Sorabel Mulai Eksperimen Ekspansi ke Sejumlah Negara di Asia Tenggara

Perusahaan e-commerce fesyen Sorabel mengungkapkan sedang eksperimen ke sejumlah negara di Asia Tenggara dalam rangka ekspansi bisnis. Strategi ini merupakan bagian dari ambisi perusahaan memberi akses untuk “next billion user” dengan rangkaian fesyen berkualitas dan harga terjangkau.

Sebelumnya, terungkap Sorabel sudah hadir di Filipina dengan brand Yabel dan sudah bisa untuk bertransaksi.

Dalam wawancara bersama DailySocial, CEO Sorabel Jeffrey Yuwono dan Co-Founder Sorabel Lingga Madu sudah menyampaikan rencana masuk ke Timur Tengah dan Uni Emirat Arab, mungkin pada tahun depan karena ada potensi modest fashion yang besar di sana.

Terkait negara mana saja di Asia Tenggara yang sudah masuk eksperimen, di luar Filipina, sayangnya Jeffrey dan Lingga masih menutup rapat-rapat. Jeffrey hanya menyebut negara-negara yang secara profil punya kemiripan dengan Indonesia, bisa dipastikan Sorabel sudah eksperimen ke sana.

“Ini masih sekadar eksperimen, jadi belum ada proper launch. Kita enggak hanya hadir di Filipina, tapi di ASEAN countries juga,” terangnya.

Perusahaan memproses seluruh pengiriman dari Indonesia, alias mengekspor produknya yang diproduksi UKM binaannya. Baru ada satu orang admin lokal yang sengaja ditempatkan untuk melayani customer service Yabel.

Menurut Jeffrey, dalam tahap eksperimen ini seluruh pelayanan masih sangat terbatas karena masih mencari kecocokan dengan target pasar (product market fit), harus ada tes dan validasi terus menerus. Sehingga layanannya belum semulus dengan apa yang Sorabel tawarkan di Indonesia.

Pihaknya masih fokus mencari tahu lebih dalam bagaimana tanggapan konsumen terhadap produk dan harganya. Lalu tren apa yang mereka sukai. Seluruh insight berguna sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan apakah negara tersebut tepat untuk diluncurkan secara resmi atau belum.

“Kita memecahkan masalah step-by-step, makanya kita enggak mau announce [ekspansi di Filipina] karena sebenarnya belum siap. Inginnya pas kita launch akan pilih negara mana yang paling proper [untuk diluncurkan] setelah banyak eksperimen. Soal kapan waktunya, masih open karena di pipeline ada banyak plan.”

Lingga mencontohkan, cara ini sebenarnya juga dilakukan perusahaan dalam setiap inovasi produknya. Salah satunya adalah inovasi “Coba Dulu Baru Bayar.” Pertama kali diujicobakan secara terbatas untuk 50 konsumen sekitar gudang Sorabel di 2017. Setelah mendapat respons yang bagus, dilanjutkan ke radius 20 km.

Respons konsumen positif dari hasil uji coba ini, kemudian memantapkannya untuk diperluas ke seluruh Jakarta Timur. Kemudian, diperluas ke Jabodetabek dan pada Maret 2018 baru diputuskan untuk diresmikan.

“Tapi itu belum selesai, setelah itirate, test, itirate, test, akhirnya kita bisa bawa inovasi ini ke seluruh Indonesia. Kan awal programnya hanya bisa retur satu kali saja, tapi sekarang sudah berkali-kali karena ini produknya kita itirate dan test berkali-kali. Hal yang sama akan kita lakukan untuk semua aspek ekspansi kita,” terang Lingga.

Penamaan brand Yabel untuk ekspansi Sorabel ini, menurut Jeffrey juga punya alasan khusus. Salah satunya, dikarenakan masih terbatasnya layanan dan produk dari Yabel, dikhawatirkan apabila ada layanan yang kurang memuaskan konsumen dari Yabel, efek samping dari brand Sorabel tidak akan begitu terasa dalam.

Akan tetapi, pihaknya memikirkan apabila sudah memutuskan untuk meresmikan lokasi negara yang dipilih, akan memilih untuk menggunakan brand Sorabel saja sebagai aplikasi utama.

Dari segi kesiapan produk yang siap diekspor, perusahaan sudah berkomitmen penuh untuk menggaet para penjahit lokal. Mereka dilatih dan diberi pengetahuan dalam menghasilkan standar pakaian yang baik dan punya kualitas ekspor. Tidak disebutkan berapa banyak penjahit yang sudah bergabung.

“Kita merasa harus cepat tanggap, enggak hanya untuk lihat fesyen dari Indonesia apa saja yang laku di sana. Tapi lebih ke model fesyen seperti apa yang sedang tren di sana. Kita sudah investasi banyak ke teknologi dan data untuk mengumpulkan pola dan tren agar bisa memberikan rekomendasi yang cocok untuk negara di luar Indonesia,” tambah Lingga.

Klaim jadi bisnis e-commerce tersehat

Tampilan situs Yabel
Tampilan situs Yabel

Sorabel menggunakan private label untuk penjualan produk fesyennya. Secara total ada lima label yang diproduksi secara sendiri oleh perusahaan, masing-masing merepresentasikan kebutuhan konsumen orang Indonesia dalam berbusana. Tidak hanya merilis produk pakaian, Sorabel juga merilis produk kecantikan bernama BeautyCrime.

Lingga menjelaskan, karena model bisnis seperti ini, perusahaan memiliki neraca keuangan yang sehat. Bahkan diklaim paling sehat di antara pemain e-commerce di Indonesia. Sorabel menyejajarkan unit economics-nya dengan pemain e-commerce fesyen di luar negeri seperti Asos dan Revolve. Keduanya tercatat sebagai platform e-commerce yang sudah tercatat di bursa saham.

