Integrasi Produk Gojek Mendalam di Tokopedia, Kini Tersedia GoPayLater

Perusahaan merger dari Gojek dan Tokopedia, GoTo, semakin perdalam integrasi produk antar keduanya di masing-masing platform. Informasi yang terbaru adalah hadirnya layanan fintech BNPL (buy now pay later) dari Gopay yakni GoPayLater yang kini tersedia di aplikasi Tokopedia.

Belum ada informasi resmi yang diberikan perusahaan terkait kabar teranyar tersebut. Kehadiran GoPayLater tentunya berindikasi pada semakin jelasnya upaya Tokopedia untuk mengurangi dominasi OVO di platformnya.

Sebelum GoTo diresmikan ke publik, program loyalitas Tokopedia yang sempat menggunakan OVO Points akhirnya kembali menghidupkan TokoPoints pada April 2021 setelah sempat dirilis pada 2018.

Lewat OVO Points, sebelumnya pengguna Tokopedia dapat memperoleh poin untuk mendapatkan cashback dari setiap transaksi yang dilakukan di Tokopedia. OVO Points dapat digunakan sebagai salah satu metode pembayaran, konversi 1 poin senilai dengan Rp1.

TokoPoints juga dapat dapat ditukar tanpa batas minimum/maksimum poin untuk untuk semua transaksi produk fisik dan berbagai produk digital. Pemakaian TokoPoints untuk transaksi produk fisik juga dapat digabungkan dengan promo lainnya dan Bebas Ongkir secara bersamaan.

Tokopedia juga menyediakan gamifikasi yang dapat digunakan pengguna untuk mengumpulkan TokoPoints setiap harinya.

Munculnya GoPayLater artinya tinggal menunggu waktu saja sampai akhirnya Gopay hadir di Tokopedia. Selama ini, OVO adalah metode pembayaran utama yang tersedia di laman utama Tokopedia untuk berbagai transaksi. Di Tokopedia, tersedia fitur top up instan saldo, transfer, dan bayar dengan kode QR yang terhubung langsung dengan OVO.

Mengutip dari DealStreetAsia, Tokopedia dan afiliasinya memiliki 41% saham di OVO. Dengan rincian, Tokopedia menguasai 36,1% saham di induk OVO, Bumi Cakrawala Perkasa, Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya memiliki 5% melalui Wahana Inovasi Lestari yang diakuisisi Grab pada Februari 2020. Sedangkan Grab Inc menguasai 39,2% saham di induk OVO.

GoPayLater sendiri adalah produk dari Findaya, startup p2p lending yang diakuisisi Gojek pada 2018. Dalam perkembangannya, melalui wawancara bersama DailySocial pada Februari 2021, disampaikan GoPayLater sudah memperluas cakupan layanannya, tidak hanya dapat digunakan untuk seluruh transaksi di aplikasi Gojek dan merchant offline afiliasinya.

Sejumlah mitra e-commerce yang dapat menerima pembayaran dengan GoPayLater adalah Blibli, JD.id, Zalora, dan masih banyak lagi.

Diungkapkan pada tahun lalu pertumbuhan transaksi dengan GoPayLater naik hingga 3,3 kali lipat. Transaksi terbesarnya dikontribusikan dari pembelian makanan melalui GoFood dan membayar tagihan di GoBills.

“Gopay Paylater menjadi salah satu layanan yang paling digemari pengguna, terbukti dengan peningkatan transaksi sampai dengan 3,3 kali lipat sepanjang tahun 2020 dengan NPL di bawah industri,” ucap Head of Growth GoPayLater Neni Veronica.

Penetrasi layanan fintech

Industri fintech lending yang merupakan ranah dari GoPayLater terus menunjukkan tren pertumbuhan di Indonesia. Berdasarkan statistik OJK, pada semester I 2021 angka penyaluran mencapai Rp70,88 triliun, hampir menyandingi pencapaian sepanjang tahun lalu sebesar Rp74,41 triliun. Bila melihat secara kumulatif saja, telah mencapai Rp221,56 triliun.

Angka ini diprediksi akan semakin tumbuh, mengingat masih banyaknya kelompok masyarakat underserved dan unbanked. Pemain seperti GoPayLater yang mengusung BNPL atau kartu kredit digital, mengisi gap kebutuhan terhadap akses finansial yang memadai dengan pendekatan digital.

Paylater jadi opsi pembayaran yang makin diminati untuk pengguna e-commerce di Indonesia / Kredivo-Katadata

Persaingan di kancah uang elektronik itu sendiri juga tak kalah menarik. Di Indonesia, peta persaingannya semakin meruncing di antaranya lima pemain dominan di pasar. Mereka tak lain Gopay, OVO, DANA, ShopeePay, dan LinkAja. Dalam berbagai riset, kelimanya saling berganti posisi satu sama lain dalam tiap periodenya.

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam Fintech Report 2020, ada lima aplikasi pembayaran digital yang paling banyak digunakan menurut responden. Secara berurutan meliputi Gopay (87%), OVO (80,4%), Dana (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%).

Sementara, menurut survei yang diselenggarakan Neurosensum, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi berikutnya adalah OVO (62%), lalu DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%). Dalam temuan ini, responden tercatat menggunakan multiple e-wallet untuk kebutuhan berbeda.

Dari sisi frekuensi penggunaan, ShopeePay juga berada di posisi teratas dengan total gabungan transaksi sebanyak 14,4 kali per bulan atau 9 kali (online) dan 5,4 kali (offline). OVO menyusul di posisi kedua dengan total 13,5 kali penggunaan per bulan atau 8,1 kali (online) dan 5,4 kali (offline). Di urutan ketiga, GoPay dengan total 13,1 kali per bulan atau 8 kali (online) dan 5,1 kali (offline).

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Q&A Bersama Aldi Haryopratomo: Dari CEO GoPay Sampai Jadi Investor dan Mentor Startup

Penyair Prancis Victor Hugo pernah berkata, “Orang bijak adalah dia yang tahu kapan dan bagaimana untuk berhenti.” Kutipan tersebut berlaku untuk banyak pemimpin di dunia bisnis yang memutuskan untuk meninggalkan perusahaan mereka saat sedang berada di puncak—Aldi Haryopratomo adalah salah satunya. Dia mengundurkan diri dari posisi CEO-nya di GoPay, divisi fintech Gojek, pada Januari 2021, setelah memimpin selama lebih dari tiga tahun.

Alasan kepergiannya terdengar sederhana. “Kami [di GoPay] telah mengubah industri keuangan, dan saya pikir ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk bergerak dan membuat perubahan di sektor lain,” ujarnya kepada KrASIA.

