Uni Lubis Ditunjuk sebagai Pimpinan Redaksi IDN Times

Setelah sebelumnya diumumkan peresmian kemitraan khusus antara IDN Media dan Rappler Indonesia untuk memperkaya cakupan konten, hari ini IDN Media mengumumkan perekrutan Uni Lubis sebagai Pimpinan Redaksi IDN Times. Selanjutnya Uni akan bertanggung jawab untuk membangun strategi, bisnis dan editorial IDN Times.

Sebelumnya Uni dikenal sebagai seorang jurnalis senior yang fokus pada rubrik ekonomi, moneter, politik dan lingkungan hidup. Ia juga pernah menjabat sebagai pimpinan redaksi di beberapa media, termasuk ANTV, Viva dan terakhir sebagai penanggung jawab redaksi di Rappler Indonesia.

Menanggapi tentang suksesi ini, CEO IDN Media Winston Utomo mengatakan, “Kami sangat senang dengan kehadiran Uni Lubis di IDN Media sebagai pemimpin redaksi IDN Times. Kami yakin dan optimis di bawah kepemimpinan Uni, IDN Times dapat berkembang lebih pesat dan menginspirasi lebih banyak lagi generasi millennials dan gen-z di Indonesia.”

Perubahan arus informasi akibat digitalisasi membawa dampak signifikan di berbagai sektor meliputi model bisnis, profesi, serta media lanskap di Indonesia. Di awal jalinan kerja sama, IDN Media mengharapkan hadirnya Rappler di portalnya mampu memberikan dampak untuk memperluas segmen pembaca, yakni ke kalangan millennials dan gen-z. Harapannya hadirnya Uni dapat mengakselerasi visi IDN Media ke arah tersebut.

“Saya sangat senang bisa bergabung di IDN Media. Sewaktu pertama bertemu dengan Winston, saya kagum dengan visi dari IDN Times dan apa yang telah dicapai oleh IDN Times dalam waktu yang sangat singkat. Saya bersemangat dan yakin IDN Times dapat menjadi sebuah media masa depan dan mewujudkan visinya untuk menjadi The Voice of Millennials and Gen Z,” ucap Uni Lubis.

Application Information Will Show Up Here

Studio “Indoor Cycling” dan “Boutique Fitness” Ride Jakarta Memperoleh Pendanaan Awal 6,7 Miliar Rupiah dari Tiga “Venture Capital”

Studio indoor cycling dan boutique fitness Ride Jakarta mengumumkan perolehan pendanaan awal (seed) senilai $500 ribu (sekitar 6,7 miliar Rupiah) dari tiga venture capital yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Juga turut berpartisipasi dalam pendanaan kali ini East Ventures dan Prasetia Dwidharma. Ini adalah putaran pendanaan kedua yang diperoleh Ride Jakarta, setelah sebelumnya memperoleh pendanaan pre-seed $250 ribu (3,3 miliar Rupiah). Pendanaan ini bakal mendukung upaya Ride Jakarta bertransformasi menjadi perusahaan teknologi dalam waktu dekat, termasuk mengembangkan sejumlah konten digital.

Didirikan tahun 2015 oleh Gita Sjahrir dan Adhit Lesmana, Ride Jakarta memang diawali sebagai suatu tempat yang memudahkan penggemar indoor cycling untuk berolahraga. Secara fisik mereka kini memiliki tiga studio di Jakarta yang masing-masing mengelola 25-30 sepeda. Tentu saja pertanyaannya lalu kenapa mencari pendanaan dari investor startup teknologi.

Kepada DailySocial, Founder dan CEO Ride Jakarta Gita Sjahrir mengatakan bahwa mereka ingin menjadi perusahaan teknologi dalam waktu dekat. Ia menyebutkan, “Tentang pendanaan ini, penggunaan utamanya adalah untuk pengembangan aplikasi digital, tim SDM dan pemasaran; bukan untuk studio fisik kami. Untuk studio, kami menggunakan model franchise, sehingga di setiap lokasi bisa memiliki investornya sendiri-sendiri dan kami mengimplementasi model pembagian keuntungan.”

