Startup Aquatech DELOS Peroleh Pendanaan Tahap Awal Dipimpin Arise

Startup aquatech DELOS mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dipimpin oleh Arise, fund khusus besutan MDI Ventures dan Finch Capital. MDI Ventures sendiri turut berpartisipasi dalam putaran tersebut, beserta investor lainnya, seperti Hendra Kwik (Number Capital), Irvan Kolonas (JAPFA Eksekutif), dan iSeed Asia.

Perusahaan berencana untuk memanfaatkan dana segar untuk memperkuat dan meningkatkan perangkat lunak produksi udang DELOS secara akurat untuk memperkirakan dan merekomendasikan tindakan agar profitabilitas dan produktivitas tambak meningkat. Selain itu, dana juga akan digunakan untuk mengembangkan integrasi value chain dan on-board lebih banyak mitra pertanian DELOS.

DELOS dirintis pada tahun ini oleh Guntur Mallarangeng, Bobby Indra Gunawan, dan Alexander Farthing. Perpaduan para founder ini menghadirkan tim multidisiplin yang mencakup akuakultur, biologi kelautan, teknologi, dan bisnis. Startup ini bermitra erat dengan Dewi Laut Aquaqulture, perusahaan akuakultur lokal terkemuka, dan Alun selaku perusahaan fintech akuakultur terkemuka, untuk mempercepat pengembangan teknologi in-house.

DELOS berambisi ingin mendorong pertumbuhan dan modernisasi industri akuakultur Indonesia. Saat ini masih terjadi masalah klasik dalam rantai pasok di sektor tersebut karena minimnya adopsi teknologi. Padahal permintaan global untuk protein berbasis makanan laut meningkat, sementara stok penangkapan ikan liar berkurang di bawah tekanan besar. Akuakultur memasok lebih dari 60% dari semua makanan laut yang dikonsumsi.

Dengan garis pantai sepanjang 54.000 km, sumber daya manusia pesisir yang melimpah, dan iklim tropis, Indonesia tampaknya akan menjadi pemimpin global yang jelas untuk akuakultur berkelanjutan, terutama dengan udang Indonesia yang bersaing dalam skala global sebagai produk akuakultur paling berharga kedua di dunia, yaitu ekspor makanan laut terbesar.

Pemerintah Indonesia mengakui sebuah revolusi baru, telah menargetkan budidaya dan produksi udang untuk tumbuh 250% selama 3 tahun ke depan. Namun, adopsi teknologi yang rendah, praktik pengelolaan yang tidak sesuai standar, dan akses yang buruk ke pembiayaan telah membatasi pertumbuhan akuakultur Indonesia –terutama menghambat produktivitas akuakultur.

Faktor-faktor tersebut telah menciptakan hambatan di tengah-tengah rantai nilai, dan membatasi output prosesor hilir hingga rata-rata 40%-60% kapasitas. Kurang dari 5% pertanian 4 kali lebih produktif daripada pertanian tetangganya (40 ton vs 10 ton/Ha).

Kesenjangan produktivitas inilah yang membuat industri senilai $2 miliar tidak dapat memenuhi potensi terpendamnya dan menjadi industri senilai $4 miliar, menurut Kementerian Perikanan Indonesia.

Tim lintas disiplin DELOS dan teknologi mutakhir akan sangat penting untuk mendukung agenda nasional untuk mendorong pertumbuhan ini dengan tetap menjaga keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Guntur beserta tim berusaha untuk meningkatkan pengalaman, jaringan, dan IP-nya, sistem manajemen tambak full-stack yang diteliti dan dikembangkan secara internal untuk meningkatkan kapasitas produktif dan output tambak udang Indonesia yang ada sebesar 50%-150% –menciptakan nilai bagi petani, meningkatkan volume ekspor nasional, dan meningkatkan reputasi Indonesia sebagai negara akuakultur terkemuka dunia.

Dalam keterangan resmi, Partner Arise Aldi Adrian Hartanto menjelaskan, tantangan klasik dalam value chain berlapis, produktivitas yang rendah, dan kurangnya pembiayaan menghambat industri udang nusantara yang belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal menyumbang 77% dari keseluruhan nilai hasil perikanan.

“Solusi berbasis teknologi DELOS telah berhasil membenamkan teknologi dan operasi ke dalam budaya dan infrastruktur petani lokal sambil menjembatani mereka dengan pemangku kepentingan yang ada. Ini mengarah ke FCR (Feed Conversion Ratio), SR (Survival Rate), dan Harvest yang lebih tinggi, menjadikannya roda gila yang mematikan,” tutupnya, Kamis (28/10).

Startup akuakultur di Indonesia

Ukuran pasar akuakultur global diperkirakan akan memperoleh pertumbuhan pasar pada periode perkiraan 2020 hingga 2025, dengan CAGR 3,5%% pada periode perkiraan 2020 hingga 2025 dan diperkirakan akan mencapai $239,8 triliun pada 2025, dari $209,4 triliun pada tahun 2019.

Setiap tahun, akuakultur meningkatkan kontribusinya terhadap produksi makanan laut global. Sektor ini menghasilkan 110,2 juta ton pada tahun 2016, senilai $243,5 miliar dan merupakan 53 persen dari pasokan makanan laut dunia. Menurut data FAO, 90 persen volume produksi diproduksi di Asia.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa startup yang mulai menyasar segmen sejenis. Sebut saja Aruna, startup teknologi yang menyediakan platform untuk mempermudah para nelayan dalam menjual produknya langsung ke pasar global dan domestik. Perusahaan ini juga telah berhasil meraih pendanaan di tahun 2020 dari East Ventures, AC Ventures, dan SMDV.

