Mantan CEO CIMB Niaga Dikabarkan Akan Pimpin Bank Digital Milik EMTEK dan Grab

Bankir senior Tigor M Siahaan dikabarkan bergabung ke bank digital yang didirikan oleh konglomerasi media PT Elang Mahkota Tbk (IDX: EMTK) dan platform super app Grab.

Kabar ini diturunkan usai Tigor resmi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk (IDX: BNGA) tertanggal 21 Oktober 2021. DailySocial sudah mencoba mengonfirmasi ke Tigor, tapi belum mendapatkan jawaban.

Dalam artikelnya, Katadata menyebut bahwa Tigor akan memimpin bank digital hasil joint venture EMTEK dan Grab, yang kabarnya akan terintegrasi dengan ekosistem digital.

“Tigor akan memimpin bank digital yang terintegrasi dengan ekosistem bisnis digital yang mencakup berbagai layanan commerce, baik online maupun offline (O2O), pembayaran digital, dan layanan teknologi lainnya,” ungkap sebuah sumber seperti dilaporkan Katadata.

Tigor sebelumnya pernah memegang jabatan kunci di perusahaan terdahulu, yakni Country Head for Institutional Clients Group, Head of Corporate & Investment Banking and Country Risk Manager. Kemudian, Tigor juga menjabat sebagai Chief Country Officer of Citi Indonesia pada periode 2011-2015.

Baik EMTEK dan Grab sama-sama memiliki ekosistem kuat di bisnis media dan digital. EMTEK menaungi stasiun televisi SCTV dan Indosiar, KapanLagi Networks, dan platform streaming Vidio. Sementara Grab memiliki ekosistem layanan lengkap, seperti ride hailing, food delivery, dan kurir instan. Katadata melaporkan jumlah penggguna Grab diestimasi sebesar 22 juta pengguna.

Selain itu keduanya juga memiliki afiliasi kuat di mana Grab memiliki 2,59% sagam EMTEK yang dibeli pada Maret 2021. Saat ini, Grab dikabarkan memiliki 5,88% saham di perusahaan konglomerasi milik taipan Sariaatmadja ini.

Sinergi bank digital

Apabila kabar tersebut betul, ini akan menambah kembali deretan sinergi korporasi dan platform digital untuk merealisasikan bank digital selama dua tahun terakhir ini. Sinergi ini tak lagi terjadi di lingkup sektor perbankan saja, tetapi meluas ke sektor lainnya.

Pada sektor perbankan, publik telihat melihat berbagai sinergi yang dilakukan perbankan untuk memperkuat konsep bank digital mereka. Contohnya, Bank Artos dan Gojek (Bank Jago), Bank Yudha Bhakti dan Akulaku Group (Bank Neo Commerce), serta Bank Kesejahteraan Ekonomi dan Sea Group (Seabank).

Sementara di sektor media juga ada Bank Harda Internasional yang dicaplok oleh konglomerat Chairul Tanjung pada 2020 (Allo Bank). Lainnya, ada BCA melalui BCA Digital, BRI melalui Bank Raya, dan Bank Mandiri yang memilih untuk mengembangkan platform super app ketimbang mendirikan bank digital baru.

Kolaborasi menandakan persaingan bank digital di Indonesia akan semakin ketat sejalan dengan upaya perbankan untuk memperkuat ekosistem layanan digitalnya di masa depan.

Pentingnya Kolaborasi dan Sinergi antara Startup dan Korporasi

Tahun 2020 menjadi tahun yang menarik bagi dunia perbankan dan perusahaan teknologi di Indonesia. Besarnya transaksi keuangan digital hingga meningkatnya traksi jual-beli online, mendorong perbankan seperti CIMB Niaga dan raksasa e-commerce seperti Tokopedia menghadirkan layanan serta pilihan payment secara menyeluruh untuk mengembangkan bisnis mereka.

Untuk memaksimalkan potensi, sinergi antara perbankan dan startup menjadi esensial untuk mendorong adopsi digital dan inklusi keuangan di Indonesia.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial menghadirkan Payment & Fintech Business Head of Tokopedia Vira Widiyasari dan Branchless Banking Business Development Head of CIMB Niaga Lusiana Saleh, membahas pentingnya sinergi dan kolaborasi antara startup dan enterprise untuk pertumbuhan bisnis.

Pandemi dorong adopsi digital perbankan

Menurut Lusiana, pandemi secara langsung telah mengakselerasi transaksi melalui mobile banking saat nasabah melakukan pembayaran di layanan e-commerce, food delivery, dan lainnya. CIMB Niaga mencatat transaksi perbankan secara digital pertumbuhannya sangat luar biasa, hampir dua kali lipat jumlahnya. Selain itu sekitar 96% transaksi dilakukan melalui digital space, hanya 4% saja yang dilayani di cabang bank CIMB Niaga.

“Menurut saya digital adoption terutama setelah Covid-19 tahun 2020 semakin pesat. Jadi untuk platform fintech atau layanan e-commerce yang sebelumnya mengalami pertumbuhan tinggi, tahun 2020 pastinya menjadi lebih meningkat lagi jumlah pertumbuhannya,” kata Lusiana

Ditambahkan olehnya, saat ini yang menjadi fokus dari CIMB Niaga adalah untuk bisa masuk ke digital space dengan memberikan kemudahan kepada nasabah melakukan pembayaran di beberapa layanan e-commerce atau platform yang saat ini menjadi tren secara digital.

“Tercatat di Indonesia pertumbuhan transaksi fintech dalam beberapa tahun terakhir mencapai lebih dari 50%, terutama untuk lending dan payment. Kenapa lending penting karena Indonesia memiliki lanskap yang luas. Saya melihat pertumbuhan digital masih akan terus berkembang dan mobile banking masih mendominasi. Selain itu ke depannya akan semakin banyak tren M&A di antara startup,” kata Lusiana.