Sebelum GoPay, Aldi pernah mendirikan aplikasi fintech bernama Mapan pada tahun 2009. Platform ini memungkinkan pembayaran online terjadi di berbagai lokasi fisik di Indonesia tetapi daya tariknya semakin meningkat ketika mulai menawarkan fitur social commerce yang disebut Mapan Arisan pada tahun 2015. Fitur ini pada dasarnya adalah sebuah arisan digital—bentuk informal dari simpan pinjam bergilir yang umum di Indonesia, terutama di kalangan perempuan.

Startup ini diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, bersama dengan dua startup fintech lainnya—gerbang pembayaran Kartuku dan Midtrans—untuk membentuk GoPay. Mapan masih beroperasi sebagai aplikasi terpisah dan saat ini memiliki 3 juta pengguna, sebut Aldi.

Aldi kini tengah menikmati waktu cuti bersama istri dan ketiga anaknya. “Memimpin perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tinggi bisa sangat melelahkan, dan sebagai manusia, saya perlu istirahat. Jadi saya mengambil cuti sebelum memulai usaha baru,” ujar sang mantan CEO.

Namun, istirahat tidak berarti hanya bermalas-malasan dan tidak melakukan apa-apa di rumah. Sebagai orang yang sangat percaya pada hukum bimbingan dan timbal balik, Aldi sekarang membantu pengusaha lain mengembangkan bisnis mereka. Tak lama setelah meninggalkan GoPay, ia diangkat menjadi komisaris di startup akuakultur e-Fishery. Dia juga bergabung dengan dewan penasihat di perusahaan teknologi kesehatan Halodoc pada bulan Maret. Belum lama ini, Aldi berinvestasi dalam putaran pendanaan Seri A BukuWarung senilai USD 60 juta.

“Saya tidak akan bisa berada di sini tanpa orang-orang baik yang telah membantu saya, jadi saya ingin mereplikasi ini kepada pengusaha lain yang ingin memecahkan masalah yang tepat,” katanya.

KrASIA baru-baru ini berbincang dengan Aldi tentang perjalanan dan kehidupannya berwirausaha setelah mengundurkan diri dari GoPay.

Co-CEO Gojek, Kevin Aluwi (paling kiri) bersama Aldi Haryopratomo (masker merah di kanan) di pusat vaksinasi Halodoc Jakarta. Dokumentasi oleh Halodoc

KrASIA (Kr): Bagaimana awal mula ketertarikan Anda dalam dunia fintech? Seperti apa proses menemukan ide membangun Mapan di tahun 2009, ketika fintech masih belum eksis di Indonesia?

Aldi Haryopratomo (AH): Mapan adalah perusahaan pertama yang saya dirikan, tetapi karir fintech saya dimulai ketika bergabung dengan Kiva pada tahun 2006. Kiva adalah platform pinjaman peer-to-peer yang memberikan pinjaman kepada bank keuangan mikro di seluruh dunia. Di Kiva, saya berperan dalam menemukan bank keuangan mikro di Asia Tenggara, jadi saya menghabiskan banyak waktu di daerah pedesaan di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja. Kursus kilat saya di industri fintech terjadi kala melakukan due diligence di lebih dari 1.000 bank untuk Kiva.

Setelah Kiva, saya sempat bekerja di Boston Consulting Group, dimana saya mengunjungi banyak daerah pedesaan di penjuru India dan Pakistan. Saya sangat tertantang untuk bisa menyelesaikan lebih banyak masalah di desa, dan merasa pinjaman saja tidak cukup, jadi saya memutuskan untuk membangun Mapan untuk terus bekerja dengan para tokoh masyarakat di desa-desa di Indonesia, mempromosikan arisan versi digital, yang juga adalah sebuah bentuk keuangan mikro.

Kr: Seperti apa cerita dibalik akuisisi Gojek atas Mapan di tahun 2018?

AH: Saya dan Nadiem Makarim [co-founder Gojek] sama-sama kuliah di Harvard Business School, dia menjalani magang di Mapan pada musim panas 2010. Nadiem sangat pandai menjual, jadi dia membantu saya menyelesaikan putaran pendanaan. Saya rasa dia mendapat ide untuk Gojek sekitar waktu itu. Kami mendirikan perusahaan masing-masing tepat setelah lulus. Kami bahkan menyewa rumah dan mengubahnya menjadi kantor bersama. Menjadi pendiri startup saat itu adalah perjalanan penuh kesepian, kami kerap berkumpul untuk berbagi rasa frustrasi setiap minggunya.

Pada November 2016, salah satu pemimpin komunitas di Mapan meminta bantuan saya karena membutuhkan penghasilan tambahan. Saya berbicara dengan Nadiem, ia pun membantu menjadikannya pengemudi Gojek. Dari situ kami berkata, “Hei, bagaimana kalau kita membuat pilot project di mana para pemimpin perempuan Mapan dapat merekrut suaminya ke Gojek.” Kami melakukan proyek pertama di Yogyakarta, dan kami melihat bagaimana keluarga yang kami rekrut dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Nadiem sangat bersemangat karena dia selalu memiliki visi besar untuk memiliki satu aplikasi untuk semua. Fintech merupakan bagian penting dari visi itu, dan dia cukup rendah hati untuk memahami bahwa dia tidak memiliki pengalaman untuk melakukannya sendiri. Mapan sudah mendapatkan lisensi P2P lending saat itu, jadi kami putuskan untuk menggabungkan keduanya.

Kr: Penyesuaian apa saya yang harus Anda lakukan selama transisi Mapan ke Gojek, sebuah divisi dengan ekosistem Gojek yang sudah memiliki jutaan pengemudi, merchant dan pengguna?

AH: Penyesuaian terbesar adalah mengintegrasikan ketiga startup, karena masing-masing perusahaan dibangun oleh pendiri yang berbeda dan memiliki kemampuan yang berbeda. Mereka juga memiliki budaya yang berbeda. Beruntung bagi kami, kami semua memiliki tim luar biasa yang sangat rendah hati dan mau belajar satu sama lain.

Perbedaan besar lainnya adalah skala dan kecepatan. Saat Anda mencoba mengubah industri dan memiliki persaingan yang ketat, Anda harus bergerak sangat cepat. Saat kami memulai GoPay, hanya ada beberapa ribu transaksi di luar layanan transportasi dan pesan-antar makanan Gojek. Kami harus mencari cara untuk menumbuhkan transaksi tersebut dengan cepat, yang berarti membuat pertaruhan dan keputusan besar, beberapa di antaranya tidak sepenuhnya kami yakini saat itu.

Kr: Apa milestone yang paling berkesan selama menjadi bagian dari GoPay?

