Flip Mulai Hadirkan Fitur Pembayaran QRIS

Baru-baru ini, startup fintech Flip mulai merilis fitur pembayaran QRIS. Kapabilitas baru ini memungkinkan pengguna aplikasi untuk melakukan pembayaran di berbagai merchant, termasuk ritel offline, menggunakan saldo yang dimiliki.

Dalam menghadirkan layanan QRIS, Flip memanfaatkan lisensi milik DutaMoney (PT Duta Teknologi Kreatif) yang sudah terdaftar sebagai penyelenggara QRIS di Bank Indonesia sejak Oktober 2023. Diketahui, DutaMoney juga merupakan backend di balik layanan Saldo di aplikasi Flip.

Kepada DailySocial.id, Head of Marketing Flip Andri Rahmad Wijaya mengatakan, “Dalam beberapa tahun terakhir, pengguna setia terus merekomendasikan Flip untuk menyediakan layanan QRIS untuk mempermudah transaksi mereka dalam satu platform keuangan. Oleh karena itu, Flip dengan bangga memenuhi kebutuhan dan masukan tersebut dengan menyediakan fitur QRIS di Flip untuk membantu pengguna Flip bertransaksi dengan mudah.”

Andri juga menerangkan, bahwa di fase awal ini layanan QRIS di Flip masih terus dioptimalkan bersamaan dengan upaya perusahaan untuk terus mendengar kritik dan saran pengguna. Kendati masih fokus ke B2C, namun Flip tidak menutup kemungkinan bahwa nantinya layanan QRIS juga akan tersedia sebagai bagian dari Flip for Business.

Bank Indonesia merilis data, bahwa sepanjang 2023 transaksi QRIS mencapai 229,96 triliun Rupiah. Capaian ini naik 130,01% dibanding tahun sebelumnya. Adapun jumlah pengguna QRIS sudah mencapai 45,78 juta akun, dengan total merchant mencapai 30,41 juta dengan mayoritas dari kalangan UMKM.

Terakhir, Flip telah menutup putaran tambahan untuk pendanaan seri B senilai $55 juta pada pertengahan 2022 lalu. Secara keseluruhan, kurang lebih Flip sudah mengumpulkan total pendanaan senilai $120 juta.

Dimulai dari layanan transfer gratis antarbank, kini Flip telah menjelma menjadi aplikasi keuangan dengan berbagai fitur. Untuk konsumer, selain QRIS dan transfer gratis, Flip juga menyediakan layanan e-money, remitansi, PPOB, hingga fitur Minta Uang (payment link). Mereka juga menjalankan model bisnis freemium lewat layanan Flip Plus, untuk mengakomodasi pengguna dengan intensitas transfer yang tinggi.

Sementara untuk B2B, Flip for Business juga telah diluncurkan dengan menyediakan solusi untuk memudahkan mitra mengelola transaksi bisnis. Layanan utamanya membantu bisnis untuk melakukan transfer uang domestik dan internasional, dapat diakses melalui dasbor ataupun terhubung lewat Open API yang disediakan.

Kabar kurang baiknya, awal tahun ini Flip mengumumkan telah melakukan layoff terhadap sejumlah karyawan. Co-founder & CEO Flip Rafi Putra Arriyan menyampaikan kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu, jadi dalang di balik keputusan ini ditempuh.

Keputusan sulit ini juga dilandasi pertimbangan atas keberlangsungan bisnis Flip di jangka panjang. Dari data terakhir yang diungkap, Flip telah memiliki lebih dari 400 pegawai dengan persentase mayoritas tim engineer dan operasional.

Sejauh ini Flip telah melayani 13 juta pengguna (B2C) dan 1000 pengguna bisnis (B2B). Adapun transaksi bulanannya telah menapai miliaran Rupiah. Flip telah terhubung dengan lebih dari 100 bank dan transfer internasionalnya dapat terhubung ke lebih dari 50 negara.

Application Information Will Show Up Here

Investor dan Startup “Climate Tech” Bicara Tantangan Industri

Dalam beberapa tahun terakhir, solusi di ranah hijau yang digarap oleh perusahaan rintisan terus berkembang. Terlepas tingginya investasi VC mengalir, sektor climate tech masih terbilang baru.

Founder mungkin masih terbentur isu pendanaan dan bagaimana menyeimbangkan dampak yang dihasilkan sembari menjalankan bisnis. Sementara, VC mungkin perlu mencari cara untuk memahami penilaian investasinya.

Dalam sesi “Opportunities in climate tech investing: Bridging gap between ambition and action” terungkap bagaimana startup Arkadiah, serta East Ventures dan British International Investment menghadapi isu-isu di atas.

Memanfaatkan pendanaan campuran

Panel diskusi Indonesia PE-VC Summit 2024 terkait investasi “climate tech” / DealStreetAsia

Co-Founder & CEO Arkadiah Reuben Lai menyebut, jika tidak punya bisnis yang solid, semua yang dikerjakan selama ini akan jadi sekadar amal. Dalam perjalanan membangun bisnisnya, ia menemukan sumber pendanaan yang menjadi tantangan signifikan alih-alih bicara pengembangan teknologi baru. Justru pendanaan ini diperlukan agar startup dapat meningkatkan skalanya.

Sekadar informasi, Arkadiah mengembangkan teknologi berbasis AI untuk menghidupkan kembali lahan terdegradasi untuk mengatasi isu penggundulan hutan.

Ia mengakui pendanaan eksternal dan opsi blended finance sangat diperlukan. Tidak ada satu formula yang pakem untuk memanfaatkan keduanya. Maka itu, ia memakai dua pendekatan saat mencari investor, yakni segmen korporat dan segmen yang fokus pada proyek tertentu.

Ia mencontohkan investor berdampak fokus pada dampak lingkungan, sedangkan investor lain fokus pada imbal hasil–misalnya dari penjualan kredit karbon. Kedua pendekatan secara sinergis ini dinilai dapat menguntungkan baik startup maupun investor.

“Menyatukan kedua sumber modal ini memungkinkan kami untuk mendanai proyek-proyek dalam skala besar dan memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Kami melihat blended finance terjadi, memang diperlukan lebih banyak pendanaan.”

Menilai investasi berdampak

Partner East Ventures Avina Sugiarto mengomentari tentang bagaimana investor melakukan penilaian pada investasi startup climate tech mengingat sektor ini mungkin masih terbilang baru dibandingkan sektor e-commerce atau fintech.

