talk dengan sentimen +45.41%), baru kemudian Ovo (137.556 talk dengan sentimen -3.26%).

Sentimen positif paling banyak datang dari penawaran promo. Seperti cashback 30% yang ditawarkan Ovo, promo GoPay PayDay, dan potongan untuk pembelian tiket BTS Bring The Soul di Book My Show yang dikeluarkan Doku. Penambahan fitur juga memiliki peran untuk sentimen di media sosial. Kemudahan pembelian voucher game menggunakan LinkAja, fitur transfer di aplikasi Dana, integrasi pembayaran Google Play dengan GoPay.

Sebelumnya, dari laporan yang dikeluarkan iPrice Group dan App Annie; Gojek, termasuk GoPay di dalamnya, Ovo, Dana dan LinkAja ditempatkan sebagai aplikasi e-wallet dengan pengguna tertinggi. Jika menilik keaktifan dan sentimen dari laporan Nolimit, terlihat upaya LinkAja menggenjot pertumbuhan pengguna memanfaatkan interaksi yang ada di media sosial. Postingan terkait informasi promo, edukasi, dan interaksi lainnya cukup tinggi di berbagai platform.

Sedikit berbeda, Ovo menjadi yang paling banyak diperbincangkan dibandingkan yang lainnya. Hanya saja mereka mendapatkan sentimen negatif, karena Juli silam banyak terjadi keluhan pelanggan karena terpotongnya saldo secara otomatis dan kesulitan login. Keluhan juga diterima pemain lainnya seperti GoPay, Dana, LinkAja, dan Doku, kaitannya dengan kendala teknis seperti kesulitan top up dan transaksi yang gagal. Hanya saja prosentase positif dibanding negatif masih lebih tinggi.

ASEAN LegalTech Diperkenalkan di Indonesia, Asosiasi yang Menaungi Startup di Bidang Hukum

ASEAN LegalTech resmi memperkenalkan keberadaannya di Indonesia. Mereka adalah asosiasi pertama di Asia Tenggara yang menghubungkan ekosistem legaltech atau startup digital yang bergerak di bidang hukum di seluruh kawasan.

Melvin Sumapung, CEO Justika, merupakan salah satu duta ASEAN LegalTech untuk Indonesia. Melvin menjelaskan bahwa asosiasi yang ia perkenalkan ke publik hari ini bertujuan menjadi suara komunitas, membangun ekosistem, dan menghubungkan para pemangku kepentingan dalam di Asia Tenggara.

“Advokasi ini lebih ke promosi ke berbagai macam stakeholder. Karena legaltech ini tidak bisa hanya dari startup atau law firm saja, harus ada penggabungan dari berbagai pihak. Makanya kalau dilihat dari founding board-nya itu ada law firm, legaltech startup, dan lain-lain,” ujar Melvin kepada Dailysocial.

ASEAN LegalTech digagas oleh 6 orang dari berbagai negara. Mereka adalah Eric Chin dari Alpha Creates, Hanim Hamzah dari ZICO Law, Cherilyn Tan dari Interstellar Group, Thomas Thoppil dari Hewlett Packard Enterprise, Michael Law dari Rajah & Tann Technologies, dan Andrew Stoutley dari Tilleke & Gibbins.

Asosiasi juga memiliki duta di hampir semua negara di Asia Tenggara. Selain Melvin, ada CTO Hukumonline Arkka Dhiratara yang juga ditunjuk sebagai duta ASEAN LegalTech di Indonesia.

Potensi LegalTech di Asia Tenggara

Potensi pasar legaltech di Asia Tenggara saat ini dinilai punya ruang yang begitu luas untuk berkembang. Riset dari ASEAN LegalTech menemukan ada 88 startup legaltech di seluruh Asia Tenggara. Singapura dan Indonesia merupakan paling dominan di kawasan dengan masing-masing 25 dan 21 startup.

Angka itu terbilang jauh lebih besar ketimbang indeks dari Codex Techindex yang memetakan pasar legaltech di seluruh dunia. Dalam indeks tersebut, Asia Tenggara tercatat hanya memiliki 16 startup.