AH: Ada tiga momen: Ketika kami memulai pada tahun 2018, kami menyadari bahwa UKM tidak dapat dengan mudah mengadopsi pembayaran digital karena mahalnya biaya mesin Electronic Data Capture. Oleh karena itu, kami percaya bahwa kontribusi kode QR sangat penting. Sementara kompetisi kami berfokus pada perangkat dan nomor telepon, kami sudah mulai beralih ke kode QR. Itu adalah hal pertama yang kami lakukan. Selama enam bulan selanjutnya, kami meningkatkan transaksi QR sebesar 1.000x dan mencapai satu juta transaksi dalam sehari pada Desember 2018.

Momen kedua adalah ketika saya bertemu dengan banyak merchant yang mengatakan bahwa Gojek dan GoPay membawa perubahan nyata dalam hidup mereka; mereka bisa membeli rumah, menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi, dan pergi haji ke Mekah. Hal itu sangat berharga bagi kami.

Lalu, setiap kali kami menutup putaran pendanaan dengan raksasa teknologi global, hal itu akan selalu berkesan, karena validasi dari investor global ini sangat penting bagi kami.

Kr: Anda bergabung dengan e-Fishery dan Halodoc setelah meninggalkan GoPay. Apa alasan dibalik keputusan ini?

AH: Saya bertemu Gibran [Huzaifah, CEO e-Fishery] lima tahun lalu ketika kami berpartisipasi di Forum Ekonomi Dunia sebagai pemimpin muda global dan pembangun muda global. Dia menghampiri saya dan mengatakan bahwa ingin membantu petani ikan di daerah pedesaan dengan membangun sistem pemberi pakan pintar yang dapat mendeteksi ikan saat lapar sehingga peternak ikan dapat memberi makan dengan lebih efisien. Saya terkesan karena itu adalah masalah yang sangat unik dan tidak banyak orang yang cukup peduli. Setiap bulan, kami berbicara tentang startupnya, dan GoVentures akhirnya berinvestasi di e-Fishery, sehingga persatuan kami menjadi lebih formal. Ketika saya meninggalkan GoPay, Gibran dan saya ingin bekerja lebih erat. Saat ini saya membantunya dengan strategi bisnis dan skalabilitas, serta strategi penggalangan dana.

Sementara itu, kilas balik Jonathan Sudharta [CEO Halodoc] dan saya—kami bertemu di sekolah menengah. Kami banyak berdiskusi tentang Halodoc dan misinya untuk membuat layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua orang. Saya juga memiliki minat dalam teknologi kesehatan. Di sekolah bisnis, saya membuat tiga rencana bisnis untuk sebuah kompetisi: startup teknologi kesehatan yang menghubungkan dokter dengan masyarakat pedesaan, perusahaan pembangkit listrik tenaga air, dan Mapan, yang memenangkan kompetisi. Gojek juga berinvestasi di Halodoc, jadi saya sudah bekerja dengan tim Halodoc untuk sementara waktu dan melihat bagaimana perusahaan itu dapat tumbuh dan mengumpulkan semua apotek berikut ribuan dokter ke dalam satu platform. Saya senang bisa menjadi bagian dari pertumbuhan ini.

Sebagai komisaris, Aldi (kiri) membantu CEO eFishery, Gibran Huzaifah (di sebelahnya) untuk mengembangkan bisnis. Dokumentasi oleh eFishery

Kr: Belum lama ini Anda juga berinvestasi di BukuWarung. Apakah ini kali pertama? Sepenting itukah bekerja dengan pengusaha lain?

AH: Saya sudah berinvestasi di sepuluh startup, termasuk BukuWarung, Crewdable, Green Spot, dan Beehive Drones. Sebagai seorang wirausahawan, pengalaman dan pelajaran Anda bisa terbatas pada perusahaan yang Anda bangun. Namun, dengan menjadi mentor bagi perusahaan lain, Anda dapat melihat apakah pengalaman dan pengetahuan industri Anda dapat bekerja di sektor lain. Saya merekomendasikan agar setiap pengusaha menjadi mentor karena ada lebih banyak pelajaran sebagai mentor daripada mentee. Misalnya, Gibran mengajari saya banyak tentang budidaya ikan, dan saya belajar tentang kesehatan dari Jonathan.

Saya percaya dengan karma yang baik, dan investasi angel adalah tentang memberi kembali. Bagian tersulit dari startup tahap awal adalah menemukan pendukung awal yang percaya pada misi Anda. Investor pertama Mapan adalah Muhammad Yunus dari Grameen Bank. Sungguh menakjubkan bahwa seseorang seperti Yunus percaya pada seseorang seperti saya, dan saya pun ingin melakukan hal yang sama untuk pengusaha lain.

Kr: Lalu, apa yang akan menjadi langkah selanjutnya? Apa yang ingin Anda lakukan ke depannya?

AH: Hal terpenting tentang cuti panjang adalah benar-benar cuti panjang. Saat ini, saya mempelajari banyak hal berbeda: bagaimana menjadi ayah yang lebih baik, mentor yang lebih baik, dan investor yang lebih baik. Saya berharap dengan mempelajari banyak hal berbeda, saya dapat menemukan masalah dalam industri yang membutuhkan bantuan saya. Saya berjiwa wirausaha dan suka membangun perusahaan dan mengembangkan tim, jadi saya akan terus melakukan yang terbaik dalam hal itu.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Meninjau Peran Teknologi Payment Gateway Dalam Mendorong Donasi Digital Bagi Lembaga Nirlaba

Teknologi pembayaran digital (payment gateway) menjadi salah satu teknologi yang paling cepat mengakselerasi perubahan dalam masyarakat. Tak hanya untuk keperluan transaksi niaga, teknologi payment gateway kini juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan filantropi, seperti galang dana dan berdonasi, menjadi lebih efisien bagi lembaga nirlaba dan donatur. Hal ini dibuktikan oleh payment gateway  Midtrans yang menyediakan teknologi pemrosesan berbagai metode pembayaran di situs online bagi berbagai mitra, mulai dari startup, UMKM, usaha besar, hingga lembaga nirlaba seperti Yayasan Yatim Mandiri (YYM).

Beberapa waktu ke belakang, bagi YYM, menjalankan kegiatan galang dana menjadi hal yang cukup menantang tatkala berhadapan dengan langkah-langkah konvensional. Yayasan yang berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan yatim dan dhuafa ini mulanya melakukan fundraising dari pintu ke pintu, verifikasi donasi yang dilakukan secara manual, hingga pendataan donatur yang kurang maksimal. Tantangan ini kemudian terjawab ketika YYM memutuskan menggunakan teknologi payment gateway untuk mendigitalisasi proses galang dana donasi.

“Dulu kami hanya bergerak di bidang fundraising yang konvensional, dengan menerjunkan konsultan zakat yang datang dari kantor ke kantor. Tapi sekarang semakin berkembangnya waktu dan teknologi, kami bisa meng-upgrade layanan dan tawaran kami melalui platform digital,” ujar Dian Muldianti, tim Digital Fundraising YYM.

