Mekari Dapatkan Pendanaan Seri D, Buka Peluang Akuisisi Startup SaaS Lain

Startup SaaS Mekari memperoleh pendanaan seri D senilai $18 juta (lebih dari 250 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Money Forward, Inc. PT Mitratama Grahaguna, EV Growth, PT Supra Primatama Nusantara, PT Karang Mas Investama, PT Mitra Dutamas, PT Perkom Indah Murni, dan Alto Partners adalah jajaran investor yang masuk dalam putaran ini. Kecuali EV Growth dan Alto Partners, investor tersebut masuk ke dalam MidPlaza Holdings.

Money Forward sebelumnya masuk dalam putaran seri C pada Desember 2019 yang kala itu dipimpin oleh EV Growth.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Mekari Suwandi Soh menuturkan mayoritas dana segar ini akan dimanfaatkan pengembangan produk utama Mekari, yakni HR, Accounting, dan Tax. Perusahaan juga baru merilis inovasi baru terkait produk utama tersebut, yakni Mekari Chat (komunikasi terintegrasi dengan HR) dan Mekari Flex (modern employee benefit solution).

“Selain untuk pengembangan produk, juga secara aktif melihat peluang merger dan akuisisi (M&A) untuk perusahaan SaaS Indonesia yang sejalan dengan visi perusahaan untuk menjadi platform bagi perusahaan modern di Indonesia,” terangnya, Senin (17/8).

Pernyataan Suwandi cukup menarik, lantaran Mekari (sebelumnya bernama Sleekr) juga mengakuisisi penuh tiga startup SaaS, yakni Talenta, Jurnal, dan KlikPajak pada April 2019. Lalu masing-masing layanan dikonsolidasikan ke dalam satu platform, menjadikan Mekari dapat menggaet target pengguna dari berbagai skala usaha.

Di Indonesia sendiri, pertumbuhan pengguna startup SaaS semakin pesat didukung oleh faktor pandemi Covid-19. Dari sisi suplai pun, jumlah pemainnya juga semakin beragam menawarkan layanannya masing-masing.

Suwandi menuturkan, meski tidak dirinci lebih jauh, bisnis Mekari selalu tumbuh positif setiap bulannya. Sektor bisnis yang tumbuh paling pesat adalah jasa, trading, dan manufaktur. Bila dilihat berdasarkan sektor bisnisnya, masih dipegang oleh UKM karena produk Mekari saat ini sangat cocok untuk sektor tersebut.

“Kita ada konsumen di mikro, tapi jumlahnya tidak banyak. Tetapi enterprise (large business) juga termasuk segmen kami yang sangat berkembang pada setengah tahun terakhir ini.”

Mekari mencatat, pengguna dengan jumlah karyawan di atas 500 orang tumbuh signifikan. Mereka menggunakan produk cloud HR yang sangat membantu saat adaptasi dengan situasi Covid-19 dan compliance dengan aturan-aturan baru seperti PPh 21 yang ditanggung pemerintah (DTP).

Application Information Will Show Up Here

LinkAja Officially Acquires iGrow

LinkAja today (29/4) announced its acquisition of iGrow, a p2p lending startup that focuses on productive financing in agriculture. In the statement, this corporate action aims to expand LinkAja’s business line to online financing, especially for the MSMEs productive sector. This is in line with LinkAja’s goal of encouraging financial inclusion and improving the Indonesian people welfare through economic independence.

This move was made after LinkAja previously managed to book series B funding of more than $ 100 million – including from Grab and Gojek. Meanwhile, iGrow was backed by some investors in its seed funding, including 500 Startups, East Ventures, Rekanext, and through its participation in the Google Launchpad Accelerator program.

In her remarks, LinkAja’s CEO, Haryati Lawidjaja said, “The business line expansion to the financing sector is a real step for LinkAja in providing easy access to finance and economy, especially for the lower-middle class and MSMEs […] Supported by LinkAja’s strong ecosystem network in various areas outside Java and tier-2 and 3 cities, LinkAja aims to provide equal access to financing for MSME players focused on Java and tier-1 cities.”

Also, iGrow’s Chief Business Development, Jim Oklahoma said, “We are very pleased to be collaborating with LinkAja as a national electronic money service provider with the same goals [..] LinkAja is a company with strong business fundamentals also collaboration of shareholders between SOEs and large technology companies. This will accelerate iGrow’s vision and mission to have an impact on MSMEs also put iGrow as one of the leading players in the financing for the productive sector. ”

Apart from Jim, iGrow was also founded by Andreas Senjaya (CEO) in 2014. Their platform was designed to simplify investment in a productive agricultural land, it was more like crowdfunding – even though the company did not claim to be a crowdfunding platform. However, along with its development, iGrow has transformed into a p2p lending, therefore, it can raise funds (from retail and institutional lenders) with more flexible distribution.

This will be LinkAja’s first acquisition. It will be interesting to watch the company’s next steps, considering that the electronic money platform already has a large enough capital, supported by various strategic digital players. In fact, the focus will be on the ecosystem expansion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

LinkAja Umumkan Akuisisinya Terhadap iGrow

LinkAja hari ini (29/4) mengumumkan akuisisinya terhadap iGrow, startup p2p lending yang fokus pada pembiayaan produktif di bidang pertanian. Dalam keterangannya disebutkan, aksi korporasi ini bertujuan untuk memperluas lini bisnis LinkAja ke pembiayaan online, terutama untuk sektor produktif UMKM. Hal ini sejalan dengan tujuan LinkAja untuk mendorong inklusi keuangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kemandirian ekonomi.