Dengan menjadi suatu perusahaan teknologi, Ride Jakarta disebut ingin “keluar” dari sekedar berada di dalam studio. “Studio fisik kami adalah cara kami untuk mengedukasi pasar tentang produk kami dan sektor ’boutique fitness’, serta menciptakan brand awareness di saat yang sama. Hal ini akan membantu posisi kami untuk bertumbuh ketika kami memiliki kehadiran online untuk penggemar fitness dan gaya hidup tahun ini.”

Nantinya aplikasi yang dikembangkan diharapkan membantu penggemar fitness menikmati kelas di mana saja dan kapan saja. Bersifat freemium, aplikasi ini nantinya juga akan melayani kelas fitness yang lain, termasuk boot camp.

Belum banyak startup yang menyasar segmen ini. Selain Ride Jakarta, ada satu startup lagi yang fokus ke segmen penggemar fitness, yaitu Doogether yang telah mendapatkan pendanaan dari Angel eQ, tapi dia tidak memiliki kehadiran fisik.

Di tahun 2018 ini Ride Jakarta telah menyiapkan sejumlah lokasi baru di Jakarta dan di tahun 2020 berencana memperluas jangkauan di Bali, Surabaya, Medan, dan sejumlah kota besar lainnya. Ride Jakarta juga bermitra dengan EV Hive untuk menyediakan kelas fitness bagi para pengguna co-working space tersebut. Secara bisnis, Ride Jakarta sendiri mengklaim telah mencapai tahap perolehan keuntungan.

Dulu fitness gaya hidup dipandang sebelah mata karena banyak persepsi yang tidak tepat. Model bisnis kami menunjukkan bahwa dengan berinvestasi di pengalaman konsumen dan instruksi yang berkualitas tinggi, fitness dapat menjadi bisnis yang scalable dan menghasilkan keuntungan,” ungkap Gita.

Bank Indonesia Butuh Dua Tahun Kaji Penerbitan Uang Digital

Bank Indonesia mengungkapkan butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan proses kajian penerbitan uang digital, kurang lebih akan selesai pada 2020 mendatang. Kendati demikian, bank sentral belum bisa menjamin apakah uang digital benar-benar dapat diimplementasikan atau tidak.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menerangkan sudah melakukan riset sejak tahun lalu lewat BI Fintech Office (FTO). Sekarang pihaknya tengah merampungkan kajian mata uang digital tersebut.

“Di pipeline kita akan coba dua tahun dari sekarang. Kalau lebih cepat [selesai kajian] itu lebih bagus, yang penting kita harus teliti bagaimana kompleksitasnya. Mau pelajari dulu dari sisi legal, pakai teknologi apa, belum lagi dari sisi operasionalnya akan seperti apa. Itu harus diteliti secara jelas,” kata Onny, Rabu (31/1).

Menurutnya, apa yang dilakukan bank sentral ini telah berkaca pada apa yang sudah dilakukan oleh bank sentral dari berbagai negara. Namun langkah ini bukan dikarenakan maraknya peredaran mata uang virtual seperti bitcoin.

Berdasarkan hasil riset sementara yang diperoleh bank sentral, pemanfaatan uang digital punya banyak kelebihan. Di antaranya tidak memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, lebih efisien karena tidak harus mencetak uang, dapat disimpan di berbagai platform digital, dan sebagainya.

Bila dicontohkan, untuk membayar tol, kini konsumen perlu membayarnya dengan kartu e-money yang diterbitkan masing-masing bank. Tapi untuk kasus uang digital, penerbitnya adalah Bank Indonesia.

“Secara kekuatan hukumnya akan sama dengan uang cetak karena legal tendernya adalah Bank Indonesia yang sudah dijamin oleh Undang Undang sehingga tidak bisa tolak.”

Sejauh ini, lanjutnya, belum ada bank sentral di dunia yang menerbitkan mata uang digital. Akan tetapi ada beberapa bank sentral yang sudah melakukan uji coba penerbitan uang digital ini. Misalnya, Kanada dengan proyek Jasper dan Singapura dengan proyek Ubin.

Inggris pun saat ini diungkapkan Onny masih melakukan kajian yang dilakukan sejak 2016. Hanya Ekuador yang menjadi satu-satunya negara yang resmi menerbitkan mata uang digital.