Satu lagi startup yang bergerak di sektor yang lebih spesifik yaitu Jala. Startup ini menghadirkan solusi teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas petani udang di Indonesia. Di tahun 2019, timnya berhasil mengamankan pendanaan putaran awal dari 500 Startups sebesar 8 miliar Rupiah.

Aplikasi eFisheryKu Ingin Digitalkan Proses Bisnis Pembudidaya secara Menyeluruh

Startup aquatech eFishery kembali meluncurkan solusi budidaya berbasis digital eFisheryKu. Melalui platform ini, para mitra dapat melakukan aktivitas budidaya dan memperoleh akses ke pasar. Saat ini, aplikasi baru tersebut sudah tersedia untuk perangkat Android.

Dihubungi DailySocial.id, Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan pandemi Covid-19 telah berdampak pada terbatasnya mobilitas masyarakat sehingga mempersulit para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia untuk berkegiatan budidaya. Ini termasuk pula kegiatan bertransaksi hingga menemukan pasar yang tepat untuk menjual hasil panen mereka.

Menurutnya, eFisheryKu baru diluncurkan sekarang karena pihaknya ingin membangun ekosistem dan komunitas pembudidaya sejak awal. “Pembudidaya juga kan perlu diedukasi dulu, jadi sekarang sudah cukup kuat [ekosistem dan komunitasnya],” ungkap Gibran.

eFisheryKu merupakan aplikasi koperasi digital yang mendukung aktivitas mitra pembudidaya di eFishery, mulai dari pembelian pakan, penjualan ikan, promosi, informasi seputar harga pasar, hingga pengajuan pinjaman. Hingga saat ini, layanan tersebut sudah diunduh sebanyak lebih dari 1.000 kali oleh pengguna.

Ada beberapa fitur unggulan yang ditawarkan perusahaan. Pertama, fasilitas permodalan lewat layanan paylater Kabayan (Kasih, Bayar Nanti), pembudidaya bisa memanfaatkan fasilitas sarana produksi perikanan yang dapat dibayar dengan sistem tenor 1-6 bulan. Pengajuan dapat dilakukan langsung via eFisheryKu tanpa perlu datang ke eFishery Point.

“Sejumlah mitra penyalur yang sudah bermitra untuk layanan Kabayan antara lain Alami, Investree, Kawan Cicil, Crowdo, Kredivo, dan BRI Agro. Maksimal limit yang sekarang disetujui dari user kami ada yang mencapai Rp1,7 miliar, tapi tergantung skala bisnisnya,” paparnya.

Dalam keterangan tertulisnya, saat ini eFishery mencatat ada 13.000 pembudidaya yang telah bergabung di eFishery. Dari total tersebut, sekitar sepertiganya mendapat akses permodalan dengan total pembiayaan yang disetujui hampir Rp200 miliar.

Kedua, fasilitas pembelian online, memungkinkan pembudidaya dapat memilih beragam opsi pakan dengan harga produk yang diklaim bersaing. “Konsepnya semacam itu [marketplace]. Rencananya, pengguna mulai bisa bertransaksi langsung di aplikasi pada bulan depan. Kalau saat ini, mereka masih dihubungkan ke tim eFisheryPoint apabila ingin bertransaksi,” ungkap Gibran.

Yang akan datang, perusahaan akan meluncurkan dua fitur baru, yakni Lelang Ikan dan Pencatatan Budidaya. Gibran menjelaskan, fitur Lelang Ikan akan menghubungkan pembudidaya dengan first-mile buyer. Sementara, Pencatatan Budidaya berfungsi sebagai fitur pencatatan data pakan dan pengelolaan keuangan. Menurutnya, model fitur ini mirip seperti BukuWarung atau BukuKas.

eFisheryKu juga telah berkolaborasi dengan banyak platform digital lainnya untuk memperkuat ekosistem layanan, seperti Kargo untuk sistem logistik, Sayurbox, GoFresh, dan Aruna untuk supply ikan konsumen, merchant, dan eksportir. Pihaknya memastikan akan memperbanyak kolaborasi eFisheryKu dengan pemain digital lainnya.

Aquatech di masa pandemi

Platform eFisheryKu dapat dikatakan melengkapi ekosistem layanan yang sudah ada. eFishery berupaya menyediakan layanan dari hulu ke hilir dengan solusi berbasis teknologi, akses permodalan, dan akses ke pasar pembudidaya. Startup yang berdiri di 2013 sudah meluncurkan berbagai produk, yaitu eFishery Feeder, eFishery Fund, hingga layanan Kabayan.

Secara umum, kegiatan jual-beli pakan melalui platform digital bukanlah sesuatu yang baru. Terlepas dari masih rendahnya adopsi internet di kalangan pembudidaya, sejumlah startup terkait berupaya mengembangkan inovasi untuk membantu mempertemukan pembudidaya dengan akses yang pasar lebih luas.

Laporan DSInnovate dan Crowde bertajuk “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia” mengungkap bahwa pengguna internet di sektor ini tercatat baru 4,5 juta di 2020. Menurut laporan ini, ada tiga tantangan besar yang dihadapi petani di masa pandemi, antara lain produktivitas kerja, productivity shock, dan trade shock.

Sementara, data yang dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan, pandemi berdampak signifikan terhadap perekonomian sektor budidaya ikan akibat penutupan offline market (pasar ikan konvensional, hotel, restoran) yang menyebabkan rantai pasok terganggu.

Kendati demikian, KKP mencatat kondisi sektor budidaya ikan di kuartal ketiga 2020 mulai membaik dengan kenaikan nilai tukar pembudidaya (NTPi) sekitar menjadi 0,58 poin pada Desember dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mendorong sektor ini, salah satunya adalah melalui adopsi inovasi teknologi yang adaptif dan efisien.