Upaya ini dilakukan setelah sebelumnya LinkAja berhasil membukukan pendanaan seri B lebih dari $100 juta — termasuk dari Grab dan Gojek. Sementara iGrow sebelumnya mendapat dukungan dari sejumlah investor dalam putaran pendanaan awalnya, termasuk dari 500 Startups, East Ventures, Rekanext, dan atas partisipasinya di program Google Launchpad Accelerator.

Dalam sambutannya, CEO LinkAja Haryati Lawidjaja mengatakan, “Perluasan lini usaha di bidang pembiayaan merupakan langkah nyata LinkAja dalam memberikan kemudahan akses keuangan dan ekonomi, terutama kepada masyarakat kelas menengah ke bawah serta UMKM […] Didukung jaringan ekosistem LinkAja yang kuat di berbagai daerah di luar pulau Jawa serta kota tier-2 dan 3, LinkAja berharap dapat memberikan pemerataan akses pembiayaan terhadap pelaku UMKM yang selama ini masih terfokus di pulau Jawa dan kota tier-1.”

Sementara itu dalam sambutannya Chief Business Development iGrow Jim Oklahoma menuturkan, “Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan LinkAja sebagai penyedia jasa uang elektronik nasional yang memiliki kesamaan tujuan dengan iGrow [..] LinkAja merupakan perusahaan yang memiliki fundamental bisnis kuat dengan kolaborasi pemegang saham antara BUMN dan perusahaan teknologi besar. Hal ini akan mempercepat visi dan misi iGrow untuk memberikan dampak ke UMKM dan dapat menjadikan iGrow sebagai salah satu pemain utama di bidang pembiayaan sektor produktif.”

Selain Jim, iGrow turut didirikan oleh Andreas Senjaya (CEO) sejak tahun 2014. Pada awalnya platform mereka didesain untuk memudahkan masyarakat berinvestasi pada sebuah lahan produktif pertanian, kala itu skemanya lebih mirip crowdfunding – kendati perusahaan tidak mengklaim sebagai platform urun dana. Namun seiring perkembangannya, iGrow menjelma menjadi p2p lending sehingga dapat menghimpun dana (dari pendana ritel maupun institusi) dan penyaluran yang lebih fleksibel.

Ini menjadi aksi akuisisi pertama bagi LinkAja. Menjadi menarik untuk menyimak langkah perusahaan selanjutnya, mengingat saat ini platform uang elektronik tersebut sudah memiliki modal kapital yang cukup besar, didukung berbagai pemain digital strategis. Tentu perluasan ekosistem akan menjadi fokus.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mencermati Dampak Akuisisi Fave oleh Pine Labs Terhadap Operasional di Indonesia

Kabar akuisisi penuh Fave oleh Pine Labs, startup unicorn POS dari India, senilai $45 juta (lebih dari 650 juta Rupiah) membuat kami tertarik untuk menelusuri lebih dalam perkembangan Fave sejauh ini di Indonesia dan apakah ada potensi ke depannya setelah kehadiran induk usaha.

Seperti diketahui, Fave adalah platform penjualan e-voucher diskon untuk merchant offline. Proses pembayaran e-voucher sepenuhnya dengan digital, saat ini untuk di Indonesia saja telah terhubung dengan OVO, CIMB Clicks, Indomaret, KlikBCA, BCA Klikpay, dan ATM/Bank Transfer. Ketika transaksi berhasil, secara otomatis konsumen akan menerima cashback atau poin loyalitas dari Fave yang dapat ditukar untuk transaksi berikutnya. Dari model bisnis seperti ini, Fave mampu menarik konsumen untuk berbelanja di merchant rekanan.

Diklaim, di tiga negara Fave beroperasi (Singapura, Malaysia, dan Indonesia), telah menggaet lebih dari 6 juta konsumen terhubung dengan 40 ribu merchant mencatatkan volume pembayaran kotor $400 juta.

Di Indonesia, Fave masuk melalui sister company KFit pasca akuisisi Groupon Indonesia pada 2016. Lalu rebrand menjadi Fave hingga kini beroperasi di lima kota di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, dan Medan. Dibandingkan dua negara lainnya, titik kehadiran Fave terbesar datang dari Malaysia yang hadir di 26 kota.

Berdasarkan keterangan resmi, dampak dari akuisisi tersebut adalah Fave akan ekspansi ke India dengan brand yang sama melayani merchant yang telah bekerja sama dengan Pine Labs. Totalnya ada lebih dari 500 ribu merchant di 3700 kota di seantero India.

Selanjutnya, seluruh investor Fave exit dan menerima pembayaran tunai, sementara founder dan karyawan Fave akan menerima sejumlah uang tunai dan saham di Pine Labs. Jajaran investor Fave ada Sequioa Capital India, SIG Asia Investments, dan VC lokal Venturra Capital.

Pine Labs sendiri adalah pemain POS yang memiliki layanan yang luas untuk UKM seperti manajemen inventaris dan CRM. Agar menjadi super app di segmennya, Pine Labs menyediakan tambahan layanan gift card yang disediakan Qwikcilver, yang turut diakuisisi oleh perusahaan karena punya jaringan luas dengan 250 brand dan peritel, dan 1500 konsumen korporasi.

Kerja sama Pine Labs dan Fave dimulai saat Pine Labs berinvestasi strategis pada Juli 2020, untuk perluasan solusi pembayaran non-tunai ke UKM dengan mengintegrasikan kode QR dari Fave dengan mesin POS Pine Labs.