Mencermati Besarnya Peluang Industri Healthtech di Indonesia

Di hari pertama acara Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018) dihadirkan narasumber dari Indonesia hingga Australia yang membahas topik seperti healthtech, smart city hingga cyber security.

Salah satu topik menarik yang menjadi perhatian adalah perkembangan healthtech di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut dihadirkan CEO Klikdokter Andreas Setiawan Santoso, Founder dan Managing Director Spokle Elisabeth Yunarko, dan CEO Medico Grace Tahir.

Kurangnya informasi dan adopsi teknologi layanan kesehatan

Masih rendahnya edukasi masyarakat umum soal healthtech dan kurangnya adopsi dari praktisi kesehatan hingga dokter memahami teknologi kesehatan, merupakan salah satu alasan mengapa teknologi kesehatan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain.

Menurut Andreas, hal tersebut yang menjadi tantangan sekaligus menjadi peluang bagi startup yang menyasar di sektor kesehatan teknologi.

“Seperti Klikdokter misalnya, guna memberikan informasi kesehatan yang baik untuk masyarakat umum, kami membina hubungan baik dengan dokter-dokter muda yang ternyata cukup antusias terhadap perkembangan teknologi,” kata Andreas.

Sementara itu Grace, yang saat ini masih fokus mengembangkan startup baru Medico, mencermati peranan pemerintah untuk memanfaatkan data dan teknologi bisa mempercepat pertumbuhan layanan kesehatan di Indonesia. Hal tersebut bisa membantu teknologi kesehatan menciptakan inovasi baru, didukung dengan regulator terkait.

“Di Medico sendiri kami mengedepankan kultur perusahaan innovation driven, sehingga jika ada tim kami memiliki ide yang menarik langsung dibuat dan dilemparkan ke pasar. Intinya adalah terus lakukan uji coba,” kata Grace.

Bersaing dengan layanan transportasi online dan e-commerce

Di Indonesia sendiri saat ini teknologi yang sudah sangat familiar digunakan oleh masyarakat adalah layanan transportasi on-demand  hingga e-commerce. Layanan teknologi kesehatan masih sangat rendah perkembangannya. Namun demikian menurut Grace Tahir, hal tersebut tidak membuat potensi dan peluang industri tersebut menurun, justru dengan segala kekurangan yang ada, layanan teknologi kesehatan masih memiliki peluang besar untuk bisnis.

“Pada akhirnya saya melihat dalam hal healthtech tujuan akhir adalah membantu orang mendapatkan layanan kesehatan sekaligus mengumpulkan pendapatan dari bisnis tersebut. Peluang itu masih terbuka lebar di healthtech,” kata Grace.

Disinggung apakah teknologi sudah cukup ampuh “mengganggu” layanan kesehatan konvensional dan apakah pihak rumah sakit sudah siap menghadapi perubahan teknologi yang ada, menurut Andreas, bukan hanya teknologi yang menjadi prioritas, namun juga edukasi dan informasi yang tepat kepada pengguna.

“Harus dipastikan apakah orang tersebut sudah terbiasa menggunakan aplikasi, dan mengerti teknologi yang diterapkan,” kata Andreas.

Andreas menambahkan lokasi juga masih mempengaruhi layanan kesehatan yang bisa didapatkan masyarakat. Misalnya bagi mereka yang tinggal di Papua, belum tentu bisa mendapatkan layanan kesehatan layaknya masyarakat yang tinggal di pulau Jawa.

“Di situlah teknologi harusnya bisa menjembatani antara pengguna di wilayah yang jauh agar bisa mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik memanfaatkan teknologi,” kata Andreas.

Pentingnya kolaborasi dan networking di Indonesia

Hal menarik lainnya yang disampaikan Grace dan Andreas di hadapan entrepreneur dan perwakilan pemerintah Australia adalah jika ingin membangun bisnis di Indonesia, perbanyak networking dan bertemu dengan orang yang tepat mempengaruhi jalannya bisnis. Hal tersebut diharapkan bisa membantu entrepreneur Australia yang berencana untuk menghadirkan startup healthtech atau lainnya di Indonesia.