Unit economics itu pendapatan langsung dan biaya yang terkait dengan model bisnis tertentu yang dinyatakan berdasarkan basis per unit. Ada spesifikasi khusus untuk tiap segmen bisnis, artinya yang dipakai untuk startup SaaS pasti beda dengan model e-commerce.

E-commerce seperti Asos dan Revolve itu sudah profitable dan punya positif cashflow. Unit economics kita mirip seperti mereka, meski GMV tidak besar tapi penjualan besar. Kita bukan marketplace, tapi lebih seperti Asos dan Revolve. Makanya kita bisa jamin gross profit dan contribution profit kita yang paling sehat [di antara pemain e-commerce lain di Indonesia].”

Lingga melanjutkan, untuk bersaing dengan platform e-commerce di luar sana, dengan barang yang sama, suatu platform harus memiliki value yang bisa diberikan kepada konsumennya. Misi yang ingin dicapai Sorabel adalah menjual produk dengan harga yang terjangkau buat semua orang. Solusinya adalah dengan buat sendiri.

“Makanya dengan model private label seperti ini, ada efek samping kita punya margin yang sehat. Tapi kita bukan buat cari profit fokus utamanya, tapi lebih untuk sista-sista kita (panggilan konsumen Sorabel), apa yang mereka butuhkan,” tambahnya.

Komitmen untuk terus menambah private label juga akan terus dilakukan. Dalam beberapa bulan ke depan, perusahaan akan menambah enam sampai tujuh private label baru. Di antaranya untuk pakaian olahraga, acara malam, basics seperti Uniqlo.

Masih dalam putaran pendanaan Seri C

Jeffrey juga mengonfirmasi bahwa informasi pendanaan Seri C yang sedang digalang perusahaan masih berlangsung. Investor baru yang berpartisipasi dan masuk pemberitaan, seperti Kejora Ventures dan Ncore Ventures, termasuk ke dalam putaran terbaru ini.

Ncore itu adalah investor kita, tidak bisa komen lebih dari itu. Tapi kita belum tutup fundraising, jika komitmen yang sudah kita dapat cukup besar akan kita tutup dan annouce.”

Pihaknya bersyukur dengan dukungan yang diberikan para investor dari berbagai keahlian telah membantu Sorabel tumbuh dan terus berinovasi. Beberapa nama VC lainnya yang sebelumnya berpartisipasi di antaranya OpenSpace, Shift, Gobi Partners, MNC Media Investment, SMDV, Golden Equator Capital, dan Convergence Ventures.

Ketika penggalangan tutup, perusahaan akan melancarkan ekspansi bisnisnya ke berbagai negara dan membuka toko offline pertama di Jakarta. Jeffrey mengungkapkan saat ini perusahaan masih mendesain konsep dan menentukan lokasi mal.

Dia memastikan, pada toko pertamanya ini pihaknya akan buka di lokasi mal premium, dengan desain toko yang premium pula, tapi dengan harga yang terjangkau. Mirip seperti yang dilakukan oleh brand kenamaan asal Jepang, Miniso. Mereka punya branding premium tapi harganya terjangkau.

“Tiap bulan kami jual 10 ribu desain dan tiap minggu ada ratusan desain baru. Rencananya pas kita buka toko, tiap minggu barang-barangnya akan selalu di-refresh tiap minggu. Konsep lama yang dipakai kebanyakan toko sudah monoton.”

Bila tidak ada aral melintang, rencananya toko ini akan dirilis pada akhir tahun ini.

Jeffrey menjadi CEO Sorabel sejak akhir 2018

Lingga menerangkan, sejak awal dia merintis Sorabel, tidak pernah menuliskan titel CEO melainkan hanya Co-Founder. Dia punya filosofi, untuk capai misi perusahaan, dia perlu menyiapkan tim yang hebat.

Sebagai co-founder, dia merasa itu adalah tanggung jawabnya. Salah satunya adalah mencari sosok pemimpin yang tepat untuk mendekatkan perusahaan ke misi yang ingin ia capai sejak awal.

“Saya enggak pernah mencantumkan titel CEO baik di kartu nama ataupun LinkedIn. Jadi Sorabel itu belum punya CEO sejak awal sebab suatu saat saya yakin ada CEO yang tepat untuk pimpin Sorabel. Saya merasa Jeff lebih pintar dari saya dan melihat bagaimana dia bisa bawa Sorabel ke misi perusahaan.”

Pertemuannya dengan Jeffrey, dimulai pada akhir 2015. Jeffrey memutuskan untuk bergabung pada tahun berikutnya dengan title sebagai President of Sorabel. Pada akhir tahun lalu, akhirnya diputuskan menjabat sebagai CEO.

“Sekarang saya masih di Sorabel, sebagai Chairman yang turut terlibat dalam keputusan penting. Masih banyak pekerjaan rumah yang masih perlu saya lakukan,” kata Lingga.

Jeff mengatakan, dirinya merasa terhormat dipercaya menjadi CEO. Ketertarikannya bergabung karena ada kesamaan budaya perusahaan yang ingin dia bangun. Sorabel sangat menganut data driven dan membuka kesempatan untuk karyawan menyalurkan ide.

“Di sini juga fleksibel, punya kepercayaan yang tinggi untuk pekerja yang mau kerja remote, dipersilahkan tidak perlu izin. Untuk menyalurkan ide mereka bisa langsung mengerjakannya, tidak perlu izin berlapis-lapis seperti korporat lainnya,” pungkasnya.

Saat ini total karyawan inti di Sorabel sekitar 270 orang, dengan kantor tersebar di Jakarta dan Yogyakarta.

Application Information Will Show Up Here

Ralali Tambah Fitur Baru Dukung Kemudahan Transaksi dan Pengembangan Bisnis Mitra

Platform marketplace B2B Ralali merilis tiga fitur baru untuk dukung kemudahan transaksi di dalam platformnya. Perusahaan berambisi menjadi super app yang memiliki berbagai layanan untuk permudah transaksi.

Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya menjelaskan, tiga fitur ini hadir dalam situs dan aplikasi Ralali. Pertama adalah Radar (Ralali Darat Air Udara), fitur baru yang akan membantu peran logistik Ralali Kargo untuk terhubung dengan berbagai vendor logistik pengiriman barang di berbagai pelosok, sehingga pengiriman barang pesanan tidak terpusat di satu kota saja.

“Solusi ini menjawab masalah yang sering dikeluhkan pelaku usaha mengenai biaya logistik yang sangat besar,” terangnya, kemarin (30/8).

Fitur kedua adalah Octopus untuk mitra brand dari Ralali. Ini berfungsi memudahkan brand monitor performa produk dan tingkat kebutuhan berbagai daerah terhadap kebutuhan produknya melalui aplikasi keagenan Ralali, bernama Big Agent. Octopus memberikan dampak yang signifikan bagi mitra untuk mengontrol pasar dan distribusi sesuai dengan karakter pembeli di berbagai daerah.

Terakhir, adalah fitur fintech yang di dalamnya ada payment, financing (akses pendanaan), asuransi, dan investasi. Keempatnya difokuskan untuk bantu pengembangan dan perkuat bisnis UKM itu sendiri.

Joseph menjelaskan fitur fintech adalah hasil kolaborasi dengan para mitra penyedia jasa keuangan. Ke depannya perusahaan akan menambahkan digital goods di dalam fitur ini, seperti pembelian pulsa, paket data, PLN, PDAM, BPJS, dan uang elektronik.

“Fitur fintech sudah resmi tersedia, namun baru menyediakan financing dan insurance. Sisanya akan segera menyusul. Demikian pula untuk Radar dan Octopus, keduanya kami rencanakan meluncur sebelum akhir tahun ini.”

COO Ralali Alexander Lukman menambahkan, fitur fintech ini telah dipasarkan oleh para agen ke lebih dari 1.500 pelaku UKM. Total pendanaan yang tersalurkan mencapai Rp18 miliar.

“Pasar yang sebelumnya belum pernah tergarap pun sekarang bisa mendapatkan akses untuk perluasan dan pengembangan,” kata Alexander.

Agen adalah motor pertumbuhan Ralali

Joseph menerangkan jalur keagenan adalah salah satu motor pertumbuhan bisnis di Ralali. Makanya, aplikasi Big Agent diperkuat dengan berbagai fitur untuk dukung produktivitas agen. Dalam pemasaran produk B2B, memang tidak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh e-commerce B2C seperti kebanyakan.

Dia melihat, cara paling ampuh untuk mendekati konsumen B2B, terutama UKM yakni dengan menemui langsung di lapangan karena mayoritas dari mereka belum tersentuh oleh teknologi. Secara potensi, e-commerce B2B itu dinilai lebih besar dari B2C, terlebih dari berbagai data menyebut 60% dari total PDB Indonesia ditopang oleh UKM.

“Memang sekarang di Indonesia itu yang lebih besar saat ini adalah B2C. Namun di Tiongkok itu, bisnis B2B itu dua kali lebih besar dari B2C. Artinya, tugas kita masih banyak untuk edukasi ke pasar. Setelah enam tahun berdiri, kami lihat potensi B2B di luar Jawa itu besar, banyak permintaan mau gabung sebagai agen.”

Joseph melanjutkan, “Kehadiran Big Agent membedakan kami dengan e-commerce lainnya, kami mendefinisikan cara baru melakukan bisnis.”

Aplikasi Big Agent ini sebenarnya sudah dirilis sejak tahun lalu. Data terkini menyebut, ada 300 ribu agen tergabung, dengan dominasi di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Padang, dan Palembang.

Mereka tidak hanya pekerja lepas, tapi ada juga dari karyawan, mahasiswa, pelajar, dan pengemudi ojek online. Rentang usianya antara 21-25 tahun. Pekerjaan yang bisa dilakukan para agen melalui aplikasi Big Agent diklaim ada ratusan ribu jenis.

Namun ada tiga layanan pekerjaan untuk pelaku bisnis, yakni survei pasar (14,29%), promosi (74,52%), dan akuisisi (4,25%). Sistem kerjanya fleksibel dan ada komisi yang diberikan tergantung pekerjaan yang diselesaikan.

CTO Ralali Irwan Suryadi menjelaskan, seluruh pekerjaan yang diselesaikan ini akan menjadi data yang diolah sebagai salah satu mesin utama big data untuk mengenali konsumen lebih baik dan memetakan pola transaksi pembeli. Harapannya, dari pengolahan data ini bisa menjadi rujukan tepat sasaran bagi perusahaan untuk memahami berbagai kebutuhan dalam satu ekosistem digital.

Sejauh ini perusahaan telah memiliki 20 layanan dalam ekosistemnya, termasuk di antaranya ketiga fitur baru di atas, dan aplikasi Big Agent. Joseph mengklaim rata-rata jumlah transaksi perusahaan tumbuh hingga empat kali lipat. Bahkan pada tahun lalu, jumlah transaksi secara nominal tembus sekitar Rp10 triliun.

Dia optimis tahun ini pencapaian bisnis bisa naik hingga lima kali lipat dari pencapaian setahun sebelumnya. Perusahaan telah menjangkau lebih dari 750 ribu UKM di 25 provinsi sebagai pembeli. Juga, telah rambah Singapura dan Thailand. Dalam pipeline, perusahaan berencana untuk perluas ke Vietnam dan Filipina.

“Mungkin tahun depan. Ada beberapa negara lain juga, mirip-mirip dengan Indonesia. Di mana negara tersebut banyak penduduknya, butuh pekerjaan juga,” tandasnya.