Akan operasikan UPI

Di India, akan ada banyak rencana Fave. Salah satu yang menarik adalah menjadi operator untuk UPI (Unified Payments Interface). Sistem Fave yang bisa menarik transaksi dari berbagai metode pembayaran, bisa menjadi pertimbangan utama Pine Labs untuk mengakuisisi Fave.

UPI termasuk inovasi fintech yang revolusioner di India. Bank sentral setempat ingin permudah proses pembayaran di berbagai aplikasi dan terhubung dengan rekening bank dengan mudah, tanpa mengorbankan sistem keamanan. UPI menghilangkan kebutuhan untuk memasukkan detail bank atau informasi sensitif lainnya setiap kali pelanggan memulai transaksi.

UPI memungkinkan pemegang rekening di seluruh bank untuk mengirim dan menerima uang dari smartphone mereka hanya dengan menggunakan nomor identitas unik Aadhaar (sebutan E-KTP di India), nomor ponsel, atau alamat pembayaran virtual tanpa memasukkan detail rekening bank.

Oleh karenanya, kini konsumen tidak perlu lagi menggunakan aplikasi tertentu untuk mengirim dan menerima uang. Misalnya, saat menggunakan layanan taksi, di akhir perjalanan konsumen hanya perlu memberikan alamat virtual dan sopir akan meminta uang darinya. Konsumen akan mendapatkan pesan di ponsel Anda yang meminta autentikasi.

Setelah konsumen mengautentikasi transaksi dengan memasukkan kata sandi, transaksi akan selesai. Proses ini tidak mengharuskan pengemudi atau konsumen untuk membagikan detail bank. Karena UPI berjalan pada IMPS (Immediate Payments Service), layanan akan tersedia secara real time dan 24×7 jam.

Sejak UPI dirintis pada 2016, transaksi yang dikontribusikan terus melonjak. Pada Maret 2021, UPI telah memproses 2,7 miliar transaksi pada Maret 2021. Pine Labs juga mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 171% dalam transaksi UPI selama dua kuartal terakhir.

Dampak buat Indonesia

Masuknya Pine Labs tentunya membuat langkah Fave ke depannya semakin meyakinkan untuk lebih ekspansif. Diharapkan produk-produk inovatif dari Pine Labs dapat diboyong Fave untuk menawarkan sesuatu yang baru di industri. Dari pantauan DailySocial, Fave lebih fokus pada pengembangan di Malaysia sebagai pasar utamanya lewat berbagai pengembangan fitur dan kerja sama.

Di bisnis penjualan e-voucher dan loyalitas yang beroperasi di Indonesia, belum ada pemain di segmen ini yang dominan alias kesempatannya masih sangat luas. Sejumlah pemain lainnya ada Traveloka Eats, TADA, Cashbac, Qraved, dan Chope. Di luar itu, kebanyakan program loyalitas hadir untuk pembelanjaan online yang disediakan oleh masing-masing platform e-commerce atau aplikasi untuk menarik kesetiaan para pengguna.

Tanpa dimungkiri, segmen ini ikut sempat “batuk-batuk” akibat pandemi sejak tahun lalu. Masa pemulihan untuk kembali ke kondisi normal butuh waktu, namun masih menyimpan optimisme yang tinggi berkat berbagai inisiasi positif dari pemerintah. Kesempatan tersebut dapat diambil oleh Fave untuk memimpin pasar.

Application Information Will Show Up Here

In-depth: On the Potential Integration of Gojek and Tokopedia Merger into “Goto”

The latest news arrived from the potential merger of Gojek and Tokopedia worth $18 billion. Based on a source quoted by The Information, the merger of the two brands will be named “Goto”. He also said that the agreement would be completed at the earliest this month.

The source also said that Kevin Aluwi, Andre Soelistyo, William Tanuwijaya, and Patrick Cao would occupy the top ranks of the joint company’s management.

In early April 2021, Bloomberg reported the company’s executives and commissioners had decided the merger agreement details and were seeking approval from other shareholders. In a general note, the two startups have some related investors, including Google, Temasek, Seqoia Capital India, and Alibaba Group.

The next plan,rumor has it, that the joint company will continue to NASDAQ – using SPAC and seeking a valuation of up to $40 billion.

Gojek’s ecosystem

Debuting as an on-demand transportation service, Gojek currently has a fairly complete service to empower its partnership ecosystem. Some of the sub-features are an integration with third parties, especially startups from acquisitions or those included in the portfolio of venture units.

In terms of business structure, Gojek consists of four main lines, which cover Gojek, GoPay, GoPlay, and Go-Ventures services. Meanwhile, in terms of consumer, it is divided into two separate units, between Gojek and GoPlay. From our in-depth observation into the application and public information, following is a map of Gojek’s ecosystem services:

Ekosistem Layanan Gojek

Tokopedia’s ecosystem

Meanwhile, Tokopedia’s core service is an online marketplace, which is a bridge between goods/service owners and end users. Its role in the midst of making innovation is focused on aspects that can provide transaction effectiveness. This is align with the mission of becoming IaaS to facilitate MSMEs to go digital.

Apart from its core services as a marketplace, there are some strong support services, including financial lines, empowerment of SMEs, entertainment, and on-demand services. Some of the services are supported by strategic partners, some of which are by subsidiaries and their investment portfolios. Based on observations on the applications and public information, the following is a map of Tokopedia’s ecosystem services:

Ekosistem Layanan Tokopedia

Potential synergy

Based on the map, if it’s going to happen eventually, Gojek-Tokopedia merger, and become a joint company, there are some potential synergy that could happen.