Bagi YYM, payment gateway bisa menjawab tantangan yang selama ini belum terpecahkan

YYM bermitra dengan Midtrans mentransformasi ekosistem donasi. Upaya penggalangan dana YYM ditingkatkan oleh Midtrans yang membawa beragam solusi digital seperti misalnya; proses verifikasi dan pendataan donatur yang mampu diotomatisasi, kemudahan fasilitas lewat berbagai pilihan metode pembayaran online, hingga memaksimalkan penerimaan nilai donasi dengan gratis biaya transaksi lewat dengan GoPay dan QRIS. Selain itu, efisiensi operasional yayasan juga terbantu berkat teknologi yang ditawarkan oleh Midtrans.

Dalam kemitraan tersebut YYM mengaku, nilai donasi digital yang disalurkan ke pihaknya melalui kanal daring website meningkat hingga 12 kali sejak menggunakan Midtrans dalam 6 bulan terakhir. Hal itu sejalan pula dengan laporan yang dirilis oleh GoPay dan Kopernik yang bertajuk “Digital Donation Outlook 2020” yang menyimpulkan keberadaan donasi digital berhasil mendorong masyarakat untuk semakin rajin berdonasi. Dukungan publik yang disalurkan lewat donasi memungkinkan YYM menyediakan pemberdayaan bagi penerima manfaat, termasuk dalam bentuk beasiswa dan lembaga pendidikan lewat 46 cabang organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Meningkatnya donasi digital yang digalang oleh YYM bukan tanpa sebab. Dalam laporan Digital Donation Outlook juga dikatakan, donasi digital berkembang akibat dipicu oleh berbagai faktor kemudahan yang didukung oleh teknologi. 47 persen responden mengatakan memilih berdonasi digital pada inisiatif yang menyediakan pembayaran digital. Namun bukan berarti edukasi perihal donasi digital selesai sampai di situ saja. Studi mengungkapkan masih diperlukan adanya edukasi mumpuni yang menyeluruh dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu selain edukasi dasar mengenai donasi digital, diperlukan pula mengkomunikasikan transparansi proses donasi, dan kredibilitas organisasi untuk meningkatkan kepercayaan publik.

“Kemudahan teknologi semakin memudahkan kami sebagai lembaga non-profit untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat lebih mudah berbagi di manapun dan kapanpun. Ini penting, karena saat ini masyarakat semakin tech-savvy, sehingga kami dapat lebih mudah menjangkau mereka yang ingin berbagi atau berderma lewat kanal digital,” papar Dian.

Pernyataan di atas tentu semakin menguatkan peran teknologi dalam upaya penggalangan dana untuk kebutuhan sosial. Donasi digital diketahui telah berhasil merangkul semua kelompok usia berikut dengan keragaman demografis dan profesi di masyarakat. Dengan angka dan grafik yang justru semakin bertumbuh – meski di tengah situasi ketidakpastian ekonomi – sangat menarik menantikan kiprah berbagai penyedia layanan teknologi Midtrans selanjutnya di ranah filantropi di waktu mendatang.

Aplikasi Lionsgate Play Resmi Meluncur di Indonesia, Tawarkan Konten Premium Hollywood dan Bollywood

Setelah sebelumnya mengumumkan kemitraan strategis, aplikasi video streaming Lionsgate Play hari ini (21/4) meresmikan kehadirannya di Indonesia. Mereka menawarkan beragam konten khas Hollywood yang dimiliki oleh Lionsgate Studio dan Starz, juga konten Bollywood ternama dan sajian orisinal mereka. Sebelum di Indonesia, akhir tahun 2020 lalu Lionsngate Play telah resmi meluncur di India.

Dalam acara temu media, President & Chief Executive Officer STARZ Jeffrey A. Hirsch menyebutkan, besarnya jumlah populasi di Indonesia, koneksi teknologi, dan penetrasi internet yang sudah cukup baik, menjadi alasan ideal bagi mereka sehingga memutuskan untuk menjajakan produknya di sini. Ia juga menegaskan, di Indonesia saat ini hanya ada sekitar 2-4 platform yang juga menawarkan layanan serupa [ditinjau dari konten salah satunya], sehingga masih banyak ruang untuk tumbuh di Indonesia.

Di fase awalnya, mereka masih fokus pada konten Hollywood dan Bollywood saja. Namun ke depannya Lionsgate Play juga berencana untuk menambah konten asal Indonesia. Menurut Managing Director SEA & Networks Rohit Jain, saat pandemi menjadi waktu yang tepat bagi Lionsgate Play untuk berinvestasi kepada konten dan fokus kepada pengalaman pengguna. Untuk itu ke depannya akan ditambah lagi konten menarik untuk pengguna premium Lionsgate Play.

“Sebelumnya kami telah meluncurkan layanan ini di India dan mendapatkan respons yang baik dari pasar. Kami juga telah menemukan blue print atau model bisnis yang tepat saat muncul pertama kali di India. Terutama untuk emerging market di Asia, dengan demikian model tersebut bisa direplikasi di pasar lainnya,” kata Rohit.

Untuk mendukung teknologi yang diterapkan di platform, Lionsgate saat ini telah memiliki Tech Developement Center di dua negara yaitu di Denver Amerika Serikat dan di Timur Tengah. Dengan demikian diharapkan mereka bisa memberikan pengalaman pengguna yang terbaik, didukung dengan tampilan UI/UX yang seasmless dan kemudahan mengakses aplikasi.

Menjalin kemitraan strategis

Dalam acara peluncuran Lionsgate Play Indonesia, turut dihadirkan juga tim lokal yang nantinya bertanggung jawab untuk mengelola Lionsgate Play di Indonesia. Mereka di antaranya adalah Guntur Siboro (Country Manager Indonesia), Karina Mahadi (Content Manager), dan Gene Tamesis Jr (SVP Bizdev & Partnerships).

Untuk mendukung pertumbuhan pengguna Lionsgate Play di Indonesia, telah dijalin kemitraan strategis. Mulai dari dengan operator telekomunikasi seperti Telkomsel hingga Indihome. Untuk memudahkan pilihan pembayaran, Lionsgate Play Indonesia juga telah bermitra dengan Gopay, ShopeePay, hingga Doku.

“Tentunya kami juga menawarkan pilihan pembayaran umum lainnya seperti kartu kredit, kartu debit hingga pembayaran melalui billing carrier (potong pulsa). Sesuai dengan esensi perusahaan, kami akan terus menambah kemitraan dengan pihak yang relevan,” kata Guntur.

Meskipun saat ini paket bundling hingga promosi masih tersedia untuk pengguna Telkomsel, namun ke depannya Lionsgate Play juga akan menambah kemitraan dengan operator telekomunikasi lainnya di Indonesia.

