HappyFresh Hadirkan Inovasi Produk; Tanggapi Tren “Quick Commerce”

Layanan online grocery tampak mendapatkan penerimaan kalangan pengguna yang semakin luas. Hal tersebut ditangkap baik oleh HappyFresh sebagai salah satu platform yang menyediakan layanan terkait. Baru-baru ini, mereka meresmikan inovasi terbaru berjuluk “HappyFresh Supermarket”, untuk memperluas akses terhadap produk kebutuhan harian dengan meningkatkan kehadiran toko virtual.

Langkah ini turut dijadikan sebagai salah satu strategi HappyFresh untuk mempererat kolaborasinya dengan jaringan supermarket nasional dan regional yang sejauh ini telah membantu menyediakan ragam produk. Saat ini HappyFresh Supermarket sudah diluncurkan di kota-kota besar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Di dalamnya menyediakan lebih dari 15.000 SKU yang terdiri dari produk segar, kering, dan beku yang disimpan dalam tiga zona suhu yang dipantau secara ketat.

“Dalam hanya beberapa bulan setelah peluncuran, kami melihat ketertarikan pelanggan yang luar biasa, melalui pertumbuhan pengguna sebesar 300% setiap bulannya. Untuk memenuhi permintaan ini, kami mendirikan lebih banyak fasilitas untuk meningkatkan area jangkauan kami dan menyediakan aksesibilitas yang jauh lebih besar. Produk kebutuhan harian ada dalam DNA kami,” ujar Co-founder & CEO HappyFresh Guillem Segarra.

Kepada DailySocial.id, ia juga menyampaikan saat ini platformnya telah melayani total pesanan dalam skala jutaan per tahun. Mereka juga telah bermitra dengan hampir banyak supermarket besar di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sampai saat ini perusahaan juga telah memiliki lebih dari 50 mitra jaringan supermarket dan ratusan toko khusus.

“Kami telah meluncurkan 15 fasilitas HappyFresh Supermarket di tiga negara. Di Indonesia, kami sudah menjangkau sebagian besar area Jabodetabek, dan beberapa dark store (toko virtual) lainnya akan segera siap,” imbuhnya.

Tanggapan tentang tren quick commerce

Filippo Candrini (Managing Director Happy Fresh) & Fajar Budiprasetyo (Co-Founder & CTO Happy Fresh) dalam sesi wawancara dan temu media

Seperti diketahui, fokus dari layanan quick commerce yang baru-baru ini banyak bermunculan juga pada pemenuhan grocery. Bedanya, mereka menjanjikan pengiriman instan dalam hitungan 10-15 menit — dua pemain lokal yang baru-baru ini mendapatkan sorotan adalah Bananas dan Astro. Sementara di negara lain sebenarnya model quick commerce juga sudah mulai populer, seperti Gorillas di Eropa dan Zepto di India.

Menanggapi hal ini Managing Director HappyFresh Indonesia Filippo Candrini mengatakan, “Berdasarkan pengalaman kami dalam pengamatan terhadap perilaku konsumen online grocery, kami mengetahui bahwa sebagian besar konsumen merencanakan pembelanjaan dengan memilih beragam produk dari berbagai kategori dan menyimpannya di keranjang belanja.”

Hal tersebut juga yang menjadikan alasan utama mereka membangun HappyFresh Supermarket sebagai online grocery. Melalui pemanfaatan teknologi dan fasilitas yang tersedia, HappyFresh dapat menampung lebih banyak SKU di toko virtual. Jumlah ini cenderung lebih besar dari kapasitas dark store quick commerce – dengan waktu pengiriman hanya dalam 30 menit atau pada jam-jam tertentu sesuai preferensi pengguna (untuk layanan full-weekly grocery basket).

“Dengan demikian, kami mencegah risiko kerusakan bahan makanan atau membahayakan keselamatan mitra pengemudi pengiriman kami,” tambah Filippo.

Dari hipotesis tersebut, HappyFresh masih meyakini bahwa model yang diusung sekarang adalah yang paling relevan dengan kebutuhan pasar. Dan pada akhirnya fokus ke kualitas produk akan menjadi kunci utama kebertahanan layanan online grocery. Dengan kata lain, HappyFresh tidak akan turut andil dalam hingar-bingar quick commerce dulu.

Pisah kongsi dengan Grab

Kabar lainnya yang disampaikan dalam sesi wawancara adalah layanan GrabFresh yang sudah dihentikan sejak awal 2021. Hal ini disampaikan oleh Co-Founder & CTO HappyFresh Fajar Budiprasetyo, menurutnya layanan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk diteruskan — dengan artian saat ini pihaknya sudah mantap untuk memperluas layanannya secara standalone. Pun untuk inovasi produk, difokuskan untuk meningkatkan kapabilitas layanan HappyFresh, baik di mobile dan website.

Terlepas dari kabar tersebut, HappyFresh juga memiliki keyakinan bahwa sektor online grocery di Indonesia masih berada pada tahap pertumbuhan, masih banyak hal yang bisa dieksplorasi. Di platformnya, mereka melihat banyak pengguna yang tumbuh menjadi pelanggan grosir online secara berulang, dengan frekuensi pembelian bulanan dan total pengeluaran yang semakin meningkat. Hal ini merupakan sebuah pertanda bahwa mereka lebih banyak membeli kebutuhan bahan makanan secara online.

“Di HappyFresh kami juga berkomitmen pada keberlanjutan, yang merupakan inti komitmen kami – tidak hanya untuk masa depan, tetapi juga saat ini. Kami terus mencari cara untuk mengurangi jejak ekologis dengan mengurangi kemasan plastik. Salah satu terobosan terbaru pada HappyFresh Supermarket adalah kerja sama dengan food bank FoodCycle untuk mendistribusikan kembali kelebihan makanan yang tidak terjual kepada komunitas yang kurang mampu dan membutuhkan,” imbuh Filippo.

Rencana penggalangan dana

Kendati tidak memberikan tanggapan secara spesifik, Filippo mengatakan bahwa penggalangan dana lanjutan juga akan menjadi agenda ke depannya. Apalagi melihat iklim bisnis online grocery yang bertumbuh pesat di pasar regional.

“Industri online grocery di Asia Tenggara tidak diragukan lagi menerima banyak perhatian berkat peluang yang muncul saat ini. HappyFresh terbuka untuk berdiskusi dengan investor yang dapat memahami semangat kami dalam membentuk kembali industri grosir, menambah nilai strategis, dan membantu kami mempercepat pencapaian kami berikutnya,” ujarnya

Ke depan, bukan tidak mungkin HappyFresh akan hadir di negara-negara baru lainnya di Asia Tenggara. Namun ditekankan, untuk saat ini mereka masih ingin meningkatkan pengalaman untuk basis pengguna yang sudah ada dulu..

“Industri produk kebutuhan harian sedang mengalami transformasi signifikan yang didorong oleh perubahan dalam kebiasaan berbelanja konsumen. Asia Tenggara berada di puncak perubahan tersebut. Ini adalah industri senilai $300 miliar, maka fokus utama kami sebagai sebuah perusahaan adalah untuk menentukan fondasi bangunan fundamental untuk bagaimana 100 juta orang berikutnya akan berbelanja produk kebutuhan harian,” tambah Segarra.

