Cybric Legend Ialah Sepeda Pintar Dengan Amazon Alexa

Manusia semakin menyadari bahwa menggunakan sepeda sebagai alat transportasi utama ketimbang kendaraan bermotor bisa membantu mengurangi jumlah emisi karbon di Bumi serta efektif membuat tubuh lebih sehat. Rancangan sepeda juga cukup fleksibel jika produsen ingin memberinya kemampuan tambahan, contohnya mesin elektrik atau kemampuan pintar dan konektivitas seluler.

Namun hingga kini belum ada alat transportasi seperti Cybric Legend. Ia adalah sepeda pintar yang didukung kecerdasan buatan Amazon Alexa pertama di dunia. Asisten virtual racikan sang raksasa e-commerce itu disiapkan untuk menangani beragam fitur dan fungsi yang dirancang demi meningkatkan kenyamanan serta keamanan pengendara. Smart bike memang bukan hal baru, namun eksistensi Alexa di sana membuka banyak potensi.

Berdasarkan gambar, Cybric Legend mempunyai wujud ala sepeda gunung. Tidak ada bagian-bagian yang membuatnya terlihat tak biasa, kecuali mungin pada frame yang terlihat seperti lambang Starfleet Star Trek. Hal ini mungkin digunakan desainernya untuk merepresentasikan fitur futuristis di Cybric Legend. Kabarnya, produsen menciptakan dua varian sepeda pintar ini, yaitu tipe standar serta versi bermesin elektrik.

Cybric Legend 1

Sebagaimana perangkat berfitur pintar, Cybric Legend dapat melacak segala hal yang berkaitan dengan data tubuh: kecepatan laju, jarak tempuh, waktu dan lain-lain. Segala informasi tersebut bisa Anda akses melalui layar sentuh yang berada di dekat setang, sehingga sangat mudah bagi kita buat mengetahui status olahraga. Namun kapabilitas ini hanyalah ‘hidangan pembuka’.

Dukungan Alexa di Cybric Legend memungkinkan kita memperoleh informasi kondisi lalu lintas serta panduan navigasi, memudahkan pesepeda menemukan rute tercepat saat jalanan padat. Anda juga bisa memerintahkan sang asisten virtual buat mengaktifkan sistem pencahayaan di sepeda, misalnya lampu depan atau belakang, via suara. Butuh hiburan di perjalanan? Cybric Legend mempunyai fitur audio player untuk menikmati musik atau podcast.

Di sisi keamanan, Cybric Legend dibekali alarm serta sistem pelacakan GPS. Kemampuan ini berguna di kondisi-kondisi darurat, misalnya ketika Anda lupa di mana memarkirkan sepeda atau saat Cybric Legend dicuri.

Agar fungsi Alexa bisa bekerja, Cybric Legend ditopang opsi konektivitas Wi-Fi serta seluler. Ketika dipasarkan nanti, sepeda pintar ini akan dibundel bersama kartu SIM Vodafone dengan paket data 3G gratis selama tiga tahun. Walaupun 3G tidak begitu gesit, ia cukup buat memastikan Alexa beroperasi secara optimal.

Belum diketahui berapa harga dari satu unit Cybric Legend. Produsen berencana untuk memamerkan produk ini di acara Consumer Electronics Show 2019 Las Vegas minggu depan.

Sumber: Digital Trends.

Nvidia Gunakan AI Untuk Ciptakan Versi Digital dari Dunia Nyata

Dukungan kecerdasan buatan ialah salah satu fitur yang Nvidia tawarkan di GeForce RTX. Di lini kartu grafis anyar itu, sang perusahaan memperkenalkan DLSS, yaiu sebuah fitur ala anti-aliasing yang memanfaatkan deep learning untuk ‘melatih’ GPU sehingga visual tampil lebih tajam serta bekerja dua kali lebih cepat dibanding produk-produk generasi sebelumnya.

Tapi jauh sebelum resmi memperkenalkan GeForce RTX, Nvidia sudah lama mengeksplorasi penerapan artificial intelligence di berbagai ranah. Dan di acara Neural Information Processing Conference di Montreal, sang produsen asal Santa Clara itu mendemonstrasikan kemampuan AI mereka dalam me-render lingkungan dan objek-objek sintetis secara realistis dan detail, cuma berbekal rekaman video.