Layanan Lionsgate Play menyediakan dua model berlangganan untuk mengakses aplikasi yaitu Rp35.000 per bulan dan Rp179.000 selama setahun. Pilihan harga ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada konsumen Indonesia untuk menikmati hiburan global terbaik dengan harga terjangkau dan kenyamanan mereka.

“Tujuan dari kemitraan ini tentunya adalah berguna bagi kedua belah pihak. Bagi mitra mereka bisa mendapatkan konten beragam dari kami dan tentunya pilihan yang ideal bagi pelanggan mereka,” imbuh Guntur.

Peluang Lionsgate Play di Indonesia

Berbeda dengan pemain lainnya yang lebih dulu telah hadir di Indonesia seperti Disney+Hotstar, pendekatan yang dilakukan oleh mereka adalah secara langsung menawarkan konten orisinal yang beragam asal sineas Indonesia. Netflix sendiri makin agresif menjalin kemitraan strategis dengan sineas lokal, yang tujuannya untuk menambah konten orisinal asal Indonesia.

Namun bagi Lionsgate Play yang selama ini sudah dikenal memiliki konten film asal Hollywood berkualitas yang telah berhasil mendapatkan berbagai penghargaan piala Oscar hingga Golden Globes, diyakini bisa menjadi pemancing bagi pengguna di Indonesia untuk menjadi pelanggan Lionsgate Play.

Selain konten dari perpustakaan milik Lionsgate Studio dan Starz, Lionsgate Play juga telah mengakuisisi konten dari beberapa perusahaan entertainment di mancanegara, seperti dari BBC, Studio Canal dan Summit. Lionsgate Play di Indonesia menargetkan bisa menjangkau jutaan pengguna baru yang mendaftarkan diri menjadi pengguna Lionsgate Play.

“Saat ini Lionsgate telah memiliki sekitar 28 juta pengguna di lebih dari 56 negara. Dengan konten terkurasi tersebut kami berharap bisa memberikan pilihan baru kepada pengguna yang ingin menikmati konten premium,” kata Jeffrey.

Application Information Will Show Up Here

GoPay Luncurkan GoInvestasi, Investasi ke Instumen Emas dengan Saldo Secara Otomatis

Geliat investasi terus tumbuh justru di kala pandemi melanda negeri. Yang menarik, mayoritas investor pemula baru didominasi oleh anak-anak muda generasi milenial. Sejalan dengan tren ini, GoPay meluncurkan fitur baru GoInvestasi yang memungkinkan pengguna berinvestasi secara otomatis dari saldo GoPay.

Continue reading GoPay Luncurkan GoInvestasi, Investasi ke Instumen Emas dengan Saldo Secara Otomatis

Neurosensum Soroti Meningkatnya Popularitas Penggunaan ShopeePay

Neurosensum merilis laporan terbaru terkait adopsi uang elektronik selama periode November 2020 hingga Januari 2021. Laporan ini diikuti oleh 1.000 responden dengan rentang usia 19-45 tahun dan kelas ekonomi ABC di delapan kota (Jabodetabek, Jawa non-Jabodetabek, dan luar Pulau Jawa).

Managing Director Neurosensum Indonesia Mahesh Agarwal mengatakan, pandemi Covid-19 telah membawa dampak luar biasa terhadap adopsi uang elektronik di Indonesia dalam setahun terakhir. Ia mengungkap, adopsi uang elektronik hanya 2% (lebih dari 5 tahun lalu), lalu meningkat menjadi 10% (3-5 tahun yang lalu), dan naik signifikan menjadi 45% (1-3 tahun lalu).

“Menariknya, pandemi mendongkrak adopsi dompet digital hingga 44% dalam kurun waktu kurang dari setahun. New adopter berkontribusi besar terhadap penggunaan e-wallet selama pandemi,” ungkap Agarwal.

Selain itu, dampak luar biasa juga terlihat pada aktivitas belanja online ketika uang elektronik menjadi opsi pembayaran terbanyak digunakan (88%), diikuti transfer bank (72%), dan Cash on Delivery (47%) selama pandemi.

Lebih lanjut disoroti bahwa ShopeePay, yang baru hadir belakangan, mulai menggeser dominasi sejumlah pemain existing.

ShopeePay kuasai pasar tiga bulan terakhir

Berdasarkan survei, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi kedua dan selanjutnya diikuti OVO (62%), DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%). Dalam temuan ini, responden tercatat menggunakan multiple e-wallet untuk kebutuhan berbeda.

Dari sisi frekuensi penggunaan, ShopeePay juga berada di posisi teratas dengan total gabungan transaksi sebanyak 14,4 kali per bulan atau 9 kali (online) dan 5,4 kali (offline). OVO menyusul di posisi kedua dengan total 13,5 kali penggunaan per bulan atau 8,1 kali (online) dan 5,4 kali (offline). Di urutan ketiga, GoPay dengan total 13,1 kali per bulan atau 8 kali (online) dan 5,1 kali (offline).

ShopeePay juga mendominasi transaksi di sejumlah kategori produk/jasa, antara lain make up (60%), skincare (58%), personal care (50%), dan perlengkapan rumah tangga (47%). Sementara, OVO unggul pada transaksi untuk kategori pembayaran tagihan (25%) dan elektronik (20%).

Category Make up Skincare Sports &

Outdoor

Household

Equipment

Bill Payment Electronics Personal

Care

ShopeePay 60% 58% 32% 47% 23% 37% 50%
OVO 13% 17% 18% 17% 25% 20% 16%
DANA 10% 9% 13% 13% 23% 14% 11%
GoPay 6% 6% 8% 7% 13% 7% 9%
LinkAJa 2% 3% 2% 3% 9% 4% 3%
Don’t buy the product 9% 8% 27% 13% 7% 19% 11%

Sumber: Neurosensum Indonesia / Diolah kembali oleh DailySocial

Responden juga menilai ShopeePay paling mudah digunakan berbelanja online dengan persentase 54% dengan posisi kedua diisi oleh OVO (20%). Uniknya, DANA berada di posisi ketiga (14%), di atas GoPay (9%) dan Link Aja (4%).

Research Manager Neurosensum Indonesia Tika Widyaningtyas menilai ada sejumlah faktor yang mendorong posisi ShopeePay saat ini. Menurutnya, ShopeePay sangat digemari karena kemudahannya untuk bertransaksi online. Jika dibandingkan pemain lain, ShopeePay sudah terintegrasi di Shopee. Artinya, pengguna tidak perlu bolak-balik mengganti aplikasi

“Shopee gencar menawarkan banyak promosi ShopeePay. Kami sadar semua pemain dompet digital juga melakukan hal yang sama, tetapi promosi ShopeePay lebih banyak terserap konsumen. Tidak cuma banyak, tetapi persyaratan pada promosinya juga tidak terlalu sulit. Misalnya, transaksi minimal masih terjangkau konsumen,” ujar Tika.