  1. SME Empowerment

Both services have a significant concentration of MSMEs, gathering business partners. Gojek with restaurant owners, while Tokopedia with merchants. It is different segments, therefore, it is likely to remain a separate entity with a more integrated service model. For example, for the fulfillment of raw materials, GoFood partners can have direct access to shops on Tokopedia.

The unity allows the creation of hyperlocal services – nearby MSMEs serving the closest market share. For example, when Tokopedia Partners (grocery shop owners) can be integrated with Gojek delivery services, they can speed up the fulfillment process for each customer. In other way, to optimize the Gojek driver partners to be more connected with the TokoCabang fulfillment center to speed up the process of delivering goods.

  1. Financial

For the past few years, the two unicorns have a clear mission to become “fintech” as one of their main business models, it’s no doubt each application has a quite rich financial-based service. The thing is that the merger of the two companies will certainly allow Tokopedia users to have a more comprehensive Gopay payment option. On the other hand, they can work on many areas by combining each capability.

For example, integrating Moka-Gopay [Findaya]-Tokopedia, enabling F&B merchants to get fulfillment of basic ingredients on credit to help them improve their cash flow. As it is deeply examined, this scheme will require a lot of support systems such as credit scoring and disbursement infrastructure – which both companies can complement each other.

The big data is quite a treasure that will be very valuable for various business scenarios, including to help financial inclusion. Especially now that Gojek is starting to enter the digital banking – transaction data is a strong fuel for various decisions related to consumers.

  1. Logistics

The logistics challenges are in the first-mile, mid-mile and last-mile areas. The merger of the logistics infrastructure owned by the two companies allows Tokopedia’s IaaS mission to be realized faster. As the company continues to expand its fulfillment center, delivery service has become an essential. With the strategic affiliation of Gojek Logistic, JX, and SiCepat, deeper integration is possible to bring new breakthroughs in the logistics industry.

  1. Core business

Mobility and trade services are the main capabilities of Gojek and Tokopedia. It is indeed projected to keep going, considering the many users involved. The work lies in how to balance each service – especially if it really becomes one brand – therefore it makes consumers feel comfortable, not the other way around, to get more confused due to fragmented service ecosystem.

Conflict possibility

The fact is, the strategic partnerships has an objective to form mutualism. The merger of the two companies also brings the potential for “conflict” between Gojek and Tokopedia’s important partners. Let’s assume  with independently developed service will be easily merged. However, when other players are involved, this consolidation will become a more complicated discourse.

For example, how the investment service will work at Goto – while there are three other startups affiliated in each platform through share ownership. From the service ecosystem mapping, listed some services as the result of partnerships that can create conflict possibility whether the business merger happen:

  Gojek Tokopedia
Pembayaran GoPay Ovo
Pinjaman Findaya Dhanapala
Investasi Pluang Pegadaian, Bareksa
E-commerce JD.id
Online Grocery AlfaMart, LotteMart SayurBox
Logistik JX SiCepat
Kesehatan Halodoc GoApotik

Gojek and Tokopedia are the two Indonesian startups with the largest valuation and user base with the biggest MSME partners. The unity of two companies should help Indonesia achieve its dream of becoming a leader in the digital economy.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mendalami Potensi Integrasi “Goto”, Hasil Merger Gojek dan Tokopedia

Kabar terbaru hadir dari rencana merger Gojek dan Tokopedia bernilai $18 miliar. Menurut sumber yang dikutip The Information, hasil penggabungan kedua merek akan diberi nama “Goto”. Dikatakan juga kesepakatan tersebut akan selesai paling cepat bulan ini.

Sumber tersebut juga mengutarakan, Kevin Aluwi, Andre Soelistyo, William Tanuwijaya, dan Patrick Cao akan menempati jajaran puncak manajemen perusahaan gabungan.

Sebelumnya, di awal April 2021 lalu, Bloomberg memberitakan, rincian kesepakatan merger sudah diputuskan eksekutif dan komisaris perusahaan dan tengah meminta persetujuan para pemegang saham lainnya. Sebagai informasi, kedua startup memiliki beberapa investor yang sama, yakni Google, Temasek, Seqoia Capital India, dan Alibaba Group.

Rencana berikutnya, dari rumor yang beredar, perusahaan gabungan akan melanjut ke NASDAQ – digadang-gadang menggunakan SPAC dan mencari valuasi hingga $40 miliar.

Ekosistem layanan Gojek

Bermula dari layanan transportasi on-demand, Gojek saat ini memiliki layanan yang cukup komplit memberdayakan ekosistem kemitraan yang dimiliki. Tidak sedikit dari sub-fitur yang disuguhkan merupakan integrasi dengan pihak ketiga, terutama startup hasil akuisisi atau yang masuk dalam jajaran portofolio unit venturanya.

Secara struktur bisnis, Gojek terdiri dari empat lini utama, yang menaungi layanan Gojek, GoPay, GoPlay, dan Go-Ventures. Sementara dari sisi aplikasi [konsumer] baru terbagi menjadi dua unit terpisah, antara Gojek dan GoPlay. Dari hasil pengamatan kami melalui pendalaman aplikasi dan informasi publik yang dihimpun, berikut peta layanan ekosistem Gojek:

Ekosistem Layanan Gojek

Ekosistem layanan Tokopedia

Sementara dasar layanan Tokopedia adalah online marketplace, yakni menjadi jembatan antara pemilik barang/layanan dengan pengguna akhir. Perannya yang berada di tengah membuat inovasi difokuskan pada aspek-aspek yang bisa memberikan efektivitas transaksi. Hal ini senada dengan misi menjadi IaaS memfasilitasi UMKM untuk berdagang secara digital.