Di presentasi, Bryan Catanzaro selaku vice president dari Nvidia Applied Deep Learning menjelaskan bahwa yang mereka perlihatkan ini adalah teknik baru rendering menggunakan neural networks (jaringan saraf). Lewat eksperimen tersebut, para peneliti Nvidia ingin mencari tahu bagaimana cara mengimplementasikan AI untuk membuat grafis komputer lebih baik, dan jalan keluarnya adalah memakai video sesungguhnya sebagai acuan.

nvidia-ai-scene-rendering-720x720

Dalam mengerjakan misi mereka, Nvidia membangun sistem yang bisa mentransformasi video menjadi ‘versi render digital’. Sistem mereka itu mampu memahami rincian informasi di dunia nyata, dan dari sana, ditambahkanlah detail tekstur dan pencahayaan. Nvidia memanfaatkan machine learning untuk menganalisis video serta teknik computer vision buat melabelkan objek-objek serta karakteristiknya.

Itu berarti, kecerdasan buatan dapat mengenal tata ruang perkotaan serta memahami bahwa objek-objek di sana terdiri dari pohon, mobil, serta bangunan. Teknologi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari riset yang pernah dilangsungkan – misalnya oleh University of California di Berkeley.

Sebelumnya, para peneliti berhasil me-render grafis secara real-time dengan menggunakan GPU Tensor Core; namun dalam konferensi tersebut, Nvidia mencoba memperlihatkan kapabilitas dari kartu Titan V mereka.

Menurut Nvidia, metode ini berpotensi membantu pengembangan di bermacam-macam bidang, dari mulai gaming, otomotif, arsitektur, robotik sampai virtual reality. Neural network bisa menciptakan suatu pemandangan/adegan berdasarkan lokasi sesungguhnya, dan kemampuan ini dapat diterapkan di ranah hiburan ataupun produktif.

Contohnya di bidang pengembangan game. Berbekal teknologi tersebut, developer bisa mudah me-remaster pada judul-judul permainan lawas – cukup dengan melakukan rendering ulang, kemudian tinggal menambahkan tekstur high-definition. Selain itu, proses pembuatan atau penambahan level juga menjadi jauh lebih sederhana.

Via Digital Trends & Nvidia.

Robot Anki Vector Bakal Kedatangan Kepribadian Baru dalam Wujud Integrasi Alexa

Salah satu kelebihan utama robot Anki Vector dibandingkan pendahulunya adalah kemampuannya untuk memahami perintah suara yang diberikan orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut jelas membuatnya sangat ideal untuk berperan sebagai asisten, dan pengembangnya sadar betul akan itu.

Sebulan pasca pemasaran Vector, Anki merilis teaser yang mempertontonkan integrasi Amazon Alexa pada robot mungil tersebut. Alexa pada robot seharga $250 itu ibarat kepribadian keduanya. Saat pengguna memanggil “Alexa”, seketika itu juga Vector akan berhenti melakukan apapun yang sedang ia kerjakan, lalu ganti Alexa yang mendengarkan ucapan sang pengguna.

Video di bawah menunjukkan bagaimana pengguna dapat mengontrol beragam perangkat smart home melalui Vector yang menjadi ‘rumah’ baru buat Alexa. Anki mengaku bahwa integrasi Alexa ini merupakan salah satu fitur yang paling banyak diminta oleh konsumennya, dan Anki sudah siap mewujudkannya sebelum musim liburan tiba tidak lama lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Anki juga merilis update yang membawa sejumlah penyempurnaan untuk Vector. Yang paling utama adalah tambahan ratusan animasi dan reaksi yang bisa diterapkan oleh Vector, termasuk ketika merespon frasa-frasa seperti “good robot”, “good morning”, “I love you”, dan “be quiet”.

Terakhir, performa Vector turut dibenahi lewat update ini, spesifiknya kemampuannya untuk mendeteksi ujung meja, sehingga ia bisa langsung mundur dan tidak terjatuh dari atas meja. Dibandingkan sebelumnya, Vector kini dapat bereaksi dengan lebih sigap berkat algoritma pemetaan ruang yang lebih baik.

