CVC Telkomsel Pimpin Pendanaan Pra-Seri B untuk Startup Agritech “EdenFarm”

Startup agritech EdenFarm mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri B sebesar $13,5 juta (lebih dari 202,9 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), CVC Telkomsel, didukung dengan investor lainnya, seperti AppWorks, AC Ventures, Decart Ventures, Fubon Capital, Trihill Capital, OCBC NISP Ventura, Nakhla, dan Capria Ventures.

Bila ditotal, jumlah investasi yang diraih EdenFarm mencapai $34,5 juta sejak pertama kali berdiri di 2017. Rencananya dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk memperkuat penetrasi dalam menjaring lebih banyak mitra petani di Indonesia. Serta, meningkatkan pengalaman pelanggan dalam menghadirkan solusi berbasis teknologi yang dapat mengatasi permasalahan efisiensi pada distribusi guna mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.

CEO TMI Mia Melinda menyampaikan, pihaknya percaya dengan pentingnya penggunaan “tech for good” dengan tujuan dan dedikasi untuk mendukung pemberdayaan entrepreneur maupun UKM yang dapat berdampak positif bagi ekonomi Indonesia. Menurutnya, jaringan B2B food supply chain milik EdenFarm yang kuat dari hulu ke hilir telah berhasil mendorong pemberdayaan petani lokal untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik, sekaligus memberikan dampak positif di pedesaan.

“Oleh karena itu, kami sangat bersemangat untuk mendukung ekosistem pangan EdenFarm melalui pendanaan dan kolaborasi jangka panjang dengan Telkomsel Digital Food Ecosystem (DFE) yang merupakan salah satu inisiatif Telkomsel untuk mendukung digitalisasi sektor pertanian, serta kerja sama strategis lainnya guna memperkuat platform EdenFarm untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia [..],” ucapnya dalam keterangan resmi, kemarin (30/1).

Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, EdenFarm beroperasi dengan hampir 0% limbah dari proses distribusi, memberikan dampak yang kuat dan bermakna bagi petani Indonesia, selaras dengan filosofi investasi di ACV yang berfokus pada ESG.

“EdenFarm mampu merevolusi rantai distribusi pangan B2B dengan mengatasi beberapa tantangan paling mendesak, baik yang dihadapi oleh produsen maupun penjual. Kami di AC Ventures yakin dengan bisnis EdenFarm dan bersemangat untuk berpartisipasi dalam putaran pendanaan terbarunya [..],” terang Adrian.

Target EdenFarm

Founder dan CEO EdenFarm David Setyadi Gunawan turut menyampaikan, kemitraan dengan Telkomsel diharapkan dapat memperkuat kapabilitas teknologi pertanian di EdenFarm sebagai solusi tepat guna bagi para petani lokal. Solusinya disebutkan telah melayani setiap aspek di industri agrikultur, mulai dari pertanian hingga distribusi, untuk membantu petani menciptakan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan.

“Pendanaan terbaru ini akan memungkinkan kami untuk mengembangkan kehadiran sekaligus memperkuat posisi EdenFarm sebagai pemain teknologi terbesar di sektor pertanian dan jasa pangan. Kami yakin kemitraan dengan Telkomsel ini akan memberikan manfaat yang signifikan bagi platform kami,” terang David.

EdenFarm merupakan startup agrikultur yang berfokus membangun ekosistem distribusi pangan (food supply chain ecosystem) nasional untuk lebih menguntungkan bagi para petani dan seluruh pemangku kepentingan di sektor pertanian secara berkelanjutan.

Diklaim, EdenFarm tumbuh hampir 60 kali lipat dalam 40 bulan terakhir. Pencapaian tersebut memperkuat fondasi perusahaan berada di jalur profitabilitas, di tengah pemain sejenis di industri yang justru mengalami kerugian. “Kami bertujuan untuk meningkatkan laba dalam 12 bulan ke depan, seiring dengan pertumbuhan 3,5-4 kali lipat secara YoY. Dari situ, kami akan fokus dalam berekspansi ke pasar yang baru,” pungkas David.

Application Information Will Show Up Here

Indies Capital dan AC Ventures Teken Perjanjian Investasi dengan Penjana Kapital

Bertujuan menemukan peluang investasi berdampak pada sektor-sektor baru, Indies Capital Partners dan AC Ventures (ACV) menandatangani kesepakatan investasi lintas negara dengan Penjana Kapital. Kerja sama ini mencakup peluang investasi bersama melalui existing fund maupun terbaru.

Penandatanganan Memorandum of Cooperation (MoC) ini disaksikan oleh Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim serta Menteri Perdagangan Internasional dan Senator Industri Tengku Datuk Seri Utama Zafrul Tengku Abdul Aziz di Jakarta.

Sebagai informasi, Penjana Kapital merupakan bagian dari inisiatif pemerintah Malaysia untuk mendorong pengembangan startup teknologi.

“Melalui kerja sama lintas negara, kami memiliki peluang untuk memasuki pasar baru, mengakses sumber modal dan keahlian, serta mendorong inovasi dan pertumbuhan di kedua pasar,” kata Founding Partner ACV dan Managing Partner Indies Capital Partners Pandu Sjahrir.

Selain investasi, kesepakatan ini juga mencakup pertukaran informasi, jaringan, dan teknologi untuk pengembangan startup di Indonesia dan Malaysia pada sejumlah sektor utama, antara lain data center, pendidikan, hospitality, mobility, dan pengelolaan limbah.

Bina relasi

Pandu menambahkan bahwa Penjana Kapital, Indies Capital Partners, dan ACV merupakan pemain utama dalam lanskap investasi Indonesia dan Malaysia. Kerja sama ini diharapkan dapat mempererat hubungan ekonomi antara kedua negara dan mempromosikan keterhubungan kawasan di Asia Tenggara.

