Induk Perusahaan Fintech “UangMe” Umumkan Pendanaan 327 Miliar Rupiah

SuperAtom, startup fintech binaan Cheetah Mobile, mengumumkan perolehan pendanaan seri C sebesar 22 juta (sekitar 327 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh perusahaan investasi asal Malaysia, Nue 3 Capital. Pendanaan tersebut melambungkan valuasi SuperAtom menjadi $370 juta.

SuperAtom akan memanfaatkan raihan dana tersebut untuk memperluas produk-produk perbankan digital dan kredit SuperAtom secara global, mulai dari Meksiko dan Amerika Latin. Di Indonesia, SuperAtom memiliki produk fintech lending bernama UangMe yang sudah resmi beroperasi sejak 2018 di bawah lisensi OJK.

Dalam keterangan resmi, Founder dan CEO SuperAtom Scarlett Xiao menyampaikan pihaknya akan membuat lebih banyak produk, mereplikasi model UangMe di pasar negara berkembang lainnya seperti Meksiko. Oleh karena itu, dalam beberapa bulan ke depan perusahaan akan membangun operasional lokal di negara-negara, seperti Meksiko dan Amerika Latin, dengan merekrut talenta-talenta lokal, mengajukan izin keuangan, dan fokus pada pengembangan produk kami.

“Kami bersyukur memiliki investor-investor yang luar biasa dan sejalan dengan misi kami untuk membuat layanan keuangan lebih inklusif dan dapat diakses oleh banyak orang,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (1/8).

CEO Nue 3 Capital Felix Tang turut menambahkan, meskipun inovasi terus berlanjut di sektor perbankan, masih banyak konsumen global yang aksesnya masih terbatas terhadap layanan keuangan. Dengan rekam jejak tim yang terbukti di Indonesia, mereka meyakini model SuperAtom dapat ditingkatkan secara global dan membantu memberdayakan konsumen yang tidak memiliki rekening bank.

“Kami senang dapat mendukung perjalanan SuperAtom berekspansi ke pasar baru dan memulai fase pertumbuhan berikutnya.”

SuperAtom didirikan pada 2018 berkat inspirasi Xiao terhadap kesuksesan Alipay. Perusahaan ini ingin memberikan produk finansial yang lebih luas dan memfasilitasi inklusi keuangan di pasar negara berkembang seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang sebagian besar penduduknya kurang terlayani oleh lembaga keuangan.

Menurut laporan Bain & Company, lebih dari enam dari 10 orang di Asia Tenggara tidak memiliki rekening bank (underbanked) atau memiliki akses kredit yang terbatas, serta sebagian besar populasi yang masih asing dengan aset manajemen. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Bank Dunia, terdapat sekitar 95 juta orang dewasa yang belum memiliki akses ke layanan keuangan.

Layanan UangMe

Melalui UangMe, SuperAtom menyediakan akses pembiayaan kepada pengguna lokal. Selain fitur pinjaman tunai, telah tersedia fitur BNPL sejak tahun lalu yang memungkinkan konsumen untuk memperoleh barang/jasa terlebih dulu dan membayarnya pada waktu yang telah disepakati. Diklaim saat ini UangMe telah menarik jutaan pengguna dan menyalurkan pinjaman hingga ratusan kali sejak awal diluncurkan.

Mengutip dari situs perusahaan, secara akumulasi UangMe telah melayani satu juta peminjam (individu dan institusi) dengan menyalurkan pinjaman sebesar Rp10,1 triliun. Perusahaan disebutkan berhasil menjaga TKB 90 di angka 100%. Produk utama UangMe adalah pinjaman konsumer dengan limit maksimal Rp20 juta dengan pembayaran dalam 30 hari atau cicilan antara 3-6 bulan.

Presiden Direktur Uangme Vincent Jaya Saputra turut menambahkan, dukungan dana segar yang diterima dapat mengakselerasi pertumbuhan inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak terpapar akses perbankan, serta membangun ekosistem yang lebih baik lagi.

“UangMe Fintek Indonesia juga sangat senang dan berterima kasih karena SuperAtom telah memilih Indonesia sebagai pusat pengembangan fintech Asia Tenggara dan tentunya kami akan memaksimalkan upaya dalam menjadikan UangMe sebagai fintech terpilih bagi masyarakat yang kesulitan dalam akses perbankan,” ujarnya.

Pada bulan lalu, perusahaan mengumumkan kemitraan dengan McDonald Indonesia. Sebanyak 197 gerai McDonald kini dapat menerima fitur pembayaran BNPL UangMe sebagai metode pembayaran. Ke depannya, disebutkan SuperAtom akan mengenalkan lebih banyak produk baru lainnya, termasuk produk wealthtech.

Sebelum mengumumkan pendanaan teranyar ini, SuperAtom terakhir kali mengumumkan pendanaan sebesar $24 juta yang dipimpin Gobi Partners melalui Meranti ASEAN Growth Fund dan sebuah konsorsium investor pada September 2019.

Kompetisi pasar

Di Indonesia, UangMe berkompetisi langsung dengan sejumlah kompetitor. Untuk fintech lending yang sifatnya cashloan, jumlahnya ada puluhan. Pun demikian untuk layanan paylater yang jumlah pemainnya ada belasan. Sementara untuk fintech yang memiliki dua lini sekaligus (lending dan paylater) juga ada beberapa, salah satu yang terbesar adalah Kredivo.

Menurut data yang dihimpun Statista, layanan pinjaman alternatif di Indonesia, khususnya berbasis teknologi, nilai transaksinya akan mencapai $46,61 juta pada 2022. Capaian ini juga diproyeksi akan bertumbuh dengan CAGR 5,38% sampai 2027 mendatang, dengan prakiraan nilai akan mencapai $60,56 juta.

Application Information Will Show Up Here

Maxi Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Hadirkan Layanan “Mental Wellbeing” untuk Pekerja Profesional

Startup penyedia employee asisstance platform Maxi mengantongi pendanaan pra-awal (pre-seed) dengan nominal yang dirahasiakan. Putaran ini disuntik oleh Co-founder Modalku Iwan Kurniawan, General Partner Javas Venture Alexander Sie To, Founder WeNetwork Antonia Mazza, dan Country Manager LingoAce Emili Nirmala.