Tahun 2020 lalu menjadi wake up call bagi dunia perbankan dan tentunya semua bisnis secara keseluruhan. Untuk itu CIMB Niaga berupaya untuk terus mengadopsi semua perubahan teknologi, dengan tujuan untuk bisa memberikan layanan terbaik kepada nasabah.

Terkait dengan kemitraan, selama ini CIMB Niaga telah membuka semua peluang bagi startup hingga perusahaan teknologi ternama seperti Tokopedia untuk menjalin kolaborasi dengan mereka. Sebagai perbankan, CIMB Niaga memiliki layanan API, yang bisa dimanfaatkan bukan hanya layanan fintech, namun juga UKM dan perusahaan lainnya yang ingin memanfaatkan koneksi API CIMB Niaga.

“Semua proses tersebut terbilang mudah dan fleksibel. Namun kembali lagi sebagai perbankan kami wajib untuk mengikuti semua aturan yang ditetapkan oleh regulator. Meskipun semua proses tersebut bisa di kustomisasi, namun kita akan mengakomodir semua kebutuhan melihat aspek regulasi dan keamanan menyesuaikan OJK sebagai regulator kami,” kata Lusiana.

Tokopedia dan pentingnya memperluas kemitraan

Sementara itu sebagai perusahaan teknologi yang sudah menginjak usia 11 tahun, Tokopedia kerap melakukan transformasi dengan memberikan layanan yang dibutuhkan dan pilihan pembayaran yang beragam. Mulai dari pilihan cicilan yang dihadirkan berkat kerja sama dengan perbankan dan layanan finansial hingga fintech, e-wallet, asuransi dan lainnya, menjadi fokus Tokopedia demi mewujudkan visi mereka yaitu pemerataan ekonomi secara digital.

“Sebagai perusahaan teknologi di Indonesia, Tokopedia ingin menghadirkan berbagai inovasi keuangan digital untuk mendukung pemerataan finansial melalui teknologi,” kata Vira.

Untuk memperbesar ekosistem yang dimiliki, menjadi penting bagi Tokopedia untuk memperluas kolaborasi mereka dengan layanan finansial. Dalam hal ini mitra yang dinilai relevan untuk bergabung bersama Tokopedia, adalah mereka yang memiliki lisensi seperti reksa dana dan memiliki sertifikasi dan diawasi oleh OJK.

“Mitra perbankan juga sangat penting bagi Tokopedia untuk mendorong literasi dan inklusi finansial di Indonesia,” kata Vira.

Ditambahkan oleh Vira, kolaborasi dengan perbankan memungkinkan Tokopedia memberikan pilihan pembayaran penuh hingga cicilan untuk pembeli dan lebih dari 10 juta penjual yang terdaftar. Tokopedia berupaya untuk memiliki misi dan visi yang selaras dengan semua mitra, sesuai dengan DNA dari Tokopedia yaitu fokus kepada pelanggan.

“Kolaborasi yang dilakukan bisa memberikan solusi pain point customer yang dimiliki. Sebelumnya kami melakukan riset dengan harapan bisa membuat solusi positif  mutual dan beneficial, bukan cuma untuk mitra dan Tokopedia tapi juga untuk pelanggan juga,” kata Vira.

Sumber Gambar: Depositphotos.com

Mendorong Implementasi “Open API” Perbankan di Indonesia

Dengan semakin maraknya saluran dan aplikasi digital di sektor finansial, generasi modern sekarang sudah jarang mengunjungi cabang bank lokal untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka. Masyarakat ingin mengakses layanan perbankan bukan di mana bank berada, tetapi di mana mereka berada. Perbankan kini berinovasi dengan customer journey dan multi-channel yang semakin modern.

Kemunculan permintaan baru ini, dikombinasikan dengan kemunculan teknologi perangkat lunak yang semakin inovatif, menciptakan bentuk keuangan baru yang disematkan melalui application programming interfaces (API) yang memungkinkan layanan bank dan data konsumen terintegrasi pada aplikasi pihak ketiga.

Pengamat ekonomi INDEF Nailul Huda menyampaikan bahwa open API sebenarnya bukan barang baru dalam ekosistem keuangan global namun masih baru di ekosistem keuangan di Indonesia. Lalu, mengapa open API menjadi penting dalam evolusi sektor perbankan?

Implementasi open API perbankan

Pada tahun 2010, pembuat kebijakan Inggris dan Eropa membuat peraturan yang mewajibkan bank untuk membuka data dan layanan kepada pihak ketiga secara aman untuk mendorong inovasi yang akan mengubah dan menciptakan produk keuangan yang lebih baik bagi konsumen. Hal ini menghasilkan investasi yang lebih besar di ekosistem fintech, karena banyak pengusaha dan investor mengambil kesempatan untuk melakukan revolusi perbankan dengan dukungan infrastruktur yang ada.

Inisiatif ini juga disebut open banking atau perbankan terbuka, yang dikeluarkan di Inggris dengan peraturan Perbankan Terbuka Inggris dan di benua Eropa dengan Petunjuk Layanan Pembayaran 2 (PSD2). Beberapa pemimpin industri memahami potensi bisnis yang menarik, tetapi tidak sedikit yang memilih untuk mempertahankan status quo.

Source: BLUEPRINT SISTEM PEMBAYARAN INDONESIA 2025
Source: Blueprint sistem pembayaran Indonesia 2025

Di Indonesia sendiri, pengembangan open banking melalui API telah diimplementasi oleh beberapa bank, termasuk BCA, BRI, Permata Bank, BNI, CIMB Niaga, dan Mandiri.

Tahun 2016 menjadi momen awal perbankan membuka diri ke ekosistem dalam bentuk API. Saat itu, BCA, melalui Finhacks 2016, sebuah upaya percepatan inovasi digital Indonesia di bidang financial technology (fintech). Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan ketersediaan API ke komunitas pengembang di Indonesia.