Application Information Will Show Up Here

Mengharapkan “Unicorn” dari Startup Budidaya Indonesia

Sempat dipandang sebelah mata, sektor pertanian dalam ekosistem startup digital kini mulai tunjukkan potensi luar biasa. Bahkan saat pandemi, beberapa layanan terkait bisnis budidaya mendapati traksi yang luar biasa.

Menurut laporan bertajuk “Driving the Growth of Agritech Ecosystem in Indonesia” yang disusun DSInnovate bersama Crowde, diungkapkan sejumlah potensi dan tantangan dalam industri pertanian di Indonesia. Pertama dari sisi hulu, yakni sistem produksi oleh petani, per tahun 2018 tercatat ada sekitar 33,4 juta petani di seluruh Indonesia. Kedua, dari total tersebut 4,5 juta di antaranya telah memiliki akses ke internet.

Temuan ini menjadi menarik, artinya dengan pengembangan infrastruktur pita lebar yang terus dikebut oleh pemerintah dan aksesibilitas ke perangkat akses internet yang semakin terjangkau, dapat menjadi medium yang baik bagi sektor produksi ke sisi hulu untuk terhubung ke pasar. Startup agritech pun dapat berperan penting dalam memberikan edukasi  — beberapa telah melakukan, dengan implikasi dibukanya kanal distribusi produk pertanian yang lebih efisien.

Masih dari laporan yang sama, terungkap beberapa permasalahan mendasar yang dialami oleh industri pertanian tanah air. Meliputi peningkatan produktivitas, akses ke permodalan, regenerasi, dan akses pasar. Soal produktivitas termasuk distribusi pupuk dan langkah preventif yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan potensi lahan didasarkan kondisi cuaca.

Berjalan di arah yang sama

Dimulai dari akar permasalahan tersebut, founder mencoba menghadirkan solusi yang efisien untuk memberikan efisiensi pada proses bisnis pertanian. Dari model bisnis yang sudah ada sejauh ini, kami mencoba memetakan ke dalam peta solusi di bawah ini.

Gambaran proses bisnis hulu ke hilir startup budidaya di Indonesia / DailySocial

Ada alasan yang cukup masuk akan kenapa pada akhirnya para startup memilih untuk melakukan pendekatan dari ujung ke ujung. Yakni menghadirkan efisiensi dari proses keseluruhan – termasuk di sisi variabel biaya, waktu, hingga kualitas produk. Langkah pertama yang harus dilakukan tentu pemilik platform perlu melakukan edukasi dan meyakinkan mereka bahwa dengan demokratisasi teknologi banyak potensi yang bisa didapat. Caranya beraneka ragam, dan yang akan diterima dengan baik adalah pendekatan solutif.

Dalam kesempatan wawancara dengan Co-Founder Tanihub Ivan Arie Sustiawan satu tahun setelah bisnisnya meluncur, ia menjelaskan perannya sebagai perantara jual-beli. Setiap transaksi pembelian akan dibayarkan terlebih dulu oleh Tanihub ke penjual berdasarkan tagihan atas penyerahan produk pangan ke pembeli, dan pembeli akan membayar tagihan ke TaniHub sesuai syarat dan ketentuan pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Kebanyakan klien yang membeli lewat marketplace Tanihub adalah pemilik usaha yang biasanya membeli bahan pokok dengan jumlah besar. Proses pengadaan kadang membutuhkan waktu panjang untuk pencairan dana kepada petani. Di titik ini para petani bimbang, jika menjual cepat ke tengkulak mereka mendapati harga yang lebih murah; sementara menjual ke bisnis aksesnya sulit dan butuh waktu yang lama. Di situlah Tanihub masuk.

Seiring dengan penerimaan proses bisnis, eskalasi produk pun dilakukan. Dengan kepastian produknya diserap oleh platform, startup menawarkan pendanaan (modal) untuk membantu perluasan produksi, bahkan hingga pengemasan dan logistik (warehouse) untuk menangani proses distribusi.

Sektor perikanan relatif sama

Menyasar segmen pembudidaya yang sudah akrab dengan ponsel pintar dan internet, eFishery menghadirkan solusi pakan ternak otomatis berbasis IoT dengan jaminan lebih terukur dan hemat – berdampak pada nilai ekonomi. Proses edukasi dilakukan dengan cara bersama-sama mendampingi petani ikan untuk meningkatkan produksi mereka.

Penerimaan tersebut disambut baik oleh mereka dengan menambahkan layanan yang lebih menyeluruh, mulai layanan permodalan untuk pengadaan alat (eFisheryFund) hingga kanal distribusi produk (eFisheryFresh) menggandeng berbagai aplikasi online grocery.

Salah satu eFisheryPoint di kawasan pesisir Pantai Jatimalang, Purworejo / DailySocial

Langkah awalnya selalu dimulai dengan proses manual. Untuk memperkuat edukasi, kedua startup tersebut bahkan mendirikan unit di banyak titik untuk menangani proses transaksi dan produksi – seperti diketahui bahwa kalangan petani/pembudidaya termasuk penyumbang statistik unbankable, transaksi langsung menjadi prioritas.

Dukungan investor

Tahun 2021 seperti menjadi berkah tersendiri bagi startup yang bersinggungan dengan para petani/pembudidaya ikan. Pendanaan tahap lanjut diberikan untuk membantu ekspansi bisnis dan produk – beberapa juga untuk memvalidasi dan penetrasi layanan. Bahkan hingga tahun ini sudah ada beberapa startup yang mencapai valuasi ratusan juta dolar dari segmen ini.