Ia menggarisbawahi perihal langkah mitigasi yang dapat terukur, seperti pengurangan gas rumah kaca. Memang, metrik pengukuran ini di lapangan tidak semudah yang dikatakan, tetapi ia menilai hal itu masih tetap menarik minat investor, terutama startup yang mengakomodasi kebutuhan petani kecil dengan tool untuk prediksi cuaca atau potensi gagal panen karena cuaca

Terlepas dengan itu semua, ia menekankan profitabilitas tetap menjadi faktor kunci investasi climate tech, tak ada bedanya dengan sektor-sektor lain. “Saya pikir saat ini banyak pemodal ventura berbicara tentang profitabilitas, bagian dari profitabilitas dan unit ekonomi. Hal yang sama juga berlaku pada climate tech.”

Dampak dulu atau keuntungan?

Sementara itu, Rohit Anand, Regional Head (SE Asia) & Head of Infrastructure Equity Asia di British International Investment, menekankan pentingnya punya keuangan yang stabil bagi startup climate tech. Tak masalah jika itu berarti pertumbuhan perusahaan bakal melambat, atau target berdampak yang ingin dicapai kurang tercapai (contoh: pengurangan emisi).

Ia berargumen, apapun dampak lingkungan yang ingin diciptakan, bisnis harus layak dulu secara komersial agar dapat memikat investor ke depannya. Dengan begitu, bisnisnya dapat berkelanjutan dalam jangka waktu lama. Penciptaan dampak tak boleh menjadi satu-satunya alasan eksistensi mereka.

Kebijakan dan insentif terhadap kelangsungan bisnis juga sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang industri ini. Ia mencontohkan, penjualan kendaraan listrik dapat berhasil karena didukung oleh kebijakan pemerintah.

“Mungkin saja, Anda dapat pendanaan berkat sebuah ide cemerlang, tetapi Anda tidak bisa menciptakan bisnis yang berkelanjutan dari situ. Dampak pengurangan emisi karbon adalah implikasinya, tetapi tidak bisa jadi satu-satunya alasan bisnis Anda ada.”

Evolusi Fintech: Skalabilitas dan Pemahaman Regulasi Kini Jadi Fokus Inti

Beberapa panelis mewakili sektor fintech dan pemodal ventura bicara banyak terkait perkembangan industri teknologi finansial dulu dan sekarang dalam konferensi Indonesia PE-VC Summit 2024 oleh DealStreetAsia, Kamis (25/1). Konferensi tahunan ini mempertemukan para investor dengan pelaku industri teknologi digital.

DailySocial.id merangkum sesi “Fintech in Indonesia: The models in the spotlight” dari  C-level LinkAja dan DANA, serta pemodal ventura ATM Capital yang berkaitan dengan:

  • Evolusi dompet digital dulu dan sekarang
  • Pivot B2C ke B2B untuk skalabilitas dan profitabilitas bisnis
  • Pelaku fintech perlu memahami betul soal regulasi

Evolusi dompet digital

Membuka sesi ini, Chief Operating Officer DANA Dean Krstevski membagikan pandangannya terkait evolusi fintech, terutama platform dompet digital (e-wallet) dulu hingga saat ini. DANA merupakan salah satu e-wallet yang lahir di generasi awal industri digital Indonesia.

Ada tiga perubahan signifikan yang ia temukan. Pertama, peningkatan signifikan pada penetrasi layanan digital, didorong oleh penggunaan e-wallet. Menurutnya, sebelum 2018, transfer bank atau rekening virtual menjadi metode pembayaran yang paling banyak menggunakan untuk berbelanja online, atau tunai (COD) untuk pengguna yang tidak memiliki rekening.

Kedua, peningkatan pembayaran digital semakin besar sejalan dengan peluncuran QR hingga distandardisasi menjadi QRIS. Ketiga, pemain e-wallet seiring berjalannya waktu mulai fokus terhadap bisnisnya dan mengurangi insentif (promo atau cashback) untuk meningkatkan unit ekonomi bisnis.

“Dan kami telah melihat perubahan tersebut secara signifikan selama bertahun-tahun. Bahkan semakin banyak pedagang yang memiliki dompet digital sebagai metode pembayaran utama untuk transaksi online. Meski cashback berkurang, tetap ada growth. Kita menuju ke arah yang tepat,” ujar Dean.

Pivot demi skalabilitas

Dalam kasus LinkAja, perusahaan memutuskan untuk menggeser model bisnisnya ke B2B untuk meningkatkan skala bisnisnya demi mencapai profitabilitas, sebagaimana juga tengah dikejar oleh pelaku startup lainnya. Pivot ini juga bukan semata soal efisiensi operasional.

LinkAja pivot sejak 2022, sebuah langkah signifikan mengingat model bisnis dompet digital di Indonesia didominasi oleh model B2C. Menurut Chief Finance & Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo, pivot ini mampu mengurangi opex hingga 50%, didorong oleh pemangkasan biaya pemasaran dan biaya infrastruktur sekitar 40%-50%, selama dua tahun berturut-turut.

Dalam menjalankan model B2B, LinkAja memanfaatkan ekosistem dan aset yang dimiliki induk usaha, Telkomsel, serta masuk ke ekosistem BUMN. Misalnya, LinkAja memfasilitasi transaksi produk pulsa atau paket data pada ratusan ribu reseller Telkomsel.

“Kami yakin strategi ini akan membantu kami meraih pelanggan dalam jumlah besar dan meningkatkan profitabilitas kami. Rata-rata pendapatan bersih per pengguna LinkAja kini naik 8x lipat. Tingkat retensi kami melesat dari 55% menjadi 275%. Profitabilitas kami juga naik menjadi EBITDA positif triwulanan.”

Perlu pahami regulasi

Founding Partner ATM Capital Minjung Liang mengaku telah menyaksikan perkembangan industri fintech dalam enam tahun terakhir. Ia berujar, saat pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, fintech masih sebatas konsep. Investor tidak yakin konsep ini dapat berhasil dan berkembang di Indonesia atau negara-negara lain di Asia Tenggara.

Namun, setelah 6 tahun, ia telah melihat banyak pelaku fintech berkembang signifikan dan memberikan dampak besar terhadap kehidupan masyarakat; membuktikan bahwa fintech tak hanya sekadar konsep di atas kertas.

Terlepas dengan hal itu, faktanya masih banyak populasi unbanked dan underbanked yang persentasenya masing-masing mencapai 40% dan 20%. Ini akan menjadi peluang dan PR bagi startup keuangan untuk memecahkan masalah tersebut.

“[Startup] manapun di industri ini, harus memiliki pemahaman kuat terhadap regulasi. Mereka harus tahu bahwa industri keuangan punya dampak sosial yang sangat besar terhadap perekonomian dunia secara keseluruhan. Mereka harus memahami perkembangan sosial negara ini selanjutnya. Bagi sektor keuangan, masalah terbesarnya adalah bagaimana mereka dapat bertahan di siklus tersebut. Di awal, mereka bisa menghasilkan pendapatan, tetapi bisakah melalui situasi tech winter?”

ATM Capital adalah VC asal Tiongkok yang telah berinvestasi di sejumlah startup Indonesia, seperti J&T Express, Tomoro Coffee, Kargo, dan Jumpstart.

Sejak Rebrand Jadi OVO Finansial, Layanan Taralite Makin Terintegrasi dengan Grab dan OVO

OVO Finansial, rebrand dari Taralite, berupaya untuk tumbuh sehat dengan masuk ke ekosistem induk, OVO dan Grab, agar penyaluran kredit lebih berkualitas. Kini OVO Finansial tidak hanya masuk ke penyaluran kredit produktif, namun juga konsumtif.

Kepada DailySocial.id, Direktur Utama OVO Finansial Riady Nata menyampaikan, per 7 Agustus 2023 Taralite resmi berganti nama menjadi OVO Finansial. Perubahan ini tunduk pada pengawasan ketat oleh OJK berdasarkan POJK 10/2022 dan regulasi lain yang berlaku.

“Seluruh kegiatan usaha sebelumnya di bawah platform Taralite tetap sah secara hukum dan akan berlanjut di bawah platform OVO Finansial,” ujarnya.

Seperti kebanyakan pemain lending lainnya, OVO Finansial menyediakan pinjaman bisnis untuk mendorong kesempatan yang sama dalam pertumbuhan bisnis. Bedanya, karena perusahaan ini bagian dari OVO dan Grab, maka solusinya melekat dengan kebutuhan pengguna dari induk usahanya.

Berikut produk OVO Finansial sejauh ini:

  1. OVO | Modal Usaha: pendanaan dengan cara menjaminkan tagihan yang sedang berjalan sebagai sumber pembayaran pinjaman (invoice financing) untuk bantu menjaga arus kas pemilik usaha. Limit yang tersedia mulai dari Rp50 juta-Rp2 miliar dan tenor 1,5%-2,25% per bulan.
  2. GrabModal Mantul: pinjaman tunai jangka pendek kepada mitra pedagang Grab dan OVO dengan metode pembayaran angsuran harian. Limitnya mulai dari Rp500 ribu-Rp30 juta dan tenor 3%-4% per bulan.
  3. OVO | Paylater: memberikan kemudahan pembayaran berbagai layanan, seperti GrabFood, GrabCar, GrabBike, dan GrabMart. Produk ini masih bersifat beta dan belum semua pengguna OVO/Grab yang bisa menikmatinya.

Hanya OVO | Modal Usaha yang dipasarkan melalui OVO Finansial dan tidak langsung untuk ekosistem OVO dan Grab. Sedangkan dua produk sisanya, dihadirkan melalui Grab dan OVO secara berurutan.

Lewat ketiga produk di atas, OVO Finansial mengklaim telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp477 miliar sepanjang tahun lalu. Tidak disebutkan pertumbuhan dari tahun sebelumnya. Namun Riady menyampaikan, secara kumulatif sejak perusahaan berdiri di 2015, sebanyak Rp2,29 triliun pinjaman telah disalurkan untuk lebih dari 240 ribu peminjam.

Per hari ini (25/1), TKB90 OVO Finansial berada di angka 98,88%, angka ini tergolong sehat. Berdasarkan data OJK, per September 2023, rata-rata TKB90 di industri ini sebesar 97,18%.

Dibandingkan peers-nya, angka ini cenderung moderat. Meski demikian, Riady menyatakan optimistisnya terhadap pertumbuhan transaksi digital sepanjang 2023 memberikan prospek optimis pada 2024. Mengacu dari proyeksi Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan nilai transaksi digital sebesar 23,2% pada 2024, mencapai Rp71.584 triliun.

Terlebih itu, OVO Finansial mengutamakan pertumbuhan volume dan kualitas kredit yang sehat dan sebagai pendekatan untuk bersaing di industri yang dinamis.

“Inovasi OVO dan integrasi pembayaran digital ke dalam kebutuhan sehari-hari menempatkan kami pada jalur pertumbuhan yang berkelanjutan, berkontribusi terhadap pertumbuhan transaksi digital secara keseluruhan tahun ini,” pungkasnya.

Sebagai catatan, OVO Group (PT Bumi Cakrawala Perkasa) membawahi sejumlah perusahaan finansial, di antaranya: OVO (PT Visionet Internasional) dan OVO Finansial (PT Indonusa Bara Sejahtera), Bareksa (PT Bareksa Portal Investasi), dan PT ZA Tech Global Indonesia.

OVO Finansial sebelumnya diakuisisi oleh OVO pada Maret 2019. Sebelum posisi CEO dipimpin oleh Riady, perusahaan ini didirikan oleh Abraham Viktor. Abraham exit dari posisinya dan kini mendirikan startup Hangry.

Total Pendanaan Startup Asia Tenggara Anjlok 51% di 2023, Indonesia dan Singapura Sumbang 90%

Total pendanaan yang diraup startup (ekuitas dan debt) di kawasan Asia Tenggara anjlok hingga 51% (yoy) sepanjang 2023. Penurunan ini dilatarbelakangi oleh faktor makro ekonomi yang membebani sentimen investor.

Menurut laporan Southeast Asia Deal Review 2023 yang disusun DealStreetAsia dan Rigel Capital, terdapat 30% penurunan kesepakatan jadi 718 kesepakatan dengan total nilai $7,96 miliar (Rp 126,2 triliun).

Kesepakatan terbesar berasal dari Lazada yang disuntik oleh induknya, Alibaba, sebesar $1,89 miliar. Angka ini menyumbang sekitar 24% dari total pendanaan ekuitas di kawasan ini. “Besarnya peran yang dimainkan Lazada dalam menopang nilai transaksi secara keseluruhan membuat penurunan pendanaan startup menjadi lebih nyata,” kata laporan tersebut.

Urutan berikutnya disumbangkan oleh Kredivo yang menutup putaran seri D senilai $270 juta, startup insurtech Bolttech mengumpulkan pendanaan seri B senilai $246 juta, Investree mengumpulkan $231 juta dalam pendanaan seri D (kendati menurut kabar yang DailySocial.id terima pendanaan tersebut tidak jadi terealisasi), dan startup aquatech eFishery menyelesaikan putaran seri D senilai $200 juta.

“Kesepakatan ini merupakan salah satu kesepakatan langka yang bernilai lebih dari $100 juta, karena investor yang skeptis enggan menulis cek dalam jumlah besar di tengah ketidakpastian geopolitik, suku bunga tinggi, dan inflasi yang terus-menerus.”

Lebih jauh dipaparkan, tahun lalu adalah tahun tersulit dalam mencetak unicorn baru bervaluasi di atas $1 miliar. Hanya dua startup, yakni eFishery dan Silicon Box (berbasis di Singapura) yang merengkuh status tersebut

Tren ini terus menunjukkan penurunan. Di tahun sebelumnya, ada delapan startup yang mendapat status unicorn. Lalu pada 2021, tercatat ada 23 startup di wilayah ini yang valuasinya melampaui $1 miliar.

Singapura dan Indonesia raup 90% kesepakatan

Data menarik lainnya yang diungkap, tercatat Singapura dan Indonesia meraup hampir 90% dari total pendanaan ekuitas. Singapura memperoleh $5,5 miliar dari 415 transaksi, sementara Indonesia memperoleh $1,51 miliar dari 131 transaksi.

Baik Thailand dan Malaysia mengalami koreksi paling besar dalam total perolehan modal swasta, secara berurutan turun sebesar 86% dan 83%. Thailand memperoleh total $0,13 miliar dari 28 kesepakatan. Malaysia mencatat 52 transaksi yang menghasilkan total $0,11 miliar.

Vietnam terlihat relatif tangguh dengan penurunan nilai transaksi sebesar 9,55%, mengantongi $0,51 miliar dari 54 kesepakatan. Filipina memperoleh $0,19 miliar dari 34 kesepakatan.

Healthtech paling banyak didanai

Bila melihat dari vertikal startup, fintech tetap menjadi paling banyak disuntik oleh investor, kendati secara jumlah dan nilai transaksi tercatat menurun. Total kesepakatan di sektor ini turun 39% menjadi 142 transaksi dan nilai transaksi turun 67% menjadi $1,82 miliar.

Dikerucutkan lebih rinci, startup lending paling banyak raih pendanaan dengan nilai $734 juta dengan 35 kesepakatan. Disusul secara berurutan, insurtech ($361 juta dengan 15 kesepakatan), pembayaran digital ($287 juta dengan 37 kesepakatan), wealthtech ($148 juta dengan 37 kesepakatan), dan solusi fintech ($73 juta dengan 10 kesepakatan).

Berdasarkan nilai transaksi, posisi pertama diduduki oleh sektor e-commerce yang mengumpulkan dana paling banyak, yaitu $2,32 miliar, berkat Lazada. Lalu disusul fintech dan healthtech dengan 60 kesepakatan investasi, naik 20% dibandingkan tahun lalu. Namun, nilainya turun 34% menjadi $582 juta karena nominal kesepakatannya yang lebih kecil.

Startup healthtech yang berasal dari Singapura menyumbang kue terbesar di sektor ini dengan porsi 72,1%. Lalu disusul Indonesia dengan 21,7%. Layanan telemedis jadi turunan bisnis yang paling banyak didanai dengan nilai $191 juta dengan 17 kesepakatan. Lebih dari separuh nominal pendanaan ini datang dari putaran seri D yang direngkuh Halodoc.

Masa-masa sulit bagi startup tahap awal

Hal lain yang disoroti dari laporan ini, mengutip dari pengumuman perusahaan, pengajuan peraturan, laporan media, dan penelitian DealStreetAsia, mengungkapkan bahwa kesulitan penggalangan pendanaan pada 2023 melampaui startup late-stage karena kesepakatan tahap awal turun 29% menjadi 659 kesepakatan sementara total modal yang dikumpulkan turun 49% menjadi $3,42 miliar.

“Pendanaan tahap awal, yang dianggap sebagai penentu tren investasi tahap awal, telah menunjukkan tren penurunan sejak kuartal kedua tahun 2022, menandakan kemunduran dari puncak kegembiraan yang menjadi ciri pasar pada tahun 2021,” kata laporan itu.

Prospek untuk tahun 2024

Untuk tahun ini, beberapa sektor siap untuk tumbuh meskipun terdapat tantangan pendanaan saat ini dan tema-tema baru kemungkinan akan menarik investasi modal ventura. Sektor-sektor berkelanjutan, termasuk teknologi ramah lingkungan, kendaraan listrik, teknologi iklim, dan teknologi kesehatan semakin mendapat daya tarik. Ekosistem mobilitas bersih, kecerdasan buatan, dan sektor terkait keberlanjutan juga diperkirakan akan tumbuh.

Laporan tersebut mengungkapkan ada hikmah pada akhir tahun kemarin, bahwa tren kespakatan per kuartal memperlihatkan tanda-tanda stabilitas yang muncul dalam lanskap investasi startup.

Pada kuartal keempat tahun 2023 terdapat 167 transaksi, naik dari 151 transaksi pada kuartal sebelumnya ketika volume transaksi berada pada titik terendah dalam tiga tahun.

Kuartal keempat juga lebih kuat dalam hal perolehan investasi karena startup regional mengumpulkan $2,28 miliar, naik 9% dari kuartal sebelumnya.

“Namun, menjelang akhir tahun, kondisi sektor swasta di kawasan ini mulai menunjukkan tanda-tanda stabilitas, dengan kuartal keempat mencatat peningkatan volume kesepakatan sebesar 12% setelah mencapai titik terendah dalam tiga tahun terakhir pada kuartal ketiga,” tutup laporan tersebut.

Ada lima catatan lainnya yang patut diperhatikan untuk industri startup di kawasan ini. Berikut rangkumannya:

Living Lab Ventures Luncurkan Dana Kelolaan untuk Startup Healthtech dan Biotech

Sinar Mas Land melalui kendaraan investasinya Living Lab Ventures (LLV) meluncurkan Biomedical Fund, dana kelolaan yang mendukung pelaku startup di bidang biomedis, pusat penelitian, biobank, hingga teknologi kesehatan.

Chief Transformation Officer Sinar Mas Land Mulyawan Gani berharap Biomedical Fund dapat berperan dalam memastikan infrastruktur kesehatan di tanah air.

“Tidak hanya tangguh, tetapi juga berada di garis depan kemajuan teknologi. Melalui partisipasi LLV dalam biomedis, kini BSD City dapat benar-benar menjadi laboratorium yang hidup,” tambahnya dalam keterangan resmi.

Peluncuran ini didorong oleh pasca-pandemi yang memunculkan tren baru di lanskap kesehatan masyarakat Indonesia. Selain memperkuat kesadaran, permintaan terhadap akses layanan kesehatan yang lebih mudah dan murah ikut meningkat.

World Bank melaporkan, persentase pengeluaran kesehatan masyarakat Indonesia terhadap PDB naik dari 2,6% pada 2014 menjadi 3,2% pada 2022. Namun, persentase tersebut masih lebih rendah dibandingkan rata-rata pengeluaran negara berpendapatan rendah, yakni 4,9%.

“Biomedical Fund akan memberikan pendanaan ke startup yang berpotensi membawa perubahan positif dalam penyediaan layanan kesehatan, termasuk teknologi diagnosis, manajemen data kesehatan, telemedis, dan solusi inovatif lainnya,” tutur Partner Living Lab Venture Bayu Seto.

Sejauh ini, LLV telah berinvestasi di sejumlah startup, seperti Jumpstart, Amoda, Paper.id, dan BRIK. Investasi ini tidak hanya ditujukan ke sektor proptech, tetapi juga mencakup sektor agnostik yang memiliki fleksibilitas dan peluang yang tajam. Hingga saat ini, LLV telah memberdayakan 27 startup yang berfokus pada tiga aspek teknologi utama, yakni smart technologies, digital life, dan mobility.

Inisiatif genomik dan bioteknologi

Belum banyak dana kelolaan yang difokuskan untuk pengembangan teknologi di bidang kesehatan di Indonesia. Dua tahun lalu, Bio Farma sempat meluncurkan Bio Health Fund dengan fokus pada investasi biotech, menggandeng MDI Ventures. Namun, belum diketahui kapan dana tersebut akan di-deploy.

Sementara, East Ventures dilaporkan tengah menggalang dana kelolaan baru sebesar $30 juta untuk Healthcare Fund sejak tahun lalu. Dana ini spesifik akan disuntikkan ke startup tahap awal healthcare dan vertikal turunannya.

Adapun, inisiatif lain untuk pengembangan genomik telah digulirkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi). Targetnya, sebanyak 100 ribu sample dapat terkumpul pada 2025.

Kitabisa Resmi Akuisisi Asuransi Amanah Githa

PT Asuransi Jiwa Syariah Amanahjiwa Giri Artha (Asuransi Amanah Githa) resmi berganti nama menjadi PT Asuransi Jiwa Syariah Kitabisa. Informasi ini sekaligus mengonfirmasi kabar akuisisi oleh platform donasi Kitabisa yang sudah berhembus sejak tahun lalu.

Perubahan nama ini telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui surat keputusan KEP-283/PD.02/2023 tertanggal 29 Desember 2023.

“Dengan diberikannya pemberlakuan izin usaha perusahaan, PT Asuransi Jiwa Syariah Kitabisa diwajibkan agar dalam menjalankan kegiatan usaha selalu menerapkan praktik usaha yang sehat dan senantiasa mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku,” sebagaimana dikutip dari situs OJK.

Situs Asuransi Kitabisa sudah bisa diakses secara publik. Dalam situs Asuransi Kitabisa, disampaikan bahwa mereka hadir dengan konsep back to basic. “Basic-nya asuransi adalah Saling Jaga,” tulisnya.

Dari pantauan DailySocial.id, aplikasi Kitabisa sudah menyediakan fitur SalingJaga untuk membeli polis asuransi jiwa. Manfaat yang ditawarkan adalah asuransi jiwa. Jadi jika anggota tutup usia selama masa perlindungan, maka keluarga akan mendapat bantuan tunai sesuai dengan besaran manfaat yang dipilih sejak awal.

Premi yang dibayarkan mulai dari Rp22 ribu (bulanan), Rp124 ribu (per 6 bulan), dan Rp246 ribu (tahunan).

Sempat terkendala

Berdasarkan situs Kitabisa, Kitajaga adalah program lanjutan dari Saling Jaga yang sudah ditutup sejak Juli 2021. Praktiknya seperti asuransi pada umumnya sehingga OJK melarang Kitajaga untuk beroperasi dan harus memenuhi aturan yang berlaku dengan mengajukan izin asuransi.

Setelah dioperasikan kembali dengan nama Kitajaga, mereka bermitra dengan pialang asuransi PT PasarPolis Insurance Broker, menyediakan produk asuransi jiwa dari Takaful Keluarga. Manfaat asuransi yang ditawarkan adalah perlindungan jiwa.

Dalam perjalanannya, kemitraan Kitabisa dengan Asuransi Amanah Gita dimulai sejak meluncurkan Koperasi Kitabisa (Koperasi Jasa Multi Pihak Kita Bisa Indonesia). Dalam keanggotaannya, koperasi ini terbatas hanya untuk anggota Kitabisa −sekaligus mendaftar jadi pemegang polis asuransi− yang sudah mendaftar dengan iuran bulanan (disebut patungan) sebesar Rp8 ribu per bulan.

Manfaat yang bisa diterima, anggota bisa mengajukan pinjaman tanpa bunga dengan limit maksimal Rp3 juta untuk kebutuhan mendadak. Juga, santunan bila jatuh sakit kritis, kecelakaan, dan meninggal. Terdapat pula program beasiswa, pelatihan usaha, dan galang dana. Koperasi Kitabisa juga bisa diakses melalui aplikasi Kitabisa.

Reorganisasi

Kitabisa mengumumkan perubahan struktur organisasi perusahaan. Vikra Ijas naik posisi jadi CEO Kitabisa dari sebelumnya CMO. Posisi CEO ini sebelumnya ditempati oleh rekan founder-nya Alfatih Timur. Timmy, panggilan akrabnya, sekarang menjabat sebagai Presiden.

Dalam akun media sosialnya, memasuki usia satu dekadenya yang pertama, Kitabisa mengklaim telah menggaet lebih dari 8 juta donatur dan menyalurkan ratusan juta bantuan.

Application Information Will Show Up Here

DOKU Luncurkan ‘Wallet-as-a-Service’, Mudahkan Pemilik Bisnis Buat Dompet Digitalnya Sendiri

DOKU resmi merilis layanan Wallet-as-a-Service (WaaS) bagi mitra bisnis yang ingin menambah fitur dompet elektronik (e-wallet) ke dalam ekosistem bisnisnya. Layanan WaaS memiliki fungsi untuk memfasilitasi transaksi pengguna dan mengelola arus keuangan.

WaaS didukung dengan infrastruktur e-wallet yang akan dihubungkan dengan API ke ekosistem mitra. Saat ini, DOKU menggandeng Tomoro Coffee dan Coda sebagai merchant pertama yang menerapkan layanan WaaS ke dalam operasional perusahaan.

“Selama ini, lisensi e-money dan e-wallet dari Bank Indonesia diterapkan DOKU e-Wallet sebagai salah satu opsi pembayaran di ekosistem kami. Lewat interaksi bersama merchant, kami dapat ide baru untuk mengoptimalkan layanan ini,” tutur Co-Founder & COO DOKU Nabilah Alsagoff dalam keterangan resminya.

Ia menambahkan inovasi ini akan memudahkan para merchant karena bisnis berbasis aplikasi tinggal menambahkan fitur e-money di dalamnya. Adapun, layanan WaaS hadir dalam dua fungsi dan dua segmen pasar, yakni:

  1. E-wallet Bisnis: untuk mengelola arus uang dalam ekosistem internal merchant. Tomoro Coffe, contohnya, tercatat perlu menyalurkan uang kas ke sekitar 300 cabang di seluruh Indonesia.
  2. E-wallet Konsumen: untuk ditambahkan ke dalam aplikasi merchant, memungkinkan pengguna top up dan bertransaksi di platform merchant. Misalnya Coda, pelanggan dapat mengisi saldo untuk membeli berbagai konten game di platform ini.

Sebelumnya, pada pertengahan 2023, DOKU meluncurkan Juragan DOKU untuk mempermudah pengelolaan transaksi pembayaran UMKM secara online dan offline. Juragan DOKU ditargetkan dapat mendorong pasar social seller.

DOKU juga kini memposisikan diri sebagai beyond payment, bagian dari transisi bisnisnya sejak awal berdiri sebagai payment gateway 16 tahun silam. Ini menjadi strategi selanjutnya untuk memimpin pasar di Indonesia maupun kawasan Asia Tenggara.

Dihubungi secara terpisah, Nabila mengungkap pasar Indonesia sangat terfragmentasi dan punya erilaku pembayaran yang berbeda sesuai kebutuhan dan lingkungannya. “Terlebih lagi, kebutuhan bisnis merchant berubah secara dinamis. Maka itu, kami yakin industri ini perlu infrastruktur pembayaran yang terukur dan bisa tumbuh bersama dengan bisnis mereka,” ujarnya lewat pesan singkat kepada DailySocial.id, Rabu (24/1).

DOKU WaaS membidik segmen B2B dan pemilik bisnis yang membutuhkan pengelolaan keuangan, baik keuangan internal atau bisnis di segmen B2C. Layanan WaaS dapat melayani kategori, seperti marketplace, fintech, bisnis ritel tradisional, FMCG, atau logistik.

Mengutip informasi di situs resminya, DOKU telah memiliki lebih dari 150 ribu merchant dan 4 juta pengguna dengan volume transaksi mencapai 360 juta dan nilai transaksi sebesar Rp330 triliun (year-to-date).

Indonesia adalah salah satu pasar dengan volume transaksi pembayaran digital yang besar. Menurut riset Katadata Insight Center (KIC), dompet digital menjadi metode pembayaran yang paling banyak (84%) digunakan masyarakat saat belanja online, diikuti uang tunai (61,4%) dan transfer bank (47,8%).

Kehadiran fitur QRIS juga memudahkan masyarakat untuk bertransaksi, baik melalui mobile banking maupun aplikasi dompet digitalnya. Pada periode Januari-Oktober 2023, BI mencatat total volume transaksi QRIS mencapai 1,6 miliar dengan nilai sebesar Rp24, triliun.

Application Information Will Show Up Here

Pelopor Industrialisasi Larva BSF, Magalarva Reduksi Sampah Organik Jadi Makanan Super untuk Hewan

Rendria Arsyan Labde tidak menyangka, terekspos dengan hal-hal berbau sustainable farming membawanya jadi pelopor larva black soldier fly (BSF) di Indonesia, lewat Magalarva. Dulu ia buta soal BSF, namun kini mampu menemukan formula yang tepat dan efisien untuk produksi larva bahkan diekspor ke berbagai negara.

Sempat ia terjun ke bisnis properti sebagai pengembang perumahan yang berkelanjutan. Setelah dijalani, ternyata dampak yang bisa eskalasi tidak semasif dari yang ia prediksi. Rendria menggali lebih jauh dimulai dari isu di perkotaan, bertemulah dengan isu sampah yang makin parah.

Gerakan kesadaran sampah yang digalakkan sejauh ini hanya berkutat pada sampah non-organik. Padahal sampah organik jumlahnya jauh lebih banyak, sekitar 70% dari data yang ia temukan. Dari serangkaian riset yang dilakukan, ia bertemu pertama kali dengan larva BSF di Jawa Tengah. Belatung jenis ini berbeda dari yang ia ketahui selama ini karena saat makan begitu geragas melahapnya.

Selanjutnya, membaca jurnal ilmiah hingga belajar ke perusahaan di luar negeri untuk mencari tahu apakah ini ada nilai ekonominya. “Saya validasi lagi ini bener scalable dan visible gak sih. Di negara maju sudah ada perusahaannya dan memang bisa. Saya percaya kalau ini ditekuni bisa jadi solusi di Indonesia,” ujar Rendria kepada DailySocial.id.

Co-founder dan CEO Magalarva Rendria Arsyan Labde / Magalarva

Sebagai catatan, Magalarva adalah satu dari perusahaan bioteknologi yang menggeluti bisnis pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak dan pupuk organik berbahan dasar larva BSF.

Saat berdiri di 2017, Rendria mengaku belum ada pengusaha budidaya ini yang sudah masuk tahap industrialisasi. Untuk belajar dari ahli BSF di Indonesia saja belum ada yang benar-benar kuat, beda halnya kalau mau belajar budidaya udang atau jenis ikan lainnya sudah banyak ahlinya.

Sambil menyelam minum air, tak terhitung berapa banyak penelitian dan uji coba untuk menemukan formula budidaya BSF yang tepat. Layaknya makhluk hidup, seringkali BSF atau larva atau belatung ini tidak cocok dengan suhu atau makanan tertentu, maka harus dipelajari lebih dalam agar hasilnya terbaik.

“Sekarang sudah jalan lima tahun, kita percaya bahwa kita ini terbaik di Indonesia karena bisa dapat efisiensi cost paling tinggi.”

BSF dianggap sebagai senjata paling efektif dalam mengurai volume sampah makanan. Binatang ini tidak punya mulut dan organ pencerna. Mereka hanya makan saat masih jadi larva dan hanya memakan sisa hewan atau tumbuhan yang membusuk. Satu larva BSF bisa makan empat kali dari berat badannya, waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan makanan dalam volume kakap sekitar 2-3 hari saja.

Setelah itu, larva akan mengeluarkan kotoran apa yang dimakan menjadi pupuk. Sebagian larva ada yang diternakkan hingga jadi lalat, sebagian lagi dikeringkan menjadi pakan ternak. BSF yang dikeringkan, biasanya digunakan untuk kebutuhan ekspor. Selain bisa diberikan langsung untuk hewan, belatung kering yang telah diperoses lebih lanjut menjadi tepung dan minyak dapat dijadikan sebagai pelengkap pakan.

Siklus metamorfosis dimulai dari telur lalat hingga BSF kawin memakan waktu kurang lebih 41 hari. “Kita panen hidup-hidup belatungnya. Kita proses di pabrik untuk dicuci dan dikeringkan. Hasil belatung kering ini sumber protein tinggi yang sangat dibutuhkan untuk makanan hewan, baik ikan, ayam, udang, bisa dipakai langsung atau jadi bahan campuran.”

Pada tahun pertama, Magalarva mengelola sampah sebanyak 50 kilogram dalam sehari. Kini angkanya sudah berlipat-lipat ganda jadi 200 ton dalam sebulan, semuanya diproses langsung di pabrik pengolahan limbah makanan yang berlokasi di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.

Pabrik pengolahan Magalarva di Gunung Sindur / Magalarva

Akumulasi sampah yang telah diolah sejak 2018 hingga sekarang mencapai 5 ribu ton. Yang terpenting meningkatnya kapasitas ini mampu membuat ongkos produksi Magalarva jauh lebih efisien turun jadi 70% dan bisa menjual BSF dengan harga lebih terjangkau.

Sumber sampah diambil dari mitra perusahaan, seperti produsen susu (Cimory, Indolakto), Dinas Lingkungan Hidup, startup waste management (Rekosistem, Waste4Change), hingga pengelola pasar tradisional (Pasar Induk Kramat Jati). “Beauty-nya di sini. Instead bersaing, kita jadi solusi untuk mereka karena food waste yang dikumpulkan, kita olah. Kita menawarkan service dan value kita ke mereka.”

“Ini sesuai dengan misi kita reduksi sampah sebesar-besarnya, walau angka ini masih belum bisa berikan impact yang besar. Tapi kita sudah melakukan sesuatu yang nyata.”

Rencana perusahaan

Penjualan panen dilakukan oleh tim Magalarva dalam berbagai bentuk, baik itu B2B maupun B2C. Perusahaan bekerja sama dengan pengusaha lokal untuk menjadi distributor/reseller. Biasanya mereka adalah pemilik toko makanan hewan, entah itu untuk penghobi ikan koi, burung, dan ayam.

Di samping itu, juga sudah ekspor ke Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Rendria membidik ke depannya dapat rutin ekspor hingga dua kontainer, masing-masing berkapasitas 15 ton per kontainernya. Negara yang akan disasar, yakni Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.

Rendria mengaku pihaknya sedang menggalang pendanaan putaran baru untuk beli alat baru dan menambah luas pabrik. “Sekarang kita kebanjiran order tapi kita butuh capital untuk tambah kapasitas karena yang sekarang sudah mentok.”

Selain tambah ekspor, perusahaan berencana untuk masuk ke industri lainnya, seperti tambak udang dan unggas agar penyerapan hasil panen dapat lebih masif. Kedua industri ini juga tak kalah besar potensi pasarnya.

Sebagai catatan, Magalarva telah didukung dengan sejumlah pendanaan dari investor. Pertama kali diperoleh pada Juni 2019 dari Innovation Factory milik Salim Group dan Gree Venture, nominal yang diterima sebesar $500 ribu. Kemudian pada akhir 2022, mendapat tambahan suntikan dari Bali Investment Club.

Pekerjaan rumah Magalarva dan teman-teman sejenisnya masih begitu besar.

Data Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) menyebutkan volume sisa makanan atau food waste mencapai 28,5 juta ton atau 40,6% dari seluruh total timbunan sampah di tanah air pada 2022. Sampah dari rumah tangga jadi penyumbang terbesar dengan persentase sebesar 38,3%.

Data pendukung lainnya dari Bappenas menyebutkan Indonesia membuang 23-48 juta ton sampah makanan per tahun sepanjang periode 2000-2019. Food waste tersebut menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp231 triliun-Rp551 triliun per tahun. Padahal secara sosial, sebetulnya kerugian ini dapat memberi makan kepada 61-215 juta orang per tahun.

Dari dampak lingkungan, sampah organik merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca dalam bentuk gas metan. Gas ini memiliki potensi pemanasan global yang efeknya dahsyat, yakni mencapai 28 kali lipat lebih besar dari karbondioksida.

SawitPRO Tangani Isu Upstream Petani Kelapa Sawit dengan Solusi Digital

Minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO mencapai $29,62 miliar pada 2022, naik 3,56% dari tahun sebelumnya. Sementara kapasitas ekspornya 26,22 juta ton.

Menariknya, perkebunan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh 3 juta petani kecil (swadaya/smallholders) dengan persentase sekitar 40%, sisanya dimiliki oleh pemerintah dan swasta. Petani swadaya ini umumnya memiliki lahan kurang dari 25ha.

Walau prospektif secara industri, namun dalam realitasnya mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk budidaya kelapa sawit sesuai standar good agriculture practice (GAP) yang diterapkan oleh lahan kelapa sawit milik pemerintah/swasta, seperti lahan yang sesuai untuk di tanam sawit, penggunaan bibit, pupuk, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka.

Bahkan untuk pemasarannya, mereka hanya memiliki alternatif menjualnya melalui tengkulak dengan harga yang rendah. Tantangan hulu inilah yang ingin dicoba selesaikan oleh SawitPRO dengan tiga solusi yang dihadirkan:

  1. Anggota SawitPRO: untuk pemilik bisnis mengelola usahanya secara efisien, seperti pantau kinerja pekerja, konsultasi dengan Dokter Sawit, beli kebutuhan perkebunan dan kebutuhan sehari-hari, dan program loyalitas dari Sawit Poin,
  2. Pekerja SawitPRO: catat aktivitas pekerja secara rutin,
  3. Petani SawitPRO: catat aktivitas, laporan pendapatan, biaya dan keuntungan, hitung estimasi hasil panen menggunakan kalkulator pintar, pantau harga CPO internasional.
  4. Partner SawitPRO: berbentuk situs untuk meningkatkan loyalitas pemasok melalui laporan real-time, campaign yang disesuaikan, dan distribusi insentif.

Ketiga aplikasi di atas terintegrasi dengan tiga solusi pendukung, yakni:

  1. Sawit Poin: menumbuhkan loyalitas melalui berbagai program insentif,
  2. Toko Sawit: platform marketplace untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit dan kebutuhan sehari-hari,
  3. Dokter Sawit: konsultasi online (berbasis AI Chatbot melalui WhatsApp dan telekonsultasi) untuk meningkatkan kualitas TBS (Tandan Buah Segar), serta kunjungan lapangan dari ahli agronomi yang berpengalaman untuk meningkatkan produktivitas panen dan pengelolaan lahan.
(kanan) CEO SawitPRO Abhishek Singh / SawitPRO

Sebelum meluncurkan ketiga produk di atas, startup yang digawangi oleh Abhishek Singh ini melakukan banyak riset langsung di lapangan dan berdiskusi dengan petani kecil di Riau selama beberapa waktu. Sebagai catatan, provinsi ini merupakan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia dengan luas 3,49 juta ha atau 20,75% dari total luas nasional pada 2023.

“Siapapun bisa buat aplikasi. Tantangannya buat adu buat aplikasi yang terkini dan tercanggih, tapi bagaimana membuat solusi yang benar-benar menjawab masalah di lapangan. Aplikasi itu harus mudah digunakan, dimengerti, dan berguna,” terangnya kepada DailySocial.id.

Abhishek bukan orang baru di dunia kelapa sawit, sebelumnya ia pernah bekerja dan menduduki posisi penting di RGE (Royal Golden Eagle) Group, grup bisnis berbasis sumber daya alam milik pengusaha Sukanto Tanoto. Di sana ia juga menjabat di anak-anak usahanya seperti APRIL, Asian Agri, dan Apical.

Menurut pandangannya, kesenjangan pengetahuan petani swadaya dalam budidaya sawit sangat jauh dari SOP yang biasa dilakukan oleh lahan sawit milik swasta. Alhasil produktivitasnya kalah jauh.

“Kami mengambil best practice dari industri perkebunan, kapan waktu yang tepat untuk panen, kapan untuk pruning, dsb. Mereka bisa akses seluruh informasi tersebut, sekaligus beli pupuk di e-commerce SawitPRO. Jadi petani bisa mengurangi cost, produksi lebih banyak, produktivitas pun meningkat.”

Ia meyakini, pendekatan ini mampu menjawab masalah di seluruh aspek di hulu yang selama ini dihadapi di lapangan. Terlebih momentum pasca-pandemi dinilai cukup tepat untuk masuk ke komoditas ini, lantaran terjadi peningkatan penetrasi internet. Pemain di ekosistem tidak lagi menggunakan feature phone dalam kesehariannya, sehingga kenaikan literasi digital ikut terdampak. “Jadi secara timing, kami cukup beruntung.”

Target SawitPRO

Di umur baru satu tahun ini, SawitPRO berencana untuk ekspansi wilayah, seperti Sulawesi, Jambi, dan Sumatera Utara. Dua provinsi terakhir masuk sebagai 10 provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Di samping itu, menggaet akademisi dari universitas untuk menciptakan lebih banyak aktor di dalam ekosistem rantai pasok kelapa sawit demi menciptakan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.

Saat ini, SawitPRO beroperasi di Riau dengan kantor pusat di Jakarta. Berbagai kemitraan telah dijalin dengan ekosistem, seperti gaet lebih dari 10 ribu petani swadaya, 12 Toko Tani, 49 DO agen, dan sebanyak 379 ribu mt produksi TBS telah dihasilkan.

Model bisnis yang dipakai SawitPRO adalah paket berlangganan, ada biaya yang dibayarkan oleh pemilik bisnis. Tidak disebutkan nominal biaya berlangganan ini. Abhishek hanya memastikan, perusahaan mampu menghasilkan pendapatan yang positif pada tahun pertama.

Oleh karenanya, seiring dengan target yang besar, ia menargetkan SawitPRO dapat cetak laba setidaknya pada tahun ini dengan tim yang efisien, sekitar 70 orang.

“Kami ingin menjadi startup yang fokus cetak profit di hari pertamanya karena kami tidak ingin ada di situasi yang harus memecat karyawan di kemudian hari. Tahun pertama memang sulit, tapi tahun ini setidaknya bisa cetak profit walau nominalnya kecil.”

Walau tidak dirinci lebih jauh, Abhishek mengungkapkan SawitPRO sudah memiliki investor eksternal untuk mendukung operasional di hari-hari pertamanya.

Application Information Will Show Up Here