“Lakukan networking seluas mungkin dan jangan lupa untuk menemukan partner yang tepat sebelum bisnis diluncurkan di Indonesia,” kata Andreas.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018) 

EV Hive Umumkan Kemitraan dengan Anak Usaha Pos Indonesia, Hadirkan Co-Working Space

Startup co-working space EV Hive mengumumkan kemitraan dengan anak usaha Pos Indonesia, PT Pos Properti Indonesia, dengan meresmikan lokasi terbaru EV Hive di kantor pusat Pos Indonesia di Pasar Baru, Jakarta.

“Rencana ini [mendirikan coworking space] sudah ada sejak beberapa tahun lalu, tapi baru sekarang terealisasi. Kami mau kembali jadi top of mind buat anak muda saat ingin mengembangkan usahanya,” terang Direktur Utama Pos Properti Handriana Tjatur Setijowati, Rabu (31/1).

CEO dan Co-Founder EV Hive Carlson Lau menambahkan, “Baik Pos Properti maupun EV Hive bersama memiliki visi untuk menciptakan lokasi ini menjadi suatu wadah di mana komunitas dapat berkumpul, berbagi pengalaman dan gagasan, inovasi dan menciptakan bisnis baru bersama.”

Handriana melanjutkan, Pos Indonesia memiliki berbagai jenis aset yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari kantor sampai rumah dinas. Pemilihan aset yang akan direvitalisasi itu akan ditentukan berdasarkan skala prioritasnya, apakah di kota besar, ada pasarnya, dan lain sebagainya.

“Ada yang kami investasi sendiri atau kerja sama dengan pihak ketiga untuk disewa. Salah satu yang sudah kami lakukan adalah menyewakan space untuk Starbucks di gedung Filateli. Ada juga rencana untuk kerja sama buat hotel budget.”

Di lokasi ini akan lebih banyak diperuntukkan untuk pegiat startup yang bergerak di bidang logistik dan e-commerce. Ke depannya akan banyak serangkaian aktivasi dan lokakarya yang dapat menampung hingga 400 orang, ditujukan untuk mengembangkan komunitas EV Hive, termasuk memanfaatkan berbagai jasa Pos Indonesia.

Setelah meresmikan lokasi tersebut, berikutnya Pos Indonesia akan memanfaatkan aset lainnya untuk menjadi co-working space di gedung Filateli, Jakarta. Rencananya lokasi tersebut akan diresmikan pada Maret 2018.

Lokasi kedua tersebut akan difokuskan untuk aktivasi industri kreatif dan mengangkat tema-tema seputar budaya Indonesia. Diharapkan tempat ini menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang ingin mengetahui lebih banyak sejarah Pos Indonesia dan dearah sekitarnya.

Buka lokasi baru

Carlson melanjutkan lokasi terbaru ini menambah kehadiran EV Hive di Indonesia. Hingga kini, EV Hive telah berada di 14 titik di Jakarta dan satu lokasi di Medan.

Sepanjang tahun ini, EV Hive akan membuka 29 lokasi baru dan mulai ekspansi ke luar kota. Menurut Carlson, kota yang akan disasar EV Hive di antaranya Bandung dan Yogyakarta. Pihaknya mengaku akan membangun sendiri co-working space namun juga ada hasil kolaborasi dengan pihak lain.

“EV Hive akan membidik lokasi baru yang memiliki banyak mahasiswa dan startup baru yang bermunculan.”

Menurut data terakhir, EV Hive menampung lebih dari 1.300 anggota dan 11 ribu acara dan workshop yang diselenggarakan para anggota. Beberapa anggota EV Hive di antaranya SquLine, Member.id, HelloBeauty, dan Ride Jakarta.

EV Hive akan memanfaatkan pembukaan lokasi baru dengan pendanaan segar pra-A yang didapat dari Insignia Venture Partners sebesar US$3,5 juta atau sekitar Rp46 miliar pada akhir 2017.

Tanamkan Modal di Cellum Hungaria, Telkom Ingin Perkuat Lini Bisnis Fintech

Mengawali tahun 2018, Telkom mengumumkan rencana strategis berupa akuisisi saham perusahaan fintech asal Hungaria bernama Cellum. Dalam siaran persnya, melalui anak usahanya, Mitranet, Telkom telah melakukan penandatanganan kerja sama strategis dan komitmen pembelian saham sebanyak 30,4%. Prosesnya pembayarannya akan dilakukan dalam dua langkah, sementara Cellum masih akan tetapkan dijalankan oleh manajamen yang sama.