Nanotech Indonesia Global Bersiap Melantai di Bursa Saham Indonesia

Perusahaan nanoteknologi PT Nanotech Indonesia Global Tbk (IDX: NANO) bersiap menggelar IPO dengan melepas sebanyak 1,28 miliar saham atau setara 29,99% dari modal disetor setelah penawaran umum perdana saham. Nanotech diklaim sebagai bakal perusahaan nanoteknologi pertama di Indonesia yang akan melantai di bursa saham Indonesia.

Dalam prospektus e-IPO Nanotech, perusahaan mematok harga penawaran di kisaran Rp95 hingga Rp105 per saham dengan target dapat menghimpun sebanyak-banyaknya dana sebesar Rp134,92 miliar. Penawaran awal dijadwalkan pada 8-15 Februari dan ditargetkan mendapat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Februari 2022.

Sebagai informasi, Nanotech berawal dari kelompok penelitian nanoteknologi yang didirikan di 2005 silam oleh Prof. Nurul Taufiqu Rochman. Setelah bertahun-tahun melakukan aktivitas penelitian dan pengembangan produk baru berbasis nanoteknologi, Nanotech resmi berdiri sebagai entitas resmi di 2019.

Misi Nanotech adalah menjawab permasalahan, kebutuhan dan tantangan para akademisi, investor, industri, dunia usaha, dan pemerintah yang hanya bisa direkayasa dengan sains dan teknologi. Mengutip situs resminya, Nanotech menawarkan jasa sains dan teknologi berbasis R&D, rekayasa material, dan nanoteknologi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun.

Saat ini, Nanotech terhubung dengan lebih dari 300 ilmuwan nanoteknologi, memiliki lebih dari 40 lisensi teknologi, 29 merek dengan teknologi nano, serta 100 bank formula.

Penggunaan dana IPO

Masih berdasarkan prospektus e-IPO, Nanotech merincikan penggunaan dana IPO ini yang terdiri dari (1) Rp16,39 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan jasa teknologi rekayasa material, (2) sebesar Rp16,7 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan terkait jasa layanan teknologi kesehatan, kosmetik, dan farmasi.

Kemudian, (3) Rp16,22 miliar untuk membeli mesin dan perlengkapan terkait layanan R&D, (4) Rp17,04 miliar untuk mesin implementasi teknologi pemanfaatan limbah, dan (5) Rp3,61 miliar untuk pengembangan infrastruktur IT dan sistem penunjang.

Dihubungi DailySocial.id secara terpisah, Chief Operatong Officer Nanotech Kurniawan Eko Saputro mengungkap bahwa rencana bisnis ini dapat dijalankan secara paralel di 2022 mengingat Nanotech didukung dengan kerja sama operasi (joint operation) bersama sebagai penyangga beberapa unit bisnis strategis.

Saat ini, Nanotech punya lima SBU (Strategic Business Unit), di antaranya adalah SBU Industri Umum, SBU Kesehatan, Kosmetik dan Farmasi, SBU Akuakultur dan Agribisnis, SBU Pendidikan dan Pelatihan, dan SBU Properti dan Konstruksi. “SBU dengan skema ini akan dilaksanakan pada kuartal kedua 2022 dengan harapan dapat menopang akselerasi pertumbuhan secara keseluruhan,” tutur Kurniawan.

Pada industri kesehatan, kosmetik, dan farmasi sendiri, ia menilai potensinya di Indonesia masih sangat besar. Indonesia memiliki kekayaan alam dengan 30.000 spesies yang telah diidentifikasi dan 950 spesies yang di antaranya memiliki fungsi tanaman obat, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat dan makanan kesehatan.

Dengan kondisi ini, Indonesia berpotensi menjadi produsen bahan-bahan alami di industri pangan, obat, dan kosmetik. Mengutip riset Statistita, Kurniawan menyebut pasar kosmetik bahan alami dan organik berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir dan diestimasi mencapai $22 miliar pada 2024.

Kemudian, valuasi penjualan kosmetik dunia juga disebut mencapai $145,3 miliar di 2020, dan diperkirakan terus tumbuh dengan CAGR sebesar 4,99 % per tahun selama periode 2020-2025. Menurut riset Statista 2022, valuasi pasar kosmetik dunia diproyeksikan menembus $189,3 miliar di 2025.

Belum lagi, potensi dari industri farmasi yang pertumbuhannya mencapai 12%-13% per tahun. Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pasar farmasi di Indonesia diestimasi mencapai $10 miliar di 2021.

“Indonesia memiliki kekayaan hayati dan bonus demografi. Maka, peluang terbuka lebar untuk Indonesia. Saat ini, SBU yang paling berkontribusi adalah industri umum dan kesehatan, kosmetik dan farmasi. Strategi untuk mendorong pertumbuhan pendapatan antara lain memberikan nilai tambah terhadap jasa dan layanan yang diberikan kepada pelanggan serta kepada pemangku kepentingan yang terkait,” papar Kurniawan.

Adapun terkait implementasi teknologi pemanfaatan limbah, ia menambahkan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan teknologi/sistem pengolahan limbah untuk menjadi material yang lebih aman terhadap lingkungan. Teknologi ini akan ditawarkan ke perusahaan-perusahaan yang bermasalah terhadap inovasi pengolahan atau pemanfaatan limbah yang mereka produksi selama beroperasi. Misalnya, pemanfaatan limbah industri refinery minyak goreng dan tekstil.

Suksesi Bukalapak, Willix Halim Resmi Ditunjuk Jadi CEO

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) resmi menetapkan Willix Halim sebagai CEO Bukalapak, menggantikan Rachmat Kaimuddin yang mengundurkan diri pada akhir Desember 2021. Selain Willix, perusahaan juga mengumumkan penunjukan Victor Putra Lesmana dan Howard Nugraha Gani untuk masuk ke dalam jajaran direksi.

Dalam keterangan resminya, alasan penunjukan ini adalah baik Victor maupun Howard diyakini telah membawa pencapaian luar biasa bagi Bukalapak untuk memimpin digitalisasi UMKM di Indonesia. Adapun, Teddy Nuryanto Oetomo dan Natalia Firmansyah juga disebut akan tetap menjabat sebagai Direktur Bukalapak.

Hasil penunjukan Willix, Victor, dan Howard telah disetujui jajaran direksi, komisaris, dan pemegang saham Bukalapak dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

“Kami optimistis Willix Halim dapat meneruskan kepemimpinan Rachmat Kaimuddin dengan mengembangkan Bukalapak sebagai perusahaan publik yang kokoh secara finansial, berkembang secara berkelanjutan, dan membawa dampak signifikan bagi Indonesia,” tutur Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen Bukalapak Bambang Brodjonegoro.

Sebelumnya, Willix sempat ditunjuk sebagai CEO sementara karena Rachmat Kaimuddin mengundurkan diri untuk melanjutkan kariernya mengabdi ke pemerintahan. Willix bergabung dengan Bukalapak sebagai Chief Operating Officer pada 2016. Ia berperan penting dalam perjalanan perusahaan menjadi unicorn dan berkontribusi terhadap pengembangan Mitra Bukalapak hingga menjadi pemimpin pasar O2O.

“Tahun ini, kami berharap dapat semakin memperkuat posisi Bukalapak sebagai perusahaan teknologi yang menyediakan berbagai vertikal kepada pengguna kami. Dengan dukungan dari berbagai pihak, saya yakin transformasi ini akan terus berjalan dengan baik dan mencapai tujuan utama kami, yaitu menciptakan ‘A Fair Economy For All‘,” ungkap Willix.

Agenda transformasi Bukalapak

Dengan kepemimpinan baru ini, publik bakal mengantisipasi sejumlah langkah strategis yang akan diambil oleh jajaran direksi baru Bukalapak mengingat ada sejumlah agenda besar menanti. Terutama pada navigasi di lini bisnis Mitra Bukalapak yang menjadi penyokong kinerja keuangan Bukalapak tahun lalu.

Kami merangkum sejumlah aksi korporasi dan agenda besar yang mungkin dapat terealisasi di tahun ini. Menjelang akhir 2021, Bukalapak mengubah alokasi dana IPO sebesar Rp21,9 triliun. Rinciannya, 33% dari dana IPO akan digunakan untuk modal kerja, 34% untuk modal kerja anak usaha yang terdiri dari; Buka Mitra (15%), Buka Usaha (15%), serta Buka Investasi, Buka Pengadaan, Bukalapak, dan Five Jack masing-masing 1%.

Bukalapak memberikan alokasi baru sebesar 33% untuk pengembangan usaha perusahaan dan anak usaha, baik lewat skema pembelian saham dan/atau aset, dan/atau penyertaan saham pada satu atau lebih perusahaan termasuk joint venture, atau pelunasan fasilitas pinjaman yang digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha baik sekarang maupun yang akan datang.

Mengawali awal tahun ini, Bukalapak menjadi salah satu penyerap right issue Allo Bank milik CT Corp dengan mengambil alih 11,49% saham. Layanan Allo Bank ditargetkan komersial tahun ini. “Bagi Bukalapak, melalui bisnis Mitra dan konektivitasnya dengan vertikal vertikal baru di pasar UMKM, kerja sama ini dapat mengembangkan penawarannya serta aksesibilitas kredit bagi para pelaku usaha di area rural,” kata Willix beberapa waktu lalu.

Hingga tahun lalu, Bukalapak tercatat telah melayani lebih dari 100 juta pengguna, memiliki sebanyak 6,7 juta pelapak dan 10,4 juta Mitra Bukalapak.

Tak lama berselang, pemilik CT Corp Chairul Tanjung bahkan mengumumkan akan membentuk perusahaan online grocery patungan (joint venture) melalui PT Trans Retail Indonesia bersama Bukalapak. Komposisi kepemilikan Trans Retail akan sebesar 55% dan Bukalapak sebesar 45%,

Application Information Will Show Up Here

Bagaimana Startup Open Finance Membentuk Masa Depan Pembayaran di Asia Tenggara

Banking the unbanked” telah lama menjadi slogan di sektor tekfin (terjemahan fintech) Asia Tenggara, wilayah yang menampung 290 juta penduduk yang belum jadi bagian dari sistem perbankan konvensional. Alhasil, unicorn teknologi seperti Grab dan GoTo, bersama dengan pengembang tekfin, lembaga keuangan, dan pemerintah daerah mulai mengubah pendekatan dalam menawarkan layanan keuangan.

Produk fintech mulai banyak digunakan dalam dua tahun terakhir. Penggunaan e-wallet melonjak 45% dibandingkan masa pra-pandemi. Menurut laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company, volume transaksi e-wallet diperkirakan akan meningkat lebih dari 200% pada tahun 2025.

Sementara penggunaan uang tunai tidak akan punah dalam waktu dekat, pertumbuhan pesat pembayaran digital kian mendukung perubahan mendasar di kawasan ini. Solusi open finance membawa inklusi keuangan di kawasan ini ke tahap selanjutnya.

Open finance mengacu pada produk dan kebijakan teknologi yang memungkinkan pelanggan mengakses layanan keuangan dari penyedia pihak ketiga yang memenuhi syarat. Infrastruktur, teknologi, dan standar data memungkinkan konsumen menautkan rekening bank mereka ke dompet GrabPay-nya,” ujar Todd Schweitzer, pendiri dan CEO pengembang keuangan terbuka Brankas yang berbasis di Indonesia.

Persetujuan berbagi data mendukung open finance, sehingga perusahaan rintisan seperti Brankas dapat mengembangkan API untuk perusahaan teknologi atau lembaga keuangan dalam mengakses data pengguna, dan yang terpenting, membangun berbagai produk terkait tekfin yang dapat melayani siapa saja, termasuk konsumen unbanked dan underbanked.

Todd Schweitzer, pendiri dan CEO Brankas, pengembang open finance yang berbasis di Indonesia. Dokumentasi oleh Brankas.

Brankas, yang berhasil meraih $20 juta dalam putaran Seri B yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners pada 5 Januari lalu adalah salah satu fintech tahap awal yang memungkinkan kemudahan berbagi data keuangan. Didirikan pada tahun 2016, salah satu proposisi nilai unik dari perusahaan adalah kemitraannya dengan bank di seluruh wilayah.

Menggunakan modal segar yang didapat, perusahaan akan memperluas jangkauan pasarnya dengan menghubungkan bank digital dan perusahaan fintech di Vietnam dan Bangladesh. Sejauh ini, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 40 lembaga keuangan dan 100 perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia, Filipina, dan Thailand.

Perkembangan pesat startup Fintech

Pengembang open finance tahap awal lainnya termasuk Finverse yang berbasis di Hong Kong, Finantier yang berbasis di Singapura, dan Brick yang berbasis di Indonesia. Semuanya didirikan pada tahun 2020, ketika muncul banyak hambatan dalam perekonomian daerah.

“Saat pandemi, saya berdiskusi dengan beberapa driver Gojek di Jakarta. Mereka menceritakan betapa sulitnya mendapatkan pinjaman untuk membeli sepeda motor agar bisa nge-Gojek. Pertanyaan saya adalah mengapa mereka tidak pergi ke bank atau perusahaan tekfin [untuk pinjaman], dan mereka mengatakan bank dan perusahaan tekfin tidak akan membantu mereka, karena mereka tidak memiliki riwayat kredit,” salah satu pendiri Finantier Keng Low mengatakan kepada KrASIA.

Finantier mendapatkan investasi awal tujuh digit yang dipimpin oleh East Ventures dan Global Founders Capital pada Juni 2021. Dokumentasi oleh Finantier.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Finantier menawarkan penilaian kredit, agregasi akun yang memungkinkan bisnis untuk membangun profil pelanggan dari sumber keuangan dan non-keuangan, serta solusi inisiasi pembayaran yang memungkinkan transfer uang melalui gateway pembayaran berlisensi.

Proposisi nilai unik yang digunakan perusahaan untuk membedakan dari pesaing adalah dengan berfokus di luar bank. Pada Desember 2021, Finantier secara resmi diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, OJK, sebagai penyedia inovasi keuangan digital dalam kategori credit scoring.

“Kompetisi adalah sesuatu yang kami pikirkan sejak awal. Dompet elektronik dan bank tidak ingin menjadi penyedia open finance dengan berbagai kerumitannya. Dengan terkoneksi ke telekomunikasi, perusahaan e-commerce, dan dompet digital, kami membedakan diri dari pemain lain,” sebut Low.

Tidak seperti Brankas dan Brick, yang beroperasi di bawah model pembayaran per pakai, Finantier menawarkan konsep product-as-a-service (PaaS), yang menurut salah satu pendiri Finantier Keng Low sebagai keunggulan dibandingkan startup lain di bidangnya. Tidak seperti perusahaan lain di arena yang sama, perusahaan tidak membebankan biaya setup atau menarik pendapatan dari transaksi.

Namun, bagi Gavin Tan, CEO dan Co-Founder Brick, persaingan tidak terlalu menjadi perhatian. “Kita harus menganggap API sebagai infrastruktur modern yang memungkinkan platform tekfin diluncurkan dengan cara yang jauh lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Laju startup fintech telah mencapai 5x lipat dibandingkan tiga tahun lalu, dengan API yang menyediakan infrastruktur,” katanya.

Apakah regulasi berjalan seiring inovasi?

Meski industri tekfin tumbuh subur, regulator belum bisa memproses secara penuh perkembangan baru tersebut. Sejauh ini, hanya Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang telah menerbitkan kerangka kerja open finance yang mendefinisikan inisiatif utama seperti regulasi data dan infrastruktur, menurut laporan Brankas dan Integra Partners.

Brick menerima sejumlah dana seed dengan jumlah yang dirahasiakan pada Maret 2021 dari 1982 Ventures dan Antler. Dokumentasi milik Brick.

“Tantangan paling utama adalah minimnya literasi pasar. Regulator masih mempelajari dan merancang regulasi open finance di negaranya. Namun belum ada regulasi detailnya,” kata Schweitzer.

Di Indonesia, misalnya, Kementerian TI dan DPR sedang dalam diskusi untuk meninjau RUU Perlindungan Data Pribadi, yang diharapkan dapat menentukan hak kepemilikan data di negara tersebut. Namun, belum jelas kapan RUU itu akan disahkan, menurut publikasi lokal Voice of Indonesia.

Meskipun hal ini dimaksudkan untuk pengguna memiliki kendali penuh atas data mereka sendiri di bawah kerangka kerja open finance, lembaga keuangan akan terus mengontrol data keuangan pelanggan, seperti saldo akun, hipotek, dan riwayat kredit. “Secara umum di Asia Tenggara, kita akan melihat bahwa data tidak benar-benar dibagikan dengan cara yang bermanfaat. Data keuangan tidak dibagikan dengan cara yang andal, itu sebabnya orang tidak bisa mendapatkan akses ke layanan keuangan,” tambah Gavin.

Meskipun begitu, pendiri Brankas, Bricks, dan Finantier tetap optimis dengan open finance, dan tengah memperkuat kehadiran di regional. Pasarnya sangat besar—pembayaran digital, termasuk e-wallet dan pembayaran akun-ke-akun, hanya menyumbang 24% dari total volume pembayaran pada tahun 2021, sementara uang tunai digunakan untuk 59% dari total volume tersebut, menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

NOBI Umumkan Pendanaan Awal 57 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures

Startup pengembang platform manajemen akset kripto NOBI (PT Enkripsi Teknologi Handal) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $4 juta atau senilai 57,1 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi Appworks, Skystar Capital Cakra Ventures, Global Founders Capital, dan sejumlah angel investor.

Dana segar akan difokuskan untuk mengembangkan produk, meningkatkan penetrasi dan pemanfaatan Honest Token (HNST), dan menguatkan jajaran tim. Seperti diketahui, NOBI bertujuan membantu investor dalam mendiversifikasi aset ke kripto dan membantu orang yang tidak punya banyak waktu untuk mengelola aset secara akses dengan simpel.

Bukukan transaksi kripto 1 triliun Rupiah

Startup ini didirikan oleh Lawrence Samantha (CEO), Edy Senjaya (CTO), dan Dionisius Evan Alam (CPO). Layanan utama NOBI terdiri dari Staking, Savings, dan Trading Strategy, memungkinkan pengguna menikmati hasil yang menarik dari Bitcoint, Ethereum, dan aset kripto unggulan lainnya.

“Ini adalah tonggak penting bagi kami. AC Ventures dan investor kami lainnya menghadirkan pengalaman mendalam yang tak tertandingi dalam fintech, investasi, dan kripto. Putaran investasi ini menunjukkan kepercayaan dan komitmen mereka terhadap apa yang dapat kami lakukan untuk membuat perbedaan untuk menyatukan ruang kripto dan keuangan,” ujar Lawrence.

Sejak didirikan tahun 2018, NOBI saat ini mengelola aset kripto senilai lebih dari 1 triliun Rupiah. Semua layanan yang dimilik diklaim tumbuh hingga 15x seiring dengan peningkatan pengguna yang signifikan dalam 6 bulan terakhir.

“Sejalan dengan tren global, permintaan aset kripto di Indonesia tumbuh pesat. Volume perdagangan domestik telah meningkat lebih dari 10x hingga melebihi $60 miliar pada tahun 2021 melalui lebih dari 11 juta akun pengguna. NOBI memberi investor berbagai layanan yang memungkinkan pengguna Anda mendapatkan bunga. Platform NOBI yang ramah pengguna dan intuitif memudahkan untuk mulai berinvestasi dalam cryptocurrency,” kata Founder & Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji.

Peminat kripto terus meningkat

Menurut data BAPPEPTI sebagai perpanjangan tangan regulator di Indonesia yang menangani aset kripto, jumlah investor kripto di tanah air tumbuh 2x lebih cepat dibandingkan instrumen lain seperti saham pada tahun 2021, yakni mencapai 11,2 juta. Menarik, karena pertumbuhan ini terjadi di tengah fluktuasi harga kripto yang sangat dinamis.

Sepanjang tahun 2021 nilai transaksi aset kripto di Indonesia juga telah mencapai $61,4 miliar atau lebih dari 859 triliun Rupiah, meningkat lebih dari 1222% dibanding tahun sebelumnya.

Pesatnya adopsi kripto berada di tengah tren pertumbuhan platform wealthtech di tengah masyarakat. Hal ini ditengarai meningkatnya inklusi dan literasi keuangan, membuat masyarakat mulai sadar pentingnya melakukan investasi.

Kendati masih dalam hitungan jari, sejumlah platform lokal mencoba sajikan aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk berinvestasi ke kripto, misalnya INDODAX, Tokocrypto, Pintu, dan Pluang. Semakin menarik karena tren produk blockchain lain juga mulai dikenal dan bertumbuh peminatnya di Indonesia, misalnya NFT yang juga melibatkan aset kripto untuk transaksi.

Application Information Will Show Up Here

Brand Aggregator “Tjufoo” Ingin Naik Kelaskan Pengembang Merek D2C Lokal

Makin meningkatnya model bisnis rollup e-commerce atau brand aggregator di Indonesia dimanfaatkan oleh berbagai startup untuk memberikan wadah bagi entrepreneur D2C memperkuat bisnis mereka. Salah satu platform yang mencoba untuk memberikan layanan tersebut adalah Tjufoo.

Baru meluncur awal tahun 2022, startup yang didirikan oleh mantan pegawai Grab, TJ Tham, ingin menjadi brand aggregator dengan konsep “House of Brands”. Yakni membantu brand lokal untuk meningkatkan performa melalui rangkaian teknologi digital, platform data, kecerdasan buatan, dan tim yang berpengalaman.

Kepada DailySocial.id, TJ Tham menegaskan, berbeda dengan platform lainnya yang menawarkan layanan serupa, Tjufoo secara khusus ingin fokus kepada pasar Indonesia secara menyeluruh. Dengan demikian bisa membantu pemilik brand di berbagai daerah memaksimalkan bisnis mereka lebih besar lagi.

Terkait dengan kategori brand pun, TJ Tham enggan untuk menyasar satu kategori secara spesifik. Kompleksnya jenis brand D2C di Indonesia, menjadikan Tjufoo lebih memilih untuk agnostic dan menerima semua brand yang relevan.

“Masih terlalu dini bagi kami untuk menentukan brand secara spesifik yang ingin kami targetkan. Dari pengalaman saya bertanya kepada investor hingga konsultan yang ternama, mereka masih belum bisa menemukan konsep brand yang ideal untuk bisnis D2C di Indonesia. Untuk itu kami memilih agnostic,” kata TJ Tham.

Di Indonesia saat ini platform brand aggregator yang sudah hadir di antaranya adalah Una Brands, Hypefast dan OpenLabs.

Ingin menjadi mitra strategis

Dari sisi kurasi brand, tim Tjufoo tetap memiliki ticket size investasi yang disesuaikan. Dan cara mereka melihat brand untuk bisa diinvestasikan: Apakah mereka sudah siap untuk menjalin kerja sama strategis dengan Tjufoo?

Jika memang belum siap, Tjufoo menawarkan kepada pemilik brand untuk mengikuti program inkubator Sarinah Pandu. Sarinah Pandu menjadi salah satu bentuk PT SARINAH membina pelaku UMKM melalui serangkaian pelatihan dengan silabus yang sistematis serta berkolaborasi dengan para stakeholder.

Dalam kerja sama ini, Tjufoo juga memberikan dukungan berupa pendanaan bisnis, mentoring, dan ekosistem guna pengembangan digitalisasi UMKM rujukan Sarinah.

Tjufoo berkomitmen untuk mempercepat pertumbuhan UMKM dengan mengakuisisi brand lokal pada kategori D2C atau berjualan tanpa perantara. Di tahun ini, Tjufoo berencana untuk mempercepat pertumbuhan bisnis UMKM di Indonesia dengan mengakuisisi brand lokal potensial. Permodalan masih menjadi masalah kompleks yang selalu dihadapi oleh para pengusaha UMKM di Indonesia.

“Untuk itu, kami berkomitmen untuk mengembangkan UMKM dan brand lokal dari berbagai kategori dan level dengan berinvestasi pada modal pengembangan usaha dengan nilai akuisisi sebesar Rp1,8 triliun yang akan segera kami jalankan sebagai rencana jangka pendek. Dengan dukungan permodalan ini, kami berharap Indonesia mampu menelurkan ratusan brand lokal yang dapat bersaing di pasar global,” kata TJ Tham.

Tahun ini ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Tjufoo, di antaranya adalah membangun fondasi yang kuat bagi ekosistem D2C dan terus merekrut brand dengan jumlah yang tidak terbatas, selama ada kecocokan di antara mereka.

Tjufoo juga ingin menjadi mitra bagi brand, yang bukan hanya memberikan investasi saja sekitar 51%, namun juga ingin menjadi mitra yang membantu brand mengelola bisnis hingga membantu mereka merekrut talenta digital yang terbaik. Untuk bisa bertumbuh secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan zaman, Tjufoo juga senantiasa memberikan mentoring dari indvidu-individu unggul perusahaan lintas sektor besar seperti Apple, Grab, Amazon, SAP, dan JP Morgan.

“Kebanyakan brand aggregator memilih cara exit yaitu membeli brand tersebut secara penuh. Namun di Tjufoo selain menawarkan cara tersebut, kami juga ingin bersama membangun brand lebih baik lagi dan bertindak sebagai mitra strategis,” kata TJ Tham.

Rencana penggalangan dana seri A

Saat ini Tjufoo telah merampungkan pendanaan pra-seri A. Tercatat sudah ada dua venture capital yang memberikan pendanaan kepada mereka, di antaranya adalah TNB AURA dan Venturra Discovery. Tahun ini Tjufoo memiliki rencana untuk melanjutkan kegiatan penggalangan dana untuk tahapan seri A.

Kepada DailySocial.id, Partner Ventura Discovery Raditya Permana mengungkapkan, melihat besarnya potensi bagi platform seperti Tjufoo untuk tumbuh di Indonesia sebagai brand aggregator, menjadi alasan utama mengapa Venturra tertarik untuk memberikan investasi kepada Tjufoo.

Alasan lain mengapa Venturra Discovery tertarik untuk menjadi investor adalah, pengalaman TJ Tham sebagai CEO yang sebelumnya turut membangun Grab tumbuh di Indonesia. Dilihat dari pengalaman, skill dan empati yang dimiliki TJ Tham, menjadi alasan yang kuat bagi mereka untuk membantu Tjufoo tumbuh menjadi brand aggregator unggulan di Indonesia.

“Kami juga melihat fokus Tjufoo yang hanya di Indonesia menjadi pilihan terbaik. Berbeda dengan brand aggregator lainnya yang lebih memilih untuk memasarkan ke pasar global, pemilihan Tjufoo untuk fokus di Indonesia menjadi ideal, karena lanskap commerce di Indonesia yang terbilang kompleks. Channel yang dipilih kebanyakan oleh pemilik brand kelas mikro bukan hanya channel e-commerce saja namun juga chat commerce, media sosial, dan lainnya,” kata Raditya.

Induk Kredivo Jadi Pengendali Saham Bank Bisnis Internasional

PT FinAccel Teknologi Indonesia memantapkan langkahnya untuk masuk ke bank digital di tahun ini. Usai menambah kepemilikan sahamnya, induk usaha Kredivo dan Kredifazz ini resmi menjadi pengendali Bank Bisnis Internasional Tbk (IDX: BBSI).

Berdasarkan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia pada 14 Februari 2022, FinAccel menambah kepemilikan saham di Bank Bisnis sebesar 1,15 miliar lembar saham atau setara dengan 35% saham.

Sebelumnya, FinAccel mencaplok 24% saham Bank Bisnis pada Mei 2021. Kemudian, perusahaan kembali meningkatkan porsi kepemilikannya menjadi 40% pada Oktober 2021. Dengan demikian, FinAccel kini menguasai 75% saham Bank Bisnis.

Struktur kepemilikan saham setelah pengambilalihan saham menjadi sebagai berikut; FinAccel Teknologi Indonesia memiliki 75% dengan kepemilikan 2,48 miliar lembar saham, Sundjono Suriadi memiliki 4,91% dengan 162,4 juta lembar saham, PT Sun Antarnusa 4,17% (138 juta lembar), dan publik 15,92% (526,3 juta lembar).

“Pengajuan pengmbilalihan saham ini sudah disampaikan ke OJK pada 10 Februari 2022 dan telah disetujui oleh OJK,” demikian disampaikan dalam keterangan resmi Bank Bisnis.

Babak lanjutan kompetisi bank digital

Sebelumnya, strategi pengendali saham bank telah dilakukan oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia terhadap PT Bank Neo Commerce Tbk (IDX: BBYB). Secara bertahap, Akulaku resmi menguasai kepemilikan saham BNC pada Juli 2021.

Akuisisi FinAccel akan memungkinkan Bank Bisnis untuk dapat memanfaatkan teknologi, data, dan customer base yang telah dimiliki oleh FinAccel untuk mengincar pasar yang selama ini belum terlayani oleh merchant-merchant online di Indonesia.

Saat ini, FinAccel menaungi produk paylater Kredivo dan lending Kredifazz. Kredivo tercatat punya 5 juta pengguna tahun lalu dengan ketersediaan layanan di lebih dari 1.000 merchant di Indonesia.

Kredivo telah terintegrasi di hampir seluruh e-commerce terkemuka di Indonesia, seperti Bukalapak, Lazada, Tokopedia, Blibli, Bhinneka, hingga Sociolla. Pencapaian di atas mengukuhkan posisi Kredivo sebagai penguasa pangsa pasar kartu kredit yang selama ini penetrasinya masih rendah di Indonesia.

Dalam rangkuman DailySocial.id, pertarungan bank digital telah dimulai sejak tahun lalu, setidaknya dimulai dari komersialisasi layanan dari Bank Neo Commerce (Neo+), Bank Jago (Jago App), Bank Seabank Indonesia (SeaBank), dan BCA Digital (blu). Untuk tahap awal, bank digital masuk lewat produk saving dan fitur pengaturan keuangan dengan target pasar rata-rata di segmen ritel, milenial, dan mass market.

Jelang akhir 2021, persaingan bank digital semakin kencang dengan semakin banyaknya aksi akuisisi bank mini untuk memenuhi kewajiban modal minimum bank dan transformasi anak usaha. Beberapa di antaranya adalah Bank BRI lewat anak usaha BRI Agro (sekarang Bank Raya), BNI mencaplok Bank Mayora, dan aksi right issue Allo Bank.

Dengan dinamika yang terjadi di sepanjang 2021, bisa jadi bank digital akan memulai babak baru dengan masuk ke produk pinjaman (lending). Tahun lalu, bank digital melakukan penetrasi pasar dengan produk saving sebagai upaya eksplorasi tahap awal untuk membangun basis pelanggan.

Salah satunya adalah Bank Jago yang berencana mendorong kemitraan layanan dan ekosistem produk, termasuk produk lending di tahun ini. Terakhir, Bank Jago tercatat telah bekerja sama dengan 19 mitra dari berbagai vertikal, mulai dari e-commerce, lending, dan investment.

Platform Pencarian Kerja “KitaLulus” Raih Pendanaan Awal Dipimpin Go-Ventures

Platform jaringan profesional dan pencarian kerja KitaLulus, berhasil meraih pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Go-Ventures. Putaran ini juga diikuti beberapa angel investor termasuk Phil Opamuratawongse (Shipper), JJ Chai (Rainforest), Aldi Haryopratomo, YC Ng (AC Ventures), dan Abhinay Peddisetty (BukuWarung).

Tidak disebutkan nilai pendanaan yang disalurkan pada putaran ini. Perusahaan berencana menggunakan dana segar ini untuk memperkuat tim produk dan teknologi, selain itu juga memperluas jangkauan pasarnya di Indonesia. Perusahaan memiliki visi untuk membantu Indonesia bangkit bekerja setelah Covid-19 dengan menghubungkan massa dengan jaringan dan kesempatan kerja yang tepat.

Co-Founder KitaLulus Stevien Jimmy turut mengungkapkan bahwa dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, penduduk usia produktif di Indonesia diproyeksikan meningkat hingga 20%. Sementara itu, masih banyak tantangan yang ditemui termasuk akses dan peluang yang belum inklusif. Di sisi lain, solusi konvensional dinilai kurang efisien dan tidak efektif. KitaLulus ingin mencoba menyelesaikan masalah ini dengan menawarkan solusi yang menyeluruh.

Sebelumnya, KitaLulus telah meluncurkan platform jaringan dan pekerjaan profesionalnya pada bulan Oktober 2021. Terdapat tiga fungsi utama yang ditawarkan dalam platform. Pertama, program upskill untuk tujuan profesional dan pemerintahan. Dalam kursus online ini, pengguna dapat mengukur dan melatih kemampuan dengan mengerjakan soal. Disediakan juga video tutorial untuk mendukung pendalaman topik. Saat ini program yang tersedia adalah untuk persiapan CPNS, PPPK Guru, dan sekolah kedinasan.

Selain itu, pengguna juga bisa bergabung dengan jaringan profesional yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, profesional atau pengalaman kerja yang serupa. Utamanya, melalui aplikasi KitaLulus, pengguna bisa membangun portofolio pengalaman, menemukan peluang kerja yang sesuai dan berinteraksi langsung dengan perusahaan potensial melalui WhatsApp. Beberapa perusahaan yang sudah bekerja sama dengan platform ini termasuk Apotek K-24, Hangry, J&T Express, dan Seryu Cargo.

Dalam menjalankan bisnisnya, Jimmy yang sebelumnya adalah Co-Founder dari Baca (aplikasi agregator berita) turut didukung oleh sosok yang memiliki kehadiran kuat di industri teknologi tanah air. Selaku Co-Founder Wei-Chuan Chew (Wibowo) pernah terlibat sebagai Co-Founder Rukita (perusahaan co-living) dan Junior Partner di McKinsey. Keduanya juga didukung oleh Head of Engineering, Septiana Wijayanti, yang sebelumnya terlibat dalam pengembangan awal platform Sayurbox (online grocery).

Rencana ke depan

Belum satu tahun beroperasi, perusahaan telah mengklaim pertumbuhan signifikan. Hingga saat ini, sebanyak 1 juta lamaran kerja telah diproses dalam platform tiap bulannya. Jaringan profesional mereka telah merangkul lebih dari 20 komunitas dan menjangkau enam area metropolitan di Indonesia, termasuk Bandung, Jabodetabek, Makassar, Medan, Semarang, dan Surabaya.

“Ke depannya, kami berencana melakukan ekspansi ke seluruh Indonesia. Secara khusus, kami menargetkan kota seperti Malang, Palembang, dan Serang. Selain memperluas wilayah, kami juga akan menginvestasikan dana ini untuk memperkuat tim. Tujuannya tidak lain untuk membangun tim produk dan teknologi kelas dunia, yang akan mengembangkan produk kami menjadi yang jejaring profesional dan platform pekerjaan terdepan di Indonesia,” ungkap Stevien.

Dalam pernyataan resmi, Partner Go-Ventures Aditya Kamath turut mengungkapkan, “Seiring pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi COVID-19, kami berharap bisa melihat peningkatan permintaan tenaga kerja di tanah air. Selain itu, dengan peningkatan penetrasi internet di Indonesia, hal ini tentunya semakin memperkuat dukungan bagi KitaLulus. Kami senang bisa mendukung KitaLulus, karena kami melihat perusahaan memainkan peran kunci dalam membantu masyarakat Indonesia untuk meningkatkan keterampilan, memajukan diri, dan menemukan pekerjaan impian mereka”.

Go-Ventures sendiri merupakan perusahaan modal ventura milik Gojek yang fokus berinvestasi pada startup tahap awal. Hingga saat ini, Go-Ventures telah berinvestasi di lebih dari 25 perusahaan teknologi Indonesia yang bergerak di berbagai bidang, termasuk dalam portofolionya startup wealthtech Pluang, eFishery (aquatech), Segari, Food Market Hub, dan lainnya.

Platform job marketplace di Indonesia

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah banyak platform job marketplace yang menawarkan layanan perekrutan dengan value added yang berbeda. Misalnya Kalibrr, sebagai perusahaan perekrutan asal Filipina yang sudah hadir di Indonesia sejak tahun 2016. Mereka menggabungkan platform rekrutmen berbasis AI dan layanan employer branding untuk membantu perusahaan menunjukkan nilai-nilai mereka, menarik kandidat tepat, dan merealisasikan proses yang mulus.

Untuk pemain lokal juga ada beberapa platform yang menangani kebutuhan serupa seperti Urbanhire, Ekrut, Nusatalent, dan beberapa lainnya. Selama pandemi mereka juga cukup aktif membantu perusahaan untuk melakukan digitalisasi sistem HR. Misalnya yang dilakukan Urbanhire, kini mereka tidak hanya memosisikan diri sebagai portal lowongan pekerjaan saja, tetapi HR technology dan talent solutions, berkat kemitraan strategisnya dengan Mercer.

Application Information Will Show Up Here

Modalku Raih Pendanaan Seri C+ Lebih dari 2 Triliun Rupiah, Siap Masuk ke Neobank

Grup Modalku mengumumkan perolehan pendanaan seri C+ senilai $144 juta (sekitar 2,06 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh Softbank Vision Fund 2, dengan partisipasi dari VNG Corporation, Rapyd Ventures, EDBI, Indies Capital, Ascend Vietnam Ventures, dan investor sebelumnya, seperti Sequoia Capital India dan BRI Ventures.

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan juga mengumumkan fasilitas dana pinjaman terbaru sebesar $150 juta (sekitar 2,15 triliun) dari lembaga keuangan di Eropa, Amerika serikat, dan Asia. Pengumuman ini menyusul ronde seri C senilai $45 juta yang diperoleh antara tahun 2020 dan 2021. Bila ditotal, perusahaan mengantongi $189 juta (sekitar 2,7 triliun Rupiah).

Pendanaan yang diraih akan memperkuat posisi perusahaan sebagai pemimpin dalam pendanaan digital regional. Dana akan digunakan untuk mengelola pengeluaran serta meningkatkan layanan B2B Payments bagi UMKM di Asia Tenggara dalam rangka menjadi neobank. Strategi yang sama juga diambil KoinWorks untuk fokus berikutnya.

Manajemen juga menyampaikan sebanyak $16 juta (sekitar 229 miliar Rupiah) dari pendanaan terbaru ini akan digunakan untuk berkontribusi ke opsi rencana saham perusahaan dalam bentuk pembelian kembali saham, bagi karyawan terdahulu maupun saat ini.

Dalam keterangan resmi, Co-founder Funding Societies Reynold Wijaya menyampaikan, “[..] Setelah berhasil membuktikan kapabilitas kredit kami selama krisis finansial yang belum pernah terjadi sebelumnya, Modalku akan memperluas bisnis menuju neobanking. Kami berkomitmen untuk dapat mendukung UMKM lebih baik, memperkuat kehadiran kami di Asia Tenggara, dan membawa dampak positif yang lebih besar ke masyarakat.”

Managing Partner SoftBank Investment Advisers Greg Moon menambahkan, secara historis UMKM di Asia Tenggara berjuang untuk mendapatkan akses pinjaman dari institusi keuangan, tetapi mereka justru terpaksa mengandalkan pendanaan pribadi untuk mendukung pertumbuhan usaha mereka. Modalku hadir dan menjembatani para pengusaha ini untuk mengakses pendanaan yang lebih sesuai kebutuhan mereka.

“Juga, lebih terjangkau dengan membangun sistem data yang menilai suatu usaha dari kinerjanya dan menggunakan teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) agar proses menjadi lebih efektif. Kami senang dapat mendukung misi mereka berkontribusi bagi Asia Tenggara dengan mendanai UMKM yang layak namun belum terlayani,” kata Moon.

Fokus ke UMKM

Grup Modalku yang didirikan pada tahun 2015 ini berupaya memecahkan tantangan-tantangan utama UMKM yang menghambat pertumbuhan mereka, mulai dari adanya financial gap sebesar $300 miliar (sekitar Rp 4,6 kuadriliun) di kawasan Asia Tenggara. Meskipun nyaris 99% dari semua usaha di Asia Tenggara merupakan usaha kecil, nyatanya para pelaku UMKM menghadapi banyak rintangan dalam memperoleh pinjaman usaha dari lembaga keuangan konvensional karena kurangnya rekam jejak kredit atau agunan untuk dijaminkan.

Layanan Modalku hadir untuk menawarkan pinjaman hingga Rp2 miliar yang dapat dicairkan dalam waktu 24 jam, sehingga menjadi solusi bagi para UMKM terhadap tantangan terkait akses modal untuk bisnis. Saat ini perusahaan memosisikan diri sebagai one-stop shop dalam pendanaan UMKM sehingga tidak lagi menggunakan pendekatan supply chain tradisional untuk mencapai inklusi keuangan, melainkan dengan model kredit berbasis Artificial Intelligence (AI) serta menggunakan nilai tambah produk yang dimiliki untuk menjangkau bisnis yang kurang terlayani.

Sebuah studi terbaru yang menggunakan metodologi dari Asian Development Bank, mengungkapkan bahwa UMKM yang didukung oleh Grup Modalku berkontribusi sebesar USD 3,6 miliar (sekitar Rp 51,6 triliun) ke PDB di Asia Tenggara.

Setelah tujuh tahun berlalu, Grup Modalku saat ini sudah memiliki lisensi di empat negara ASEAN, yaitu Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan sudah beroperasi di Vietnam. Hingga saat ini, perusahaan telah menyalurkan pendanaan usaha lebih dari Rp29,4 triliun kepada lebih dari 4,9 juta transaksi pinjaman UMKM di Asia Tenggara.

Sejak 2019, Grup Modalku telah memperluas layanan keuangannya di luar pinjaman dan berencana untuk melakukan ekspansi ke lebih banyak lokasi di Asia Tenggara dalam 12 bulan ke depan.

Virtual Credit

Dalam rangka menuju neobank, sebelumnya perusahaan meluncurkan “Virtual Credit”, fasilitas paylater untuk mendukung kebutuhan usaha bagi UMKM dalam bentuk limit kredit yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara digital di platform atau supplier online/offline. Dengan proses persetujuan yang cepat, limit dapat digunakan untuk menambah stok barang, mengembangkan usaha, serta kebutuhan mendesak para pengusaha.

Fasilitas Modalku Virtual Credit ini dapat digunakan oleh UMKM individual maupun berbadan usaha (PT/CV) untuk mengelola dan mengontrol arus kas usaha dengan akses yang mudah. Limit yang diberikan akan disesuaikan dengan skala bisnisnya. Kategori UMKM individual bisa mendapatkan limit kredit hingga Rp100 juta, sedangkan untuk UMKM berbadan usaha hingga Rp500 juta. UMKM dapat mengajukan fasilitas ini tanpa perlu memiliki agunan.

Saat ini, Modalku telah bekerja sama dengan lebih dari 100 supplier online dan offline untuk membantu UMKM dalam pemenuhan kebutuhan usaha. Beberapa platform online yang sudah bekerja sama di antaranya JD.ID, Bizzy, Blibli, Jubelio, dan akan terus bertambah seiring perkembangan layanan.

“Dengan adanya fasilitas paylater untuk bisnis ini, kami bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada UMKM agar mendapatkan tempo yang lebih panjang dan membantu UMKM mengontrol arus kas dengan lebih baik karena pemasukan atau piutang yang sering kali bersifat fluktuatif dari waktu ke waktu, terutama di masa-masa pandemi yang masih berkepanjangan dan tidak menentu,” ujar Head of Growth and Partnership Modalku Arthur Adisusanto.

Arus kas sendiri menjadi sumber kehidupan bagi setiap lini bisnis. Kemampuan untuk bisa mengelola pendapatan dan pengeluaran merupakan ilmu esensial dalam mengembangkan usaha apa pun. Ketika arus kas masuk lebih lambat daripada arus keluar (arus kas negatif), menjalankan dan mengembangkan bisnis akan menjadi sulit.

Application Information Will Show Up Here

Ralali Konfirmasi Raih Pendanaan Seri D 155 Miliar Rupiah Dipimpin SBI Group dan Bee Accelerate [UPDATED]

Startup B2B marketplace Ralali mengonfirmasi perolehan pendanaan Seri D senilai $10,9 juta (lebih dari 155 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh SBI Group, investor sebelumnya yang memimpin putaran Seri B, dan Bee Accelerate. Kemudian diikuti oleh jajaran investor lainnya, seperti Beenos Asia, ICMG Partners, dan Arbor Venture.

Dengan penambahan dana tersebut, sejak Ralali dirintis hingga kini berhasil mengumpulkan perolehan dana lebih dari $33,4 juta (lebih dari 476 miliar Rupiah). Putaran seri C diumumkan oleh perusahaan pada Juli 2019 sebesar $13 juta. Investor yang memimpin dalam putaran tersebut adalah Arbor Ventures, TNB Aura, dan founder ZIGExN Co., Ltd., Jo Hirao.

Kepada DailySocial.id, Founder dan CEO Ralali Joseph memberikan konfirmasi atas kabar tersebut. “[Pendanaan] ini sudah dari beberapa bulan lalu,” ucapnya.

Perkembangan sembilan tahun Ralali

Ralali mengawali bisnisnya sebagai B2B marketplace sejak 2013 dan kini menggurita ke berbagai lini di luar marketplace menjelma menjadi sebuah grup. Ralali Group bertujuan menjadi one stop solution bagi pelaku bisnis. Selain itu mereka berfokus untuk memenuhi kebutuhan usaha para pelaku bisnis, sehingga semua kanal berfokus pada user supplier dan pelaku bisnis.

Seiring dengan permintaan pasar dan peluang usaha yang terus berkembang, Ralali Group mengembangkan solusi usaha untuk membantu pelaku bisnis membangun reputasi serta mengembangkan jaringan di era digital. Platform marketplace yang dimiliki kini sudah dilengkapi dengan berbagai solusi bisnis, mulai dari finansial (paylater), logistik, dukungan UMKM, dan enabler, hasil kerja sama dengan para mitra.

Salah satunya Ralali Connect, yaitu berupa platform yang ditujukan kepada para pelaku UMKM untuk dapat memiliki digital storefront serta terhubung dengan berbagai komunitas yang memiliki minat usaha sesuai dengan pengguna. Kemudian, Ralali Agent sebagai on-demand business platform menjadi solusi untuk mencari penghasilan tambahan bagi masyarakat sehingga membantu bisnis tumbuh dengan memberikan kolaborasi antara teknologi digital dan tenaga kerja dalam melakukan proses O2O (offline-to-online).

Berikutnya, Ralali Solution Center sebagai wadah bagi para pelaku usaha yang masih berjualan secara offline dapat bergabung menjadi seller Ralali.com, sehingga dapat memasarkan produknya secara online. Ralali Solution Center menjembatani antara seller dengan korporasi atau klien dari Ralali.com. Klien ataupun pembeli dapat membuat permintaan barang melalui RFQ (Request For Quotation), salah satu fitur unggulan dari Ralali.com.

Inovasi yang baru dirilis berikutnya adalah Ralali Business Collection untuk membuka kesempatan bagi masyarakat yang sedang berencana memulai bisnis dengan tawaran paket usaha dan harga grosir terbaik. Peluang ini terbuka untuk bisnis kopi, sembako, minuman kekinian, dan otomotif.

Di luar itu, perusahaan merambah segmen kesehatan dengan memproduksi masker Primero dan menghadirkan Neoclinic, klinik berbasis teknologi. Klinik tersebut menyediakan layanan swab antigen, rapid test, drive thru, hingga home service, juga merilis produk vitamin. Juga, masuk ke industri pengolahan porang (konyaku) Indonesia dengan perkenalkan FITMEE, mie instan sehat berkalori rendah. FITMEE diakuisisi oleh Ralali dari The Fit Company dan diumumkan dalam situs perusahaan.

Dalam data terakhir, diklaim Ralali.com telah memiliki lebih dari 1,3 juta pengguna terdaftar, lebih dari 20.000 vendor, 360 ribu produk, dan lebih dari 6 juta kunjungan setiap bulannya dari seluruh Indonesia.

*) Kami menambahkan konfirmasi langsung dari manajemen Ralali terkait pendanaan Seri D