Sumber: VentureBeat.

Honda Gandeng SoundHound untuk Kembangkan Asisten AI Buat Mobil

Setahun yang lalu, Honda memperkenalkan dua mobil konsep bermesin elektrik yang cukup menarik. Menarik bukan hanya karena desainnya yang kelihatan retro sekaligus futuristis, tapi juga klaim Honda bahwa keduanya bakal mengunggulkan asisten virtual yang canggih.

Honda kala itu enggan menjelaskannya lebih lanjut. Namun sekarang kita tahu bahwa mereka tidak sendirian mengerjakan sistem kecerdasan buatan tersebut. Ketimbang memulai dari nol, Honda memilih untuk memanfaatkan platform yang sudah matang, yakni Houndify buatan SoundHound.

Bagi yang tidak tahu, SoundHound memang sudah mengalihkan fokusnya ke pengembangan AI sejak meraih pendanaan sebesar $75 juta tahun lalu. Kelebihan platform Houndify adalah kemampuannya memahami perintah suara secara alami, tanpa perlu mengandalkan kata atau frasa tertentu.

Tampilan Houndify dalam aplikasi smartphone-nya / SoundHound
Tampilan Houndify dalam aplikasi smartphone-nya / SoundHound

Lebih lanjut, AI Houndify juga mampu mengenali konteks dengan baik, sehingga percakapan antar pengguna dan asisten virtual bisa berlangsung secara alami. Kelebihan seperti ini tentunya sangat ideal untuk sistem yang dimaksudkan untuk menemani seorang pengemudi, yang perlu berkonsentrasi ke jalan ketimbang mengulang-ulang pertanyaan.

Penetapan SoundHound sebagai mitra strategis Honda ini membuat saya bertanya-tanya mengenai kemitraan Honda dengan SoftBank yang dijalin dua tahun lalu. Kala itu Honda bilang bahwa keduanya bakal mengembangkan AI untuk dijadikan asisten pribadi bagi pengemudi mobil.

Apakah Honda menyimpulkan bahwa garapan SoundHound lebih cocok dengan arahan mereka? Atau mereka berniat menggabungkan keduanya demi menciptakan asisten dengan keunikan tersendiri? Pertanyaan-pertanyaan ini penting mengingat Honda bukan yang pertama memilih AI garapan SoundHound. Sebelumnya, Hyundai sudah lebih dulu mengumumkan bahwa AI racikan mereka juga mengambil Houndify sebagai basisnya.

Sumber: Business Wire.

Fujifilm Kembangkan AI yang Bisa Mempelajari Selera Fotografi Anda

Bagian yang mungkin paling kurang menyenangkan dari aktivitas fotografi adalah menyimpan baik-baik serta mengelola foto-foto yang Anda miliki. Semakin banyak jumlahnya, maka prosesnya juga kian sulit dan memakan waktu. Para produsen smartphone menyadari hal ini, dan menawar-kan berbagai cara untuk menyederhanakannya. Beberapa brand bahkan memanfaatkan AI.

Kecerdasan buatan juga menginspirasi perusahaan produk imaging asal Jepang, Fujifilm. Belum lama ini, mereka memperkenalkan dua teknologi berbasis AI, yaitu Personalized Select dan Personalized Layout. Keduanya disiapkan untuk memudahkan kita memilih dan merapikan foto dengan cara mempelajari minat serta karakteristik sang pengguna, dan semuanya diimplementasikan secara otomatis.

“Meningkatnya penggunaan smartphone dalam beberapa tahun terakhir ini mendorong kenaikan aktivitas fotografi,” kata Fuji. “Dan dalam keadaan seperti ini, kami mulai mendengar keinginan para pengguna untuk menciptakan album dari foto-foto yang telah mereka ambil. Namun kendalanya, menentukan layout dan memilah-milih hasil jepretan bisa jadi sangat merepotkan dan menghabiskan waktu.”

Lalu apa itu Personalized Select dan Personalized Layout?