Hal ini juga terlihat dari temuan survei di mana ShopeePay unggul dengan persentase 41% sebagai uang elektronik yang memberikan promosi offline dan online serta persyaratan promosi yang memuaskan. Peringkat selanjutnya adalah OVO (25%), GoPay (16%), DANA (14%), dan LinkAja (4%).

Halodoc Angkat Aldi Haryopratomo Jadi Dewan Penasihat, Ungkap Ambisi Ekspansi Regional

Startup healthtech tumbuh subur selama pandemi karena meningkatnya awareness masyarakat terhadap kesehatan. Halodoc sebagai salah satu pemain di industri ini turut memaparkan sejumlah pencapaian dan rencana bisnis yang akan dilakukan pada tahun ini.

Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga mengangkat Aldi Haryopratomo sebagai bagian dari Board of Advisor. Sebelumnya, Aldi merupakan CEO Gopay dan Founder Mapan, saat ini juga menjabat sebagai komisaris di eFishery.

Seperti diketahui, Gojek merupakan investor awal dari Halodoc, saat ini layanan telemedicine-nya juga sudah diintegrasikan ke dalam aplikasi ride-hailing tersebut. Begitu pun eFishery, lengan investasi Gojek memimpin pendanaan seri B mereka.

Kehadiran Aldi dengan wawasannya di industri fintech pembayaran untuk segmen mikro diharapkan dapat memberi banyak masukan kepada Halodoc untuk pengembangan berikutnya. Semisalnya, pengalaman Aldi saat mengembangkan layanan keuangan Gopay ke negara-negara di mana Gojek ekspansi.

Pasalnya, Co-Founder & CEO Halodoc Jonathan Sudharta menuturkan, kini Halodoc juga berambisi untuk ekspansi regional, membawa hasil pembelajaran dari Indonesia untuk negara yang disasar. Belum ada informasi lebih lanjut kapan rencana tersebut dapat terealisasi.

Ia bilang, dirinya dan Aldi sudah mengenal semenjak remaja. Dari awal ia mulai merintis Halodoc pada empat tahun lalu, Aldi menjadi salah satu rekan diskusi rutin yang banyak memberikan masukan. “Bergabungnya Aldi sebagai bagian keluarga besar Halodoc akan memperkuat misi Halodoc dalam menjembatani akses kesehatan bagi lebih banyak masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (1/3).

Turut menambahkan terkait ekspansi, Aldi berpendapat bahwa fintech dan kesehatan adalah industri yang saling mirip, baik itu karena penuh regulasi dan tiap negara punya regulasi yang berbeda-beda. “Tapi keduanya punya potensi yang menarik. Yang terpenting fondasi harus kuat, mencari tim lokal yang mengerti bagaimana bisa mengembangkan startup di lokasi tersebut,” kata Aldi.

Pencapaian bisnis Halodoc dan tren pengguna

CMO Halodoc Dionisius Nathaniel menjelaskan, perusahaan banyak melakukan adaptasi sepanjang tahun lalu, mengingat awareness masyarakat terhadap layanan seperti Halodoc meningkat. Dirunut dari awal Maret 2020, Halodoc memulainya dengan menambah suplai kemitraan dengan dokter untuk layanan telemedicine, hingga kini jumlahnya telah mencapai lebih dari 20 ribu dokter umum dan spesialis.

“Di bulan yang sama kami berinisiatif untuk meluncurkan AI chatbot untuk mengecek risiko Covid-19. Traction-nya cukup baik ada 12 juta orang yang sudah pakai ini,” tuturnya.

Bulan berikutnya, Halodoc meluncurkan fasilitas drive thru rapid test di berbagai lokasi dan membuat janji untuk tes Covid-19. Memasuki kuartal III 2020, perusahaan menambah jumlah psikolog hingga 200 orang karena mendapati tingginya permintaan konsumen untuk berkonsultasi ke psikiater, yang kemungkinan disebabkan sulitnya menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi.

Lalu, pada kuartal terakhir menambah fitur konsultasi Dokter Hewan. Dion mengungkapkan fitur terakhir ini berhasil tumbuh secara organik meski perusahaan tidak melakukan kegiatan pemasaran. Di samping itu, menambah rangkaian fitur wellness seperti kalender kehamilan, kalender menstruasi, kalkulator BMI, dan pengingat obat.

Dari keseluruhan inovasi tersebut, Halodoc berhasil meningkatkan jumlah pengunduh hingga dua kali lipat secara yoy. Terdapat 18 juta pengguna aktif bulanan dan trafik dari pembaca artikel juga naik dua kali lipat. Mayoritas pengguna ini datang dari kota besar, seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya.

Dari segi umur, kebanyakan mereka berada di kelompok usia 21-20 tahun, dengan komposisi perempuan 60% daripada laki-laki 40%. Adapun, layanan Halodoc yang paling banyak digunakan adalah telekonsultasi (naik 10x lipat), toko kesehatan (5x lipat), dan buat janji (3x lipat).

Adapun jumlah tes Covid-19 yang sudah difasilitasi Halodoc mencapai lebih dari 600 ribu tes, mayoritas masyarakat memilih swab antigen ketimbang tiga jenis tes Covid-19 lainnya (rapid antibodi, PCR, dan serologi). Sementara itu, jumlah mitra rumah sakit dan apotek kini sudah lebih dari 4 ribu mitra, lebih dari 20 ribu dokter umum dan spesialis, dan 22 penyedia asuransi.

Dari seluruh pencapaian ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesai Halodoc, misalnya persebaran pengguna yang masih di kota besar dan kelompok usia di generasi milenial. Padahal, bila diamati layanan kesehatan ini sebenarnya juga dibutuhkan oleh para orang tua.

“Ini jadi tantangan bagi kami bagaimana memperluas akses kesehatan karena secara umum masih banyak masyarakat yang belum terbiasa dengan layanan telekonsultasi,” kata Dion.

Oleh karena itu, edukasi perlu digencarkan dan kolaborasi dengan berbagai pihak akan dilanjutkan perusahaan untuk menciptakan lebih banyak dampak sosial yang lebih luas.

Application Information Will Show Up Here

Diferensiasi Layanan yang Coba Disuguhkan Gopay Paylater

Memasuki tahun ketiga, Findaya (PT Mapan Global Reksa) pengembang dari layanan Gopay Paylater pada pekan lalu merilis fitur “Pick Your Limit” untuk menjawab kebutuhan pengguna dalam pengelolaan keuangan yang berbeda-beda setiap bulannya. Diklaim inovasi ini pertama kalinya hadir di ekosistem fintech Indonesia.

