Marketplace Jasa Hukum Justika Rilis Aplikasi Khusus Pengacara

Marketplace jasa hukum Justika merilis aplikasi Justika Lawyer Connect untuk mengakomodasi advokat yang telah bermitra dengan Justika dan terhubung langsung dengan para klien. Aplikasi ini masih terbatas tersedia untuk kalangan advokat terpilih saja.

Kehadiran aplikasi ini adalah bagian dari rangkaian produk yang bakal digencarkan Justika pasca menerima pendanaan Pra Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan dari salah satu firma hukum besar di Indonesia, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) pada akhir Januari 2019.

“Kami mau menyelesaikan pengembangan produk. Sejak live di Juni 2018, kita baru ada layanan konsultasi via telepon. Ada good problem dari user kita ternyata mereka eager untuk minta layanan lebih lanjut seperti pembuatan dokumen, konsultasi tatap muka, sampai pendampingan, Itu produk yang sedang kami selesaikan,” ucap CEO Justika Melvin Sumapung kepada DailySocial.

Melvin menjelaskan aplikasi khusus advokat ini akan menjembatani seluruh pemesanan dari klien yang ingin terhubung dengan advokat tertentu. Kehadiran aplikasi ini dimaksudkan untuk memudahkan advokat dengan mobilitas yang tinggi, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu waktu operasionalnya.

Aplikasi Justika Lawyer Connect / Justika
Aplikasi Justika Lawyer Connect / Justika

Nanti aplikasi akan memberi notifikasi kepada advokat terkait permintaan tersebut dan secara otomatis sistem akan mengatur conference room. Ketika advokat sudah masuk ke dalam conference room tersebut, sistem akan mendeteksi dan menghubungi klien untuk memulai sesi konsultasi via telepon.
Ada waktu pengingat dan alat perekam yang secara otomatis menyala ketika percakapan dimulai.

“Timer itu untuk memastikan semuanya tepat 30 menit, biayanya Rp299 ribu. Recorder itu maksudnya untuk kebutuhan revisit kalau ada apa-apa, yang sebelumnya sudah berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak.”

Perkembangan Justika

Dia menuturkan saat ini Justika telah memiliki 900 advokat terdaftar di dalam platformnya. Namun advokat yang benar-benar sudah melayani kebutuhan klien hanya 11 orang. Melvin berujar, keputusan ini diambil karena pihaknya ingin memfilter antara kebutuhan klien dengan spesifikasi keahlian para advokat.

Anak usaha dari media online Hukum Online ini banyak menangani permasalahan mengenai soal keluarga, individu, dan bisnis skala UKM. Oleh karena itu, advokat yang bergabung ke Justika diharapkan memiliki keahlian di bidang tersebut. Rencananya tahun ini advokat yang bisa melayani klien akan ditingkatkan jadi 20-30 orang.

“Kita ingin make sure apa yang kita berikan ke user tidak hanya advokat yang terkurasi saja, tapi keahlian advokat itu bisa mengikuti kebutuhan user. Jadi user butuh untuk menganani kasus apa, lawyer-nya harus yang sesuai.”

Advokat dapat bermitra dengan Justika setelah melalui proses verifikasi dari internal Justika. Perusahaan akan menanyakan lebih lanjut bagaimana bidang keahliannya, pengalaman, apakah punya lisensi advokat, jaringannya seperti apa, dan sepak terjangnya selama berkarier.

Terkait rencana Justika dengan AHP berikutnya, Melvin mengatakan pihaknya menjadikan investor tunggalnya tersebut sebagai mitra strategis untuk product knowledge. AHP dianggap sebagai mitra yang piawai tidak hanya dalam bidang hukum saja, tapi juga membangun firma dari nol sampai besar seperti sekarang.

Melvin menyebutkan, meski belum ada pembicaraan apakah advokat dari AHP bakal tergabung sebagai mitra Justika, mereka berharap AHP bisa memberikan bantuannya.

“Kita perlu banyak belajar ke mereka [AHP] karena pengalamannya sudah banyak, termasuk membangun bisnis firma hukum,” pungkasnya.

Sejak berdiri di Juni 2018, Justika telah melayani klien yang berada di berbagai lokasi, seperti Gresik, Sumatera, Lombok, hingga Papua. Kebanyakan mereka berada di level ekonomi menengah. Diklaim hingga kini terjadi peningkatan pengguna hingga 10 kali lipat.

“Kami menyasar konsumen yang ada di level ekonomi menengah karena yang level atas itu sudah jadi kliennya law firm besar, sementara yang level bawah itu dibantu oleh LBH,” kata CPO Justika Hafidz Kalamullah.

BBM Tutup Kantor di Singapura dan Kanada

Creative Media Works (CMW), perusahaan pengelola BBM, mengonfirmasi penutupan kantor di Singapura dan Kanada sebagai usaha meningkatkan efisiensi. Meskipun demikian, perusahaan mengklaim operasional BBM tetap akan berjalan seperti biasa.