Personalized Select merupakan sistem pintar yang akan menganalisis serta memilih hasil foto terbaik sesuai kebiasaan seseorang. Ia mampu mengkalkulasi aspek-aspek penting dalam foto, misalnya fokus dan warna, kemudian mengombinasikannya bersama preferensi pribadi Anda buat memilih hasil terbaik ‘secara subjektif’. Menurut Fuji, biasanya sistem AI menentukan kualitas foto secara objektif.

Personalized Layout juga sama-sama menggunakan kecerdasan buatan, tapi kali ini disiapkan untuk membantu Anda menciptakan buku/album foto secara otomatis dan personal. Setiap orang dijamin akan mendapatkan layout berbeda yang betul-betul mereka sukai. Menariknya, sistem tersebut memerlukan input dari banyak pengguna. Semakin banyak, ia jadi kian pintar dalam menciptakan layout.

Dengan mengombinasikan kedua teknologi ini, Fujifilm berharap mereka dapat menghasilkan produk-produk terkait fotografi dalam waktu singkat, berpedoman dari foto-foto user yang diambil serta tersimpan di smartphone. Sebagai satu contohnya, jika pengguna punya banyak gambar pemandangan yang diambil saat ia berlibur, maka album tersebut akan didominasi oleh foto-foto traveling.

Penasaran melihat bagaimana dua sistem itu bekerja? Fujifilm punya rencana untuk memamerkan teknologi ini di ajang Photokina 2018 di Cologne pada tanggal 26 sampai 29 September 2018. Di sana, mungkin sang produsen akan menjelaskan lebih lanjut bagaimana cara mereka menyajikan Personalized Select dan Layout ke konsumen, serta menginformasikan kapan mereka hadir ke tangan konsumen.

Sumber: Fujifilm.

Microsoft Tawarkan Keamanan Perbankan Berbasis AI, Mampu Deteksi Penipuan Dalam 2 Detik

Pengembangan teknologi kecerdasan buatan sejauh ini telah sampai di level yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kita telah melihat banyak perangkat inovatif yang mampu mengerjakan tugas-tugas layaknya manusia, bahkan lebih.

Microsoft sebagai salah satu perusahaan raksasa di bidang teknologi piranti lunak seakan punya kewajiban untuk menghadirkan kecerdasan yang mampu meningkatkan produktivitas pengguna. Bukan menggantikan peran manusia atau sebatas membenamkan kemampuan unik AI ke portofolionya saja.

Menjawab tuntutan itu, Microsoft mencoba menawarkan solusi teknologi AI yang dijabarkan mampu menjadi alat bantu untuk memerangi penipuan internet yang memanfaatkan perangkat mobile.

Kita ketahui bersama, kini perbankan telah melibatkan teknologi untuk menawarkan cara baru dalam bertransaksi mulai mengirim uang, melakukan pembayaran dan lain sebagainya. Seluruh layanan tersebut kini sudah menjangkau perangkat mobile yang di sisi lain menyimpan potensi ancaman, salah satunya penipuan.

 

Dijelaskan oleh Microsoft, model AI yang mereka tawarkan mampu mengendus situasi yang mengarah pada penipuan dalam waktu kurang dari dua detik, memberi waktu ekstra kepada pelanggan untuk mengambil langkah pencegahan. Microsoft mengatakan sebagian besar penipuan ponsel yang diamati dilancarkan melalui “serangan swap SIM”. Cara ini pada dasarnya terjadi ketika nomor ponsel diretas atau dikloning. Walhasil, peretas leluasa untuk memonitor dan mengakses seluruh pesan dan panggilan ke nomor tersebut.

Sejumlah perbankan telah mengadopsi teknologi semacam ini. Namun, model yang ditanamkan ke Azure berbeda, di mana ia mampu secara signifikan memangkas waktu respon dan sebaliknya meningkatkan akurasi deteksi dini. Aktivitas seluler yang masuk sepenuhnya akan diawasi, profil perilaku juga dibangun, dan setiap transaksi akan dievaluasi untuk memastikan bersih dari upaya penipuan serta tindakan yang relevan pasca deteksi juga telah ditentukan. Semua proses rumit itu dilakukan dalam waktu kurang dari 2 detik.