Adapun pasar yang dapat digarap di seluruh kawasan terdiri dari 645 juta orang, 3.825 perusahaan yang terdaftar di bursa efek, 650 juta UKM. Sementara jumlah pengacara di Asia Tenggara saat ini sekitar 248 ribu.

“ASEAN LegalTech mencoba menghubungkan Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan lainnya, dan ini bukan hanya 16 tapi ada 88 pemain yang tidak pernah terdengar di dunia sedangkan di seluruh dunia sudah ada (asosiasi),” imbuh Melvin.

Melvin mengatakan pihaknya menargetkan 21 legaltech di Indonesia turut bergabung ke dalam asosiasi tersebut. Ia pun mempersilakan institusi lain seperti firma hukum hingga regulator untuk turut bergabung ke dalam jejaring tersebut.

Pemerintah Dorong Softbank Berinvestasi ke Aruna dan Ruangguru

Setelah sebelumnya dikabarkan segera suntik dana segar untuk Grab Indonesia dan Tokopedia, Softbank akan turut berikan pendanaan untuk startup edutech Ruangguru dan startup agtech Aruna.

Kabar ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara bertajuk “Indonesianisme Summit 2019”, seperti dikutip Tirto. Inisiatif tersebut didorong oleh pemerintah Indonesia kepada CEO Softbank Masayoshi Son saat berkunjung ke Istana Merdeka beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, Ruangguru adalah startup pendidikan yang cukup populer di Indonesia. Saat ini mereka memiliki ragam layanan, mulai dari bimbingan, materi belajar, hingga ujian online.

Ruangguru sudah miliki lebih dari 15 juta pengguna. Di acara ulang tahunnya yang ke-5, mereka menyampaikan rencananya untuk debut ekspansi internasional. Sebelumnya mereka juga menyampaikan akan segera mengumumkan perolehan putaran pendanaan baru tahun ini. Terakhir mereka mendapatkan pendanaan seri B yang dipimpin oleh UOB Venture.

Sementara Aruna adalah startup yang mencoba menghadirkan digitalisasi di sektor maritim. Layanannya terpadu, berupa manajemen digital, logistik hingga microfinancing. Tahun 2017 lalu mereka mengumumkan perolehan pendanaan awal dari UMG Indonesia, termasuk menjalin kerja sama strategis untuk perluasan pangsa pasar.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MDI Ventures Terlibat dalam Pendanaan Startup Fintech Tiongkok QFPay

Startup fintech asal Tiongkok QFPay mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $20 juta (lebih dari 286 miliar Rupiah) yang dipimpin Sequoia Capital China dan Matrix Partners. MDI Ventures menjadi nama investor baru yang masuk dalam putaran ini, berikutnya ada Rakuten Capital, dan VentureSouq.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & International CEO QFPay Patrick Ngan menjelaskan pendanaan segar ini akan dipakai untuk perkuat bisnis ekspansi perusahaan ke pasar global dan mengembangkan produk digital berbasis solusi lainnya. Masuknya jajaran investor baru tentunya dapat memuluskan rencana bisnis perusahaan ke depannya.

“Kami telah menyaksikan pertumbuhan yang luar biasa dalam adopsi pembayaran digital di seluruh Asia, tentang kebutuhan strategi dan jaringan lokal di masing-masing pasar. Dukungan dari mitra strategis ini sangat penting dalam menavigasi bisnis yang kompleks,” terang Patrick.

Co-Founder & CEO QFPay Tim Lee menambahkan perusahaan bersemangat dalam memanfaatkan apa yang telah dipelajari selama tujuh tahun terakhir memimpin gerakan cashless di seluruh Asia. Seiring meningkatkan transaksi digital, khususnya metode pembayaran kode QR semakin memanas di kawasan ini.

QFPay adalah perusahaan pembayaran mobile dan teknologi big data sejak 2012. Di negeri asalnya, perusahaan adalah mitra terbesar dari WeChat Pay dan Alipay, menerima pemrosesan transaksi merchant di seluruh dunia. Diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 1,2 juta merchant dan memproses lebih dari 1 miliar transaksi.