Kepada DailySocial, COO BBM Hermawan Sutanto menyebutkan, langkah restrukturisasi ini akan mempengaruhi seluruh karyawannya di Singapura dan Kanada dalam bentuk layoff. Ada sekitar 120 karyawan yang terdampak atas proses ini.

Tidak ada rencana pengurangan pegawai di kantor Jakarta. Meskipun demikian, menurut sumber DailySocial, disebutkan bakal ada karyawan yang dialihdayakan untuk membantu pengembangan platform lain di dalam Emtek Group.

BBM sendiri dikabarkan tidak mencapai pertumbuhan yang diharapkan sepanjang tahun 2018. Restrukturisasi tersebut diharapkan bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional, sambil mencari model bisnis yang tepat untuk platform messaging yang dikelola Emtek Group sejak tahun 2016 ini.

Kemitraan Emtek Group dan BlackBerry untuk BBM bernilai $207, 5 juta (lebih dari 2,7 triliun Rupiah dengan kurs saat itu) dalam jangka waktu enam tahun — hingga tahun 2022.

BBM saat ini diposisikan sebagai sebuah super app dengan integrasi terhadap platform pembayaran (Dana), platform belanja (Bukalapak), dan platform hiburan (Vidio, game, komik).

Menurut data App Annie, BBM tidak termasuk dalam lima aplikasi terbaik, berdasarkan rata-rata pengguna aktif bulanan, di kategori Sosial dan Komunikasi sepanjang tahun 2018.

Kami tidak mendapatkan data terbaru tentang pengguna aktif BBM, baik secara global maupun di Indonesia. Di tahun 2016, ketika pengelolaan BBM diambil alih CMW, disebutkan ada sekitar 60 juta pengguna aktif BBM di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Kiat Fore Coffee Optimalkan Bisnis Melalui Teknologi

Fore Coffee merupakan startup kopi binaan East Ventures. Belum lama ini mereka mendapatkan pendanaan lanjutan senilai 118 Miliar Rupiah dari sejumlah investor, termasuk East Ventures, SMDV dan lain-lain. Hal menarik dari startup ini ialah konsep bisnis yang dihadirkan, yakni dengan memanfaatkan kapabilitas teknologi secara menyeluruh dalam operasionalnya.

Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & Deputi CEO Fore Coffee Elisa Suteja menceritakan tentang kiatnya mengelola bisnis. Usaha ritelnya mencoba menerapkan transformasi digital secara end-to-end, mulai dari pemrosesan pesanan, pengantaran, hingga pengalaman pelanggan.

“Merbaknya aplikasi on-demand mengubah pola konsumsi pelanggan dalam cara memesan makanan dan minuman sehari-harinya,” ujar Elisa.

Fore Coffee memulai bisnisnya pada Agustus 2018, sebulan kemudian mereka meluncurkan aplikasi mobile untuk menangani pesanan di tokonya. Melalui aplikasi tersebut, konsumen bisa membeli kopi atau biji kopi.

“Orang-orang kantoran (target pasar utamanya) inginnya serba cepat, tulah mengapa kami memutuskan untuk meluncurkan aplikasi mobile untuk menangani order yang masuk ke toko,” lanjut Elisa.

Dalam jangka waktu lima bulan, Fore Cofee telah membuka 16 gerai di Jakarta dan menjual lebih dari 100 ribu cangkir kopi per bulannya. Investasi yang baru didapatkan juga akan difokuskan untuk pengembangan mempercepat inovasi dalam memberikan pengalaman online-to-offline.

Teknologi sebagai kunci bisnis

Elisa mengatakan bahwa teknologi menjadi salah satu kunci utama dalam menjalankan bisnis saat ini, “Tidak hanya untuk delivery saja kami memanfaatkan aplikasi yang ada, tapi mulai dari pemesanan di tempat untuk memudahkan pegawai, sampai dengan urusan administrasi dan kegiatan operasional seperti stok barang dan laporan penjualan.”

Selain menggunakan aplikasi yang dikembangkan sendiri, Elisa mengaku bahwa untuk urusan operasional, ia mempercayakan bisnisnya pada penyedia jasa sistem kasir digital Moka — keduanya sama-sama startup portofolio East Ventures. Ia memanfaatkan fitur laporan penjualan ​real-time​ untuk memantu pendapatan penjualan secara lebih akurat dalam kurun waktu tertentu. Selain fitur laporan, Elisa juga memanfaatkan fitur ​ingredient inventory yang sangat membantu dari segi pergudangan.