Baik Indonesia dan Malaysia telah menunjukkan komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan data dari Malaysia External Trade Development Corporation (Matrade), total nilai perdagangan antara Malaysia dan Indonesia naik 43,5% secara YoY menjadi RM95,1 miliar ($21,6 miliar) pada 2021.

Total ekspor Malaysia ke Indonesia naik 32,5% menjadi RM39,22 miliar ($6,9 miliar), sedangkan total impor naik 52,3% menjadi RM55,88 miliar ($12,7 miliar) pada periode yang sama.

Tambahan informasi, Indies Capital Partners merupakan pengelola kredit swasta  di Asia Tenggara yang kini telah berkembang ke aset alternatif dengan dana kelola lebih dari $800 juta. Sementara, AC Ventures telah mengelola lebih dari $500 juta aset yang terbagi dalam lima fund.

Pada akhir 2022, AC Ventures telah mengumpulkan putaran pertama dana kelolaan kelima (Fund V) sekitar $162,5 juta atau setara Rp2,4 triliun yang sebagian besar berasal dari Limited Partner (LP) dana kelolaan sebelumnya. Sejauh ini, AC Ventures telah menyuntik investasi ke 22 startup selama sembilan bulan terakhir di 2022 melalui Fund V, termasuk  SkorLife, KLAR, dan BRIK.

AC Ventures Buat Program Edukasi untuk Founder Startup Tahap Awal

Perusahaan modal ventura AC Ventures (ACV) meluncurkan platform pendidikan untuk founder startup teknologi di negara berkembang bernama “ACV Academy”. Rangkaian program pelatihan ini tersedia secara gratis, dirancang untuk membawa ekosistem teknologi tahap awal ke tingkat pengetahuan baru.

“Kami senang dapat meluncurkan ACV Academy. Ini menyaring takeaways utama yang telah kami pelajari melalui investasi di lebih dari 120 perusahaan selama sepuluh tahun terakhir,” ujar Fonder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li dalam keterangan resmi, Kamis (3/10).

Adrian melanjutkan, sejak awal tahun ini ACV memulai misi yang berani untuk memberikan panduan dan dukungan langsung kepada portofolio perusahaan mereka di Indonesia. ACV memosisikan dirinya sebagai perusahaan investasi teknologi yang menawarkan perangkat value creation kepada portofolionya.

Ide dasar di balik langkah ini adalah, jika ACV dapat membantu portofolionya mencapai keunggulan operasional sejak awal, maka mereka dapat melanjutkan untuk meningkatkan putaran pendanaan berikutnya dengan lebih baik. Hingga pada akhirnya, mereka dapat terus mencapai kesuksesan yang lebih baik di pasar dan menemukan skenario exit yang berarti.

Berlandaskan etos “Pembelajaran Eksponensial”, ACV Academy berupaya membantu lebih banyak startup teknologi di kawasan ini mencapai traksi dan skala yang sehat setelahnya.

Dalam waktu bersamaan, AC Ventures juga meluncurkan modul, buku pedoman untuk para pendiri startup yang berjudul Refining Recruitment for Startups. Buku ini disusun bersama dengan konsultan manajemen global dan firma pencarian eksekutif, Egon Zehnder.

Menjalankan perusahaan tahap awal merupakan tantangan dan mencari talenta yang paling sesuai adalah salah satu rintangan terbesar, terutama di pasar negara berkembang. Buku pedoman ini dirancang sebagai peta jalan bagi para pendiri startup yang perlu mendidik diri mereka sendiri tentang proses perekrutan secara menyeluruh.

Modul ini berisi lima bagian, yakni ‘Preparation’, ‘Start the search’, ‘Make the decision’, ‘Onboarding’, dan ‘Ongoing engagement via team building’. Di dalam buku, juga menampilkan anekdot dan testimonial menarik dari beberapa pendiri portofolio AC Ventures. Seluruh isinya dapat dijadikan sebagai alat rujukan secara berkelanjutan ketika para pendiri perusahaan teknologi membangun tim mereka.

“Pelajaran yang diberikan dan buku pedoman yang diterbitkan ini dibuat oleh pengusaha dan operator veteran mengenai strategi eksekusi utama, termasuk model rekrutmen hari ini. Kami senang menyaksikan ACV Academy berkembang ke ke depan dan memberikan nilai unik kepada para sendiri,” kata Adrian.

Dalam peluncuran ACV Academy, perusahaan membuat kegiatan webinar yang menghadirkan Sergio Salvador (Chief People Officer Carsome) dan Zhafira Loebis (Konsultan Egon Zehnder). Keduanya punya segudang pengalaman di bidang perekrutan dan membangun tim di startup teknologi.

Salvador menyampaikan, dirinya telah menyaksikan beberapa dan secara langsung, apa yang diperlukan untuk mengembangkan bisnis dari tim kecil menjadi tim besar. Ia pun mendukung inisiatif yang diambil oleh ACV melalui kehadiran ACV Academy.

“Dengan inisiatif seperti ini, saya pikir startup akan mendapatkan banyak keuntungan dari investor langsung seperti ACV. Saya berharap, inisiatif ini dapat menghasilkan lebih banyak kisah sukses startup di ekosistem,” ucapnya.

Waste4Change Terima Pendanaan Seri A 76 Miliar Dipimpin AC Ventures dan Barito Mitra Investama

Platform pengelola sampah Waste4Change mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $5 juta (lebih dari 76 miliar Rupiah). AC Ventures dan PT Barito Mitra Investama menjadi lead dalam putaran ini, diikuti jajaran investor lain, yakni Basra Corporation, Paloma Capital, PT Delapan Satu Investa, Living Lab Ventures, SMDV, dan Urban Gateway Fund.

Perusahaan akan menggunakan modal segar ini untuk memperluas jangkauan, meningkatkan kapasitas pengelolaan sampah hingga 100 ton per hari sampai 18 bulan ke depan, serta mencapai lebih dari 2 ribu ton per hari dalam lima tahun ke depan.