Di luar layanan intinya sebagai marketplace, ada beberapa aspek layanan pendukung yang cukup kuat, meliputi lini finansial, pemberdayaan UKM, hiburan, dan layanan on-demand. Beberapa layanan hadir didukung mitra strategis, beberapa di antaranya oleh anak usaha dan portofolio investasinya. Berdasarkan pengamatan terhadap aplikasi dan informasi publik yang dihimpun, berikut peta layanan ekosistem Tokopedia:

Ekosistem Layanan Tokopedia

Potensi kolaborasi

Dari peta layanan tersebut, jika apa yang telah menjadi buah-bibir terkait merger Gojek-Tokopedia selama ini akan terealisasi dan benar-benar menjadi satu unit perusahaan gabungan, ada beberapa aspek yang bisa disinergikan.

  1. Pemberdayaan UMKM

Kedua layanan memiliki konsentrasi yang cukup signifikan terhadap UMKM, menjadikannya sebagai mitra bisnis. Gojek dengan pemilik restoran, sementara Tokopedia dengan penjual dagangan. Segmennya berbeda, sehingga kemungkinan besar akan tetap menjadi entitas terpisah dengan model pelayanan yang lebih terintegrasi. Misalnya, untuk pemenuhan bahan baku mitra GoFood bisa mengakses langsung ke toko-toko yang ada di layanan Tokopedia.

Gabungan tersebut juga memungkinkan terciptanya layanan hyperlocal – UMKM di sekitar melayani pangsa pasar terdekat. Misalnya saat Mitra Tokopedia (pemilik warung kelontong) dapat terintegrasi dengan layanan pengantaran Gojek, sehingga dapat mempercepat proses pemenuhan kepada masing-masing pelanggan. Atau optimasi armada mitra Gojek untuk lebih terhubung dengan pusat pemenuhan TokoCabang untuk mempercepat proses pengiriman barang.

  1. Finansial

Sejak beberapa tahun ke belakang, kedua unicorn memang memiliki misi yang jelas untuk menjadi “fintech” sebagai salah satu model bisnis utamanya, tak ayal layanan berbasis finansial yang ada di masing-masing aplikasi cukup kaya. Yang jelas, penggabungan kedua perusahaan tentu akan memungkinkan pengguna Tokopedia memiliki opsi pembayaran Gopay yang lebih komprehensif. Di sisi lain, ada banyak area yang bisa dikaryakan dengan menggabungkan kekuatan masing-masing.

Misalnya melakukan integrasi antara Moka-Gopay [Findaya]-Tokopedia, memungkinkan merchant F&B mendapatkan pemenuhan bahan dasar secara kredit untuk membantu mereka menyehatkan arus kas. Skema ini jika dikulik lebih dalam akan membutuhkan banyak sistem pendukung seperti skoring kredit dan infrastruktur pencairan – yang mana sudah dapat saling dilengkapi.

Big data yang dihimpun juga menjadi sebuah harta yang akan sangat berharga untuk berbagai skenario bisnis, termasuk untuk membantu inklusi keuangan. Terlebih saat ini Gojek mulai bermain di ranah perbankan digital – data transaksi menjadi bahan bakar penting untuk berbagai keputusan terkait dengan konsumer.

  1. Logistik

Tantangan logistik ada di area first-mile, mid-mile, dan last-mile. Penggabungan infrastruktur logistik yang dimiliki kedua perusahaan memungkinkan misi IaaS yang telah dicetuskan Tokopedia dapat lebih terealisasi dengan cepat. Di saat perusahaan terus memperluas pusat pemenuhan, jasa pengiriman juga menjadi komponen yang wajib dipikirkan. Dengan adanya Gojek Logistic, JX, dan SiCepat yang terafiliasi secara strategis, dimungkinkan terjadinya integrasi yang lebih mendalam untuk menghadirkan terobosan baru dalam dunia logistik.

  1. Bisnis inti masing-masing

Layanan mobilitas dan perdagangan adalah kapabilitas utama yang dimiliki Gojek dan Tokopedia. Tentu ini diproyeksikan besar tidak akan luntur dari masing-masing, mengingat penggunanya sudah sangat banyak. Yang menjadi PR adalah bagaimana menyeimbangkan masing-masing layanan –terlebih jika benar-benar menjadi satu brand—sehingga membuat konsumen tetap nyaman, bukan sebaliknya malah semakin bingung karena ekosistem layanan yang terlalu terfragmentasi.

Potensi “bentrok”

Tidak dimungkiri adanya kemitraan strategis ditujukan untuk membentuk sebuah mutualisme. Penggabungan kedua perusahaan juga membawa potensi “bentrok” antara mitra-mitra penting dari Gojek maupun Tokopedia. Asumsinya, untuk layanan yang dikembangkan sepenuhnya mandiri dapat lebih mudah dilebur. Namun saat melibatkan pemain lain, maka konsolidasi ini akan menjadi diskusi yang lebih alot.

