Investree Lakukan Restruktrisasi, SBI Holdings Suntik Dana Penyelamatan Rp109 Miliar

Setelah mengalami isu serius akibat mismanajemen, investor terdahulu Investree dikabarkan ‘gotong-royong’ menyelamatkan startup fintech lending tersebut dengan memberikan pendanaan baru. Menurut sumber DealStreetAsia, saat ini salah satu investor mereka SBI Holdings telah menyuntikkan dana $7 juta atau senilai 109,5 miliar Rupiah.

Adapun $4,5 juta di antara telah digunakan untuk membayar tanggungan perusahaan, termasuk gaji, pajak, utang, dan biaya lainnya. Sisanya dimanfaatkan untuk kebutuhan legal, asuransi, dan sewa.

Amunisi tambahan tersebut dicairkan setelah Adrian Gunadi hengkang dari jabatannya sebagai CEO pekan lalu. Adrian diduga melakukan pelanggaran karena mengalihkan dana perusahaan ke rekening pribadinya dan menggunakan nama perusahaan untuk melakukan penjaminan di luar ketentuan.

Pengumuman Investree atas dugaan penyalahgunaan nama perusahaan untuk penjaminan perjanjian / Investree
Pengumuman Investree atas dugaan penyalahgunaan nama perusahaan untuk penjaminan perjanjian / Investree

Salah satu pendiri Investree, Kok Chuan Lim, sebelumnya juga mengatakan bahwa perusahaan akan melakukan restrukturisasi masif guna menjaga keberlangsungan dan membuatnya menjadi sehat kembali. Terlebih kini Investree juga tengah dipantau OJK setelah ada dugaan fraud — juga akibat TKB90 yang berada di bawah rata-rata. Mengingat banyak lender yang komplain dananya tidak bisa ditarik.

TKB90 adalah tingkat keberhasilan penyelenggara P2P Lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjaman di rentang 90 hari sejak jatuh tempo. Adapun Investree memiliki TKB90 di ambang 83,56%, sementara rata-rata pemain fintech lending lainnya di atas 97%.

Investree sendiri sudah terdaftar di OJK sebagai fintech lending sejak Mei 2017. Melalui aplikasi marketplace lending miliknya, ia memfasilitasi penyaluran pinjaman (ritel dan institusi) kepada pelaku UMKM dan individu di sektor produktif. Sejauh ini mereka telah menyalurkan dana Rp14,53 triliun ke lebih dari 93 peminjam (individu dan institusi).

Saat kondisi masih baik-baik saja

Sejak 2021, fokus Investree adalah ekspansi regional, bahkan sebelumnya mereka berhasil mengantongi lisensi dari Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand (SEC) untuk memberikan layanan pembiayaan ke UMKM setempat. Di Filipina Investree juga mendapati nasib baik yang sama, mereka berhasil mengantongi izin dari otoritas setempat. Atas performanya, sejumlah institusi keuangan global menyuntikkan pendanaan debt untuk meningkatkan nilai penyaluran dana, salah satunya Rp142 miliar dari responsAbility.

Pengembangan produk tak kalah dikebut, setelah matang dengan layanan pinjaman produktif, Investree perluas lini produk ke segmen pembiayaan pengadaan bekerja sama dengan sejumlah mitra. Kemudian, layanan syariah juga sempat diluncurkan bahkan ada kabar akan di-spin off jadi badan usaha tersendiri. Rencana masuk ke bank digital sempat digemborkan pasca perusahaan mencaplok 18,4% saham Amar Bank.

Investree juga sempat berinvestasi ke startup fintech pembayaran OY! dan bentuk joint venture. Tujuannya untuk memperluas ekosistem layanan finansial menjadi lebih komplit.

Di luar pendanaan debt yang didapat, Investree juga telah membukukan pendanaan ekuitas dari sejumlah pemodal. Hingga putaran seri C, Investree berhasil bukukan dana $31,7 juta dengan kisaran valuasi $200 juta. Adapun jajaran investor mereka termasuk Kejora, SBI, MUFG, BRI Ventures, Mandiri Capital Indonesia, Endeavor, dan beberapa lainnya.

Tahun 2022 kemudian Investree melanjutkan penggalangan dana dengan JTA Holdings diumumkan sebagai lead untuk putaran seri D. Komitmen investor akan menyuntikkan dana 200 juta Euro atau setara 3,6 triliun Rupiah. Sayangnya, menurut kabar yang beredar, dana tersebut tak kunjung cair sampai awal tahun 2024 ini, menjadikan perusahaan harus memperketat runway.

Application Information Will Show Up Here

Gently Dikabarkan Terima Pendanaan Rp39 Miliar dari Northstar, Accel, Init-6

Startup D2C pengembang brand personal care untuk bayi dan anak dikabarkan telah membukukan pendanaan awal. Berdasarkan data yang diinput ke regulator, seperti dikutip dari Alternative.pe, Northstar, Accel, Init-6, dan dua investor lainnya terlibat pada putaran pendanaan senilai $2,5 juta atau setara Rp39 miliar ini.

Sebelumnya sekitar dua bulan yang lalu, Northstar memang sudah mengonfirmasi perihal investasi ke Gently ini. Sementara Init-6 juga sudah mengumumkan partisipasinya sejak Maret 2023.