Untuk mencapai target tersebut, perusahaan akan melibatkan integrasi dengan lebih banyak teknologi digital dalam proses pemantauan, perekaman aliran pengelolaan limbah, dan otomatisasi fasilitas pemulihan material. Di samping itu, perusahaan berencana untuk memperkuat kemitraan dengan sektor persampahan informal di Indonesia yang saat ini didukung oleh pemulung, bank sampah, kios sampah, dan pengumpul sampah.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (14/10), Founder dan CEO Waste4Change Mohamad Bijaksana Junerosano mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan pemodal ventura terbaik di sektor teknologi. Menurutnya, semua investor di Waste4Change menanggapi ESG dengan serius dan bersedia berbagi wawasan mereka demi menciptakan solusi pengelolaan limbah terbaik.

“Kami lebih dari siap untuk mewujudkan misi bersama kami untuk memberikan dampak positif yang lebih cepat dan lebih besar terhadap lingkungan, masyarakat, dan ekonomi,” ucap Sano, panggilan akrab Bijaksana.

Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir menambahkan, Waste4Change adalah pionir yang menyediakan solusi pengelolaan sampah end-to-end. Keberlanjutan adalah fokus utama tim dengan komitmen yang ditunjukkan untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.

“Perusahaan ini telah mencapai kecocokan pasar produk dan memiliki potensi untuk berkembang di seluruh negeri. Waktu perusahaan juga ideal karena pemerintah Indonesia menginginkan setidaknya pengurangan 30% di sumbernya dengan 70% sisanya ditangani pada tahun 2025,” ujar dia.

Solusi Waste4Change

Waste4Change

Sano menjelaskan, Waste4Change didirikan pada 2014 dengan mengemban misi memecahkan masalah sampah guna mencegah kebocoran ke lingkungan dan mengurangi jumlah sampah yang berakhir di tempat pembuangan sampah. Perusahaan didirikan oleh PT Greeneration Indonesia (Ecoxyztem) dan PT Bumi Lestari Bali (EcoBali) di Bekasi, Jawa Barat.

Solusi yang ditawarkan Waste4Change ada empat, yakni Consult, Campaign, Collect, dan Create.

Khusus untuk layanan ketiga ini, pelanggan diminta untuk memilah sampahnya sesuai dengan panduan Waste4Change. Kemudian, Waste4Change akan mengirimkan tim untuk datang ke lokasi mereka guna mengambil sampah secara langsung, kemudian memberikan laporan detail setelah proses selesai. Pelanggan juga memiliki pilihan untuk membawa sampah ke salah satu titik drop-off Waste4Change atau mengirim sampah mereka ke Waste4Change.

Waste4Change hadir di 21 kota di Indonesia, mengelola lebih dari 8.000 ton sampah per tahun. Perusahaan telah mengumpulkan sampah dari 100 klien B2B dan 3.450 klien rumah tangga. Sejak 2017, telah memperoleh skor CAGR 55,1%.

Waste4Change saat ini memiliki 108 karyawan dan 141 operator pengelolaan sampah. Perusahaan berencana untuk menambah 52 orang tambahan ke dalam timnya dan melibatkan lebih dari 300 sektor informal dan UMKM di sektor limbah (sejumlah personel internal dan eksternal) untuk terus mendorong pertumbuhan.

Dengan populasi lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia menghadapi masalah pengelolaan sampah terbesar di Asia Tenggara, dengan tingkat daur ulang berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih sangat rendah, yaitu 11-12%. Namun, tidak menutup kemungkinan jika hal ini akan segera berubah pasca regulasi atau kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah.

Baru-baru ini, pemerintah meluncurkan program Indonesia Bersih Sampah 2025 yang diresmikan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia 97/2017. Aturan ini mewajibkan semua pihak untuk mendukung realisasi pengurangan sampah 30% dari sumbernya (termasuk pemilahan sampah ke tempat sampah terpisah sehingga sampah tertentu dapat diolah menjadi produk daur ulang yang berbeda) dan 70% sampah diolah. Target agresif pemerintah perlu dicapai sebelum akhir tahun 2025.

Program ini juga telah memicu peraturan pengelolaan sampah baru dari pemerintah daerah dan inisiatif pengelolaan sampah dari sektor komersial. Dalam hal permintaan pasar baru, perubahan ini telah menciptakan lonjakan kebutuhan akan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab, dengan laporan pengelolaan sampah yang terperinci.

ALAMI Kantongi Pendanaan Pra-Seri B, Dipimpin East Ventures

Startup platform p2p lending syariah ALAMI Group mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B yang dipimpin oleh East Ventures, melalui growth fund. Tidak disebutkan nominal yang diterima perusahaan dalam putaran ini. Sejumlah investor dari putaran sebelumnya turut berpartisipasi, di antaranya AC Ventures, Quona Capital, dan FEBE Ventures.

Terdapat investor baru yang masuk, yakni Capria Ventures, VC berbasis Amerika Serikat. Investasi yang mereka kucurkan ini menandai debut perdananya untuk kawasan Asia Pasifik.

ALAMI akan menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat basis bisnisnya dengan memberikan akses layanan pembiayaan dan keuangan yang lebih baik dan mengikuti prinsip-prinsip Islam di Indonesia. Caranya dengan terus menciptakan teknologi keuangan berbasis syariah kelas dunia.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (10/10), Founder dan CEO ALAMI Group Dima Djani menyampaikan putaran pra-seri B ini menjadi validasi dan dukungan yang kuat dari para investor atas dampak positif yang diciptakan ALAMI di Indonesia. Terdapat potensi jangka panjang yang dilakukan ALAMI Group dengan membuka akses perbankan dan pembiayaan syariah, salah satunya melalui Bank Hijra untuk menghubungkan 230 juta umat Muslim dan UMKM di Indonesia.

“Kami akan berkomitmen dengan terus memberikan lebih banyak energi dan sumber daya ke depannya. Besar keyakinan kami akan potensi pasar yang dapat terlayani oleh produk dan layanan produk-produk kami,” kata Dima.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana turut mengatakan, keuangan syariah adalah salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dalam industri keuangan dan perbankan. “Kami sangat percaya bahwa keahlian dan integritas yang kuat dari Dima dan tim, dibuktikan melalui pertumbuhan positif perusahaan dan target yang terlampaui, akan terus mengembangkan dan memberdayakan industri perbankan di Indonesia, menggerakkan laju inklusi keuangan menuju keberlanjutan,” ucapnnya.

Dima melanjutkan, UMKM Indonesia telah berangsur-angsur pulih dari pandemi, namun nyatanya masih terdapat kebutuhan pembiayaan dan akses pembiayaan bagi UMKM mencapai $108 miliar. P2P lending menawarkan solusi pinjaman keuangan yang cepat dan mudah sebagai solusi baru.

Pertumbuhan bisnis ALAMI

Sejak didirikan pada 2019, ALAMI telah menyalurkan Rp3,5 triliun dengan NPF sebesar 0% dan Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) mencapai 100%. ALAMI memiliki lebih dari 111 ribu investor p2p lending yang terlibat pada 10 ribu proyek UMKM, yang berfokus pada pertumbuhan eksponensial bagi UMKM Indonesia.

Kinerja yang ciamik ini diklaim karena didukung oleh rangkaian produk pembiayaan di ALAMI yang mampu menekan laju NPF dan kerja sama dengan BPRS untuk pembiayaan channeling maupun referral.

Kolaborasi antara ALAMI dengan BPRS dapat menjadi peluang bagi BPRS untuk menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM ke berbagai sektor dengan metode account receivable (AR) financing, purchase order (PO) Financing, maupun ecosystem financing, tentunya menggunakan akad syariah. Menejkan laju NPF ini adalah salah satu tantangan di BPRS. Berdasarkan data statistik perbankan syariah OJK per Februari 2022, NPF BPRS berada di level 7,27%.

Dari 165 BPRS yang ada di Indonesia, perusahaan sudah bekerja sama dengan 11 BPRS untuk pembiayaan dengan skema channeling dan referral dengan total plafon sebesar Rp108 miliar. Pembiayaan tersebut disalurkan ke berbagai industri, seperti human resources, logistik, healthcare, halal food, dan IT.

ALAMI memiliki beberapa produk pembiayaan, di antaranya Account Receivable (AR) Financing, Account Payable (AP) Financing, dan Ecosystem Financing. Dalam metode AR Financing, pembiayaan ditujukan bagi UMKM yang menyelesaikan proyek/pekerjaan dan telah melakukan penagihan pada pemberi kerja (klien), namun belum dilakukan pembayaran. Melalui produk ini, UMKM tersebut tetap mampu memastikan cash flow dan dapat mengerjakan pekerjaan lainnya tanpa khawatir atas keterlambatan pembayaran.

Sedangkan dalam metode AP Financing, pembiayaan diberikan berdasarkan invoice financing yang diterbitkan oleh supplier kepada penerima pembiayaan. ALAMI juga menyalurkan pembiayaan dengan metode Ecosystem Financing, yaitu pembiayaan berbasis ekosistem kepada anggota dari suatu ekosistem.

Anggota ekosistem merupakan pihak perorangan yang menjalankan aktivitas usaha tertentu untuk kemandirian ekonomi. Proses pengajuan hingga pencairan pembiayaan secara end to end dilakukan melalui platform digital, sehingga proses yang dilalui oleh calon penerima pembiayaan menjadi lebih cepat dan mudah.

Tim ALAMI kini mencapai lebih dari 484 orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, juga di luar negeri, seperti Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat yang seluruhnya berkebangsaan Indonesia. Pada awal berdiri tim ALAMI diisi oleh 38 orang.

Startup Pedagang Aset Kripto “Reku” Terima Pendanaan Seri A 163 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures

Startup pedagang aset kripto Reku, rebrand dari Rekeningku, mengumumkan pendanaan seri A senilai $11 juta (lebih dari 163 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Coinbase Ventures dan Skystar Capital.

Reku akan memanfaatkan dana segar untuk menambah tim hingga menjadi 80 orang, meluncurkan inovasi baru untuk mengatasi masalah terbesar para investor kripto, baik trader berpengalaman dan pemula.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Sumardi Fung menyampaikan, di tengah crypto winter ini permintaan lokal tetap tangguh. Masih banyak masalah yang dihadapi para pengguna, bahkan mata uang kripto ini adalah kelas aset yang rumit untuk dipahami. Untuk masuk ke dalamnya, orang Indonesia harus memiliki panduan dan kepercayaan yang cukup pada platform yang mereka gunakan pada tingkat dasar.

“Kami bertujuan untuk membantu mereka mencapai hal tersebut dengan Reku dan menawarkan mereka perlindungan semaksimal mungkin sebelum membiarkan mereka membeli dan menjual dengan murah dan aman di platform. Kepatuhan terhadap BAPPEBTI dan keamanan pengguna dimasukkan ke dalam setiap fitur dan pengalaman pengguna di Reku,” kata Sumardi, Kamis (15/9).

Pendiri dan Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji turut memberikan komentarnya. Dia bilang, “Kami sangat antusias untuk memimpin investasi ini ke Reku. Dengan pengalaman pengguna yang intuitif, biaya terendah di pasar, dan tim kepemimpinan yang hebat, kami yakin Reku akan memperkuat kepemimpinannya dalam industri mata uang kripto yang dinamis di Indonesia.”

Perjalanan Reku

Pada saat yang bersamaan, perusahaan juga mengumumkan bergabungnya Jesse Choi sebagai COO. Choi merupakan lulusan Universitas Columbia dengan jajaran pengalaman di perusahaan teknologi, seperti Bain & Company, Thumbtack, Playground Capital, Payfazz, AC Ventures (Entrepreneur-in-Residence), dan memperoleh gelar MBA dari Standford Graduate School of Business, sebelum resmi bergabung di Reku.

Choi menyampaikan, “Reku adalah perusahaan yang sangat menarik di ruang yang ia minati dan ketahui. Menurutnya, Sumardi dan tim benar-benar memahami semua mekanisme dalam menjalankan pertukaran — mereka telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menyiapkan teknologi dan membangun produk tercepat, paling efisien, dan paling fleksibel di pasar hingga saat ini. Seraya kami memperluas tim, membangun produk baru, meningkatkan pemasaran, dan membawa perusahaan ke tingkat berikutnya, di situlah saya masuk.”

Reku sendiri sejatinya sudah berdiri sejak lima tahun lalu, tim mengaku telah diuntungkan dengan pengalaman seputar ekspansi dan resesi ekonomi. Kemudian, mendapatkan gambaran seperti apa perilaku investor kripto di Indonesia, baik selama masa bullish dan bearish. Pengalaman tersebut memungkinkan Sumardi dan timnya untuk membangun platform yang telah teruji hingga dapat dengan cepat meningkatkan dan menanggung sentimen pasar apapun.

Tim Reku sendiri berasal dari industri perdagangan berjangka dan memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun menangani instrumen keuangan yang kompleks. Sebelum merintis Reku, Sumardi, bersama CCO Robby bekerja di bidang perdagangan berjangka sejak 2005 hingga 2017.

Sumardi menyampaikan platform Reku dibangun sepenuhnya secara in-house dan terus disempurnakan dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan keamanan dan ketentuan maksimum. Menurutnya, filosofi Reku adalah keamanan dan keramahan pengguna yang maksimal dengan mempertahankan pasar yang sepenuhnya adil dan transparan, yang tidak selalu terjadi di platform lain.

“Karena sektor mata uang kripto masih berlangsung di sini, kami percaya bahwa penting bagi konsumen untuk mendapat perlindungan pada tingkat yang sama seperti mereka berada di sektor dan pasar yang lebih maju.”

Reku menawarkan biaya terendah untuk pengguna. Diklaim, perusahaan telah mencetak nilai transaksi bruto senilai $3 miliar pada 2021.

Lanskap crypto exchange di Indonesia

Dengan volatilitas yang tinggi, aset kripto nyatanya memiliki minat yang besar di Indonesia. Data Bappebti menunjukkan, per Juni 2022 jumlah investor kirpto mencapai 15,1 juta orang dengan nilai transaksi mencapai Rp212 triliun.

Namun demikian, di tengah perkembangan pesat industri investasi kripto, bulan lalu Bappebti mengumumkan penghentian penerbitan izin pendaftaran calon pedagang fisik aset kripto, tertuang dalam Surat Edaran Nomor 208/BAPPEBTI/SE/08/2022. Alasannya, terkait efektivitas pengawasan.

Sejauh ini, telah memberikan izin kepada 24 perusahaan, termasuk Reku. Berikut daftarnya:

1 PT Tumbuh Bersama Nano Nanovest
2 PT Kagum Teknologi Indonesia Ajaib
3 PT Aset Digital Berkat Tokocrypto
4 PT Aset Digital Indonesia Incrypto
5 PT Bumi Santosa Cemerlang Pluang
6 PT Cipta Koin Digital Koinku.id
7 PT Coinbit Digital Indonesia Coinbit.id
8 PT Galad Koin Indonesia Galad.id
9 PT Gudang Kripto Indonesia GudangKripto.id
10 PT Indodax Nasional Indonesia Indodax
11 PT Indonesia Digital Exchange Digital Exchange
12 PT Kripto Maksima Koin Kripto Maksima
13 PT Luno Indonesia LTD Luno
14 PT Mitra Kripto Sukses Kripto Sukses
15 PT Pantheras Teknologi Internasional Pantheras
16 PT Pedagang Aset Kripto Pedagang Aset Kripto
17 PT Pintu Kemana Saja Pintu
18 PT Rekeningku Dotcom Indonesia Reku
19 PT Tiga Inti Utama Triv
20 PT Triniti Investama Berkat Bitocto
21 PT Upbit Exchange Indonesia Upbit
22 PT Utama Aset Digital Indonesia Bittime
23 PT Ventura Koin Nusantara Vonix
24 PT Zipmex Exchange Indonesia Zipmex
Application Information Will Show Up Here

AC Ventures Tutup Putaran Pertama Dana Kelolaan ke-5 Senilai 2,4 Triliun Rupiah

AC Ventures (ACV) dilaporkan telah menutup putaran pertama dana kelolaan kelima (Fund V). Dari target sebesar $250 juta atau setara 3,7 triliun Rupiah, ACV telah mengumpulkan 65% atau sekitar $162,5 juta atau setara 2,4 triliun Rupiah, yang sebagian besar berasal dari Limited Partner (LP) pada dana kelolaan sebelumnya.

“Kami berinvestasi pada digitalisasi di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara. Tahun lalu, PDB dari sektor digital Indonesia mencapai $70 miliar dan diproyeksi tumbuh lebih dari $350 miliar dalam lima tahun ke depan. Kami telah membangun ekspertis melalui pengalaman berinvestasi selama ini, terutama pada commerce, fintech, dan UMKM,” ujar Co-founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li sebagaimana diberitakan Techcrunch.

Berdasarkan data yang dihimpun DailySocial.id, ACV telah berinvestasi ke sebanyak 22 startup selama sembilan bulan terakhir di 2022 melalui Fund V, termasuk di antaranya SkorLife, KLAR, Esensi Solusi Buana (ESB), Atma, IDEAL, dan BRIK.

Menurut Adrian, meski ACV terbilang agnostik, Fund V akan difokuskan pada sektor baru, termasuk climate tech. Untuk startup tahap awal, ticket size yang dikucurkan berkisar $2 juta, dan sebagian besar dana akan disimpan untuk investasi lanjutan (follow-on investment).

Sebagai informasi, ACV terakhir menutup dana kelolaan ketiga (Fund III) senilai $205 juta atau Rp3 triliun. Sebagian dari Fund III sudah diinvestasikan sejak penutupan pertama pada Maret 2020. Adapun, International Finance Group (IFC) milik Bank Duni dan Disrupt AD milik Abu Dhabi Developmental Holdings bergabung menjadi LP pada dana kelolaan ini.

Sementara, dana kelolaan keempat (Fund IV) dijalankan oleh tim berbeda dengan fokus pada Malaysia. Secara keseluruhan, total portofolio ACV di Indonesia dan Asia Tenggara telah mencapai 120, termasuk Xendit, Shipper, Aruna, Carsome, dan Stockbit.

Melanjutkan suksesi unicorn IPO

Menurut Adrian, investor global tertarik dengan Asia Tenggara karena menunjukkan pertumbuhan pasar yang semakin mature, ditandai dengan melantainya GoTo dan Bukalapak di bursa saham, serta meningkatnya investasi di tahap later-stage dan secondary exit. Adapun, LP pada Fund V berasal dari Asia Utara, Amerika Serikat, Eropa, hingga Timur Tengah.

Ia juga menyebut pihaknya memainkan strategis yang sukses untuk tetap fokus menjadi investor tahap awal. Artinya, ACV ingin mendukung startup hingga pada titik posisinya menjadi valuable dalam membantu founder membangun bisnis.

ACV umumnya berinvestasi ke 30-35 startup per fund dan menyimpan sebagian untuk investasi lanjutan dengan rasio 20:1 bagi startup yang dapat menciptakan value. Per tahunnya, ACV mengucurkan investasi ke 10-12 startup melalui fund miliknya, dan tren ini akan terus berlanjut meskipun iklim investasi di global melambat.

Adrian berujar bahwa ACV lebih fokus berinvestasi pada startup tahap awal karena sejumlah alasan. Pertama, ACV dapat terlibat dengan para founder untuk merekrut key talent dan berbagai pedoman operasional mereka. Seiring dengan pertumbuhan tim, ACV dapat membantu founder untuk membentuk fundamental pada budaya kerja, komunikasi, dan talent.

“Selain itu, kami berinisiatif untuk mendorong kemitraan dengan konglomerat dan para pemangku kepentingan di Indonesia untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis startup. Misalnya, kemitraan startup fintech dan bank untuk memperluas akses pinjaman,” ujarnya.

Fokus pada bisnis

Adrian juga memberikan sejumlah catatan penting terkait situasi ekonomi saat ini dan dampaknya terhadap startup. Ia melihat bagaimana valuasi startup di semua tahap (stage) sampai turun sebesar 30%-40%. Namun, di sisi lain ia juga melihat ada perkembangan kualitas pada para founder. 

Situasi ini justru menjadi momentum yang tepat bagi founder untuk lebih fokus terhadap kualitas metrik dan product-market fit sebelum memulai untuk meningkatkan skala bisnisnya. Ia menekankan pentingnya untuk tidak terburu-buru mengambil keputusan dengan situasi pasar saat ini.

“Saya pikir ketika [mendapatkan] investasi menjadi hal mudah tahun lalu, sejumlah startup yang mengejar pertumbuhan topline justru meningkatkan skala bisnis terlalu cepat sebelum waktunya. Hal itu bukan cara efisien untuk menggunakan modal, tetapi mencoba meraih pangsa pasar dan mendapat [investasi] pada putaran berikutnya. Jadi, saat-saat seperti ini menjadi momentum baik bagi founder dan investor.” Tutupnya.

Startup Skoring Kredit “SkorLife” Raih Dana Pra-Awal 32 Miliar Rupiah

Startup fintech penyedia skoring kredit SkorLife mengumumkan telah mengumpulkan dana tahap pra-awal senilai $2,2 juta (lebih dari 32,8 miliar Rupiah) dari sekelompok investor. AC Ventures bersama Saison Capital berpartisipasi dalam putaran ini, bersama jajaran angel investor di Asia.

Nama-nama angel investor yang berpartisipasi di antaranya, pendiri OneCard (FPL Technologies), Jefferson Chen (Advance.ai), Willy Arifin (KoinWorks), Krishnan Menon (Lummo), Arip Tirta (Evermos), Harshet Lunani (Qoala), Achmad Zaky (Init-6), dan beberapa eksekutif dari Northstar Group, Stripe, Google, Boston Consulting Group, Gojek, dan CreditKarma.

Modal segar akan dialokasikan untuk pengembangan produk, perekrutan karyawan baru, dan peningkatan awareness.

Startup ini didirikan oleh Ongki Kurniawan (CEO) dan Karan Khetan (COO). Keduanya merupakan veteran di dunia teknologi. Sejumlah posisi penting pernah diduduki Ongki, di antaranya Country Head Stripe Indonesia, Executive Director di Grab, Managing Director di LINE, dan menjabat berbagai posisi senior di XL Axiata, BCG, dan lainnya. Sementara itu, Khetan adalah salah satu pendiri di 5x, BookMyShow Southeast Asia, Lamudi, mantan MD di Rocket Internet, dan banyak lagi.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (5/9), Ongki menjelaskan SkorLife adalah pembuat kredit pertama di Indonesia yang masih berada dalam tahap awal. Dengan dukungan dari berbagai investor, dari hasil validasi yang telah dilakukan, ia meyakini bahwa SkorLife berada di posisi yang tepat untuk memimpin beban kredit konsumen di tanah air.

“Melalui layanan kami, individu akan dapat membangun dan meningkatkan profil kredit mereka dengan fitur-fitur seperti tip dan saran yang dipersonalisasi. Kami juga akan membantu membawa lebih banyak pengguna NTC (New to Credit),” kata Ongki.

Solusi SkorLife

SkorLife berada dalam posisi yang unik karena membangun apa yang disebut dengan pemangku kepentingan sebagai “pembangun kredit” di bidang kredit konsumer. Kelayakan kredit kurang dimanfaatkan di Indonesia, sampai sat ini bank dan lembaga keuangan lainnya bergantung pada “kelayakan pendapatan” ketika memutuskan apakah mereka dapat menawarkan kredit kepada peminjam atau tidak.

Untuk mengatasi hal ini, SkorLife bertujuan untuk memberikan kontrol kembali kepada konsumen dengan membuat mereka mengambil peran lebih aktif dalam membangun dan mempertahankan nilai kredit mereka.

SkorLife membuat aplikasi pembangun kredit bagi orang-orang untuk mengakses dan memantau skor kredit, laporan kredit, dan data relevan lainnya dari biro kredit – secara instan dan gratis. SkorLife juga menawarkan mekanisme untuk membantu konsumen membantah informasi yang tidak akurat pada laporan kredit mereka.

Untuk konsumen yang sudah memiliki riwayat kredit, SkorLife akan membantu mereka mengakses dan meningkatkan skor mereka. Bagi mereka yang belum memiliki riwayat kredit (lulusan baru, pekerja lepas, pembuat konten, dll), aplikasi akan membantu mereka mulai membangun skor mereka. Dalam kedua skenario ini, SkorLife menawarkan tip yang digerakkan oleh AI dan dipersonalisasi untuk membantu pengguna membuka akses kredit yang lebih luas.

Tanpa pesaing langsung di pasar, SkorLife beroperasi di ruang ‘ladang hijau’. Indonesia saat ini memiliki 92 juta catatan kredit di biro-bironya. Sementara itu, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini tidak memiliki akses terhadap informasi tersebut. SkorLife mengharapkan sekitar 2,5 juta pengguna New to Credit (NTC) per tahun ke depan.

Khetan menambahkan, pihaknya memecahkan masalah yang sebenarnya dari ratusan feedback yang telah diterima, disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan yang jelas dalam siklus hidup kredit di Indonesia. SkorLife adalah satu-satunya layanan yang berfokus pada konsumen, gratis, dan instan.

“Saat ini, orang Indonesia tidak mengetahui pinjaman yang mereka miliki atau rencanakan terkait dengan kelayakan kredit mereka. Akses ke kredit ‘benar’ akan menjadi bagian besar dari percakapan selanjutnya. Kami percaya SkorLife akan berperan penting dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan di negara ini,” ucapnya.

Saat ini, SkorLife memiliki 19 orang dalam timnya, direncanakan akan ditambah menjadi 40 orang. Produk SkorLife versi alpha telah diunduh lebih dari 3 ribu kali dan berkembang oleh 50 hingga 60 pengguna baru per hari, secara organik. Statistik adopsi pribadi ini melampaui target internal SkorLife lebih dari 7 kali lipat. Perusahaan akan segera membuat aplikasinya tersedia untuk diunduh ke publik.

Founder dan Managing Partner AC Ventures, mengungkapkan keyakinannya terhadap SkorLife. Dia bilang, peluang di Indonesia ini sangat besar, meskipun ruang tersebut relatif belum dimanfaatkan. Ukuran pasar kredit konsumen sudah berada di angka $185 miliar. Karena itu, selalu menjadi tantangan di sini karena pemberi pinjaman tidak pernah dapat menarik kesimpulan yang benar-benar holistik tentang peminjam berdasarkan informasi yang terbatas dan terfragmentasi.

“Tetapi dengan kumpulan data ini hanya menunggu untuk dibuka dan digunakan secara bermakna dalam aplikasi konsumer. Kami sangat senang dengan visi dan misi SkorLife untuk mengembalikan orang-orang yang bertanggung jawab atas masa depan keuangan mereka,” kata Adrian.

Dia menambahkan, “Kami juga percaya dalam mendukung pendiri yang kuat sejak dini. Keuntungan tidak adil yang dibawa Ongki dan Karan ke meja adalah apa yang membuat AC Ventures begitu ingin berada di sudut SkorLife sejak awal.”

Application Information Will Show Up Here

KLAR Konfirmasi Perolehan Pendanaan Pra-Seri A, Dipimpin AC Ventures dan East Ventures

KLAR Smile baru-baru ini resmi mengumumkan pendanaan pra-seri A. Ini sekaligus mengonfirmasi kabar yang kami beritakan sebelumnya, kendati dari sisi nilai lebih kecil, yakni $4,5 juta atau setara 67 miliar Rupiah. Investasi ini dipimpin AC Ventures dan East Ventures, dengan berpartisipasi Venturra Discovery dan beberapa angel investor.

Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan bisnis mereka ke pelosok Indonesia, termasuk untuk mengedukasi konsumen perihal pentingnya kesehatan mulut (oral wellness) dan meluncurkan produk-produk komplementer perawatan kesehatan gigi lainnya.

KLAR  berharap untuk dapat menawarkan perawatan gigi yang menyeluruh dan bermanfaat dari segi estetika dan kesehatan untuk para penggunanya.

Dalam satu tahun beroperasi, KLAR telah bekerja sama dengan lebih dari 1.000 dokter gigi dan dokter gigi spesialis ortodonti dari berbagai wilayah di Indonesia. Saat ini mereka turut hadir melalui lebih dari 800 klinik gigi yang telah bergabung menjadi mitra di ekosistemnya.

Melalui aplikasi “Klar Smile”, para dokter gigi dan pasien dapat dengan mudah berinteraksi langsung dan bersama-sama memonitor perkembangan hasil perawatan gigi. Pengalaman pengguna yang unik ini meningkatkan kenyamanan pasien dengan mengurangi jumlah kunjungan serta waktu pemeriksaan rutin ke klinik yang dibutuhkan selama masa perawatan.

“Kami senang menyambut KLAR Smile ke keluarga East Ventures. Oral wellness mempengaruhi kesehatan seseorang, dan kami percaya bahwa solusi yang ditawarkan oleh KLAR Smile akan membawa dampak positif dalam merevolusi kesehatan masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Sementara itu menurut Founder dan Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji, “Sebagai pendukung startup ini sejak awal, kami percaya bahwa KLAR Smile menawarkan solusi yang praktis dan inovatif yang dibutuhkan dan dicari oleh jutaan penduduk Indonesia.”

Secara khusus Klar Smile memproduksi clear aligner, yaitu suatu alat pengganti kawat gigi berbahan dasar plastik yang dapat menggerakkan gigi. Setiap set clear aligner dibuat secara khusus sesuai kebutuhan masing-masing pasien.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang menawarkan layanan serupa dengan Klar Smile. Di antaranya adalah RATA juga bermain di segmen yang sama. RATA sendiri juga telah didukung sejumlah investor, salah satunya Alpha JWC Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Raih Pendanaan Seri B 420 Miliar Rupiah; Masuk ke Jajaran Centaur [UPDATED]

*Update 29/8 pukul 19.30: kami menambahkan informasi kisaran valuasi ESB

Startup SaaS bisnis kuliner Esensi Solusi Buana (ESB) meraih pendanaan seri B sebesar $29 juta atau sekitar 420 miliar Rupiah. Investasi ini dipimpin oleh Northstar Group dan Alpha JWC Ventures serta partisipasi dari BEENEXT, Vulcan Capital, dan AC Ventures.

Sebelumnya, ESB telah mengumpulkan total pendanaan sebesar $10,6 juta dari sejumlah investor antara lain Alpha JWC, Vulcan Capital, BEENEXT, AC Ventures, Skystar Capital, dan Selera Kapital.

Dari pendanaan yang ada, menurut sumber yang kami dapat, saat ini valuasi ESB telah mencapai lebih dari $100 juta dan menjadikannya sebagai salah satu startup Centaur dari kategori SaaS.

ESB merupakan pengembang platform SaaS yang mengelola bisnis kuliner secara all-in-one. Startup ini didirikan oleh Gunawan Woen, Eka Prasetya, Setiadi Prawiryo Moeljadi, dan Dwi Prawira pada 2018. Berbekal pengalaman puluhan tahun di F&B dan rantai pasokan, para pendiri ESB memiliki misi membantu pemilik bisnis meningkatkan profitabilitas, penjualan, dan efisiensi operasional melalui solusi berbasis cloud.

Sejumlah solusi yang ditawarkan mencakup aplikasi pengambilan pesanan front-end, Point of Sales (POS), solusi operasi dapur, dan sistem Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP) F&B back-end. Selain itu, pemilik bisnis akan mendapatkan akses ke ekosistem penyedia pihak ketiga, seperti pasokan bahan, pengiriman makanan, dan pembayaran digital.

Melalui ESB, pengusaha F&B juga mendapatkan akses ke ekosistem penyedia ESB telah melayani lebih dari 2.000 merek F&B dan mengelola lebih dari 100 juta pesanan per tahun.

Managing Director Northstar Group Carlson Lau mengungkap, ESB telah menunjukkan kinerja yang baik dan bahkan mampu melawan pesaing global yang punya kapitalisasi lebih besar dalam memenangkan F&B internasional di Indonesia. “Kami senang melihat produk dan pengembangan strategi go-to-market yang matang,” tuturnya.

Sementara, Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, “Platform ESB menghadirkan solusi berbasis cloud secara end-to-end bagi pemilik restoran agar dapat mengurangi biaya, mengelola operasional, dan meningkatkan pengiriman online. ESB siap merevolusi pasar multi-miliar dine-in dan takeaway di Indonesia,” tutur Li.

Ekspansi dan pengembangan produk

Adapun, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauannya di pasar UMKM  dan meluncurkan produk baru. Proposisi nilai yang ditawarkan mencakup: (1) fitur pembayaran dan pinjaman yang sederhana, (2) fasilitas modal kerja, (3) pengembangan fitur untuk mendorong produktivitas UKM, (4) solusi manajemen pemesanan dan pengiriman, (5) kemampuan fitur akuntansi, dan (6) kemampuan sistem informasi SDM.

Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen mengatakan, pandemi telah mengakselerasi adopsi digital pada ekosistem yang terlibat di value chain F&B, mulai dari pelanggan hingga pemasok bahan. Dengan akselerasi ini, pemilik F&B terdorong untuk menjalankan operasional yang lebih ringkas dan mengeksplorasi kanal penjualan baru. Solusi ini juga diharapkan mendorong pertumbuhan bisnis di tengah pemulihan ekonomi.

Selain itu, kenaikan biaya akibat inflasi harga komoditas di awal 2022 memaksa pelaku usaha F&B untuk lebih mengoptimalkan struktur biayanya. Hal ini mendorong mereka untuk mengadopsi tools yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan produktivitas melalui layanan mandiri konsumen, otomatisasi alur kerja internal, dan pengurangan limbah makanan. ESB siap untuk memanfaatkan tren ini.

“Kami memandang mitra F&B kami setara, baik pelaku UMKM hingga bisnis skala besar. Kami berkomitmen untuk membantu pedagang kami menghasilkan penjualan lebih banyak dan meningkatkan efisiensi mereka. Dengan mencapai itu, kami dapat memastikan keberlanjutan, bankability, dan pertumbuhan mereka. Ketika mitra kami tumbuh, ESB ikut tumbuh,” ujar Gunawan.

Beberapa platform digital di Indonesia yang memiliki komitmen untuk mendukung pelaku F&B terutama skala UKM ada DigiResto yang dikembangkan MCAS. DigiResto sempat mendapat investasi dari SiCepat. Ada pula Runchise yang punya model pengelolaan bisnis waralaba (franchise) dan kuliner.