Ambil contoh, bagaimana nantinya layanan investasi di Goto – sementara saat ini ada tiga startup lain yang terafiliasi di masing-masing platform melalui kepemilikan saham. Dari pemetaan ekosistem layanan di atas, dapat didaftar beberapa layanan dari kemitraan yang berpotensi bentrok jika penggabungan bisnis dieksekusi:

  Gojek Tokopedia
Pembayaran GoPay Ovo
Pinjaman Findaya Dhanapala
Investasi Pluang Pegadaian, Bareksa
E-commerce JD.id
Online Grocery AlfaMart, LotteMart SayurBox
Logistik JX SiCepat
Kesehatan Halodoc GoApotik

Gojek dan Tokopedia adalah dua startup Indonesia dengan valuasi terbesar dan basis pengguna dan mitra UMKM paling banyak. Bergabungnya kedua perusahaan seharusnya membantu Indonesia mencapai mimpi menjadi pemimpin ekonomi digital.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

SIRCLO Acquires Orami, to Advance Omnichannel Services

E-commerce enabler startup SIRCLO today (07/4) announced its acquisition over Orami digital parenting platform. The value is not disclosed, but the objective is to combine the strengths of both services to provide end-to-end digital services and brand developers.

The agreement combines two companies that have served more than 100 thousand brands from the MSME to corporate scale, and reaches millions of consumers in 34 provinces in Indonesia.

In addition, this action will combine nearly 1000 employees; Orami will continue to operate as an independent entity integrated with the SIRCLO service. Ferry Tenka (CEO Orami) will take on a new position as SIRCLO’s Chief Marketing Officer and Hendrawan Kartika (President Orami) as SIRCLO’s Chief Financial Officer.

“This corporate act can expand services offered by SIRCLO for brand owners intend to enter the online market. Orami has an online shopping site that facilitates well-known brands in selling products for mother and child needs. In fact, we have a mission to join forces in helping brands selling online in a more strategic, scalable and efficient manner,” SIRCLO’s Founder & CEO, Brian Marshal said.

Meanwhile, Orami’s Co-Founder & CEO, Ferry Tenka added, “We see this synergy as a very big opportunity to accelerate Orami’s growth, and at the same time, to accommodate the needs of brands and consumers. Orami’s ability to reach consumers broadly is in line with SIRCLO’s operation as an e-commerce enabler with a strong infrastructure and retail network. There are so many extraordinary potentials to explore.”

Super parenting app orami yang diluncurkan awal tahun ini / Orami
Orami’s super parenting app was launched earlier this year / Orami

In line with the increasing traction of online shopping services, earlier this year, Orami announced application upgrade by releasing various features to make easy purchases. In addition, they also claimed themselves as a parenting super app with three main business pillars: commerce, content, and community. The aim is to present a comprehensive application to meet the needs of mothers and children.

Orami was founded in 2013 by Ferry Tenka, Eka Himawan, and Shannon Kalayanamitr. Its business is supported by a series of investors, including SMDV, East Ventures, Gobi Partners, Velos Partners and Ardent Capital.

SIRCLO alone was founded in the same year, 2013. They currently helping brand developers sell online through a variety of solutions, such as SIRCLO Store for MSMEs and SIRCLO Commerce for corporations. In 2020, SIRCLO recorded four times jump in transactions which was supported by changes in consumer behavior during the COVID-19 pandemic. At the end of 2020 they claimed to have achieved profitability and booked a combined turnover of IDR 3.3 trillion.

Last August 2020, SIRCLO has secured series B funding of $6 million. Investors involved in this round include East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, and Sinar Mas Land.

Meanwhile, another strategic action that the company has taken is to merge with ICUBE, an e-commerce technology solution provider agency, aiming to expand the various business offered to brands.

Perjalanan bisnis SIRCLO / SRICLO
SIRCLO’s business journey


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

SIRCLO Mengakuisisi Orami, Perkuat Layanan Omnichannel

Startup pengembang platform e-commerce enabler SIRCLO hari ini (07/4) mengumumkan akuisisinya terhadap platform digital parenting Orami. Nilai dari kesepakatan tidak diumumkan, hanya saja tujuan dari aksi strategis ini untuk menggabungkan kekuatan kedua bisnis dalam menyediakan layanan digital end-to-end kepada pengembang merek.

Kesepakatan ini menggabungkan dua perusahaan yang sudah melayani lebih dari 100 ribu brand dari skala UMKM hingga korporasi, serta menjangkau jutaan konsumen di 34 provinsi Indonesia.

Selain itu aksi ini akan menggabungkan hampir 1000 karyawan; Orami akan terus beroperasi sebagai entitas mandiri yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Ferry Tenka (CEO Orami) akan mengambil posisi baru sebagai Chief Marketing Officer SIRCLO dan Hendrawan Kartika (President Orami) sebagai Chief Financial Officer SIRCLO.

“Aksi korporat ini dapat memperluas layanan enabler yang ditawarkan oleh SIRCLO untuk pemilik merek yang ingin memasuki pasar online. Orami memiliki situs belanja online yang memfasilitasi brand ternama dalam menjual produk kebutuhan ibu dan anak. Di sini, kami punya misi untuk menggabungkan kekuatan dalam membantu brand berjualan online dengan lebih strategis, terukur dan efisien,” ujar Founder & CEO SIRCLO Brian Marshal.

Sementara itu Co-Founder & CEO Orami Ferry Tenka menambahkan, “Kami melihat sinergi ini sebagai peluang yang sangat besar untuk mengakselerasi pertumbuhan Orami, serta di saat yang sama, juga dapat terus mengakomodasi kebutuhan brand maupun konsumen. Kemampuan Orami menjangkau konsumen secara luas selaras dengan yang selama ini telah dilakukan SIRCLO sebagai e-commerce enabler dengan infrastruktur dan jaringan ritel yang kuat. Banyak sekali potensi luar biasa yang bisa dieksplorasi.”

