Wafa Taftazani Menjawab Keraguan

Awal tahun 2022 ini, UpBanx dan VCGamers mengumumkan investasi perdananya. Platform perbankan digital untuk kreator UpBanx membukukan pendanaan pre-seed $5,2 juta dengan valuasi $120 juta (lebih dari Rp1,7 triliun), hanya dalam 6 bulan beroperasi. Sementara platform social commerce untuk pemain game VCGamers mendapatkan pendanaan seed $2,5 juta dan mencatatkan valuasi $20 juta (lebih dari Rp 280 miliar).

Dari dua startup tersebut, ada nama Wafa Taftazani di jajaran founder. Selain itu Wafa juga merupakan co-founder platform fintech lending Modal Rakyat.

DailySocial.id berkesempatan melakukan wawancara dengan Wafa, mendalami perjalanan kariernya, sampai akhirnya memutuskan sepenuhnya terjun ke dunia kewirausahaan digital. Tidak hanya dengan 1 startup, tapi 3 sekaligus.

Titik balik

“Sebenarnya saya tidak memiliki latar belakang terkait langsung dengan dunia teknologi dan startup. Kakek saya bekerja di Bank Indonesia (BI), sebelum namanya BI, beliau sudah bekerja 30 tahun. Ayah saya masuk ke BI juga, kerja juga sudah 30 tahun dan masih aktif, sekarang di OJK. Bisa dibilang, ada ekspektasi [dari keluarga] saya lanjut ke sana. Tapi berkali-kali disuruh daftar, saya tidak pernah menurut, sampai akhirnya kecemplung di dunia teknologi,” cerita Wafa mengawali perbincangan.

Wafa mengawali karier profesionalnya dengan bekerja sebagai di dunia investment banking, tepatnya di MUFG. Ia mulai masuk ke dunia bisnis teknologi sepulang studi S2 di University of Cambridge, Inggris.

Ia masuk ke Shopee yang kala itu masih di fase awal pendirian di Indonesia. Dari sana, Wafa mendalami model bisnis teknologi yang berkembang pesat, termasuk terkait e-commerce, fintech, dan berbagai terminologi startup lainnya.

Kembali ke tahun 2013, Wafa sudah kenal dengan Stanislaus Tandelilin [co-founder Modal Rakyat] ketika sama-sama bekerja di dunia perbankan. Kala itu mereka mulai berdiskusi, bermimpi, untuk membangun sebuah startup berbasis teknologi, khususnya berkaitan dengan keuangan.

Sebagai gambaran, di tahun tersebut ekosistem startup digital memang sedang di fase awalnya.

“Waktu itu hanya bisa bermimpi. Belum ada keberanian dan dukungan seperti yang ada saat ini, infrastrukturnya, modalnya, koneksinya. Sampai akhirnya pada 2017 Stanis main ke kantor [Wafa masih bekerja di Google], lalu mengingat kembali rencana tersebut. Dan pada akhirnya di tahun 2018 dibentuklah Modal Rakyat bersama Stanis dan 2 co-founder lainnya,” ungkap Wafa.

Wafa saat masih aktif menjalani peran di tim Youtube di Google / Dok. Pribadi Wafa

“Di tahun 2018 pun pas bikin p2p lending banyak yang bilang telat. Tapi saya percaya, Modal Rakyat tidak akan menjadi seperti pinjol yang datang dan pergi seperti yang banyak bermunculan akhir-akhir ini. Kami memiliki model bisnis dan kemitraan yang kuat dengan banyak institusi. Terbukti sampai sekarang masih bertahan dan menjadi partner banyak pihak,” imbuh Wafa.

Setelah Shopee, pada Agustus 2017, Wafa mulai berkarier di Google, khususnya di unit YouTube yang membuatnya banyak berinteraksi dengan kreator-kreator Indonesia.

Di Modal Rakyat, yang merupakan bagian FAZZ Financial Group, ia bekerja secara paruh waktu. Pada akhir tahun 2021, Wafa memutuskan untuk keluar dari Google dan memantapkan diri menjadi founder startup penuh waktu.

“Selama kerja di Google 4 tahun lebih, saya belajar banyak, kenal dengan beberapa venture capital, konten kreator, startup founder. Turning point-nya karena Covid-19, yang membuat saya banyak di rumah lalu merenung: Modal Rakyat mau dibawa ke mana, karier saya mau di bawa ke mana? Lalu akhirnya memberanikan diri, apalagi Upbanx akhirnya masuk ke Y Combinator,” terang Wafa.

Di VCGamers awalnya Wafa menjadi investor untuk pre-seed mereka. 1-2 bulan berjalan, ia merasa cocok dengan produk dan tim sampai akhirnya memutuskan menjadi co-founder dan aktif membantu proses fundraising.

Upbanx sendiri terlahir dari diskusinya bersama Hendra Kwik (CEO Fazz Financial) yang menyarankan Wafa menggabungkan pengalamannya dalam mengelola brand [dari Shopee], kreator [dari YouTube], dan fintech [dari Modal Rakyat] menjadi satu.

Upbanx diluncurkan dengan harapan dapat menyelesaikan pain point terkait financing yang kerap dihadapi para kreator, selain juga ingin memberikan wadah kepada ekosistem ini sudah bisa saling berkolaborasi, sampai dengan mengoptimalkan aset kripto dan NFT untuk monetisasinya.

“Awalnya tidak ada niat serius-serius banget di sini. Iseng daftar YC [Y Combinator], ternyata masuk. Begitu masuk sudah tidak bisa main-main lain, karena diwajibkan menandatangani sejumlah dokumen legal, termasuk salah satunya harus resign dari kantor lama untuk full time di startup baru ini. Bersyukur banget banyak atensi dari investor hingga akhirnya menutup pendanaan yang kemarin,” imbuh Wafa.

Memimpin dua startup

Diakui awalnya ia sempat khawatir tentang tanggapan investor ketika harus memimpin 2 startup sekaligus. Wafa menilai, para investor bisa melihat gambaran besarnya bahwa Upbanx dan VCGamers akan membentuk suatu sinergi yang menghasilkan dampak menyeluruh bagi ekosistem kreator.

“Upbanx dan VCGamers ini closing funding cuma beda dalam hitungan hari. Sempat khawatir saat menjelaskan ke investor bahwa saya menjalankan 2 startup sekaligus. tapi mereka berhasil melihat the big picture-nya, begitu pula dengan YC,” terangnya.

Wafa menjelaskan apa yang membuat 3 startupnya bisa melambung meskipun konsentrasinya harus terbagi. Faktor utamanya adalah visi dan dukungan tim yang kuat.

“Saya biasanya datang dengan visi, ide, dan keberanian mengambil risiko. Untuk mengeksekusinya maka butuh support system, terdiri dari co-founder yang solid dan tim yang luar biasa. Saya punya aspek-aspek itu. Saya beruntung mereka sangat berkomitmen, karena kalau tidak ya ide-ide tadi paling cuma jadi omongan di grup WhatsApp. Saya kasih visi, mereka percaya dengan visi tersebut, sampai mau resign dari pekerjaan sebelumnya dan lain-lain,” cerita Wafa.

Visi tersebut digerakkan passion yang dimilikinya. Dia bercerita akan ketertarikannya terhadap personal finance, mendorong setiap inovasi untuk membantu orang lain meraih independensi finansialnya. Secara tidak langsung dipengaruhi latar belakang keluarga yang bekerja di sektor finansial, tiga startup yang turut didirikan Wafa semuanya memiliki benang merah utama, yakni fintech.

“Yang terpenting itu adalah trust dan ini tidak bisa dibangun dalam waktu yang singkat. Ini soal bagaimana saya meyakinkan Hendra untuk mendukung saya, bagaimana menjalin hubungan dengan VC yang sekarang mendukung startup saya. Di luar karena beritanya bareng-bareng kesannya jadi sangat instan. Padahal tidak, itu memakan waktu bertahun-tahun. Beberapa VC yang kemarin masuk adalah investor dari startup yang dulu pernah saya bantu, baik sebagai advisor ataupun konsultan. Jadi saya bukan orang baru buat mereka,” ujar Wafa.

Tentang valuasi Upbanx

Upbanx menjadi soonicorn di ronde pendanaan pertamanya. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan banyak orang tentang dari mana angka valuasi tersebut datang, mengingat produk Upbanx juga belum sepenuhnya meluncur. Menjawab hal ini, Wafa mengatakan valuasinya 100% datang dari investor.

“Saya menjamin valuasi itu lahirnya dari investor, dari seberapa besar mereka menilai kami. Saya tidak pernah bilang valuasi startup saya sekian. Dan bagi saya selaku founder, tidak ada mindset untuk [mendahulukan] memperbesar valuasi, karena fokus utama saya saat ini adalah pada pengembangan produk. Makanya sekarang saya lebih banyak ketemu kreator atau calon pengguna Upbanx untuk meminta masukan mereka sebagai calon pengguna,” kata Wafa.

Ia melanjutkan, “Buat saya valuasi itu juga akan dipengaruhi oleh produk, karena setiap produk startup memiliki economic value. Dari sana mereka akan menilai dan memutuskan apakah ingin turut memiliki produk tersebut atau tidak.”

Terkait produk, pertengahan tahun ini Upbanx ditargetkan bisa merilis dua modul utamanya, yakni Financing dan Marketplace. Secara perlahan mereka memasukkan sejumlah kreator dan brand. Diklaim sudah ada lebih dari 400 yang masuk ke daftar antrean.

Sementara VCGamers tahun ini juga akan meluncurkan aplikasi mobile dan komponen metaverse untuk memudahkan pengguna berintegrasi dan melakukan utilisasi token.

Belajar dari kegagalan

Kepercayaan menjadi pegangan terpenting yang digenggam dalam perjalanan kewirausahaannya / Dok. Pribadi Wafa

Jauh sebelum ini, rekam jejak Wafa dalam dunia kewirausahaan sudah dimulai sejak bertahun-tahun lalu. Di luar startup digital, ia pernah memiliki beberapa usaha, dua di antaranya jasa desain interior dan agency. Semua mengalami kegagalan. Beberapa ditinggalkan karena tidak bisa fokus mengerjakan. Dari perjalanan yang kurang manis tersebut, Wafa belajar banyak hal. Satu hal yang signifikan adalah pentingnya membangun kepercayaan.

“Pertama dan yang paling penting justru trust to ourselves.  Karena kalau kita tidak percaya terhadap diri sendiri, akhirnya tidak berani mengambil keputusan yang diperlukan. Kurangi self doubt, membatasi diri dengan alasan ‘saya tidak punya privilege tertentu’. Orang hanya akan percaya pada diri kita, setelah diri kita sendiri percaya pada kita,” tegasnya.

Saat ini Wafa juga aktif menjadi angel investor di beberapa startup. Kendati tidak mau menyebutkan identitas startupnya, termasuk di jajaran portofolionya adalah startup di bidang edtech dan F&B.

Ketika berinvestasi, hipotesisnya selalu mengacu pada product market fit dan founder market fit. Di aspek produk, Wafa selalu ingin memastikan bahwa apa yang dibuat adalah yang orang mau, kadang tidak harus melulu soal memecahkan masalah. Kemudian, di aspek founder, ia selalu ingin memastikan apakah mereka adalah orang yang pas untuk mengerjakan produk di pasar ini.

Roadmap integrasi produk

Secara produk, Upbanx juga telah terintegrasi dengan ekosistem Fazz Financial (induk yang menaungi Modal Rakyat), termasuk dengan Cashfazz. Untuk kreator yang membutuhkan pendanaan, maka mereka akan dihubungkan dengan Modal Rakyat, dan brand yang membutuhkan virtual card atau e-money akan didukung ekosistem Fazz yang lain.

Antara Upbanx dan VCGamers juga sudah melakukan pilot project untuk integrasi. Misalnya terkait token VCG yang beberapa waktu lalu diluncurkan. Di platform Upbanx mereka melakukan kerja sama dengan RANS Entertainment melalui modul kolaborasi. Use case ini diharapkan akan diperluas, sehingga menjadikan Upbanx tidak hanya menjadi launchpad/marketing partner, tetapi bisa menjadi liquidity partner pada proyek-proyek Web3 yang akan dikembangkan para kreator.

Di sini Wafa sekaligus menjawab soal RANS Ventures yang mendukung pendanaan awal Upbanx dan VCGamers. Wafa saat ini memiliki role di sana (masih dirahasiakan posisinya). Ia adalah orang yang mendorong RANS, yang didirikan oleh selebritas Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, untuk masuk ke ekosistem startup.

Menurutnya, hal ini akan menjadi momentum yang tepat ketika RANS sebentar lagi IPO. Diversifikasi bisnis ke digital akan meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk melihat roadmap perusahaan ke depan.

“Indonesia ini sangat beruntung karena pasar konsumennya besar, bahkan sebenarnya tidak perlu ekspansi global untuk menjadi decacorn asal startup bisa membangun produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Namun saya sendiri tertantang untuk go global. Untuk itu sejak awal DNA bisnis Upbanx dan VCGamers memang ke sana, mulai dari penamaan, hingga pemilihan investor yang memiliki jangkauan global,” tutup Wafa.

Melalui Pendekatan “Venture Studio”, Pintar Ventura Group Kembangkan Rangkaian Aplikasi untuk UMKM

Banyak orang berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi, namun untuk membangun perusahaan atau mengembangkan produk baru bukanlah tugas yang mudah. Sekitar 90% startup gagal mempertahankan bisnisnya. Sebuah fakta yang menimbulkan pertanyaan: di mana letak kesalahan yang menyebabkan mereka gagal dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peluang keberhasilan mereka?

Berbagai inisiatif sudah diluncurkan untuk mendukung pengembangan bisnis, seperti modal ventura dari sisi kapital, begitu pula program akselerator dan inkubator untuk dukungan yang lebih integral kepada calon pengusaha. Masih dalam lingkup dukungan terhadap pengembangan bisnis, Pintar Ventura Group menawarkan konsep yang terbilang baru di Indonesia, yaitu venture studio.

Konsep Venture Studio

Cukup berbeda dengan pendekatan modal ventura, venture studio terlibat erat dalam operasi sehari-hari dan keputusan strategis dalam upaya pengembangan bisnis baru. Setelah startup menunjukkan daya tarik, ia dapat mencari untuk meningkatkan modal dari investor luar, termasuk VC. Konsep ini cukup dekat dengan definisi venture builder.

Co-Founder & CEO Pintar Ventura Group Vlad Ayukaev mengatakan, “Venture Studio merupakan solusi yang tepat untuk membangun bisnis dengan risiko yang lebih kecil. Ini mungkin bukan konsep yang familiar di Asia Tenggara, namun konsep ini telah terbukti berhasil di Eropa, utamanya pasar di mana pengusaha masih mengalami kesulitan untuk mendapat dukungan kapital secara independen.”

Setelah lebih dari satu tahun beroperasi, Pintar Ventura Grup (PVG) sudah memulai inisiatif venture studio dan menetapkan fokus untuk produk fintech yang menyasar pasar UMKM. “Kami percaya bahwa kekuatan ekonomi utama Indonesia adalah UMKM. Negara ini memiliki sekitar 57 juta bisnis, di mana sekitar tiga per empatnya belum mengalami digitalisasi,” tambah Vlad.

Dalam agenda media visit secara virtual bersama tim DailySocial.id, Vlad mengakui perusahaan telah mengalami pertumbuhan cukup pesat dalam satu tahun belakangan. Dengan 16 tim developer yang kebanyakan offshore, perusahaan menargetkan untuk ekspansi dan membangun pusat R&D terpisah di Indonesia.

PVG didukung oleh perusahaan keluarga dari Eropa yang memiliki keyakinan besar akan pasar di Indonesia. Saat ini, PVG telah melancarkan dua proyek di ranah fintech yaitu Point of Sales dan Bill Payment. “Target kami adalah untuk bisa mengembangkan paling tidak 5 proyek di tahun ini. Untuk masing-masing proyek, kami akan berinvestasi dari sisi kapital dan pengembangan produk hingga BEP (Break Event Point),” lanjutnya.

Dalam hal ini, perusahaan menyadari bahwa inisiatif ini membutuhkan proses yang tidak singkat. Demi melancarkan potensi bisnis yang ada, PVG juga tengah mencari partner lokal yang memiliki kesamaan visi untuk bekerja sama untuk mengembangkan inisiatif ini.

Produk yang fokus pada UMKM

Dalam agenda membantu pengembangan bisnis yang fokus menyasar UMKM, PVG mengaku telah berinvestasi sebanyak $2,5 juta atau setara 35 miliar Rupiah. Selain itu juga memiliki 2 dua portfolio produk yaitu POS bernama Posy dan platform pembayaran Klikoo yang telah menjangkau lebih dari 20 ribu UMKM di Indonesia.

“Tidak ada satu solusi yang bisa menjawab semua pain point dalam industri ini. Maka dari itu, kami ingin menciptakan sebuah ekosistem produk yang sangat niche untuk UMKM. Berangkat dari satu pain point satu ke pain point yang lainnya,” ujar Chief Business Development PVG Januar Parlindungan.

Salah satu produk yang telah diluncurkan adalah Posy, sebuah platform Point of Sales yang didesain untuk UMKM di Indonesia. Platform ini menawarkan kemudahan bagi UMKM untuk mengatur inventaris, membuat laporan keuangan serta membantu analisis kinerja bisnis dan pegawai. Selain itu yang akan segera meluncur adalah Klikoo yang menawarkan kemudahan dalam melakukan transaksi PPOB.

Disinggung mengenai tantangan, perusahaan menyadari bahwa pemahaman pasar lokal sangat dibutuhkan untuk segmen ini. Perusahaan sendiri sudah yakin dengan teknologi mumpuni yang dimiliki. Sejauh ini, timnya melihat bahwa digitalisasi menjadi salah satu masalah yang paling mendasar, selain regulasi. “Saya tidak ingin menciptakan aturan sendiri, maka dari itu kami mencoba menarik partner lokal sebanyak mungkin selama itu bisa membantu peluncuran produk lebih cepat dan penetrasi yang lebih luas,” ujar Vlad.

Dari sisi pemerintah, pemulihan transformatif tahun 2022 di sektor UMKM dan koperasi ialah meningkatkan jumlah UMKM untuk masuk ke ekosistem digital sebesar 30%, sekitar 20 juta UMKM ditargetkan untuk go digital. Saat ini UMKM yang telah on boarding ke ekosistem digital sebesar 16,9 juta pelaku usaha.

Terkait produk untuk UMKM, lanjut Vlad, satu hal yang paling penting adalah mengetahui celah atau hook untuk menggaet merchant. Bukan hanya menjadi perantara, tapi juga bisa memberikan nilai atau value akhir bagi mereka. Dengan memberi harga yang cukup terjangkau, harapannya merchant akan bertahan lebih lama. Hal ini melibatkan loyalitas dari kedua belah pihak. “Kami mungkin akan kehilangan sedikit revenue, namun bisa menawarkan lebih banyak value. Penting sekali untuk mengetahui hook yang tepat untuk masing-masing segmen,” ujar Vlad.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Klaim Telah Profitable, Goers Segera Galang Pendanaan Seri B

Sebagai startup binaan Indigo Creative Nation (ICN), Goers awalnya hadir sebagai penyedia direktori untuk pencarian tiket acara dan atraksi. Kemudian mereka berkembang untuk membantu penyelenggara dalam mempromosikan acara mereka memanfaatkan inovasi teknologi yang mereka miliki.

Saat ini ketika kondisi sudah mulai pulih saat pandemi, mulai banyak minat wisatawan lokal, pemilik venue, hingga tempat wisata yang beroperasi kembali. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Goers untuk menambah informasi dari sisi pencarian venue dan atraksi kepada pengguna mereka. Tercatat saat ini Goers telah memiliki sekitar 1,5 juta pengguna.

Disinggung seperti apa strategi Goers untuk bersaing dengan perusahaan teknologi seperti Traveloka dan Tiket melalui kanal experience dan attraction mereka, Founder & CEO Goers Sammy Ramadhan menegaskan, pada dasarnya dengan layanan secara terpadu yang mereka tawarkan juga dengan teknologi yang lebih relevan, persaingan tersebut tidak menjadi kendala. Kebanyakan kanal tersebut hanya fokus kepada penjual saja, tidak terlalu membantu pemilik tempat wisata, atraksi dan venue untuk digitalisasi.

“Kita juga memberikan kebebasan kepada mereka untuk memanfaatkan channel tersebut untuk menambah jumlah penjualan mereka. Namun untuk teknologi dan layanan terpadu hanya Goers yang bisa menyediakan semua,” kata Sammy.

Terkait pendanaan Goers menyebutkan hingga saat ini memang tidak terlalu gencar memberikan informasi seputar kegiatan penggalangan dana mereka. Hal tersebut sengaja mereka lakukan agar bisa fokus mengembangkan bisnis. Tercatat pendanaan pra-seri A yang telah diterima oleh mereka adalah tahun 2016 lalu dari grup Mahaka Media. Sebelumnya Oktober 2015 Goers memperoleh pendanaan awal dari sejumlah investor.

Selama dua tahun terakhir mereka mengklaim telah menerima pendanaan baru dari 2 investor. Di antaranya adalah investor asal Malaysia dan Indonesia. Investor Goers saat ini di antaranya adalah Prasetia Dwidharma, MDI Ventures, dan Mahanusa Capital.

Rencananya di kuartal 3 tahun ini, Goers akan melakukan penggalangan dana seri B. Mengklaim perusahaan sudah profitable tahun lalu, dana segar tersebut jika nanti sudah dikantongi akan digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan Goers Experience Manager (GEM) dan mulai menjajaki pengembangan teknologi yang sedang popular saat ini seperti NFT, Blockchain dan lainnya.

“Saat ini menjadi menarik lagi buat kita ketika NFT dan blockchain sudah mulai ramai diperbincangkan oleh semua penggiat startup dan perusahaan teknologi. Goers pun memiliki rencana untuk menjelajahi peluang tersebut ke dalam teknologi Goers,” kata Sammy.

GEM untuk B2B

Setelah diluncurkan pada tahun 2019 lalu, Goers Experience Manager yang merupakan inovasi teknologi dari Goers mengalami pertumbuhan yang positif. Bukan hanya menyediakan teknologi dan layanan secara end-to-end, teknologi ini juga membantu berbagai tipe destinasi, seperti waterpark, taman hiburan, galeri, museum, tempat wisata alam & buatan, untuk meningkatkan pendapatan dan beroperasi guna membantu pemerintah mengakselerasi pemulihan sektor pariwisata nasional.

Badan Pusat Statistik mencatat bahwa Indonesia memiliki hampir 3.000 destinasi wisata-rekreasi pada 2019. Sayangnya, belum semuanya terdigitalisasi. Sistem pengelolaan manual memiliki pilihan pembayaran yang terbatas dan sangat rentan terhadap kebocoran data dan keuangan karena human error, kebocoran kunjungan karena pemalsuan tiket, serta keterbatasan dalam memonitor jumlah pengunjung.

Manajemen pengelolaan digital yang terautomasi dan mandiri, seperti GEM Solution, memungkinkan operator destinasi wisata-rekreasi untuk memiliki sistem penjualan online dan onsite, penanganan kunjungan hingga promosi yang terautomasi, efisien dan akurat.

“Jika sudah terdigitalisasi, maka destinasi akan lebih mudah ditemukan dan berdampak pada peningkatan kunjungan wisata di Indonesia. Hal ini selaras dengan rencana Kementerian Pariwisata RI untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan mengakselerasi pemulihan sektor pariwisata nasional,” kata COO Goers Niki Tsuraya Yaumi.

Tercatat saat ini Goers telah bekerja sama dengan lebih dari 50 destinasi wisata-rekreasi, antara lain Taman Impian Ancol, Go! Wet Grand Wisata Bekasi, Faunaland Ancol, Dunia Fantasi Ancol, dan Rumah Atsiri Indonesia. Mereka juga telah menjalin kemitraan strategis dengan Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI). Harapannya dengan kemitraan ini anggota dari PUTRI juga bisa menggunakan teknologi Goers untuk mempermudah proses adopsi digital. Target Goers tahun ini selain mengembangkan GEM juga ingin menambah jumlah portofolio mereka hingga 100.

“Fokus kita saat ini adalah bagaimana tempat wisata dan atraksi bisa mengembangkan bisnis mereka lebih baik lagi dengan digitalisasi dan layanan yang mereka butuhkan. Bukan hanya fokus kepada penjualan namun pengembangan bisnis dari berbagai area lainnya” kata Sammy.

Application Information Will Show Up Here

Astro Umumkan Pendanaan Seri A 387 Miliar Rupiah

Startup online grocery berkonsep quick-commerce Astro mengumumkan telah mengumpulkan pendanaan seri A senilai $27 juta atau setara 387 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Accel dan Sequoia Capital India. Turut tergabung para pemodal ventura yang terlibat di investasi sebelumnya, termasuk AC Ventures, Global Founders Capital, Lightspeed, dan Goodwater Capital.

Sejumlah angel investor juga mendukung pendanaan ini, di antaranya founder dan eksekutif senior dari Traveloka, Ajaib, Meesho, OYO, Swiggy, dan Udaan. Dana segara akan dimanfaatkan Astro untuk memperluas jangkauan di Indonesia. Selain itu juga akan digunakan untuk meningkatkan SDM hingga 3x lipat hingga akhir tahun 2022 mendatang.

“Astro berpegang pada misi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia dengan memberikan kenyamanan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Astronauts [sebutan untuk mitra] kami siap mengirimkan bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam waktu 15 menit sehingga Anda dapat menghabiskan waktu, energi, dan uang untuk menjalani hal-hal lainnya,” Co-Founder & CEO Astro Vincent Tjendra.

Sejak diluncurkan pada September 2021, , Astro telah mendirikan 15+ hub di seluruh Jakarta dengan 1.500+ SKU produk, mulai dari makanan, sayur, daging, dan kebutuhan harian lainnya. Aplikasi Astro sendiri telah diunduh oleh ratusan ribu orang di Google Playstore. Hub ini menjadi infrastruktur penting bagi Astro, pasalnya konsep quick-commerce mereka menjanjikan proses pengantaran maksimal 15 menit setelah pesanan selesai — pun untuk pengembalian produk jika tidak sesuai.

Berlomba menjadi online grocery terdepan

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial.id, Vincent mengatakan, model bisnis quick commerce memberikan keunggulan kompetitif tersendiri untuk Astro, antara lain menawarkan kenyamanan dan kecepatan melalui pengiriman instan, toko online yang buka selama 24 jam setiap hari, hingga variasi produk yang beragam untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Astro memakai memanfaatkan keberadaan ‘dark stores’ sebagai pusat distribusi yang diletakkan di berbagai titik untuk menikmati layanan instan pesan-antar. Astro memanfaatkan armada logistik in-house untuk mengakomodasi seluruh pesanan. Ongkos kirim yang ditetapkan per pesanan adalah Rp15 ribu dan minimal transaksi adalah Rp50 ribu.

Menurut data yang disampaikan, saat ini di Indonesia sektor ritel untuk bahan makanan memiliki penetrasi yang cukup rendah, yakni sekitar 0,4% dibanding dengan penetrasi e-commerce yang menapai 10%. Namun demikian, kondisi pandemi banyak dilihat sebagai kesempatan bagi online grocery untuk membentuk pasar. Menurut riset, sektor ini diproyeksi akan bertumbuh dengan nilai $6 miliar pada 2025 mendatang.

Di Indonesia sendiri sejumlah pemain juga turut memberikan layanan serupa, berikut ini beberapa di antaranya yang aplikasinya menduduki peringkat teratas di Google Play pada kategori belanja (per 02 Februari 2022). Peringkat ini fluktuatif, menunjukkan tingkat growth dari unduhan dan penggunaan aplikasi terkait.

Aplikasi Peringkat Jumlah Unduhan
Klikindomaret 11 1 juta+
Segari 23 100 ribu+
Sayurbox 26 1 juta+
Pasarnow 30 100 ribu+
Titipku 40 100 ribu+
KitaBeli 42 100 ribu+
TaniHub 52 500 ribu+
LOTTEmart 92 50 ribu+
MyYOGYA 99 100 ribu+

Di luar aplikasi yang secara standalone menghadirkan layanan grocery, sebenarnya sejumlah raksasa teknologi lokal juga mulai serius di sana. Misalnya yang dilakukan Blibli dengan menghadirkan BlibliMart. Tidak hanya itu, belum lama ini mereka melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi saham mayoritas perusahaan Ranch Market – yang rencananya akan diintegrasikan untuk menguatkan lini online grocery mereka.

Startup lain juga terus mendapatkan dukungan signifikan dari investor, mengingat pasar yang masih sangat “hijau” untuk digarap. Awal tahun ini KedaiSayur baru mendapatkan pendanaan segar dari induk perusahaannya Triputra Group. Sejumlah ex-Tanihub juga akhir tahun meluncurkan JaPang untuk menghadirkan layanan grocery yang fokus melayani pasar di luar Jawa.

Sementara tahun lalu, selain Astro, sejumlah startup lain menerima pendanaan dari investor, yakni Segari (Seri A), Dropezy (Seri A), Pasarnow (Seri A), Segari (Seri A), Titipku (Pra-Seri A), HappyFresh (Seri D), dan Sayurbox (Seri B).

“Ada beberapa hal yang tak terbantahkan dalam e-commerce, salah satunya bahwa konsumen selalu menginginkan pengiriman yang lebih cepat, pilihan yang lebih beragam, dan penetapan harga yang sesuai. Model quick-commerce menjawab semua kebutuhan tersebut. Dengan pesatnya pertumbuhan pasar di Indonesia, terutama di kategori online groceries, hal ini tentunya membuka peluang pasar yang besar dan layak dieksplorasi […],” jelas VP Sequoia India Aakash Kapoor.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Strategi Una Brands Naikkan Potensi “Brand” Lokal Indonesia

Di video kali ini, DailySocial bersama Co-Founder dan CEO Una Brands Kiren Tanna membahas bagaimana peran Una Brands membantu menaikkan potensi merek lokal agar bisa menjangkau pasar global.

Bersama timnya, Kiren mengaku akan mengakuisisi merek lokal potensial yang memiliki proyeksi omzet bulanan minimal Rp400 juta untuk berjualan melalui jalur platform e-commerce populer, seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, dan Shopify.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV dalam sesi DScussion.

Ayoconnect Kantongi Pendanaan Seri B Senilai 215 Miliar Rupiah

Setelah mengantongi pendanaan pra-seri B senilai $10 juta pada akhir tahun 2021 lalu, ​​Ayoconnect kembali mengumumkan pendanaan untuk putaran seri B mereka. Kali ini nilai investasi yang didapat senilai $15 juta (setara dengan Rp215 miliar). Putaran teranyar ini dipimpin oleh Tiger Global, firma modal ventura yang juga berinvestasi di JD, Microsoft, dan Amazon.

Putaran pendanaan ini juga mendapatkan partisipasi dari perusahaan payment gateway global PayU dan firma manajemen investasi Alto Partners, serta investor individual Jerry Ng (Presiden Komisaris Bank Jago) dan William Hockey (salah satu pendiri perusahaan fintech Plaid).

Selanjutnya Ayoconnect akan menggunakan dana segar dari putaran pendanaan ini untuk mengembangkan inovasi  serta meluncurkan produk-produk baru, di antaranya API Direct Debit. API Direct Debit besutan Ayoconnect memungkinkan perusahaan ritel menghadirkan fitur pembayaran melalui pendebitan otomatis dari rekening pembeli dari enam bank ternama di Indonesia.

Fitur ini diyakini akan semakin meningkatkan kenyamanan pembeli, karena pembeli tidak perlu lagi melakukan transfer manual atau pun memasukkan informasi kartu debit atau kredit saat bertransaksi. Saat ini, Ayoconnect sedang menjalani proses diskusi untuk merangkul lebih banyak institusi finansial ke dalam ekosistemnya.

Dalam rilis yang diterima oleh DailySocial.id, Co-Founder & CEO Ayoconnect Jakob Rost mengungkapkan, pengalaman perusahaannya dalam membangun infrastruktur finansial di Indonesia selama enam tahun telah menjadikannya sebagai platform open finance kokoh dan paling dibutuhkan di Indonesia.

“Ayoconnect ingin membangun ekosistem terlengkap yang dapat mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan berbagai skala, baik yang sudah berdiri sejak lama hingga calon tech unicorn di masa depan. Kami bangga atas kepercayaan yang telah diberikan oleh investor-investor terbesar di dunia untuk mewujudkan visi kami.”

Pertumbuhan bisnis

Sebagai platform open finance, saat ini Ayoconnect telah memiliki 500 juta API hit setiap tahunnya. Solusi API yang Ayoconnect bangun telah digunakan oleh lebih dari 200 perusahaan, termasuk di antaranya institusi finansial dan perusahaan teknologi terkemuka di Indonesia.

Kerja sama resmi dijalin dengan bank-bank besar di Indonesia juga memungkinkan Ayoconnect untuk menyediakan layanan data alternatif yang mencakup informasi keuangan pelanggan—baik yang sudah memiliki akses ke layanan perbankan (banked) maupun yang belum (unbanked)—untuk membantu perusahaan membuat keputusan yang lebih tepat serta menghadirkan layanan keuangan terpersonalisasi bagi pelanggannya.

Ayoconnect didirikan sejak tahun 2016 oleh Jacob bersama dua rekannya Chiragh Kirpalani (Co-Founder dan COO) dan Adi Vora (Co-Founder dan CTO) dengan fokus membangun solusi berbasis API untuk pembayaran tagihan dan produk digital lainnya. Kini perusahaan menyediakan layanan API untuk berbagai kebutuhan, yang mereka sebut sebagai API Full Stack (meliputi: Financial APIs, Bill APIs, Open Finance APIs, dan Insights APIs).

Platform open finance di Indonesia

Potensi yang dapat dihasilkan oleh platform open finance memang sangat besar di tengah pertumbuhan pesan bisnis fintech di Indonesia. Sederhananya, melalui platform open finance memungkinkan berbagai pengembang aplikasi digital untuk menyediakan kapabilitas fintech di dalam layanannya (embedded).

Selain Ayoconnect, saat ini terdapat beberapa pemain lain yang juga menghadirkan solusi open finance, yakni Brick, Brankas, Finantier, dan lain-lain. Brankas sendiri awal tahun ini juga mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai 287 miliar Rupiah yang dipimpin Insignia Ventures. Sementara Finantier telah mendapatkan dukungan dari Y Combinator, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Di sisi regulasi, ekosistem open finance juga turut didukung dengan adanya standardisasi Open API yang tahun lalu diresmikan oleh bank Indonesia. Ini menjadi tonggak penting, mengingat para pengembang platform menjajakan solusinya melalui sambungan API kepada para pelanggannya.

Pandu Sjahrir Pimpin Pendanaan Awal Startup AI Lokal “Pensieve”

Startup pengembang platform kecerdasan buatan “Pensieve” mengumumkan perolehan pendanaan angel round dari sekelompok investor individu dengan nominal dirahasiakan. Pandu Sjahrir memimpin putaran ini, diikuti sejumlah angel lain dari Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang tidak disebutkan identitasnya.

Solusi Pensieve adalah perangkat lunak workflow engine berbasis AI untuk membantu institusi pemerintahan dan korporasi mengoptimalkan performa bisnis dengan pengambilan keputusan yang lebih baik. Proses kerjanya mulai dari integrasi/pengelolaan data, implementasi engine pengambilan keputusan, hingga menampilkan hasil rekomendasi ke dalam sebuah aplikasi yang mudah dibaca pengguna.

Pensieve berencana menggunakan pendanaan tersebut untuk mempercepat pengembangan produk dan memperluas pasarnya di Asia Tenggara. Dalam waktu kurang dari satu tahun, Pensieve telah berkembang dengan tim di Indonesia, Singapura, dan India.

Startup ini didirikan sejak 2021 oleh Farina Situmorang (CEO). Mereka memiliki misi untuk memberdayakan berbagai organisasi dan perusahaan berskala besar agar mampu bertransformasi melalui perangkat lunak yang didukung oleh AI. Farina percaya bahwa banyak organisasi yang masih belum dapat menggunakan data yang dimiliki secara optimal.

“Kami membangun platform operasional berbasis AI yang mampu menciptakan alur kerja dan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam berbagai organisasi berskala besar,” jelas Farina.

Potensi besar yang ingin diraup

Menurut analisis Kearney, penerapan kecerdasan buatan dapat memiliki dampak keseluruhan yang signifikan dalam operasional suatu sistem bisnis. Secara umum diproyeksi dapat meningkatkan 10 hingga 18 persen dalam PDB di seluruh Asia Tenggara pada tahun 2030, setara dengan sekitar $1 triliun. Data tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan serta penyebaran AI berada pada titik tertinggi sepanjang masa dan Pensieve siap menjadi ujung tombak transformasi digital di Asia Tenggara.

“Pensieve memiliki landasan yang sangat kuat dan saya merasa sangat beruntung bersama dengan rekan-rekan angel investor lainnya dapat berpartisipasi dalam angel round ini. Saya berharap Pensieve bisa menjadi perusahaan yang semakin banyak berkontribusi kepada negara dan mampu menjadi perusahaan besar yang bisa ekspansi di Asia Tenggara,” sambut Pandu Sjahrir.

Pensieve percaya bahwa ada peluang yang besar di Asia Tenggara. “Kami percaya bahwa dengan lebih banyak dukungan untuk pertumbuhan Pensieve, kami dapat membantu organisasi-organisasi di Asia Tenggara yang menghadapi masalah yang sama dan membutuhkan use cases yang serupa dengan yang telah kami lihat di Indonesia,” tambah Farina.

Startup AI dari Indonesia

Sejumlah startup dari founder lokal telah hadir dengan solusi berbasis AI untuk berbagai kebutuhan berbeda. Beberapa di antaranya juga sudah mendapatkan pendanaan dari investor. Misalnya Datasaur, startup yang fokus menyediakan layanan pelabelan data untuk membantu bisnis mengembangkan basis data yang lebih relevan dan intuitif. Startup ini telah didanai oleh Y Combinator, GDP Venture, dan sejumlah investor lainnya.

Ada juga Konvergen.ai, mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk kebutuhan penangkapan data (data capture) – merujuk pada proses koleksi data dari dokumen kertas atau digital dengan menggunakan komponen optical character recognition (OCR). Untuk penerapan yang lebih spesifik, ada Qlue dan Nodeflux, solusinya membantu memperbaiki pelayanan di sektor publik dan menghadirkan solusi berbasis kota pintar.

Di tingkatan yang lebih mendasar, teknologi AI memang telah banyak diimplementasikan untuk mengefisiensikan proses bisnis suatu perusahaan – khususnya digital. Ambil contoh, para platform fintech yang memanfaatkan teknologi AI berupa machine learning untuk melakukan fraud detection. Dengan munculnya banyak startup di kategori ini, harapannya tentu terciptanya ekosistem teknologi cerdas yang dapat memberikan banyak manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat luas melalui berbagai efisiensi yang dihadirkan.

Mendorong Literasi Kesehatan Mental Melalui Platform Konseling Online

Tak dapat dimungkiri, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor yang memicu gangguan kesehatan mental (mental health) masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di sepanjang 2020, sebanyak 18.373 orang mengalami gangguan kecemasan, lebih dari 23.000 mengalami depresi, dan 1.193 orang melakukan percobaan bunuh diri.

Meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya kesehatan mental sejak beberapa tahun terakhir mulai dimanfaatkan oleh sejumlah pelaku startup untuk membantu menghubungkan masyarakat dengan ahli psikolog melalui teknologi.

Di antaranya adalah platform Kalbu yang didirikan oleh Founder & Chief Visionary Officer Iman Hanggautomo karena tergerak untuk meningkatkan kesehatan mental di Indonesia, terutama bagi anak-anak.

Pada sesi #SelasaStartup, memaparkan berbagai insight menarik dari Iman terkait upayanya memperkenalkan literasi kesehatan mental dan menjangkau masyarakat yang membutuhkan pertolongan.

Kesehatan mental saat pandemi

Iman menilai, kesehatan mental dulu masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu di kalangan masyarakat Indonesia. Bisa jadi dikarenakan kesehatan mental tidak diajari dalam sistem pendidikan. Menurutnya, sektor sekolah menjadi jalan masuk yang tepat untuk memperkenalkannya

“Kami berkolaborasi dengan sekolah untuk meningkatkan literasi kesehatan mental sejak dini karena platform-platform semacam ini tidak dapat berjalan sendiri. Ini juga yang tengah diupayakan Kalbu untuk menjadikan kesehatan mental sebagai kurikulum sekolah,” tuturnya.

Berkaca dari situasi beberapa tahun terakhir ini, Iman menilai kesehatan mental mulai menjadi salah isu yang paling sering dibicarakan. Sejumlah kasus yang memicu gangguan mental terjadi selama pandemi Covid-19. Di antaranya, ungkap Iman, angka perceraian naik 15% sehingga banyak permintaan konseling untuk pasangan. Kemudian, kekerasan orang tua terhadap anak meningkat sebesar 42%.

Orang tua mengalami burn out karena aktivitas kerja dari rumah (WFH) yang membuat tidak ada batas antara jam kerja dan waktu di rumah. Belum lagi, mereka harus beres-beres rumah dan menemani anak sekolah (home learning). Mental anak pun ikut drop.

“Kita harus sukses dalam menjalankan aspek kerja, hubungan, hobi, dan self- reward sehingga hidup bisa berkualitas. Jadi jangan coba menolong diri sendiri, seek professional. Pentingnya platform ini agar masyarakat tidak self-diagnose. Kesehatan mental bukan untuk anak saja, tetapi orang tua,” tambahnya.

Lebih efektif dan optimal

Dalam mendorong penggunaan platform konseling online, Iman berupaya melakukan edukasi kepada pengguna dan psikolog bahwa konseling secara online sama optimalnya dengan konvensional. Salah satunya melalui sejumlah program edukasi, seperti workshop.

Dari sudut pandang psikolog, konseling online dapat membantu mereka yang selama ini memiliki keterbatasan akses. Bisa jadi karena lokasi jauh dan harganya lebih mahal apabila melakukan konseling tatap muka (offline).

Dengan dukungan teknologi, psikolog dapat mengadakan sesi konseling online dengan pengguna melalui video call. Menurut Iman, konseling bisa saja dilakukan melalui telepon, tetapi kurang efektif karena psikolog tidak dapat mengobservasi mimik muka dan ekspresi si pengguna.

“Pada konseling konvensional, biasanya psikolog akan menggali masalah. Namun, saya melihat konseling online punya efektivitas tersendiri. Pengguna mengisi consent form ketika mendaftar dan mereka bisa isi apa masalahnya. Dari situ, psikolog lebih mudah menyiapkan solusi pada pertemuan pertamanya karena mereka sudah punya semacam kisi-kisi dari consent form,” ujarnya.

Dari sudut pandang pengguna, konseling online lebih terjangkau dan efisien karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu di jalan. Penyedia platform dapat mengurangi sejumlah biaya sehingga harga konseling bisa lebih murah. Dengan kata lain, platform ini memungkinkan siapa saja untuk memakai.

Hambatan konseling online

Terlepas dari efektivitasnya, Iman melihat tetap ada hambatan ketika konseling online. Beberapa di antaranya adalah potensi pengguna melakukan aktivitas lain ketika sesi (multitasking) sehingga menyulitkan mereka untuk fokus. Bisa saja sambil mengecek pekerjaan kantor. Faktor lain yang menghambat adalah kestabilan koneksi internet.

“Tapi kami sudah menyiapkan langkah mitigasi melalui code of conduct kepada pengguna. Misalnya mereka harus berada di ruangan private dan tidak memikirkan hal lain agar lebih fokus,” paparnya.

Di Kalbu sendiri, Iman mengungkap bahwa pihaknya tengah meningkatkan sejumlah aspek, seperti tampilan website, fitur baru, dan aplikasi mobile, untuk meningkatkan kualitas layanan konseling.

“Semenjak akhir 2021, kami lihat gangguan dan kesehatan mental semakin menjamur, khususnya di kalangan anak muda dan generasi Z. Banyak yang bahas anxiety, depresi, dan impostor syndrome di media sosial. Apabila sudah ada demand, supply saja semakin banyak, artinya ekosistemnya mulai matang.”

Cashlez Bidik Pertumbuhan Bisnis Lewat Akuisisi Perusahaan dan Tambah Merchant Online

PT Cashlez Worldwide Tbk (IDX: CASH) berencana melakukan akuisisi perusahaan untuk mendorong pertumbuhan bisnis secara anorganik di 2022. Demi mendukung rencana ini, Cashlez akan menggalang dana lewat skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue di kuartal I 2022.

Hal ini disampaikan Cashlez saat sesi media visit ke tim editorial DailySocial.id secara virtual. Dalam sesi ini turut hadir Chief Revenue Officer Djayanto Suseno dan Corporate Secretary Hendrik Adrianto.

Pihaknya mengungkap bahwa Cashlez akan menggelar right issue tahap pertama dengan nilai $10 juta atau sekitar Rp143,8 miliar yang akan digunakan sebagai modal kerja dan pengembangan produk. Kemudian, Cashlez akan melakukan right issue tahap kedua untuk kebutuhan akuisisi.

Menurut Djayanto, saat ini perusahaan tengah menyusun roadmap selama lima tahun ke depan yang mencakup strategi bisnis secara organik dan anorganik. Mengenai strategi anorganik, Cashlez membuka opsi untuk mengakuisisi perusahaan. Namun, Djayanto belum dapat merincikan lebih lanjut tentang kategori bisnis dan perusahaan yang akan diakuisisi.

“Itulah mengapa kami mau fundraise lewat right issue. Kami sedang sedang mencari investor yang siap menjadi standby buyer. Ada investor luar tertarik, ada juga investor internal. Semua sudah kami serahkan ke financial advisor kami, yaitu Bahana [Sekuritas],” ungkapnya.

Menurutnya, perusahaan akan tetap memberdayakan sumber daya yang ada untuk mendorong pengembangan bisnis secara organik. Akan tetapi, itu saja dinilai tidak cukup mengingat Cashlez ingin mengembangkan ekosistem pembayaran digital yang lebih besar.

“Bagi kami saat ini yang lebih tepat bukanlah apa yang akan kami akuisisi, melainkan berapa jumlah dana yang terkumpul. Dengan begitu, kami bisa tahu apa yang dapat kami beli,” tambahnya.

Cashlez didirikan oleh Teddy Setiawan Tee pada 2015 yang menawarkan solusi keuangan, yakni payment gateway, payment aggregator, dan solusi mPOS. Di 2017, Cashlez memperoleh investasi dari Mandiri Capital Indonesia (MCI), dan Sumitomo Corporation di 2019.

Bidik merchant online

Sebagai informasi, Cashlez mengantongi 18 miliar transaksi total dari 436 merchant di 2016. Per akhir 2021, perusahaan telah melayani 13.000 merchant di enam kota yang terhubung ke 7.000 perangkat EDC. Dirinci berdasarkan kategori merchant, sebanyak 30% pengguna berasal dari segmen ritel, 18% restoran, dan fesyen 12%.

Cashlez mencatat total Gross Transaction Value (GTV) di 2020 sebesar Rp5,9 triliun. Djayanto menyebut ada penurunan GTV di 2021, yakni berkisar Rp4,3 triliun-Rp4,4 triliun. Penurunan ini terjadi karena penutupan mal di sejumlah area. Situasi ini membuat para merchant sulit untuk berjualan.

Untuk mengantisipasi penurunan, ucap Djayanto, Cashlez akan terus menambah jumlah merchant, tapi difokuskan pada merchant UMKM yang melayani transaksi online. Sebagai pembanding, komposisi merchant offline di Cashlez sebesar 90%, dan sisanya 10% online. Tahun ini, Cashlez akan meningkatkan porsi [transaksi dari merchant] online secara signifikan.

“Sampai saat ini belum ada fintech yang memiliki kemampuan untuk [melayani transaksi] secara O2O. Biasanya hanya kuat di online saja. Jadi kami satu-satunya yang memiliki kemampuan O2O saat ini,” tuturnya.

Social commerce

Tren jual-beli produk melalui media sosial alias social commerce berkembang signifikan di Indonesia. Selain karena populasi pengguna media sosial yang besar, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia justru memicu kemunculan pelaku usaha kecil yang berjualan secara online.

Sejumlah laporan memproyeksi tren social commerce akan terus berlanjut mengingat ada potensi di kota tier 2 dan 3 yang mulai mencicipi transaksi online.  Menurut riset McKinsey, transaksi social commerce di Indonesia diestimasi menyumbang $25 miliar dari total proyeksi GMV e-commerce sebesar $65 miliar di 2022.

Sementara mengacu laporan Momentum Workssocial commerce menjadi salah satu opsi menarik bagi pelaku UMKM karena biaya akuisisi pelanggan lebih murah, dan pengguna lebih leluasa dalam mengeksplorasi atau menemukan produk yang dicari.

Di sampling itu, tren ini juga diprediksi memberikan peluang besar terhadap kebutuhan sistem pembayaran mengingat pelaku UMKM tidak punya akses maupun kemampuan untuk menyediakan hal tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Mengedepankan Konsep D2C, Filmore Tawarkan Produk Femcare Menstrual Cup

Menurut riset, rata-rata perempuan akan menghabiskan sekitar hampir Rp80 juta sepanjang hidupnya untuk membeli produk kewanitaan saat menstruasi. Selain mahal, limbah yang dihasilkan dari penggunaan pembalut pun cukup tinggi dan merusak lingkungan. Filmore yang merupakan brand Feminine Care lokal, mencoba menawarkan produk femcare berupa menstrual cup yang relevan dan ideal untuk perempuan Indonesia.

Resmi meluncur akhir bulan Januari 2022, Filmore didirikan oleh Andrea Gunawan, aktivis kesehatan seksual; Grace Tahir, Direktur RS Mayapada dan juga yang dikenal sebagai angel investor; bersama dengan Atola Group, perusahaan yang didirikan oleh Gitta Amelia, pengusaha dan juga investor. Filmore sekaligus ingin menjadi gerakan sosial dengan misi edukasi tentang pemberdayaan perempuan serta penerapan gerakan ramah lingkungan.

“Filmore adalah sebuah social movement dengan misi memberdayakan perempuan melalui healthcare product yang bersih, sehat, nyaman dan juga eco-friendly dan sustanianble. Yang dilakukan oleh Filmore adalah untuk dan oleh komunitas yang juga dikenal dengan sebutan Filmore rebels,” kata Co-founder Filmore Gitta Amelia.

Filmore mencatat kebanyakan produk menstrual cup yang ditawarkan di Indonesia saat ini berasal dari negara seperti Amerika Serikat dan Eropa. Hanya sedikit dari brand tersebut yang bisa memberikan produk yang ideal untuk perempuan Indonesia dengan harga terjangkau. Menjadikan penggunaan menstrual cup tidak terlalu populer di kalangan perempuan Indonesia. Selain itu di Indonesia saat ini masih ada stigma atau mitos tentang bahaya penggunaan menstrual cup untuk perempuan.

“Saya berharap Filmore akan menjadi market leader dalam produk kebersihan dan kesehatan perempuan di Asia Tenggara dan mengubah kebiasaan masyarakat untuk menjadi lebih ramah lingkungan, sehat, serta hemat,” kata Gitta.

Produk unggulan Filmore

Filmore menghadirkan dua opsi produk kebutuhan menstruasi yang lebih ramah lingkungan yaitu Girlfriend Menstrual Cup dan Boyfriend Wet Wipes. Mengedepankan konsep Direct to Consumer (D2C), selain memanfaatkan website sendiri untuk channel penjualan, Filmore juga memanfaatkan platform e-commerce Shopee untuk kanal penjualan online. Ke depannya Filmore juga memiliki rencana untuk memasarkan produk mereka secara offline untuk melayani konsumen lebih luas lagi.

“Kami bekerja sama dengan berbagai mitra untuk memproduksi barang-barang kami, dengan hati-hati memilihnya untuk kualitas dan konsistensi dengan nilai brand. Kami tersedia secara online dan memiliki pengiriman ke seluruh dunia melalui situs web kami. Kami tersedia secara nasional melalui Shopee. Segera kami akan berada di toko kesehatan dan kecantikan offline terpilih,” kata Grace.

Ditambahkan olehnya, melawan produk mainstream yang saat ini sangat popular di kalangan perempuan muda Indonesia, Filmore hadir menawarkan solusi baru yang lebih higienis namun juga aman. Di harapkan bisa menjadi pilihan baru untuk perempuan muda saat ini, yang mencari pilihan yang lebih bersih, lebih berkelanjutan, dan lebih nyaman.

“Kami akan terus mendobrak tabu dan stigma, dan mendidik dengan integritas untuk mendapatkan kepercayaan perempuan di Indonesia,” kata Grace.

Memanfaatkan media sosial, saat ini Filmore telah mendapatkan dukungan dari banyak perempuan Indonesia melalui wadah Instagram dan Discord. Mengubah persepsi mengenai bagaimana perempuan memandang tubuhnya melalui sesi diskusi, kini Filmore memiliki lebih dari 1000 member di Discord. Proses yang telah dilakukan empat bulan sebelum Filmore diluncurkan, mendapat respon yang cukup positif dari target pengguna mereka yaitu perempuan muda Indonesia.

“Dengan adanya produk menstrual cup ini, para perempuan tidak perlu lagi membeli pembalut atau tampon lagi setiap bulannya. Menstrual cup dari Filmore yang dibuat khusus untuk perempuan Asia, tahan hingga 10 tahun dengan 8 jam waktu pemakaian,” ucap Andrea Gunawan, salah satu pendiri Filmore.

Konsep D2C saat ini memang banyak menawarkan produk beauty hingga femcare dan menyasar kebanyakan perempuan. Memanfaatkan channel seperti layanan e-commerce dan website sendiri, konsep ini dinilai cukup efektif untuk mendapatkan revenue secara langsung. Platform beauty dan health care product yang menawarkan konsep D2C di Indonesia saat ini di antaranya adalah Dr Soap dan SYCA Official.