Sumber berita Microsoft dan gambar header ilustrasi Pixabay.

Shinta VR Perkenalkan Maya Putri, YouTuber Virtual Pertama dari Indonesia

Kemahiran talenta dari Jepang di ranah robotik bukan hanya terealisasi lewat pembuatan robot mekanis, tapi juga pada penciptaan agen virtual serta Vocaloid. Saya kenal beberapa kawan yang merupakan penggemar berat Hatsune Miku, karakter berbasis kecerdasan buatan seperti Kizuna Ai mempunyai acara TV-nya sendiri dan menjadi salah satu duta turisme Jepang.

Kali ini, langkah serupa diambil oleh perusahaan teknologi lokal yang memulai kiprahnya di ranah virtual dan augmented reality. Belum lama ini, Shinta VR memperkenalkan agen digital buatannya yang disiapkan untuk menjadi YouTuber. Tim asal Jakarta itu menamai kreasinya Maya Putri. Bagi saya pribadi, penamaannya sangat catchy. Maya adalah terjemahan bahasa Indonesia dari kata ‘virtual‘ sedangkan Putri ialah nama populer sekaligus representasi dari gender tokoh itu.

Maya Putri diklaim sebagai YouTuber virtual pertama dari Indonesia. Mungkin sebagai bentuk apresiasi terhadap tempat dicetusnya gagasan agen virtual, ia mempunyai desain karakter ala tokoh anime yang dikombinasikan bersama sejumlah atribut khas Indonesia, contohnya pakaian berwarna merah putih serta pengguanaan pola batik berbeda di baju serta bandana.

Berdasarkan video introduksinya, Maya mengaku berasal dari kota Solo, namun kata-kata yang diucapkannya mengindikasikan kentalnya aksen bahasa Jepang. Dari penjelasan Shinta VR, ini merupakan salah satu cara agar Maya cepat populer di kalangan pecinta pop culture Jepang lokal serta khalayak global.

Maya Putri 1

Shinta VR penyampaikan bahwa proses pengembangan Maya Putri menyerupai prosedur penciptaan YouTuber virtual lain. Tim developer memanfaatkan software animasi 3D dan teknologi perekam gerakan untuk membuat avatar digital itu, kemudian konten-konten tersebut didistribusikan ke platform video sharing YouTube. Maya Putri sendiri ‘punya cita-cita’ buat menjadi penyanyi nasional.

Yang menarik dari teknologi YouTuber virtual di sana adalah, Shinta VR memastikan agar Maya Putri tak hanya jadi tontonan, namun bisa pula berinteraksi dengan pemirsa. Buat memamerkan kemampuannya itu, sang YouTuber digital pertama asal Indonesia akan menjadi tamu di acara Anime Festival Asia, yang dilangsungkan di akhir bulan Agustus nanti.

Di acara itu, Maya Putri akan menyanyikan lagu-lagu cover secara live serta berpartisipasi dalam sesi tanya jawab bersama pengunjung. Meski begitu, Shinta VR juga punya rencana untuk mempersiapkan Maya buat menyanyikan lagu orisinal, serta merilis stiker Line dan sejumlah merchandise di waktu yang akan datang.

Shinta VR membuka kesempatan bagi perusahaan lain untuk bekerja sama menciptakan karakter orisinal mereka. Tim akan menyediakan sistem dan panduan, mendukung proses produksi video, serta membantu mereka mendistribusikan YouTuber virtualnya.

Nvidia Resmi Umumkan Keluarga GPU GeForce RTX

Sejak sebelum Computex 2018 berlangsung, desas-desus mengenai rencana Nvidia untuk memperkenalkan kartu grafis berarsitektur Turing telah terdengar. Banyak orang (termasuk saya) berharap perusahaan teknologi grafis asal Santa Clara itu mengumumkannya di pameran IT terbesar di Asia tersebut. Namun pengungkapannya ternyata baru dilakukan di bulan Agustus ini.