Cellum sendiri merupakan perusahaan digital yang mengembangkan layanan mobile wallet. Didirikan sejak tahun 2000, produknya memungkinkan perbankan dan operator seluler untuk menghadirkan kapabilitas mobile commerce dan sistem pembayaran berbasis NFC. Beberapa studi kasus yang telah diterapkan misalnya untuk layanan pembayaran tagihan dan loyalitas pengguna.

Disampaikan Senior Vice President of Media & Digital Business Telkom Indonesia Joddy Hernady, langkah ini dilakukan untuk membantu transformasi digital  Telkom, khususnya untuk mengoptimalkan momentum fintech di Indonesia. Ditargetkan beberapa waktu mendatang Telkom akan meluncurkan sejumlah layanan fintech memanfaatkan platform yang dimiliki Cellum, khususnya untuk pelanggan korporasi.

Dalam sambutannya, CEO Cellum Global János Kóka menyampaikan bahwa masuknya Telkom ke jajaran pemegang saham menjadi langkah strategis. Investasi yang digulirkan akan turut memperkuat posisi Cellum di pasar Asia Tenggara dan memulai penetrasi di Indonesia. Di Asia, Cellum sudah memiliki kantor operasi berpusat di Singapura.

Program Inkubasi BNVLabs Gandeng Tiga Startup untuk Kemitraan Berikutnya

Setelah sebelumnya mengumumkan delapan startup mitra yang mengikuti mentoring selama tiga bulan, program inkubasi Bank Bukopin dan Kibar, BNVLabs, kembali mengumumkan kerja sama dengan tiga startup yang nantinya akan mendapatkan kesempatan networking hingga mentoring dari Bank Bukopin.

Startup yang pertama adalah Triplogic yang menyediakan layanan penghubung pengirim barang dan traveler yang memiliki tujuan sama dengan pengiriman barang. Berikutnya adalah Karapan yang menyediakan software  dan aplikasi untuk membantu peternak dalam mengelola peternakan dan menghubungkan para peternak dengan calon pembeli daging sapi dan para investor. Terakhir adalah Eragano yang fokus pada pengambangan area pertanian di Pulau Jawa dan sebagian Nusa Tenggara.

Melirik startup dari empat segmen yang berbeda

Seperti delapan startup sebelumnya, tiga startup ini tidak memiliki latar belakang hingga produk terkait fintech, ranah yang relevan dengan bisnis Bank Bukopin. Menurut Digital Product dan Partnership Manager BNVLabs Mohamad Irfan, pemilihan tersebut sengaja dilakukan oleh BNVLabs, menyesuaikan dengan empat segmen startup yang diincar oleh BNVLabs.

“BNVLabs tidak hanya fokus kepada startup fintech. Selain pembayaran startup social dan health, agri dan aqua culture hingga logistik menjadi incaran kami dari BNVLabs.”

Selain akses terbuka untuk informasi teknologi perbankan dan mentoring dengan pihak terkait, BNVLabs juga memberikan kesempatan kepada startup yang masuk dalam program ini untuk memanfatkan network Bank Bukopin.

“Dengan demikian dari hasil networking tersebut startup bisa belajar kemudian menjalin kerja sama dengan pihak yang tepat, [dalam hal ini] memanfaatkan nasabah dari Bank Bukopin,” kata Irfan.

Sebagai startup yang menjalin kerja sama dengan BNVLabs, Triplogic menyambut baik dukungan Bank Bukopin, terutama dalam hal pengembangan pembayaran. Menurut CEO Triplogic Oki Earlivan, kerja sama ini diharapkan bisa membuahkan hasil yang positif untuk pengembangan fitur di Triplogic, sekaligus mendapatkan dukungan hingga mentoring yang dibutuhkan.

“Berbeda dengan UKM, bisnis dari startup lebih mengutamakan traksi dibandingkan aset. Dengan demikian dukungan yang diberikan oleh BNVLabs sangat kami butuhkan untuk mengembangkan bisnis.”

Tabungan Wokee, layanan berbasis digital bank Bukopin

Dalam kesempatan tersebut Direktur Pengembangan Bisnis dan TI Bank Bukopin Adhi Brahmantya juga menjelaskan perkembangan terbaru soal Tabungan Wokee, layanan berbasis digital yang menyasar nasabah generasi milenial. Kepada media disebutkan saat ini Wokee sudah diunduh tiga ribu pengguna.