Selanjutnya, BRIAPI memungkinkan konsumen bisnis melakukan transaksi dan mengakses informasi mengenai produk-produk BRI langsung dari aplikasi, mulai dari fitur pembayaran lewat virtual account dan Direct Debit, fitur isi ulang saldo BRIZZI, hingga fitur pengecekan lokasi Kantor Cabang dan lokasi E-Channel BRI. Di sisi internal perusahaan, open API BRI juga memudahkan proses pengecekan saldo dan mutasi rekening bisnis, hingga melakukan transfer baik menuju rekening BRI maupun bank lainnya.

Salah satu BUMN yaitu Bank Mandiri belum lama ini juga mengenalkan layanan Mandiri Application Programming Interface (API) yang menyasar pasar pelaku bisnis digital, seperti financial technology (fintech) dan e-commerce, yang sedang tumbuh di Indonesia. Mandiri API memiliki 13 fitur sandboxing serta 3 fitur by call untuk top up e-money, direct debit, dan seller financing. Platform ini dapat diakses oleh pelaku bisnis digital untuk mencari informasi produk, melakukan pengembangan dan uji coba, serta integrasi produk dan layanan perbankan Bank Mandiri langsung melalui situs ataupun aplikasi mereka.

Selain itu, open API juga bisa mempecepat proses interlink antar perbankan dan layanan jasa keuangan lainnya seperti fintech pembayaran, fintech p2p lending, ataupun jenis fintech lainnya.

Sejumlah bank juga secara progresif menjalin kolaborasi dengan fintech. Sejak tahun 2018, BRI sudah memulai kerjasama dengan menyalurkan pendanaan melalui platform fintech Investree dan Modal Rakyat. Startup fintech Modalku juga telah bekerja sama dengan Bank Sinarmas sebagai bank kustodian yang akan berwenang untuk menampung dana pemberi pinjaman untuk bisa meningkatkan keamanan dan transparansi dana.

Pada dasarnya, implementasi open API di Indonesia bertujuan sama. Menyongsong era ekonomi digital dan inklusi finansial. Diharapkan dengan tersedianya berbagai fitur ini akan mendorong terjadinya perubahan besar di ekosistem perbankan nasional.

Pandemi picu akselerasi digital dan keterbukaan

Menurut survei yang diadakan Comscore bertajuk “COVID-19 and its impact on Digital Media Consumption in Indonesia”, tertera data-data tentang jumlah pengguna internet yang semakin meningkat di masa pandemi. Masyarakat mulai mengurangi interaksi dan transaksi langsung, serta lebih memilih untuk mencukupi segala kebutuhan secara daring.

Semakin berkembangnya sektor e-commerce yang menjadi lokomotif industri digital di Indonesia telah memicu perbankan untuk mendorong adopsi Open API yang lebih masif.

Dengan adanya API, nantinya konsumen yang melakukan pembelian produk di market place dapat memilih opsi kanal pembayaran dari transfer virtual account. Market place yang bekerja sama dengan payment gateway menyediakan opsi pembayaran, yang nantinya akan terjadi pertukaran data dari kedua belah pihak dan terhubung ke bank sebagai penyedia uang elektronik.

Dengan masa depan indah yang diproyeksikan melalui implementasi open API, kenyataannya masih banyak perbankan yang belum berbenah menghadapi era digitalisasi dan adanya disrupsi yang ditimbulkan oleh pelaku layanan jasa keuangan innovative seperti fintech. Akibatnya proses perkembangan open API masih terhambat.

Tantangan yang dihadapi

Dalam pengembangannya, teknologi open banking di Indonesia kerap mendapat pandangan pesimis dari beberapa pihak. Pasalnya teknologi ini memungkinkan terjadinya tindakan moral hazard yang bisa mengancam aspek perlindungan konsumen. Aspek ini merupakan pedoman yang harus diutamakan bagi industri jasa keuangan dalam berbisnis.

Sudah sewajarnya perbankan sangat berhati-hati dalam masalah tata kelola data, hal ini kerap menjadi alasan mereka belum siap untuk menghadapi perbankan era digital dan keterbukaan informasi. Salah satu alasannya memang sistem keamanan data yang dimiliki perbankan [terutama bank kecil dan bank daerah] yang belum memadai. Ada rasa khawatir yang besar akan terjadinya penyalahgunaan data.

Dalam hal ini, regulator memiliki peran kunci yang harus segera dipentaskan –  standardisasi API kemungkinan akan menjadi syarat utama kesuksesan. Sebaliknya, kurangnya standar umum akan menghambat kemajuan dan menambah beban.

Anton Himawan, Head of Digital Business Development Bank CIMB Niaga, mengatakan, “Di antara tantangan yang dihadapi perbankan yaitu belum adanya aturan baku tentang implementasi Open Banking, sehingga membuat Bank wajib mengacu pada aturan-aturan yang sudah diterapkan sebelumnya yang mungkin tidak lagi cocok.”

Maka diperlukan sebuah peraturan yang setara undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi. Hingga saat ini Indonesia belum mempunyai UU Perlindungan Data Pribadi yang bisa menjadi pedoman.

“Apabila UU Perlindungan Data Pribadi disahkan maka saya yakin perbankan nasional akan menuju sebuah era baru keterbukaan informasi. Saya rasa peluang penerapan open banking akan semakin kajadian apabila UU Perlindungan Data Pribadi disahkan,” tambah Nailul.

Masa depan open API

Pada akhir bulan Juli lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan akan mengeluarkan standar Open Application Programming Interface (API) untuk mendorong kolaborasi perbankan, dan perusahaan teknologi finansial (fintech). Kolaborasi perbankan dan fintech melalui standar Open API diharapkan dapat mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang inklusif.

