Sesungguhnya Indonesia Belum Menyambut Era 5G

Lima tahun lalu, pemerintah Indonesia pernah menargetkan penerapan jaringan 5G di 2020. Sekarang sudah memasuki 2020, tapi komersialisasi ini belum juga terjadi. Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan, layanan 5G kini sudah mengudara.

Jangankan komersialisasi, regulasinya pun belum ada. Yang publik tahu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saat ini masih menggodok aturan dan turunannya. 5G diestimasi meluncur lima tahun dari sekarang.

Salah satu yang masih digodok adalah frekuensi yang akan digunakan untuk mengimplementasi jaringan 5G. Pita 700MHz yang digadang menjadi spektrum kunci, belum terbebas dari TV analog. Sementara, migrasi TV analog ke digital baru akan dilaksanakan di 2024.

Secara timeline, rencana ini terdengar cukup realistis. Pasalnya, ekosistem untuk mendukung pengembangan teknologi 5G di Indonesia belum ada. Intinya, masih sangat panjang perjalanan untuk menuju ke sana.

Menkominfo Johnny G. Plate bahkan meminta agar kita tidak usah terburu-buru meminta 5G untuk segera dikomersialisasikan. “Trial-nya saja belum selesai,” begitu katanya sebagaimana dikutip Detik.

Sudah perlukah kita 5G?

Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan, layanan 5G kini sudah mengudara / Unsplash
Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan, layanan 5G kini sudah mengudara / Unsplash

Tapi bisa jadi lima tahun bukan waktu yang lama di era persaingan global dan masifnya perkembangan teknologi. Belum lagi bicara revolusi Industri 4.0. Jika kita lengah sedikit, kita akan jauh tertinggal–setidaknya dari negara tetangga.

Lagipula, 5G bukan lagi bicara soal bagaimana kita bisa streaming tanpa buffering atau mengunduh film tanpa perlu ditinggal pulang seharian. Teknologi seluler generasi kelima ini dapat menjadi game changer bagi kehidupan manusia, industri dan perekonomian negara.

5G menjanjikan kecepatan luar biasa–meski belum terbukti–yang salah satunya adalah melakukan transfer data sebesar 800 Gbps. 5G juga dapat menangani ribuan perangkat dan sensor secara bersamaan. Maka tak heran 5G disebut sebagai protokol telekomunikasi tercepat.

Yang paling diuntungkan dengan implementasi 5G bukanlah kita pelanggan data dan seluler, melainkan industri. Lebih lagi, sektor manufaktur sebagai penopang utama ekonomi negara.

Pemanfaatan Internet of Things (IoT), automasi, big data hingga analisis secara real time pada industri manufaktur disebut dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi yang besar. Berlapis-lapis proses bisnis yang biasanya dilakukan secara manual dapat sepenuhnya dijalankan dengan automasi.

Firma konsultan A T Kearney, seperti dikutip dari Business Times, memprediksi bahwa penerapan 5G membawa dampak dahsyat terhadap sektor industri di Asia tenggara sebesar US$147 miliar pada 2025.

Dari angka tersebut, senilai US$81 miliar bakal disumbang oleh industri perdagangan, transportasi dan keuangan. Kemudian nilai tersebut bakal bertambah lagi US$59 miliar jika sektor manufaktur memanfaatkan Internet of Things (IoT).

Secara realistis, Indonesia memang belum membutuhkan 5G. Pertama, penyebaran infrastruktur telekomunikasi kita masih belum merata. Penetrasi internet saja belum 100 persen. Masih banyak yang sampai sekarang menggunakan ponsel 2G.

Kedua, ekosistem pendukung, seperti pabrik perakit dan perangkatnya, belum siap. Kalau memang ingin membangkitkan industri dalam negeri, kita harus pikirkan siapa yang akan mengembangkannya–tak mungkin bergantung pada luar negeri.

Ketiga, kita belum memiliki contoh kasus atau use case yang tepat untuk diimplementasikan. Jadi buat apa repot implementasi yang biaya switching teknologinya saja sudah mahal.

Belum lagi soal literasi dan adopsi teknologi. Yang patut menjadi concern–kalau memang sasarannya sektor industri–adalah bagaimana mereka memandang pentingnya implementasi teknologi dalam proses bisnis.

Pemerintah bahkan belum dapat memastikan kapan idealnya 5G diterapkan di Indonesia. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo Ismail mengungkapkan ada banyak masalah teknis yang perlu dibahas lebih dalam.

Menurut Ismail, implementasi 5G bukan hanya masalah ketersediaan frekuensi, tetapi juga kesiapan ekosistem dan monetisasi infrastruktur 5G yang dibangun. “Jadi saat ini kita masih fokus pada uji coba bersama para operator,” tuturnya kepada DailySocial.

Ledakan konsumsi data

Adopsi dan konsumsi konten digital di Indonesia terpantau tinggi dan terus meningkat / Unsplash
Adopsi dan konsumsi konten digital di Indonesia terpantau tinggi dan terus meningkat / Unsplash

Sebagaimana disampaikan di awal, 5G merupakan investasi untuk bersaing di pasar global. Kita tidak perlu mengulang ketika 3G masuk Indonesia dan butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk mendorong penetrasinya.

Pembangunan ekosistem sebagai langkah awal layak menjadi prioritas pemerintah jika ingin tetap konsisten dengan visi ekonomi digitalnya. Dan sektor industri dapat dilibatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital, tak hanya startup dan korporat saja.

Di sisi lain, urgensi untuk menerapkan 5G semakin tak terelakkan mengingat konsumsi data internet di Indonesia terus meningkat. Dengan populasi mencapai lebih dari 250 juta, ledakan data dapat terjadi sejalan dengan semakin masifnya tren penggunaan layanan berbasis video.

Di era di mana konten bergerak menjadi primadona, ratusan juta orang streaming video dan musik secara bersamaan. Peningkatan konsumsi data yang sangat masih disebut dapat mengganggu pita spektrum yang semakin padat.

Hal ini diamini oleh Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia Teguh Prasetya saat menyoroti urgensi implementasi 5G. Menurutnya, permintaan pengguna terhadap aplikasi yang membutuhkan bandwidth tinggi, latensi rendah dan kecepatan tinggi akan meningkat dalam tiga tahun ke depan. Ini tak hanya di lingkungan perumahan saja, tetapi juga kawasan industri dan kota besar.

Hal lain yang disoroti adalah kesiapan dari ekosistem terkait, mulai dari penyedia perangkat, jaringan, aplikasi, maupun konten. Kesiapan ini berkaitan dari sisi investasi, baik dari belanja modal, biaya operasional dan SDM.

Maka itu, lanjut Teguh, pemerintah perlu mempertimbangkan penumbuhan ekosistem pendukung dalam negeri, mulai dari penyedia teknologi, sistem integrator, komunitas dan produsen dalam negeri yang dapat berperan dalam pengembangan 5G di Tanah Air.

“Menilik dari tiga hal di atas, saat ini tentunya konsentrasi dan prioritas utama kita adalah penyebarluasan broadband hingga semua lapisan masyarakat di Indonesia dengan mengoptimalkan teknologi 4G yang sudah ada di samping juga fixed broadband lainnya,” ungkapnya.

Optimalisasi use case

Sementara itu, Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li menyoroti pentingnya use case yang tepat pada implementasi 5G. Ia menekankan penciptaan use case yang tidak mudah digantikan 4G atau teknologi pendahulunya.

Sebagai contoh, aktivitas streaming. Teknologi 3G dikembangkan untuk bisa menjalankan streaming, sedangkan teknologi 2G hampir tidak untuk melakukan hal ini.

Namun, dalam konteks pengembangan IoT, ia menilai masih banyak developer yang menganut konsep pengembangan produk yang teknologinya dapat tersubtitusi.

“Mereka masih menerapkan konsep ‘best with 5G but work over 4G or 3G‘. Karena apabila mereka cuma memikirkan menciptakan teknologi yang dapat digunakan 5G, maka penetrasi pasar akan sangat lambat,” ucap Kenneth kepada DailySocial.

Konsep di atas yang menurutnya dinilai dapat memperlambat pertumbuhan 5G, terutama yang use case-nya berkaitan dengan IoT. Maka itu, ia menekankan untuk mengembangkan use case sesuai dengan kegunaan teknologi pada zamannya.

“Dengan semakin banyak use case primary seperti tadi, ke depannya [pengembangan use case] saya rasa akan baik,” tambahnya.

Telkomsel Suntik Pendanaan Seri B1 ke Startup Logistik Berbasis IoT “Roambee”

Telkomsel melalui unit investasi Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) baru saja mengumumkan portofolio pendanaan baru kepada startup logistik berbasis IoT asal Amerika Serikat, yakni Roambee.

Roambee menerima pendanaan seri B1 dengan nominal yang tidak disebutkan. Sebelumnya di 2018, Roambee telah memperoleh pendanaan pertamanya lewat MDI Ventures yang diinisiasi Telkom Group.

“Saya belum bisa share detail sinerginya. Tapi ada [produk kolaborasi] yang dirilis di kuartal pertama,” ungkap CEO Telkomsel Mitra Inovasi Andi Kristianto dalam pesan singkatnya kepada DailySocial.

Sebagaimana disampaikan dalam keterangan pers, sinergi terhadap Roambee diharapkan dapat mendorong perusahaan di Indonesia untuk mengadopsi teknologi digital. Ditambah, baik Roambee dan Telkomsel memiliki solusi IoT yang dapat dikembangkan bersama.

Berdiri di 2013, Roambee mengembangkan solusi smart logistics dan asset monitoring berbasis IoT yang diperuntukkan bagi pelanggan enterprise, terutama yang memiliki sistem supply chain berbasis digital.

Sementara di Telkomsel, IoT telah menjadi salah satu fokus pengembangan bisnisnya dalam beberapa tahun terakhir. Strategi ini tak lain untuk memperkuat posisinya sebagai digital telco company di Indonesia.

Terlebih, teknologi 5G yang akan berperan penting terhadap pengembangan ekosistem IoT—meski masih melalui perjalanan panjang—akan segera menuju komersialisasi di Indonesia.

Hingga saat ini, Telkomsel telah menelurkan sejumlah  layanan baik melalui pengembangan sendiri maupun kolaborasi, antara lain Smart Connectivity, Fleet Sight, dan InTank. Untuk Fleet Sight, Telkomsel telah berkolaborasi dengan Pertamina dan Bluebird.

Pengembangan produk existing

Dihubungi terpisah, Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li mengungkap bahwa sinergi ini akan diawali dengan pengembangan produk dari solusi existing milik Roambee. Pertimbangannya karena solusi tersebut dinilai sudah product-fit.

“Produknya tracking solutions untuk menyasar klien enterprise Telkomsel. Kalau [pengembangan] solusi baru, nanti [ada] ke depannya,” ujar Kenneth kepada DailySocial.

Menurut Kenneth, Roambee dipilih karena teknologinya dinilai telah terbukti, dan bahkan telah digunakan perusahaan besar ternama di dunia, seperti DHL, Deutch Telecom, dan Unilever. “Jadi, [teknologinya] sudah cukup strong,” tambahnya.

Selain itu, dengan jejak pendanaan pertama dari MDI Ventures di 2018, Roambee saat itu juga mengembangkan produk yang sama, seperti tracking solutions, untuk disinergikan dengan bisnis Telkom Group.

”Solusinya berjalan karena memang ada demand di pasar, terutama dari e-logistic yang membutuhkan real time monitoring of package on delivery,” tutupnya.

OPPO INNO DAY Jadi Panggung Demonstrasi Atas AR Headset, Router 5G, dan Beragam Inovasi Teknologi Lainnya

Menjelang pergantian tahun, OPPO menggelar event tahunan baru bertajuk OPPO INNO DAY guna mendemonstrasikan beragam inovasi teknologi yang mereka siapkan dalam menyambut tahun depan. Tema yang diangkat adalah “Create Beyond Boundaries”, dan seperti yang bisa kita tebak, sebagian besar inovasinya berkaitan dengan teknologi 5G, namun beberapa juga menyentuh ranah augmented reality (AR) dan Internet of Things (IoT).

Guna menyambut tren 5G, OPPO pun memperkenalkan router Wi-Fi pintar yang mendukung teknologi tersebut. Berbekal modem Snapdragon X55, router ini dapat dijejali kartu SIM 5G. Dari kacamata sederhana, menggunakan perangkat ini berarti konsumen dapat menikmati kecepatan teknologi 5G melalui jaringan Wi-Fi, sangat berguna seandainya mereka masih memakai ponsel 4G.

Router OPPO 5G CPE / OPPO
Router OPPO 5G CPE / OPPO

OPPO bilang router ini mampu mengakomodasi lebih dari 1.000 perangkat yang terhubung, baik dalam mode jaringan standalone (SA) maupun non-standalone (NSA), membuatnya ideal dijadikan sebagai hub untuk ekosistem smart home. Perangkat ini rencananya akan dipasarkan pada kuartal pertama tahun depan, kemungkinan besar berbarengan dengan smartphone flagship-nya yang mengunggulkan chipset terbaru Qualcomm.

Lanjut ke ranah berikutnya, OPPO turut mengumumkan OPPO AR Glass yang mengemas tiga kamera (dua fisheye dan satu standar), sensor time-of-flight (ToF) untuk mengukur kedalaman, serta diffractive waveguide, yang diyakini sebagai salah satu teknologi display terbaik untuk augmented reality. Juga menarik adalah bagaimana pengguna dapat menavigasikan konten tanpa bantuan controller.

OPPO AR Glass / OPPO
OPPO AR Glass / OPPO

Wujudnya mengingatkan saya pada Microsoft HoloLens ketimbang Magic Leap One, dan OPPO bilang perangkat ini telah mengandalkan teknologi 3D surround sebagai sistem audionya. Seperti router 5G-nya, AR Glass juga dijadwalkan hadir di pasaran pada kuartal pertama tahun depan.

Dalam acara yang sama, OPPO turut mengungkapkan rencananya untuk merilis smartwatch dan true wireless earphone di kuartal pertama 2020. Wujud sekaligus detail lengkapnya masih disimpan baik-baik oleh OPPO, namun mereka menjanjikan bahwa smartwatch-nya bakal berperan sebagai ekstensi dari smartphone dengan bekal kapabilitas AI dan deep learning.

Di segmen smartphone sendiri, OPPO memamerkan prototipe ponsel yang tak memiliki notch maupun kamera pop-up. Sebagai gantinya, kamera depannya disembunyikan di balik layar. Dilansir oleh GSM Arena yang berkesempatan mencoba, modul kameranya masih kelihatan saat area layar di sekitarnya menampilkan warna-warna cerah, tapi tidak demikian saat menampilkan warna gelap.

Dibandingkan generasi pertama teknologinya yang OPPO pamerkan di bulan Juni kemarin, teknologi under-screen camera terbaru ini dapat menyerap cahaya lebih banyak, dan tim riset OPPO pun terus menyempurnakan desain panel OLED yang digunakan demi memaksimalkan kinerja kamera depan tersembunyi ini.

OPPO AR Glass

Dari event ini sebenarnya bisa kita simpulkan bahwa OPPO tak lagi segan keluar dari zona nyamannya demi memperluas portofolio produknya. Tidak tanggung-tanggung, OPPO bahkan sudah menyiapkan anggaran riset dan pengembangan sebesar 50 miliar yuan (± Rp 99,5 triliun) untuk berbagai segmen teknologi, tidak melulu smartphone saja.

Pernyataan dari founder sekaligus CEO OPPO, Tony Chen, berikut ini adalah yang paling gamblang: “OPPO lebih dari sekadar produsen smartphone sejak awal. Pada kenyataannya, smartphone hanya sebatas pintu gerbang untuk menghadirkan berbagai macam portofolio layanan teknologi. Bagi OPPO dan bahkan seluruh industri, tidak akan ada perusahaan yang hanya berfokus pada smartphone saja.”

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6.

Qualcomm Luncurkan Dua Prosesor Laptop Baru Beserta Chipset 5G untuk AR dan VR Headset

Setahun setelah Qualcomm merilis prosesor laptop-nya, Snapdragon 8cx, populasi laptop always-on bisa dibilang masih sangat kecil. Hal ini cukup wajar mengingat prosesor tersebut memang ditargetkan untuk kategori high-end, dan perangkat yang mengusungnya, macam Samsung Galaxy Book S, tidak bisa dikategorikan terjangkau.

Supaya laptop always-on bisa menjadi mainstream, penawarannya tidak bisa di kategori premium saja. Untuk itu, Qualcomm pun telah menyiapkan sepasang prosesor laptop baru, yakni Snapdragon 8c dan 7c. Keduanya bukanlah pengganti 8cx, melainkan ditujukan untuk perangkat di kelas yang lebih rendah.

Kendati demikian, Qualcomm mengklaim performanya masih cukup mumpuni. Snapdragon 8c misalnya, menjanjikan peningkatan kinerja hingga sebesar 30% jika dibandingkan dengan Snapdragon 850, yang tidak lain merupakan prosesor laptop pertama Qualcomm. Sebagai pembanding, Snapdragon 8cx menjanjikan performa dua kali lebih kencang ketimbang Snapdragon 850.

Kunci dari prinsip always-on adalah sambungan konstan ke jaringan LTE, dan ini diwujudkan lewat modem Snapdragon X24 yang terintegrasi pada Snapdragon 8c. Juga penting adalah AI Engine untuk mendongkrak kinerja fitur-fitur berbasis machine learning secara signifikan, hingga enam triliun pengoperasian per detik kata Qualcomm.

Di bawahnya lagi, ada Snapdragon 7c yang mengemas CPU octa-core Kryo 468 dan GPU Adreno 618. Qualcomm mengklaim prosesor ini dapat memberikan peningkatan performa sampai 25% kalau dibandingkan dengan chip yang sekelas. Di saat yang sama, daya tahan baterai perangkat bisa dinaikkan sampai dua kali lipat, dan tentu saja juga sudah ada modem LTE beserta AI Engine terintegrasi di sini.

Snapdragon 8cx sendiri tidak akan ke mana-mana. Qualcomm sekarang justru menawarkan varian 8cx yang dikhususkan untuk pasar enterprise, lengkap dengan optimasi dan integrasi yang dibutuhkan dari segi keamanan.

Snapdragon XR2

Konsep perangkat yang ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon XR2 / Qualcomm
Konsep perangkat yang ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon XR2 / Qualcomm

Akhir tahun 2019 juga menjadi saksi atas kelahiran Snapdragon XR2, yang diklaim sebagai chipset 5G pertama untuk platform extended reality (XR). Singkat cerita, selain menghadirkan konektivitas generasi terbaru, XR2 juga dirancang untuk menggenjot performa sekaligus fungsionalitas AR headset maupun VR headset secara dramatis.

Dibandingkan chipset generasi sebelumnya, XR2 disebut menawarkan kinerja CPU dan GPU dua kali lebih kencang. Dari segi visual, chip ini sanggup mengakomodasi display dengan resolusi 3K x 3K 90 fps per mata. Selain itu, video 360 derajat beresolusi 8K 60 fps pun juga siap ia putar dengan lancar.

Perihal fungsionalitas, XR2 mampu mengakomodasi sistem tracking pada perangkat hingga yang mengandalkan tujuh kamera sekaligus. Interaksi pengguna dengan dunia virtual juga dipastikan berlangsung mulus berkat prosesor khusus yang didedikasikan untuk teknologi computer vision, sehingga rekonstruksi 3D pun jadi lebih efisien.

AR dan VR memang sudah tidak terlalu meledak hype-nya belakangan ini. Kita lihat saja apakah XR2 dapat ‘menyelamatkannya’ dari keterpurukan.

Sumber: Qualcomm 1, 2.

Mengenal Keunggulan Chipset Terbaru Qualcomm untuk Tahun Depan, Snapdragon 865 dan Snapdragon 765

Kita sudah tahu chipset apa yang bakal menjadi otak ponsel-ponsel flagship yang akan dirilis tahun depan: Snapdragon 865. Namun yang menjadi pertanyaan, sesignifikan apa peningkatan performa yang dihadirkannya, terutama jika dibandingkan dengan Snapdragon 855?

Berbekal CPU Kryo 585 dan GPU Adreno 650, Snapdragon 865 disebut mampu menghadirkan peningkatan kinerja dan grafis secara keseluruhan hingga 25%. Untuk kinerja machine learning, AI engine generasi kelima yang diusung diklaim mampu menyuguhkan performa dua kali lebih cepat selagi menghemat konsumsi energi sampai 35%.

Untuk keperluan gaming, Snapdragon 865 telah dirancang agar mampu mengakomodasi layar dengan refresh rate 144 Hz. Ya, angka itu sudah merambah kategori PC gaming, dan ini bisa menjadi indikasi bahwa tahun depan jumlah smartphone flagship dengan layar yang memiliki refresh rate tinggi bakal semakin banyak.

Beralih ke performa kamera, Snapdragon 865 hadir membawa ISP (image signal processor) Spectra 480, yang diklaim mampu mengolah data hingga sebesar 2 gigapixel per detik, dan ini pada dasarnya memungkinkan perangkat untuk merekam video 8K maupun 4K HDR. Resolusi foto maksimum yang didukung juga mencapai 200 megapixel, krusial mengingat belakangan fotografi smartphone sudah mulai menembus resolusi 100 megapixel.

Dari segi konektivitas, Snapdragon 865 telah mendukung Wi-Fi 6 secara default, dan ia diklaim sebagai chipset mobile pertama yang mendukung Super Wide Band via Bluetooth, menjanjikan audio yang lebih jernih saat digunakan bersama headphone atau earphone nirkabel. Proses pairing-nya pun juga diyakini lebih cepat, lengkap dengan dukungan terhadap codec aptX Adaptive.

Qualcomm Snapdragon 765

Seperti yang sudah disinggung di artikel sebelumnya, sambungan 5G-nya masih mengandalkan modem terpisah Snapdragon X55, akan tetapi kapabilitasnya cukup mengesankan, dengan dukungan kecepatan maksimum hingga 7,5 Gbps. Untuk solusi yang lebih terintegrasi, ada Snapdragon 765 dan 765G yang ditujukan untuk perangkat dalam kategori mid-range, macam OPPO Reno3 Pro 5G.

Soal dukungan kecepatan mengunduh, Snapdragon 765 dan 765G yang mengemas modem 5G terintegrasi memang kalah cepat, akan tetapi efisiensi dayanya sudah pasti lebih baik mengingat hanya ada satu komponen yang menyedot energi di sini. Perbedaan antara Snapdragon 765 dan 765G sendiri terletak pada fitur Snapdragon Elite Gaming, yang hanya tersedia pada 765G saja.

Secara garis besar, Snapdragon 765 yang berbekal CPU Kryo 475 dan GPU Adreno 620 menjanjikan peningkatan performa hingga 20% dibanding generasi sebelumnya. Varian 765G sedikit lebih unggul dalam hal rendering grafis, dan itu berkat optimasi yang disediakan oleh Snapdragon Elite Gaming itu tadi.

Duo Snapdragon 765 ini pun juga mewarisi sejumlah keunggulan kakaknya yang duduk di kasta flagship. Utamanya adalah AI engine generasi kelima itu tadi, serta dukungan penuh terhadap codec aptX Adaptive, yang dapat menyesuaikan antara mode high definition atau mode low latency dengan sendirinya.

Qualcomm Snapdragon 865 Resmi Diumumkan, Nyaris Semua Ponsel Flagship Tahun Depan Bakal Mendukung 5G

Tahun belum berganti, namun kita sudah tahu chipset apa yang bakal menenagai deretan smartphone flagship tahun depan. Apalagi kalau bukan Qualcomm Snapdragon 865, yang baru saja diumumkan pada acara tahunan Snapdragon Tech Summit, yang mengangkat 5G sebagai tema utamanya tahun ini.

Detail merinci terkait performanya masih belum dibeberkan, namun yang agak aneh, Snapdragon 865 rupanya tidak dibekali modem 5G terintegrasi seperti dugaan banyak orang. Agar bisa terhubung ke jaringan 5G, chipset ini masih membutuhkan dampingan modem 5G terpisah. Tentu saja Qualcomm sudah menyiapkan partner yang pas buatnya, yakni Snapdragon X55.

Pada kenyataannya, Snapdragon 865 dan Snapdragon X55 merupakan pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Qualcomm mewajibkan pabrikan smartphone untuk menggunakan Snapdragon 865 dan X55 sekaligus. Pasalnya, Snapdragon 865 tidak dilengkapi satu pun modem, dan pabrikan tidak bisa menyematkan modem lain begitu saja, baik modem 5G ataupun 4G.

Qualcomm Snapdragon 865

Kalau boleh saya simpulkan, ini berarti nyaris semua ponsel Android flagship yang dirilis tahun depan bakal mendukung 5G secara default, dengan pengecualian yang berlaku untuk perangkat yang tidak memakai Snapdragon 865. Ketergantungan akan modem terpisah juga berarti efisiensi daya perangkat belum bisa benar-benar dimaksimalkan, sebab yang mengemas modem terintegrasi sudah pasti lebih irit daya.

Bersamaan dengan Snapdragon 865, Qualcomm turut mengumumkan Snapdragon 765. Lucunya, chipset yang ditujukan untuk perangkat kelas menengah ini justru datang membawa modem 5G terintegrasi. Akankah 2020 tercatat sebagai tahunnya 5G menjadi mainstream? Mungkin saja, mengingat jumlah smartphone mid-range yang mendukung 5G sudah pasti bakal meningkat cukup drastis tahun depan.

Sumber: The Verge dan Qualcomm.

Pirelli Ciptakan Ban Pintar yang Dapat Membaca Kondisi Jalan dan Meneruskan Informasinya ke Mobil Lain

Konektivitas merupakan salah satu komponen terpenting dalam mewujudkan era otomotif masa depan. Teknologi seperti V2I (vehicle-to-infrastructure) misalnya, memungkinkan terjadinya komunikasi antara mobil dan infrastruktur sehingga konsumen bisa mendapatkan pengalaman berkendara yang lebih baik.

Contoh teknologi V2I yang sudah diterapkan adalah sistem Traffic Light Information besutan Audi. Berkat sistem tersebut, sejumlah mobil bikinan Audi dapat berkomunikasi dengan jaringan lampu lalu lintas dalam kota (yang infrastrukturnya sudah mendukung tentunya) untuk menginformasikan durasi lampu merah kepada pengemudi setiap kali tiba di persimpangan.

Sekarang, giliran Pirelli yang unjuk gigi. Ya, Pirelli sang produsen ban asal Itali itu. Mereka baru saja mendemonstrasikan Cyber Tire, ban pintar yang dilengkapi sensor untuk membaca kondisi permukaan jalan, yang selanjutnya dapat diteruskan informasinya melalui jaringan 5G.

Pirelli Cyber Tire

Pirelli menggambarkan skenarionya sebagai berikut: Mobil A yang dilengkapi Cyber Tire mendeteksi berkurangnya traksi akibat genangan air, lalu mengirimkan informasi terkait risiko terjadinya aquaplaning ke infrastruktur 5G. Mobil B yang mulai mendekat menerima informasinya, dan pengemudinya pun bisa langsung mengambil tindakan untuk mengantisipasi.

Lebih ideal lagi adalah ketika tindakan pengemudi ini bisa langsung diambil alih oleh sistem keselamatan mobil yang bersifat adaptif. Jadi sebelum pengemudi merasakan hilangnya traksi, sistem traction dan stability control sudah lebih dulu bereaksi menyesuaikan dengan informasi yang diterima dari Cyber Tire.

Ke depannya, Pirelli bilang bahwa Cyber Tire dapat menyuplai data yang lebih komprehensif lagi, termasuk halnya kilometer yang sudah ditempuh dan dynamic load dari setiap ban, sehingga sistem driver assistance bisa beradaptasi dengan lebih baik lagi. Sebagai satu-satunya bagian mobil yang berkontak fisik dengan permukaan, kapabilitas semacam ini sangatlah krusial untuk sebuah ban.

Sumber: Pirelli dan CNET. Gambar header: Pixabay.

 

MediaTek Tech Forum Indonesia: Perkenalkan Chipset Helio G90T dan Helio M70

Vendor cip Mediatek kali ini mengadakan sebuah workshop teknologi di Indonesia. Dengan nama MediaTek Tech Forum Indonesia, acara ini digelar pada tanggal 15 Oktober 2019 bertempat di hotel Le Meridien Sudirman, Jakarta. Ada beberapa teknologi baru yang ingin diumumkan oleh Mediatek pada acara kali ini.

Mediatek Forum 2019 - Launch

Helio G90T

Hal pertama yang mereka umumkan adalah cip terbaru Helio G90T yang bakal digunakan pertama kali di Indonesia pada perangkat Xiaomi Redmi Note 8 Pro. Pang Sui Yen, Senior Manager Corporate Sales Asia Africa MediaTek mengatakan cip yang satu ini memang dibuat untuk menggaet para gamer.

Cip yang satu ini sepertinya dibuat khusus untuk menghadapi Snapdragon 730G yang memang sedang digunakan pada beberapa perangkat premium saat ini. Mereka juga memiliki teknologi bernama HyperEngine yang mampu meningkatkan kinerja SoC seperti menurunkan latensi dan meningkatkan tingkat respon layar.

HyperEngine akan menyelesaikan masalah-masalah yang kerap dihadapi oleh para gamer. Hal pertama yang diinginkan oleh setiap gamer adalah kinerja yang tinggi dengan baterai yang efisien. Lalu pengguna juga ingin menjalankan video tanpa lag. Selanjutnya, masalah perpindahan koneksi yang mulus dari WiFi ke seluler selalu menjadi kendala bermain game online. Dan terakhir, tingkat respon layar yang kurang cepat.

HyperEngine sendiri bakal menurunkan tingkat latensi layar dari standar 40 ms menjadi sekitar 16 ms pada game Arena of Valor. Dengan teknologi tersebut, Helio G90T mampu memberikan hasil benchmark Antutu 7 dengan nilai 281.033, di atas Snapdragon 730G yang “hanya” 220.000. Hasil ini justru mirip dengan beberapa perangkat yang menggunakan Snapdragon 845.

Helio M70

Pada kesempatan yang sama, Mediatek juga memiliki teknologi modem untuk konektivitas 5G. Di masa datang, sudah dipastikan bahwa perangkat smartphone harus memiliki kemampuan untuk terkoneksi dengan jaringan baru tersebut. Oleh karena itu, Mediatek juga sudah mempersiapkannya.

Mediatek Forum 2019 - QnA

Mediatek memiliki cip 5G dengan nama Helio M70 5G modem. Modem ini dibuat dengan proses pabrikasi 7 nm serta menggunakan teknologi CPU, GPU, dan APU agar lebih bertenaga dan memiliki konektivitas yang kencang. Modem yang satu ini nantinya bisa diintegrasikan ke semua perangkat yang membutuhkan.

Helio M70 sendiri memiliki dukungan ke frekuensi di bawah 6 GHz. Selain itu, modem ini dapat melakukan download pada kecepatan 4.7 Gbps dan upload sebesar 2.5 Gbps. Uniknya, cip ini juga mendukung teknologi sebelumnya seperti 2G, 3G, dan 4G sehingga tidak memerlukan modem lain pada sebuah perangkat.

Cip Helio M70 sendiri bakal digunakan pada perangkat-perangkat smartphone mulai dari akhir tahun 2019 ini.

Melihat Samsung Galaxy Note 10+ Versi 5G di Seoul, Korea Selatan

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan untuk ikut serta dalah kegiatan experience Galaxy Note 10+ di Seoul dan beberapa daerah sekitarnya di Korea Selatan. Acara ini memang lebih menitikberatkan pada pengalaman penggunaan Note 10+, namun dalam salah satu sesi, Samsung tidak lupa memperlihatkan perangkat ‘spesial’ dari Galaxy Note 10+, yaitu yang versi 5G.

Samsung memang menjadi salah satu pabrikan yang telah mempersiapkan untuk menyonsong generasi berikutnya untuk konektivitas, yaitu 5G. Menurut Samsung seperti dikutip dari rilis, pengembangan untuk menyambut jaringan 5G ini cukup lengkap, mulai dari chipset, infrastruktur jaringan dan perangkat seluler itu sendiri.

Perangkat Samsung yang telah mendukung 5G antara lain Galaxy S10 5G, Galaxy Note10|10+ 5G dan Galaxy A90 5G serta Galaxy Fold 5G. Korea yang juga menjadi home base dari merek nomer satu di Indonesia ini juga telah mengadopsi jaringan 5G. Jari koneksi cepat ini telah tersedia secara komersial.

Galaxy Note 10+ 5G

Kami, awak media dan reviewer gadget, juga berkesempatan untuk melihat unboxing dari perangkat Galaxy Note10+ 5G serta menguji jaringan dengan menggunakan operator KT. Saat unboxing, Product Marketing SEIN, M. Taufiq Furqan menjelaskan bahwa secara tampilan fisik, kotak dan beberapa aksesoris lain tidak ada bedanya antara yang 4G atau yang beredar di Indonesia sekarang dengan yang 5G. Perbedaan tentu saja ada di perangkat keras dalam perangkat, yaitu Exynos Modem 5100. Galaxy Note 10|10+ dengan SoC Exynos 9825 telah disiapkan untuk 5G, ketika dipasangkan dengan modem yang disebutkan di atas dijaringan yang telah mendukung, maka pengguna bisa menikmati jaringan 5G.

Untuk uji kecepatan sendiri, memang tidak bisa di keseluruhan lokasi tempat kami berkunjung, karena memang tidak semua wilayah Korea Selatan sudah bisa menikmati 5G, misalnya di N Tower saat melakukan uji hanya mendapatkan sinyal LTE. Untuk area di kota seperti Seoul, tempat kami menginap dan berkegiatan, kami bisa melihat angka kecepatan internet di 5G. Seperti apa kecepatannya, bisa di cek di gambar di bawah ini.

Galaxy Note 10+

Untuk salah satu hasil ujinya sendiri, didapatkan kecepatan unduh 550 Mbps sedangkan unggah 14.7 Mbps. Kalau dilihat dari angka unduh memang cukup tinggi, namun dari unggah agak kurang. Meski demikian, pengujian ini memang biasanya berbeda-beda, teman kami dari Yangcanggih.com mendapatkan angka unggah yang lebih besar, yaitu sekitar 47 Mbps, namun untuk angka unduhnya lebih kecil yaitu 523 Mbps.

Dengan perangkat kompak segala ada seperti Galaxy Note 10+, memang jaringan seperti ini sangat bisa dimaksimalkan, setidaknya untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemakaian perangkat. Misalnya untuk produktivitas seperti mengungggah, mengunduh dan mengirim file, live communication atau untuk kegiatan hiburan seperti streaming dan bermain game. Tidak lupa kegiatan berkreasi seperti membuat dan mengunggah video, kombinasi jaringan cepat dan perangkat mumpuni adalah kombinasi seru.

Dikutip dari rilis, Samsung juga menjelaskan bahwa mereka telah memiliki banyak paten 5G dan merupakan perusahaan pertama yang menerima persetujuan FCC (Federal Communication Commission) untuk peralatan 5G mereka.

Samsung Note 10+ sendiri bisa dibilang perangkat paling tinggi untuk lini perangkat Samsung. Dilengkapi stylus terbaru, fitur DeX yang lebih disempurnakan. Lalu spefisikasi tinggi SoC Exynos 9825 (modem 5100 khusus untuk versi 5G), dengan 12GB RAM dan 256GB atau 512GB untuk ROM. Serta untuk kamera ada kamera belakang 16MP Ultra Wide Camera, 12MP Wide-angle Camera, 12MP Telephoto Camera dan DepthVision Camera dan 10MP Selfie Camera.

DailySocial juga akan membuat artikel lain tentang pengalaman menggunakan Galaxy Note 10+ untuk kegiatan membuat konten, foto dan video dan penggunaan stylus selama di Korea Selatan. Jadi tunggu artikel lainnya.

Qualcomm Bahas Dampak 5G di Indonesia

Qualcomm pada tanggal 22 Agustus 2019 mengadakan seminar yang bertajuk Welcoming 5G Technology: Benefits and Challanges to Indonesia. Kami pun mendapatkan undangan untuk melakukan wawancara kepada petinggi Qualcomm di Indonesia. Sayang memang, ruangan sangat penuh sesak sehingga menyulitkan para jurnalis untuk mengambil gambar.

Qualcomm menganggap pentingnya 5G di Indonesia karena merupakan teknologi komunikasi nirkabel yang paling canggih yang ada saat ini dan standarnya ternyata sudah ditetapkan. Untuk spektrumnya sendiri membutuhkan alokasi baru, berbeda dari 4G. Kecepatannya sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. 5G nantinya akan berguna untuk menyampaikan layanan-layanan seperti Enhanced BroadbandMassive IoT, dan Ultra Reliable Low Latency.

Di Indonesia belum ada frekuensi 5G yang dialokasikan oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah masih menunggu keputusan World Radio Congress (WRC),  di mana seluruh perwakilan pemerintah di dunia berkumpul untuk menentukan frekuensinya. Beberapa frekuensi sudah populer untuk digunakan, yaitu 2.6 GHz, 3.5 GHz, 2.8 GHz, dan 4.0 GHz.

qualcomm 5G - launch

Qualcomm berharap pemerintah semakin pasti untuk menentukan frekuensi mana yang bakal dipakai di Indonesia. Sementara di dunia beberapa negara sudah meluncurkan 5G secara komersil seperti Amerika dan Korea Selatan.

Qualcomm sudah memiliki ekosistem perangkat untuk 5G. Bahkan beberapa merek sudah memiliki chipset 5G dan juga mulai menjual perangkatnya. Mereka berharap, Indonesia dapat mengimplementasikan teknologi ini dengan lebih cepat.

Peluang

Menurut Shanedy Ong, Qualcomm Country Director Indonesia, 5G bisa memunculkan bisnis-bisnis dan peluang baru nantinya. Contoh yang paling mudah adalah dengan latensi rendah, seorang dokter di Jakarta dapat melakukan remote surgery dengan pasien yang ada di Papua. Dampak 5G bagi ekonomi dari sisi goods and services mencapai 12,3 triliun dolar Amerika. Hal ini tentu saja menjadi dampak positif bagi sebuah negara.

“Factory of the future membutuhkan infrastruktur cerdas termasuk data nirkabel, sistem cyber-physical seluler, dan arsitektur TI terintegrasi. Dengan 5G, Indonesia dapat memiliki ketahanan, konektivitas real-time, dan kecepatan data yang memadai untuk industrial IoT. Lebih dari sekedar teknologi, 5G juga dapat mentransformasi model bisnis, dengan assembly-as-a-service, manufacture-as-a-service, machine-as-a-service dan AI-as-a-service. Oleh karena itu 5G merupakan bagian integral Making Indonesia 4.0,” jelas Toto Suharto, Managing Director, Bosch Indonesia.

Industri lain dengan potensi tinggi aplikasi 5G adalah game, yang sedang bertumbuh pesat di Indonesia. Di Indonesia pasar game berkembang sangat pesat dan diprediksi menjadi lima pasar terbesar sedunia senilai US $ 4,3 miliar pada tahun 2030. Game multiplayere-sports, dan AR/VR semakin populer. 5G akan merevolusi user experience dan menjadi perkembangan paling menarik di industri game.

Jadi, jangan melihat penggunaan 5G dari sisi konsumen saja, tetapi juga harus dilihat dari segi bisnisnya.

Tantangannya

Tentunya, masalah di Indonesia berbeda dengan negara lain. Permasalahan yang teridentifikasi di Indonesia adalah Milimeter Wave dan C Band Spectrum. C Band Spectrum saat ini dipakai untuk komunikasi satelit dengan frekuensi 3500 MHz di Indonesia. Namun frekuensi ini ditetapkan akan dipakai untuk frekuensi 5G. Qualcomm melihat bahwa pada frekuensi 3500 MHz ini nantinya bisa dibagi dua pengalokasiannya, yaitu untuk penggunaan satelit dan juga 5G.

Dengan adanya frekuensi yang ‘bentrok’, tentu saja pemerintah harus mengadakan alokasi spektrum. Setelah itu, akan ada langkah-langkah yang dapat dilakukan bersama Qualcomm. Setelah menentukan standar, pemerintah harus menetapkan standarnya. Semakin cepat melakukan alokasi spektrum, semakin baik.

Pemerintah juga harus menetapkan roadmap untuk jaringan 5G. Hal ini juga bakal memudahkan para operator untuk menentukan arah bisnis mereka ke depannya. Dengan begitu, implementasi 5G di Indonesia dapat dipercepat.