Startup Report 2023 Soroti Aksi M&A di Situasi Tech Winter

Ekosistem digital Indonesia berupaya tetap resilien di tengah badai musim dingin teknologi (tech winter) selama dua tahun terakhir. Strategi exit melalui M&A menjadi pilihan yang cukup banyak diambil di tengah ketidakpastian pasar dan keringnya pasokan pendanaan.

Berdasarkan data Startup Report 2023, terdapat total 25 aksi M&A yang diumumkan di sepanjang 2023, sedikit turun dari sebanyak 32 M&A pada tahun sebelumnya. M&A memungkinkan pelaku startup untuk mendapat akses ke sumber daya untuk tetap beroperasi dan memperluas pasarnya.

Sektor fintech cukup banyak meramaikan aksi korporasi ini, mulai dari sub vertikal P2P lending, embedded finance, hingga wealthtech. Sementara, IDN Media tercatat dua kali melakukan akuisisi dalam setahun, yakni terhadap Boss Creator dan Saweria, untuk diversifikasi bisnis kontennya.

Sejumlah aksi M&A di ekosistem digital / Sumber: Startup Report 2023

Kemitraan strategis antara GoTo dan ByteDance menjadi penutup akhir tahun dengan kesepakatan transaksi yang pivotal bagi industri e-commerce Indonesia. Kesepakatan yang dimaksud adalah menggabungkan Tokopedia dan TikTok Shop setelah TikTok Shop sempat dihentikan operasionalnya karena alasan regulasi.

Sejumlah penutupan bisnis startup / Sumber: Startup Report 2023

Kendati demikian, strategi exit lewat IPO tak satupun terealisasi tahun lalu, investor memilih untuk berhati-hati sambil menanti pasar membaik. Akseleran yang menjadwalkan IPO di pertengahan 2023, memutuskan menundanya sampai 2024. Digiasia Bios baru saja memperoleh persetujuan untuk akuisisi dengan perusahaan SPAC sebelum melantai di bursa AS.

Sementara, tiga perusahaan digital yang telah IPO sebelumnya, yakni GoTo, Blibli, dan Bukalapak tengah mengejar realisasi keuntungan pada akhir 2023. Hingga Q3 2023, GoTo tercatat masih merugi Rp9,5 triliun, meski menyusut signifikan dari rugi Rp40 triliun di sepanjang 2022.

“Uang tak lagi murah dan ada momok kenaikan suku bunga. Banyak investor merespons situasi ini dengan mengkalibrasi ulang strategi mereka, beralih dari aset-aset berisiko ke aset-aset yang lebih aman, seperti deposito dan pendapatan tetap. Pergeseran ini lebih dari sekadar penyesuaian pasar, mencerminkan perubahan besar dalam ekspektasi investor,” tutur Markus Liman Rahardja, Chief Investment Offier BRI Ventures dalam laporan tersebut.

Sebagai pengantar, Startup Report 2023 yang diterbitkan DSInnovate, merupakan laporan tahunan yang merangkum lanskap ekosistem digital Indonesia selama setahun terakhir, mulai dari pendanaan startup hingga tren 2024.

Selengkapnya dapat diunduh lewat tautan ini.

Startup Fintech Nikel Resmi Diakuisisi

Startup pengembang layanan embedded finance untuk sistem pinjaman Nikel (sebelumnya bernama Impact Credit Solution) dikabarkan telah diakuisisi. Belum diketahui dengan pasti perusahaan mana yang mencaplok bisnis tersebut, namun menurut informasi yang dilaporkan ke regulator Felgo Capital Pte Ltd. menjadi entitas yang melakukan akuisisi. Dari sumber yang kami dapatkan, seluruh investor juga exit bersamaan dengan aksi korporasi ini.

Pada pertengahan tahun 2022 lalu, Nikel baru mengumumkan pendanaan seri A1 mereka. Dana senilai $2,5 juta berhasil dibukukan dari Vectr Fintech, Patamar Capital, Mitra M Venture, Looking Glass Ventures, dan alokasi dana pribadi dari founder. Di putaran sebelumnya, 500 Starups, BCA, Mitra Integra, dan sejumlah investor lain turut berpartisipasi dalam pendanaan.

Akhir 2021 lalu Nikel juga telah menjalin kerja sama strategis dengan BCA, menawarkan pembiayaan yang terjangkau untuk sektor kesehatan Indonesia selama pandemi. Investasi strategis dengan bank BCA memungkinkan mereka untuk memberikan likuiditas yang dibutuhkan di sektor kesehatan, untuk memastikan keluarga-keluarga di Indonesia menerima perawatan dan pasokan medis yang memadai selama pandemi ini.

Sajikan platform embedded finance

Didirikan oleh Reinier Musters (CEO) dan Mackenzie Tan (COO) di Singapura, Nikel resmi masuk ke Indonesia sejak 2021 dengan menunjuk Dewi Wiranti sebagai Country Head. Mereka membawa “Nikel Lend”, layanan API end-to-end yang memungkinkan bank atau fintech memberikan layanan pinjaman langsung ke UMKM dengan menyediakan sistem credit analytics, origination/underwriting, eKYC, eSignature, dan collateral tracking.