Startup ini didirikan oleh Nyoman Anjani (CEO) dan Ramadhan Satrio Nugroho sejak awal 2021. Nyoman adalah lulusan MIT di jurusan Engineering & Management (S2) dan Teknik Mesin ITB (S1). Sebelum fokus di Gently, ia juga sempat bekerja di Unilever Indonesia menjadi Country Manager for Digital Transformation & Sustainable; serta mendirikan startup manufaktur produk fesyen Cloufa.

“Kami tergerak membangun Gently untuk membantu para ibu membangun keluarga yang sehat dan kuat dengan menghadirkan produk-produk personal care yang memiliki formula lembut, aman, dan berkhasiat, dengan harga yang terjangkau,” tulis Nyoman seperti dikutip dalam situs resminya.

Adapun sejumlah produk yang saat ini sudah dijajakan seperti baby face cream, baby hair lotion, baby rash cream, calming baby cream, candlenut shampo, massage oil, dan beberapa lainnya. Kanal penjualannya pun meliputi saluran online (website, marketplace) dan toko offline. Mereka juga mengandalkan sistem reseller untuk meningkatkan traksi penjualan.

Menurut Future Market Insight, ukuran pasar personal care untuk bayo secara global telah mencapai $6,08 miliar di tahun 2023 dan akan terus bertumbuh sampai $8,71 miliar di 2033 mendatang. Sementara dari sumber data lain yang dihimpun dalam Statista, revenue produk bayi dan anak diperkirakan akan mencapai $92,21 juta di tahun ini.

Pertumbuhan eksponensial akan terjadi di tahun-tahun berikutnya, setalah terjadi penurunan revenue ketika pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu.

Proyeksi revenue produk bayi dan anak / Statista
Proyeksi revenue produk bayi dan anak / Statista

Gently dihadapkan pada persaingan langsung bersama brand legasi yang sebelumnya sudah hadir selama bertahun-tahun. Namun demikian, pasar produk personal care memang masih mengalami peningkatan derasitis — termasuk untuk produk dewasa (perempuan) — di mana banyak brand baru justru mendapatkan momentum penerimaan pasar.

Startup Edtech Pintar Kantongi Pendanaan Pra-Seri A Rp47 Miliar

Platform edtech Pintar dilaporkan telah mengantongi pendanaan pra-seri A sebesar $3 juta (sekitar Rp46,9 miliar) yang dipimpin oleh Havez Capital serta partisipasi dari SIG Venture Capital.

Sebagai informasi, Havez Capital adalah perusahaan investasi yang dipimpin oleh Imelda Harsono, yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur di PT Samator Indo Gas Tbk.

“Misi kami adalah memberdayakan tenaga kerja, di mana bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mereka agar dapat keluar dari middle income trap,” ujar CEO Pintar Ray Pulungan dalam keterangan resminya seperti dilansir dari TechinAsia.

Pintar adalah platform pengembangan karier yang menawarkan solusi pelatihan, kredensial, dan lowongan kerja–memposisikan model yang berbeda dari kebanyakan edtech yang fokus pada pendidikan K-12.

Klaimnya, Pintar telah digunakan sebanyak 2 juta pengguna, termasuk pemilik jaringan minimarket Indomaret untuk keperluan rekrutmen dan pelatihan, hingga BUMN Krakatau Steel untuk kebutuhan pengembangan talenta dan kepatuhan. Pihaknya juga telah bermitra dengan Kemendikbud dan Kadin.

Pintar sebelumnya bernama HarukaEdu yang telah menggalang pendanaan hingga seri C dengan total $2,2 juta. Rebranding ini dilakukan pada 2022.

Sebagai gambaran, ekosistem edtech di Indonesia tak cuma berfokus pada penyediaan solusi pembelajaran K12. Selain Pintar, platform lainnya masuk ke segmen edukasi nonformal untuk pelaku usaha, misalnya Kuncie. Ada juga yang menjajal digitalisasi untuk perguruan tinggi.

Edtech memang sempat menjadi salah satu sektor primadona saat pandemi Covid-19, di mana sejumlah platform pembelajaran untuk K12 mengalami lonjakan signifikan. Namun, seiring berakhirnya pandemi, pelaku edtech harus kembali menyesuaikan bisnisnya mengingat kegiatan belajar-mengajar kembali ke offline.

Upaya adaptasi ini terlihat dari aksi restrukturisasi karyawan yang dilakukan pemain dominan Ruangguru dan Zenius. Sayangnya, mengawali awal 2024, Zenius memutuskan untuk menutup layanannya sementara.

Application Information Will Show Up Here

DSInnovate Luncurkan “Startup Report 2023”, Bahas Dinamika Startup Indonesia

DSInnovate, unit riset dari DailySocial.id, baru saja merilis Startup Report 2023. Ini merupakan laporan tahunan yang mengulas tentang dinamika ekosistem startup di Indonesia dalam satu tahun terakhir.

Gambaran tentang ekosistem di tahun 2023 menjadi menarik diketahui, pasalnya banyak founder dan investor mengatakan bahwa tech-winter masih sangat terasa di tahun lalu. Hal ini terbukti dengan catatan data yang dikemukakan dalam laporan, bahwa terjadi penurunan total pendanaan mencapai 33,19% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini sekaligus menjadi tren penurunan yang terjadi berturut-turut pascapandemi, membawa perolehan investasi kembali di titik sebelum pandemi.

Data pendanaan di Startup Report 2023
Data pendanaan di Startup Report 2023

Selain soal pendanaan, Startup Report 2023 juga membahas tentang daftar dana kelolaan yang berhasil ditutup putarannya oleh pemodal ventura untuk startup Indonesia. Terdapat juga data mengenai tren M&A yang melibatkan startup lokal dan perspektif mengenai startup yang akhirnya melakukan pivot atau menutup unit bisnisnya.

Laporan ini juga mengangkat perspektif dari stakeholder di industri, untuk mendapatkan komentar mengenai topik pembahasan tertentu. Misalnya Founder & CEO Baskit Yann Schuermans, memberikan gambaran tentang tren digitalisasi di sektor manufaktur dan distribusi. Ia mengatakan bahwa salah satu ‘pembunuh’ terbesar dalam bisnis ini adalah ‘asset heaviness’, saat pebisnis terlalu fokus pada persediaan dan mengambil posisi kredit yang terlalu besar.

Tidak dimungkiri sepanjang dua tahun terakhir, digitalisasi di sektor distribusi memang tengah gencar dilakukan oleh inovator, baik melalui model B2B Commerce ataupun Digital Supply Chain.

Untuk mendapatkan gambaran selengkapnya, termasuk mengenai proyeksi sektor yang akan menjadi tren di tahun 2024, unduh Startup Report 2023 melalui tautan berikut ini: klik di sini.

Disclosure: Mandiri Capital Indonesia dan Xendit mendukung pengembangan laporan ini

Hukumonline Umumkan Pendanaan Seri B dari Media Development Investment Fund

Memasuki usianya yang ke-24, pengembang regulatory technology (regtech) Hukumonline mengumumkan perolehan pendanaan seri B dari Media Development Investment Fund (MDIF). Tidak disebutkan nominal investasi yang diberikan. Dana segar akan difokuskan untuk mendukung pengembangan produk dan layanan di bidang hukum selanjutnya.

MDIF sendiri merupakan lembaga pendanaan nonprofit berbasis di New York yang bekerja sama dengan media-media independen dari seluruh dunia. Sejak tahun 1996, MDIF telah mengucurkan pendanaan senilai $311 juta bagi 150 perusahaan media di 47 negara.

Sebelumnya di tahun 2019 lalu, Hukumonline juga telah mendapatkan pendanaan seri A dengan nilai yang tidak disebutkan dari Emerging Media Opportunity Fund (EMOF).

Sejak debut di 2020, Hukumonline menyajikan platform online yang menjadi rujukan praktisi hukum dan regulasi di Indonesia dengan menyediakan referensi beleid yang mudah diakses. Selain layanan gratis direktori, perusahaan juga menyediakan solusi premium untuk membantu pengguna mendapatkan layanan analisis hukum dan ulasan khusus.

Selain itu, Hukumonline juga menyediakan serangkaian layanan legaltech seperti platform Regulatory Compliance System, Document Management System, layanan perizinan usaha, hingga konsultasi hukum. Diklaim saat ini sudah ada ribuan klien B2B yang terdiri dari perusahaan, kantor hukum ternama, lembaga pemerintahan, dan perguruan tinggi.

“Sistem kepatuhan hukum yang menjadi salah satu produk unggulan Hukumonline, yaitu Regulatory Compliance System (RCS), rcs.hukumonline.com, telah diadopsi oleh berbagai perusahaan besar di Indonesia, dalam kurun tiga tahun setelah peluncurannya,” ujar CEO Hukumonline Arkka Dhiratara seperti dikutip dalam pernyataan resminya.

Pengembangan selanjutnya

Hukumonline mengatakan tengah mengembangkan produk baru yang mengintegrasikan kapabilitas generative AI. Ini diklaim akan menjadi yang pertama di Indonesia, untuk memudahkan praktisi mendapatkan informasi yang lebih relevan dan cepat. Sebenarnya iterasi awal dari layanan ini sudah dikenalkan sejak April 2023 lalu, melalui laman ask.hukumonline.com.

Selain itu perusahaan juga akan memperluas lini Enterprise Solution. Salah satunya agar memperluas klien B2B dengan harapan bisa meningkatkan pertumbuhan sampai 4x lipat.

“Hukumonline menjadi pionir dalam membuka akses luas terhadap informasi dan analisis hukum berkualitas tinggi di Indonesia, termasuk inovasinya dalam penggunaan AI dan pengembangan berbagai produk barunya. Kami melihat adanya potensi ini untuk ruang pertumbuhan lebih lanjut, dan MDIF siap menjalin kerja sama lebih erat dengan Hukumonline dan mendukung tim di dalamnya mencapai target tersebut,” sambut CEO MDIF Harlan Mandel.

Saat ini Hukumonline juga memiliki dua sister platform. Eazybiz.id dan Justika.com. Easybiz.id adalah platform yang membantu startup dan UMKM untuk mendapatkan izin usaha. Sementara Justika merupakan platform online untuk konsultasi hukum.