Kurang lebih seminggu sesudah penyingkapan GPU Quadro RTX, Nvidia akhirnya resmi meluncurkan kartu grafis RTX versi konsumenn di momen pembukaan Gamescom 2018. Buat sekarang, GeForce RTX terdiri dari tiga model, yakni GeForce RTX 2070, GeForce RTX 2080, dan GeForce RTX 2080 Ti. Hal paling menarik di sini adalah, ini merupakan pertama kalinya Nvidia memperkenalkan versi Ti berbarengan dengan varian standar.

Nvidia GeForce RTX 2080 Ti 1

Ada tiga aspek yang menjadi fokus Nvidia melalui GeForce RTX-nya: lompatan performa besar-besaran, dongkrakan kapabilitas kecerdasan buatan, serta menghadirkan teknologi ray tracing real-time dalam permainan video. Selain itu, kartu grafis baru ini turut ditunjang oleh teknologi shading mutahkhir. Saat dikombinasikan bersama memori GDDR6 di sana, kita bisa menikmati game ‘di setting grafis maksimal dengan frame rate tinggi’.

Nvidia GeForce RTX 2080 Ti 2

Di atas kertas, GeForce RTX (2080 Ti) menjanjikan lompatan grafis hingga enam kali lipat dibanding GPU berarsitektur Pascal di level yang setara. Namun aspek yang paling membuatnya istimewa adalah dukungan teknologi ray tracing. Sederhananya, ray tracing ialah teknik rendering untuk menghasilkan gambar dengan cara menelusuri jalur cahaya sebagai pixel di permukaan objek virtual. Kualitas visual memang jadi lebih baik, tetapi cara ini sangat membebani hardware.

Dukungan real-time ray tracing di RTX membuat pencahayaan dan bayangan jadi lebih realistis, lalu pantulan efek visual di permukaan objek jadi terlihat mengagumkan – misalnya pantulan api atau ledakan pada tubuh mobil. Nvidia menjelaskan bahwa kemampuan ray tracing di kartu grafis Turing 10 kali lebih baik dibanding di GTX seri 1000.

Nvidia GeForce RTX 2080 Ti 3

Arsitektur Turing juga dipersenjatai ‘Tensor core‘ yang mendukung fungsi deep learning secara optimal. GPU baru tersebut kabarnya mampu menjalankan algoritma kecerdasan buatan – lagi-lagi secara real-time – untuk menciptakan ‘gambar-gambar serta efek visual yang tajam, jernih serta seperti aslinya’. Algoritma DLSS baru di sana dapat membantu memproduksi upscale berkualitas lebih tinggi. Dengan begini, game yang dijalankan di 1080p plus DLSS berpeluang menghidangkan kualitas grafis hampir setara 4K.

Tapi seperti biasa, jumlah uang yang Anda perlu keluarkan demi mencicipi teknologi grafis baru Nvidia tidak sedikit. GPU-GPU ini rencananya akan mulai didistribusikan pada tanggal 20 September, namun buat sekarang, Nvidia belum membuka gerbang pre-order. Harga masing-masing model bisa Anda lihat di bawah:

  • GeForce RTX 2080 Ti Founders Edition: US$ 1.200
  • GeForce RTX 2080 Ti Reference: US$ 1.000
  • GeForce RTX 2080 Founders Edition: US$ 800
  • GeForce RTX 2080 Reference: US$ 700
  • GeForce RTX 2070 Founders Edition: $ 600
  • GeForce RTX 2070 Reference: US$ 500

Sumber: Nvidia.

Mempertimbangkan Implementasi Kecerdasan Buatan dalam Bisnis

Perkembangan teknologi yang pesat menjadi suatu keniscayaan yang tidak bisa hentikan. Tak ayal, bila kini berbagai industri mulai berlomba-lomba memakai teknologi terbaru untuk meningkatkan bisnisnya membawa Indonesia dalam masa transisi.

Salah satu teknologi terkini yang mulai dilirik adalah kecerdasan buatan (AI). Bisa dilihat dari berbagai perbankan yang kini memiliki AI, seperti BCA (Vira), BRI (Sabrina), Bank Mandiri (Mita), dan BNI (Cinta). Tidak hanya bank, tapi juga sudah merambah ke sektor ritel, misalnya Alfamart.