Selain itu Nikel juga menyediakan platform B2B marketplace yang menghubungkan bank dengan fintech. Juga Nikel Fund, untuk memungkinkan investor menciptakan dana kelolaan khusus untuk menjangkau sektor tertentu.

“ICS adalah perusahaan teknologi keuangan yang melayani pinjaman UMKM di Asia Tenggara. Kami membangun embedded lending solution yang dapat digunakan oleh perusahaan teknologi, P2P, atau bank mana pun untuk membuat produk pinjaman,” ujar Mackenzie kala itu kepada DailySocial.id.

Menurut penelitian Research and Markets, ukuran pasar layanan embedded finance di Asia Pasifik berhasil tumbuh 39,7% pada 2022 dengan nilai $108,5 miliar. Diproyeksikan akan tumbuh dengan CAGR 24,4% sampai 2029 dengan proyeksi nilai $357,9 miliar. Dorongan layanan inovasi digital di segmen keuangan menjadi salah satu pendorong utama dalam bisnis ini.

Di Indonesia sendiri, tren embedded finance turut mendapati sorotan dari inovator. Finfra menjadi salah satu startup lokal yang ada di area ini menawarkan layanan embedded lending, mempermudah klien meluncurkan produk berbasis pinjaman digital yang berlisensi OJK.

CEO Fave Mundur dari Perusahaan Setelah Delapan Tahun Menjabat

Co-founder & CEO Fave Joel Neoh mengumumkan akan mengundurkan diri dari perusahaan efektif per 1 Maret 2023 mendatang. Belum disampaikan siapa calon penggantinya.

Bersamaan dengan itu, Co-Founder Fave Yeoh Chen Chow akan melanjutkan bisnis bersama General Manager Fave Singapura Avantika Jain; juga Aik Kuang Heng selaku General Manager Fave Malaysia yang baru diangkat; bersama tim kepemimpinan lokal di Indonesia dan India.

Mengutip dari e27, dalam keterangan resminya Neoh menyampaikan bahwa dirinya memiliki hak istimewa dalam seumur hidupnya untuk bekerja dengan talenta terbaik di Asia Tenggara yang membangun Fave menjadi merek konsumer yang besar.

“Hari ini, satu dari setiap warga Singapura dan jutaan konsumen di Malaysia, Indonesia, dan India menggunakan Fave setiap hari untuk pembayaran dan memperoleh reward. Dengan kepemimpinan dan budaya yang telah kuat dibangun, saya yakin dengan pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang,” kata dia.

Dia melanjutkan, “Ketika saya meninggalkan Fave, saya berharap dapat berkontribusi lebih lanjut ke ekosistem teknologi Asia Tenggara, membantu sesama pengusaha lain tumbuh dalam perjalanan startup mereka.”

Neoh adalah salah satu pendiri awal Groupon di Malaysia pada 2011, saat itu ia mengelola bisnis senilai $2 miliar di Groupon Pacific dengan lebih dari 2.500 karyawan. Sebelumnya pada 2009, ia ikut mendirikan Say.com, sebuah platform media digital yang merger dengan Rev Asia dan diakuisisi oleh perusahaan konglomerasi media Media Prima.

Perjalanan Neoh sebagai investor di Asia Tenggara juga patut disoroti. Disebutkan ia telah mendanai lebih dari 25 startup melalui perannya sebagai mentor dan penasihat di Endeavor Malaysia, XA Network, Sunway University, dan limited partner di 500 Southeast Asia III, Better Bite Ventures, dan lainnya.

Neoh menuturkan dirinya akan terus memberikan kontribusi kepada ekosistem startup digital di Asia Tenggara. Sembari menikmati waktu istirahatnya, ia akan kembali dan mendukung pendiri dan pengusaha lain di Asia Tenggara.

“Selama 10 tahun terakhir sektor teknologi telah menyaksikan lonjakan perusahaan baru, ratusan perusahaan yang didanai VC, dan beberapa unicorn dan perusahaan yang terdaftar publik, yang mengarah ke serangkaian pendiri berkualitas dengan potensi luar biasa. Merupakan suatu kehormatan untuk membantu para pemimpin ini dalam perjalanan mereka dari nol ke satu,” ujarnya.

Perjalanan Fave

Sejak didirikan pada delapan tahun lalu, Fave adalah platform penjualan e-voucher untuk merchant dari berbagai kategori seperti makanan, kecantikan, relaksasi, aktivitas, ritel, dan jasa. Produknya adalah berbagai penawaran (deals), pembayaran QR, cashback, dan rewards. Terdapat pula fitur eCards, kartu digital yang memberikan cashback untuk setiap pembelian di eCards partner.