Sepak terjang QFPay di Indonesia memang belum kencang. Pemberitaan terakhir di 2017 menyebutkan perusahaan bermitra dengan pemain settlement asal Hong Kong EMQ untuk pembayaran merchant secara real time. EMQ sendiri sudah memperoleh lisensi Fund Transfer Operator dari Bank Indonesia pada Maret 2017.

QFPay beroperasi di 13 negara di Asia dan Timur Tengah, seperti di Kamboja, Tiongkok, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Uni Emirat Arab.

Masuknya MDI Ventures, tentunya bisa memuluskan rencana QFPay di Indonesia untuk bersaing dengan pemain lokal. Teknologi yang dibawa QFPay digabungkan dengan jaringan MDI Ventures sebagai bagian dari Telkom Indonesia tentunya bisa membawa nilai keuntungan yang buat perusahaan.

Secara portofolio, startup dari luar negeri yang didanai oleh MDI Ventures cukup banyak. Ada CXA Group, Instarem, Roambee, Whispir, Postr, Orbital, Wavecell, dan lainnya.

Kejora InterVest Pimpin Investasi ke DIVA

InterVest Star SEA Growth Fund I, dana kelolaan Kejora Ventures dan InterVest, memimpin investasi dalam pembelian beberapa porsi saham DIVA (PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk). Tidak disebutkan secara pasti nominal transaksi yang digelontorkan.

Investasi ini turut didukung beberapa investor lain meliputi Korea Development Bank, Korea Venture Investment Corporation, NH Investment & Securities, Industrial Bank of Korea, dan Barito Pacific Group.

Kemungkinan persentase pengambilalihan saham cukup signifikan, pasalnya pemberi dana akan ditunjuk menjadi dewan DIVA pada rapat umum luar biasa yang akan digelar.

“Dengan mitra sekaligus pendukung yang kuat, DIVA dapat menciptakan penawaran komprehensif kepada mitra kami, terutama UKM di Indonesia. Mulai dari berbagai produk digital, payment enabler, dan layanan perbankan kami saat ini, kami berharap dapat berkembang ke ranah keuangan, logistik, kecerdasan buatan, IoT, fulfilment, dan supply chain,” sambut Direktur DIVA Dian Kurniadi.

“Kami sangat gembira dengan adanya kesempatan ini. Kami percaya melalui kolaborasi ini, kami dapat mendorong pertumbuhan DIVA secara signifikan melalui sinergi dengan ekosistem dan jaringan kami di seluruh dunia,” ujar Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang.

Kabar sebelumnya, DIVA telah resmi mengakuisisi 30% saham milik pengembang layanan point of sales Pawoon. Kedua perusahaan rencanakan integrasi platform untuk hadirkan layanan menyeluruh bagi kalangan UKM.

Sociolla Buka Gerai Offline Berkonsep “Omni-Channel”

Platform produk kecantikan Sociolla mengumumkan gerai offline flagship pertama berteknologi omni channel di Lippo Mall Puri, Jakarta. Di dalam toko seluas 425 meter persegi ini, dibekali berbagai tampilan interaktif yang terhubung langsung ke situs Sociolla dan platform Soco.

Co-Founder & CMO Social Bella (nama PT dari brand Sociolla) Chrisanti Indiana menjelaskan, inovasi ini memungkinkan konsumen untuk mendapatkan produk yang tepat sambil menikmati pengalaman belanja baru. Pasalnya, mereka akan mendapat gambaran produk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kulit dari layar smartphone-nya

“Sebelum masuk ke toko, mereka perlu sign in akun Soco-nya dengan scan barcode di layar Sociolla Store. Di situ akan terhubung dengan rekomendasi produk yang sesuai dengan kebutuhan. Jadi mereka tidak bingung ketika masuk ke toko harus apa,” terang Chrisanti, Selasa (13/8).

Soco adalah platform online ulasan konsumen untuk produk kecantikan dan perawatan pribadi yang sudah dirilis sejak tahun lalu. Diklaim telah diisi oleh lebih dari 1,2 juta ulasan produk. Sayang, Chrisanti enggan menyebut total pengguna Soco saat ini.