Tabungan yang juga berfungsi sebagai alat pembayaran tersebut, diklaim memiliki layanan unggulan yang tidak dimiliki oleh layanan lain, seperti Jenius dan Digibank. Tabungan Wokee disebut bisa memisahkan pokok dengan bunga dalam tabungan sejak registrasi awal.

Tabungan Wokee tidak mengenakan setoran awal untuk memiliki rekening, tidak ada biaya administrasi, dan tidak menggunakan buku tabungan dan ATM karena nasabah bisa melakukan tarik tunai tanpa menggunakan kartu ATM dan belanja di merchant-merchant dengan media Pay by QR Code.

Selain itu, semua data terhubung langsung dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, hingga open API Service yang memungkinkan pengembang untuk berinovasi.

“Berfungsi lebih dari sekedar e-money, Tabungan Wokee dilengkapi dengan fitur dan fasilitas pembayaran untuk pengguna yang “melek” dengan teknologi saat ini,” kata Brahmantya.

Application Information Will Show Up Here

Clapham Startupfest 2018 Segera Hadir Kembali di Medan

Guna memperluas akses serta kesempatan bagi pelaku usaha digital di Medan, Clapham Startupfest 2018 akan kembali diadakan. Agenda tahunan ini sudah berlangsung sejak tahun 2016 lalu, tujuan utamanya usaha untuk saling memperluas wawasan dan jaringan di bidang startup. Bekerja sama dengan Bukalapak, Clapham Startupfest 2018 akan diselenggarakan pada 2-3 Februari mendatang di EV Hive at Clapham, mulai pukul 10.00 – 18.00 WIB.

Tahun ini, Clapham Startupfest hadir dengan agenda seperti keynote dan panel session dengan pembicara dari berbagai komponen industri startup seperti Willix Halim (COO Bukalapak), Willson Cuaca (Co-founder East Ventures), Crsytal Widjaja (SVP Business Intelligence GO-JEK), Andy Zain (Managing Partner Kejora Ventures), Yukka Harlanda (CEO Brodo), Wilton Halim (Founder Mobilkamu), Jourdan Kamal (Founder Maubelajarapa), Faye Alund (Presiden Coworking Indonesia), William Utomo (COO IDN Media), dan Ronny W. Sugiadha (CMO KASKUS).

Beberapa Investor juga akan turut hadir untuk memberikan pelatihan dan masukan kepada startup yang mengikuti sesi Startup Pitch Floor dan Investor Speed Dating seperti East Ventures, Coffee Venture, ANGIN (Angel Investment Network Indonesia), dan Medan Tech Valley.

Akan ada pula sesi pelatihan dengan topik-topik untuk memberikan panduan bagi wirausaha muda di bidang bisnis, media sosial, teknologi & digital, serta hukum seperti business model generation, skema investasi startup yang dibawakan langsung oleh Ivan Lalamentik (Startup Legal Clinic), Dennis Alund (Google Developer Exper for Firebase), serta tim dari Maubelajarapa, East Ventures, dan ANGIN.

Informasi selengkapnya mengenai Clapham Startupfest 2018 serta pembelian tiket bisa dilakukan dengan mengakses www.invita.id/claphamstartupfest.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Clapham Startupfest 2018

Layanan P2P Lending Investree Luncurkan Investree Syariah

Layanan teknologi finansial peer-to-peer lending (P2P Lending) Investree (PT Investree Radhika Jaya) hari ini (30/01) meluncurkan layanan terbaru berupa layanan P2P lending Syariah. Kepada media, Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengutarakan, diluncurkannya layanan terbaru ini merupakan rencana dari Investree, usai terdaftar dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami juga melihat besarnya antusiasme dari masyarakat terhadap layanan fintech (Financial Technology) mendorong kami bersama dengan OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN) menggarap fatwa fintech financing  berbasis syariah yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat,” kata Adrian.