Super parenting app orami yang diluncurkan awal tahun ini / Orami
Super parenting app orami yang diluncurkan awal tahun ini / Orami

Seiring dengan peningkatan traksi layanan belanja online, awal tahun ini Orami umumkan penguatan aplikasi dengan merilis berbagai fitur untuk memudahkan pembelian. Selain itu, mereka juga menobatkan diri sebagai parenting super app dengan tiga pilar bisnis utamanya, yakni: commerce, content, dan community. Harapannya bisa sajikan aplikasi komprehensif untuk pemenuhan kebutuhan ibu dan anak.

Orami didirikan sejak tahun 2013 oleh Ferry Tenka, Eka Himawan, dan Shannon Kalayanamitr. Bisnisnya didukung sejumlah investor, termasuk SMDV, East Ventures, Gobi Partners, Velos Partners, dan Ardent Capital.

SIRCLO sendiri juga didirikan di tahun yang sama, 2013. Saat ini mereka membantu pengembang merek berjualan online melalui ragam solusi, seperti SIRCLO Store bagi UMKM dan SIRCLO Commerce bagi korporasi. Pada tahun 2020, SIRCLO mencatat lonjakan transaksi hingga 4x lipat yang didukung oleh perubahan perilaku konsumen selama pandemi COVID-19. Akhir tahun 2020 mereka mengklaim telah mencapai profitabilitas dan membukukan omzet gabungan mencapai 3,3 triliun Rupiah.

Agustus 2020 lalu, SIRCLO juga baru membukukan pendanaan seri B senilai $6 juta. Investor yang terlibat dalam putaran ini di antaranya East Ventures, OCBC NISP Ventura, Skystar Capital, dan Sinar Mas Land.

Sementara aksi strategis lain yang pernah dilakukan perusahaan adalah melakukan merger dengan ICUBE, agensi penyedia solusi teknologi e-commerce, tujuannya untuk memperluas varian bisnis yang ditawarkan kepada brand.

Perjalanan bisnis SIRCLO / SRICLO
Perjalanan bisnis SIRCLO / SRICLO
Application Information Will Show Up Here

Flokq Akuisisi Yukstay, Perkuat Posisi di Pasar “Co-living” Indonesia

Flokq resmi mengumumkan akuisisinya terhadap Yukstay, penyedia layanan marketplace untuk penyewaan apartemen dan indekos dengan nilai yang tidak disebutkan. Dalam keterangan resmi kepada DailySocial, CEO Flokq Anand Janardhanan mengungkap, akuisisi ini akan memperkuat posisinya di pasar co-living Indonesia serta mengakselerasi pertumbuhannya bisnis ke depan.

Menurut Anand, Yukstay telah memiliki kapabilitas teknologi lebih lanjut yang memungkinkan Flokq untuk memperluas segmen bisnisnya dari penyedia co-living menjadi tech-driven property management company. Kesepakatan akuisisi ini dinilai strategis mengingat pasar penyewaan ruang jangka panjang di Asia Tenggara diestimasi mencapai $180 miliar.

“Kami ingin meningkatkan basis pengguna kami di Indonesia, dan tak hanya dari layanan co-living saja. Kami ingin memperluas produk kami dengan menjadi full long term rental market platform hingga ke pasar Asia Tenggara dalam dua tahun ke depan. Dengan teknologi Yukstay, kami dapat memulai journey kami lebih cepat,” ujarnya.

Sekadar informasi, Flokq didirikan oleh Anand Janardhanan dan Harmeet Singh pada 2019 dengan pengalaman selama satu dekade membangun startup dan perusahaan global, seperti Microsoft. Saat ini Flokq telah menyewakan lebih dari 1.000 unit hunian di segmen mid to high di Indonesia dengan rerata tingkat okupansi di atas 95%, Average Room Rate (ARR) berkisar beberapa juta dolar AS, dan cash flow positif.

Sementara, Yukstay merupakan startup penyedia co-living pertama di Indonesia yang berfokus pada hunian apartemen di Jakarta dan Surabaya. Sejak berdiri di 2018, Yukstay telah menerima sejumlah investasi, termasuk dari Y Combinator, Insignia Ventures, Skystar Capital, Tanglin Venture Partners, dan K3 Ventures.

Co-founder & CEO Yukstay Christoper Kung menambahkan bahwa selama 18 bulan terakhir ini, pihaknya telah membangun sebuah platform yang dapat menyederhanakan rantai suplai di pasar real estate. Berbekal teknologi dan data yang dimiliknya, mitra agen Yukstay dapat melakukan transaksi lebih baik. Demikian juga dengan pengembangan customer experience dan pengelolaan properti.

“Bergabungnya Yukstay dengan Flokq akan mempercepat operating model yang sudah ada sebelumnya sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan housing yang terus meningkat,” tutur Christoper.

Permintaan hunian co-living di masa pandemi

Anand mengakui permintaan co-living sempat turun drastis akibat pandemi. Kendati demikian, ia meyakini tren pasar hunian akan kembali meningkat tahun ini, sejalan dengan semakin banyaknya kalangan profesional yang melakukan Work From Home (WFH) di Indonesia.

Menurutnya, tren kenaikan ini akan dipicu oleh fleksibilitas persyaratan sewa yang ditawarkan oleh pemilik hunian di situasi pasar yang masih tidak pasti. Dengan keleluasaan ini, hunian co-living dapat menjadi pilihan alternatif jangka panjang yang menarik selain indekos. Pasar co-living bagi kaum milenial di Jakarta kini diestimasi bernilai $2,1 miliar, sedangkan di kawasan Asia Tenggara nilainya diperkirakan mencapai $15,6 miliar.

Di Indonesia, proptech termasuk salah satu vertikal bisnis yang terus bertumbuh selama beberapa tahun terakhir. Jumlah pemainnya mulai menjamur dengan menawarkan berbagai model bisnis, seperti listing properti hingga sewa hunian dengan konsep co-living. 

Kendati demikian, sepanjang 2020 pertumbuhan proptech tidak sekencang vertikal lain, seperti e-commerce, edtech, dan fintech. Pembatasan sosial akibat pandemi memicu penurunan permintaan properti, baik itu pembelian rumah atau sewa apartemen dan hotel. Salah satu dampak signifikan akibat pandemi ini adalah penutupan platform jaringan hotel dan penginapan Airy Rooms.

Dari sisi investasi, mengacu Startup Report 2020, hanya dua startup proptech Indonesia yang menerima pendanaan, yakni Jendela 360 dan Yukstay. Di periode itu, grup portal properti Emerging Markets Property Group (EMPG) mengakuisisi Lamudi Global, termasuk untuk Lamudi di Indonesia, Filipina, dan Meksiko. Dengan ketidakpastian situasi–meski vaksin kini sudah mulai didistribusikan–potensi merger dan akuisisi proptech bisa kembali terjadi di 2021.

Lancarkan Ekspansi ke Thailand, Qoala Akuisisi Startup Setempat “Fairdee”

Startup insurtech Qoala mengumumkan ekspansi bisnisnya ke Thailand sekaligus melancarkan akuisisi strategis pada startup setempat Fairdee. Kolaborasi ini bertujuan untuk mempercepat skalabilitas dan inovasi teknologi di semua bisnis Qoala. Pembelajaran dari Indonesia dan Thailand akan memperkuat kompetensi dan penawaran digital perusahaan.

Fairdee sendiri telah membantu mendigitalkan broker independen melalui platformnya di Thailand sejak 2019. Dengan akuisisi FairDee, Qoala kini memasuki Thailand, pasar asuransi konsumen terbesar di Asia Tenggara.

Dalam 18 bulan terakhir, FairDee mengklaim telah meningkatkan Premi Bruto tahunannya sebanyak 7x lipat di tengah pandemi dengan komando para pendirinya Yujun Chean, Prateek Jogani, dan Thanasak Hoontrakul. Seluruh tim FairDee akan bergabung dengan Qoala untuk melanjutkan langkahnya di pasar Thailand.

Dengan memanfaatkan teknologi, visi Qoala menyediakan produk asuransi yang terjangkau dan relevan untuk kebutuhan dinamis konsumen di Asia Tenggara. Sejalan dengan Qoala, Fairdee juga disebut memiliki visi yang sama tentang bagaimana asuransi dapat ditata ulang lewat digitalisasi.

“Dengan akuisisi ini, kami mengambil lompatan besar dalam ambisi regional untuk menjadi insurtech nomor satu di Asia Tenggara. Mengingat visi dan keahlian bersama yang dapat dikembangkan oleh tim FairDee sejak awal, kami yakin untuk terus melayani jutaan orang yang kurang diasuransikan di wilayah ini,” ujar Founder & CEO Qoala Harshet Lunani.

Didirikan sejak tahun 2018, Qoala telah bermitra dengan perusahaan asuransi seperti Allianz, Zurich, Chubb, Great Eastern, Tokio Marine. Selain itu juga telah menjadi kerja sama strategis dengan perusahaan digital seperti seperti OYO, Grab, Traveloka, OVO, Dana, Momo menciptakan produk dan pengalaman layanan terbaik selama kurang lebih 3 tahun.

Berbekal pendanaan dari Sequoia Capital, Centauri Fund, Flourish Ventures, Mirae Asset Management, Central Capital Ventura, MassMutual Ventures, dan SeedPlus; Qoala berambisi menjadi perusahaan rintisan insurtech skala regional terbesar di Asia Tenggara pada 2021.

Sebelumnya, Qoala telah lebih dulu memperluas jejak regionalnya ke Malaysia dan Vietnam pada tahun lalu. Sepanjang tahun 2020, Qoala mengklaim telah berkembang 6x lipat di Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Harshet menegaskan, akses asuransi sangat penting, terutama saat terjadi pandemi, untuk melindungi masyarakat yang terkena pandemi Covid-19.

Meski menjadi satu dari kawasan dengan pertumbuhan tercepat secara global selama dekade terakhir, penetrasi asuransi di Asia Tenggara hanya 3,77%, yang hanya separuh dari tingkat penetrasi asuransi global.

Menurut laporan Ernst and Young, tren pasar InsurTech di Asia Tenggara akan terus berubah dengan cepat selama tiga hingga lima tahun ke depan terkait dengan adopsi perubahan teknologi oleh bisnis. Peran dan model bisnis konvensional seperti pencatatan dan verifikasi manual diharapkan segera luntur. Dengan lebih dari 40% penduduk kelas menengah yang belum melek asuransi di Asia Tenggara. Peluang penetrasi bisnis asuransi melalui media teknologi menjadi sangat besar

Selain Qoala, startup sejenis PasarPolis saat ini juga telah beroperasi di Vietnam dan Thailand. Dengan kondisi pasar yang kurang lebih sama di Indonesia, PasarPolis menarik strategi penetrasi pasar dengan menggandeng platform digital utama di sana dan menawarkan produk asuransi yang terjangkau.

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here