Maxi didirikan oleh Julia Erica dan Hariadi Tjandra pada Maret 2022. Misinya mendemokratisasi layanan mental wellbeing dan produktivitas pekerja profesional melalui employee wellbeing program dengan target pasar di Asia Tenggara. Beberapa perusahaan yang telah menggunakan Maxi di antaranya adalah EVOS, Bank Sampoerna, Keyta, dan Amanco.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Co-founder Maxi Julia Erica meyakini bahwa penerimaan pasar di Asia Tenggara terhadap produk employee asisstance platform sudah siap karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Dihimpun dari situs resminya, Maxi mencatat sebanyak 35% karyawan yang tidak bahagia berpotensi tidak produktif dalam pekerjaannya dan 64% pekerja stres berpotensi mengambil cuti sakit. Selain itu, karyawan yang mengabaikan mental wellbeing bisa berdampak terhadap turnover perusahaan yang tinggi. Sebanyak 4 dari 10 karyawan resign karena stres.

Ia juga menambahkan bahwa pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan aplikasi dan customer acquisition sehingga dapat mencapai product-market fit. “Saat ini kami fokus di B2B, sedangkan B2C [akuisisi] secara organik,” tambahnya.

Meningkatkan mental wellbeing dan produktivitas karyawan lewat  “employee wellbeing program”

Maxi menggunakan pendekatan unik dengan menggunakan anonimitas bagi para penggunanya. Mereka dapat saling terhubung, memberikan feedback, dan berbagi aktivitas. “Artinya, user identity dan activities di aplikasi dibuat secara anonim dari publik dan perusahaan. Dengan begitu, pengguna merasa nyaman untuk berbagi di forum komunitas,” tutur Julia.

Lebih lanjut, Maxi menawarkan sejumlah fitur mulai dari mood tracker, forum diskusi, hingga self-assessment. Ada pula dashboard yang berfungsi untuk mengelola wellbeing program karyawan dan menghasilkan insight mendalam. Modelnya berbasis langganan (subscription), tetapi pengguna dapat menikmati layanan gratis di dua bulan pertama.

Platform wellness profesional

Sekadar informasi, ini kali kedua Co-founder Modalku terlibat dalam pendanaan awal pada platform mental wellness bagi pekerja. Sebelum ini, tiga Co-founder Modalku, yakni Reynold Wijaya, Kelvin Teo, Koh Meng Wong berpartisipasi dalam pendanaan startup Ami.

Ami memiliki misi untuk mempermudah akses perawatan kesehatan mental bagi karyawan yang mengalami stres dalam pekerjaannya. Ami menggunakan model pencocokan karyawan dengan coach untuk berkonsultasi via WhatsApp, tanpa perlu membuat janji. Strategi ini dinilai untuk mempermudah akses dan meningkatkan kenyamanan pengguna seperti berbicara dengan teman.

Co-founder Ami Justin Kim mengaku optimistis dengan kehadiran Ami di Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia berpotensi memicu peningkatan stres di sebagian tempat kerja. Adapun, pekerja di Asia adalah pekerja paling stres di dunia dengan akses buruk terhadap sumber daya manajemen stres.

Di samping itu, muncul generasi baru karyawan yang lebih berorientasi pada nilai dibandingkan generasi pendahulu mereka. Generasi baru ini mencari lingkungan kehidupan kerja yang benar-benar holistik, otentik, dan seimbang.

Induk 99.co dan Rumah123.com Dapat Pendanaan Seri C, Lanskap Proptech Lokal Terus Berkembang

99 Group, induk perusahaan proptech 99.co dan Rumah123.com,  mengumumkan pendanaan seri C senilai $52 juta atau setara 776 miliar Rupiah yang dipimpin GAW Capital Partners. Dana senilai $37 juta sudah dirampungkan pada penutupan fase pertama. Sementara $15 juta lainnya masih berbentuk komitmen investor yang baru akan ditutup beberapa bulan mendatang. Perolehan ini membuat dana ekuitas yang berhasil dibukukan perusahaan menjadi lebih dari $80 juta.

“Kami sangat optimistis dengan pasar Asia Tenggara dan investasi yang kami lakukan di 99 Group ini adalah sebuah langkah yang tepat. Hal ini membawa sinergi dan membantu kami untuk lebih memahami pasar untuk membuka kesempatan investasi serta membuat kemampuan go-to-market untuk proyek-proyek kami menjadi lebih terdepan,” ujar Humbert Pang mewakili GAW Capital Partners.

Fokus selanjutnya 99 Group

Menurut pertanyaan yang disampaikan, dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk mengoptimalkan potensi pasar yang telah ada di Singapura dan Indonesia, serta melanjutkan inovasi, riset, pengembangan, dan ekspansi untuk pasar baru di wilayah Asia Tenggara.

“Ini merupakan waktu yang sangat tepat untuk meningkatkan modal, dengan pencapaian kami yang berhasil menguasai pasar properti dan siap untuk melakukan ekspansi, berbekal kekuatan teknologi, pengalaman mendalam, dan kemampuan operasional bisnis yang ekstensif. Memiliki neraca keuangan yang kuat akan membuat kami dapat bereaksi dengan gesit dan teguh terhadap potensi peluang merger and acquisition yang kami prediksi akan semakin berkembang,” jelas CEO 99 Group Darius Cheung.

99 Group mengoperasikan empat merek platform proptech yaitu 99.co, iProperty.com.sg, Rumah123.com, dan srx.com.sg. Dari data yang dibagikan, perusahaan telah mengalami pertumbuhan penjualan lebih dari 8x lipat sepanjang Q1/2019 hingga Q1/2022.

Di sisi lain, 99 Group juga telah mengalami pertumbuhan trafik lebih dari 4x lipat menjadi 30 juta per bulan di periode yang sama. Jumlah agen yang bergabung di Singapura telah tumbuh 2x lipat sejak akuisisi SRX. Sementara di Indonesia juga menjadi marketplace properti nomor satu yang paling dominan di Indonesia dengan lebih dari 70% pangsa pasar.

Di Indonesia, 99 Group dipimpin oleh Wasudewan. Menurut pemaparannya, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk mendukung ekspansi serta pengembangan inovasi produk untuk semakin mempermudah pencari serta pelaku industri properti.

“Saat ini kami tengah fokus mengembangkan pasar di beberapa kota besar di luar Jabodetabek yaitu Surabaya, Bandung, Solo, Semarang, dan Makassar. Harapannya, 99 Group Indonesia dapat menjadi bagian dari ekosistem properti di level regional dengan produk dan teknologi yang kita miliki. Misalnya saja produk Simulasi Gaji KPR yang dapat digunakan calon pembeli untuk mengetahui kemampuan mencicil rumah serta produk X-Value atau property price estimator tool yang memungkinkan pencari atau penjual properti untuk mendapatkan informasi estimasi harga properti dengan lebih cepat,” jelasnya.

Sebagai informasi juga, tahun 2018 lalu 99 Group mengakuisisi platform proptech lokal Urbanindo, untuk selanjutnya dilebur ke dalam situs 99.co.

Digitalisasi bisnis properti makin menarik

Di Indonesia sendiri, startup proptech sejenis telah berjamuran, khususnya mereka yang menyajikan layanan listing berbagai macam jenis properti. Salah satu pesaing terdekatnya adalah Lamudi; belum lama ini mereka mengumumkan akuisisi bisnis properti OLX Indonesia. Strategi ini merupakan bagian dari ambisi Lamudi untuk menjadi proptech terbesar di Indonesia.

Situs Rata-Rata Kunjungan (Apr-Jun 2022) Peringkat (Real-Estate)
99.co 20 juta+ (situs ini diakses secara regional,
spesifik dari Indonesia 78,05%)
#1
Rumah.com 3,7 juta+ #2
Rumah123.com 4,5 juta+ #3
Lamudi.co.id 1 juta+ #4

*Data trafik dan peringkat bersumber dari SimilarWeb, diakses per tanggal 29 Juli 2022 pukul 14.00 WIB

Tidak hanya berhenti pada platform listing properti saja, proptech telah berkembang lebih luas menawarkan kapabilitas yang lebih mendalam — baik dari sisi konsumen maupun pebisnis. Salah satu model bisnis yang berkembang pesat dewasa ini adalah digitalisasi proses KPR atau pembiayaan kepemilikan rumah. Beberapa platform mencoba mendemokratisasi sejumlah tahapan yang sebelumnya dianggap rumit dan memakan waktu — kendati tidak sampai ke proses pembiayaannya.

Tahun ini ada 4 startup yang mendapatkan dukungan investor untuk mematangkan produk digitalnya dalam membantu masyarakat mendapatkan KPR secara efisien, mereka adalah IDEAL, Tanaku, Ringkas, dan Pinhome. IDEAL misalnya, aplikasi yang dikembangkan membantu pengguna menghitung biaya dan cicilan pembiayaan properti secara detail sesuai dengan kebutuhan dan preferensi yang dimiliki. Mereka turut menyediakan sistem aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengajuan pembiayaan di beberapa bank sekaligus.

Platform seperti IDEAL terhubung langsung dengan perbankan yang memberikan kredit, sekaligus pengembang properti yang menjalankan proyek. Model bisnisnya berbasis komisi dari setiap pengajuan yang berhasil disetujui.

Kendati fokus bisnisnya lebih luas, platform legasi seperti 99.co sebenarnya juga sudah memiliki fitur serupa. Di situsnya saat ini ada menu KPR, di dalamnya termasuk kalkulator simulasi pinjaman dan layanan pengajuan pinjaman. Saat ini salah satu bank yang sudah menjadi mitra 99.co adalah BCA.

Menurut data, sejauh ini 75% pembelian rumah di Indonesia menggunakan metode KPR. Dengan literasi finansial yang minim, mayoritas pemohon mengalami kesulitan untuk memahami ketentuan yang ada, di samping prosesnya memang panjang. Di sisi pemberi pinjaman, sejumlah tahapan administratif juga dirasa kurang efektif.

Kesempatan ini yang coba dimenangkan oleh para startup, mengingat pada tahun 2021 industri KPR lokal bernilai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan lima tahun ke depan 17%. Dan mayoritas pangsa pasarnya akan jatuh ke Gen Y dan Gen Z pada 10 tahun ke depan, sehingga digitalisasi dinilai akan diterima baik.

Model bisnis proptech

Secara umum, dari yang sudah ada saat ini, model bisnis proptech terbagi ke dalam tiga kategori utama. Yakni platform yang mendigitalkan pengalaman penggunaan properti, platform yang membagikan informasi seputar properti, dan platform yang menjembatani kebutuhan pembiayaan properti.

Tren menarik yang bisa ditangkap, sebuah platform proptech mencoba menghadirkan ekosistem menyeluruh yang saling terhubung. Menyajikan berbagai layanan secara terhubung dalam satu platform terpusat. Contohnya yang dilakukan 99.co, setelah pengguna mengeksplorasi proyek properti yang diinginkan, mereka bisa melanjutkan untuk memahami tentang opsi pembiayaan yang ada.

Ini sekaligus memperluas model mereka, tidak hanya C2C saja, melainkan masuk ke B2B dan B2B2C. Para platform akan terhubung juga dengan sistem yang dimiliki di sisi pengembang atau lembaga jasa keuangan.

Kendati demikian, inovasi proptech ternyata masih terus berkembang menyasar segmen-segmen yang belum terdigitalkan. Salah satu model bisnis yang juga bermunculan tahun ini adalah B2B Commerce yang mendigitalkan proses supply-chain bahan bangunan untuk pengembangan properti. Beberapa startup yang bermain di sini di antaranya Tokban, BRIK, dan GoCement.

Belum lama ini BRIK mendapatkan pendanaan awal 59 miliar Rupiah yang dipimpin AC Ventures. Sementara Go-Cement sebelumnya juga mendapatkan dukungan dari sejumlah investor, termasuk Arise Fund. Apa yang mereka kembangkan bertujuan untuk mempersingkat rantai distribusi bahan konstruksi melalui platform teknologi, menghubungkan pembeli dengan produsen bahan konstruksi secara efisien.

Model layanan lain yakni membantu pemilik properti untuk mengelola aset yang dimiliki, baik yang berbentuk indekos maupun apartemen. Platform seperti Travelio, Mamikos (Singgahsini), atau Rukita bermain di area tersebut. Selain informasi berupa listing, mereka membantu menyajikan pengalaman transaksi sewa secara lebih efisien.

Sebagai sebuah kebutuhan primer, produk hunian memang menjadi salah satu yang paling banyak diburu. Hadirnya inovasi digital ini, diharapkan bisa membantu berbagai kalangan masyarakat untuk mengatasi isu yang selama ini ditemui untuk memenuhi kebutuhan akan hunian — dari proses pencarian sampai dengan pembelian secara lebih mudah dan transparan.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Segera Bukukan Investasi dari Perusahaan Thailand

PTT Oil and Retail Business (OR) mengumumkan akan berinvestasi di platform perjalanan dan layanan lokal (OTA) Traveloka. Kesepakatan itu akan dilakukan melalui anak perusahaannya, PTTOR International Holdings Singapore.

Dari keterangan resmi seperti dikutip dari Asia Tech Daily, investasi tersebut merupakan langkah besar bagi OR untuk berekspansi ke sektor perjalanan dan berusaha menjadi solusi satu atap untuk semua gaya hidup.

Kolaborasi ini juga merupakan langkah positif dalam melanjutkan misi Traveloka untuk memenuhi aspirasi penggunanya dan memungkinkan lebih banyak mitra merchant dapat berkembang.

Menurut presiden dan CEO OR Jiraphon Kawswat, sektor perjalanan merupakan area fokus OR karena pariwisata adalah salah satu kontributor ekonomi utama bagi perekonomian Thailand. Sektor ini mempekerjakan sebagian besar penduduk Thailand dan banyak UKM Thailand juga bergantung pada segmen ini.

Seperti diketahui, sektor perjalanan di Thailand dan Asia Tenggara telah menikmati tingkat pertumbuhan yang tinggi sebelum pandemi Covid-19 dan diperkirakan akan pulih dengan cepat setelah pelonggaran pembatasan perjalanan dan pemulihan permintaan perjalanan.

Dia menambahkan, kolaborasi antara OR dan Traveloka akan memberikan solusi gaya hidup tambahan kepada pelanggan. Langkah ini strategis dengan ambisi perusahaan untuk menjadi solusi satu atap untuk semua gaya hidup. OR meramalkan banyak peluang dan kemungkinan yang dapat kedua perusahaan wujudkan dari kerja sama ini.

“Kemitraan ini tidak hanya dapat memberikan peluang baru untuk OR di sektor perjalanan, tetapi juga dapat menyediakan tempat tambahan bagi mitra dan aliansi bisnis OR yang ada untuk tumbuh bersama dengan OR dan untuk memberikan penawaran dan pengalaman yang lebih besar kepada pelanggan OR,” ujar Kawswat.

Dia melanjutkan, “Dengan memerhatikan posisi Traveloka sebagai platform online terkemuka untuk perjalanan dan layanan lokal di Asia Tenggara dan kemampuan teknologinya yang kuat, saya yakin ada berbagai bidang OR yang dapat dijelajahi bersama dengan Traveloka untuk lebih meningkatkan kemampuan teknologi kami.”

Co-founder dan CEO Traveloka Ferry Unardi menyampaikan, perusahaan melihat nilai yang sangat besar dari kolaborasi ini karena Traveloka melihat Thailand tumbuh dengan pesat, yang mengarah pada peluang yang lebih besar di industri pariwisata ini.

“Kami sangat senang bekerja dengan OR, dengan keahliannya dalam menciptakan bisnis yang hebat dengan pendekatan yang berfokus pada pelanggan, untuk menangkap permintaan dan memberikan solusi yang ditingkatkan kepada pelanggan kami, sambil juga menciptakan peluang baru bagi mitra pedagang kami di Thailand”, kata Ferry.

Sebelumnya, ambisi Traveloka untuk garap pasar Thailand cukup tinggi terlihat dari pendirian mendirikan Trex Ventures, perusahaan patungan dengan SCB 10X pada Maret 2021. Sayangnya, perusahaan tersebut tutup operasional pada 20 Desember 2021.

Saat peluncurannya, ambisi yang ingin ditawarkan dari Trex Ventures adalah memanfaatkan platform perbankan terkemuka di pasar SCB dan kemampuan digital Traveloka untuk menawarkan produk keuangan yang inovatif untuk masing-masing pengguna kedua perusahaan di Thailand.

Menjadi superapp gaya hidup

Semenjak pandemi, Traveloka kini menjelma menjadi superapp gaya hidup agar tetap relevan sembari menanti industri perjalanan dan pariwisata pulih akibat pandemi Covid-19. Setelah masuk ke layanan food delivery hingga healthtech, startup dengan valuasi ~$3 miliar tersebut kini masuk ke layanan online grocery lewat brand Traveloka Mart. Menu “Mart” saat ini bisa dijumpai di aplikasi.

Fitur tersebut memampukan pengguna Traveloka untuk membeli kebutuhan sehari-hari, seperti produk segar dan makanan beku. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini, Traveloka telah bermitra dengan beberapa perusahaan peritel besar, termasuk Lotte Mart.

Sebelumnya, Traveloka meluncurkan halaman direktori untuk restoran, Kuliner Traveloka pada 2018. Kemudian, Xperience pada 2019 yang memiliki sekitar 15.000 kegiatan di lebih dari 60 negara, mencakup acara, film, hingga lokakarya. Selain itu, Traveloka juga merambah ke sektor healthtech dengan menghadirkan telekonsultasi dan layanan tes PCR dan antigen.

Application Information Will Show Up Here

IDEAL Debut dengan Pendanaan Pra-Awal 57 Miliar Rupiah, Demokratisasi Proses Pengajuan KPR

Startup proptech yang fokus membantu memudahkan proses pembiayaan atau pengelolaan hipotek “IDEAL” mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $3,8 juta atau senilai 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dana segar akan dimanfaatkan IDEAL untuk pengembangan produk, perekrutan dan peningkatan layanan. Startup ini didirikan oleh sejumlah founder, meliputi Albert Surjaudaja, Ian Daniel Santoso, Indira Nur Shadrina, dan Jeganathan Sethu.

Layanan dan model bisnis

Platform IDEAL membantu pengguna menghitung biaya dan cicilan pembiayaan properti secara detail sesuai dengan kebutuhan dan preferensi yang dimiliki. Mereka turut menyediakan sistem aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengajuan pembiayaan di beberapa bank sekaligus. Yang menarik, ada sebuah dasbor untuk memantau status perkembangan pengajuan tersebut.

Tujuan IDEAL adalah menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi yang selama ini rumit dan memakan waktu serta biaya besar. Di samping memberikan rasa aman, karena dokumen-dokumen bisa dikelola secara aman — tidak perlu lagi mengirim foto KTP via WhatsApp ke agen atau sejenisnya.

Model bisnis IDEAL dengan mengenakan komisi kepada bank dan developer properti untuk setiap pengajuan yang berhasil terfasilitasi. Di debut awalnya, saat ini IDEAL telah bekerja sama dengan lima bank, termasuk CIMB, OCBC, dan Maybank; juga dengan pengembang properti seperti Sinar Mas Land, Ciputra Group, dan Agung Sedayu Group.

“IDEAL menjadi spesial karena kami mengutamakan pikiran dan hati konsumen dalam mengambil keputusan pengembangan produk. Karena itu, kami juga hadir dengan jaringan yang luas, baik di bidang perbankan maupun pengembang properti. Kami percaya bahwa investor kami memiliki visi yang sama, yaitu membantu masyarakat Indonesia mencapai kehidupan ideal mereka, dimulai dengan digitalisasi proses KPR,” ujar Albert selaku CEO.

Permasalahan dalam pembiayaan properti

Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2021 industri KPR lokal bernilai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan lima tahun ke depan 17%. Gen Y dan Gen Z dinilai akan mendominasi populasi pekerja dalam 10 tahun ke depan, sehingga disinyalir akan menjadi target pasar utama sektor properti.

Saat ini 75% pembelian rumah di Indonesia dilakukan secara KPR, namun demikian karena literasi finansial yang minim membuat mayoritas pemohon belum memahami sepenuhnya proses-proses tersebut. Sementara itu, di sisi pemberi pinjaman mereka juga mendapat tantangan seperti proses pengiriman dokumen yang berantakan, keamanan data, dan masih banyak lagi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, startup seperti IDEAL mendigitalkan sejumlah proses untuk memberikan pengalaman baru yang lebih ringkas. Di sisi lain paradigma hipotek sebagian besar bergantung pada saran agen properti, IDEAL memberikan kendali kembali kepada pembeli, sehingga mereka dapat memilih produk KPR terbaik yang tersedia di pasar.

Sejumlah startup proptech lain juga memberikan solusi serupa. Di antaranya Tanaku, Ringkas, dan Pinhome. Ketiganya juga baru mendapatkan pendanaan tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Omni HR Memperoleh Pendanaan Pra-Awal 36 Miliar Rupiah, Fokus di Pasar Indonesia dan Singapura

Omni HR memperoleh putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) $2,4 juta (sekitar 35,9 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Picus Capital. Dana segar ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk all-in-one lebih lanjut, seperti modul rekrutmen dan manajemen kinerja yang ditarget meluncur di semester II 2022.

Sejumlah investor lain yang ikut berpartisipasi antara lain FEBE Ventures, Basis Set Ventures, Ratio Ventures, dan Frances Kang (Horizons Ventures). Putaran pendanaan ini juga didukung sejumlah angel investor, yakni Ultimate Software.

Co-founder Omni HR Brian Ip mengatakan, sebagian besar perusahaan di Asia Tenggara menggunakan software untuk mengelola kebutuhan SDM. Hanya saja produk tersebut hanya mendukung fungsi administrasi dasar, sedangkan banyak proses lain yang masih dilakukan secara manual.

Software di sektor HR termasuk software yang paling membutuhkan lokalisasi dikarenakan aturan ketenagakerjaan setiap negara berbeda. Situasi ini justru dianggap dapat menciptakan peluang bagi pemain lokal yang ingin membangun platform manajemen karyawan secara modern dan scalable,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Sementara, Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe menambahkan, “Omni tengah membangun platform secara end-to-end yang mencakup siklus karyawan dan otomatisasi alur kerja demi membantu perusahaan mengelola operasional SDM mereka. Kami meyakini Omni HR punya potensi unik untuk bertumbuh dengan cepat dan menjadi platform SaaS pilihan untuk SDM.”

Sebagai informasi, Omni HR didirikan oleh mantan eksekutif Goldman Sachs Brian Ip dan insinyur data YC Chan pada 2021. Saat ini Omni HR beroperasi di Singapura dan Indonesia.

Omni HR mengembangkan sistem manajemen karyawan yang mendigitalisasi dan mengotomatisasi operasional SDM secara end-to-end dalam satu platform. Saat ini, Omi HR menawarkan berbagai proses automasi SDM, seperti orientasi karyawan dan pengelolaan dokumen.

Lokalisasi pasar

Lebih lanjut, pihaknya menilai saat ini Indonesia tengah mengalami tren pergeseran pada kegiatan HR dari model konvensional ke digital. Sejak soft-launching pada Maret 2022, Co-founder Omni HR YC Chan menyebutkan produknya telah adopsi oleh sejumlah perusahaan untuk berbagai kebutuhan. Pihaknya menyatakan komitmennya untuk berkembang yang dimulai dari pasar Singapura dan Indonesia.

“Kami memiliki traction yang menjanjikan dan kami memulai dengan awal yang baik. Tak hanya itu, posisi kami juga lebih unggul dibanding pemain lama, bukan hanya karena solusi teknologi saja, tetapi juga pemahaman kami terhadap pasar lokal yang memungkinkan kami merancang produk sesuai kebutuhan mereka,” tuturnya.

Selain itu, ujarnya, para investor yang terlibat dalam pendanaan ini membawa kombinasi unik, baik pemahaman operasional maupun dukungan strategis. Bagi perusahaan, Alpha JWC telah banyak memimpin investasi di Asia Tenggara, seperti Ajaib dan Carro. Adapun, Picus Capital memiliki pengalaman luas berinvestasi di perusahaan teknologi SDM, seperti Bennie dan Workmotion.

Omni HR meyakini proses transformasi digital yang tengah berlangsung dan adopsi solusi di Asia Tenggara juga dapat mendorong awareness terhadap pentingnya penggunaan platform manajemen karyawan.

“Kami percaya pasar Asia Tenggara belum banyak diisi oleh solusi komprehensif dan terlokalisasi untuk mengelola tenaga kerja secara efisien. Omni HR telah membangun solusi yang melampaui fungsionalitas administratif dasar untuk mengotomatisasi alur kerja berulang. Kebutuhan ini terakselerasi berkat meningkatnya adopsi solusi di perusahaan dan tren remote working yang kian sulit dikelola dengan infrastruktur IT tradisional.” Tutup Partner & Managing Director di Picus Capital Florian Reichert.

Perkembangan HR-Tech lokal

Pasar HR-Tech di Indonesia dapat dikatakan cukup berkembang. Jumlah pemain yang menawarkan solusi HR juga semakin banyak seiring dengan meningkatnya kebutuhan perusahaan/UMKM dan akselerasi teknologi. Solusi yang ditawarkan juga cukup menyeluruh, mulai dari rekrutmen, pengelolaan karyawan, employee benefit, hingga payroll.

Dalam catatan kami, beberapa startup HR-Tech juga mendapat pendanaan, seperti Mekari yang telah di tahap lanjut, GajiGesa, Fast-8 Group, dan Kini. Lainnya juga tengah agresif memperluas fitur mereka, seperti Payuung dan Vinmo yang meluncurkan platform earned wage access (EWA).

Sebagai salah satu solusi yang banyak diadopsi, EWA cukup banyak dikembangkan startup di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan karyawan terhadap pinjaman online berbunga dengan produk dana darurat.

Berdasarkan laporan Verified Market Research, pasar HR Tech global mencapai $23,32 miliar di 2021 dan angkanya diperkirakan menembus $38,86 miliar di 2030. Proyeksi ini utamanya didorong oleh meningkatnya kebutuhan solusi HR oleh perusahaan. 

Adapun, riset PwC di awal tahun ini menyebutkan sejumlah tantangan utama perusahaan di bidang HR yang terdiri dari persoalan rekrutmen (39%), modernisasi sistem (36%), employee upskilling (28%), remote atau hybrid working (24%), dan employee benefit (22%).

KedaiSayur Umumkan Pendanaan Seri A, Ingin Perkuat Rantai Pasok untuk Petani dan Peternak

Startup agritech KedaiSayur mengumumkan perolehan dana segar dalam putaran seri A yang dipimpin oleh Kejora-SBI Orbit dengan nominal dirahasiakan. Investor dari putaran sebelumnya turut berpartisipasi dalam putaran tersebut, yaitu Triputra Group dan beberapa investor strategis lainnya dengan identitas dirahasiakan.

Dalam keterangan resmi disampaikan bahwa KedaiSayur akan memanfaatkan raihan dana tersebut untuk memperkuat infrastruktur farm-to-table dan mempercepat kolaborasi dengan bagian hulu pemasok produk pertanian. Diharapkan kolaborasi ini akan membantu para petani dan peternakan untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka.

“KedaiSayur akan menghadirkan lebih banyak lagi layanan terbaik bagi para konsumen dan juga memperkuat supply chain dari titik awal, yaitu para petani dan peternak itu sendiri melalui bantuan teknologi,” ucap CEO KedaiSayur Adrian Hernanto.

Fund Director Kejora-SBI Orbit Fund Billy Boen turut menyampaikan alasan dibalik ketertarikan perusahaan memimpin pendanaan di KedaiSayur. Vertikal agrikultur merupakan pasar besar yang memiliki banyak permintaan. Hal tersebut tentunya harus diimbangi dengan infrastruktur rantai pasok yang kuat.

“Kami percaya bahwa KedaiSayur memiliki ekosistem yang tepat untuk membangun jaringan farm-to-table terkuat yang terintegrasi sepenuhnya dari hulu ke hilir dengan teknologi,” kata Billy.

Kejora–SBI Orbit Fund merupakan joint venture berbentuk perusahaan modal ventura yang fokus untuk pendanaan startup tahap awal di Indonesia. Dalam portofolionya terdapat sejumlah startup, di antaranya Olsera, SWAP Energy, dan Selleri.

Bergerak di online grocery, KedaiSayur merupakan startup di bawah konglomerasi Triputra Group. Grup ini juga memiliki anak usaha yang bergerak di industri agrikultur, Triputra Agro Persada, yang berfokus pada pengembangan teknologi agrikultur dan Sumber Energi Pangan yang merupakan produsen komoditas pangan.

CFO Triputra Group Erida Gunawan menambahkan, pihaknya melihat komitmen KedaiSayur dalam meningkatkan efisiensi rantai pemasok akan berdampak positif bagi konsumen dan meningkatkan kualitas petani di Indonesia. “Melalui dukungan penuh dari ekosistem Triputra Group dan Kejora-SBI Orbit, KedaiSayur akan dapat terus berkembang dengan pesat,” kata Erida.

Sejak beroperasi di 2018, diklaim pertumbuhan perusahaan naik hingga 5x lipat dalam satu tahun terakhir, melayani lebih dari ratusan ribu pelanggan. Pencapaian tersebut didukung pula dengan akuisisi dan kolaborasi dengan hulu rantai pemasok produk pertanian.

Saat ini perusahaan memiliki beberapa lini bisnis: KedaiMart (B2C online grocery), KedaiBiz (B2B food supplies), KedaiVenture (manajemen supply chain dan petani).

Prospek industri online grocery

Menurut laporan IGD, ukuran pasar grocery di Indonesia akan mencapai $169,4 miliar di tahun 2022 ini dengan CAGR mencapai 5,2% dalam dua tahun terakhir. Posisi ini mengukuhkan Indonesia sebagai peringkat ke-13 untuk pasar grocery terbesar di dunia, dan kedua terbesar di Asia setelah Tiongkok. Tentu ini menjadi potensi bisnis yang sangat besar, mengingat mayoritas masih dilayani oleh bisnis ritel tradisional.

Digitalisasi yang diakselerasi oleh pandemi menjadi kesempatan kunci bagi para pemain online grocery. Tak heran jika sepanjang periode pandemi, startup di bidang ini terus melancarkan penggalangan dana untuk mendukung pertumbuhan bisnis mereka.

Sejumlah aksi korporasi terkait penguatan bisnis online grocery juga dilakukan oleh raksasa teknologi lokal. Pada September 2021 lalu, Blibli resmi mengakuisisi 51% saham Ranch Market yang mengoperasikan 48 unit toko ritel grocery di berbagai kota. Dari situ, tersedia kanal resmi Ranch Market di aplikasi Blibli. Sementara GoTo juga mengakuisisi 6,74% saham pemilik jaringan ritel Hypermart, yang berpotensi untuk memperkuat bisnis GoMart.

Pemain baru juga terus bermunculan dengan pendekatan berbeda. Misalnya, Japang yang diinisiasi oleh pendiri dan investor ex-Tanihub, yang fokus menyediakan akses ke layanan online grocery untuk pengguna di luar Jawa. Hingga Astro yang hadir dengan konsep quick commerce.

Application Information Will Show Up Here

Fairbanc Raih Tambahan Pendanaan Pra-Seri A 72 Miliar Rupiah dipimpin Vertex Ventures

Startup fintech Fairbanc mengumumkan perolehan tambahan dana segar dalam putaran pra-seri A senilai $4,8 juta (senilai 72 miliar Rupiah) dipimpin oleh Vertex Ventures, dengan partisipasi dari Asian Development Bank, Accion Venture Lab, dan konglomerat Indonesia Lippo Group.

Pendanaan baru ini ditujukan untuk ekspansi di Indonesia dan akan membantu perusahaan mengeksplorasi pasar baru seperti Vietnam dan Filipina dalam kemitraannya dengan Unilever.

Platform Fairbanc memungkinkan UMKM mengambil kredit jangka pendek untuk membeli barang-barang FMCG dari brand principal besar. Perusahaan ini memiliki kemitraan dengan 13 merek, termasuk Unilever, Nestle, Coca-Cola, dan Danone.

Pada 2020, Fairbanc yang berbasis di AS ini mengumpulkan dana yang tidak diungkapkan dari 500 miliarder Global dan Indonesia, termasuk dari CEO Sampoerna Strategic, Michael Sampoerna. Menyusul investasi itu, startup tersebut merambah ke Indonesia. Satu tahun kemudian, Sampoerna Strategic Group kembali berpartisipasi dalam putaran pra-seri A, bersama ADB Ventures, Accion Venture Lab, dan East Ventures.

Perusahaan telah menerima lebih dari 350.000 merchant dalam satu tahun terakhir. Sekitar 75.000 merchant ini menggunakan layanan BNPL di Fairbanc, yang memungkinkan mereka membeli produk dengan margin tinggi. Fairbanc ingin meningkatkan skala dengan cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar dari merek konsumen mitra.

Menurut survei Unilever, 80% penerima manfaat Fairbanc tidak memiliki rekening bank dan sekitar 70% adalah pedagang wanita yang mampu meningkatkan penjualan mereka rata-rata sebesar 35%.

Berkat kemitraannya dengan brand FMCG besar, Fairbanc memungkinkan memberikan pinjaman BNPL ke peritel tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Perusahaan menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Dengan sistem yang terintegrasi ke berbagai brand consumer, Fairbanc dapat mengakses pesanan merchant dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Konsep bisnis ini sedikit berbeda dengan lainnya. Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon dari volume penjualan. Dengan begitu, pedagang mikro tidak dibebankan bunga dan tambahan biaya dari merchant FMCG dan para distributornya.

Konsep serupa sebenarnya juga sudah diakomodasi oleh beberapa fintech di Indonesia melalui layanan invoice financing untuk kalangan bisnis. Salah satu startup yang sudah meluncurkan solusi tersebut adalah Investree, Modalku, dan AwanTunai.

Data Pendanaan Startup Indonesia H1 2022, Masih Tunjukkan Tren Peningkatan

DailySocial.id kembali merekap transaksi pendanaan startup digital sepanjang paruh pertama (H1) tahun 2022. Terdapat beberapa tren menarik yang dapat dicermati, di tengah isu miring yang tengah menjadi sorotan di ekosistem — salah satunya tentang koreksi pasar akibat krisis ekonomi global, yang berdampak langsung dengan cara investor menilai sebuah startup.

Mengingatkan kembali, tahun 2022 diawali dengan optimisme akan kebangkitan ekosistem bisnis digital setelah sebelumnya banyak terganjal akibat pembatasan di tengah pandemi. Banyak kalangan menilai, bahwa ekonomi digital Indonesia akan meroket seiring dengan adopsi teknologi yang sangat kencang selama masa karantina mandiri.

Benar saja, sepanjang Q1 2022 kami mencatat pendanaan startup meningkat lebih dari 2x lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun demikian, memasuki Q2 2022 sejumlah gejolak muncul, turut berdampak langsung pada iklim investasi startup. Di permukaan, kabar seperti startup melakukan layoff, pivot bisnis, sampai dengan penutupan usaha santer terdengar. Namun apakah kondisi goncangan tersebut berdampak langsung pada kucuran pendanaan ke startup Indonesia?

Artikel ini akan menyajikan data-data yang menjawab pertanyaan tersebut.

Peningkatan kuartal ke kuartal

Berdasarkan pendanaan startup yang diumumkan ke publik, sepanjang Q2 2022 terdapat 71 transaksi membukukan dana lebih dari $1,4 miliar. Secara jumlah transaksi, minus 4 angka dibandingkan Q1 2022, namun di sisi nominal terdapat peningkatan hampir $300 juta.

Pendanaan startup Q1 dan Q2 2022, ditinjau dari puataran investasinya

Menilik lebih dalam, terdapat beberapa tren menarik yang bisa diperhatikan. Pertama, adanya pertumbuhan nilai pendanaan lanjutan sepanjang Q2 ini, khususnya di seri B ke atas. Kendati secara jumlah transaksi pendanaan awal dan pra-awal masih mendominasi — mencerminkan adanya perhatikan khusus investor pada generasi founder baru.

Tren pendanaan sepanjang H1 2022

Terkait pendanaan lanjutan, sebanyak 17 startup berhasil membukukan pendanaan dengan nominal di atas $50 juta dalam putaran terakhirnya. Paling besar didapatkan unicorn Xendit dalam pendanaan lanjutan seri D.

Pendanaan startup dengan nominal terbesar sepanjang H1 2022

Ditinjau dari kategori bisnis, fintech masih menjadi yang paling banyak diburu sepanjang H1 2022 ini. Disusul model lain, yakni logistik dan social commerce. Yang kedua ini menarik, social commerce menjadi perhatian investor karena model bisnisnya mampu menangkap gap yang sejauh ini masih belum bisa diselesaikan layanan e-commerce yang sudah ada — misalnya dalam mengefisiensikan distribusi produk untuk pengguna di kota lapis 2/3/4.

Kategori bisnis startup yang paling diminati investor sepanjang H1 2022

Di sisi investor, East Ventures dan AC Ventures masih menduduki peringkat teratas sebagai pemodal ventura yang paling aktif — dari sisi jumlah transaksi yang diikuti. Adapun angel investor berpartisipasi dalam 44 transaksi pendanaan yang ada.

Investor paling aktif memberikan pendanaan kepada startup Indonesia sepanjang H1 2022

Jika berbekal pada data tren pendanaan yang ada, isu bubble brust yang tengah ramai dibincangkan pada Q2 2022 ini seperti tidak memberikan dampak berarti, karena terkait pendanaan trennya masih cenderung mengalami peningkatan. Namun, bisa jadi dampak tersebut justru terjadi pada kalkulasi pendanaan tersebut — misalnya tentang penghitungan valuasi perusahaan saat startup memasuki fase pendanaan lanjut.

Perbandingan dengan tahun 2021

Jika pada kuartal pertama peningkatannya 2x lipat year-on-year, tampaknya pada paruh pertama tahun ini trennya masih konsisten. Sepanjang H1 2021, ada sekitar 87 pendanaan dengan total nilai yang diumumkan mencapai $1,3 miliar. Sementara di H1 2022, jumlah dan nilainya meningkat, mencapai 146 transaksi dan membukukan nilai $2,6 miliar.

Terjadi peningkatan kuantitas di hampir semua ronde pendanaan, dari tahap awal sampai tahap akhir. Bahkan untuk pendanaan tahap awal jumlah transaksinya meningkat 2x lipat. Ini menjadi hal yang menarik, saat ada ketidakpastian ekonomi banyak investor masih percaya untuk meletakkan uangnya untuk membantu founder memvalidasi model bisnisnya — dalam hal ini memiliki risiko yang jauh lebih besar.

Tren pendanaan H1 dari tahun 2021 dan 2022

Kucuran pendanaan yang cenderung meningkat drastis juga bisa dipandang dari kesiapan di sisi investor. Sejak paruh kedua 2022, banyak VC yang memiliki fokus ke pasar Indonesia mengumumkan dana kelolaan baru.  Termasuk oleh pemodal ventura lokal seperti Arise Fund (MDI & Finch Capital), Intudo Ventures, Alpha JWC Ventures, East Ventures, AC Ventures, Sembari Kiqani (BRI Ventures), dan lain-lain.

Sejumlah dana kelolaan baru juga diumumkan pada paruh pertama tahun ini, seperti Indonesia Impact Fund (Mandiri Capital), Cydonia Fund (Indogen & Finch Capital), Teja Ventures, dan lainnya.

Pintarnya Peroleh Tambahan Pendanaan Awal 120 Miliar Rupiah dari East Ventures dan Vertex Ventures

Startup job marketplace khusus kerah biru Pintarnya memperoleh tambahan pendanaan awal $8 juta (senilai hampir 120 miliar Rupiah) dari East Ventures dan Vertex Ventures SEA & India (VVSEAI). Perolehan ini menjadikan total putaran tahap awal yang berhasil dikumpulkan Pintarnya senilai $14,3 juta.

Sebelumnya pada Mei 2022 perusahaan mengumumkan pendanaan awal yang diraih dari Sequoia Capital India, General Catalyst, dan angel investor.

Pintarnya akan memanfaatkan tambahan dana ini untuk melanjutkan pengembangan teknologi dan kemampuan data. Tujuannya agar dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam memfasilitasi proses pencarian kerja yang efisien bagi kandidat dan pemberi kerja. Maka dari itu, perusahaan sedang memperluas tim di semua lini.

“Kami ingin menjadi platform pilihan yang memfasilitasi pencocokan pasokan dan permintaan untuk kedua belah pihak dan menyediakan akses ke layanan keuangan yang lebih baik kepada pekerja kerah biru melalui identitas digital yang lebih baik dan riwayat pekerjaan yang dapat diverifikasi,” kata Co-Founder Pintarnya Henry Hendrawan dalam keterangan resmi, Selasa (19/7).

Selain bergabung menjadi investor, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca juga akan bergabung dengan Pintarnya sebagai anggota Dewan.

Dia menyampaikan, terdapat peluang besar dalam memberdayakan jutaan pekerja kerah biru pada kawasan ini yang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Peluang tersebut tentunya hadir dengan berbagai halangan di sepanjang perjalanan pengguna namun pihaknya percaya Pintarnya adalah tim yang tepat untuk memecahkan masalah ini.

“Mereka memiliki pengalaman yang terbukti dalam membangun dan menguasai pasar business to consumer (B2C) dan berbagai produk layanan keuangan di Indonesia. Mereka membuat kemajuan pesat dan kami menantikan pencapaian-pencapaian yang akan dihadirkan oleh tim Pintarnya ke depannya,” kata Willson.

Managing Partner Vertex Ventures SEA & India Joo Hock Chua menambahkan, praktik pencarian kerja bagi para pekerja kerah abu-abu dan pengusaha untuk mempekerjakan pekerja yang tepat di Indonesia kurang efisien dan bahkan dapat dianggap kuno. Pintarnya memecahkan masalah ini dengan menggunakan teknologi dan data untuk memungkinkan pencarian dan perekrutan pekerjaan yang jauh lebih efisien dan hemat biaya.

Solusi Pintarnya

Pintarnya diluncurkan pada Mei 2022, didirikan oleh tiga mantan eksekutif senior; Nelly Nurmalasari, Henry Hendrawan, dan Ghirish Pokardas. Pintarnya membantu tenaga kerja Indonesia yang kian meningkat untuk mendapatkan pekerjaan, meningkatkan peluang kerja, dan membuka akses ke layanan keuangan yang lebih baik.

Diklaim, perusahaan telah menghubungkan lebih dari 6 ribu pengusaha dengan lebih dari 100 ribu pencari kerja yang mencari berbagai peluang di sektor F&B, ritel, logistik, dan perhotelan.

Pintarnya menyuguhkan layanan melalui situs web dan aplikasi mobile. Untuk saat ini layanan mereka baru bisa digunakan secara efektif untuk pengguna di Jabodetabek dan Bandung.

Dalam cara kerjanya, setelah pencari kerja mendaftar dan membuat profil, Pintarnya akan menggunakan informasi yang diberikan untuk merekomendasikan peluang pekerjaan yang relevan, termasuk mempertimbangkan berbagai parameter, tidak terbatas pada persyaratan pekerjaan, lokasi, dan keahlian. Pendekatan ini dinilai bisa memberikan akses tidak hanya ke prospek yang diverifikasi dan dikurasi.

Setelah itu Pintarnya akan bekerja sama dengan mitra pemberi kerja untuk mengkualifikasi dan merekrut pekerja kerah biru terkait. Pintarnya tidak hanya membantu para pekerja mendapatkan pekerjaan. Dengan identitas digital dan riwayat pekerjaan yang terverifikasi, akan membuka akses untuk layanan finansial yang lebih baik untuk mereka dengan kemitraan bersama institusi keuangan, memungkinkan pekerja kerah biru meraih mimpi mereka untuk hidup yang lebih layak.

Kendati tidak dijabarkan detailnya, dengan mekanisme berbasis data dan memanfaatkan platform Open Finance, Pintarnya juga berkomitmen untuk menyuguhkan layanan finansial formal bagi para pekerja tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dengan memperjuangkan literasi dan inklusi finansial.

Application Information Will Show Up Here