Nantinya bagi peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender) bisa menerapkan prinsip syariah dalam hal pembiayaan yang dihadirkan oleh Investree syariah. Investree juga telah melakukan koordinasi dengan pihak regulator seperti OJK dan DSN MUI untuk meluncurkan layanan Investree Syariah yang uji coba layanannya sudah dilakukan sejak bulan November 2017 lalu.

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, hingga bulan Januari 2018 jumlah pembiayaan Investree syariah telah mencapai Rp 2,7 miliar dengan 313 jumlah borrower dan 1340 lender syariah.

“Kami harapkan skema yang kami miliki bisa menjadi acuan bagi pemain layanan P2P lending lainnya yang ingin mengembangkan layanan syariah. Bukan hanya itu, Investree juga ingin menjalin kolaborasi dengan bisnis syariah lainnya,” kata Adrian.

Investree merupakan layanan fintech syariah pertama yang mendapatkan Surat Rekomendasi Penunjukkan Tim Ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk turut merancang, memberi masukan, dan mengawasi berjalannya produk yang berbasis syariah, sebagai bagian dari proses hadirnya Fatwa Fintech Syariah dalam waktu dekat. Surat rekomendasi tersebut juga menempatkan Profesor AH Azharuddin Lathif M.Ag M.H, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai penasihat teknis syariah khusus untuk Investree.

Keuntungan bagi peminjam dan pemberi pinjaman mengusung prinsip syariah

Investree syariah merupakan layanan usaha syariah yang dijamin menggunakan tagihan atau invoice (invoice financing). Secara umum terdapat beberapa keuntungan yang diklaim akan didapat oleh peminjam dan pemberi pinjaman jika memanfaatkan pembiayaan bisnis dengan prinsip syariah. Bagi peminjam keuntungan di antaranya adalah fasilitas dan layanan sesuai dengan prinsip syariah, sehingga peminjam dapat mengajukan pembiayaan secara aman, menganut konsep tanpa riba dan dijamin pembiayaan bebas bunga dan biaya tambahan.

Sementara untuk pemberi pinjaman keuntungan yang bisa didapatkan adalah, pendanaan yang sesuai dengan prinsip syariah, peminjam akan langsung menerima pengembalian dana sekaligus pendapatan berupa imbah hasil atas jasa penagihan yang dibayarkan pemberi pinjaman tanpa bebas biaya apapun, pendanaan dengan resiko yang terukur dan dana pembiayaan yang ditawarkan mulai dari 5 juta Rupiah.

“Kami menjamin borrower akan dapat mengembangkan bisnisnya dengan pembiayaan usaha yang prosedurnya mudah, berdasarkan prinsip syariah dan credit scoring modern,” kata Adrian.

Layanan fintech membuka akses keuangan untuk masyarakat

Turut hadir dalam acara tersebut adalah Muliaman D Haddad, praktisi dan pengamat ekonomi syariah serta Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah. Dalam sambutannya Muliaman mengungkapkan, layanan terbaru yang dihadirkan oleh Investree bukan hanya memberikan akses terbuka kepada masyarakat, namun juga sebagai acuan bagi pemain lainnya.

“Investree sudah memanfaatkan peluang yang tidak bisa dilakukan oleh bank, yaitu memberikan layanan pembiayaan secara online yang mudah dengan prinsip syariah, yang sebentar lagi akan dikeluarkan fatwanya oleh DSN MUI. Dengan demikian selanjutnya layanan ini bisa menjadi nasional,” kata Muliaman.

Sementara itu Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengungkapkan, sebagai salah satu layanan fintech lokal, Investree memiliki track record yang baik dalam hal inovasi keuangan digital. Diharapkan ke depannya, Investree syariah bisa memberikan porsi yang besar dan tidak kalah dengan layanan pembiayaan konvensional lainnya.

“Saya melihat Investree dengan rencana dan inovasinya mampu menggerakan kami dari OJK hingga Kementrian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengeluarkan peraturan terbaru, mulai dari pengembangan sistem penjualan Surat Berharga Negara (SBN) untuk investor ritel secara online hingga fintech syariah,” kata Hendrikus.

Application Information Will Show Up Here

Asosiasi Minta Pemerintah Adil Mengutip Pajak E-Commerce

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta Kementerian Keuangan untuk berlaku adil terhadap pelaku e-commerce terkait mengutip pajak yang akan segera diterapkan. Hal ini diharapkan berlaku juga untuk platform media sosial dan platform teknologi lain yang berasal dari perusahaan asing.