Standar Open API dibutuhkan untuk mendorong adopsi open banking yang mendukung tercapainya layanan pembayaran yang efisien, aman, dan handal;  meningkatkan inovasi dan kompetisi; mendorong inklusi keuangan termasuk pembiayaan kepada UMKM; mengurangi risiko shadow banking; serta mendorong terciptanya ekosistem Open API yang berintegritas.

Penerapan standar open API ini akan dilakukan secara bertahap mempertimbangkan keberagaman dalam industri sistem pembayaran di Indonesia. Tahapan tersebut disebutkan akan dilakukan baik dari sisi pelaku maupun waktu implementasi, dengan mempertimbangkan aspek ukuran dan kompleksitas bisnis.

“Kami melihat pada akhirnya Open Banking akan menjadi sebuah keharusan bagi industri perbankan. Ke depan, kompetisi terkait Open Banking tidak hanya terkait fitur dan ketersediaan teknologi, yang lebih penting adalah bagaimana pihak-pihak yang berkolaborasi dapat memanfaatkan Open Banking secara maksimal baik dari sisi layanan maupun model bisnis yang tepat bagi masyarakat,” ujar Anton.

 

Sistem Pembayaran Online Instan CIMB Niaga Optimalkan Pemanfaatan API

Inovasi teknologi dalam industri perbankan dipandang penting untuk mengembangkan layanan yang semakin bermanfaat bagi pengguna. Salah satu wujud inovasi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan pengembangan API (Application Programming Interface), untuk dapat mengintegrasikan layanan perbankan dengan berbagai platform lain demi membuka akses yang lebih luas bagi nasabah.

PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) merupakan bank swasta nasional terbesar kedua di Indonesia yang senantiasa memanfaatkan inovasi teknologi dalam berbagai pengembangan produknya. Produk unggulan CIMB Niaga yang baru saja diluncurkan adalah “direct debit” atau disebut juga OCTO Cash by CIMB Niaga. Inovasi ini memungkinkan nasabah pengguna fintech maupun e-commerce untuk menyelesaikan transaksi pembayaran dengan cepat, mudah, dan aman cukup dari satu aplikasi partner yang telah bermitra dengan CIMB Niaga.

Pemanfaatan API untuk Kembangkan Produk dan Wujudkan Kolaborasi

Pentingnya penggunaan API dalam pengembangan produk dan layanan CIMB Niaga, selaras dengan kebutuhan transaksi nasabah yang kian dinamis. Tak hanya kebutuhan untuk transaksi tarik tunai dan transfer dana lewat bank tertentu, salah satu contoh yang mudah ditemui kini adalah semakin banyaknya nasabah yang menggunakan transaksi keuangan untuk layanan fintech, e-commerce, dan sejenisnya.

Di sini, API dibutuhkan untuk dapat mengintegrasikan layanan perbankan dengan platform eksternal tersebut. Dukungan integrasi layanan yang baik ini membuat nasabah dapat melakukan berbagai transaksi dengan lebih cepat, mudah, nyaman, dan aman. Berbagai kemudahan tersebut juga dapat memberikan nilai lebih bagi nasabah serta mampu menjaga loyalitas nasabah. Sebab, dengan integrasi layanan yang tersedia, para nasabah tak perlu beralih menggunakan layanan perusahaan lain.

Integrasi layanan lewat API juga mampu membuka kesempatan bagi perusahaan perbankan untuk berkolaborasi dengan start-up penyelenggara fintech, e-commerce, dan sebagainya. Kolaborasi antara perusahaan dan start-up merupakan peluang untuk menciptakan berbagai inovasi baru yang saling menguntungkan.

Layanan Direct Debit OCTO Cash dari CIMB Niaga

Salah satu wujud pemanfaatan API yang dilakukan oleh CIMB Niaga adalah layanan pembayaran online debit instan terbaru bernama OCTO Cash by CIMB Niaga.

Lewat layanan ini, nasabah konsumen fintech maupun e-commerce dapat membayar atau bertransaksi menggunakan rekening dengan lebih mudah, cepat, dan aman.

Pemanfaatan API yang dilakukan oleh CIMB Niaga dalam pengembangan produk ini dapat tetap menjaga keamanan nasabah dalam bertransaksi di aplikasi non-bank. Layanan OCTO Cash juga merupakan produk yang mampu melengkapi channel pembayaran digital milik CIMB Niaga yang sudah ada, seperti OCTO Mobile dan OCTO Clicks.

Layanan OCTO Cash juga menyediakan pengalaman pengguna yang ramah dan seamless. Cukup melalui satu kali pendaftaran untuk proses binding rekening di awal, kemudian di setiap transaksinya cukup konfirmasi pembayaran dengan one time password (OTP) yang dikirimkan ke nomor seluler yang terdaftar di Bank, dan transaksi akan sukses terbayar.

OCTO Cash by CIMB Niaga juga dapat digunakan oleh nasabah untuk bertransaksi tarik tunai melalui aplikasi fintech SoCash; berinvestasi reksadana, emas, maupun Surat Berharga Negara (SBN) melalui aplikasi personal finance management (PFM) Fundtastic wealth fintech; maupun berbelanja di e-commerce lewat Elevenia dan Tokopedia yang bekerjasama dengan Payment Gateway PrismaLink, perusahaan penyedia solusi pembayaran yang telah berpengalaman selama satu dekade di Indonesia.

Inovasi dan kolaborasi merupakan kunci untuk dapat mengembangkan layanan dan meningkatkan kepuasan pengguna produk yang ditawarkan. Dengan mengimplementasikan kedua hal tersebut dalam bisnis, langkah peningkatan skalabilitas perusahaan juga dapat dicapai lebih cepat dengan cara yang tepat.

Kunjungi halaman CIMB Niaga API Portal untuk informasi lengkap mengenai sistem API terbuka dari CIMB Niaga.