Sociolla juga menyiapkan berbagai aktivitas offline yang bisa dilakukan konsumen. Seperti beauty bar (selayaknya di salon kecantikan) dan skin shelf (rak kosmetik yang disertai wastafel).

Setiap susunan rak produk di dalam gerai telah disesuaikan berdasarkan tren yang berkembang di Sociolla. Makanya, secara berkala akan susunan produk akan berubah.

Selain gerai flagship ini, sebenarnya Sociolla juga punya gerai offline lain namun berukuran lebih kecil berlokasi di Kota Kasablanka, Jakarta. Pihaknya tidak menutup kemungkinan ekspansi gerai ke lokasi lainnya, namun masih mempertimbangkan lokasinya dan persebaran konsumen.

Masuknya Sociolla ke lini offline ini, merupakan jawaban perusahaan untuk menggarap potensi belanja kosmetik di Indonesia. Menurut Statista, prediksi tingkat belanja produk kecantikan dan perawatan di Indonesia baru mencapai $24 per kapita di 2018.

Angka ini masih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura ($178), Malaysia ($75), Filipina ($50). Negara lebih maju seperti Inggris ($229) sudah jauh lebih tinggi, Amerika Serikat ($247), Jepang ($287).

Adapun potensi dari industri kecantikan di Indonesia pada 2025 mendatang naik 15% menjadi $8 miliar dengan kontribusi dari platform e-commerce diprediksi mencapai $1,2 miliar. Kenaikan ini cukup drastis bila dibandingkan pada 2018 sebesar $5,2 miliar dan 2011 sebesar $2,3 miliar.

Perkenalan lini bisnis lain

Nama brand Sociolla memang sudah cukup tenar di kalangan konsumen sejak situs ini dirilis pada 2015. Padahal, sebenarnya Social Bella punya dua unit bisnis lainnya yang semuanya membangun ekosistem produk kecantikan secara keseluruhan.

Mereka adalah Beauty Journal yang berawal dari media online kecantikan dan gaya hidup yang sekarang menjadi agen pemasaran O2O dari hulu ke hilir. Telah bermitra dengan perusahaan kecantikan terkemuka di Indonesia.

Dan, Brand Development merupakan unit bisnis perusahaan yang menawarkan layanan distribusi end-to-end untuk merek kecantikan dan perawatan diri yang dipercaya berbagai manufaktur internasional terkemuka.

Ketiga lini bisnis ini membangun ekosistem kecantikan yang saling terintegrasi dan disusun berdasarkan cycle konsumen saat mengunjungi Sociolla. Perusahaan juga berupaya membangun ekosistem yang lebih sehat dengan memberikan produk asli dan aman sesuai BPOM.

“Kita selalu mulai dari apa yang dibutuhkan konsumen. Makanya di awal kami mulai dengan e-commerce, lalu masuk ke Beauty Journal. Berikutnya kami lihat konsumen itu senang berbagai ulasan dari produk yang dibeli, makanya kami buat Soco. Terakhir kami buat unit bisnis baru Brand Development untuk bantu brand luar yang mau masuk ke sini, kami jadi distributor eksklusifnya,” terang Co-Founder & President of Social Bella Christopher Madiam.

Terkait unit Brand Development, saat ini perusahaan jalin kerja sama eksklusif dengan 12 brand luar negeri. Adapun secara total ada 200 brand tersedia di Sociolla.

Perusahaan memiliki dua gudang yang menampung seluruh produk dan memasarkannya ke berbagai platform online dan offline tergantung strategi brand tersebut. Sebelum brand masuk ke Indonesia, perusahaan mengatur seluruh persyaratan dan memastikan keamanannya lewat BPOM demi memastikan jaminannya buat konsumen.

Sayangnya, Co-Founder & CEO Social Bella John Rasjid enggan membeberkan pencapaian perusahaan. Dia hanya menyebut pada kuartal pertama 2019 tumbuh lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan kuartal yang sama sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here