Ketua Umum idEA Aulia E Marinto menuturkan perlakuan adil ini perlu didetilkan oleh pemerintah, termasuk untuk platform media sosial dan platform asal luar negeri lainnya yang bahkan kehadirannya tidak nyata ada di Indonesia.

Kedua platform tersebut memperoleh penghasilan dari Indonesia dan sampai saat ini tidak dibebani kewajiban pajak apapun. Dikhawatirkan perlakukan yang berbeda ini membuat pelaku UKM meninggalkan model marketplace dan beralih ke media sosial.

“Peraturan yang sama itu mutlak dijalankan supaya terjadi keseimbangan,” ujar Aulia, Selasa (30/1).

Aulia mengaku, diskusi mengenai RPMK Pajak E-commerce sudah beberapa kali diadakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sejak November tahun lalu.

Namun diskusi tersebut baru berupa sosialisasi konsep pengenaan pajak pada layanan e-commerce yang berbisnis di model marketplace, bukan berupa draft PMK yang dimaksud. Hingga kini, asosiasi mengaku belum menerima draft soal isi RPMK tersebut.

“Yang kita dengar RPMK [Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik] ini mau keluar, tapi sampai sekarang kita belum terima draftnya. Kalau kami sudah terima [draft], kami bisa beri masukan lebih lanjut.”

Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, dan Infrastruktur idEA Bima Laga menambahkan pihaknya mendengar isu PMK pajak e-commerce akan diterbitkan pada akhir bulan ini atau awal Februari 2018.

“Katanya [PMK] akan terbit 31 Januari atau 1 Februari 2018. Makanya kami minta diuji publik, dengan mengadakan ini [konferensi pers],” terang Bima.

Bima melanjutkan, pihaknya juga meminta jaminan pemerintah untuk menjaga level playing of field (perlakuan sama), tak hanya antar pelaku UKM online dan offline, tapi juga antar marketplace informal (media sosial) dan marketplace formal (sudah berbadan hukum).

Disebutkan marketplace mendapat tugas agar turut berperan dalam memfasilitasi dan membantu DJP dalam meningkatkan jumlah wajib pajak baru, termasuk di dalamnya menyetorkan pajak dan memberikan data transaksi secara online ke Badan Pusat Statistik (BPS).

“Mereka sendiri mengaku masih mencari cara [mengutip pajak dari media sosial]. Kalau memang belum menemukan cara, kami siap beri masukan. Daripada aturan diterbitkan jadi memberatkan sepihak, harga yang harus dibayar terlalu mahal dikorbankan,” pungkas Bima.

Ditunjuk jadi agen penyetor pajak

Selain itu, dalam aturan terbaru ini nantinya pemerintah akan mewajibkan model marketplace sebagai agen penyetor pajak karena dinilai memiliki implikasi meningkatkan compliance cost atau biaya kepatuhan. Menurut Bima, kebijakan ini akan menempatkan marketplace pada posisi dibebani kewajiban untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh final.

Peningkatan biaya kepatuhan perlu mendapat perhatian pemerintah karena dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak jadi naik relatif signifikan. Lantaran untuk melaksanakan kewajiban tersebut marketplace harus menyiapkan sejumlah infrastruktur dan biaya tambahan.

Bila diilustrasikan, ada transaksi dari penjual UKM dari marketplace X senilai Rp10 ribu. Jika dia bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP), artinya dipotong dulu PPh 0,5%. Kemudian dilaporkan dan dihitung oleh perusahaan marketplace. Sementara ada isu kalau terjadi retur dan lain sebagainya?.

Dalam hal ini yang menanggung semuanya adalah pelaku UKM dari marketplace itu sendiri. Kalau marketplace sebagai korporasinya, tidak ada isu pajak. Justru akan kasihan ke penjual UKM.

“Wacana awalnya marketplace dijadikan sebagai wapu (wajib pungut) kemudian akhirnya jadi agen penyetor pajak. Jadi kita yang sekarang collect data, fungsi DJP dibebankan ke kita. Ada banyak sekali aturan teknis yang terjadi saat kami menjadi agen penyetor pajak, yang kasihan adalah penjual UKM,” pungkas Bima.