Perusahaan mengatakan bahwa pada sepanjang 2022, telah mencapai volume transaksi tertinggi sepanjang masa, yang mencerminkan popularitas dan pangsa pasar perusahaan yang semakin meningkat. Data internal menunjukkan pertumbuhan 40% secara quarter-on-quarter (QoQ) dan diprediksikan pencapaian yang baik pada tahun ini.

Ditargetkan perusahaan akan meluncurkan lebih banyak kolaborasi dengan bank-bank utama dan lembaga keuangan di seluruh pasar, menyediakan opsi pembayaran yang lebih fleksibel untuk online merchant di kuartal kedua 2023. Saat ini Fave beroperasi di empat negara dengan kantor pusat di Malaysia. Pasca-akuisisi penuh oleh Pine Labs pada April 2021, Fave ekspansi ke India dan meluncurkan sejumlah fitur di sana.

Di Indonesia, Fave masuk melalui sister company KFit pasca-akuisisi Groupon Indonesia pada 2016. Lalu rebrand menjadi Fave hingga kini beroperasi di lima kota di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, dan Medan. Meski dari cakupan lokasi tidak ada penambahan dari pemberitaan terakhir, namun dari penelusuran DailySocial.id, merchant yang bergabung kian beragam dari lintas bisnis.

Terlebih itu, kelima kota di atas merupakan kota utama dengan tingkat ekonomi dan populasi yang tinggi di Indonesia. Sehingga bisa jadi sangat sesuai dengan target pengguna Fave yang demografinya sudah familiar dengan produk-produk digital. Pemain sejenis seperti Fave tidak ada yang persis sama, namun ada yang mendekati, di antaranya TADA, Cashbac, Qraved, dan Chope.

Application Information Will Show Up Here

Startup Coworking Space “CoHive” Resmi Kolaps

Startup coworking space CoHive diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan ini tercantum dalam putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Register No: 231/Pdt/Sus-PKPU/2022/PN.Jkt.Pst, tertanggal 18 Januari 2023.

“Menyatakan termohon PKPU (PT Evi Asia Tenggara) dalam keadaan Pailit dengan segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan ini diucapkan,” tulis pengumuman tersebut, dikutip Rabu (1/2).

Berdasarkan pengumuman itu, Rio Sadrack M. Pantow dan Benny Marnala Pasaribu ditetapkan sebagai tim kurator. Debitor pailit, para kreditur, dan kantor pajak diminta menyaksikan sidang dan rapat lainnya.

Adapun sidang perdana diselenggarakan pada hari ini (1/2) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pukul 10.00 WIB. Sedangkan batas akhir pengajuan kreditor adalah 9 Februari 2023 pada pukul 10.00 WIB sampai 17.00 WIB.

Mengutip dari Katadata, sebelumnya Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan CoHive, PUKPS atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara pada 2 September 2022. PKPU adalah mekanisme penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan.

Debitur dapat mengajukan rencana perdamaian dengan tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang pada kreditur selama periode yang telah ditetapkan oleh pengadilan. CoHive diberi waktu 45 hari sejak putusan.

Belum ada keterangan resmi yang diberikan oleh salah satu investor awal CoHive, East Ventures, mengenai kabar tersebut kepada media. Akan tetapi bila mengacu dari situsnya, saat ini CoHive masuk ke dalam kategori exit portofolio.

Perjalanan CoHive

Selain East Ventures, CoHive juga didukung oleh investor lainnya, seperti Insignia, Naver Corp, dan lain-lain. Terakhir, startup tersebut mengumumkan putaran seri B pada 2019 dengan total dana ekuitas sebesar $40 juta. Menurut sumber, pendanaan ini melambungkan valuasi perusahaan mencapai lebih dari $100 juta.

CoHive didirikan pada 2015 sebagai proyek internal East Ventures, yang awalnya dinamai EV Hive. Kemudian pada 2017 diambil alih oleh Jason Lee, Carlson Lau, dan Ethan Choi yang mengganti namanya menjadi Cocowork, kemudian diganti lagi menjadi CoHive.

Perusahaan semakin ekspansif masuk ke berbagai kota. Pada 2020, perusahaan mengoperasikan 30 lokasi dengan total luas area mencapai 60 ribu meter persegi, di Jakarta, Medan, Yogyakarta, dan Surabaya. Layanan yang disuguhkan cukup beragam melalui keanggotan CoHive, mulai dari workspace, coworking, private office, meeting room, sampai dengan coliving.

Ekspansi terakhirnya di Surabaya diumumkan pada 2019 menggandeng Tanrise Property dan TIFA Property sebagai mitra strategis. Pada akhir 2020, salah satu investor CoHive, Chris Angka mengambil alih sebagai CEO perusahaan.

Industri coworking space

Menurut Coworking Space Global Market Report 2022, memprediksi ukuran pasar industri coworking space global bertumbuh dari $13,60 miliar di 2021 menjadi $16,17 miliar di 2022 dengan CAGR 18,9%. Laporan tersebut juga menggarisbawahi, pertumbuhan bisnis ini sangat dipengaruhi dengan peningkatan jumlah startup, termasuk tren ruang kerja fleksibel di kalangan pekerja muda.

Faktanya, bisnis ini juga mengalami turbulensi saat dampak virus corona memuncak pada pertengahan 2020. Diperkirakan jumlah penurunan permintaan coworking space melebihi 50%, ditengarai kebijakan bekerja dari rumah yang diberlakukan oleh para pegiat startup. Di era ini, kemudian muncul tren kerja hybrid –memadukan remote working dan bekerja di kantor—membuat para pekerja lebih fleksibel untuk menentukan tempat.

Besar kemungkinan CoHive terlalu ekspansif sehingga gagal mencapai unit economy sebelum pandemi meluluhlantakkan bisnisnya.

Pemain sejenisnya, GoWork masih beroperasi di Indonesia. Perusahaan tersebut mengantongi tambahan amunisi Seri C1 pada 2021. Sejumlah investor bergabung, termasuk Gobi Partners lewat Meranti Asean Growth Fund, dan telah mengumpulkan $3,6 juta.

Salah satunya investor GoWork, Indogen Capital, menyampaikan pandangannya terkait prospek industri ini.

“Hipotesis kami melihat bahwa permintaan terhadap coworking space akan bounce back dan tetap bertumbuh secara modest. Kami melihat future of working itu akan hybrid, orang sudah terbiasa dengan produktivitas kerja yang baru selama pandemi tapi secara bersamaan tidak mau kehilangan fungsi sosial untuk bertemu tatap muka. Alhasil akses multi-lokasi dari coworking space akan menjadi strong moat dalam jangka panjang untuk address change of behavior ini,” ucap Vice President Indogen Capital Kevin Winsen.

JD.ID Dikabarkan akan Hengkang Akhir Januari 2023, Bisnis Logistik Tutup Lebih Dulu

JD.ID, perusahaan e-commerce patungan JD.com dan Provident Capital, dikabarkan bakal tutup operasional per akhir bulan ini. Seluruh bisnis operasional JD.ID bakal ditutup satu per satu, salah satunya bisnis logistik JDL Express Indonesia yang resmi tutup per 22 Januari 2023.

Informasi ini diperoleh dari sumber terpercaya DailySocial.id. Dia menyampaikan, “JD.id juga selesai akhir bulan ini [Januari 2023].”

Saat dikonfirmasi, Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID Setya Yudha Indraswara tidak bersedia memberikan pernyataannya. “Terkait hal ini, mohon maaf, saat ini saya belum bisa memberikan statement apapun,” kata dia.

Bila kabar ini benar, maka sekaligus mengonfirmasi pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan rencana JD.com untuk exit dari Indonesia dan Thailand pada kuartal I 2023. Persaingan bisnis yang ketat dengan pemain e-commerce lainnya, jadi salah satu alasan dibalik hengkangnya JD.com.

Sebagai perusahaan e-commerce, JD.ID bukanlah pemain yang dominan di Indonesia. Mengutip dari data iPrice, posisi tertinggi JD.id berada di posisi keenam besar terjadi pada kuartal IV 2018. Saat itu, jumlah kunjungan situs per bulannya tembus hampir 17 juta kali. Lalu terus merosot hingga per kuartal II 2022, kunjungannya merosot di angka 2,3 juta kali, menempatkan posisinya di urutan ke-10.

Sementara mengutip dari SimilarWeb, kunjungan situs JD.ID melorot ke angka 1,6 juta kali per Desember 2022. Menempatkan JD.ID di urutan ke-15 dari situs e-commerce yang paling dikunjungi di Indonesia.

Sinyal-sinyal perusahaan mulai kesulitan sebenarnya sudah terlihat lewat gelombang PHK yang ditempuh hingga dua kali sepanjang tahun lalu. Pertama kali terjadi pada Juni 2022 dengan merumahkan puluhan pegawai.

Kemudian, pada awal Desember 2022, JD.id mengumumkan PHK terhadap 30% karyawan atau sekitar 200 orang. Perusahaan berdalih keputusan tersebut diambil karena saat ini menghadapi perubahan bisnis yang sangat cepat terjadi. Oleh karena itu, langkah adaptasi perlu diambil perusahaan.

“Salah satu langkah yang diambil manajemen adalah melakukan perampingan agar perusahaan dapat terus bergerak menyesuaikan dengan perubahan,” ucap Setya.

JDL Express resmi tutup

Tak hanya itu, sumber kami juga mengonfirmasi mengenai kebenaran informasi terkait tutupnya JDL Express Indonesia. “Iya [benar tutup],” ucap dia. Informasi ini sebelumnya sudah disampaikan melalui situs resmi JDL Express.

“Layanan JDL Express Indonesia nonaktif per tanggal 22 Januari 2023. Apabila terdapat kendala dengan pengiriman paketmu, silakan hubungi Customer Experience kami,” tulis pengumuman tersebut.

Belum ada keterangan lebih lanjut yang disampaikan perusahaan terkait nasib aset dan karyawannya. Namun sumber kami menyampaikan, belum ada investor baru yang berniat untuk ambil alih seluruh aset JDL Express. “Belum ada investor baru,” tambahnya.

JDL Express yang sebelumnya bernama J-Express atau JX Indonesia ini sudah berdiri sejak 2015. Echo Hong merupakan CEO terakhir yang menjabat di perusahaan tersebut, resmi didapuk pada 5 Oktober 2022. Hong merupakan salah satu pemimpin termuda di JD Worldwide, platform e-commerce khusus impor milik JD.com, dan memiliki 11 tahun pengalaman di bidang logistik. Ia telah bergabung bersama JD.ID sejak 2012.

Mengenai pencapaian JDL Express, disebutkan bahwa perusahaan memiliki 11 gudang, lebih dari 250 titik drop point, serta lebih dari 3.000 kurir. Penawaran produknya mulai dari layanan pengiriman reguler, pengiriman dengan metode pembayaran di tempat (Cash on Delivery), metode pembayaran dengan menggunakan kartu di tempat (Card Swipe on Delivery), tailor-made, fulfillment, kargo, last mile, dan cross border last mile.

Application Information Will Show Up Here

AMVESINDO: Strategi “Exit” dan Tingginya Minat Startup untuk IPO

Beberapa waktu terakhir, perjalanan IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, setelah dinobatkan sebagai salah satu penawaran umum perdana terbesar di dunia tahun ini, harga saham GoTo terpantau terus merosot.

Per hari ini (15/2), harga saham GoTo tercatat di angka Rp96 per saham, turun jauh dibandingkan saat IPO di kisaran Rp338 per saham.

Selain GoTo, perusahaan teknologi lainnya PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) juga bernasib serupa. Harga saham IPO senilai Rp850 per saham di Agustus 2021 lalu kini jeblok di angka Rp280 per saham (“15/12). Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah IPO merupakan strategi exit yang ideal bagi sebuah perusahaan teknologi?

Di awal Desember ini, Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mengadakan seminar bertajuk “Exit Mechanism for Investors & Startup Companies (IPO vs Acquisition)”. Dalam perhelatan ini, hadir beberapa perwakilan stakeholder untuk membahas strategi exit yang ideal bagi para investor startup di Indonesia.

Strategi exit merupakan salah satu keputusan signifikan dalam runway sebuah perusahaan teknologi, utamanya setelah perusahaan menerima pendanaan dari investor. Seperti diketahui, strategi exit bisa dilakukan melalui IPO, merger maupun akuisisi. Hal ini dilakukan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan atau meminimalkan kerugian.

Terkait strategi exit melalui IPO, perusahaan teknologi masih sering menghadapi tantangan. Bono Daru Adji selaku Senior Partner Assegaf Hamzah & Partners mengungkapkan bahwa peraturan di Indonesia dianggap belum cukup memadai bagi startup untuk melakukan IPO. Selain itu, struktur internal startup tahap pre-IPO sering dianggap belum cukup memadai untuk melantai di bursa.

Namun, peraturan OJK dan BEI belakangan ini sudah mulai disesuaikan dengan kebutuhan startup yang bermaksud untuk IPO. Selain POJK 22/2021 terkait Multiple Voting Shares (MVS), peraturan BEI No. I-A mengenai pencatatan saham tidak lagi mensyaratkan kewajiban profit bagi emiten yang bermaksud mencatatkan sahamnya di Papan Utama.

Hal ini membuka peluang bagi para startup. Strategi exit melalui IPO menjadi salah satu jalur untuk menggalang dana dari investor publik dengan harapan bisa mengembangkan bisnis perusahaan, bukan semata-mata untuk exit. Meskipun begitu, sejumlah investor menganggap mekanisme akuisisi (M&A) lebih menguntungkan dibandingkan IPO.

Hal ini diakui oleh Managing partner of MDI Ventures Kenneth Li. Menurutnya, akuisisi memungkinkan proses likuidasi yang cepat. Sementara IPO memiliki masa tunggu setidaknya 8 bulan. “Itupun kalau harga sahamnya naik,” tambahnya. Namun, ia menegaskan bahwa strategi itu tidak bisa digeneralisasi kepada semua perusahaan.

CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro yang juga menjabat sebagai ketua AMVESINDO mengungkapkan, “bahwa kita sebagai venture capital perlu dana untuk diputar kembali melalui investasi. M&A memungkinkan likuiditas yang ringkas. Sementara IPO memiliki masa tunggu. Sebagai pengelola dana investor, kita juga punya tanggung jawab untuk bisa segera memutar uang tersebut.”

Alternatif penggalangan dana

Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa sepanjang tahun 2022 ada 59 emiten yang melakukan initial public offering (IPO), Venteny menjadi perusahaan terakhir yang resmi tercatat di BEI. Angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Tanah Air. Selain itu, perolehan dana IPO pada tahun 2022 ini disebut mencapai Rp32,68 triliun.

Daftar penggalangan dana terbesar melalui IPO di BEI / Sumber: IDX

Head of IDX Incubator Aditya Nugraha mengungkapkan, “untuk animo IPO, rasanya tahun depan masih tetap tinggi. Di pipeline kami, ada 48 yang sedang diproses untuk tahun depan, ini belum termasuk bulan Desember. Kami yakin tahun depan akan lebih ramai. Harapannya, perusahaan yang masuk akan sizeable dan lebih siap untuk go public, termasuk dari aspek compliance. Tidak sekadar IPO dan membuat market jadi tidak sehat,” ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan, di bursa sendiri tidak ada definisi startup company melainkan Daftar Saham Teknologi (IDXTECHNO). Dari 48 entitas yang mendaftar untuk IPO di tahun 2023, delapan di antaranya adalah perusahaan teknologi. Sektor ini masih sangat menarik untuk go public, banyak perusahaan yang masih mencari alternatif pendanaan melalui IPO.

Aditya yang akrab disapa Anug ini juga memberi masukan bagi para founder yang berniat IPO di BEI, yaitu dengan membentuk badan hukum di Indonesia agar lebih mudah dalam menjalankan setiap proses. Lalu, founder harus bebenah sejak dini, tidak bisa hanya fokus pada bisnis tetapi lebih detail dalam mengelola aspek administrasi, termasuk legalitas, keuangan, perpajakan, dll.

Selanjutnya, perusahaan harus punya roadmap yang jelas. Ketika IPO, rincian penggunaan danannya harus lengkap. Untuk bisa go public, perusahaan harus bisa menarik minat investor. Mulai dari rencana ekspansi, pengembangan riset, talenta, dll. “Mereka harus punya path yang jelas, tidak bisa mengawang-ngawang. Kalau semuanya lengkap dan jelas, proses IPO bisa lebih lancar,” tutupnya.

Mendiskusikan Strategi “Exit” Startup Bersama Pemodal Ventura

Selain mendapatkan profit dari startup yang mereka danai, pada akhirnya tujuan akhir dari sebuah venture capital adalah exit. Meskipun IPO bukan menjadi satu-satunya pilihan, namun bagi kebanyakan startup langkah ini menjadi tujuan utama.

Di Indonesia sendiri kebanyakan proses merger and acquisition (M&A) banyak dilakukan korporasi hingga startup. Namun di luar negeri seperti Jepang misalnya, IPO lebih banyak dipilih oleh startup.

Menurut Ryu Hirota dari Spiral Ventures, jika seorang founder tidak memiliki rencana exit strategy yang tepat, sulit bagi investor untuk kemudian memberikan dukungan kepada mereka. Ada baiknya ketika proses fundraising dilakukan, mereka sudah memiliki strategi tersebut.

“Sebagai VC kami tentunya ingin mendukung startup secara finansial hingga added value lainnya. Namun berbeda dengan startup di Jepang yang didukung oleh pihak terkait untuk melakukan IPO, di Indonesia belum banyak startup yang kemudian melakukan IPO dengan pertimbangan yang ada,” kata Ryu.

Secara umum dengan dana hasil IPO, sebuah startup dapat ekspansi ke level lebih tinggi. Namun di samping potensi mengantongi uang yang sangat besar, IPO juga punya tantangan lain meski perjalanan menuju lantai bursa tidaklah mudah.

“Kami melihat banyak startup berbasis teknologi yang terbilang masih belia usianya sudah mengajukan proses IPO di Jepang. Hal ini bisa terjadi karena Tokyo Stock Exchange memiliki dedicated team yang bisa membantu startup melancarkan rencana IPO mereka,” kata Elsia Kwee dari Genesia Ventures.

Merger dan akuisisi pilihan startup Indonesia

Dalam artikel sebelumnya DailySocial mencatat, startup yang mengambil aksi M&A masih lebih besar ketimbang mereka yang memilih melantai di bursa saham. Startup Report 2018 dari DailySocial menunjukkan sepanjang tahun 2018 startup yang melakukan M&A sebanyak 12 perusahaan, sedangkan mereka yang mengambil IPO 4 perusahaan saja. Salah satu manfaat dari M&A, yang kadang juga jadi motivasi, adalah mendapatkan sumber daya manusia yang diinginkan.

Menurut Kevin Wijaya dari CyberAgent Capital, proses IPO merupakan proses yang sepenuhnya mengandalkan angka. Pastikan startup telah memiliki profit dan pertumbuhan bisnis yang positif sebelum proses IPO dilakukan. Namun jika memang belum siap, proses M&A memang menjadi pilihan terbaik dan ternyata paling banyak dilakukan oleh startup di Asia Tenggara.

Bagi mereka yang memiliki rencana untuk melakukan merger dan akuisisi, pastikan perusahaan yang diincar bisa memberikan keuntungan untuk bisnis startup. Dan tentunya jangan ragu untuk mencari dukungan lebih dari venture capital yang telah memberikan funding kepada startup.

“Untuk kami sendiri selain jaringan lokal kami juga memberikan peluang kepada startup yang masuk dalam portofolio kami untuk diakuisisi oleh perusahaan Jepang yang relevan dengan bisnis startup. Dengan demikian peluang untuk melakukan proses merger dan akuisisi menjadi lebih terbuka secara global,” kata Elsa.

Tahun 2019 Startup Indonesia Bukukan Pendanaan Lebih dari 40 Triliun Rupiah, Pemodal Ventura Lokal “Exit” 14 Kali

Tampaknya bukan tidak mungkin jika Indonesia bisa menjadi digital archipelago yang memimpin industri internet di Asia Tenggara. Pertumbuhan cepat bisnis dan startup teknologi mulai memberikan dampak secara masif. Dibuktikan dengan banyak hal, termasuk kepercayaan investor untuk menanamkan modal.

Setiap tahun DailySocial menerbitkan laporan riset bertajuk “Startup Report”, mencatat dinamika dan tren pasar dalam sektor digital. Termasuk untuk tahun 2019, akan ada riset khusus yang mencatat hal-hal menarik dalam industri. Laporan terbaru direncanakan akan diluncurkan pada awal tahun 2020.

Sebagai gambaran awal, kami mencoba menyajikan beberapa temuan menarik untuk Startup Report 2019, khususnya terkait pendanaan. Dari 59 pendanaan yang diumumkan nominalnya, total yang didapat mencapai $2,8 miliar atau setara 40,2 triliun Rupiah. Sementara masih ada 44 transaksi pendanaan lain yang tidak disebutkan nominalnya ke publik.

Selain itu, ada beberapa tren menarik lainnya, berikut ulasan singkatnya:

Sektor finansial masih menarik banyak perhatian investor

Pendanaan Startup Indonesia 2019

Per tanggal 18 Desember 2019, tim DSResearch mencatat ada 110 transaksi pendanaan yang diumumkan oleh startup dan/atau investor Indonesia. Dari jumlah tersebut, sektor finansial dapatkan porsi terbanyak dengan 23 transaksi, disusul SaaS (9), e-commerce (8), dan logistik (6).

Hal ini sesuai yang diprediksikan dalam laporan tahun lalu, bahwa fintech akan semakin menggeliat. Banyak faktor yang mendasari, pertama adalah potensi pasar. Kalangan unbankable di tanah air masih mendominasi, berasal dari kota tier satu sampai tiga. Kedua, regulasi yang semakin terbuka dengan para pelaku usaha. Ketiga, masyarakat mudah beradaptasi dengan pendekatan digital.

Riset khusus mengenai sektor fintech juga sudah diterbitkan sebelumnya melalui Fintech Report 2019.

Pendanaan untuk startup tahap awal mengucur deras

Pendanaan Startup Indonesia 2019

Pendanaan awal (seed funding) masih mendapatkan porsi terbesar, disusul oleh pendanaan seri A. Secara umum investasi tersebut dikucurkan oleh investor kepada startup baru yang sudah berhasil memvalidasi produknya ke pasar, hingga menghasilkan traksi. Tahun ini kategorinya cukup beragam, mulai dari startup penyedia layanan berbasis kecerdasan buatan, platform investasi, kesehatan, dan lain-lain.

Di tahap lanjut, startup Indonesia juga masih dapatkan jumlah yang cukup banyak untuk seri B ke atas ada 27 transaksi yang dibukukan. Sektor finansial dan e-commerce masing-masing mendapatkan 5 transaksi tahap lanjut. Diteruskan car marketplace dan pendidikan masing-masing 2 transaksi.

Gojek mendominasi capaian transaksi pendanaan

Pendanaan Startup Indonesia 2019

Pasca perolehan dari Cool Japan Fund, pendanaan seri F Gojek disebutkan telah capai $2 miliar dari target $3 miliar, dan akan ditutup per Januari 2020. Capaian ini, selain mengukuhkan perusahaan jadi lokal decacorn pertama, juga jadi nominal transaksi pendanaan terbesar yang didapatkan startup Indonesia.

Dilanjutkan Kredivo yang mendapatkan pendanaan dalam dua babak, yakni seri C dan debt funding. Mirae Asset-Naver Asia Growth Fund, Telkomsel Mitra Inovasi, MDI Ventures, Cathay Innovation, Partners for Growth jadi beberapa investor yang terlibat.

Transaksi paling banyak di kuartal ketiga

Pendanaan Startup Indonesia 2019

Pada kuartal ketiga, bulan Juli-September, ada sekitar 36 transaksi pendanaan yang terjadi. Jadi yang terbanyak jika dibandingkan dengan periode waktu sebelum dan sesudahnya. Namun jika melihat dari sisi nominalnya, kuartal di awal dan akhir tahun lebih mendominasi. Di periode tersebut startup unicorn dan centaur mengumumkan perolehan pendanaan barunya.

14 exit melalui akuisisi dan IPO

Venture Capital Indonesia 2019

Tahun ini ada 14 exit yang berhasil dicatatkan oleh pemodal ventura lokal. MDI Ventures memimpin perolehan dengan 3 catatan akuisisi dan 2 IPO. Beberapa startup yang berhasil membawa investornya exit adalah Whispir, Bridestory, Jualo, FemaleDaily, dan sebagainya.


Disclosure: Data yang ditampilkan berdasarkan temuan DSResearch dari berbagai transaksi yang diumumkan ke publik per 18 Desember 2019. Ada potensi terjadi perubahan data, berupa penambahan jumlah atau nominal transaksi, pada laporan mendatang.

East Ventures Bukukan Dana Investasi 1 Triliun Rupiah, Diprioritaskan untuk Pendanaan Startup Indonesia

East Ventures kemarin (21/8) mengumumkan penutupan dana investasi keenam mereka sejumlah $75 juta atau setara dengan 1 triliun Rupiah. Dana ini didukung oleh berbagai elemen, mulai dari kalangan individual (high net workth individuals) seperti Wan Xing (CEO Meituan-Dianping), Eduardo Saverin (Co-Founder Facebook), dan Kaling Li (Co-Founder Razer).

Selain itu pemberi dana juga datang dari kalangan institusi investasi mulai dari Pavilion Capital, Adams Street Partners dan Temasek. Beberapa perusahaan keluarga dari Indonesia juga tergabung dalam pendanaan ini, meliputi Sinarmas Group, Triputra Group dan Emtek Group.

Perolehan East Ventures meningkat 2,5x lipat dari yang ditargetkan, yakni $30 juta. Nantinya dana investasi yang diperoleh akan digunakan untuk meningkatkan dukungan kepada ekosistem startup di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Trennya untuk diberikan dalam pendanaan tahap awal hingga seri A di berbagai sektor.

Kendati demikian ada vertikal baru yang akan menjadi fokus dengan dana investasi keenam ini, yakni inklusi UKM, new retail, fintech, berita dan media, healthtech, supply chain dan transformasi digital.

“Kami sebenarnya bisa menambah lebih banyak lagi, namun kami ingin mempertahankan disiplin tertentu di era euforia ini. Penting bagi ekosistem ini untuk mempertahankan kecepatan value creation agar dapat sesuai dengan valuation expectation. Dan hal ini akan berdampak pada performa dana investasi kami bagi para pemangku kepentingan, yaitu para pendiri startup, mitra bisnis, dan para investor (LP),” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Salah satu “model bisnis” yang ditawarkan oleh venture capital kepada pemberi dana ialah melalui exit — bisa dalam bentuk akuisisi atau go-public. Menurut pihak East Ventures, kesuksesannya dengan 30 exit meningkatkan kepercayaan investor kepada mereka. Groupon, Kudo, Loket, Jurnal, Bridestory, dan Talenta adalah beberapa nama startup yang berhasil terakuisisi.

Bridestory and Parentstory Stay Independent After Being Acquired by Tokopedia

According to the CEO speech, William Tanuwijaya, today (6/20), Tokopedia officially announced its acquisition over Bridestory and Parentstory platforms. Through this action, the biggest online marketplace in Indonesia has acquired full assets of both platforms; including physical, digital, intellectual property, and human resources. Although, Bridestory and Parentstory will keep running the business and creating products independently.

Kevin Mintaraga, Bridestory’s Founder & CEO is said to be a part of Tokopedia’s management as Vice President. While Doni Hanafi, as the Co-Founder is to become the COO of Bridestory.

In terms of integration, it was mentioned in the release that Bridestory and Parentstory will have service synergy and to make use of the platform within Tokopedia’s ecosystem to expand.

Tokopedia’s platform will be available for Bridestory partners to market their products and services. It applies to the Parentstory’s partner and users as well, they can offer, search for inspiration, and purchase any kind of children activities through Tokopedia’s platform.

“We’re glad Tokopedia can have a synergy with Bridestory and Parentstory. We believe the synergy could amplify and accelerate the mission of both sides” Mintaraga said.

Tanuwijaya added, “Through this acquisition, Tokopedia took a commitment to keep being a partner for these service providers in order to keep transforming with technology onward, therefore, all bride & groom to be will have the best experience of once in a lifetime moment. Also, the Parentstory in providing the best solutions and activities for parents and their children.”

Since it was founded in 2014, Bridestory has helped and connected more than 3,5 million couples every year, with more than 20 thousand curated wedding vendors. The annual event, Bridestory Market has also become the biggest exhibition in the Southeast Asia.

On the other side, Parentstory is a new initiative from Bridestory, first introduced in October 2018. They’re targeting parents by providing subscription-based marketplace platform to give inspiration and options for children activities for parents.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here