Di salah satu sesi diskusi panel bertajuk “Consumer in Focus” yang diadakan Capillary Technologies, perusahaan Singapura penyedia solusi CRM (Customer Relationship Management) dan e-commerce omnichannel, dibicarakan soal bagaimana AI akan memberdayakan commerce.

Sesi tersebut menghadirkan President & Managing Director Global Accounts & APAC Capillary Technologies Abhijeet Vijayvergiya, Director APAC Retail Pro Nicholas Ho, dan GM E-Commerce and Marketing RPX Albert Palit.

Sebelum memulai diskusi Nicholas membawa Tiongkok sebagai contoh nyata implementasi AI yang sukses dan sudah merata di masyarakat, berkat kehadiran WeChat, Alipay, dan HEMA (supermarket pintar milik Alibaba). Dari ketiga perusahaan ini, dia menyimpulkan bahwa AI itu adalah sistem back end yang bertugas memotong rutinitas manusia jadi lebih simpel.

“Semua data digital yang ada di smartphone diserap oleh sistem untuk dipelajari, termasuk oleh mesin pintar dan CRM. Yang mana hasil tersebut dipakai untuk kebutuhan sales, finance, customer service, dan sebagainya, memberikan rekomendasi apa yang sebaiknya dilakukan,” terangnya, Rabu (15/8).

Pertimbangan saat hendak implementasi AI

Dalam kenyataannya, masih banyak pihak yang masih ragu-ragu kapan waktu yang tepat untuk implementasi AI. Apakah harus menunggu perusahaan menjadi besar, sehingga data yang bisa didapat jadi lebih banyak, atau sedari dini saja?.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Albert berpendapat bahwa sebenarnya perlu dilakukan sejak dini untuk hal-hal yang simpel. Dia mencontohkan untuk pebisnis yang punya toko online, bisa dimulai dari kebutuhan customer service (CS) dengan memakai chatbot/memberikan rekomendasi berteknologi AI untuk otomasi layanan.

Dampaknya adalah perusahaan bisa melayani konsumen dalam 24 jam, tanpa harus menambah sumber daya manusia tambahan. Di satu sisi bisnis akan jadi lebih efisien karena semua pesanan diterima oleh robot, namun di sisi lain terjadi isu efisiensi tenaga kerja karena sudah diambil alih.

“Sehingga ini jadi isu tersendiri di Indonesia. Bisnis jadi lebih efisien karena tidak perlu nambah orang untuk menangani pesanan yang masuk sebab sudah ditangani oleh robot.”

Selain chatbot, AI dapat dimanfaatkan untuk memberikan rekomendasi, inilah yang sudah dimanfaatkan banyak layanan e-commerce. AI memberikan rekomendasi berdasarkan data profiling yang dimiliki dari histori pengguna, sehingga lebih tepat sasaran dan memberikan konversi penjualan yang lebih baik.

Di sisi lain, masih ada tantangan lain yakni mendapatkan data yang berkualitas dan terpercaya itu masih susah di Indonesia. Buat perusahaan skala kecil, yang mana data konsumen belum banyak bisa terkumpul biasanya akan kesulitan saat ingin memanfaatkan AI.

Padahal data yang baik itu keberadaannya sangat dibutuhkan oleh bisnis, apalagi bagi AI saat mengolah data jadi lebih berkualias. Akan rugi besar bila AI terlanjur memproses data yang tidak berkualitas.

“Menggunakan AI saat ini adalah suatu hal yang harus dilakukan perusahaan sekarang juga bila dinanti-nanti akan cepat ketinggalan. Mulailah dari hal yang tersimpel untuk memulai AI,” pungkas Albert.

Baca info lengkap di sini

Anki Vector Adalah Robot Mungil yang Mandiri dan Penuh Kepribadian

Melihat perkembangan pesat teknologi robotik dan artificial intelligence (AI) dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit yang membayangkan skenario masa depan di mana robot berhasil memperbudak manusia. Bahkan sosok jenius macam Elon Musk dan almarhum Stephen Hawking pun percaya kemungkinan seperti ini bisa terjadi.

Lain halnya dengan perusahaan robotik dan AI bernama Anki. Mereka ingin membuktikan hal sebaliknya, bahwa robot juga bisa berteman dengan manusia. Dua tahun lalu, mereka pun memperkenalkan Cozmo, robot mungil yang punya kepribadian dan dirancang untuk menjadi penggembira keseharian manusia.

Anki Vector

Anki masih sangat percaya dengan visinya itu. Mereka bahkan ingin membuktikannya lebih jauh lagi. Dari situ lahirlah Anki Vector, saudara sekaligus suksesor Cozmo yang jauh lebih cerdas. Wujudnya memang mirip, begitu juga fungsi-fungsi mendasarnya, akan tetapi Anki telah menerapkan sederet pembaruan yang punya dampak sangat signifikan.

Yang paling utama, kalau Cozmo memerlukan koneksi konstan ke smartphone untuk melancarkan semua aksinya, Vector tidak demikian. Sambungan dengan smartphone hanya diperlukan pada setup awalnya. Setelahnya, Vector bisa ‘hidup’ sendiri tanpa bantuan smartphone.

Anki Vector

Rahasianya terletak pada penggunaan prosesor Qualcomm APQ8009, yang pada dasarnya mirip seperti prosesor smartphone, hanya saja dirancang secara spesifik untuk perangkat IoT (Internet of Things) dengan mempertimbangkan faktor-faktor krusial seperti dimensi, efisiensi energi, dan lain sebagainya. Sebagai robot mungil yang mandiri, Vector merupakan kandidat kuat untuk prosesor ini.

Berkat prosesor tersebut, Vector bisa menerapkan kapabilitas berbasis AI maupun kebutuhan komputasi lainnya secara lokal. Ia memang masih perlu terhubung dengan jaringan cloud (via Wi-Fi), akan tetapi ini hanya untuk menerima firmware dan software update, serta untuk mengolah perintah suara dengan teknik natural language processing.

Anki Vector

Perintah suara? Ya, Vector bisa mendengar. Tidak seperti Cozmo, Vector telah dibekali empat buah mikrofon berteknologi beam-forming. Cukup panggil dia dengan frasa “Hey Vector”, maka Vector langsung siap menerima instruksi maupun mendengar pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya.

Kamera HD dengan sudut pandang 120º masih ada dan masih berperan sebagai indera penglihatan di sini. Wajahnya juga diisi oleh panel layar IPS berwarna untuk mengekspresikan beragam perasaannya. Ia bahkan bisa bereaksi terhadap sentuhan manusia berkat panel kapasitif yang tertanam di bagian punggungnya.

Anki Vector

Anki mengklaim bahwa secara total ada nyaris 700 komponen yang membentuk Vector. Itu termasuk beraneka sensor seperti 4 sensor infra-merah di bagian bawahnya yang berfungsi untuk mencegah Vector terjatuh saat berada di ujung permukaan, serta scanner laser di bawah wajahnya untuk memetakan lingkungan di sekitarnya dengan radius maksimum sekitar 90 cm.

Ketika baterainya hampir habis, Vector bakal bergerak sendiri menuju charging dock-nya untuk ‘mengisi bensin’. Sifat mandiri dan disiplin memang sudah semestinya tidak mengenal ukuran, apalagi dalam konteks robot.

Anki Vector

Sama seperti Cozmo, Vector juga dipastikan bakal bertambah pintar seiring Anki merilis update demi update. Komitmen Anki ini pun sudah terbukti; selama dua tahun Cozmo berkiprah, sudah ada 23 update yang dirilis untuknya, dan itu semua bisa didapat tanpa biaya ekstra.

Berhubung Vector lebih pintar, wajar kalau harga jualnya lebih mahal ketimbang Cozmo. Anki bakal memasarkannya mulai tanggal 12 Oktober mendatang seharga $250. Anki pun juga melangsungkan kampanye crowdfunding di Kickstarter bagi yang tertarik melakukan pre-order sekaligus mendapatkan potongan harga, meski ini hanya berlaku untuk konsumen di Amerika Serikat saja.

Sumber: 1, 2, 3.