Dengan jumlah cabang Fore Coffee yang cukup banyak, ia tentu harus melakukan pengecekan secara berkala untuk setiap tokonya. Di fitur​ inventory management, ia bisa menghitung harga dasar setiap produk dengan lebih komprehensif sehingga dapat menentukan harga jual. Dengan kata lain, fitur ini membantunya mengelola stok dan keuangan bisnisnya secara seimbang.

Selain bercerita tentang bisnisnya, Elisa juga memberikan tips untuk pemula yang ingin membangun bisnis di luar sana, “Mulai dulu dengan ide yang sudah dibangun, akan banyak hal yang kita gak tau kalau kita gak coba.”

Disclosure: Artikel ini hasil kerja sama Moka POS dan DailySocial

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Raiz Invest Mudahkan Investasi Reksa Dana dari Sisa Uang Belanja

Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai Juli 2018 jumlah investor reksa dana di Indonesia baru mencapai 820 ribu orang. Minimnya angka ini sekaligus menjadi peluang untuk digarap pemain fintech, salah satunya adalah Raiz Invest.

Raiz Invest, sebelumnya bernama Acorns, adalah perusahaan fintech dari Australia, sudah hadir sejak Februari 2016. Kemudian berganti nama jadi Raiz Invest pada April 2018. Ekspansi ke Indonesia adalah bagian dari rencana perusahaan pasca IPO di bursa Australia tahun lalu.

CEO Raiz Invest George Lucas mengatakan kehadiran perusahaan dalam rangka ekspansi ke luar Australia. Indonesia dipilih menjadi negara pertama yang disasar karena banyak faktor pendukungnya, selain kondisi geografisnya yang berdekatan.

Indonesia adalah pasar yang bagus untuk mengembangkan ekonomi. Raiz ingin membantu masyarakat Indonesia yang ingin belajar tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan lewat smartphone.

“Di Australia, Raiz telah menjadi game changer khususnya bagi kaum milennial dalam menciptakan kebiasaan berinvestasi. Aplikasi Raiz cocok untuk siapapun yang belum memahami investasi atau tidak tahu bagaimana caranya untuk berinvestasi,” katanya, Rabu (6/3).

Tim lokal Raiz disebutkan ada lima orang. Sepenuhnya sistem Raiz di sini akan mengikuti negara asalnya yang menganut open system dan terhubung antar satu pihak dengan API.

Model bisnis Raiz Invest

CMO Raiz Invest Indonesia Fahmi Arya menjelaskan, seluruh transaksi di Raiz nantinya akan berbasis aplikasi. Raiz bekerja dengan mengumpulkan uang pengguna yang diambil dari selisih pembelanjaan. Dana tersebut diambil dari kartu debit atau dompet elektronik yang mereka sambungkan ke aplikasi Raiz.

Nantinya setiap pengguna belanja dengan metode pembayaran tersebut, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas untuk setiap transaksi kelipatan Rp5 ribu ke atas. Ketika pembulatan mencapai Rp10 ribu, maka dana tersebut akan diinvestasikan secara otomatis ke produk reksa dana.

Ambil contoh, apabila pengguna belanja sebesar Rp23 ribu, akan dibulatkan menjadi Rp25 ribu sehingga dana yang diambil untuk membeli produk reksa dana adalah Rp2 ribu. Fitur ini disebut cicilan investasi (recurring investment).

Fahmi memastikan dana tidak akan langsung dibelikan satu unit reksa dana apabila belum sampai Rp10 ribu, melainkan baru sekadar dicatatkan saja. Fitur lainnya adalah pembelian secara seketika (lump sum).

Tersedia tiga jenis produk reksa dana yang sudah disesuaikan dengan profil risiko, yakni agresif (reksa dana saham), moderat (reksa dana pendapatan tetap), dan konservatif (reksa dana pasar uang).

Raiz sedang mempersiapkan diri dengan satu bank yang memiliki mobile banking dan dua pemain e-wallet. Apabila tidak ada aral melintang, aplikasinya direncanakan meluncur paling lambat kuartal III/2019.

“Kami ingin pas meluncur nanti aplikasinya sudah benar-benar siap agar pengguna tidak kecewa karena semua transaksi dalam aplikasi ini pakai API, jadinya serba otomatis tidak ada yang manual,” kata Fahmi.

Selain menjadi aplikasi investasi, ke depannya pengguna dapat menjadikan Raiz sebagai media untuk memantau tingkat belanjanya sehingga dapat dievaluasi lebih jauh. Antar pengguna bisa saling berdiskusi mengenai pilihan investasi, atau kebiasaannya itu sudah lebih baik atau belum.

Rencana jangka panjang

Fahmi melanjutkan fokus Raiz Invest adalah menjangkau orang-orang yang belum pernah belum pernah berinvestasi ke reksa dana. Setelah aplikasi dirilis, ditargetkan nilai transaksi (AUM) dapat tembus Rp400 juta setiap harinya sampai akhir tahun ini.