Antler Kucurkan Pendanaan Pre-Seed Rp75 Miliar ke 37 Startup

Antler mengumumkan putaran investasi pre-seed senilai $5,1 juta (setara dengan Rp75 miliar) kepada 37 startup di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Portofolio binaan Antler mencakup 19 sektor, mulai dari AI, SaaS, fintech, hingga healthtech. Ada 7 startup Indonesia yang mendapatkan pendanaan ini, 6 di antaranya lulusan program residensi dan 1 di antaranya adalah startup yang mendapatkan pendanaan eksternal.

Investasi ini juga menandai komitmen awal dan jejak Antler di Malaysia, sebagai bagian dari kemitraan strategisnya dengan lembaga Dana Kekayaan Negara Khazanah.

Antler juga mengklaim, ini merupakan transaksi investasi pre-seed tertinggi dalam satu putaran pendanaan di Asia Tenggara, menunjukkan komitmen mereka dalam mendukung generasi entrepreneur digital di kawasan ini.

Co-founder & Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara mengakui bahwa masih banyak startup tahap awal yang potensial di Asia Tenggara. Hal ini membuat Antler tetap konsisten berinvestasi pada pendanaan di tahap awal, terutama pada startup yang bergerak di bidang AI bervertikalisasi (verticalized AI) dan industri 4.0.

“Melalui pendanaan ini, kami berupaya untuk membantu para founder membangun fondasi yang kuat untuk model bisnis berkelanjutan, dan mendorong inovasi jangka panjang dalam ekosistem teknologi global yang lebih luas,” ujar Jussi.

Hipotesis di bidang AI

Perkembangan AI akan memasuki babak baru di tahun 2024, terutama karena solusi AI akan terus disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan spesifik di masing-masing industri. Kita akan melihat pergeseran bisnis yang lebih besar ke arah verticalized AI, terutama di bidang media, manajemen pelanggan, dan integrasi Large Language Model (LLM). Sekitar 34% startup di portofolio investasi Antler di putaran ini telah memanfaatkan kekuatan verticalized AI.

Adapun startup Indonesia yang turut diinvestasi atas dasar hipotesis ini adalah Lunash, yakni solusi berbasis AI untuk meningkatkan kinerja penagihan utang dari hulu ke hilir, mulai dari sebelum kredit macet hingga pemulihan.

Tim pengembang Lunash / Antler

Hipotesis di bidang industri 4.0

Selain AI, Antler juga berfokus pada bisnis industri 4.0. Hipotesisnya, walaupun era Industri 3.0 awalnya didorong oleh sektor manufaktur, teknologi peninggalannya kini memiliki potensi besar untuk mentransformasi perubahan di semua sektor industri.

Prinsip-prinsip utamanya, seperti keterhubungan, pembuatan keputusan berbasis data, dan automasi kini banyak digunakan di sektor nondigital seperti konstruksi, transportasi, dan layanan kesehatan. Sekitar 34% startup di portofolio investasi Antler di putaran ini bergerak di Industri 4.0.

Adapun sejumlah startup lokal di bidang ini yang diinvestasi Antler adalah DASH, AssetFindr, Konstruksi.AI, Ternakin, dan YOBO. Berikut masing-masing deskripsi startup tersebut:

  • DASH: Solusi logistik ramah-lingkungan untuk pelaku bisnis, menawarkan penyewaan kendaraan listrik untuk membangun armada kendaraan listrik terbesar di Indonesia untuk layanan pengiriman on-demand.
  • AssetFindr: Ekosistem pemeliharaan aset menyeluruh yang menyediakan real-time insight, manajemen risiko tingkat lanjut, dan pengambilan keputusan berdasarkan data.
  • Konstruksi.AI: Solusi SaaS bagi perusahaan konstruksi dan kontraktor untuk membuat sistem alur kerja dokumen yang efisien dan quality control secara real-time.
  • Ternakin: Solusi IoT bagi petani ikan untuk meningkatkan produktivitas dengan mengoptimalkan pemanfaatan kolam dan meningkatkan efisiensi pengadaan stok.
  • YOBO: Solusi CRM Penjualan dan otomatisasi penjualan yang dapat mengidentifikasi pelanggan bernilai tinggi. Khusus YOBO, ini adalah pendanaan eksternal diberikan ke Antler — startup ini tidak mengikuti Residency Program dari Antler.

Hipotesis untuk solusi hiperlokal

Selanjutnya, Antler juga fokus berinvestasi di startup Asia Tenggara yang membangun solusi hiperlokal dengan skalabilitas global. Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi digital global mencapai $17,5 triliun pada tahun 2025, gelombang baru startup mulai bermunculan di Asia Tenggara.

Startup-startup ini mengembangkan produk digital yang memenuhi kebutuhan hiperlokal di Asia Tenggara – sambil tetap mempertahankan potensi untuk berekspansi ke pasar global. Ada banyak peluang pertumbuhan di sektor seperti fintech, komunikasi, operasional bisnis, dan sebagainya. Berbagai solusi yang relevan dengan keadaan lokal namun dapat diekspansi ke masyarakat global pun sedang dikembangkan.

Founder SPUN / Antler

Salah satu startup Indonesia di bidang ini yang turut diinvestasi adalah SPUN. Mereka mengembangkan platform pembuatan dan pengelolaan izin untuk wisatawan non-wisata, memanfaatkan AI dan otomatisasi untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan untuk kebutuhan profesional di seluruh dunia.

“Dinamika pasar Indonesia yang unik menawarkan peluang besar bagi para pelaku startup. Itulah mengapa kami di Antler berkomitmen untuk mengumpulkan talenta-talenta terbaik bangsa untuk membangun karya yang hebat. Kami bekerja sama dengan para founder yang tidak hanya didorong oleh modal (capital), tetapi juga berambisi kuat untuk menjadi bagian dari komunitas inovator dan orang-orang dengan visi yang sama – yang akan menciptakan perbedaan nyata, baik secara lokal maupun global,” kata Partner Antler Indonesia Agung Bezharie.

Startup Genomik Mesh Bio Terima Pendanaan Seri A Rp55 Miliar Dipimpin East Ventures

Startup deep tech di bidang kesehatan berbasis di Singapura Mesh Bio mengumumkan telah meraih pendanaan seri A sebesar $3,5 juta (sekitar Rp55,3 miliar) dipimpin oleh East Ventures. Elev8, Seeds Capital, dan beberapa investor lainnya turut serta dalam putaran tersebut.

Sebelumnya East Ventures juga menyuntikkan sejumlah dana dengan nominal dirahasiakan untuk Mesh Bio pada Oktober 2023. Putaran pendanaan sebelumnya mencakup putaran pendanaan awal sebesar $1,8 juta pada Oktober 2021. Perusahaan didirikan pada 2018 oleh Andrew Wu (Co-Founder dan CEO) dan Arsen Batagov (Co-Founder dan CTO).

Mesh Bio akan menggunakan dana segar ini untuk menawarkan teknologi digital twin atau kembar digital kepada para penyedia layanan kesehatan, serta memperluas penerapan solusi ini di Hong Kong dan Asia Tenggara, terutama di Indonesia dan Filipina.

Di Filipina, perusahaan telah mendapatkan persetujuan peraturan dan melakukan uji coba penerapan salah satu teknologi digital twin mereka dengan sistem kesehatan masyarakat di Singapura yang menandakan peluang besar dalam meningkatkan hasil kesehatan pasien dengan penyakit kronis.

Pada bulan Oktober 2023, Mesh Bio menerima persetujuan dari Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (Health Sciences Authority/HSA) untuk memasarkan HealthVector® Diabetes sebagai perangkat lunak dari alat medis. HealthVector® Diabetes saat ini dalam tahap uji coba implementasi di beberapa rumah sakit, antara lain: Singapore General Hospital (SGH), Tan Tock Seng Hospital (TTSH), serta beberapa poliklinik terpilih untuk potensi penerapan klinis.

“Kami senang mengumumkan penutupan pendanaan seri A Mesh Bio. Langkah penting ini memberdayakan kami untuk memperluas solusi kesehatan digital untuk manajemen penyakit kronis di Asia Tenggara,” kata Co-Founder dan CEO Mesh Bio Andrew Wu dalam keterangan resmi, Selasa (30/1).

Produk Mesh Bio

Visualisasi dari teknologi digital twin Mesh Bio

Wu melanjutkan, Asia Tenggara punya banyak kebutuhan layanan kesehatan yang belum terpenuhi, dan fokus Mesh Bio adalah mengatasi kesenjangan ini secara efektif.

Tingginya prevalensi penyakit kronis, mulai dari diabetes hingga penyakit jantung di Asia Tenggara telah mendorong lebih banyak dokter umum yang kurang memiliki pelatihan spesialis di bidang endokrinologi untuk menangani pasien dengan penyakit kronis.

Mesh Bio memberikan solusi digital mutakhir untuk membantu penyedia layanan kesehatan dalam manajemen pasien. Solusi Mesh Bio memberikan data pasien dan analisis prediktif yang membekali para dokter dengan informasi dan diagnosis tentang pasien mereka dan penyakit yang mereka derita.

Salah satu produknya adalah DARA® Health Intelligence Platform, memungkinkan pemberian layanan berbasis data sehingga meningkatkan keterlibatan pasien dan kesehatan. Berdasarkan data tersebut, DARA menyediakan analisis prediktif untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko penyakit kronis sehingga mereka bisa mendapatkan diagnosis dan pengobatan lebih dini.

Selain itu, platform tersebut juga memungkinkan para dokter untuk mendapatkan dan memanfaatkan pengetahuan dari komunitas praktisi kesehatan global yang sesuai dengan praktik dan pedoman klinis terbaik, serta penilaian pasien secara holistik.

Disebutkan DARA telah digunakan oleh lebih dari 120 pusat kesehatan di Singapura, Malaysia, dan Indonesia untuk pemeriksaan kesehatan preventif. Tak hanya itu, Mesh Bio telah memperluas platform untuk manajemen penyakit kronis melalui HealthVector® Diabetes.