Selama 6 tahun, Ralali melayani lebih dari 13.000 pemasok (sellers), lebih dari 160.000 pembeli (UKM) dan menangani hampir 300.000 produk (SKU) di dalam platformnya, dengan setengah juta pengguna terdaftar dan lebih dari 5 juta pengunjung bulanan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Amartha dalam Upaya Memupuk Kesejahteraan Wirausaha Kaum Ibu

Mata Sri Wahyuni berbinar-binar saat bercerita tentang bagaimana ia menjalankan kerajinan anyaman dan tali pramuka di rumahnya. Demikian juga Pariyah yang memproduksi camilan unik dari buah sukun bersama para tetangganya.

Kami juga menyaksikan ekspresi serupa saat menengok usaha batik tulis milik Titik Supartina. Di usia hampir separuh abad–atau bahkan lebih–baik Sri, Pariyah, dan Titik sama-sama menuai hasil manis dari bisnis berskala rumahan berbekal pinjaman.

Sri misalnya, setelah jatuh-bangun menjalankan bisnis kerajinan anyaman yang sebelumnya dijalankan sang suami, ia kini telah mengantongi omzet sebesar Rp6 juta per bulan dari modal awal Rp2 juta yang diperoleh dari Amartha sejak 2014.

Sementara Pariyah telah meraup omzet Rp9 juta-Rp17 juta dari penjualan keripik dan stik sukun. Bahkan hasil produksinya telah sampai hingga ke Negeri Sakura. Pencapaian ini berbekal pinjaman Amartha sebesar Rp3 juta di 2014.

“Stik sukun ini kami jual seharga Rp35 ribu. Kalau di Jepang, kami jual putus. Harganya bisa melonjak tinggi di sana sampai Rp250 ribu per kantong,” ujar Pariyah.

Cerita ini kami dapatkan saat diajak menyambangi keberadaan usaha mereka di Yogyakarta. Kami melihat langsung bagaimana ketiganya berkontribusi terhadap kemajuan usaha mikro dan pemberdayaan ibu-ibu di Yogyakarta.

Kami juga sempat menyaksikan kegiatan pendampingan Majelis usaha batik tulis yang diketuai oleh Titik. Pendampingan ini tak lain untuk memupuk literasi keuangan dan mendorong semangat gotong-royong pada setiap anggota. Perkembangan usaha mereka akan disoroti setiap minggunya oleh petugas lapangan resmi Amartha.

Di tempat usaha ini, setiap anggota ditawarkan menjadi mitra Titik dengan imbal jasa Rp200 ribu per kain batik tulis. Pinjaman awal Rp1 juta yang diperolehnya dari Amartha digunakan untuk membeli bahan kain dan peralatan batik tulis.

Sedikit penyegaran, Amartha menggunakan metode tanggung-renteng dalam menyalurkan pinjaman kepada kaum ibu. Sistem tanggung renteng dibuat berkelompok (majelis) yang terdiri dari 15-20 orang. Tujuannya untuk menekan kemungkinan gagal bayar dari salah satu anggota.

Bagi Amartha, metode tanggung renteng terbilang berhasil dalam mengurangi potensi gagal bayar. Rasio kredit macet atau Non-Performing-Loan (NPL) Amartha sampai saat ini masih di bawah 1 persen.

Malahan, menurut data perusahaan, metode ini juga telah meningkatkan pendapatan dan menurunkan tingkat kemiskinan mitra Amartha lainnya–seperti Sri, Pariyah, dan Titik–masing-masing hingga 60 persen dan 22 persen.

Ditemui saat mengunjungi mitra Amartha di Yogyakarta, Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas menyebutkan pihaknya telah memiliki mekanisme sendiri dalam menyelesaikan masalah, seperti gagal bayar, di lingkup majelis.

“Biasanya kredit macet itu terjadi karena masalah keluarga atau bisnisnya gagal. Tapi kami punya code of conduct sendiri, yaitu penyelesaian masalah dilakukan di lingkup majelis. Kalau berkali-kali masih gagal bayar juga, Amartha baru akan turun tangan,” ungkap Hadi.

Kesejahteraan tak terbatas pada peningkatan pendapatan

Memasuki paruh kedua 2019, perusahaan masih enggan mengungkap rencana bisnisnya di tahun depan. Namun, ada beberapa strategi yang tengah dipersiapkan Amartha untuk memperkuat pasar yang menurutnya telah dikuasai selama sembilan tahun terakhir.

Hadi mengungkap bahwa definisi sejahtera tidak terbatas pada kemampuan meningkatkan pendapatan. Keberhasilan menyekolahkan anak melalui sebuah usaha adalah salah satu pencapaian untuk menuju level tersebut.

Ia menggambarkan bagaimana para mitra Amartha nantinya tak hanya cerdas dalam mengelola pinjaman untuk menjalankan usaha, tetapi juga mengelola keuangan untuk keluarga. Gambaran barusan adalah contoh use case yang akan menjadi rencana pengembangan Amartha selanjutnya.

“Kami sedang menyiapkan aplikasi untuk borrower. Tapi belum bisa kami ceritakan. Kami kan sudah punya basis komunitas dari mitra-mitra kami. Harapannya [lewat aplikasi ini], kami bisa menutup poverty gap mereka. Sejahtera lewat pendapatan saja kan tidak cukup,” ungkapnya.

Amartha juga tengah melakukan piloting untuk pendaftaran online dan penambahan fitur-fitur baru untuk peminjam dalam beberapa bulan ke depan. Untuk saat ini, seluruh pinjaman disalurkan secara tunai kepada para mitra.

“Kompetitor kami memang banyak, tetapi segmentasi kami unik karena membidik usaha mikro dari ibu-ibu. Bahkan kami ada value added dengan pembinaan majelis. Secara bisnis juga efisien karena agen dan investor punya aplikasi sendiri. Dan investor kami berbeda, tidak cuan based,” jelas Hadi.

“Sementara, Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto menambahkan bahwa Amartha siap memperluas pasarnya ke luar Pulau Jawa. Ia menyebutkan ekspansi ke Sulawesi Selatan akan dimulai bulan depan.

“Kami lihat pasar [usaha mikro] di sana sangat potensial. Kami sudah siapkan tim sendiri untuk ekspansi ke Sulawesi Selatan,” ujar Aria yang ditemui pada kesempatan sama.

Sampai Juli 2019, Amartha yang awalnya dibangun sebagai koperasi, telah menyalurkan dana pinjaman sebesar Rp1,2 triliun ke 270 ribu pengusaha perempuan di 4.100 desa seluruh Indonesia.

Berkat tingginya antusiasme pasar, Amartha memperkirakan sampai akhir tahun penyaluran pinjaman dapat mencapai Rp1,5 triliun ke 300 ribu pengusaha perempuan. Amartha membidik pertumbuhan bisnisnya dapat naik dua sampai tiga kali lipat tahun depan.

Application Information Will Show Up Here

Amazon dan Gojek dalam Perbincangan untuk Kemitraan Strategis, Terkait Ekspansi dan Investasi

Amazon dan Gojek dikabarkan tengah dalam pembicaraan awal untuk menjalin kerja sama strategis. Keluarannya mencakup perluasan layanan ritel online milik Amazon ke Indonesia dan pemberian investasi lanjutan kepada Gojek –menurut sumber nilainya akan cukup signifikan.

Nantinya layanan e-commerce Amazon akan turut memanfaatkan infrastruktur pengiriman yang dimiliki Gojek. Hingga berita ini terbit, perwakilan kedua perusahaan belum mau memberikan komentar apa pun.

Sebelumnya decacorn Gojek menginformasikan tengah mengumpulkan pendanaan seri F mencapai $3 miliar. Sekitar setengah dari target tersebut sudah didapat melalui investasi dari Mitsubishi, JD, Tencent, Google, dan Astra International.

Perusahaan juga terus menggencarkan ekspansi. Kabar terbaru, mereka sedang dalam persiapan untuk segera mengaspal di Malaysia –pasca pemerintah setempat memberikan lampu hijau terkait perizinan dan regulasi.

Sementara itu, menjelang akhir tahun 2018 lalu Amazon meyakinkan ke pihak pemerintah melalui perwakilannya untuk segera hadir ke Indonesia. CTO dan VP Amazon Werner Vogels sempat menemui Presiden Joko Widodo dan menjanjikan investasi 10 tahun ke depan dengan nilai $1 miliar.

Sebelumnya raksasa Tiongkok telah lebih dulu menjejakkan kaki di pasar Indonesia. Alibaba Group masuk melalui akuisisi terhadap Lazada dan investasi ke Tokopedia. Sementara Tencent Group masuk melalui JD.id dan Shopee.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Kembangkan Layanan Publik dan Ekonomi Digital di Jawa Barat

Tokopedia bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengembangkan pelayanan publik dan ekonomi digital di Jawa Barat, sebagai upaya mengakselerasi pemerataan ekonomi secara digital dengan melibatkan UMKM dan BUMDes.

Inisiasi ini adalah salah satu bentuk komitmen perusahaan sebagai ‘Super Ecosystem’ dalam melakukan pemerataan ekonomi secara digital. Caranya dengan berkolaborasi bersama para mitra strategis, termasuk pemerintah.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengharapkan kolaborasi ini dapat mewujudkan pelayanan publik yang mudah, cepat, dan murah. Dia menjelaskan kerja sama ini terdiri dari tiga program kerja, yakni Desa Digital, Jabar Digital Province, dan pemberdayaan petani sayur dan buah.

Desa Digital ini meliputi promosi potensi unggulan daerah, pemasaran produk hasil program ‘One Village One Company’, penguatan kelembagaan BUMDes dan perluasan akses pemberdayaan masyarakat desa melalui Tokopedia Center.

Sementara, Jabar Digital Province merupakan kolaborasi dalam digitalisasi layanan publik. Hal ini mencakup bidang pelayanan penerbitan perizinan dan non perizinan secara online, termasuk pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lewat Tokopedia E-Samsat, serta kemudahan mengakses tiket pariwisata.

Di sisi lain, Tokopedia dan Pemprov Jabar juga berkolaborasi dengan Sayurbox untuk lebih memberdayakan petani sayur dan buah di sana. Untuk pembangunan Tokopedia Center, akan tersedia di Desa Sukanagara dan Bobojong, Kabupaten Cianjur. William menyebut, di sana masyarakat dapat melakukan transaksi O2O, membayar tagihan dan pembelian tiket.

“Tokopedia Center adalah wujud komitmen kami untuk investasi lebih dalam ke seluruh pelosok tanah air dalam bentuk ruang edukasi sehingga peluang dan kesempatan dunia digital menjadi terjangkau bagi semua masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Tokopedia Center pertama kali dirilis pada September 2018, kini telah hadir di 20 lokasi. Di antaranya Medan, Padang, Bogor, Bandung, Cirebon, Kuningan, Tasikmalaya, Jogjakarta, Surakarta, Boyolali, Malang, Belitung, Makassar, Pontianak, hingga Desa Prabumulih (Palembang).

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menambahkan, sebagai perusahaan teknologi Tokopedia memiliki semangat untuk merevolusi desa sehingga kemudahan digital tidak hanya dapat diakses oleh masyarakat kota besar tetapi juga dapat menjangkau desa.

“Kami berharap para pelaku UMKM dan BUMDes setempat bisa lebih melek teknologi karena kita punya potensi yang luar biasa; apalagi kalau disentuh teknologi, masyarakat Jabar dapat mencapai kemandirian ekonomi sekaligus berkontribusi lebih aktif dalam memajukan ekonomi negara,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Kredivo Luncurkan Fitur “Zero-Click Checkout” untuk Percepat Transaksi di E-commerce

Pengembang layanan kartu kredit virtual Kredivo merilis fitur Zero-Click Checkout. Tujuannya untuk memantapkan posisi perusahaan sebagai metode pembayaran paling cepat yang dapat diakses di platform e-commerce.

Transaksi dari e-commerce masih mendominasi peminjaman uang di Kredivo. CTO Kredivo Alie Tan mengatakan, fitur Zero-Click Checkout dibuat bukan karena motivasi kecepatan belaka, namun meminimalkan drop rate yang terjadi pada saat konsumen melakukan pembayaran di e-commerce.

“Jadi misalnya waktu user memasukkan OTP, user malas memasukkan nomor handphone atau lupa PIN. Kita ingin memecahkan masalah itu, kita ingin zero friction,” ujar Alie.

Sebelum fitur anyar ini diperkenalkan, proses pembayaran melalui Kredivo di e-commerce hanya melalui dua kali klik. Dengan Zero-Click Checkout ini, pengguna dapat menyelesaikan pembelian di e-commerce seketika mereka mengeklik Kredivo sebagai metode pembayarannya.

Fitur ini dimungkinkan karena Kredivo sudah menyimpan kredensial penggunanya sehingga pada saat pembayaran tak ada lagi permintaan mengisi sejumlah kolom. Kendati begitu, Kredivo menyebut kredensial itu kapan pun dapat dihapus oleh pengguna.

Perihal keamanan fitur ini, Head of Product Kredivo Iswara Gozali menjamin pihaknya punya mekanismen untuk mendeteksi kejadian yang tak diinginkan. Iswara mencontohkan jika ada orang yang tak berhak memakai dan bertransaksi menggunakan akun seseorang, sistemnya dapat membaca hal itu.

“Kita akan mendeteksi transaksi anomali dan akan mengujinya denga kode OTP yang dikirim ke nomor pemilik,” kata Iswara.

Kredivo berharap fitur baru ini dapat memangkas hambatan untuk checkout dan menggenjot penjualan merchant yang diklaim sudah naik 30 persen selama fitur diperkenalkan.

Untuk sementara waktu, Zero-Click Checkout ini hanya tersedia di Tokopedia dan berangsur-angsur muncul di e-commerce lain pada September besok. Mereka menargetkan fitur ini dapat meningkatkan pencapaian mereka yang saat ini sudah mengumpulkan 1 juta pengguna, 250 mitra merchant e-commerce, dan 3 juta transaksi per bulan.

“Ke depannya kita juga mau fokus ke growth 3-4 kali dan melakukan inovasi-inovasi lain,” pungkas Alie.

Application Information Will Show Up Here

TaniHub Fokus Menjadi “Supply Chain” Produk Pertanian Indonesia

Sejak didirikan tahun 2016 lalu, TaniHub yang bernaung di bawah startup agritech TaniGroup, sudah memiliki lebih dari 25.000 petani lokal di seluruh Indonesia dan mengoperasikan lima kantor cabang dan pusat distribusi regional di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

Kepada media saat acara kunjungan ke gudang TaniHub Bogor beberapa waktu lalu, CEO TaniGroup Ivan Arie Sustiawan menyebutkan, fokus TaniHub saat ini adalah agar bisa menjadi platform agritech top of mind bagi kalangan korporasi maupun konsumen umum. Dilengkapi dengan gudang, teknologi dan jaringan petani di pulau Jawa, TaniHub ingin menjadi layanan supply chain terlengkap di Indonesia.

“Ke depannya kami berharap TaniHub bisa menjadi [layanan] supply chain terlengkap dengan teknologi dan aplikasi yang kami ciptakan untuk memudahkan petani hingga pelanggan untuk mengakses TaniHub. Bukan hanya berfungsi sebagai tools, aplikasi TaniHub kami ciptakan untuk memperkuat supply chain,” kata Ivan.

Rencana mendirikan packing house

Saat ini gudang TaniHub di Bogor diklaim menjadi salah satu gudang percontohan yang dinilai paling lengkap dan mewakili proses hingga teknologi yang dimiliki perusahaan. Semua produk yang dikirimkan dari berbagai wilayah di pulau Jawa, dikumpulkan di gudang TaniHub Bogor untuk kemudian dilakukan proses grading atau penentuan kelas dari buah hingga sayuran. Usai proses tersebut, produk akan dikemas dan dikirimkan ke pelanggan.

Ke depannya TaniHub juga berencana mendirikan packing house di sejumlah lokasi yang bisa memudahkan petani mengirimkan semua produk pertanian mereka secara langsung.

“Pembangunan packing house tersebut masih menjadi rencana kami selanjutnya. Kami melihat packing house bakal menjadi ‘the next best thing‘ untuk Tanihub dan juga para petani pada khususnya,” kata Ivan.

Disinggung apakah TaniHub bakal melakukan ekspansi ke pulau-pulau Indonesia yang lain, Ivan menyebutkan rencana tersebut ada, namun untuk saat ini TaniHub masih fokus di pulau Jawa dan Bali.

Pasca perolehan pendanaan Seri A bulan Mei 2019 lalu, sebesar $10 juta atau setara dengan 143 miliar Rupiah, TaniHub masih ingin fokus untuk mengakuisisi lebih banyak petani untuk bergabung sekaligus mengembangkan ekosistem agritech di Indonesia.

“Setelah fokus kami mulai bergeser kepada B2B pada tahun 2017 lalu, TaniHub telah melancarkan strategi yang cukup efektif dan berhasil mendapatkan product market fit. Untuk saat ini dan selanjutnya kami ingin meng-cater industri terkait dalam hal penyediaan supply chain produk pertanian di Indonesia hingga ekspor ke mancanegara,” kata Ivan.

Kolaborasi dengan IPB

Acara penandatanganan MOU IPB dan TaniGroup / Bhisma Adinaya-TaniGroup
Acara penandatanganan MOU IPB dan TaniGroup / Bhisma Adinaya-TaniGroup

TaniGroup juga menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebagai institusi pendidikan yang fokus ke segmen pertanian di Indonesia, TaniGroup melihat kolaborasi ini bisa membantu, tidak hanya untuk perusahaan, tapi juga mahasiswa pada khususnya.

TaniGroup melihat kolaborasi dengan institusi pendidikan penting dilakukan karena berbagai permasalahan di sektor pertanian Indonesia sangat mendesak untuk dipecahkan. Perusahaan dan IPB bersama-sama memiliki peran sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) di dunia pertanian Indonesia.

Kerja sama tersebut tidak terbatas pada bidang penelitian serta pengembangan data dan SDM yang bersifat mutual saja. Sebagai contoh, SDM yang ahli dalam pengelolaan tanah dan tanaman (agronomist) dapat berperan signifikan dalam memperbaiki kualitas hasil panen, sehingga para petani dapat memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat.

“Saya harapkan ada hasil konkret dari kolaborasi ini yang selanjutnya bisa menghasilkan inovasi atau sesuatu yang positif yang bermanfaat, tidak hanya untuk TaniGroup namun juga IPB dan ekosistem agritech,” kata Ivan.

Application Information Will Show Up Here

Pemerintah Siap Pajaki Perdagangan Elektronik Tahun 2020 untuk Capai Target Penerimaan Negara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan akan mengejar pungutan pajak dari para pelaku usaha perdagangan elektronik (e-commerce) tahun 2020 mendatang. Upaya tersebut dilakukan demi mengamankan target penerimaan negara yang total mencapai Rp2.221,5 triliun. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Pembukaan Masa Sidang 1 2019-2020 beberapa waktu lalu.

“Pemerintah akan menempuh kebijakan penyetaraan playing field bagi pelaku usaha konvensional maupun e-commerce untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan di era digital,” ujar Jokowi.

Ia menerangkan bahwa penghimpunan pajak ini perlu dilakukan mengingat selama ini para pelaku e-commerce, khususnya yang melalui social commerce, masih banyak yang belum menyetor pajak kepada negara. Meningkatnya target penerimaan negara sebesar 3,68% (Rp79 triliun) menjadi alasan mengapa pajak e-commerce dikejar.

Selanjutnya pemerintah juga berupaya untuk melanjutkan reformasi perpajakan. Hal ini hadir dalam bentuk perbaikan administrasi, peningkatan kepatuhan, dan juga penguatan basis data dan sistem informasi perpajakan. Sementara untuk mendukung peningkatan daya saing dan investasi, pemerintah akan memberikan insentif perpajakan melalui beberapa instrumen.

“Yaitu perluasan tax holiday, perubahan tax allowance, insentif investment allowance, insentif super deduction untuk pengembangan kegiatan vokasi dan litbang serta industri padat karya,” ujar Jokowi. “Untuk industri padat karya, memperoleh juga fasilitas pembebasan bea masuk dan subsidi pajak,” sambungnya seperti dikutip dari Kompas.

Kabar mengenai pajak e-commerce beberapa tahun belakangan ini memang rutin menyeruak.Mengejar pajak e-commerce jelas bukan perkara yang sederhana. Kesiapan regulasi mengenai perpajakan kerap menjadi hambatan penerapan aturan. Teknologi yang terus berinovasi tampak meninggalkan aturan dan regulasi di belakang. Untuk kasus pajak e-commerce ini setidaknya pemerintah harus sudah siap, setidaknya soal skenario dan infrastruktur penarikan pajak yang sesuai.

Layanan E-commerce TokTok Jembatani Kebutuhan Aparatur Sipil Negara

Bertujuan untuk menghadirkan layanan e-commerce lengkap khusus untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tergabung dalam Korps Profesi Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia (Korpri) dan juga Pegawai Negeri Sipil (PNS), layanan e-commerce TokTok didirikan. Diluncurkan sejak tahun 2016, platform tersebut menawarkan produk FMCG, fesyen, hijab hingga gadget. Secara khusus mereka juga menjual atribut ASN yang bisa diantar langsung ke rumah.

Kepada DailySocial VP Government Relation TokTok Boyke Yanuar mengungkapkan, sesuai komitmennya untuk mensejahterakan para anggota, TokTok diluncurkan dengan produk lengkap dan harga terjangkau. Harapan ke depannya, TokTok bisa membantu UKM sekaligus para anggota untuk melancarkan kegiatan wirausaha.

“Pada tahun 2016 lalu Presiden Joko Widodo ingin menciptakan sebuah platform yang bisa membantu anggota untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan alasan itulah TokTok hadir khusus untuk anggota Korpri.”

Semua produk dan kebutuhan tersebut bisa dibeli oleh anggota Korpri yang saat ini berjumlah sekitar 4,3 juta di seluruh Indonesia. Besarnya target pasar tersebut, menjadikan TokTok sempat mengalami pertumbuhan yang cukup lambat.

“Mulai akhir Desember 2018 kami membenahi platform sekaligus menyematkan teknologi yang terkini agar bisa menciptakan platform yang terpadu untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota,” kata Boyke.

Bermitra dengan merchant dan logistik pihak ketiga

Untuk memudahkan pembeli melakukan transaksi, TokTok menawarkan pilihan pembayaran mulai dari bank transfer, kartu kredit dan lainnya. Ke depannya, mereka berencana menawarkan pilihan pembayaran cicilan hingga bayar saat gajian. Masih dalam proses pengembangan, fitur pembayaran ‘kasbon’ tersebut akan diluncurkan dalam waktu dekat.

“Selain pembayaran secara mandiri membayar berdasarkan kemampuan, TokTok juga akan melakukan kerja sama dengan bendahara satuan kerja. Hal tersebut dilakukan guna memastikan anggota bisa membayar tanpa kendala dan memastikan pembayaran berjalan lancar,” kata Boyke.

Untuk proses kurasi merchant yang bisa bergabung dalam TokTok, diberlakukan sistem selected multi merchant. Salah satu merchant yang menawarkan pilihan produknya adalah IDmarco.

TokTok juga memberikan kesempatan kepada anggota untuk tidak sekadar membeli produk di platform, namun juga menjual produk atau barang. Untuk logistik bermitra dengan pihak ketiga. Dipastikan mitra telah memiliki layanan logistik ‘last mile’ agar bisa mempercepat proses pengiriman barang ke seluruh wilayah.

“Payung besarnya mengapa TokTok didirikan adalah meningkatkan kesejahteraan anggota ASN dalam hal memberikan harga murah dan bersaing berbagai produk dan juga bisa memberikan kesempatan baru mereka menjadi wirausaha dengan menjembatani mereka melalui platform Toktok,” tutup Boyke.

Sociolla Buka Gerai Offline Berkonsep “Omni-Channel”

Platform produk kecantikan Sociolla mengumumkan gerai offline flagship pertama berteknologi omni channel di Lippo Mall Puri, Jakarta. Di dalam toko seluas 425 meter persegi ini, dibekali berbagai tampilan interaktif yang terhubung langsung ke situs Sociolla dan platform Soco.

Co-Founder & CMO Social Bella (nama PT dari brand Sociolla) Chrisanti Indiana menjelaskan, inovasi ini memungkinkan konsumen untuk mendapatkan produk yang tepat sambil menikmati pengalaman belanja baru. Pasalnya, mereka akan mendapat gambaran produk sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kulit dari layar smartphone-nya

“Sebelum masuk ke toko, mereka perlu sign in akun Soco-nya dengan scan barcode di layar Sociolla Store. Di situ akan terhubung dengan rekomendasi produk yang sesuai dengan kebutuhan. Jadi mereka tidak bingung ketika masuk ke toko harus apa,” terang Chrisanti, Selasa (13/8).

Soco adalah platform online ulasan konsumen untuk produk kecantikan dan perawatan pribadi yang sudah dirilis sejak tahun lalu. Diklaim telah diisi oleh lebih dari 1,2 juta ulasan produk. Sayang, Chrisanti enggan menyebut total pengguna Soco saat ini.

Sociolla juga menyiapkan berbagai aktivitas offline yang bisa dilakukan konsumen. Seperti beauty bar (selayaknya di salon kecantikan) dan skin shelf (rak kosmetik yang disertai wastafel).

Setiap susunan rak produk di dalam gerai telah disesuaikan berdasarkan tren yang berkembang di Sociolla. Makanya, secara berkala akan susunan produk akan berubah.

Selain gerai flagship ini, sebenarnya Sociolla juga punya gerai offline lain namun berukuran lebih kecil berlokasi di Kota Kasablanka, Jakarta. Pihaknya tidak menutup kemungkinan ekspansi gerai ke lokasi lainnya, namun masih mempertimbangkan lokasinya dan persebaran konsumen.

Masuknya Sociolla ke lini offline ini, merupakan jawaban perusahaan untuk menggarap potensi belanja kosmetik di Indonesia. Menurut Statista, prediksi tingkat belanja produk kecantikan dan perawatan di Indonesia baru mencapai $24 per kapita di 2018.

Angka ini masih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura ($178), Malaysia ($75), Filipina ($50). Negara lebih maju seperti Inggris ($229) sudah jauh lebih tinggi, Amerika Serikat ($247), Jepang ($287).

Adapun potensi dari industri kecantikan di Indonesia pada 2025 mendatang naik 15% menjadi $8 miliar dengan kontribusi dari platform e-commerce diprediksi mencapai $1,2 miliar. Kenaikan ini cukup drastis bila dibandingkan pada 2018 sebesar $5,2 miliar dan 2011 sebesar $2,3 miliar.

Perkenalan lini bisnis lain

Nama brand Sociolla memang sudah cukup tenar di kalangan konsumen sejak situs ini dirilis pada 2015. Padahal, sebenarnya Social Bella punya dua unit bisnis lainnya yang semuanya membangun ekosistem produk kecantikan secara keseluruhan.

Mereka adalah Beauty Journal yang berawal dari media online kecantikan dan gaya hidup yang sekarang menjadi agen pemasaran O2O dari hulu ke hilir. Telah bermitra dengan perusahaan kecantikan terkemuka di Indonesia.

Dan, Brand Development merupakan unit bisnis perusahaan yang menawarkan layanan distribusi end-to-end untuk merek kecantikan dan perawatan diri yang dipercaya berbagai manufaktur internasional terkemuka.

Ketiga lini bisnis ini membangun ekosistem kecantikan yang saling terintegrasi dan disusun berdasarkan cycle konsumen saat mengunjungi Sociolla. Perusahaan juga berupaya membangun ekosistem yang lebih sehat dengan memberikan produk asli dan aman sesuai BPOM.

“Kita selalu mulai dari apa yang dibutuhkan konsumen. Makanya di awal kami mulai dengan e-commerce, lalu masuk ke Beauty Journal. Berikutnya kami lihat konsumen itu senang berbagai ulasan dari produk yang dibeli, makanya kami buat Soco. Terakhir kami buat unit bisnis baru Brand Development untuk bantu brand luar yang mau masuk ke sini, kami jadi distributor eksklusifnya,” terang Co-Founder & President of Social Bella Christopher Madiam.

Terkait unit Brand Development, saat ini perusahaan jalin kerja sama eksklusif dengan 12 brand luar negeri. Adapun secara total ada 200 brand tersedia di Sociolla.

Perusahaan memiliki dua gudang yang menampung seluruh produk dan memasarkannya ke berbagai platform online dan offline tergantung strategi brand tersebut. Sebelum brand masuk ke Indonesia, perusahaan mengatur seluruh persyaratan dan memastikan keamanannya lewat BPOM demi memastikan jaminannya buat konsumen.

Sayangnya, Co-Founder & CEO Social Bella John Rasjid enggan membeberkan pencapaian perusahaan. Dia hanya menyebut pada kuartal pertama 2019 tumbuh lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan kuartal yang sama sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here