“Kami ingin memenuhi kebutuhan pengguna Gopay Paylater yang berbeda-beda dan ingin memiliki kendali sepenuhnya atas keuangan mereka melalui inovasi Pick Your Limit. Hal ini sesuai dengan komitmen kami untuk menjadikan paylater sebagai teman terpercaya masyarakat Indonesia dalam mengatur keuangan,” ucap Head of Growth Gopay Paylater Neni Veronica dalam keterangan resmi.

Secara terpisah dalam wawancara bersama DailySocial, Neni menjelaskan, pengguna memiliki kendali penuh menentukan limit Gopay Paylater mulai dari kelipatan Rp100 ribu di bawah limit awal yang dimiliki pengguna. Sebagai ilustrasi, jika seorang pengguna memiliki limit sebesar Rp500 ribu, maka dengan Pick Your Limit, ia dapat menentukan limit di bawahnya dengan kelipatan seperti Rp400 ribu, Rp300 ribu, sampai Rp100 ribu.

DailySocial turut menanyakan limit maksimal yang diberikan, namun tidak ditanggapi oleh Neni. Dari pantauan kami, mulai dari Rp500 ribu sampai Rp1,25 juta.

Selama ini Gopay Paylater tidak menetapkan bunga untuk setiap pemakaian limit, melainkan menggunakan satu biaya layanan yang tetap setiap bulannya. Adapun biaya layanan ini nominalnya tergantung seberapa sering pengguna menggunakan layanan tersebut, bila semakin sering maka akan semakin murah biayanya.

Ambil contoh, DailySocial memantau dengan limit Rp750 ribu, biaya yang dikutip adalah Rp25 ribu. Sementara dengan limit di bawahnya, misalnya Rp100 ribu biaya layanan jauh lebih murah sebesar Rp7.500, Rp200 ribu dikenakan biaya Rp10 ribu, dan seterusnya.

Neni melanjutkan, penggunaan layanan Gopay Paylater sudah diperluas, tidak hanya dapat digunakan untuk seluruh transaksi di aplikasi Gojek dan merchant offline afiliasinya. Kini limit dapat digunakan untuk membayar di mitra e-commerce seperti Blibli, JD.id, Zalora, dan lainnya.

Diungkapkan pada tahun lalu pertumbuhan transaksi dengan menggunakan Gopay Paylater naik hingga 3,3 kali lipat. Transaksi terbesarnya dikontribusikan dari pembelian makanan melalui GoFood dan membayar berbagai tagihan di GoBills.

“Gopay Paylater menjadi salah satu layanan yang paling digemari pengguna, terbukti dengan peningkatan transaksi sampai dengan 3,3 kali lipat sepanjang tahun 2020 dengan NPL di bawah industri.”

Tren layanan paylater di Indonesia

Tak hanya Indonesia, tren paylater ini juga menjamur di Singapura. Di sana, lebih familiar dengan memakai istilah Buy Now Pay Later (BNPL). Menurut data Fintech Report 2019 yang dirilis DSResearch, paylater (56,7%) jadi layanan favorit peringkat ketiga setelah dompet digital (82,7%) dan aplikasi investasi (62,4%).

Ada dua faktor utama yang membuat penetrasi layanan paylater makin tinggi. Pertama, tren pertumbuhan konsumen e-commerce Indonesia dari tahun ke tahun. Menurut laporan McKinsey, industri e-commerce di Indonesia diproyeksikan bernilai $40 miliar di tahun 2022 mendatang. Sementara per tahun 2019, nilai kapitalisasi pasar bisnis dagang online itu sudah menyentuh $21 miliar atau setara 294 triliun Rupiah. Hal ini diperkuat temuan WeAreSocial yang menyebutkan 90% pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja online.

Faktor kedua terkait rendahnya kepemilikan kartu kredit dari perbankan. Menurut data Bank Indonesia, per Februari 2020 tercatat 17,61 juta kartu kredit yang beredar. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan total populasi. Kartu kredit memang cenderung tidak mudah didapatkan, karena persyaratan yang lebih sulit dipenuhi kebanyakan masyarakat.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Group Jadi Pemegang Saham Bank Jago, Berupaya Percepat Inklusi Keuangan

Gojek Group, melalui anak usahanya GoPay (PT Dompet Anak Karya Bangsa), resmi mengumumkan investasinya di PT Bank Jago Tbk. Sebagaimana disampaikan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), investasi ini berupa penyertaan saham sebesar 22%.

Dengan masuknya GoPay, komposisi pemegang saham pengendali di Bank Jago lainnya adalah PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology (WTT) dengan porsi saham 51%. Sisanya dimiliki publik sebesar 27%.

Ditemui dalam media briefing, CEO Bank Jago Karim Siregar mengatakan, bergabungnya Gojek sebagai pemegang saham baru dinilai menjadi kemitraan sinergis untuk mewujudkan visi perusahaan sebagai tech-based bank. 

“Kita semua melihat layanan keuangan berbasis digital meningkat karena Covid-19. Jadi, ini timing-nya baik ketika Bank Jago ingin mulai menjadi tech-based bank. Di sisi lain, kami menilai visi kami sejalan dengan visi Gojek yang nanti tercermin pada produk dan solusi ke depan,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam keterangan resminya, Co-CEO Gojek Andre Soelistyo mengatakan bahwa investasi di Bank Jago merupakan kemitraan jangka panjang yang diharapkan dapat memperkuat pertumbuhan Gojek ke depan.

Adapun tujuan utama kolaborasi strategis ini adalah mengakselerasi inklusi keuangan. Salah satu inisiatifnya adalah menghadirkan layanan perbankan di platform Gojek. Dengan begitu, jutaan pelanggan Gojek diharapkan dapat membuka rekening langsung di Bank Jago.

Bank Jago resmi berganti nama dari Bank Artos pada Juni 2020. Rebranding ini merupakan salah satu strategi Bank Jago bertransformasi menjadi bank digital pasca akuisisi oleh grup investor yang dipimpin Jerry Ng dan Patrick Waluyo lewat MEI dan WTT.

Kolaborasi antara GoPay dan Bank Jago diklaim sebagai sinergi pertama antara bank digital dan platform super app di kawasan Asia Tenggara.

Deputy CEO Bank Jago Arief Harris menambahkan, tetap akan ada transfer knowledge melalui sinergi tersebut. Namun, mengingat GoPay bukanlah saham pengendali, tidak akan ada perubahan dari sisi manajemen.

“Kami tidak memiliki experience di startup, demikian juga Gojek tidak ada experience di banking. Di sini kami saling mengisi satu sama lain,” tuturnya.

Memperkuat kolaborasi di ekosistem digital

Lebih lanjut, ungkap Karim, Bank Jago akan mengomersialisasikan aplikasi keuangan Life Finance Solution (LFS) yang ditargetkan meluncur pada awal 2021. Platform ini diharapkan mampu menjembatani kebutuhan keuangan dan gaya hidup masyarakat dalam satu aplikasi.

Sedangkan layanan Business Finance Solution (BFS) disebut masih dalam tahap pengembangan. Layanan ini akan menghadirkan digital lending yang fokus terhadap pinjaman di sektor UMKM dan retail. Menurut Karim, ada beberapa partner yang akan menjadi institutional lender pada digital lending ini.

Untuk mewujudkan visinya, Karim mengungkapkan pihaknya akan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pelaku di ekosistem digital. Jika melihat studi kasus di Tiongkok dan Korea Selatan, ujarnya, model bisnis seperti ini dapat berhasil karena kolaborasi dan tidak berjalan sendiri-sendiri.

“Sektor perbankan dulu masih berpikir bahwa mereka harus ada di setiap customer touch point. Sekarang tidak lagi karena ada kolaborasi. Makanya kuncinya ada pada kemampuan teknologi yang akan tercermin pada strategi kami di omnichannel. Kami membangun teknologi sendiri dan team kami cukup strong untuk bangun ini,” paparnya.

Salah satu fokus Bank Jago adalah mengoptimalisasi kolaborasi lewat Open API yang akan menghubungkan layanannya dengan ekosistem digital. Saat ini Open API masih dalam pengembangan dan ditargetkan terealisasi di 2021.

Bisnis Merchant Sokong Pertumbuhan Gojek Tahun 2020

Gojek mengungkapkan kenaikan total nilai transaksi di dalam platform grup Gojek, diukur dengan matriks Gross Transaction Value (GTV) bukukan peningkatan sebesar 10% atau senilai $12 miliar (hampir Rp170 triliun) pada tahun ini. Disebutkan juga, pengguna aktif bulanan Gojek mencapai 38 juta orang di seluruh Asia Tenggara dan memiliki 900 ribu merchant.

Memasuki satu dekade, Gojek juga sesumbar dengan pencapaian lainnya. GTV yang dihasilkan dari GoPay diklaim telah melampaui sebelum pandemi, meski tidak disertai dengan angka pendukung.

Dikatakan juga transaksi GoPay di ranah online naik 2,7 kali lipat pada Oktober 2020 dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya. Lalu, untuk transaksi PayLater naik 2,7 kali lipat, dan donasi yang disalurkan naik 2 kali lipat sejak awal tahun.

Adapun untuk GTV layanan grocery (GoMart dan GoShop) disebutkan tumbuh 500% pada 2020. Kenaikan ini selaras dengan perpindahan kebiasaan konsumen yang tadinya biasa berbelanja kebutuhan secara offline, beralih ke online akibat pandemi.

Gojek melakukan banyak pengembangan di produk strategis ini demi memenuhi kebutuhan pengguna dan membuka peluang lebih banyak pengusaha mikro mulai berjualan online. Salah satu inovasinya adalah otomatisasi yang berhasil meningkatkan efisiensi dan kualitas performa aplikasi, contohnya GoBiz self-serve onboarding dan CareTech ticket automation.

“Dalam tahun-tahun sebelumnya, GoMart dan GoShop pertumbuhannya enggak sebaik industri online lainnya. Tapi sekarang jadi banyak orang yang pilih opsi online sejak terjadi pandemi,” ujar Co-CEO Gojek Kevin Aluwi saat konferensi pers secara virtual, Kamis (12/11).

Layanan inti kemungkinan tidak tumbuh signifikan

Hal lainnya yang dipaparkan oleh Gojek adalah klaim empat layanan utamanya, yakni GoCar, GoRide, GoSend, dan GoFood, telah meraup laba operasional di luar biaya headquarter (HQ) atau dikenal dengan istilah contribution margin positive pada tahun ini.

Dalam penjelasan sederhana, contribution margin adalah saat Anda membuat produk atau memberikan layanan, lalu mengurangi biaya variabel pengiriman produk itu, dan pendapatan yang tersisa disebut margin kontribusi.

Yang menarik dari klaim Gojek ini adalah kalimat “di luar biaya HQ”, artinya Gojek tidak memasukkan rincian pengeluaran operasional rutin, seperti gaji karyawan, listrik, internet, dan sebagainya ke dalam komponen perhitungan untuk memperkuat klaimnya tersebut.

Diibaratkan, Gojek hanya menghitung laba yang didapat dari setiap transaksi yang terjadi di empat layanan tersebut. Lalu diputar kembali untuk pengembangan inovasi lainnya. Klaim seperti ini sah-sah saja.

Namun jika melihat data yang ada, bisnis ride-hailing memang belum bisa dikatakan pulih akibat Covid-19. Data terbaru dari e-Conomy SEA 2020 menunjukkan tren yang masih minus hingga Oktober 2020. Di Indonesia, dari survei yang dilakukan, sepanjang pandemi 48% responden mengurangi penggunaan layanan tersebut.

Data ride-hailing e-Conomy SEA 2020 / Google, Temasek, Bain & Company
Data ride-hailing e-Conomy SEA 2020 / Google, Temasek, Bain & Company

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo menerangkan, contribution margin positive ini penting buat kinerja perusahaan karena setiap profit yang dihasilkan dari transaksi di dalam aplikasi Gojek dapat diputar untuk pengembangan inovasi berikutnya. Perusahaan pun tidak lagi harus bergantung pada investasi dari eksternal.

“Mulai tahun ini, inovasi yang kami lakukan bisa dibiayai dari internal cashflow, tidak lagi bergantung dari investasi eksternal. Dengan kondisi pandemi seperti ini begitu penting karena ini adalah kunci dari sustainability, ada keseimbangan bisnis,” terangnya.

Menurut dia, pencapaian ini sangat baik terlebih di tengah pandemi, sebab sejalan dengan fokusnya yang ingin memperkuat fundamentalnya sebagai perusahaan berkelanjutan.

Andre melanjutkan, pada tahun ini pihaknya juga berinvestasi pada infrastruktur dan integrasi platform Gojek secara global. Bentuk realisasinya adalah mengintegrasikan aplikasi Gojek secara global di Indonesia, Singapura, Vietnam, dan Thailand.

Ini adalah langkah strategis untuk memperkuat brand di pasar internasional, sekaligus memberikan keleluasaan untuk mempercepat pengembangan layanan di negara-negara Gojek beroperasi.

“Dengan adanya satu app, semua teknologi yang kami buat di Indonesia bisa diotomatisasi ke negara-negara lain secara lebih cepat. Konsumen di ASEAN bisa merasakan layanan yang kami kembangkan,” tutup Andre.

Application Information Will Show Up Here