“Kami senang untuk terus mendukung Mesh Bio. Dalam lanskap layanan kesehatan yang berkembang pesat saat ini, Mesh Bio hadir dengan menawarkan teknologi terdepannya yang dirancang untuk merevolusi perawatan pasien. Pendekatan inovatif mereka dalam memanfaatkan analisis prediktif merupakan terobosan baru, memungkinkan layanan kesehatan yang lebih personal dan preventif. Kami menantikan kolaborasi lebih lanjut dalam mentransformasikan sistem layanan kesehatan di Asia Tenggara dan sekitarnya,” kata Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Total Pendanaan Startup Asia Tenggara Anjlok 51% di 2023, Indonesia dan Singapura Sumbang 90%

Total pendanaan yang diraup startup (ekuitas dan debt) di kawasan Asia Tenggara anjlok hingga 51% (yoy) sepanjang 2023. Penurunan ini dilatarbelakangi oleh faktor makro ekonomi yang membebani sentimen investor.

Menurut laporan Southeast Asia Deal Review 2023 yang disusun DealStreetAsia dan Rigel Capital, terdapat 30% penurunan kesepakatan jadi 718 kesepakatan dengan total nilai $7,96 miliar (Rp 126,2 triliun).

Kesepakatan terbesar berasal dari Lazada yang disuntik oleh induknya, Alibaba, sebesar $1,89 miliar. Angka ini menyumbang sekitar 24% dari total pendanaan ekuitas di kawasan ini. “Besarnya peran yang dimainkan Lazada dalam menopang nilai transaksi secara keseluruhan membuat penurunan pendanaan startup menjadi lebih nyata,” kata laporan tersebut.

Urutan berikutnya disumbangkan oleh Kredivo yang menutup putaran seri D senilai $270 juta, startup insurtech Bolttech mengumpulkan pendanaan seri B senilai $246 juta, Investree mengumpulkan $231 juta dalam pendanaan seri D (kendati menurut kabar yang DailySocial.id terima pendanaan tersebut tidak jadi terealisasi), dan startup aquatech eFishery menyelesaikan putaran seri D senilai $200 juta.

“Kesepakatan ini merupakan salah satu kesepakatan langka yang bernilai lebih dari $100 juta, karena investor yang skeptis enggan menulis cek dalam jumlah besar di tengah ketidakpastian geopolitik, suku bunga tinggi, dan inflasi yang terus-menerus.”

Lebih jauh dipaparkan, tahun lalu adalah tahun tersulit dalam mencetak unicorn baru bervaluasi di atas $1 miliar. Hanya dua startup, yakni eFishery dan Silicon Box (berbasis di Singapura) yang merengkuh status tersebut

Tren ini terus menunjukkan penurunan. Di tahun sebelumnya, ada delapan startup yang mendapat status unicorn. Lalu pada 2021, tercatat ada 23 startup di wilayah ini yang valuasinya melampaui $1 miliar.

Singapura dan Indonesia raup 90% kesepakatan

Data menarik lainnya yang diungkap, tercatat Singapura dan Indonesia meraup hampir 90% dari total pendanaan ekuitas. Singapura memperoleh $5,5 miliar dari 415 transaksi, sementara Indonesia memperoleh $1,51 miliar dari 131 transaksi.

Baik Thailand dan Malaysia mengalami koreksi paling besar dalam total perolehan modal swasta, secara berurutan turun sebesar 86% dan 83%. Thailand memperoleh total $0,13 miliar dari 28 kesepakatan. Malaysia mencatat 52 transaksi yang menghasilkan total $0,11 miliar.

Vietnam terlihat relatif tangguh dengan penurunan nilai transaksi sebesar 9,55%, mengantongi $0,51 miliar dari 54 kesepakatan. Filipina memperoleh $0,19 miliar dari 34 kesepakatan.

Healthtech paling banyak didanai

Bila melihat dari vertikal startup, fintech tetap menjadi paling banyak disuntik oleh investor, kendati secara jumlah dan nilai transaksi tercatat menurun. Total kesepakatan di sektor ini turun 39% menjadi 142 transaksi dan nilai transaksi turun 67% menjadi $1,82 miliar.

Dikerucutkan lebih rinci, startup lending paling banyak raih pendanaan dengan nilai $734 juta dengan 35 kesepakatan. Disusul secara berurutan, insurtech ($361 juta dengan 15 kesepakatan), pembayaran digital ($287 juta dengan 37 kesepakatan), wealthtech ($148 juta dengan 37 kesepakatan), dan solusi fintech ($73 juta dengan 10 kesepakatan).

Berdasarkan nilai transaksi, posisi pertama diduduki oleh sektor e-commerce yang mengumpulkan dana paling banyak, yaitu $2,32 miliar, berkat Lazada. Lalu disusul fintech dan healthtech dengan 60 kesepakatan investasi, naik 20% dibandingkan tahun lalu. Namun, nilainya turun 34% menjadi $582 juta karena nominal kesepakatannya yang lebih kecil.

Startup healthtech yang berasal dari Singapura menyumbang kue terbesar di sektor ini dengan porsi 72,1%. Lalu disusul Indonesia dengan 21,7%. Layanan telemedis jadi turunan bisnis yang paling banyak didanai dengan nilai $191 juta dengan 17 kesepakatan. Lebih dari separuh nominal pendanaan ini datang dari putaran seri D yang direngkuh Halodoc.