Dukungan Perbankan Terhadap Kemajuan Fintech Lending Lewat Solusi Teknologi dan Kolaborasi

Salah satu sektor dalam industri financial technology (fintech) dengan perkembangan yang sangat pesat di Indonesia adalah fintech lending atau pendanaan. Buktinya, sampai saat ini ada 158 fintech lending yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan 33 di antaranya telah berlisensi. Menurut laporan riset Fintech Report 2020 yang dirilis oleh DailySocial.id dan didukung oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga), hingga September 2020, terdapat penyaluran pinjaman sebesar Rp128,7 triliun yang melibatkan 29,2 juta rekening peminjam dan 681 ribu rekening investor.

Dukungan dari sektor industri lain, termasuk perbankan juga turut mendorong pertumbuhan ekosistem fintech lending di Indonesia. Salah satunya datang dari CIMB Niaga yang saat ini telah melakukan kolaborasi dengan beberapa pemain fintech lending di Indonesia, antara lain dengan Investree, Koinworks, Kredit Pintar, Uang Teman, Cashwagon, Avantee, dan sebagainya.

Kolaborasi Antara Perbankan dengan Fintech

Pada masa awal kemunculan startup fintech di Indonesia, beberapa pelaku bisnis dalam industri perbankan, terutama generasi yang lebih tua umumnya melihat fintech sebagai ancaman. Apalagi ketika para pemain fintech berhasil mendapatkan traksi yang tinggi, jumlah customer yang banyak, serta transaksi yang luar biasa. Hal ini juga disampaikan oleh Anton Hermawan, Head of Digital Business Development CIMB Niaga dalam salah satu kesempatan wawancara bersama DailySocial.id.

Anton juga mengatakan, saat ini alangkah tidak bijaksananya apabila fintech masih dianggap sebagai ancaman. Sebab fintech juga dapat dipandang sebagai partner, di mana perbankan dapat berkolaborasi dan bekerja secara hand in hand bersama mereka.

“Kami percaya bahwa meskipun fintech bisa melakukan banyak hal di luar bank, tetapi masih ada beberapa hal yang dapat dilakukan lebih baik oleh bank. Makanya, kita dapat bekerja sama dengan fintech untuk saling melengkapi. Terkait sejumlah hal yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh bank, kita bekerja sama dengan fintech. Adapun kebutuhan yang harus menggunakan layanan bank, kita berlomba dengan bank-bank lain untuk bekerja sama dengan fintech,” ujarnya.

Dukungan Solusi Berbasis Teknologi dari Perbankan untuk Fintech

Kolaborasi tersebut juga diwujudkan oleh CIMB Niaga dengan menawarkan solusi digital perbankan untuk fintech lending. Salah satunya adalah dengan memberikan layanan end to end mulai dari pembukaan Virtual Account, pembukaan rekening digital (Rekening Dana Lender), hingga penanganan transaksinya sendiri melalui web service Gateway@CIMB.

Berbagai layanan ini juga didukung oleh Application Programming Interface (API) demi memberikan kelancaran proses dan pengalaman yang baik kepada para pengguna akhir maupun fintech lending sebagai mitra.

Pemanfaatan API CIMB Niaga juga mampu memudahkan pembukaan rekening digital secara langsung dari platform fintech lending yang telah menjadi mitra CIMB Niaga, sehingga para pengguna tak perlu datang ke kantor cabang. Implementasi dan integrasi API dalam berbagai produk dan layanan CIMB Niaga pada platform yang dimiliki mitra bisnisnya, termasuk fintech lending dapat meningkatkan efisiensi, mendorong inovasi dan kompetisi yang kondusif, serta mempercepat inklusi keuangan.

Dukungan Pendanaan bagi UMKM lewat Fintech Lending

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat penting bagi roda perekonomian di Indonesia, antara lain mampu menyerap hingga 89,2 persen dari total tenaga kerja, menyediakan hingga 99 persen dari total lapangan kerja, menyumbang 60,34 persen dari total PDB nasional, menyumbang 14,17 persen dari total ekspor, serta menyumbang 58,18 persen dari total investasi.

Oleh karena itu, CIMB Niaga juga berupaya mendorong kemajuan UMKM lewat layanan yang dimilikinya. Selain berbagai solusi dan layanan berbasis API, CIMB Niaga juga menyediakan berbagai penyaluran pinjaman melalui fintech lending. Layanan ini dapat dimanfaatkan oleh UMKM sebagai modal untuk mengembangkan bisnisnya, atau bagi peminjam personal untuk berbagai kebutuhan.

Ekosistem fintech di Indonesia, termasuk fintech lending mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Baik dari sisi pemain, pengguna, hingga aktifnya berbagai sektor industri yang mendukung pertumbuhan tersebut, baik dari segi inovasi dan teknologi, maupun pendanaan yang diberikan. Simak perkembangan ekosistem fintech di Indonesia dalam laporan riset Fintech Report 2020 yang dirilis oleh DailySocial.id dan didukung oleh CIMB Niaga yang dapat diunduh di dly.social/fintechreport2020.

Laporan DSResearch: Fintech Report 2020

Sektor teknologi finansial (fintech) di Indonesia masih layak mendapatkan perhatian, terlebih tahun ini ekosistem bisnis secara umum dihadapkan tantangan akibat pandemi. Dinamika industri menjadi lebih kencang, di tengah perubahan kebiasaan pengguna dan resesi ekonomi. Tentu membuat para founder dan pemimpin bisnis harus memikirkan ulang strategi mereka. Namun, menariknya berbagai hasil riset dan pakar banyak menyampaikan, adanya pembatasan fisik dan sosial justru menjadi pendorong adopsi layanan digital.

Beberapa jenis layanan fintech sifatnya mendukung bisnis digital lain – misalnya memfasilitasi layanan pembayaran di aplikasi food delivery lewat dompet digital, memberikan opsi kredit di situs online marketplace melalui paylater, sampai mendukung UMKM melalui pembiayaan bahan baku via supply chain financing dari fintech lending. Artinya, ketika dikatakan layanan digital menjadi semakin masif digunakan, secara tidak langsung juga mempengaruhi penggunaan berbagai layanan fintech tersebut.