Perkiraan ini diambil dari target pengguna Raiz sebanyak 40 ribu orang. Sedangkan dana yang terkumpul per harinya dari satu pengguna diperkirakan sebesar Rp10 ribu. Secara jangka panjang, Raiz menargetkan dapat menjangkau 400 ribu pengguna pada 2020.

“Bisnis model kami bukan di-drive oleh penerimaan AUM karena minimal investasi di Raiz itu Rp10 ribu saja. Jadi kami bidik target pengguna sebanyak-banyaknya.”

Sembari menunggu aplikasi dirilis, Raiz menyediakan pendaftaran e-mail untuk siapapun yang ingin mendapat info terbaru dari perusahaan. Raiz telah mengantongi izin usaha sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari OJK per 10 Desember 2018.

Di Australia saja, Raiz melayani 30 juta transaksi dengan nilai per transaksi AUD $1. Hingga Januari 2019, aplikasinya sudah diunduh lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175 ribu pengguna aktif, 75% diantaranya adalah milenial.

 

Gowes Jalin Kemitraan Strategis dengan Produsen E-scooter Asal Tiongkok

Platform bike and e-scooter sharing Gowes mengumumkan telah menjalin kerja sama strategis dengan dua perusahaan produsen elektronik scooter asal Tiongkok, Freego High-Tech Co Ltd (Freego) dan Shenzhen TeteZhiZao Co. Ltd (TTec). Dengan kerja sama ini Gowes akan menyediakan platform aplikasi Gowes e-scooter sharing perusahaan tersebut.

Kerja sama strategis ini juga akan menjadi jalan bagi Gowes untuk memasuki pasar global, mengingat Freego merupakan salah satu perusahaan high-tech yang aktif dalam pengembangan smart vechicles di Tiongkok. Sementara itu TTec merupakan produsen pembuat e-scooter yang aktif memasarkan produk scooter dengan berabgai pengembangan dan inovasi terkini.

“Kami sangat gembira atas terlaksananya kerja sama strategis dengan Freego dan TTec ini. Kolaborasi ini menjadi sebuah milestone besar bagi kami untuk menembus pasar global dan memperluas jaringan layanan kami. Langkah ini juga akan menjadi titik awal bagi kami untuk mendirikan pondasi yang kuat di tingkat global, di mana layanan IoT kami dapat menjadi platform infrastruktur untuk berbagi ribuan bisnis e-scooter sharing maupun bike sharing,” terang Direktur Utama PT Surya Teknologi Perksa (Gowes) Iwan Surya Putra.

Iwan melanjutkan, “Mimpi kami ke depannya para pengguna scooter sharing internasional cukup memiliki satu aplikasi Gowes dan dapat menggunakannya di berbagai kota di seluruh penjuru dunia.”

Lebih jauh dijelaskan bahwa kolaborasi yang dijalankan dalam kerja sama kali ini adalah co-branding platform yang memungkinkan aplikasi Gowes digunakan operator lokal untuk scooter sharing yang menggunakan unit dari Freego dan TTec. Nantinya para operator scooter dapat memilih opsi co-branding dengan menggunakan merek Gowes atau merek mereka sendiri dibubuhi “Powered by Gowes”.

Di Indonesia sendiri beberapa waktu lalu sempat muncul isu mengenai pelarangan penggunaan e-bike di jalan raya. Mengantisipasi hal tersebut pihak Gowes menjelaskan bahwa mereka akan akan patuh terhadap aturan yang berlaku. Termasuk mempromosikan untuk menggunakan helm untuk keamanan pengguna.

Sedangkan untuk bike dan e-bike mereka mengaku akan mencoba bekerja sama dengan pemerintah jika nantinya Gowes akan beroperasi di jalan raya, seperti yang sudah mereka lakukan di Kota Semarang dan Bali. Termasuk melakukan trial testing sebelum beroperasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait dan akan melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk setiap armada dan kawasan operasional Gowes.

Application Information Will Show Up Here

Grab Umumkan Investasi Lebih dari 20 Triliun Rupiah dari SoftBank Vision Fund

Grab mengumumkan perolehan pendanaan senilai US$1,46 miliar (setara dengan 20,65 triliun Rupiah) dari SoftBank Vision Fund. Diklaim ini adalah pendanaan terbesar SoftBank di Asia Tenggara.

Pendanaan ini termasuk dalam putaran seri H yang masih berlangsung dan terbuka untuk investor yang berminat. Secara total, Grab telah menerima pendanaan lebih dari US$4,5 miliar (senilai 63,65 triliun Rupiah).

Investor lainnya yang termasuk dalam putaran H adalah Toyota Motor Corporation, Oppenheimer Funds, Hyundai Motor Group, Booking Holdings, Microsoft Corporation, Ping An Capital, dan Yamaha Motor. Perlu diketahui, Grab menyabet status Decacorn pada putaran pendanaan seri G.

“SoftBank dan The Vision Fund adalah investor strategis jangka panjang bagi Grab dan kami berterima kasih atas dukungan berkelanjutan mereka bagi pertumbuhan Grab,” ucap Co-Founder dan CEO Grab Anthony Tan, Rabu (6/3).

Dia menjelaskan investasi ini akan membantu Grab untuk mengembangkan visi perusahaan sebagai super app di Asia Tenggara. Menghadirkan lebih banyak layanan harian, aksesibilitas yang lebih besar dan kenyamanan untuk para penggunanya.

Di samping itu perluasan layanan di bidang keuangan, pengiriman makanan dan barang, konten dan pembayaran digital, serta layanan baru yang telah diumumkan pada tahun lalu.

Beberapa layanan yang telah dan akan segera tersedia di open platform Grab adalah layanan video on demand bersama Hooq, layanan kesehatan digital, penyedia jasa asuransi, dan layanan reservasi hotel bersama Booking Holdings.

Anthony juga menuturkan secara khusus pihaknya akan menginvestasikan sebagian besar pendanaan untuk Indonesia. Dibandingkan dengan negara lainnya, Anthony mengaku Indonesia adalah pasar terbesar dan memiliki pertumbuhan yang paling signifikan dibandingkan negara lainnya di mana Grab beroperasi.

“Kalau dibandingkan dengan Thailand ataupun Vietnam, dua negara ini kurang memiliki dampak yang signifikan bagi Grab.”

Dia juga secara spesifik kurang memiliki ketertarikan untuk rencana melantai di bursa, di manapun negaranya. Anthony memandang, dengan dukungan dari berbagai investor strategis yang sudah didapat Grab sudah lebih dari cukup, sehingga opsi untuk melantai di bursa bukan jadi sesuatu yang dibutuhkan.

Rencana untuk Indonesia

President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengklaim saat ini Grab menjadi pemimpin dalam layanan transportasi on-demand yang menguasai 60% pangsa pasar roda dua dan 70% pangsa pasar roda empat di Indonesia. Bisnis Grab di Indonesia tumbuh pesat, dengan pendapatan naik dua kali lipat pada tahun lalu. Tidak angka angka spesifik yang menjelaskan klaim tersebut.

Ridzki mengatakan pendanaan ini akan dipakai untuk penambahan micro entrepreneur lewat GrabFood dan GrabExpress, memberdayakan talenta teknologi, dan pengembangan startup lokal lewat Grab Ventures, serta layanan baru di Indonesia.

“Grab ingin men-double-kan pengusaha mikro agar bisa mendapatkan hasil lebih setelah bergabung dengan kami. Contohnya di GrabFood, rata-rata merchant-nya mendapat pendapatan naik 88%. Mitra Grab pun mendapat pendapatan di atas UMR.”

Sebagai bagian dari fokus di atas, Grab berencana untuk menghadirkan kendaraan elektrik dan Personal Mobility Device (PMD) di BSD City. Hanya saja, dia belum bersedia memberikan gambaran lebih jauh terkait hal tersebut, sebab masih dalam tahap awal.

Baik Anthony maupun Ridzki memastikan perusahaan akan tetap melihat bagaimana solusi yang tepat untuk kendaraan elektrik di Indonesia. Sehingga tidak bisa langsung copy paste dengan Singapura. Apa yang bakal dilakukan Grab untuk hal ini di Indonesia, belum tentu akan sama dengan apa yang sudah terjadi di Singapura.

“Saat ini Grab menjadi pemilik armada kendaraan listrik terbesar. Ada ratusan di Singapura. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintahnya untuk membentuk ekosistem. Kami investasi banyak untuk membangun lingkungan yang lebih sehat di Asia Tenggara.”

Secara grup, pendapatan dari bisnis transportasi Grab naik hampir dua kali lipat dari Maret 2018 sampai Desember 2018. Pendapatan GrabFood tumbuh 45 kali lipat pada periode yang sama. Layanan ini hadir di 199 kota di enam negara.

Untuk Grab Financial Group, diklaim menjadi satu-satunya platform yang memiliki akses ke lisensi e-money di enam negara di Asia Tenggara. Sejak diluncurkan di Maret 2018, Grab telah mencatat pertumbuhan transaksi bulanan hampir lima kali lipat.

Volume instant delivery dan same day delivery untuk GrabExpress diklaim meningkat lebih dari tiga kali lipat di tingkat regional, dan tersedia di 150 kota.

Application Information Will Show Up Here

Netzme “Grand Launching” di Pekalongan, Segerakan IPO Tahun Ini

Aplikasi pembayaran berbasis media sosial Netzme baru saja melakukan grand launching, tepatnya di tanggal 2 Maret 2019 bertempat di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Berbeda dengan layanan fintech payement yang ada sebelumnya, fitur dan kapabilitas yang dimiliki Netzme sengaja didesain untuk memfasilitasi UKM dan pekerja kreatif dalam melakukan monetisasi.

Pasca peluncuran ini banyak hal yang akan direalisasikan oleh perusahaan, salah satunya melakukan penawaran publik (IPO). Direncanakan Netzme akan melantai di pasar modal pada pertengahan tahun 2019. Sejak Maret tahun lalu, Netzme sudah terdaftar sebagai penyelenggara teknologi finansial di Bank Indonesia.

Pembaruan fitur untuk pengguna

Seiring dengan pertumbuhan jumlah pengguna (saat ini diklaim sudah mencapai 2 juta), Netzme terus melakukan penambahan fitur. Salah satu yang kini menjadi andalan adalah Truquiz, memungkinkan pengguna membuat kuis yang dapat diikuti oleh para Trufans (sebutan untuk “follower” di aplikasi Netzme) dengan memberikan Trulikes (sebutan untuk “like” postingan yang menyertakan nominal uang). Hadiah dihimpun dari pengguna dan didistribusikan untuk pengguna secara otomatis.

Pendekatan media sosial juga masih menjadi layanan utama. Di sini yang membedakan dengan media sosial lainnya, Trufans bisa mengapresiasi sebuah postingan dengan Trulikes, sehingga tidak sekadar mendapatkan like, pembuat konten turut mendapatkan nominal uang yang diberikan para penggemarnya. Saat ini pengguna Netzme datang dari berbagai kalangan, mulai dari pengusaha, pembuat konten, artis, musisi, hingga masyarakat pada umumnya.

Sementara fitur yang ada sebelumnya juga makin diperkuat, seperti transfer antar akun melalui laman chatting, mengirim uang ke rekening bank, jual-beli voucher PPOB, kasir (cash register) hingga fitur pembayaran QR code untuk pedagang/UKM. Miliki misi untuk hadirkan inlkusi keuangan di daerah rural, Netzme galakkan strategi konten dan acara-acara komunitas.

Strategi konten direalisasikan dengan peluncuran video web series di YouTube berjudul “Kolaborasa”. Sementara kegiatan komunitas gecar dilakukan dengan menggandeng pengguna, misalnya dengan mendirikan Kampung Digital Netzme atau festival UKM — beberapa kali telah dilakukan di wilayah Jawa Barat.

Pemilihan Kota Pekalongan

Netzme
Tim dan brand ambassador Netzme dalam acara Funtastic Fest 2019 / Netzme

Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik, sudah diakui secara internasional. Identitas tersebut sejalan dengan semangat Netzme sebagai aplikasi keuangan karya anak bangsa. Selain itu Kota Pekalongan juga dinilai sesuai dengan target pasar Netzme yang memfokuskan pada pelaku UKM, terutama pemula di dunia usaha, masyarakat yang belum terjangkau layanan keuangan konvensional, pekerja dan komunitas kreatif.

Dalam sambutannya CEO Netzme Vicky G. Saputra mengatakan, “Kolaborasi dalam rangkaian acara peluncuran ini diharapkan dapat membantu pengembangan kegiatan usaha UKM, pekerja kreatif dan berbagai kalangan komunitas serta inklusi keuangan yang lebih baik di Kota Pekalongan dan sekitarnya dengan teknologi terkini.”

Rangkaian acara peluncuran tersebut bertajuk “Funtactic Fest Pekalongan 2019”, diadakan bebarengan untuk menyambut Hari Jadi Kota Pekalongan yang ke-113. Selain peluncuran Netzme, ada acara lain seperti Funtastic Run (lari dengan jarak 5K dan 10K), hiburan artis ibukota, hingga festival UKM setempat.

“Dengan momentum Funtastic Fest Pekalongan 2019, diharapkan Netzme sebagai aplikasi pembayaran berbasis kreativitas 100% karya anak bangsa dapat lebih menjangkau masyarakat di seluruh pelosok Indonesia dan menjadi aplikasi teknologi finansial (fintech) terbaik untuk kalangan UMKM dan pekerja kreatif di Indonesia,” ujar Vicky.

Application Information Will Show Up Here

Finarya, Perusahaan Pengelola LinkAja, Resmi Kantongi Lisensi E-Money dari BI (UPDATED)

PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya, penyelenggara layanan e-money LinkAja, resmi mengantongi lisensi uang elektronik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Finarya tercatat telah mengajukan izin sebagai penyelenggara emoney LinkAja pada 21 Februari 2019 dengan surat No. 21/65/DKSP/Srt/B.

Finarya sendiri telah efektif beroperasi sejak 22 Februari 2019 dengan peleburan layanan Tcash ke dalam aplikasi LinkAja. Menariknya lisensi ini adalah lisensi baru dan bukan merupakan lisensi Tcash yang dimiliki oleh Telkomsel.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, Pertamina, dan terakhir Danareksa. Telkomsel menjadi pemilik saham terbesar perusahaan ini dan Danu Wicaksana, CEO Tcash, menjadi Direktur Finarya.

Saat ini konversi aplikasi pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ke LinkAja, seperti E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu dan Yap! (BNI) ditargetkan rampung akhir Maret ini. LinkAja disebutkan bakal resmi beroperasi penuh di pertengahan April 2019.

Dengan masuknya Danareksa ke dalam susunan pemegang saham Finarya, Telkomsel akan mengantongi 25 persen, diikuti BNI, BRI, dan Mandiri masing-masing 20 persen. Baik BTN dan Pertamina memiliki 7 persen, sedangkan Jiwasraya dan Danareksa masing-masing 0,5 persen.

Application Information Will Show Up Here

Bobobox Terima Pendanaan Pra-Seri A, Segera Perluas Layanan di Indonesia

Startup smart accommodation asal Bandung, Bobobox, hari ini, (5/3), mengumumkan telah menerima pendanaan Pra-Seri A dari Alpha JWC Ventures, Genesia Ventures, dan tiga investor yang tidak disebutkan dengan nilai yang tidak disebutkan. Pendanaan kali ini akan dimanfaatkan untuk memperluas layanan di seluruh Indonesia dalam kurun waktu dua tahun mendatang.

Didirikan pada tahun 2017, Bobobox menghadirkan pods, kapsul ruang tidur, yang menawarkan kebutuhan yang membuat para pengguna tenang dan nyaman dengan biaya yang terjangkau. Pods tersebut dilengkapi dengan aplikasi yang mampu mengendalikan akses pintu, nyala lampu yang bisa disesuaikan, fitur keamanan, bluetooth speaker, hingga pendingin ruangan.

Bobobox dihadirkan sebagai game changer yang fokus pada pasar milenial/traveler yang membutuhkan kenyamanan dan kemudahan yang terjangkau. Dengan teknologi yang ada di pods, Bobobox juga menjawab kebutuhan akan ruang, keamanan, dan akomodasi tempat istirahat yang terjangkau.

“Kami bertujuan untuk menjadi biggest chain accommodation di Indonesia pada tahun 2020 dengan operasi di lebih dari 200 lokasi. Properti dimiliki oleh atau dioperasikan oleh Bobobox. Kami sekarang menggulirkan rencana untuk membangun tempat baru di sekitar Jakarta, Bogor, Bali, dan Yogyakarta,” terang Co-Founder Bobobox Antonius Bong.

Sebelumnya, Alpha JWC Ventures dan Genesia Ventures juga terlibat dalam pendanaan Bobobox para pertengahan tahun 2018. Bobobox diharapkan bisa terus berkembang, terutama dalam merevolusi industri hospitality di Indonesia.

“Pertumbuhan dan traksi Bobobox telah eksponensial sejak kami pertama kami berinvestasi di tim, jadi wajar kami terus mendukung mereka dengan cara terbaik yang kami bisa, dalam hal pendanaan dan dukungan bisnis. Kami percaya dalam dua tahun ke depan Bobobox akan mencapai target mereka untuk menjadi pods dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia dengan fitur yang didukung teknologi yang akan merevolusi industri hospitality,” terang Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Co-founder Bobobox Indra Gunawan menjelaskan Bobobox mulai menawarkan pods dengan single bed tahun ini. Sebelumnya mereka hanya menawarkan tempat tidur king size. Indra juga menjelaskan tahun ini mereka akan lebih banyak menjalin kerja sama, karena juga membuka peluang untuk frenchise.

“Kami juga memperbaiki hotel yang sudah ada. Tidak seperti banyak SaaS perhotelan yang hanya menyediakan branding, kami membantu hotel independen dengan menyediakan pods, sistem, dan bahkan pemasaran. Proyek percontohan telah berhasil dan kami menantikan memperluas model ini,” pungkas Indra.  

Application Information Will Show Up Here

Udemy Resmikan Kehadiran di Indonesia

Marketplace edutech asal Amerika Serikat Udemy meresmikan kehadirannya di Indonesia. Telah dibangun tim lokal agar Udemy lebih fokus melayani pasar, membantu para instruktur lokal dan siswa dalam memperbaiki kehidupan lewat belajar online.

Vice President Udemy Richard Qiu menjelaskan, pihaknya menghubungkan masyarakat di manapun dengan instruktur terbaik di seluruh dunia untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan dalam topik apapun.

“Kami percaya bahwa siapapun bisa membangun kehidupan yang mereka impikan melalui pembelajaran online. Terdapat lebih dari 30 juta siswa di seluruh dunia dan 35 ribu kursus baru di 2018 secara global,” terangnya, Selasa (5/3).

Keputusan Udemy untuk hadir secara resmi di Indonesia, lantaran negara ini menyumbang di atas 200 ribu pengguna. Padahal, pihaknya mengaku masih menjalankan pemasaran secara organik saja.

Secara diferensiasi dengan pemain sejenis, Udemy lebih mengarahkan pada konten edukasi yang sifatnya lebih ke arah pengembangan karier profesional maupun pengayaan pribadi.

Secara total ada 15 kategori edukasi yang bisa dipilih, seperti development, bisnis, IT & software, personal development, desain, marketing, sampai fotografi. Konten yang sifatnya untuk akademis sebenarnya juga tersedia, namun bukan jadi konten yang paling ditonjolkan di Udemy.

“Jadi target pengguna kami adalah masyarakat luas, non akademik, bisnis, dan lainnya. Bisa siapapun yang ingin mengembangkan keahlian dirinya masing-masing karena konten yang kami sediakan itu lebih ke arah pengembangan skill,” tambah Market Manager Udemy Indonesia Giri Suhardi.

Udemy melokalisasi sejumlah unsur agar dapat memudahkan para penggunanya di Indonesia. Pertama, dimulai dari menyediakan terjemahan ke Bahasa Indonesia untuk setiap konten yang dihasilkan di luar Indonesia. Lalu, lokalisasi bahasa untuk situs dan aplikasi.

Metode pembayaran pun kini bertambah, pengguna dapat transfer bank, gerai Alfamart, dan Doku Wallet. Udemy juga membuat studio pertamanya di Asia, berlokasi di kantor Udemy di Jakarta untuk memberdayakan para instruktur lokal dalam membagi pengetahuan mereka dan membuat kursus.

“Dalam studio ini sudah tersedia lengkap semua perlengkapannya. Ini terbuka untuk semua instruktur, kalau ada yang sekadar ingin tanya-tanya kami bisa beri saran di sana.”

Ke depan pihaknya akan membuka studio di lokasi lainnya lewat kemitraan bersama pihak penyedia rekaman studio. Giri menyebut di luar Jakarta, sudah ada studio Udemy di Bandung, rencananya akan diperluas ke Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang.

Model bisnis Udemy

Dalam menyediakan kontennya, Udemy menggaet para instruktur dari berbagai kalangan dan perguruan tinggi untuk membuka akses pendidikan yang lebih luas ke publik. Tidak ada persyaratan yang diberlakukan Udemy buat para instruktur yang ingin bergabung, sekalipun menunjukkan sertifikat yang membuktikan kapabilitas mereka.

Giri menjelaskan pihaknya melakukan kurasi dari setiap kursus yang diproduksi oleh instruktur sebelum dipublikasi. Kualitas video juga ikut diperhatikan. Minimal durasi kursus yang bisa diunggah oleh instruktur adalah 30 menit, tapi tidak ada batasan maksimalnya.

“Untuk kualitas kontennya, jadi ada user rating yang menilai bagaimana instruktur menyampaikan materinya. Semakin tinggi rating-nya, maka bisa dikatakan dia cukup baik dan ilmunya benar-benar berguna.”

Instruktur akan mendapatkan tambahan penghasilan dari setiap kursus yang dibeli pengguna. Apabila pengguna membeli langsung dari tautan yang disebar instruktur, maka instruktur akan mengantongi komisi 97% dari total pembelian. Namun, apabila secara organik maka pembagian hasilnya 50:50 untuk instruktur maupun Udemy.

Perguruan tinggi dapat memproduksi kursus lewat Udemy. Salah satunya yang sudah melakukan adalah Universitas Bina Nusantara (Binus). Knowledge Management & Innovation Director Binus Elidjen mengatakan pihaknya sudah bekerja sama dengan Udemy sejak tiga tahun lalu.

Bila ditotal ada 480 kursus yang terdiri dari 10 topik sudah dipublikasi Binus lewat platform tersebut. Keseluruhan konten ini bisa diakses secara gratis. Binus sudah memiliki 53 ribu pengguna dan sudah disaksikan di 15 negara.

“Kami sedang mencoba untuk membuat kursus berbayar di Udemy, masih dipikirkan akan seperti apa bentuknya,” kata Elidjen.

Hingga saat ini, lebih dari 30 juta orang dari berbagai negara telah mengakses 100 ribu kursus yang diajarkan oleh instruktur dalam 50 bahasa berbeda, termasuk Indonesia. Kursus yang paling banyak diminati adalah IT, development, data analytics. Kemudian disusul tentang keuangan, self development, dan leadership.

Disebutkan sebanyak 100 ribu kursus telah terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Instruktur lokalnya baru mencapai 30 orang dan konten lokal yang sudah diproduksi sebanyak 100 konten. Giri enggan menyebut target spesifik yang ingin dibidik Udemy pada tahun ini.

Application Information Will Show Up Here