Masa-masa sulit bagi startup tahap awal

Hal lain yang disoroti dari laporan ini, mengutip dari pengumuman perusahaan, pengajuan peraturan, laporan media, dan penelitian DealStreetAsia, mengungkapkan bahwa kesulitan penggalangan pendanaan pada 2023 melampaui startup late-stage karena kesepakatan tahap awal turun 29% menjadi 659 kesepakatan sementara total modal yang dikumpulkan turun 49% menjadi $3,42 miliar.

“Pendanaan tahap awal, yang dianggap sebagai penentu tren investasi tahap awal, telah menunjukkan tren penurunan sejak kuartal kedua tahun 2022, menandakan kemunduran dari puncak kegembiraan yang menjadi ciri pasar pada tahun 2021,” kata laporan itu.

Prospek untuk tahun 2024

Untuk tahun ini, beberapa sektor siap untuk tumbuh meskipun terdapat tantangan pendanaan saat ini dan tema-tema baru kemungkinan akan menarik investasi modal ventura. Sektor-sektor berkelanjutan, termasuk teknologi ramah lingkungan, kendaraan listrik, teknologi iklim, dan teknologi kesehatan semakin mendapat daya tarik. Ekosistem mobilitas bersih, kecerdasan buatan, dan sektor terkait keberlanjutan juga diperkirakan akan tumbuh.

Laporan tersebut mengungkapkan ada hikmah pada akhir tahun kemarin, bahwa tren kespakatan per kuartal memperlihatkan tanda-tanda stabilitas yang muncul dalam lanskap investasi startup.

Pada kuartal keempat tahun 2023 terdapat 167 transaksi, naik dari 151 transaksi pada kuartal sebelumnya ketika volume transaksi berada pada titik terendah dalam tiga tahun.

Kuartal keempat juga lebih kuat dalam hal perolehan investasi karena startup regional mengumpulkan $2,28 miliar, naik 9% dari kuartal sebelumnya.

“Namun, menjelang akhir tahun, kondisi sektor swasta di kawasan ini mulai menunjukkan tanda-tanda stabilitas, dengan kuartal keempat mencatat peningkatan volume kesepakatan sebesar 12% setelah mencapai titik terendah dalam tiga tahun terakhir pada kuartal ketiga,” tutup laporan tersebut.

Ada lima catatan lainnya yang patut diperhatikan untuk industri startup di kawasan ini. Berikut rangkumannya:

New Energy Nexus Suntik Investasi Tambahan Rp484 Miliar ke Tiga Startup Climate Tech

New Energy Nexus (NEX) Ventures mengumumkan pendanaan tambahan pada tiga startup climate tech Indonesia dengan total akumulasi sebesar $31 juta (sekitar Rp484,7 miliar). Ketiga startup ini antara lain SolarKita, Swap Energy, dan Synergy Efficiency Solutions.

“Terlepas adanya penurunan investasi di sektor climate tech secara global tahun lalu, ketiga startup ini telah menunjukkan resiliensi mereka dengan menutup pendanaan baru,” ungkap Managing Director NEX Ventures Yeni Tjiunardi dalam keterangan resminya.

Sekilas mengenai ketiga portoflio tersebut:

  1. SolarKita mengembangkan solusi energi surya untuk kawasan residensial sehingga memungkinkan mereka membangun basis pasar pengguna panel surya di Indonesia.
  2. Swap Energy mengembangkan teknologi tukar baterai dan memungkinkan pengendara untuk mengganti baterai yang habis. Swap Energy tercatat memiliki lebih dari 1.300 titik penukaran baterai.
  3. Synergy Efficiency Solutions (SES) menawarkan efisiensi energi di Asia Tenggara lewat berbagai solusi, seperti desain, pembiayaan, dan instalasi.

NEX Ventures melalui dana kelolaan Indonesia 1 Fund telah menyuntik pendanaan ke 7 perusahaan climate tech dan mengalokasikan 4 investasi lanjutan sejak 2020. Selain itu, Indonesia 1 Fund juga telah melakukan investasi bersama dengan Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA) di
SolarKita dan dengan Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF) di SES.

Menurut laporan NEX, portofolionya telah menghasilkan kinerja baik dan berhasil menarik total $70 juta dari berbagai investor sejak disuntik dana kelolaan ini. Pihaknya mengklaim seluruh portofolio Indonesia 1 Fund telah mengurangi lebih dari 165 ribu ton emisi karbon, atau setara dengan penanaman delapan juta pohon.

Salah satu portofolionya menyatakan bahwa pendanaan tersebut akan dimanfaatkan untuk memperkuat fundamental bisnis perusahaan, mendorong kualitas produk, serta memperluas jaringan instalasi dan mitra penjualannya di Indonesia.

“Pendanaan yang kami terima dari Indonesia 1 fund dan SEEAA mendorong penetrasi kami di kawasan residensial secara signifikan. Milestone ini menandai langkah awal SolarKita pada rencana ekspansi mencapai 18MWp setara dengan instalasi PV solar 6000 rumah dalam tiga tahun ke depan,” ungkap Founder & CEO SolarKita Amarangga Lubis.

Tren global dan domestik

PwC dalam “State of Climate Tech 2023” melaporkan pendanaan climate tech dari VC dan firma ekuitas swasta mengalami penurunan hingga 40% tahun lalu. Faktor ketidakpastian ekonomi dan konflik geopolitik disebut menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi.

Adapun, laporan ini dibuat berdasarkan hasil analisis pada lebih dari 8000 startup climate tech di dunia dan lebih dari 32.000 transaksi pendanaan dengan total nilai $490 miliar.

Sementara, laporan yang disusun DSInnovate lewat “Indonesia’s Startup Handbook: Funding Updates (Q1-Q3 2023)” menyoroti tren pendanaan di sektor hijau, terutama pada startup kendaraan listrik. Selama tiga kuartal di 2023, EV menjadi sektor yang memperoleh pendanaan tertinggi kedua di Indonesia.

Tiga startup pengembang ekosistem EV, yakni Swap Energy, Alva, dan Charged tercatat memperoleh pendanaan dalam beberapa tahun terakhir. Sementara, VC dan perusahaan investasi yang aktif menyalurkan modal ke sektor EV di antaranya New Energy Nexus Indonesia, Eas Ventures, AC Ventures, hingga Kejora-SBI Orbit Fund.

MCI Dikabarkan Kembali Berikan Pendanaan ke Ayoconnect

Mandiri Capital Indonesia (MCI) dikabarkan kembali memberikan pendanaan ke startup fintech Ayoconnect. Menurut data yang diinput ke regulator, seperti dikutip dari Alternative.PE, nilainya sekitar $2,5 juta atau setara 39 miliar Rupiah. Dari data tersebut juga terlihat bahwa dalam putaran seri B1 ini harga per lembar sahamnya jauh di bawah putaran sebelumnya (downround).

DailySocial.id sudah mencoba mengonfirmasi kabari ini ke kedua belah pihak, namun mereka enggan memberikan pernyataan resmi.

Penggalangan dana seri B Ayoconnect sudah berlangsung sejak tahun 2021. Kala itu diawali putaran pra-seri B senilai $10 juta yang diikuti Mandiri Capital Indonesia, Patamar Capital, dan sejumlah angel investor. Kemudian pada awal Januari 2022, perusahaan mengumumkan pendanaan seri B senilai $15 juta dipimpin Tiger Global dengan partisipasi PayU, Alto Partners, dan sejumlah angel investor.

Menjelang akhir tahun 2022, Ayoconnect kembali mengumumkan tambahan perolehan putaran seri B mereka senilai $13 juta dipimpin SIG Venture Capital, diikuti oleh Innovation Capital serta beberapa investor sebelumnya, termasuk PayU dan Prosus. Secara total, sampai pendanaan seri B+ ini Ayoconnect berhasil bukukan pendanaan ekuitas senilai $28 juta.

Kinerja Ayoconnect sepanjang 2023

Sejak didirikan tahun 2016 oleh Chiragh Kirpalani dan Jakob Rost, Ayoconnect telah menjelma sebagai penyedia layanan Open Finance API yang lengkap, melayani pasar Indonesia dan Asia Tenggara. Solusi yang dihadirkan memudahkan pemilik bisnis dengan menyediakan infrastruktur pembayaran dengan embedded finance — memungkinkan pengembang menyematkan kapabilitas pembayaran ke aplikasi yang dikembangkan.

Disampaikan dalam rilis resminya, sepanjang 2023 Ayoconnect mendapatkan penambahan lebih dari 50 klien baru. Sejumlah perusahaan yang kini jadi klien mereka antara lain Bluebird, Bank Syariah Indonesia, Kredivo, JULO, KiriminAja, Bank DKI, Koperasi Syariah BMI, dan MNC Group.

Melalui peningkatan pelanggan tersebut, Ayoconnect juga mengklaim berhasil mendorong pertumbuhan bisnis dari 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dimungkinkan dengan diluncurkannya inovasi White-Label Virtual Cards yang diluncurkan bersama Mastercard pada Januari 2023 silam dan Instant Transfer API. Dua inovasi tersebut berhasil memberikan Ayoconnect keunggulan kompetitif dalam lanskap fintech yang dinamis.

Perusahaan juga sempat melakukan efisiensi, salah satunya dengan memberhentikan 10% dari total karyawan pada Agustus 2023 lalu. Keputusan ini diambil perusahaan sebagai langkah antisipasi untuk menghadapi kondisi makro ekonomi dan upaya menuju profitabilitas.

Capaian bisnis Ayoconnect sepanjang 2023 / Ayoconnect
Capaian bisnis Ayoconnect sepanjang 2023 / Ayoconnect

Hadirnya berbagai fitur keuangan baru yang diluncurkan oleh mitra Ayoconnect juga dinilai mampu berkontribusi secara signifikan terhadap meluasnya adopsi layanan keuangan digital tingkat nasional.

Founder & CEO Ayoconnect Chiragh Kirpalani menjelaskan, “Kesuksesan Ayoconnect pada tahun 2023 merupakan bukti komitmen kami terhadap inovasi dan kolaborasi. Kami bangga menyambut klien baru ke dalam ekosistem kami dan berharap dapat melanjutkan perjalanan menuju lanskap keuangan yang lebih inklusif dan mudah diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.”

Chiragh menatap optimis bahwa lanskap ekonomi digital pada tahun 2024 akan membaik seiring dengan reformasi pemerintah dan tumbuhnya konsumsi swasta sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga didukung oleh proyeksi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $150 miliar atau setara Rp2,333 triliun pada tahun 2025.