Untuk memvalidasinya, DSResearch bersama Bank CIMB Niaga merilis “Fintech Report 2020”. Kegiatan riset ini turut didukung Ayoconnect dan Investree. Di dalamnya mengulas mengenai kondisi dan perkembangan industri fintech di Indonesia dalam setahun terakhir. Adapun cakupan bahasan yang disajikan terdiri dari lima bahasan utama, meliputi:

  1. Fintech Overview; membahas tentang perkembangan model bisnis dan teknologi yang banyak diaplikasikan oleh startup fintech. Terkait model bisnis, dipetakan berdasarkan regulasi terkait yang dirilis oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
  2. Fintech Ecosystem in Indonesia; membahas tentang perkembangan berbagai bisnis fintech di Indonesia. Termasuk beberapa sub-sektor potensial yang dinilai akan memiliki peminat yang besar di tahun-tahun mendatang. Di dalamnya juga memasukkan perspektif dari regulator.
  3. Business Perspective of Fintech; mewawancara founder startup fintech di berbagai kategori, investor, dan perbankan untuk mendapatkan perspektifnya tentang kondisi industri. Termasuk hal-hal strategis dan inovatif yang dilakukan dalam menghadapi Covid-19.
  4. Consumer Perspective of Fintech; mewawancara konsumen untuk mendapatkan persepsi publik tentang fintech dan berbagai layanan yang saat ini ada di Indonesia. Di dalamnya turut menyajikan berbagai aplikasi favorit dari setiap sub-segmen bisnis.
  5. Strategic Collaboration; membahas tentang berbagai inisiatif dan kolaborasi yang dilakukan antarstakehoder, mulai dari regulator, startup, dan korporasi.

Tema besar Fintech Report di tahun ini adalah “Maintaining Growth during Pandemic”, menggambarkan bisnis yang secara umum bisa bertahan bahkan tetap dalam lajur pertumbuhan melalui berbagai inovasi produk dan layanan yang digulirkan.

Laporan tersebut dapat diunduh secara gratis di sini: Fintech Report 2020.


Disclosure: DSResearch bekerja sama dengan Bank CIMB Niaga dalam riset ini. Sebuah perbankan nasional dengan berbagai produk inovatif, termasuk layanan API yang bisa dimanfaatkan oleh bisnis digital untuk menunjang  berbagai kebutuhan transaksi. Ayoconnect dan Investree turut mendukung pengembangan laporan ini.

Kerja Sama CIMB Niaga dan WeChat Pay Peroleh Izin dari Bank Indonesia

Setelah melalui tahap uji coba sejak awal tahun, akhirnya CIMB Niaga resmi mengantongi izin dari Bank Indonesia untuk memfasilitasi transaksi pembayaran menggunakan WeChat Pay di merchants CIMB Niaga di Indonesia. Kabar ini sekaligus mengukuhkan bank yang berdiri sejak 1955 tersebut sebagai satu-satunya bank BUKU 4 pertama yang dapat melakukan kegiatan terkait.

Dalam keterangan resmi, Direktur Consumer Banking CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, perusahaan bekerja sama dengan TenPay selaku pemilik aplikasi dompet digital WeChat Pay, PT Arash Digital Rekadana (Arash Digital), dan Swiftpass Global Limited (Shenzen) sebagai system integrator dan technical service provider. Implementasi kerja sama tersebut semakin melengkapi layanan pembayaran digital yang disediakan oleh perusahaan.

“Di tengah keterbatasan dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, kami tetap fokus untuk mengembangkan dan mempersiapkan layanan WeChat Pay. Kami terus melakukan sosialisasi kepada merchant CIMB Niaga serta menambah merchant baru, sehingga pada saat situasi sudah kondusif, semakin banyak mitra Perusahaan yang telah siap dan menerima cara pembayaran baru ini,” kata Lani.

Lebih lanjut, Lani menjelaskan sejalan dengan regulasi BI, implementasi transaksi WeChat Pay di merchant CIMB Niaga menggunakan QRIS pada alat penerima transaksi pembayaran, seperti EDC, static QR, maupun aplikasi yang diunduh di perangkat merchant. Transaksi tersebut dilakukan dalam mata uang Rupiah sesuai jumlah yang telah disepakati pengguna dengan merchant.

Perlu diketahui, WeChat Pay hanya dapat dimiliki oleh pengguna dari Tiongkok dengan sumber dana dari rekening kartu debit dan kartu debit yang diterbitkan di negara asalnya.

Dia menambahkan implementasi kerja sama pembayaran digital WeChat Pay merupakan salah satu upaya untuk memperkuat posisi CIMB Niaga sebagai bank digital terdepan. Perusahaan ingin memberikan fitur yang lengkap bagi para merchant-nya sehingga dapat menerima pembayaran digital yang lebih luas.

Pihaknya akan terus perluas jumlah merchant di berbagai daerah wisata, seperti Bali, Lombok, Manado, Jakarta, dan sejumlah bandara internasional.

Arash Digital dan Wallyt

Sebagai catatan, Arash Digital adalah fasilitator untuk transaksi pembayaran lintas batas, inbound maupun outbound. Perusahaan yang didirikan pada awal tahun lalu ini menjadi mitra eksklusif di Indonesia untuk Swiftpass Global Limited (Wallyt) sebagai integrator sistem lokal dan penyedia layanan teknis. WeChat Pay, Alipay, dan Union Pay adalah beberapa nama yang menjadi mitra strategis dari Wallyt.

DailySocial berusaha menghubungi Lani apakah ada kemungkinan CIMB Niaga akan melanjutkan kerja sama berikutnya dengan mitra eksklusif Wallyt yang lainnya, seperti Alipay. Namun hingga berita ini dinaikkan belum ada konfirmasi yang diberikan.

Wallyt itu sendiri terdaftar di Hong Kong dan berbasis di Shenzhen, adalah bagian dari SwiftPass, perusahaan solusi pembayaran dari Tiongkok. Ekspansi Wallyt tergolong kencang untuk memperluas jangkauan WeChat Pay di Asia Tenggara, di negara-negara yang memiliki tingkat penetrasi kartu kredit yang rendah, dan menjadi destinasi wisatawan Tiongkok.

Wallyt mengintegrasikan kedua pemain besar tersebut ke bank lokal di Filipina, Laos, dan Sri Lanka, sebagai salah satu contohnya. Sejauh ini perusahaan tersebut telah berkolaborasi dengan 100 bank dan jasa keuangan di 50 negara, menawarkan lebih dari 100 ribu brand. Pada tahun lalu, memroses lebih dari $2 miliar transaksi, menghasilkan revenue sebesar $4,34 juta.

Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com

CIMB Niaga dan Genesis Bangun “Venture Debt” untuk Startup Indonesia, Siapkan Dana 300 Miliar Rupiah

Bank CIMB Niaga dan Genesis Alternative Ventures mendirikan venture debt (pinjaman ventura) khusus untuk membiayai startup di Indonesia dengan menyiapkan dana awal sebesar 300 miliar Rupiah. Startup yang disasar bergerak di bidang fesyen dan ritel, manufaktur, F&B, properti, kesehatan, keamanan digital, dan bisnis transportasi.

Dalam pernyataan resmi, Presiden Direktur CIMB Niaga Tigor M. Siahaan menjelaskan, sinergi dengan Genesis diharapkan dapat memperkuat peran perusahaan dalam pengembangan ekosistem startup di Indonesia. Terlebih lagi, langkah yang diambil perusahaan ini tergolong unik karena pertama kalinya memilih ambil strategi dengan venture debt.

“Ekonomi digital Indonesia yang berkembang pesat telah menjadikannya salah satu hotspot teknologi di kawasan ini. Kami yakin banyak pengusaha akan melihat produk dan layanan ini sebagai alat integral untuk menciptakan pertumbuhan,” terangnya.

Kebanyakan VC memilih untuk membiayai startup dalam bentuk suntikan ekuitas (penyertaan saham). Makanya konsep ini lebih umum di Indonesia. Founder menerbitkan saham baru (rights issue) yang dibeli langsung oleh VC. Kurang lebih seperti pelaksanaan IPO, namun tertutup. Ada juga memakai skema obligasi konversi (convertible loans), namun kurang populer.

Tigor menjelaskan skema pembiayaan ini dapat menjadi alternatif bagi perusahaan startup yang kekurangan arus kas dan tidak dapat memenuhi kriteria tradisional pinjaman perbankan. Bagi modal ventura, hal ini sekaligus mengisi ruang yang selama ini tidak terlayani oleh perbankan.

Dikutip dari Bisnis, Tigor menambahkan keputusan perusahaan untuk mengambil langkah ini lantaran startup ada yang butuh equity funding dan saatnya butuh kredit. Di satu sisi, bank dengan rambu-rambu yang harus dipenuhi, bisa memenuhi kebutuhan tersebut dengan skema ini.

Terlebih, Genesis memiliki pengalaman yang cukup dalam untuk pembiayaan skema pinjaman di Singapura, akhirnya membuat CIMB Niaga cukup percaya diri untuk menerapkannya di Indonesia.

Tigor menjelaskan pembiayaan ventura ini serupa dengan kredit. Sehingga ada tenor dan bunga, namun bakal disesuaikan dengan kriteria debitur.

Perusahaan juga memperhatikan rekam jejak startup untuk mitigasi risiko kredit bermasalah. Sebab umumnya, startup yang bergerak di teknologi ini identik dengan strategi ‘bakar uang.’

“Ini yang kami lihat juga perusahaan yang sudah siap dari sisi manajemen, suplai, permintaan, tapi sulit tumbuh karena keterbatasan dana,” jelasnya.

Dia berharap skema ini dapat dimanfaatkan untuk perusahaan berusia muda yang berhasil memperlihatkan pertumbuhan tinggi dan perlu memperpanjang ladasan kasnya guna mencapai tahap pertumbuhan berikutnya.

DailySocial belum mendapat respons tambahan dari pihak CIMB Niaga terkait alasan lebih dalam mengapa mengambil skema pembiayaan ini, juga rencana ke depannya.

Di Singapura, Genesis telah membiayai tiga startup dengan skema venture debt. Di antaranya Horangi Cyber Security, Grain, dan co-working space GoWork. Mengutip dari DealStreet Asia, Genesis memiliki delapan startup baru untuk dibiayai dalam pipeline-nya.

Modal ventura lainnya di Asia Tenggara dengan konsep yang sama juga dilakukan oleh InnoVen Capital. Perusahaan tersebut mengklaim telah menyalurkan kredit hingga US$500 juta untuk lebih dari 200 startup.

CIMB Niaga Resmi Ajukan Izin Kerja Sama dengan Alipay ke Bank Indonesia

PT Bank CIMB Niaga Tbk langsung bergerak cepat mengajukan permohonan izin kerja sama dengan Alipay ke Bank Indonesia (BI) kemarin, Kamis (17/1). Sebagaimana dikutip dari Antara, Deputi Gubernur BI Sugeng telah mengonfirmasi hal tersebut.

Sebelumnya, CIMB Niaga juga sudah mengajukan permohonan izin kerja sama dengan WeChat Pay untuk masuk ke pasar financial technology (fintech) di Indonesia. Kini, BI tinggal melakukan verifikasi, termasuk kelengkapan dokumennya.