Alih-alih terhambat, pandemi justru menjadi ajang pembuktian bagi para startup budidaya. Transaksi moncer tentu menjadi salah satu pertimbangan mengapa investor mau mempercayakan dananya kepada para founder tersebut.

Statistik DailySocial mencatat, sepanjang 3 tahun terakhir pendanaan ke startup budidaya sangat minim secara kuantitas.

Perusahaan Pendanaan Terakhir Tahun Est. Valuasi*
Tanihub Seri B 2021 $218 juta
Aruna Seri A 2021 $103 juta
eFishery Seri B 2021 $88 juta
Sayurbox Seri B 2021 $45 juta
Chilibeli Seri A 2020 $31 juta
Eden Farm Pra-Seri A 2021 tidak diketahui
Segari Pendanaan Awal 2021 tidak diketahui
Dropezy Pendanaan Awal 2021 tidak diketahui
Kedai Sayur Pendanaan Awal 2019 tidak diketahui
Etanee tidak diketahui tidak diketahui tidak diketahui

*berdasarkan data yang diinput ke regulator

Jajaran investor yang mendukung pendanaan pun juga cukup meyakinkan, karena melibatkan pemodal ventura lokal dan global dalam porsi signifikan dalam putaran-putaran pendanaan tertentu.

Investor lokal:

  • MDI Ventures
  • Intudo Ventures
  • AC Ventures
  • East Ventures
  • Northstar
  • BRI Ventures, dan lain-lain.

Investor global:

  • Openspace Ventures
  • Vertex Ventures
  • Prosus Ventures
  • 500 Startups
  • Wavemaker Partners
  • Sequoia Capital, dan lain-lain.

Mungkin sektor budidaya saat ini belum menghasilkan GMV yang signifikan dari transaksi yang ditorehkan. Namun lambat laun, dengan penetrasi layanan yang menyeluruh dan pasar yang semakin teredukasi, tidak mustahil bahwa aplikasi pertanian (khususnya B2C) akan menjadi the new e-commerce untuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok. Sebuah hipotesis yang diyakini para investor terhadap vertikal ini.

Head of Southeast Asia Investments Prosus Ventures Sachin Bhanot, saat berinvestasi ke Aruna, mengungkapkan, “Setelah membangun rantai pasokan dan infrastruktur teknologi yang kuat dengan pengetahuan dan keahlian industri yang mendalam, kami percaya Aruna memiliki posisi unik dalam melayani permintaan global yang terus meningkat terhadap produk perikanan berkelanjutan, seraya mendukung mata pencaharian nelayan lokal.”

Dengan kepercayaan investor dan pasar yang semakin baik, bukan tidak mungkin jika beberapa tahun mendatang kita akan menyambut unicorn baru di vertikal agritech dan aquatech.


Gambar Header: Depositphotos.com

Aruna Umumkan Pendanaan Seri A 507 Miliar Rupiah

Startup aquatech Aruna mengumumkan telah mengumpulkan pendanaan seri A senilai $35 juta atau setara 507 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Prosus Ventures dan East Ventures dengan partisipasi SIG serta investor sebelumnya seperti AC Ventures, MDI Ventures, Vertex Ventures, dan beberapa investor lainnya.

Pendanaan ini diklaim menjadi seri A terbesar di Indonesia saat ini, khususnya di sektor pertanian dan perikanan.

Sebelumnya tahun 2020 lalu Aruna membukukan tambahan untuk pendanaan awal senilai $5,5 juta dari East Ventures, AC Ventures, dan SMDV.

Selanjutnya dana segar akan difokuskan Aruna untuk meningkatkan ekspansinya di lingkup nasional dan memperkuat infrastruktur rantai pasoknya. Selain itu mereka ingin membuka pasar baru dengan menambah varian komoditas, serta meningkatkan kapabilitas teknologi dan data analisisnya.

“Pendanaan ini akan membantu kami dalam meningkatkan jaringan nelayan dan penambak kami di seluruh Indonesia dalam memenuhi tingginya permintaan global. Aruna bercita-cita untuk menjadi solusi yang nyata dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir,” ujar Co-Founder & CEO Aruna Farid Naufal Aslam.

Bersamaan dengan ini, perusahaan juga menunjuk Budiman Goh sebagai President; dan salah satu co-founder mereka Utari Octavianty sebagai Chief Sustainability Officer.

“Aruna akan terus mengombinasikan kapabilitas teknologinya dengan local insights dan juga studi kasus dari pasar global, sembari menjaga ekosistem, memberdayakan masyarakat pesisir dan memenuhi permintaan dari pasar global,” imbuh Utari.

Seperti diketahui, Aruna didirikan sejak tahun 2016. Selain Farid dan Utari, ada juga Indraka Fadhlillah sebagai co-founder. Lewat teknologi mereka ingin mentransformasi rantai pasok perikanan untuk memenuhi pasar global. Diharapkan digitalisasi dapat memperpendek proses dan membuat prosesnya lebih ringkas plus terintegrasi.

Potensi sektor perikanan

Indonesia saat ini menjadi produsen ikan kedua terbesar di dunia dengan ukuran pasar mencapai $30 miliar. Industri ini juga menyerap tenaga kerja yang cukup signifikan, terdaftar lebih dari 3 juta nelayan.

Berdasarkan data BPS, produksi perikanan di Indonesia memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2014 peningkatannya bahkan di atas 20%. Luas kawasan konservasi pun terus meningkat, data terakhir per tahun 2017 ada sekitar 19,14 juta hektar.

Tidak hanya dikonsumsi di dalam negeri, produk ikan juga menjadi salah satu komoditas ekspor yang menjanjikan. Sejak tahun 2012, pasar Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok menjadi tujuan ekspor yang terus digenjot.

Statistik industri perikanan nasional / Kementerian Kelautan dan Perikanan

Hadirnya Aruna dan startup perikanan lainnya memang menjadi angin segar bagi industri ini. Selain dalam hal produksi dan distribusi, idealnya efisiensi proses bisnis juga bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di bidang perikanan. Sejauh ini ada beberapa startup perikanan yang terus meningkatkan inovasinya, termasuk eFishery, Jala, hingga Danalaut dengan pendekatan bisnis dan produk yang berbeda-beda.

Aldi Haryopratomo is Appointed as eFishery Commissioner

The Aquaculture startup eFishery appointed Aldi Haryopratomo as a commissioner. Aldi’s figure as the former CEO of GoPay is considered relevant for a company that is currently entering a hypergrowth period, in order to reach millions of fish cultivators in Asia.

Aldi will step down as CEO effective January 2021, after serving for three years. Now Andre Soelistyo, Hans Patuwo, and Ryu Suliawan are jointly developing the payment sector at Gojek Group.

In an official statement, eFishery Founder & CEO Gibran Huzaifah said the company needed an experienced person in the startup field in developing the eFishery business. He expects Aldi can provide direction so that eFishery can grow and reach 1 million fish farmers over the next three years, increasing positive socio-economic impacts in the aquaculture ecosystem.

“Aldi shares the same vision with us. In addition, he has superior experience and expertise in developing products and building organizations that target MSMEs, rural communities, and the informal sector to have an impact on a massive scale, such as when GoPay and Mapan reached millions of users,” Gibran said, Thursday (21/1).

eFishery itself received series B funding from Go-Ventures and Northstar Group in August 2020, targeting to provide comprehensive and integrated services, from cultivation operations, financing, to distribution.

Personally, Aldi and Gibran met for the first time in 2015, when Gibran was chosen to be Endeavor Entrepreneur and Aldi became a mentor. Finally, the two of them meet regularly to discuss eFishery direction.

There is a common vision & mission between the two, both promote the community in the village. At that time, Aldi was building Mapan (formerly known as RUMA), an online social gathering application that focuses on rural communities, right before Mapan was fully acquired by Gojek in 2017.

Aldi also said that Indonesia needs more entrepreneurs like Gibran and startups like eFishery to reach MSMEs which still find it difficult to benefit from technology. “I am grateful to be a small part of eFishery until now. Hopefully, eFishery can continue to recruit the nation’s best young generation and help millions of fish cultivators.”

Last year, eFishery reached a 4 times increase in revenue compared to the previous year. The company’s innovations have been acknowledged to have helped farmers increase their production capacity by 26% which resulted in an increase in farmers’ income by up to 45%.

This year, the company targets to launch an integrated Smart Farming Solution service specifically designed to increase the efficiency and productivity of shrimp farming. The company wants to participate in realizing the government’s target to increase shrimp exports by 250% in 2024.

Application Information Will Show Up Here

Aldi Haryopratomo Ditunjuk sebagai Komisaris eFishery

Startup akuakultur eFishery mengangkat Aldi Haryopratomo sebagai komisaris. Sosok Aldi selaku eks CEO GoPay dianggap relevan buat perusahaan yang saat ini memasuki periode hypergrowth, dalam rangka merangkul jutaan pembudidaya ikan di Asia.

Aldi mundur sebagai CEO efektif per Januari 2021, setelah menjabat selama tiga tahun. Kini Andre Soelistyo, Hans Patuwo, dan Ryu Suliawan bersama-sama mengembangkan lini pembayaran di Gojek Group.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan, perusahaannya membutuhkan sosok berpengalaman di bidang startup dalam pengembangan usaha eFishery. Ia berharap Aldi dapat memberikan arahan agar eFishery dapat tumbuh dan menjangkau 1 juta pembudidaya ikan selama tiga tahun ke depan, meningkatkan dampak sosial ekonomi yang positif dalam ekosistem akuakultur.

“Aldi berbagi visi yang sama dengan kami. Selain itu, ia memiliki pengalaman dan keahlian unggul dalam mengembangkan produk dan membangun organisasi yang menyasar UMKM, masyarakat rural, dan sektor informal untuk bisa memberikan dampak di skala yang masif, seperti saat GoPay dan Mapan yang sudah mencapai jutaan pengguna,” kata Gibran, Kamis (21/1).

eFishery sendiri memperoleh pendanaan seri B dari Go-Ventures dan Northstar Group pada Agustus 2020, menargetkan untuk menyediakan layanan menyeluruh dan terintegrasi, mulai dari operasional budidaya, pembiayaan, hingga distribusi.

Secara personal, Aldi dan Gibran bertemu pertama kali di 2015, ketika Gibran terpilih menjadi Endeavor Entrepreneur dan Aldi menjadi mentor. Akhirnya, mereka berdua bertemu secara rutin untuk berdiskusi terkait arahan buat eFishery.

Ada kesamaan visi misi antara keduanya, yakni sama-sama memajukan masyarakat di desa. Kebetulan saat itu, Aldi sedang membangun Mapan (dulu bernama RUMA), aplikasi arisan online yang fokus ke masyarakat desa, tepat sebelum Mapan diakuisisi penuh oleh Gojek pada 2017.

Aldi turut menambahkan, Indonesia membutuhkan lebih banyak entrepreneur seperti Gibran dan startup seperti eFishery yang ingin menjangkau UMKM yang sulit memperoleh manfaat dari teknologi. “Saya bersyukur bisa menjadi bagian kecil dari eFishery hingga kini. Semoga eFishery bisa terus merekrut pemuda pemudi terbaik bangsa dan membantu jutaan pembudidaya ikan.”

Tahun lalu eFishery mencatatkan peningkatan pendapatan hingga empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Inovasi perusahaan yang sudah dirilis, tercatat telah membantu pembudidaya dalam meningkatkan kapasitas produksi sebesar 26% yang berdampak pada peningkatan pendapatan para pembudidaya hingga 45%.

Pada tahun ini perusahaan menargetkan dapat meluncurkan layanan terpadu Smart Farming Solution yang didesain khusus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas budidaya komoditas udang. Perusahaan ingin turut serta dalam merealisasikan target pemerintah untuk meningkatkan ekspor udang hingga 250% di 2024 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Jalin Kerja Sama dengan Investree, Perkuat Layanan Permodalan eFisheryFund

Investree dan eFishery hari ini (21/10) mengumumkan peresmian kerja sama strategis terkait penyaluran pinjaman modal ke mitra petani/pembudidaya. Dana yang disiapkan mencapai Rp30 miliar, akan didistribusikan lewat platform pendanaan eFisheryFund.

eFisheryFund merupakan fasilitas pembiayaan untuk para pembudidaya; dana didapat dari kemitraan dengan fintech atau perusahaan finansial lainnya. Di dalamnya terdapat fitur “Kabayan” (Kasih Bayar Nanti) berupa program cicilan yang dapat dimanfaatkan oleh para pembudidaya untuk memperoleh produk teknologi eFishery.

Dana dari Investree juga akan disalurkan kepada mitra eFishery lainnya, termasuk konsumen B2B. Konsumen B2B yang dimaksud antara lain agen maupun distributor ikan, stockiest, dan horeka (hotel, restoran, dan kafe).

Di hulu, para pembudidaya mendapatkan modal dalam bentuk pakan ikan dan alat eFisheryFeeder, sedangkan di hilir para agen ikan mendapatkan modal dalam bentuk ikan atau udang yang merupakan hasil panen dari para pembudidaya.

“Ini merupakan sesuatu yang baru bagi kami. Mengingat portofolio pinjaman terbesar Investree selama ini adalah industri kreatif, dengan bermitra dengan eFishery, kami berharap dapat memberdayakan lebih banyak UKM yang bergerak di bidang perikanan atau akuakultur,” ujar Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi.

Manfaatkan data sensor IoT

Skema konvensional dan syariah turut digulirkan menjadi opsi pinjaman. Sementara untuk menjaga kualitas pembiayaan, Investree dan eFishery menerapkan uji kelayakan dan sistem credit-scoring yang ketat dengan melihat data dari IoT eFishery serta melakukan pengecekan silang terhadap data sesungguhnya di lapangan.

Untuk mekanismenya, pembudidaya bisa mengajukan pinjaman melalui aplikasi eFishery di menu eFisheryFund. Tim eFishery akan menilai dan menentukan apakah mereka memenuhi syarat dan kriteria untuk memperoleh pembiayaan. Hasil penilaian ini kemudian diajukan kepada Investree untuk dilakukan kembali verifikasi.

“Kerja sama dengan Investree ini diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai yang dibawa oleh eFishery. Lebih dari itu, melalui inovasi yang kami kembangkan yaitu membuat teknologi inklusif dan menghadirkan ikan dari pembudidaya agar mudah dijangkau oleh seluruh kalangan di berbagai daerah, kami berharap dapat turut serta mengentaskan kelaparan di Indonesia,” ujar CEO & Co-Founder eFishery Gibran Huzaifah.

Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 500 pembudidaya yang menikmati program eFisheryFund. Melalui kolaborasi ini, Gibran menargetkan bisa hingga 1000 mitra sampai dengan akhir tahun 2020.

Selain Investree, program pembiayaan yang dikelola eFishery tersebut juga sudah bermitra dengan beberapa fintech lending, di antaranya ALAMI, Batumbu, BRIS, iGrow, dan Likui.id. Inovasi ini sudah dimulai sejak awal tahun lalu bebarengan dengan pengenalan layanan online grocery eFisheryFresh. Inisiatif dilakukan pasca perusahaan membukukan pertumbuhan bisnis hingga 300% di tahun 2019, didukung ekspansi ke 120 kota di Indonesia.

Pembiayaan lewat kerja sama

Berbagai skema penyaluran dana terus dieksplorasi oleh pemain fintech. Tidak hanya dengan eFishery, Investree sebelumnya juga telah umumkan kerja samanya dengan beberapa pihak untuk menjangkau kalangan spesifik. Misalnya dengan Pengadaan.com untuk menjangkau 15 ribu vendor UKM di platformnya; ada juga dengan Bukalapak meluncurkan layanan BukaModal; selain itu juga dengan Midtrans dan Mbiz.

Fintech lain pun juga berupaya perluas skema pinjamannya. Ambil contoh yang dilakukan AwanTunai dengan menggandeng SayurBox untuk memberikan pembiayaan untuk petani yang mendistribusikan hasil panennya di Sayurbox. Lalu ada juga KoinWorks dengan produk KoinGaji mendistribusikan pinjaman untuk pencairan gaji pegawai lebih awal bekerja sama dengan Gadjian, GreatDay, dan Talenta.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Kiat eFishery Menempatkan Nilai dan Tujuan sebagai Pedoman Kolaborasi

Kata-kata seperti “kolaborasi” dan “kemitraan” sering terlontar dari forum-forum bisnis teknologi atau dari para punggawa startup. Namun apa sebenarnya yang menjadi tujuan kolaborasi atau kemitraan dalam bisnis startup? Kami membahas topik ini dalam edisi #SelasaStartup teranyar bersama Founder & CEO eFishery, Gibran Huzaifah.

Dalam bisnis digital, kolaborasi kerap disebut sebagai kunci dalam membuka kemandekan pertumbuhan startup. Dengan fokus dan keahlian yang berbeda-beda, maka kolaborasi menjadi faktor penting dalam membesarkan suatu startup. Tak terkecuali bagi Gibran melalui eFishery. Berikut adalah pandangan Gibran perihal kolaborasi demi menggenjot pertumbuhan perusahaan.

Nilai dan tujuan sebagai landasan

Gibran menceritakan, startup yang ia dirikan selalu melandaskan keputusan berdasarkan kebutuhan petani budidaya ikan dan udang. Dari sana mereka dapat menciptakan inovasi produk yang dapat menciptakan nilai hingga dampak baru.

Begitu pula dengan kolaborasi, prinsip tersebut menjadi pegangan eFishery. Gibran percaya setiap startup punya misi besarnya masing-masing. Namun startup juga punya batas kemampuannya. Itu sebabnya sebelum memutuskan bekerja sama dengan pihak tertentu, ia mementingkan nilai apa yang bisa dilengkapi lewat kerja sama tersebut.

“Di sisi lain ambisi kita besar juga. Itulah pentingnya kolaborasi. Kita bisa bekerja sama dengan orang-orang yang punya value berbeda sehingga nilainya lebih lengkap dan lebih besar,” ujar Gibran.

Menurutnya suatu kolaborasi selalu bermula dari masalah yang dihadapi oleh petani budidaya. Contohnya seperti yang halnya yang mereka wujudkan dalam produk pembiayaan, eFisheryFund. Beberapa petani mengalami kendala untuk mengakses permodalan. Maka eFishery menggandeng fintech untuk mengembangkan fitur pembiayaan itu.

“Kita enggak pernah start dari dengan siapa berkolaborasi. Kita selalu start dari masalahnya,” imbuh Gibran.

Membuka peluang

Fokus terhadap nilai dan tujuan itu terbukti mampu membawa eFishery sebagai salah satu startup terpandang di sektor perikanan. Mereka kini sudah melayani ribuan petani budidaya di 240 kabupaten/kota dari 24 provinsi. Belum lama eFishery juga mengantongi pendanaan seri B yang dipimpin oleh Northstar dan GoVentures.

Gibran menilai pencapaian tersebut tak lepas dari konsistensi mereka melayani kebutuhan pelanggan mereka selama bertahun-tahun.

“Dari dulu kita enggak melakukan apa yang tidak kita lakukan. Baru 1,5 tahun terakhir saja kita eksperimen membesarkan model bisnis yang lain karena kita tahu kita punya scale dan resources untuk itu. Tapi 5 tahun pertama itu kita cuma melakukan satu hal saja,” cetus Gibran.

Selain kepercayaan petani budidaya ikan dan udang, konsistensi layanan eFishery menyebabkan mereka dipandang oleh pemerintah, dari daerah hingga pusat. Sejumlah kerja sama dilakukan untuk mengembangkan potensi ekonomi perikanan.

Begitu pula dari aspek pendanaan. Gibran mengenang begitu sulitnya menggelar babak pendanaan awal. Selain jarangnya startup yang bergerak di perikanan, layanan internet of things (IoT) yang dijual eFishery juga tergolong sangat baru bagi para petani budidaya ikan dan udang.

“Untung masih ada yang mau funding,” ujar Gibran berseloroh.

Melewati krisis pandemi

Meski sudah cukup besar, eFishery masih punya begitu banyak ruang untuk tumbuh. Pasalnya total petani budidaya di Indonesia mencapai 3,5 juta. Terlebih saat ini eFishery sudah melebarkan usahanya hingga pembiayaan dan distribusi.

Perluasan bisnis eFishery tersebut nyatanya jadi alternatif penting bagi petani budidaya di masa pandemi. Gibran bercerita sewaktu kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terjadi, penyerapan ikan hasil budidaya berkurang drastis. Keadaan itu nyaris menempatkan petani tak bisa menjual ikan sama sekali.

“Nanti ketika kondisi normal lagi, kita justru bisa kesulitan suplai. Malah jangan-jangan kita bisa impor karena pembudidaya ikan mati. Makanya kita coba crafting bangun kemitraan bareng stakeholder untuk bantu mereka,” tukasnya.

Meski sempat ada rumor eFishery akan ekspansi ke luar negeri, sepertinya sejauh ini mereka masih tetap menargetkan menggali potensi perikanan domestik. Gibran menyebut mereka saat ini menargetkan bisa menjangkau satu juta petani budidaya ikan dan udang di 34 provinsi Indonesia.

Membesarkan keempat produk yang mereka miliki saat ini jadi prioritas mereka. Dengan pendanaan yang belum lama mereka terima bertekad menjadi penyedia layanan end to end bagi ekosistem perikanan budidaya.

“Jadi fokusnya ke pengembangan unit bisnisnya dan ekspansinya,” pungkas Gibran.

Application Information Will Show Up Here

Aruna Memperoleh Suntikan Dana Senilai 81 Miliar Rupiah

Aruna berhasil mengamankan pendanaan anyar senilai $5,5 juta atau sekitar 81 miliar Rupiah. Startup bidang kelautan dan perikanan ini memperoleh suntikan modal anyar dari investor-investor mereka terdahulu.

Melalui pernyataan resmi disampaikan bahwa East Ventures, AC Ventures, dan SMDV merupakan nama-nama yang terlibat dalam pendanaan Aruna ini. Dana segar tersebut ditengarai berkat pertumbuhan Aruna yang mencapai 86 kali lipat di tengah pandemi.

“Selama pandemi ini, pendapatan Aruna pada semester I/2020 tumbuh 86 kali dibanding semester I/2019. Aruna adalah salah satu perusahaan yang terdampak positif oleh krisis. Hal ini membuat kami bersemangat,” ucap Co-Founder & Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca.

Alokasi dana

Aruna sudah memiliki sejumlah rencana dalam pemanfaatan dana segar tersebut. Co-Founder & CEO Aruna Farid Naufal Aslam menjelaskan, perluasan ekspansi jadi fokus pertama perusahaan. Aruna sendiri saat ini sudah menggandeng ribuan nelayan di 31 lokasi pesisir dari Sumatera hingga Papua.

Ekspansi yang dimaksud oleh Farid adalah memperbanyak titik-titik penyerapan ikan di dalam satu provinsi. Penambahan jangkauan ke daerah-daerah baru juga dilakukan seperti ke Kalimantan Timur, Sulawesi, dan Papua.

Farid menyebut dana itu juga akan dipakai untuk menjaring talenta-talenta baru, mengembangkan produk-produk baru termasuk penggunaan Internet of Things (IoT) untuk memperkuat kualitas produk mereka. Yang tak kalah penting Aruna juga mengalokasikan dana anyar itu untuk memperkuat basis komunitas nelayan dan peningkatan produktivitas mereka terhadap kualitas dan standardisasi produk.

“Aruna berencana mendukung usaha pemerataan ekonomi dengan menjangkau lebih banyak titik pesisir di berbagai wilayah Indonesia,” tegas Farid.

Permintaan yang tinggi

Farid menyebut ada sejumlah faktor yang menyebabkan Aruna tumbuh cukup pesat meski di masa pandemi begini. Pertama adalah banyaknya nelayan yang memilih bergabung dengan Aruna. Banyaknya nelayan yang baru bergabung itu tak lepas dari faktor kedua yakni permintaan yang meningkat.

Farid mengakui produk mereka tadinya lebih banyak diserap untuk kebutuhan ekspor. Namun sejak pandemi berlangsung, logistik dan transportasi melemah sehingga memaksa Aruna menengok pasar ritel domestik. Di samping itu ia juga menyebut faktor kenaikan harga produk perikanan di awal tahun.

“Karena permintaan yang tetap besar itu kita menambah daerah aktivitas produksi,” imbuh Farid.

eFishery Announces Series B Funding Led by Go-Ventures and Northstar

Today (12/8), the aquatech startup eFishery announced a series B funding with an undisclosed amount. This round was led by Go-Ventures and Northstar Group with the participation of Aqua-spark and Wavemaker Partners. The business run by Gibran Huzaifah is to use investment funds for product development, to strengthen business positions, and expand teams.

“Through the introduction of new technology to fish and shrimp farmers in Indonesia, we have the goal of increasing crop yields, lowering operational costs, and increasing their productivity. We hope that product development from eFishery can support the aquaculture ecosystem as a whole, from the cultivation process to distribution,” Gibran Huzaifah said.

He added, “The fresh money helps us to grow the company, open up access to launch our products throughout Indonesia, and achieve our vision to become the leading aquaculture intelligence company in Indonesia. We are excited to welcome the strategic collaboration with Gojek and the Northstar Group that we believe. will be an added value on our platform.”

To date, eFishery has four main products. First is the eFisheryFeeder, which is an automatic feeding device. The second is eFisheryFeed, helping fish and shrimp farmers get feed products at competitive prices. Next, there is eFisheryFund, a loan program for cultivators. And the fourth is eFisheryFresh, an online grocery platform to help farmers sell their crops.

“We are deeply inspired by the positive impact that eFishery has on the aquaculture sector supply chain. The company’s ability to provide farmers with new smart devices integrated with cloud-based mobile analytics has transformed the very traditional way of doing business in Indonesia,” Northstar Group’s Co-founder Patrick Walujo said.

Meanwhile, Go-Ventures’ VP of Investments Aditya Kumar said, “The eFishery solution, which directly supports local farmers, also addresses broader problems, including strengthening the food supply chain, reducing global food shortages, and helping to improve the fishing industry and Indonesian economy in a sustainable manner. Overall. We look forward to seeing these benefits grow exponentially as eFishery expands domestically now and regionally in the future.”

eFishery was founded in 2013 in Bandung, becoming one of the pioneering startups that develop the internet of things-based products. Currently, their products have reached almost all regions of Indonesia. Previously they secured pre-series A funding in 2015, followed by the closing of series A in 2018. The company claims, since the last two years the business has achieved profitability, after experiencing significant growth over the past four years.

Further plans

Some specific plans for new investment funds have been announced. The company wants to build robust data and algorithm capabilities for eFisheryFeeder, as well as to make the automated feed device more compatible with a wide range of pool types and sizes. In order to support business processes, eFisheryPoint was recently launched, to make it easier for farmers to get equipment products, sell their crops, and participate in other activities. Currently, there are 30 points and will be developed to 100 locations by the end of the year.

Currently, eFishery has around 250 employees and plans to add more to achieve business growth. This year is to focus on strengthening the product & engineer team and selling & customer experience.

“Although we have started several trials in Bangladesh, Thailand, and Vietnam, our main focus for 2020 is to strengthen our position in Indonesia by enhancing our products and creating more strategic collaborations. Once we have built a strong and replicable model across Indonesia. , we are ready to explore possibilities for regional expansion, “Gibran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian