Dennis Pratistha: Mandiri Capital Indonesia Bentuk “Thematic Fund” di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) terus melanjutkan misinya untuk mendorong value creation bagi induk usaha Mandiri Group. Menurut Plt. CEO MCI Dennis Pratistha, pihaknya tengah menyiapkan beberapa “thematic fund” dan menjajaki peluang investasi di sektor baru, seperti construction tech dan biotech.

Sebelum menempati posisi CEO sementara pasca-penunjukkan Eddi Danusaputro di BNI Ventures, Dennis menjabat sebagai Chief Investment Officer. Adapun, saat ini MCI mengelola tiga dana kelolaan, yakni dana kelolaan bersumber dari Mandiri Group, Indonesia Impact Fund (IIF), dan Merah Putih Fund.

Sekadar informasi, Dennis telah lama berkecimpung di industri teknologi dan telekomunikasi dengan menduduki posisi Chief Technology Officer dan Chief Operating Officer, seperti di Redkendi, Ebizu, MNC, dan Nusatel. Di bidang investasi, ia juga pernah menjadi Executive di Star Capital.

Apa ada perubahan tesis investasi MCI dengan posisi saat ini?

Jawab: Saat ini kami masih fokus berinvestasi pada portofolio yang dapat berkontribusi terhadap value creation untuk Mandiri Group. Kami harus punya pembeda sehingga lainnya bisa saling co-exist dan berkontribusi. Startup saja punya [value proposition]. Kalau semua sama, the one with the most money will win. We have to have different angles to bring to the table. Justru di cap table, kita [VC] harmonis.

Beda VC, beda pula value creation. Ada VC yang kuat pada sisi teknologi, ada juga pada aspek operasional. Kami [kuat] pada aspek pengembangan bisnis. Ini yang membuat kami bisa duduk dengan nyaman dan tetap produktif di meja yang sama.

Apa value proposition yang ditawarkan?

J: Kami memiliki lima value proposition. Pertama, kami merupakan Corporate Venture Capital (CVC) milik Mandiri Group. Kedua, Mandiri Group memiliki puluhan juta customer dan 200 ribu UMKM. Ketiga, kami menghubungkan ke ekosistem BUMN. Keempat, kami dapat mendampingi pada proses value creation di pengembangan bisnis. Kami bantu ekspansi dan sinergi dengan menghubungkan ke banyak pemangku kepentingan.

Kelima, kami menghubungkan [portofolio] ke jaringan ke anak usaha Mandiri, seperti Mandiri Sekuritas. Jaringan [anak usaha] ini dapat mendukung startup untuk melakukan fundraising, merger and acquisition (M&A), atau exit melalui IPO. Sebelumnya, Mandiri Sekuritas pernah menjadi penjamin emisi (underwriter) pada IPO GoTo dan Bukalapak.

Selain itu, kami juga memiliki program matchmaking Xponent untuk mendorong Mandiri Group agar dapat ter-expose ke digital platform yang lebih inovatif.

Apa tujuan utama dari program Xponent?

J: Program ini murni ingin membantu dua pihak, yakni Mandiri menjadi inovatif dengan leveraging platform digital dan platform memanfaatkan Mandiri untuk mendorong bisnisnya. Ini murni sebuah acara matchmaking untuk menghasilkan kesepakatan bisnis. No investment involved. Kami tidak undang investor, tetapi unit bisnis dan startup.

Tentu saja, MCI sambil melihat, kira-kira mana yang bisa ditindaklanjuti. Makanya, saya garis bawahi MCI berinvestasi pada startup yang membawa valueA lot of money out there, economy is a bit slow, so good deals tidak terlalu banyak.

Kami menyadari ada shifting terjadi. Kami harus fokus pada startup yang sudah memiliki path to profitability atau profitable. Mereka harus tumbuh, tapi bukan berhenti karena sudah profitable. Startup yang sudah profitable harus mereplikasi model bisnis ke area atau produk lain. Artinya, mendorong pertumbuhan yang memiliki dampak positif ke bottom line. Kami ingin mereka menjadi a self-sustain company. Pertumbuhan tetap dikejar, bukan berarti berhenti.

Pada akhirnya, startup harus mencari model yang tepat, pahami model bisnisnya, dan lakukan ekspansi. We will help you expand.

Apakah ada portofolio baru yang akan diumumkan selanjutnya?

J: Kami akan mengumumkan dua portofolio di sektor aquaculture dan FMCG supply chain pada kuartal keempat ini. Selain itu, kami juga sedang menjajaki peluang di sektor autotech, proptech, construction tech, dan biotech. Ada banyak angle [di sektor ini], yang sedang kami lihat adalah supply chain.

Di construction tech, kami juga mencari model supply chain; dari prinsipal, toko bangunan, kontraktor, dsb. Supply chain di Indonesia masih belum efisien, tidak ada transparansi, dan prosesnya kompleks. Kami ingin empower mereka menjadi bagian dari ekosistem, tetapi memberikan margin yang lebih efisien. Teknologi memberdayakan bisnis, bukan sebaliknya. Kita harus punya bisnis dulu, baru di-empower oleh teknologi.

Kemudian, biotech. Saat ini, [biotech] di Indonesia masih di tahap awal. Kami sedang mempelajari use case dan commercial viability. Kami belajar dari pemain biotech yang sudah ada, dari startup atau perusahaan teknologi. Bukan berarti kami langsung berinvestasi, justru kami belajar dari mereka. Kami pahami dulu industri dan tantangannya. Menganalisis industri harus menyeluruh, apalagi spektrum biotech sangat luas sekali. Ada microbio hingga DNA. Kami perlu lihat, mereka bisa sustain dengan [use case] mana dulu.

Untuk autotech, ada beberapa hal menarik. Pertama, supply chain. Kedua, kami adalah bagian dari konglomerasi di bidang keuangan, Mandiri memiliki perusahaan multifinance dan bank. Bagaimana caranya, kami bisa menemukan marketplace yang fokus pada multifinance. Kami tertarik berinvestasi ke multifinance marketplace. Selama ini pengisian data lewat form harus satu-satu, sedangkan pengisian data di marketplace hanya satu kali. Marketplace lebih nyaman untuk dealer dan multifinance. Tidak perlu menghubungi satu-satu.

Bagaimana rencana pembentukan thematic fund MCI selanjutnya?

J: Kami belum bisa disclose mengenai pembentukan thematic fund ini, tetapi ini berbeda dengan Merah Putih Fund. Rencananya, kami ingin berkolaborasi dengan VC atau institusi. Kami lagi ngobrol dengan beberapa.

Mengapa memilih theme-based? Kami melihat [VC] yang fokus di semua bidang atau sektor agnostik itu sudah banyak. Kami mau fokus pada tema spesifik. Kami ingin dapat membantu ekosistem mereka. Ujung-ujungnya, kami harus create value. Semoga, [thematic fund] bisa terealisasi tahun depan.

Bagaimana Anda menanggapi industri startup Indonesia di situasi saat ini?

J: Pada dasarnya, startup adalah bisnis. [Pelaku startup] mengidentifikasi masalah dengan skala pasar yang cukup besar. Jangan mengidentifikasi masalah hanya di level kecamatan atau RT saja. Dengan itu, cobalah ciptakan solusi.

Namun, [menciptakan solusi] tidak semudah, “I have an idea, let’s develop full version”. Di antara idealism dan practicality, pasti ada disparity. Lakukan uji coba, mulai dengan skala kecil dengan sedikit modal, hingga memperoleh Minimum Viable Product (MVP). Ketika MVP jalan, baru kembangkan full-face product.

Begitu Anda punya full-face product dan mencapai product-market fit, artinya Anda sudah memvalidasi masalah. Anda tweak apa model bisnisnya, bukan hanya produk saja. Misalnya, model berbasis langganan, transaksi, atau penggunaan. Setelah Anda menemukan model bisnis, Anda menemukan kecocokan pasar-produk, Anda memiliki profitabilitas, dan keberlanjutan. Itu yang dilupakan banyak pihak.

[Mindset] dulu, ketika pelaku bisnis konvensional bertemu, mereka berdiskusi tentang EBITDA, misalnya. Sementara, startup bicara soal seberapa besar valuasinya. Sekarang, startup sudah mulai pikirkan sustainable growth, itu kata kuncinya. Bukan berarti mengerem [pertumbuhan bisnis].

Bagaimana Anda melihat founder mentality dari awal pandemi hingga sekarang?

J: Pandemi—tanpa bermaksud mendiskreditkan health issue, it’s very unfortunate—mendorong transformasi digital lebih cepat. Selama pandemi, kita banyak memanfaatkan aplikasi untuk berbagai hal, seperti memesan makanan. Pola pikir kita telah bergeser.

Para founder memanfaatkan peluang digital [untuk menciptakan solusi]. Sayangnya, banyak [startup] yang belum siap [merespons] pertumbuhan tersebut. Mereka belum mencapai product-market fit dan model bisnisnya belum ketahuan. Memang mereka bisa memperoleh angka pertumbuhan, tetapi memiliki keberlanjutan tanpa model bisnis yang tepat.

Sekarang, pertumbuhan ekonomi mulai melambat. Saya tidak mau bilang resesi atau apapun karena situasi setiap negara berbeda-beda. Saya optimistis dengan Indonesia. Pemerintah melakukannya dengan baik dalam mengendalikan perlambatan ekonomi ini. Harus disadari bahwa Indonesia adalah negara konsumtif. Ngegas dan ngerem harus balance.Anda ingin mengendalikan inflasi tetapi Anda tidak ingin menghentikan pertumbuhan.

Lalu, bagaimana upaya menghadapi perlambatan ekonomi? Ini sesuatu yang baru. Kita tidak tahu mau ke mana, apa yang perlu dilakukan. Nah, mentality harus diubah. Pada [masa awal pandemi] kemarin ada banyak peluang di mana terjadi akselerasi transformasi digital. Saat ini, dari peluang tersebut, kita harus berupaya menjadikannya sebagai bisnis yang sustainable. 

Mandiri Capital Jembatani Sinergi Startup dengan Perusahaan Induk Lewat Program “Xponent”

PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) belum lama ini meluncurkan program “Xponent” sebagai wadah bagi startup untuk bersinergi dengan ekosistem yang ada di Mandiri Group. Program ini juga bertujuan untuk memperkuat inovasi di Mandiri Group guna mendukung perluasan ekosistem digital di tanah air.

Kamis (13/10), program Xponent segmen pertama berhasil terselenggara dengan kategori lending. Dalam kesempatan ini, MCI sekaligus mengumumkan beberapa kerja sama strategis bisnis unit Mandiri Group dengan startup terpilih.

Setidaknya tiga sinergi telah diresmikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU), yang dipimpin oleh Dennis Pratistha, Chief Investment Officer PT Mandiri Capital Indonesia. Pertama, kerja sama layanan solusi retail dan wholesale, di mana portofolio MCI di segmen insurtech, Qoala, akan menjadi partner penyedia asuransi kepada debitur Mandiri Tunas Finance (MTF) serta berperan sebagai broker untuk kanal digital.

Berikutnya, ada dua startup yang bergerak di bidang pembiayaan rumah (KPR) yaitu Ringkas dan Ideal yang akan bekerja sama dengan Consumer Loans Group Mandiri untuk memungkinkan proses pembelian rumah hingga ke pencairan yang lebih efektif dan efisien.

Rangkaian program Xponent ini terbagi ke dalam beberapa sesi, pertama diskusi panel dengan para pemimpin startup Indonesia. Beberapa pembicara ternama hadir, seperti Emilio Wibisono selaku CEO & Founder Sinbad, Irvan Kolonas selaku President Agriaku, Ryan Manafe selaku CEO Dagangan, dan lainnya. Kemudian, sesi business matching untuk membangun konektivitas antara pemimpin satu dengan lainnya.

Direktur Keuangan PT Mandiri Capital Indonesia Rino Bernando mengatakan, “[..] MCI akan rutin melaksanakan program Exponent secara berkala sebagai wujud komitmen kami mendukung akselerasi transformasi ekonomi digital Indonesia, dan sebagai salah satu strategi kami mendorong kinerja perusahaan.”

MCI memberikan kesempatan bagi seluruh startup untuk bergabung dalam program ini, dengan beberapa syarat, yaitu; (1) Minimum sudah melakukan putaran penggalangan dana pra-seri A, (2) Mempunyai model bisnis yang solid dan berkelanjutan, dan (3) Mempunyai use case sinergi dengan institusi finansial.

Program Xponent segmen selanjutnya akan diadakan pada Kamis, 20 Oktober 2022, mengangkat topik Beyond Lending dan mengundang unit bisnis dari Mandiri Group yang berbeda dari segmen sebelumnya. Pendaftaran Xponent masih terus terbuka bagi startup yang tertarik untuk terlibat dalam sinergi dengan Mandiri Group.

Tesis Investasi Mandiri Capital

Sebagai corporate venture capital (CVC) dari Bank Mandiri, MCI telah terlibat dalam pendanaan kepada 22 startups yang bergerak berbagai bidang dan berperan aktif untuk membangun business traction kepada portfolio, maupun nonportofolio melalui sinergitas.

Kebanyakan sinergi terkait dengan pembiayaan, seperti loan channeling dengan Crowde menyasar toko tani, lalu kerjasama dengan Amartha sebagai bentuk perluasan pasar di kota tier 2 dan 3, serta invoice financing bersama Investree kepada pelaku segmen bisnis dan UMKM.

Dalam wawancara DailySocial.id sebelumnya dengan mantan Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro, ia mengungkapkan bahwa strategi tesis MCI dalam berinvestasi itu bergantung pada fund yang dikelola. Bila fund tersebut datang dari Mandiri Group, sudah tentu harus berkaitan dengan mandat grup, yakni mendorong inisiatif transformasi dan dampak positif bagi Mandiri Group melalui optimalisasi sinergi.

Sejauh ini MCI baru mengelola dua fund aktif. Pertama, fund yang dananya bersumber dari Mandiri Group. Kedua, Indonesia Impact Fund (IIF) yang menitikberatkan pada startup yang menciptakan dampak lingkungan dan sosial merujuk pada lima tujuan dalam SDG (sustainable development goals). Platform edutech Cakap menjadi proyek debut dari dana kelolaan ini.

Di luar itu, MCI juga didaulat sebagai salah satu dari 5 CVC yang terlibat dalam pembentukan dana kelolaan Merah Putih Fund sebagai inisiatif Kementrian BUMN untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn. Targetnya, pendanaan startup melalui Merah Putih Fund akan mulai dilaksanakan pada awal tahun 2023.

BUMN Startup Day 2022: Ajang Sinergi Pelaku Startup Dengan BUMN Dalam Mendorong Pertumbuhan Bersama

Mengambil momen akselerasi pemulihan ekonomi, BUMN Startup Day 2022 lahir sebagai inisiatif Kementerian BUMN untuk mempertemukan dan menguatkan sinergi antara BUMN (yang bergerak di berbagai sektor dan industri) dengan startup yang dikenal gesit dan jeli memanfaatkan perkembangan teknologi. Acara ini akan diselenggarakan pada 26-28 September 2022 mendatang yang bertempat di Hall 3A ICE BSD City, Tangerang Selatan.

Program yang diselenggarakan Kementerian BUMN ini dinilai sangat penting bagi para founders perusahaan rintisan Indonesia untuk mencari peluang bisnis, menambah pengetahuan, sekaligus memperluas network. Acara ini juga terbuka bagi mahasiswa dan komunitas demi mengambil banyak manfaat tersebut.

BUMN Startup Day 2022 akan menyuguhkan agenda berbeda dibanding kegiatan startup pada umumnya, dengan membuka peluang investasi dan kemitraan bisnis antara BUMN dan startup secara langsung. Selain diskusi panel, pameran, rapid mentoring, dan investor pitching, ada sesi-sesi business matching di mana startup dan BUMN dari berbagai sektor industri dapat saling menjajaki kemitraan bisnis, seperti co-creation, co-branding, joint marketing, dll.

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 23 Agustus 2022 sebelumnya, ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan tumbuh hingga Rp4.818 triliun pada 2030. Saat ini Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah perusahaan startup terbanyak di dunia dengan mencetak 2.346 startup. Dalam lanskap ekonomi digital itulah startup berperan penting, mulai dari menyediakan solusi digital terhadap kebutuhan sehari-hari, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mendorong pencapaian dan daya saing teknologi Indonesia.

Oleh karenanya, Menteri BUMN Erick Thohir terus mendorong transformasi bisnis BUMN, khususnya melalui digitalisasi yang merupakan sebuah keharusan. BUMN telah mengambil keputusan strategis masuk ke ekosistem startup dengan membentuk anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang modal ventura. Hal ini tak lain karena BUMN menyadari startup sebagai aktor penting ekonomi masa depan.

Kementerian BUMN sudah mengidentifikasi potensi ekonomi digital dan startup. Kementerian telah membentuk lima (5) VC di bawah BUMN, yakni Mandiri Capital Indonesia (MCI), BNI Ventures, BRI Ventures, MDI Ventures (di bawah Telkom), dan Telkomsel Mitra Investasi (TMI), diikuti sejumlah program seperti workshop untuk menjaring potensi startup Indonesia. Kelima modal ventura tersebut telah berinvestasi di total 136 startup. Maka kali ini, Kementerian menggelar BUMN Startup Day 2022 untuk mempertemukan semua potensi BUMN dengan ekosistem startup Indonesia.

Kegiatan ini akan terbagi ke dalam dua segmen besar, yakni edukasi dan peluang bisnis. Di segmen edukasi, akan digelar diskusi panel dengan pembicara internasional dan mentoring yang memberi kesempatan startup Indonesia berdiskusi secara intens dengan pelaku startup yang sukses dan investor.

Diskusi panel pada acara ini menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri, seperti Patrick Walujo (Co-founder & Managing Partner Nortstar Pacific), Wilson Cuaca (Co-founder & Managing Partner East Ventures), Jessica Tanoesoedibjo (Managing Director Motion Technology), Abheek Anand (Managing Director Sequoia Southeast Asia), Tito Costa (partner di Global Founders Capital – GFC), dan masih banyak lagi. Pada acara rapid mentoring, peserta dapat langsung berdiskusi dengan para pemimpin startup Indonesia yang telah lebih dulu maju dan mendapat pendanaan dari investor.

Sementara, di segmen peluang bisnis, ada business matching, atau penjajakan kolaborasi B2B, yang mempertemukan BUMN dari berbagai sektor dan industri dengan startup untuk menjajaki kerja sama bisnis, serta investor pitching yang memberi kesempatan startup untuk menawarkan peluang investasi kepada VC di lingkungan BUMN.

Acara dua hari ini ditujukan bagi startup yang sudah masuk fase early dan growth karena pada fase ini startup membutuhkan dukungan tidak hanya investasi, melainkan kemampuan manajerial untuk menjaga momentum yang tercipta dari fase-fase pertumbuhan sebelumnya. Sebagai pelengkap, akan dibahas pula topik-topik menarik seperti manajemen talenta, penguatan fundamental perusahaan, hingga peran perempuan dalam lanskap startup di Indonesia. Informasi lebih lanjut mengenai BUMN Startup Day 2022 bisa Anda kunjungi di halaman ini.

Agriaku Secures Series A Funding Worth of 520 Billion Rupiah

The agritech startup, Agriaku, announced a Series A funding round of $35 million (approximately 520 billion Rupiah) led by Alpha JWC Ventures. Previous investors, including MDI Growth (ARISE, Centauri, and MDI) and Go-Ventures participated in this round, along with new investors, BRI Ventures, and Mandiri Capital Indonesia.

In addition, Agriaku added the list of strategic investors, such as Gentree Fund, K3 Ventures, and public company Thai Wah, which will help the company’s international expansion in the future. Alto Partners, InnoVen Capital, and Mercy Corps Social Ventures Fund also participated in the latest round.

On the same occasion, Agriaku also welcomed two new figures in its leadership ranks, Abraham Seodjito (CSO) and Valmik Mirani (CCO). Abraham previously worked at Traveloka Thailand as Chief Product Officer of Financial Services. Meanwhile, Mirani is Assistant Vice President at Paytm and Vice President for Marketplace Strategy Office at Tokopedia. These two leaders will strengthen technology-based solutions and operational performance at Agriaku.

In an official statement, some Agriaku investors also have a statement. Alpha JWC Ventures’ partner, Eko Kurniadi said that agriculture is one of the biggest contributors to the Indonesian economy, but this sector still faces many inefficiencies, including in the supply chain.

Agriaku is best positioned to empower Toko Tani by securing a consistent supply of agricultural tools at transparent prices, expanding its supplier network, and providing the necessary financing to grow its business. “We are happy to collaborate and be a part of Agriaku’s journey,” he said, Monday (11/7).

ARISE’s Partner, Aldi Adrian Hartanto added, “It was an honor to witness the extraordinary execution by the Agriaku team from day one. We are proud to continue to support the team for the third time and beyond to empower more Toko Tani and other agricultural stakeholders across the archipelago.”

Agriaku product

Source Agriaku

Agriaku was founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in May 2021. This startup aims to increase farmers’ productivity and income backed by technology. This is because the agricultural sector in this country contributes 13.7% of GDP 2020. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with an unorganized value chain.

“The fragmented upstream agriculture industry makes it difficult for farmers, suppliers, and retailers to get what they need on time, resulting in frequent supply and price volatility. In addition, they also have problems with low manual work efficiency, inadequate logistics services, and limited access to financing,” Agriaku’s Co-founder and President, Irvan Kolonas said.

In overcoming these problems, Agriaku provides a B2B marketplace platform, connecting producers and suppliers so that they can provide farming tools directly to retailers (Toko Tani) at competitive prices. Furthermore, Toko Tani will distribute the products directly to farmers. Agriaku has two applications, Agria Aku Mitra App (to serve Farmers’ Shops) and Agriaku Seller Web (for suppliers).

It is said that Agriaku is now available in more than 500 cities in Java, Sumatra, and Sulawesi. The company is to expand services, establishing its position as a provider of comprehensive agribusiness solutions. The fresh funds will be used to expand Toko Tani’s network and its distributors, also the product and technology team, therefore, they can continue to innovate.

Irvan said AgriAku will focus on optimizing the economic unit and expanding revenue with innovation through value-added services, including logistics and financing to distributors and manufacturers to help them grow operationally with the AgriAKU platform. “We will strengthen market penetration by expanding toko tani and distributor networks, as well as business expansion to provide agricultural products.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Pertanian Agriaku Peroleh Pendanaan Seri A 520 Miliar Rupiah

Startup agritech Agriaku mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $35 juta (sekitar 520 miliar Rupiah) dipimpin Alpha JWC Ventures. Investor sebelumnya, yakni MDI Growth (ARISE, Centauri, dan MDI) dan Go-Ventures berpartisipasi dalam putaran ini, bersama investor baru, BRI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia.

Tak hanya itu, Agriaku turut menambah kehadiran investor strategis, seperti Gentree Fund, K3 Ventures, dan perusahaan publik Thai Wah, yang ke depannya akan membantu ekspansi internasional perusahaan. Alto Partners, InnoVen Capital, dan Mercy Corps Social Ventures Fund turut serta dalam putaran terkini.

Pada saat yang bersamaan, Agriaku juga menyambut dua sosok baru dalam jajaran kepemimpinannya yakni Abraham Seodjito (CSO) dan Valmik Mirani (CCO). Abraham sebelumnya bekerja di Traveloka Thailand sebagai Chief Product Officer Financial Services. Sementara Mirani adalah Assistant Vice President di Paytm dan Vice President untuk Marketplace Strategy Office di Tokopedia. Kedua sosok ini akan memperkuat solusi berbasis teknologi dan kinerja operasional di Agriaku.

Dalam keterangan resmi, sejumlah investor Agriaku turut memberikan pernyataannya. Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menyampaikan, pertanian adalah salah satu kontributor terbesar perekonomian Indonesia, namun sektor ini masih menghadapi banyak inefisiensi, termasuk di rantai pasoknya.

Agriaku memiliki posisi terbaik untuk memberdayakan Toko Tani dengan mengamankan pasokan alat pertanian secara konsisten dengan harga yang transparan, memperluas jaringan pemasok mereka, dan menyediakan pembiayaan yang diperlukan untuk mengembangkan usaha mereka. “Kami senang dapat bermitra dan menjadi bagian dari perjalanan Agriaku,” ucapnya, Senin (11/7).

Partner ARISE Aldi Adrian Hartanto menambahkan, “Merupakan suatu kehormatan untuk menyaksikan eksekusi yang luar biasa oleh tim Agriaku sejak hari pertama. Kami bangga dapat terus mendukung tim untuk ketiga kalinya dan seterusnya untuk memberdayakan lebih banyak Toko Tani dan pemangku kepentingan pertanian lainnya di seluruh nusantara.”

Produk Agriaku

Sumber: AgriAku

Agriaku didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko pada Mei 2021. Startup ini memiliki misi ingin meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dengan bantuan teknologi. Pasalnya, sektor pertanian di negara ini kontribusinya sebesar 13,7% dari PDB 2020. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang tidak terorganisir.

“Industri hulu pertanian yang terfragmentasi mempersulit petani, pemasok, dan pengecer untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan tepat waktu yang mengakibatkan seringnya terjadi ketidakstabilan pasokan dan harga. Selain itu, mereka juga menghadapi masalah rendahnya efisiensi kerja manual, layanan logistik yang tidak memadai, serta terbatasnya akses pembiayaan,” ucap Co-founder dan President Agriaku Irvan Kolonas.

Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, Agriaku menyediakan platform B2B marketplace, menghubungkan produsen dan pemasok agar dapat menyediakan langsung alat tani ke pengecer (Toko Tani) dengan harga kompetitif. Kemudian Toko Tani akan mendistribusikan langsung produk ke para petani di lapangan. Agriaku memiliki dua aplikasi, yaitu AgriaAku Mitra App (untuk melayani Toko Tani) dan AgriAku Seller Web (untuk supplier).

Diklaim, Agriaku kini telah hadir di lebih dari 500 kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Perusahaan akan menambah layanannya, menjadikan posisinya sebagai penyedia solusi agribisnis yang komprehensif. Dana segar yang diperoleh juga akan dimanfaatkan untuk perluas jaringan Toko Tani dan distributornya, memperluas tim produk dan teknologi agar dapat terus berinovasi.

Menurut Irvan, AgriAku akan fokus pada optimalisasi unit ekonomi dan memperluas pendapatan dengan berinovasi dalam menawarkan layanan-layanan yang bernilai tambah, seperti logistik dan pembiayaan kepada para distributor dan produsen untuk membantu mereka berkembang dari segi operasional dengan platform AgriAku. “Kami juga akan memperkuat penetrasi pasar di perluasan toko tani dan jaringan distributor, serta ekspansi bisnis seperti penyediaan hasil pertanian.”

Application Information Will Show Up Here

“Indonesia Impact Fund” Debut, Beri Pendanaan ke Cakap

Setelah menerima pendanaan tahapan seri B tahun 2021 lalu senilai $10 juta (lebih dari Rp140 miliar Rupiah), platform edutech Cakap kembali mengantongi pendanaan tahapan lanjutan dari Indonesia Impact Fund (IIF). IIF resmi mengumumkan penutupan pertama untuk dana kelolaannya yang telah berlangsung di awal kuartal keempat 2021.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima oleh Cakap kali ini. Dana segar ini selanjutnya akan dimanfaatkan oleh Cakap untuk memperkuat tujuan ekspansi perusahaan dalam upaya meningkatkan akses terhadap pendidikan berkualitas tinggi di tanah air secara menyeluruh, terutama wilayah di luar kota-kota besar.

“Kami bangga menyambut investasi dan kerja sama baru dengan Indonesia Impact Fund bersama Mandiri Capital Indonesia dan UNDP,” kata Co-founder & CEO Cakap Tomy Yunus.

Dana kelolaan berbasis nilai ESG

Dikelola oleh Mandiri Capital Indonesia, IIF merupakan dana kelolaan social impact swasta pertama di Indonesia yang berbasis pada nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) dengan tujuan menciptakan kerja sama antar sektor publik dan swasta di dalam industri modal ventura. Dana kelolaan ini diikuti oleh sejumlah family offices, institusi swasta, serta bekerja sama dengan UNDP (United Nations Development Programme) dalam implementasi dan pengukuran dampak yang tepat dengan portofolio perusahaan.

“Kami percaya dengan inisiatif baru ini, IIF akan berperan sebagai katalisator di industri modal ventura dan pengelola pendanaan di Indonesia terhadap dampak sosial dan investasi berkelanjutan. IIF tidak hanya akan membawa keuntungan finansial namun juga menciptakan dampak pada masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ungkap CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro.

Mandiri Capital telah menunjuk Joshua Agusta, Direktur Pendanaan Ventura, untuk menjadi Fund Manager dan Partner di IIF. Pendanaan pertamanya dijalankan bersama Cakap, salah satu platform edukasi teknologi nonformal terbesar di Indonesia.

“Edukasi nonformal merupakan pasar dengan potensi besar yang belum sepenuhnya tergarap di Indonesia. Kami percaya dengan berinvestasi kepada perusahaan seperti Cakap, pendanaan kami akan berkontribusi menjembatani kesenjangan masyarakat Indonesia dalam kemampuan berbahasa asing dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang,” kata Joshua.

Menambah layanan dan fitur

Cakap mengembangkan aplikasi pembelajaran online dengan interaksi dua arah antara siswa dan guru melalui panggilan video dan percakapan teks. Konsep ini memungkinkan interaksi pembelajaran dua arah untuk pembelajaran life skill di seluruh Asia Pasifik. ​

Akhir tahun 2021 lalu Cakap telah meluncurkan Teacher Academy. Layanan tersebut berisi program pelatihan mengajar melalui platform online, dimulai untuk guru bahasa Inggris. Di dalamnya merangkum teknik mengajar komunikatif dan pemanfaatan teknologi. Solusi pembelajaran yang disediakan oleh Cakap memungkinkan personalisasi.

Selain layanan pembelajaran yang sudah ada, Cakap UpSkill juga diklaim mendapatkan respons baik dari masyarakat untuk mengurangi gap of competency di angkatan kerja Indonesia. Tercatat sudah lebih dari 100 ribu alumni dihasilkan dari program pelatihan yang menyasar beragam profesi mulai dari digital marketer, engineers, SMEs owner, sampai tenaga pariwisata.

“Kami masih akan fokus untuk memberikan dampak sosial bagi masyarakat di Indonesia lewat solusi-solusi yang sudah luncurkan sebelumnya, mulai dari pembelajaran bahasa lewat Cakap Language, peningkatan kemampuan di bidang vokasi lewat Cakap UpSkill, maupun program pemberdayaan pengajar lewat Cakap Teacher Academy,” kata Tomy.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Lanjutkan Tesis Investasi “Beyond Fintech”, Siap Danai Empat Startup Baru Tahun Ini

Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengungkapkan akan menyuntik tiga hingga empat startup baru yang bergerak di sektor fintech dan fintech enabler sepanjang tahun 2022 ini. MCI akan masuk dengan nominal mulai dari Rp100 miliar ke atas ke tahapan investasi yang lebih beragam dari tahap awal hingga seri C, melalui fund yang berbeda-beda di bawah naungan MCI.

Vertikal startup yang diincar “beyond fintech”, mulai dari corporate enabler, SME enabler, wealthtech, earned wage access (EWA), logistic tech, dan edutech. Kepada DailySocial.id, Direktur Utama MCI Eddi Danusaputro mengatakan strategi tesis MCI dalam berinvestasi itu bergantung pada fund yang dikelola. Bila fund tersebut datang dari Mandiri Group, sudah tentu harus berkaitan dengan mandat grup, yakni mendorong inisiatif transformasi dan dampak positif bagi Mandiri Group melalui optimalisasi sinergi.

“Kami selalu mencari apa kebutuhan dari grup, seperti itu tesisnya. Baru kemudian mencari startup-startupnya. Dana dari Mandiri juga terus bergulir, terkadang bisa untuk dua tahun, atau ada setahun dua kali, itu semua kembali lagi dari kebutuhannya,” kata Eddi.

Menurut dia, sejauh ini MCI baru mengelola dua fund aktif. Pertama, fund yang dananya bersumber dari Mandiri Group. Kedua, Indonesia Impact Fund (IIF) yang menitikberatkan pada startup yang menciptakan dampak lingkungan dan sosial merujuk pada lima tujuan dalam SDG (sustainable development goals). Untuk IIF sejauh ini telah menyuntik satu startup dengan detail dirahasiakan.

Eddi juga mengonfirmasi bahwa fund baru yang menargetkan pada LP di luar Mandiri Group masih berlangsung sampai sekarang. Dia beralasan mandegnya rencana tersebut disebabkan oleh pandemi Covid-19. Awalnya, rencana tersebut sudah dibentuk sejak 2019 dengan target dana sebesar $100 juta. MCI sudah melakukan roadshow ke Jepang dan Korea Selatan untuk proses penggalangan dananya.

Tahun 2021

Sepanjang tahun lalu, MCI berpartisipasi dalam tujuh pendanaan, terdiri atas tiga investasi baru dan empat investasi follow-on. Bila dirinci sebagai berikut, I) investasi baru untuk Bukalapak, dalam pendanaan Pra-IPO dengan nominal dirahasiakan; II) AyoConnect untuk pendanaan pra-seri B dengan jumlah total sekitar Rp143 miliar; III) startup insurtech pada pertengahan Desember 2021.

Sementara, untuk investasi follow-on, terdapat investasi ke Amartha dengan jumlah total lebih dari Rp510 miliar; V) iSeller untuk pendanaan pra-seri B dengan total suntikan dana Rp120 miliar; VI) Crowdee untuk pendanaan seri B, dan VII) PrivyID untuk pendanaan seri B dengan nilai lebih dari Rp251 miliar.

Menjelang akhir tahun lalu, MCI bersama empat CVC BUMN lainnya dilibatkan oleh pemerintah untuk mendukung Merah Putih Fund (Dana Ventura Merah Putih atau MPF). MPF adalah sebuah inisiatif dari Kementerian BUMN sebagai dana kelolaan yang bertujuan untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn.

Dalam fase pertama, MPF akan menutup dana kelolaan sebesar $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah yang didukung lima BUMN. Sejauh ini MPF belum beroperasi, baru diumumkan secara resmi oleh Presiden. Lima CVC BUMN yang terlibat dalam awal pembentukan dana kelolaan ini, termasuk MCI, masing-masing akan mengirimkan perwakilan untuk ditempatkan sebagai ‘Co-Fund Manager.’

Target investasi yang dibidik adalah tahap lanjutan untuk startup yang masuk status soonicorn/centaur.

Several Findings on the Merah Putih Fund

The government recently announced the “Akselerasi Generasi Digital”, a collaborative movement to support the acceleration of digital potential, innovation, and startup development in Indonesia. There are three main programs, including the Merah Putih Fund, Indonesia Digital Tribe, and Microcredential.

Indonesia Digital Tribe is a ‘skill and mindset’ educational program that aims to produce the next generation of founders. Also, it is to fulfill talent requirements in the rapidly growing local tech industry. Meanwhile, Microcredential is an internship program for a hands-on experience in tech companies – synergizing with the Kampus Merdeka program initiated by the Ministry of Education and Culture.

The Merah Putih Fund is an initiative of the Ministry of SOEs to accelerate local startups with great potential to become unicorns. It will be focused on capital provision and business collaboration to generate synergies in various industrial sectors.

In order to find out more about this fund, we had the opportunity to speak with Mandiri Capital Indonesia‘s CEO, Eddi Danusaputro, who is also a committee member of the Merah Putih Fund.

First managed fund

In its first phase, the Merah Putih Fund (MPF) is to close $300 million or equivalent to 4.3 trillion Rupiah managed fund; supported by five SOEs including Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, and Bank Negara Indonesia. In the second phase, Eddi said MPF will invite other SOEs to participate – as well as several Indonesian based private companies, including the Indonesia Investment Authority (INA).

“I think MPF will focus on local companies and yet to raise funds from foreign [LPs or companies],” Eddi said.

Currently, the MPF is yet to run full operation, the President has just officially announced it. Once it started, this investment unit will be led by representatives from 5 CVCs who were involved in the initial formation, including Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Telkomsel Mitra Innovation, BRI Ventures, and BNI. Each will assign a representative to become a ‘Co-Fund Manager’.

Investment category

Eddi said that there was no quantity objective for startups of the first managed fund, the focus was on the quality of startups. In the aim to deliver new unicorns, MPF will focus on providing advanced funding, particularly for centaur or soonicorn startups – valued at over $100 million.

There are 3 main requirements for startups to receive MPF funding. First, the majority of founders are Indonesian citizens. Second, the company’s operation [can be defined as the head office and main base] is in Indonesia. And third, planning a roadmap to go public on the Indonesia Stock Exchange.

“Regarding the sector, we are not targeting a specific industry. In fact, any field of startups can be invested. However, they must fulfill the three conditions above,” Eddi added.

He also said, there is no certain amount of ticket size for the investment. It will depend a lot on the agreement and demand for each startup.

“It has been discussed from the beginning. Each of us operates CVC with a specific purpose. However, in terms of MPF, the resulting investment decisions are collective and based on the majority of votes, therefore, it will avoid conflicts of interest,” Eddi said.

Startup selection

Later, the team involved in MPF will be actively searching for potential startups and creating opportunities for founders to pitch. However, there is no specific plan can be announced at this moment.

According to DailySocial.id’s data, there are currently around 50 centaurs startups, some of which have valuation over $500 million – waiting for the last funding round to become unicorns.

The IDX go public roadmap will be highly emphasized. Eddi said, it is simply to create a healthy ecosystem – investment is used as a starting point, and exit through an IPO is the end point of an investment lifecycle.

“Several SOEs have CVCs and have its own ways, through the Merah Putih Fund, we unite the spirit and vision to create a digital economy and a healthy digital ecosystem in Indonesia,” Eddi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Hal-Hal yang Perlu Diketahui tentang Merah Putih Fund

Pemerintah mengumumkan inisiatif “Akselerasi Generasi Digital”, sebuah gerakan kolaboratif untuk mendukung percepatan potensi digital, inovasi, dan perkembangan startup di Indonesia. Di dalamnya terdapat tiga program utama, meliputi Merah Putih Fund, Indonesia Digital Tribe, dan Microcredential.

Indonesia Digital Tribe adalah sebuah program edukasi ‘skill and mindset’ bertujuan untuk melahirkan generasi founder selanjutnya. Selain itu ditujukan untuk mengisi kebutuhan talenta di industri teknologi lokal yang tengah berkembang pesat. Sementara Microcredential berbentuk program magang untuk mendapatkan pengalaman langsung di perusahaan teknologi – bersinergi dengan program Kampus Merdeka yang diinisiasi Kemendikbudristek.

Merah Putih Fund sendiri merupakan inisiatif Kementerian BUMN untuk mengakselerasi startup lokal yang berpotensi menjadi unicorn. Pemberian modal dan kolaborasi bisnis akan menjadi fokus, untuk menghasilkan sinergi di berbagai sektor industri.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang fund ini, kami berkesempatan berbincang dengan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro, yang juga menjadi salah satu komite di Merah Putih Fund.

Dana kelolaan tahap pertama

Dalam fase pertamanya, Merah Putih Fund (MPF) akan menutup dana kelolaan $300 juta atau setara 4,3 triliun Rupiah; didukung lima BUMN meliputi Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia. Menurut pemaparan Eddi, nantinya di tahap kedua MPF akan mengajak BUMN lain untuk berpartisipasi – juga beberapa perusahaan swasta berbasis di Indonesia, termasuk melibatkan Indonesia Investment Authority (INA).

“Saya rasa MPF akan fokus ke perusahaan lokal, belum akan menghimpun dana dari [LP atau perusahaan] luar negeri,” ujar Eddi.

Saat ini MPF belum sepenuhnya beroperasi, baru diumumkan secara resmi oleh Presiden. Ketika nantinya sudah mulai bekerja, unit investasi ini akan dinakhodai oleh perwakilan dari 5 CVC yang terlibat di awal pembentukan dana kelolaan ini, termasuk dari Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, dan BNI. Masing-masing akan mengirimkan perwakilan untuk menjadi ‘Co-Fund Manager’.

Kriteria startup yang diinvestasi

Eddi menyampaikan, tidak ada target kuantitas startup dari dana kelolaan pertama yang dibukukan, fokusnya ke kualitas startup. Dengan tujuan untuk menghadirkan unicorn baru, MPF akan fokus memberikan pendanaan tahap lanjut, khususnya untuk startup centaur atau soonicorn – yang disyaratkan MPF ini di atas $200 juta.

Ada 3 kriteria utama yang akan disyaratkan terhadap startup yang dapat menerima pendanaan MPF. Pertama, mayoritas founder merupakan Warga Negara Indonesia. Kedua, operasional perusahaan [bisa diartikan sebagai kantor pusat dan basis utama] di Indonesia. Dan ketiga, memiliki roadmap untuk melakukan go-public di Bursa Efek Indonesia.

“Terkait sektor, kami tidak menargetkan industri tertentu. Semua bidang startup pada dasarnya bisa didanai melalui fund ini. Namun tiga syarat di atas harus dipenuhi,” imbuh Eddi.

Ia melanjutkan, tidak ada ticket size definitif untuk setiap pendanaan yang nantinya diberikan. Besar-kecilnya akan banyak menyesuaikan dengan kesepakatan dan kebutuhan dari masing-masing startup yang diinvestasi.

“Ini juga sudah didiskusikan sejak awal. Masing-masing dari kami mengoperasikan CVC dengan tujuan tertentu. Namun untuk MPF ini keputusan investasi yang dihasilkan bersifat kolektif dan didasarkan pada suara terbanyak, jadi akan menghindari conflict of interest,” lanjut Eddi.

Proses seleksi startup

Nantinya tim yang terlibat di MPF akan secara aktif, baik melakukan pencarian startup potensial maupun membuka kesempatan bagi founder yang sesuai kriteria untuk melakukan pitching. Kendati demikian belum ada rencana aktivitas spesifik yang bisa dibagikan saat ini.

Jika melihat data, menurut catatan DailySocial.id saat ini ada sekitar 50 startup centaurs, beberapa di antaranya sudah bervaluasi di atas $500 juta – tinggal menunggu funding round terakhir untuk menjadi unicorn.

Soal roadmap untuk melantai di BEI ini juga menjadi aspek yang akan sangat ditekankan. Menurut Eddi hal ini dilakukan untuk menciptakan ekosistem yang sehat – investasi dijadikan sebagai sebuah titik awal, dan exit melalui IPO menjadi titik akhir dari sebuah lifecycle investasi.

“Beberapa BUMN punya CVC dan jalan sendiri-sendiri, lewat Merah Putih Fund kami menyatukan semangat dan visi untuk mewujudkan ekonomi digital dan ekosistem digital yang sehat di Indonesia,” terang Eddi.

Mandiri Capital Indonesia Channels Follow on Funding to Crowde’s Series B

The CVC backed by Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI) channels follow on funding to Crowde’s Series B. Based on the sources, the latest round of this agriculture fintech lending startup also involves Monk’s Hill Ventures.

Another thing, this funding also involves the business unit of Gunung Sewu Group conglomerate, PT Great Giant Pineapple (GGP), which is a subsidiary of Great Giant Foods (GGF). In general note, GGP is the largest pineapple canner producer in the world which has exported more than 15,000 containers to 60 countries.

This funding news has been confirmed by MCI’s CEO, Eddi Danusaputro. “It is true, we are doing follow on series B funding to Crowde,” he said through a short message to DailySocial.id.

According to the data submitted to regulators, the company has raised fresh funds of $9 million or around 127.2 billion Rupiah in the ongoing round.

Previously, MCI had participated by leading Crowde’s pre-series A funding of $1 million or around 14 billion Rupiah in 2019. At the same time, Bank Mandiri also participated as an institutional lenderThrough Crowde amounting to 100 billion Rupiah.

Currently, Crowde has disbursed loans ranging from IDR 8 million to IDR 2 billion with an interest rate of 6%-18%. Crowde also recorded 97.89% TKB90. In addition to Bank Mandiri, Crowde has also collaborated with other institutional lenders, such as Bank BJB, BPR Supra, and Saison Indonesia to strengthen its credit distribution structure.

High potential yet hazardous

In the DSResearch report with Crowde entitled “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, the aquaculture sector is included in the business sector with a fairly high risk. This is due to business development in this sector is hindered by a number of obstacles, such as access to capital, financial literacy, and the ability and knowledge of farmers to cultivate.

Capital distribution in agriculture, forestry, and fishery / DSResearch and Crowde

According to reports, the educational background and low financial literacy of the farmers are one of the inhibiting factors for cultivation. Crowde stated that 78% of active household farmers in Indonesia do not meet bank capital requirements.

In addition, internet penetration among farmers is quite low. Based on BPS data in 2018, only 4.5 million farmers were connected to the internet out of a total of 27 million business players in agriculture.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian