Laporan DSInnovate: Social Commerce Report 2022

Selama satu dekade terakhir, e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Sebut saja pembayaran digital, logistik pintar, sampai dengan platform pemberdayaan UMKM. Namun demikian, di balik gegap-gempita industri e-commerce masih terdapat gap yang cukup kentara di Indonesia, khususnya saat berbicara tentang pemerataan.

Berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang sudah terbiasa dengan layanan digital, kondisi di pedesaan —apalagi daerah rural—kondisinya masih jauh berbeda. Banyak faktor menjadi penyebab, mulai dari tingkat literasi digital sampai dengan keandalan infrastruktur. Terkait infrastruktur, contohnya, pengguna di pedesaan mendapati biaya kirim yang besar karena barang dikirim dari kota.

Adanya isu-isu tersebut mendorong para inovator melahirkan “Social Commerce”, versi e-commerce yang dimodifikasi dengan berbagai penyesuaian fitur. Model bisnisnya juga unik, seperti lewat kemitraan untuk menangani isu literasi digital, lewat group buying untuk menangani isu mahalnya ongkos kirim, sampai sistem hub-and-spoke untuk menangani sistem distribusi yang rumit.

Perlahan tapi pasti, model social commerce mulai diterima oleh masyarakat Indonesia, membuat bisnis ini kian banyak diminati oleh startup lokal.

Untuk melihat perkembangan bisnis ini, DSInnovate meluncurkan “Social Commerce Report 2022” dengan tema besar “Digitizing the Second-Tier Cities in Indonesia”. Laporan ini merangkum sejumlah hal, meliputi:

  1. Pembahasan konsep dan model bisnis social commerce
  2. Ekosistem social commerce di Indonesia
  3. Studi kasus social comerce di Indonesia
  4. Tren perkembangan social commerce di Indonesia

Terdapat beberapa temuan data menarik, salah satunya dari 16 startup social commerce yang ada di Indonesia, 14 di antaranya telah mengumumkan perolehan investasi. Menunjukkan bawah model bisnis yang diusung berhasil divalidasi oleh adopter awal dan hipotesis dari pemodal ventura. Selain itu, konsep bisnis berbasis syariah juga dipertimbangkan beberapa pemain di Indonesia.

Di sisi kematangan industri, peneliti juga melakukan analisis dan pengukuran terhadap beberapa variabel — yang menunjukkan bahwa social commerce masih memiliki ruang gerak yang luas untuk dieksplorasi. Selain itu, masih ada data dan temuan menarik lainnya. Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut: Social Commerce Report 2022.


Disclosure: Dagangan mendukung peluncuran laporan ini

Laporan DSInnovate: Startup Report 2021 (dan Q1 2022)

Tahun 2021 digadang-gadang sebagai titik balik bagi ekosistem bisnis digital di Indonesia, setelah satu tahun sebelumnya mendapat tekanan akibat pandemi Covid-19. Benar saja, di masa pemulihan ini justru banyak rekor baru yang terpecahkan — mulai hadirnya unicorn baru, transaksi pendanaan yang meningkat tajam secara kuantitas dan nilai, hingga model bisnis yang makin matang.

Startup Report 2021 mencoba merangkum dinamika industri yang terjadi, melalui kompilasi data, perspektif founder, dan preferensi konsumen dari apa yang terjadi sepanjang tahun. Secara spesifik laporan ini terdiri dari lima bahasan utama, meliputi:

  1. Gambaran ekosistem startup; menyajikan data-data terkait pertumbuhan pasar dan bisnis digital di Indonesia sepanjang tahun 2021.
  2. Pendanaan dan strategi exit; menyajikan data-data terkait tren pendanaan dan aksi korporasi berupa merger & acquisition yang melibatkan startup lokal.
  3. Perspektif konsumen; menyajikan data-data hasil survei konsumen terhadap layanan atau produk yang dihadirkan oleh pemain startup lokal.
  4. Investasi berdampak; memperkenalkan konsep investasi berdampak dan metrik startup dalam menghadirkan bisnis berkelanjutan sembari memberikan manfaat sosial lebih bagi masyarakat.
  5. Tren industri digital Indonesia; menyoroti beberapa model bisnis yang berpotensi menjadi sesuatu yang signifikan di masa mendatang.

Terdapat sejumlah temuan data menarik, di antaranya mengenai pendanaan startup. Tahun 2021 terjadi peningkatan hampir 2x lipat dari sisi jumlah transaksi dan nilai yang dibukukan. Bahkan sebanyak 22 putaran pendanaan memiliki nilai sekurangnya $50 juta. Kendati pendanaan awal masih mendominasi jumlahnya, pendanaan lanjutan juga memiliki tren yang meningkat — mengindikasikan adanya kepercayaan investor atas model bisnis startup yang kian matang.

Selain pendanaan, laporan ini juga menyajikan hasil survei mengenai aplikasi digital dari startup lokal yang paling banyak diminati. Dari statistik yang berhasil diolah, layanan online marketplace (78%) mendapati minat tertinggi, disusul fintech payment (69%), fintech lending (61%), layanan investasi (57%), aplikasi pendidikan (51%), hingga kesehatan (50%).

Untuk ulasan dan data-data selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: Startup Report 2021 (dan Q1 2022).


Disclosure: Laporan ini didukung East Ventures, Bank Central Asia, dan LinkAja

Laporan DSInnovate: Membangun “Digital Trust” di Indonesia

Ekonomi digital di Indonesia diperkirakan akan mencapai $146 miliar pada tahun 2025, meningkat sampai 2x lipat dibandingkan perolehan di tahun 2021 yakni $70 miliar. Seiring dengan pertumbuhan tersebut, diperlukan inovasi untuk memastikan lalu-lintas data dan transaksi yang semakin besar ini berada di lajur yang aman.

Dari hipotesis tersebut, terminologi “digital trust” kemudian muncul menjadi sebuah persyaratan mendasar bagi bisnis yang ingin mengadopsi teknologi. Hal ini juga seiring dengan kesadaran masyarakat tentang privasi dan keamanan data, mendorong pengembang untuk menghadirkan sebuah sistem aplikasi yang aman dan terjamin.

Sebagai upaya untuk memperkenalkan lebih dalam tentang konsep digital trust tersebut, DSInnovate meluncurkan laporan bertajuk “Building Trust in Indonesia’s Digital Economy”. Di dalamnya membahas tiga topik utama, meliputi:

  1. Pengenalan digital trust; memaparkan definisi, urgensi, sampai dengan perspektif industri mengenai digital trust. Turut dibahas juga tentang standar internasional yang banyak dijadikan acuan para pelaku industri dalam menerapkan digital trust.
  2. Prinsip dasar digital trust; menjelaskan tentang tiga prinsip utama digital trust meliputi kecepatan, skalabilitas, dan keamanan yang disuguhkan.
  3. Perkembangan digital trust di Indonesia; mengulas tentang digital trust di Indonesia beserta studi kasus yang sudah ada sejauh ini.

Terdapat beberapa temuan menarik, salah satunya dari hasil interview dengan sejumlah pemain industri yang mengatakan bahwa peningkatan digital trust dapat meningkatkan ketertarikan konsumen dengan layanan yang disuguhkan. Selain itu adopsi prinsip-prinsip digital trust juga dikatakan menjadi langkah preventif yang efisien untuk menghindarkan bisnis dari risiko seperti fraud dan kejahatan lain terkait pemalsuan identitas.

Untuk ulasan dan berbagai temuan selengkapnya dari riset tersebut, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut: “Building Trust in Indonesia’s Digital Economy“.


Disclosure: DSInnovate bekerja sama dengan VIDA dalam penyusunan laporan ini

Laporan DSInnovate: Fintech Report 2021

Memasuki tahun kedua pandemi Covid-19, digitalisasi dalam sektor keuangan masih berangsur meningkat. Produk-produk fintech terus mendapatkan antusias dari masyarakat, untuk memfasilitasi kebutuhan sehari-hari maupun dalam rangka mencapai tujuan finansial mereka.

Perkembangan ekosistem teknologi finansial turut didukung dengan regulasi yang cukup tanggap dengan dinamika perkembangan digital. Alhasil, kepercayaan masyarakat pun meningkat seiring adanya jaminan keamanan atas data-data dan transaksi yang akan dilakukan melalui layanan berbasis aplikasi.

DailySocial.id juga meyakini, bahwa perkembangan fintech menjadi aspek penting dalam misi mencapai ekonomi digital yang lebih baik. Karena produk dan layanan yang dihasilkan turut menjadi salah satu fondasi dari banyak model bisnis. Untuk itu, secara rutin setiap tahun kami merilis “Fintech Report”, sebuah laporan yang merangkum secara menyeluruh perkembangan industri fintech di tanah air.

Fintech Report 2021 mengusung tema besar “The Convergence of (Digital) Financial Services”, menyorot tentang variasi layanan fintech yang makin banyak, menyasar berbagai kebutuhan spesifik untuk pengguna personal dan bisnis. Dalam laporannya, turut diramu perspektif dari pelaku industri dan dilengkapi dengan survei terhadap masyarakat yang merepresentasikan kondisi konsumen fintech saat ini.

Terdapat lima pembahasan utama dalam Fintech Report 2021, meliputi:

  • Tren Fintech; membahas tren perkembangan fintech dari sisi model bisnis dan regulasi.
  • Ekosistem Fintech di Indonesia; melihat perkembangan industri fintech di Indonesia dalam satu tahun terakhir.
  • Perspektif Pelaku Bisnis; merangkum perspektif dari pelaku bisnis fintech di berbagai sub-sektor mengenai prospek pengembangan mendatang.
  • Perspektif Konsumen; mendalami perspektif pengguna layanan terhadap produk-produk fintech yang sudah ada di pasaran.
  • Inisiatif Strategis; mendata berbagai inisiatif strategis yang dilakukan stakeholder dalam rangka memajukan industri fintech di Indonesia.

Terdapat beberapa temuan menarik, di antaranya total pendanaan oleh investor ke bisnis fintech meningkat dari tahun ke tahun. Per 2021, total dana yang dikumpulkan mencapai $974 juta dari 68 transaksi; meningkat hampir 2x lipat dibanding tahun sebelumnya yakni $555 juta dalam 32 transaksi.

Dari sisi konsumen, e-money (80,2%) dan paylater (68,9%) kini menjadi dua varian produk fintech yang paling banyak digunakan. Beberapa produk lain dari kategori wealthtech dan insurtech pun mulai mendapatkan awareness yang meningkat. Hal ini menjadi salah satu indikasi dari peningkatan literasi dan inklusi finansial yang cukup baik dari masyarakat Indonesia.

Informasi selengkapnya bisa diakses dengan mengunduh laporan tersebut secara gratis melalui tautan berikut: Fintech Report 2021.


Disclosure: Laporan ini didukung oleh Kredivo dan Traveloka

Laporan DSInnovate: Bank Digital di Indonesia 2021

Tahun 2021 menjadi tonggak penting bagi industri finansial. Beberapa inisiatif berbasis bank digital muncul, baik dari pemain legasi maupun bisnis digital baru. Tujuannya untuk menghadirkan layanan keuangan komprehensif yang lebih mudah diakses, terintegrasi dengan ekosistem digital, dan terpersonalsiasi.

Potensinya memang sangat besar, misalnya saat meninjau dari tingkat kepemilikan akun bank di kalangan usia produktif — belum lagi potensi dari pengguna baru dari kalangan digital-savvy.

Untuk mendalami perkembangan bank digital di tahun awalnya, DSInnovate meluncurkan publikasi riset bertajuk “The Rise of Digital Banking in Indonesia”. Terdapat lima fokus utama yang disorot dalam laporan ini, sebagai berikut:

  1. Definisi dan Konsep Bank Digital; mendalami tentang konsep dasar bank digital, serta apa yang membedakannya dengan aplikasi internet banking yang sudah ada sebelumnya.
  2. Ekosistem Bank Digital di Indonesia; melihat perkembangan ekosistem bank digital di Indonesia, serta daftar pemain yang sudah mulai mengakomodasi pangsa pasar.
  3. Studi Kasus; mempelajari perkembangan beberapa bank digital yang sudah meluncur beberapa bulan terakhir, terkait dengan produk hingga traksi layanan mereka.
  4. Bank as a Services; mengeksplorasi peluang BaaS sebagai model bisnis bank digital ke depannya, saat layanan bank digital menjadi sebuah layanan yang dapat disematkan ke berbagai layanan digital.
  5. Pengalaman Pengguna; mencoba merasakan pengalaman pengguna saat on-boarding ke sebuah aplikasi bank digital di Indonesia.

Dalam laporan ini disampaikan beberapa data menarik. Misalnya tentang bagaimana perusahaan bank digital dilahirkan, baik yang dari industri finansial maupun nonfinansial. Dicatat juga mengenai ukuran pasar bank digital, secara global nilainya diperkirakan sudah mencapai $12,1 miliar pada 2020 dan akan bertumbuh hingga $30,1 miliar di 2026 dengan CAGR 15.7%. Sementara di Indonesia saat ini sudah ada 12 aplikasi bank digital yang bisa digunakan masyarakat.

Selain itu, masih banyak temuan menarik yang dirangkum dalam laporan. Selengkapnya, unduh secara gratis laporan melalui tautan berikut ini: The Rise of Digital Banking in Indonesia 2021.

Laporan DSInnovate: Dampak Program Inkubator dan Akselerator untuk Ekosistem Startup Indonesia

Menurut data terbaru yang dirangkum laporan e-Conomy SEA 2021, ekonomi internet di Indonesia saat ini sudah mengumpulkan GMV mencapai $70 miliar atau setara 996,2 triliun Rupiah. Selain pangsa pasar yang memang besar, capaian tersebut tidak terlepas dari perkembangan pesat ekosistem startup digital. Dalam satu dekade terakhir, berbagai upaya dilakukan oleh stakeholder untuk memupuk potensi startup digital, termasuk melalui program inkubator dan akselerator.

Di Indonesia, beberapa program inkubator/akselerator berhasil menemani founder untuk membawa startupnya mencapai titik yang mengesankan. Beberapa lulusan program tersebut kini masuk ke daftar perusahaan bervaluasi besar, di atas $100 juta — tidak sedikit yang segera meraih gelar unicorn melalui putaran seri pendanaan selanjutnya. Salah satu program inkubator/akselerator unggulan di Indonesia adalah Indigo, yang diinisiasi oleh Telkom Group.

Indigo membuka batch awalnya pada tahun 2013, merangkul berbagai vertikal bisnis potensial, seperti agritech, big data, e-commerce, edtech, SaaS, dan lain-lain. Beberapa startup lulusannya termasuk Payfazz, Privy, Bahaso, dan puluhan lainnya. Program yang disuguhkan sangat intensif untuk memberikan pemahaman menyeluruh bagi founder mengenai bisnis digital. Dukungan materi seperti pendanaan awal (pre-seed) juga diberikan untuk membantu startup memvalidasi traksi awal layanan mereka.

Untuk memberikan gambaran mendetail mengenai dampak program inkubator/akselerator di ekosistem startup Indonesia, Indigo bekerja sama dengan DSInnovate meluncurkan laporan bertajuk “Indigo Impact Report 2021”. Di dalamnya membahas 5 topik besar, meliputi:

  • Industri digital di Indonesia
  • Ekosistem startup
  • Program inkubasi dan akselerasi
  • Dampak program inkubasi dan akselerasi terhadap startup
  • Dampak startup Indigo terhadap ekonomi digital

Dari riset dan survei yang dilakukan terdapat beberapa temuan menarik, misalnya 90,5% dari responden (founder startup yang pernah mengikuti program) memberikan persepsi bagus terhadap materi-materi yang disuguhkan dalam program inkubator/akselerator di Indonesia.  Sementara mentor yang paling disukai adalah founder senior (86,8%), pakar atau profesional (80,2%), dan pemodal ventura (79,2%). Selain itu, banyak aspek lain yang juga dibahas di dalam laporan tersebut, termasuk daftar program yang masih aktif, dampak startup setelah mengikuti program, dan lain-lain.

Selengkapnya, unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: Indigo Impact Report 2021.


Disclosure: DSInnovate bekerja sama dengan Indigo untuk penyusunan laporan ini

Laporan DSInnovate: Pemberdayaan UMKM di Indonesia 2021

Selama bertahun-tahun, sektor UMKM terus memainkan peran pentingnya sebagai tonggak perekonomian nasional. Berbagai survei dan data telah memvalidasi besarnya sumbangsih nilai ekonomi yang dihasilkan dari sana, termasuk kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja dan pemberdayaan masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan dampak positif yang dihasilkan, tentu menjadi tugas bersama untuk menjaga agar pertumbuhan UMKM nasional tetap berkelanjutan.

Mengamati perkembangannya dalam dua-tiga tahun terakhir, digitalisasi menjadi salah satu aspek yang cukup menonjol. Upaya tersebut diadopsi untuk menghasilkan efisiensi proses bisnis dan memungkinkan terbukanya akses pasar yang lebih luas. Terlebih di saat pandemi UMKM skala mikro-kecil tergolong rawan terdampak gejolak ekonomi, digitalisasi dinilai dapat menjadi jalan tengah untuk menyelamatkan mereka.

Transformasi digital UMKM mendapatkan perhatian dari para inovator teknologi, khususnya pelaku startup digital. Ragam layanan aplikasi kemudian dihadirkan dan terus bermunculan, mulai dari solusi yang mendukung proses operasional, finansial, pemasaran, penjualan, sampai personalia. Adopsinya pun terlihat kencang, terbukti dengan traksi layanan aplikasi yang terus meningkat dari waktu dan waktu, di samping dukungan pemodal ventura untuk para startup terkait.

Untuk melihat tren adopsi teknologi di UMKM secara lebih mendalam, DSInnovate merilis laporan bertajuk “MSME Empowerment Report 2021: Revive and Thrive with Digitalization” yang didukung oleh Lazada, Sirclo, Xendit, dan Youtap.

Dalam prosesnya dilakukan riset kualitatif dan kuantitatif, melibatkan responden dari berbagai kalangan, mulai dari pelaku UMKM di berbagai daerah, founder startup teknologi, sampai pemerintah. Laporan ini terdiri dari lima bagian utama, sebagai berikut:

  • Lanskap UMKM di Indonesia; membahas tentang gambaran umum dan kondisi ekosistem UMKM di Indonesia saat ini, termasuk kategori bisnis dan dampak yang dihasilkan.
  • Tantangan umum UMKM di Indonesia; membahas terperinci tiga tantangan utama yang banyak diisukan, mulai dari finansial, operasional, dan ekspansi bisnis.
  • Adopsi teknologi oleh UMKM; mendalami teknologi yang diterapkan pelaku UMKM dan tingkatan adopsinya — termasuk manfaat yang didapat dari layanan digital yang diimplementasikan dalam bisnisnya.
  • Dampak pandemi bagi UMKM; melihat dampak pandemi pada bisnis UMKM dan bagaimana pandangan pelaku UMKM dalam menyongsong era normal baru.
  • Regulasi terkait UMKM; membahas aspek regulasi dan dukungan pemerintah untuk kemajuan industri UMKM di Indonesia.

Ada banyak temuan menarik yang dirangkum dalam laporan. Salah satunya, berdasarkan survei yang dilakukan ke 100 pelaku UMKM, 83% di antaranya sudah menggunakan produk atau layanan startup digital untuk memaksimalkan bisnisnya. Sebanyak 95% dari yang sudah mengadopsi layanan tersebut mengaku mendapatkan peningkatan produktivitas.

Untuk laporan selengkapnya, unduh gratis melalui tautan berikut ini: MSME Empowerment Report 2021.

The Storyline: Catatan Perjalanan Gojek dan Tokopedia hingga Menjadi GoTo

The Storyline adalah varian laporan baru dari DSInnovate, menampilkan catatan momen-momen penting tentang perjalanan sebuah startup. Di seri pertamanya, cerita tentang Gojek dan Tokopedia diangkat.

Seperti diketahui, saat ini Gojek dan Tokopedia telah bergabung menjadi perusahaan entitas tunggal bernama “GoTo”. Namun satu dekade lalu, jauh sebelum kedua startup masuk ke dalam daftar unicorn dunia, mereka berawal dari sebuah startup kecil dengan varian layanan yang terbatas.

Tokopedia dimulai pada tahun 2009 sebagai sebuah C2C marketplace, sementara Go-Jek dimulai sejak tahun 2010 sebagai call center layanan pemesanan ojek —  waktu itu baru mengakomodasi 20 tukang ojek.

Investasi tahap awal yang didapat kedua perusahaan memainkan peran penting, menjadi sebuah bahan bakar untuk membangun sistem teknologi yang lebih kokoh dan terintegrasi.

Tokopedia meluncurkan versi mobile satu tahun kemudian dan berhasil membukukan lebih dari 4 miliar transaksi. Sementara Gojek baru merilis aplikasi native di platform Android dan iOS tahun 2015.

Perjalanan panjang kedua perusahaan ini kami rekam ke dalam sebuah lini masa. Kami mencoba mengingatkan kembali kepada pembaca terkait hal-hal penting yang terjadi setiap tahunnya, dari mereka berdiri hingga bergabung.

Selain itu, turut dicantumkan juga data-data penting terkait perkembangan perusahaan, meliputi:

  • Ekosistem produk di Gojek dan Tokopedia
  • Daftar investor yang mendukung perusahaan
  • Statistik kompetisi pasar saat ini

Ulasan selengkapnya dapat disimak dalam laporan “The Storyline of GoTo: Diving Deep into The Company”. Unduh melalui tautan berikut ini: klik di sini.

Laporan DSInnovate: Perkembangan Insurtech di Indonesia 2021

Asuransi menjadi salah satu bidang bisnis yang dinilai menjanjikan untuk digarap oleh startup digital. Ada banyak aspek layanan yang bisa dikembangkan, mulai dari edukasi konsumen, simplifikasi proses pemenuhan produk, hingga proses klaim yang lebih instan.

Di Indonesia layanan insurtech (insurance technology) bisa dibilang masih dalam tahap awal. Kendati secara kuantitas pemainnya belum banyak, namun beberapa di antaranya sudah memiliki model bisnis yang valid, salah satunya divalidasi melalui pendanaan lanjutan dari pemodal ventura.

Untuk melihat lebih jauh bagaimana perkembangan bisnis insurtech di Indonesia, DSInnovate merilis laporan bertajuk “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021”. Di dalamnya berisi empat pembahasan utama, meliputi:

  1. Kondisi industri asuransi di Indonesia
  2. Konsep insurance technology
  3. Perkembangan insurtech di Indonesia
  4. Peluang dan tantangan bisnis insurtech

Banyak data dan temuan menarik yang terungkap dalam laporan, misalnya bisnis asuransi secara umum cenderung cepat pulih di tengah pandemi. Kendati sempat menurun di periode awal tahun 2020, Gross Premium Income kembali meningkat per Juni 2020.

Selanjutnya, sejak tahun 2018 tercatat 6 transaksi pendanaan yang melibatkan 3 startup insurtech di Indonesia, membukukan hampir $80 juta. Selain itu masih ada hal-hal menarik yang disorot dalam laporan, termasuk model bisnis insurtech, daftar insurtech di Indonesia, hingga studi kasus kolaborasi antarpemain dan dengan korporasi.

Selengkapnya unduh laporannya melalui tautan berikut ini: Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021

Laporan DSInnovate: Dampak Ekonomi dan Sosial Pembiayaan UMKM Menggunakan “Fintech P2P Lending”

Kehadiran teknologi finansial (fintech) di Indonesia memberikan berbagai manfaat, terlebih saat kalangan undeserved dan unbankable masih banyak tersebar di berbagai wilayah. Tak terkecuali bagi pelaku UMKM, layanan fintech seperti peer-to-peer lending (p2p lending) memberikan opsi yang lebih mudah bagi mereka untuk mendapatkan akses pendanaan bantuan modal. Terlebih saat berbicara usaha berskala mikro, masih banyak yang belum tersentuh akses lembaga keuangan konvensional.

Fokus fintech untuk pemberdayaan UMKM menjadi penting, lantaran besarnya kontribusi terhadap perekonomian nasional. Data teranyar menyatakan sumbangsih UMKM mencapai 60% untuk PBD dan 97% untuk pembukaan lapangan kerja. Banyak gap yang coba dijembatani oleh fintech p2p lending, mulai dari akses yang lebih terjangkau lewat teknologi, sampai proses penilaian kelayakan kredit yang lebih bisa disesuaikan dengan kondisi pelaku UMKM.

Pandemi yang mulai terjadi di tahun 2020 juga memberikan turbulensi untuk pelaku bisnis di Indonesia secara umum, dan yang cukup terdampak signifikan adalah UMKM. Di situasi yang serba sulit tersebut, fintech p2p lending tetap memberikan banyak peran, salah satunya, menurut data AFPI per tahun 2020 ada total dana 74 triliun Rupiah yang disalurkan kepada pelaku UMKM, naik 27% dari tahun sebelumnya.

Untuk melihat lebih dalam tentang sejauh mana layanan fintech p2p lending memberikan dampak ekonomi dan sosial terhadap sektor UMKM, Modalku dan DSInnovate berkolaborasi melakukan riset bertajuk “Dampak Ekonomi dan Sosial Pembiayaan UMKM Menggunakan Fintech Peer-to-Peer Lending”. Terdapat lima bahasan utama yang dirangkum, meliputi:

  1. Gambaran umum pembiayaan UMKM
  2. Eksistensi Modalku dalam pembiayaan UMKM
  3. Profil demografi UMKM di Indonesia
  4. Pengalaman pembiayaan dari layanan konvensional atau sumber lainnya
  5. Rencana pembiayaan UMKM di masa depan

Ada banyak temuan menarik yang diungkap dalam laporan, salah satunya dari total responden yang mengikuti survei sebagian besar 50,29% menggunakan dana pinjaman untuk pembelian bahan baku usaha, selanjutnya untuk biaya operasional (19,14%). Selanjutnya kebanyakan pelaku usaha tersebut mendapatkan manfaat kelancaran arus kas, baik untuk pendanaan modal (25,1%) maupun tambahan stok barang (24,9%).

Unduh laporannya melalui tautan berikut: klik di sini.


Disclosure: DSInnovate bekerja sama dengan Modalku dalam pembuatan dan peluncuran laporan ini. Modalku merupakan salah satu platform fintech p2p lending yang fokus memberikan pembiayaan produktif untuk UMKM di Indonesia