Seperti diketahui, Alipay dan WeChat Pay sama-sama menyediakan jasa pembayaran digital di Tiongkok. Alipay terafiliasi dengan raksasa ecommerce dunia Alibaba, sedangkan WeChat Pay berada di bawah naungan Tencent Holdings Limited.

Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin Bank Indonesia ketika melakukan kerja sama dengan sejumlah merchant di Bali dalam menawarkan jasa pembayaran digital kepada turis-turis asal Tiongok pada pertengahan 2018 lalu.

Padahal, sesuai Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran, setiap prinsipal asing wajib bekerja sama dengan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau bank bermodal inti minimal Rp30 triliun. Dengan kata lain, Alipay dan WeChat Pay tidak memiliki izin beroperasi di Indonesi

Untuk memuluskan langkahnya sebagai penyedia jasa pembayaran digital yang sah di Indonesia, keduanya mendekati bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun statusnya hingga kini masih “gantung” karena bank-bank tersebut berencana mendirikan entitas baru, sebuah BUMN khusus yang bergerak di segmen fintech.

Kembali ke permohonan izin CIMB Niaga dan Alipay, DailySocial mencoba menghubungi direksi dan manajemennya untuk menanyakan persiapan kerja sama tersebut.

Direktur Perbankan Konsumer Lani Darmawan mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan pilot untuk penerimaan WeChat Pay di merchant. Pilot yang dimaksud adalah melakukan live test di merchant.

“Kami menggunakan EDC di beberapa lokasi wisata agar bisa mendukung pariwisata Indonesia. Dengan begitu pengguna WeChat yang berwisata ke Indonesia bisa merasa nyaman,” ungkapnya lewat pesan singkat.

Berbeda dengan WeChat Pay, pihak CIMB Niaga tidak melakukan pilot untuk Alipay karena alasan tertentu. Head of Acceptance, eChannel, dan Partnership CIMB Niaga Bambang Karsono Adi menyebut pihaknya memilih route berbeda sehingga tidak memerlukan pilot lagi.

“Kami ajukan permohonan izin ke BI tanpa pilot karena internal test sudah berjalan dengan baik. Alipay sudah ‘firmed’ sehingga sistem infra kami bisa dukung integrasi hanya dengan internal test tanpa perlu ‘live test’ di merchant sesungguhnya,” ujarnya kepada DailySocial.

Ia enggan menyebutkan penyedia switching pihak ketiga yang akan menjadi mitranya karena mereka juga sedang melengkapi persyaratan beroperasi ke BI.

Selain itu, lanjut Bambang, pihaknya belum dapat mengonfirmasi kapan kerja sama ini akan komersial, termasuk jumlah merchant yang bisa memakai layanan Alipay dan WeChat Pay.

“Proses otorisasi transaksi WeChat Pay dan Alipay dilakukan langsung oleh switching pihak ketiga. Kemudian saat settlement ke merchant yang juga merchant kami, [switching] diproses oleh kami,” sambung Bambang.

Alipay Approaches BRI and BCA to Handle Chinese Tourist in Indonesia

After WeChat, Alipay is getting its business ready for Indonesia by approaching BRI and BCA. The pilot project is yet to be announced.

Quoted from Detik, Alipay has just signed the MoU with BRI. After that, there’ll be homework, including license.

BRI can be a facilitator for tourist to make easier transaction as the acquirer. They can use Alipay at some merchants partnered with BRI.

However, they haven’t calculate potential income for the company in the MoU. Therefore, the internals are preparing another IT system because the one used by Alipay is different with Visa and Mastercard.

“In addition to GPN (National Payment Gateway), something will be added related to the payment from China,” he said.

Aside from BRI, BCA is also rumored to be approached by Alipay, but it is yet to discuss MoU. Santoso, BCA’s Director said to DailySocial they currently in the exploratory process of how long BCA’s acquiring system can collaborate with Alipay.

“In terms for collaboration, system development is indeed necessary, to be able to connect with one another,” he explained.

Still, he didn’t have a definite answer regarding the finalization because it’s still on progress.

“We’ll see, it’s to be announced in time.”

Previously, Bank Indonesia said the China-based digital wallet, Alipay and WeChat Pay is getting serious in digging Indonesia’s market by approaching national bank. In fact, WeChat development is getting better in Indonesia because they already passed the transaction test with BNI in Bali at IMF 2018 event.

Sugeng, Deputy Governor BI said, besides Bali, WeChat is now available for Chinese tourists in Medan, North Sumatra. Both locations are chosen due to the most favorite destination for Chinese tourists.

“CIMB Niaga is said to have signed the partnership with WeChat,” he added.

Sugeng also said if the business to business partnership has approved by both China’s digital wallet with four national bank, the legal business from BI will follow.

“If everything is settled [partnership], we’ll review business legal and technical problem, and business process. Bank in 4th category will register ask for license to BI.”

Partnership between two will be made according to the current regulation, it is PBI (BI Regulation) Number 20/6/PBI/2018 of E-Money Organizer.

Stated in the regulation that transaction from Chinese tourists in Indonesia will be converted into rupiah. Also, transactions will be recorded in GPN system.

The amount of Chinese tourists

Alipay and WeChat aggressive movement to enter Indonesia is due to the high rate of Chinese tourist in this country. Quoted from BPS data, Chinese tourists is in the fourth position of the total cumulative, 14.39 million by November 2018, or increased by 11.63%.

As per November 2018, the number of Chinese tourist has reached 124,616 people, decrease from the same period in previous year of 148,306. The first position is taken by Malaysian tourist of 186,422, followed by Singaporean (153,988), and Timor Leste (142,050).

Bali is the favorite destination, especially for Chinese and Australian people with 3-day visit in average.

Based on BPS data, a total tourist during January to November 2018 is 5.57 million. Sort by nationality of tourists in Bali, Tiongkok (22.99%), Australia (19.16%), England (4.51), and Japan (4.29%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian