Rey Assurance Hadirkan Layanan Insurtech yang Terintegrasi dengan Wellness

Platform insurtech Rey Assurance mendapatkan pendanaan pre-seed sebesar $1 juta atau 14,2 miliar Rupiah dari Trans-Pacific Technology Fund. Pendanaan ini akan digunakan untuk mengoptimalkan produk dan layanan yang dijajakan.

Sebagaimana dilaporkan Techcrunch, mereka mengklaim sebagai platform penyedia asuransi jiwa dan kesehatan pertama yang terintegrasi dengan ekosistem kesehatan dan wellness. Beberapa layanannya antara lain pemeriksaan gejala mandiri, telekonsultasi, pemesanan dan pengiriman obat, serta fitur kebugaran.

Beberapa keunggulan yang ditawarkan adalah Rey bermitra perusahaan asuransi untuk membuat polis kepemilikan alih-alih melakukan underwriting sendiri. Rey juga menawarkan proses onboarding cepat yang dapat dilakukan sepenuhnya melalui online dalam kurun waktu 5 menit. Demikian juga dengan penanganan klaim.

Rey Assurance didirikan oleh Evan Tanotogono dan Bobby Siagian. Evan yang kini menjabat sebagai CEO sebelumnya berkarir di Sequis Life dan Tokopedia. Sementara Bobby yang menduduki posisi CTO juga pernah bekerja di Tokopedia, Mbiz, dan Bizzy.

Pendekatan baru dengan model langganan

Dihubungi secara terpisah, Co-founder & CEO Rey Assurance Evan Tanotogono mengatakan, pihaknya berupaya menyederhanakan produk asuransi yang selama ini ada di pasaran dengan pendekatan baru, yakni model berlangganan (subscription). Menurutnya, isu-isu pelik di industri asuransi sudah mengakar, terlebih penetrasinya masih rendah dan sulit tumbuh signifikan.

Maka itu, model berlangganan diyakini dapat mengubah mindset masyarakat dalam membeli produk asuransi. Mindset yang ingin diciptakan adalah membeli sebuah produk sebagai bagian dari ekosistem besar di mana Rey memiliki akses ke ekosistem tersebut.

“Yang kami lakukan sebetulnya mengubah konsep dari ‘product that is just a policy‘ menjadi ‘product that takes care of you‘. Kami pikir perlu melakukan pendekatan berbeda, dan orang tidak mungkin memiliki ekspektasi hasil berbeda kalau hanya melakukan hal yang sama,” ujar Evan kepada DailySocial.id.

Menurutnya, dengan mengintegrasikan ke layanan kesehatan dan wellness, masyarakat seharusnya tidak perlu berpikir bahwa asuransi menjadi “produk yang jangan sampai dipakai” melainkan sebagai sebuah perjalanan transformasi menjadi manusia yang lebih baik.

Saat ini, Rey baru menawarkan tiga opsi langganan, yaitu di harga Rp69 ribu/bulan, Rp89 ribu/bulan, dan Rp99 ribu/bulan yang di dalamnya sudah termasuk bundle layanan rawat jalan, telekonsultasi, pengecekan gejala, dan asuransi.

Mengingat timnya masih mengembangkan produk secara minimum viable product (MVP), Evan menyebut saat ini baru tersedia tiga layanan di aplikasi Rey, yakni Cek Gejala, Chat Dokter, dam Pesan Obat. Sementara, pembelian asuransi baru tersedia di platform web.

“Produk asuransi kami sudah punya dua mitra saat ini yang pakai existing produk untuk MVP. Meanwhile we are designing our own proprietary designs soon,” tambahnya.

Penetrasi asuransi dan kebangkitan insurtech

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya tren pertumbuhan positif pada kinerja industri asuransi di situasi pandemi Covid-19 ini. Mengutip Bisnis.com, penetrasi asuransi di Indonesia pada semester I 2021 memang masih relatif stagnan, akan tetapi meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Pada 2019, penetrasi asuransi tercatat hanya 2,81%, lalu naik menjadi 2,92% di 2020. Kemudian, angka tersebut tumbuh menjadi 3,11% pada Juni 2021 yang menunjukkan sinyal pertumbuhan positif bagi industri asuransi Indonesia.

Berdasarkan Insurtech Ecosystem in Indonesia Report oleh DSInnovate, penetrasi asuransi dinilai masih sangat rendah akibat kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap produk asuransi beserta manfaatnya. Maka itu, kolaborasi asuransi dan teknologi dinilai dapat meningkatkan awareness dan membuka akses produk di kalangan masyarakat.

Elemen kunci pada adopsi insurtech / DSResearch
Elemen kunci pada adopsi insurtech / DSInnovate

Dari sisi bisnis, platform digital juga dibutuhkan untuk menjembatani kegiatan distribusi guna mengurangi biaya operasional di lapangan melalui sinergi antara perusahaan asuransi, insurtech, dan platform digital.

Application Information Will Show Up Here

Platform Manajemen Kendaraan Logistik “McEasy” Kantongi Pendanaan Awal dari East Ventures

Startup SaaS manajemen dan pelacakan kendaraan logistik McEasy mengumumkan pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta (sekitar 22 miliar Rupiah) dari East Ventures. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun teknologi logistik, merekrut tim pemasaran dan penjualan guna menjangkau lebih banyak pengguna.

“Sistem pelacakan pintar memang bukan hal baru di dunia otomotif dan industri, namun kami tahu bagaimana cara mengintegrasikan hardware yang ada, mulai dari sensor hingga GPS, dengan platform kami untuk menjadi solusi tepat. Dengan rencana bisnis yang telah dirancang, kami percaya bahwa dana dari investor akan mendorong pertumbuhan perusahaan secara eksponensial,” kata Co-Founder McEasy Raymond Sutjiono dalam keterangan resmi, Selasa (14/9).

Partner East Ventures Melisa Irene menambahkan, pada masa ini penerapan solusi teknologi untuk mendorong peningkatan efisiensi manajemen aset dan mencapai kepuasan pelanggan merupakan kunci utama dalam memenangkan kompetisi di industri logistik.

“McEasy telah berhasil memberikan solusi dan produk yang cocok dengan berbagai pemain dalam industri logistik Indonesia untuk membantu mereka mengidentifikasi potensi pasar logistik yang tengah berkembang saat ini hingga pasca pandemi. Kami senang bisa menyambut McEasy ke dalam ekosistem East Ventures,” ujarnya.

Tim McEasy / McEasy

Momentum pertumbuhan industri

Startup ini didirikan sejak 2017 oleh Raymond Sutjiono dan Hendrik Ekowaluyo. Keduanya memiliki pengalaman bekerja di Ford. Hendrik di bagian perancangan struktural dan manajemen program dalam mobil, sementara Raymond ahli dalam tata elektronik mesin, kontrol sistem, hingga handling data kendaraan.

Keduanya merintis McEasy sebagai katalis digitalisasi pada industri logistik dan transportasi B2B. Selama ini, manajemen transportasi logistik di Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan. Di antaranya, terbatasnya integrasi dari satu pihak ke pihak lain, padahal masih berada di rantai pasok yang sama.

Berikutnya, proses operasional usaha cenderung mengandalkan cara-cara manual dengan administrasi yang rumit, sehingga proses digitalisasi belum berjalan mulus; dan sistem automasi dan optimasi untuk menyederhanakan operasional logistik yang juga belum maksimal.

Menurut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), potensi pertumbuhan bisnis industri logistik Indonesia dari tahun ke tahun berkisar sekitar 40 triliun Rupiah ($2.8 billion). Berdasarkan analisis Redseer, industri ini telah mengalami pertumbuhan sampai 100% selama pandemi.

Solusi yang ditawarkan

McEasy memberikan dua solusi, yakni Vehicle Smart Management System (VSMS) dan Transportation Management System (TMS) & Smart Driver Apps. VSMS merupakan solusi digital berbasis smart tracker untuk membantu operasional logistik dan pelacakan lokasi kendaraan secara real-time.

Sementara itu, TMS merupakan SaaS untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan optimasi proses pengiriman barang terpadu. Melalui integrasi dalam Smart Driver Apps, pelanggan McEasy dapat melacak posisi kendaraan dan seluruh biaya operasional secara transparan, tanpa perlu repot untuk memeriksanya secara manual.

Kedua solusi ini dapat digunakan oleh para pelaku bisnis logistik, mulai dari perusahaan manufaktur & distribusi hingga perusahaan brand besar yang telah memiliki armada sendiri ataupun terintegrasi dengan vendor-vendor penyedia jasa logistik.

Co-Founder McEasy Hendrik Ekowaluyo menambahkan, kekuatan utama layanannya terletak pada platform yang fleksibel, menjadi solusi setiap kebutuhan pelanggan. Berbeda dari penyedia software lain, biasanya akan mendalami problem utama klien, lalu memaparkan cara menggunakan elemen-elemen pada platform kami untuk mengatasi masalah tersebut.

“Misalnya, perusahaan logistik A memiliki masalah X, maka kami akan mencari pengaturan paling optimal pada platform dan memandu klien menggunakan pengaturan tersebut sebagai solusi. Secara scalability, konsep bisnis ini jauh lebih sustainable karena kita tinggal mengulik fitur-fitur dalam platform tanpa harus membuat software yang berbeda setiap saat,” kata dia.

McEasy menggunakan model bisnis berbasis langganan (subscription) dan memberikan solusi yang dapat disesuaikan dengan skala bisnis pelanggan, seperti 3PL, 4PL, distributor, atau pemilik brand. Hingga saat ini, wilayah yang terjangkau oleh solusi digital McEasy meliputi Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, serta Sulawesi.

Portfolio pelanggannya mencakup berbagai industri dan ukuran usaha, misalnya MGM Bosco untuk sektor rantai pasok dingin (cold-chain), Rosalia Indah Group untuk sektor transportasi publik, serta RPX dan FeDex Indonesia untuk sektor logistik last-mile di Indonesia.

Sejak pandemi, bisnis McEasy turut terdongkrak berkat transformasi digital di industri logistik. Jumlah pelanggannya telah tumbuh 10 kali lipat. Perusahaan menargetkan pada kuartal terakhir tahun ini dapat meningkatkan total kendaraan yang terintegrasi dengan sistem menjadi dua kali lipat, serta membantu digitalisasi sistem transportasi untuk pelanggan perusahaan.

Sementara itu pada tahun berikutnya, perusahaan akan meningkatkan targetnya untuk mencapai pertumbuhan minimal empat kali lipat dari 2021. Ambisi McEasy adalah membuat ekosistem terintegrasi yang memudahkan para stakeholder mengoptimasi semua proses logistik dan rantai pasok.

Tren pendanaan startup logistik

Dalam mendukung ekonomi digital, industri logistik masih memiliki banyak friksi di dalam proses bisnisnya. Kesempatan tersebut mendorong pemain startup untuk terjun yang membutuhkan banyak investasi dalam mengembangkan teknologinya.

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta. Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020
Application Information Will Show Up Here

From Social Commerce to Online Grocery, Pasarnow Scored 47 Billion Rupiah Seed Funding

Starting from a social commerce platform, startup Jamannow has established the online grocery service “Pasarnow”. This business model shifting (pivot) was welcomed by investors with the announcement of a seed funding of $3.3 million or equivalent to 47 billion Rupiah. This round was led by East Ventures with the participation of SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and several angel investors.

The startup was founded in 2019 by James Rijanto, Donald Wono, and Cindy Ozzie. Its currently focus on simplifying the supply chain in the fresh grocery sector and offering quality fresh food products to customers through a multi-channel platform. The multi-channel approach allows them to embrace the B2B and B2C sectors at the same time. Each channel offers different prices, promotions, and key features to meet specific customer needs.

“Ensuring the freshness of products when they arrive at customers is a big challenge for businesses in the fresh food sector. Food products such as fruits, vegetables, and frozen meats are perishable, therefore, requiring fast delivery with well-controlled temperatures, and ultimately causing high logistics costs,” Pasarnow’s Co-founder & CEO, James Rijanto said.

“That’s why Pasarnow is investing heavily in technology and operational infrastructure to solve this problem. Moreover, Pasarnow’s multi-channel platform helps us achieve faster economies of scale and create greater efficiencies in our operations,” he added.

In the process, the operating system on the backend collects order history to generate market demand predictions, therefore, more than 1,000 partner farmers and suppliers can better plan and optimize their harvest schedules. That way, they can offer customers high quality and fresh ingredients at the best prices and minimize the amount of wasted fresh ingredients.

Currently, Pasarnow operates in Greater Jakarta and Bandung with more than 100 employees and 200 daily workers and driver partners.

Pasarnow will use the fresh funds to expand into new cities, recruit talent, improve its data and technology infrastructure and build micro warehouses, Frontline Mini Hubs (FMH). In order to complement the 10 hubs that are currently availbale across Jabodetabek, FMH will be built in densely populated areas and equipped with special storage devices for fresh and frozen foodstuffs.

Online grocery investment keeps pouring

On the same day (07/9), another online grocery startup, Segari, also announced funding in the Series A round, led by a venture arm owned by Gojek. This adds to the long list of startups in related fields receiving funding since the pandemic. Based on DailySocial.id’s data, since Q2 2020 [the early period of the pandemic] until now, there have been 10 investments, including:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Changes in consumer shopping behavior due to the pandemic pose new challenges in the grocery industry. Customers demand fresh and high-quality products every day amid complex grocery supply chains. Pasarnow is here to address these challenges by eliminating inefficiencies through a data-driven business model. With heavy growth since last year, we believe that the Pasarnow team can accelerate their operational capacity building and business development,” East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said.

It is said that the retail market value of foodstuffs in Indonesia was estimated to have reached $108 billion in 2019, but online grocery only contributed less than 1%. Under current conditions, the size of the online grocery market is expected to increase by around $13 billion by 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

East Ventures Leads Seed Funding for F&B Company “Legit Group”

The local F&B firm Legit Group announced $3 million seed funding (worth Rp43 billion) led by East Ventures with participation from AC Ventures. Legit Group will use the funds to launch two new brands focused on delivery services with marketing; and expand operations to 135 distribution points by the end of this year.

Legit Group is a multi-brand cloud kitchen conceptor and operator founded by Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, and Asrul Abraham Hendrata in early February 2021. Sumarno was previously the founder of Eatwell Group, the owner of a restaurant group network that operates the Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, and Eat and Eat.

Currently, Legit Group operates three brands, Pastaria, Sei’Tan and Juju Chikin which has 45 distribution points. They designed the business by utilizing delivery solutions generating big opportunity during this pandemic.

According to data compiled by Statista, Indonesia is the largest food delivery service market in Southeast Asia with a value of $3.7 billion and accounts for 31% of total deliveries in the region. This value is recorded to grow continuously by 32.5% every year.

In the midst of a pandemic situation, the majority of the global community experienced changes in their consumption behavior of F&B products. Consumer behavior that tends to reduce their intensity to eat and drink out (dine-in) has created great opportunities for F&B businesses that focus on delivery services.

Legit Group’s Co-Founder & CEO, Sumarno Ngadiman said, “The DNA of an F&B business that prioritizes delivery is very different from that of an offline or traditional restaurant business, which is why many traditional restaurants find it difficult to compete in the delivery service market.

“The key to the success of a F&B business that focuses on delivery services is being able to create high quality food that has consistent timeliness and remains optimal during delivery and at an affordable price, therefore, customers can make it a part of their daily habits.”

He believes that the trend of adopting food delivery services will continue until the pandemic is over. Legit Group’s sales have grown 9.5 times since its estabishment, and saw a 61% increase in revenue from June to July.

Legit Group has built strategic partnerships with Ismaya Group, Yummy Corp, and GK Hebat to accelerate expansion and drive business growth strategies. This position allows companies to use its existing infrastructure to rapidly expand operations without large upfront investments.

“This has allowed us to rapidly expand our coverage thereby lowering shipping costs for customers who order our products. We have been in the F&B business for more than 20 years and will use our experience to create the products that customers want while adhering to food handling standards. the best safety,” Sumarno added.

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana said, since the beginning of the pandemic the F&B sector has been significantly impacted due to restrictions on mobility and eating-in activities. They can no longer rely on traditional dine-in sales, they have to include online food delivery services, which is a necessary step to stay afloat.

“Despite being recently launched earlier this year, Legit Group has proven its ability to create unique and attractive F&B brands with impressive growth. Thanks to a very solid team with industry-leading experience for this achievement is,” he said.

East Ventures’ operating partner, David Fernando Audy added that Ismaya’s role in the F&B industry is unquestionable. Now the concept is being replicated through Legit Group by leveraging their kitchen and network infrastructure with various online initiatives and technology to deliver quality food with great taste and affordable prices.

“At the level of speed and economies of scale it will make Legit Group a great player in the on-demand food delivery business.”

Indonesia’s cloud kitchen industry

According to the e-Conomy SEA 2020 report, the transportation and food delivery industry will be worth $16 billion (GMV) by 2025, from $5 billion in 2020. The main engine of the digital economy in this country is still dominated by trade via e-commerce platforms which is projected to worth $83 billion.

The food delivery service ecosystem is also driven by the development of the cloud kitchen industry. In Indonesia, citing the Rise of Virtual Kitchen 2021 report published by Savills Research & Consultancy, the cloud kitchen model currently operating is targeting different consumers from restaurants in malls.

It is estimated that there are 70 cloud kitchen outlets operated by seven players in Jakarta. Ismaya Group, through one of its affiliates, Yummy Kitchen.

No Operator  Year of est. Location Minimum contract Kitchen size Price from Partner brands
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Tahap Awal Perusahaan F&B “Legit Group”

Perusahaan F&B lokal Legit Group mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $3 juta (senilai Rp43 miliar) yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari AC Ventures. Legit Group akan menggunakan dana tersebut untuk meluncurkan dua brand baru yang berfokus pada layanan pengiriman dengan pemasaran; serta memperluas operasional ke 135 titik distribusi hingga akhir tahun ini.

Legit Group adalah konseptor dan operator cloud kitchen multi-brand yang didirikan oleh Sumarno Ngadiman, Monica Evanti, dan Asrul Abraham Hendrata pada awal Februari 2021. Sumarno sebelumnya adalah founder Eatwell Group, pemilik jaringan grup restoran yang mengoperasikan brand Ta Wan, Ichiban Sushi, Warung Solo, dan Eat and Eat.

Saat ini, Legit Group mengoperasikan tiga brand, yakni Pastaria, Sei’Tan dan Juju Chikin yang telah tersebar di 45 titik distribusi. Mereka mendesain bisnisnya dengan memanfaatkan solusi pesan-antar yang tengah mendapatkan kesempatan besar sepanjang pandemi ini.

Menurut data yang dihimpun Statista, Indonesia adalah pasar layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara dengan nilai $3,7 miliar dan menyumbang 31% dari total pengiriman di kawasan ini. Nilai ini tercatat terus bertumbuh sebesar 32,5% setiap tahun.

Di tengah situasi pandemi, mayoritas masyarakat global mengalami perubahan perilaku konsumsi produk F&B. Perilaku konsumen yang cenderung mengurangi intensitas mereka untuk makan dan minum di luar (dine-in) telah menciptakan peluang besar bagi bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar.

Co-Founder & CEO Legit Group Sumarno Ngadiman mengatakan, DNA dari bisnis F&B yang mengutamakan pengiriman sangat berbeda dari bisnis restoran offline atau tradisional, itulah sebabnya banyak restoran tradisional kesulitan untuk bersaing di pasar layanan pesan-antar.

“Kunci sukses dari bisnis F&B yang berfokus pada layanan pesan-antar adalah mampu menciptakan makanan berkualitas tinggi yang memiliki ketepatan waktu konsisten serta tetap optimal selama pengiriman dan memiliki harga terjangkau sehingga pelanggan dapat menjadikannya sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari mereka.”

Pihaknya percaya tren adopsi layanan pesan-antar makanan akan tetap ada hingga pandemi usai. Penjualan Legit Group telah tumbuh 9,5 kali sejak awal berdiri, dan mengalami peningkatan pendapatan hingga 61% dari Juni hingga Juli saja.

Legit Group telah membangun kerja sama strategis dengan Ismaya Group, Yummy Corp, dan GK Hebat untuk mempercepat ekspansi dan mendorong strategi pertumbuhan bisnis. Posisi tersebut membuat perusahaan dapat menggunakan infrastruktur yang dimiliki untuk memperluas operasional dengan cepat tanpa investasi besar di awal.

“Hal ini memungkinkan kami untuk memperluas cakupan kami dengan cepat sehingga menurunkan biaya pengiriman untuk pelanggan yang memesan produk kami. Kami telah berkecimpung dalam bisnis F&B selama lebih dari 20 tahun dan akan menggunakan pengalaman kami untuk menciptakan produk yang diinginkan pelanggan dengan tetap menerapkan standar penanganan food safety terbaik,” imbuh Sumarno.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, sejak awal pandemi sektor F&B sangat terpukul karena pembatasan mobilitas dan kegiatan makan di tempat. Mereka tidak bisa lagi mengandalkan penjualan makan di tempat tradisional seperti sebelumnya, sekarang harus menyertakan layanan pengiriman makanan online, yang merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap bertahan.

“Meski baru diluncurkan awal tahun ini, Legit Group telah membuktikan kemampuannya dalam menciptakan brand F&B yang unik dan menarik dengan pertumbuhan yang mengesankan. Pencapaian tersebut berkat tim yang sangat solid dengan pengalaman industri terkemuka,” kata dia.

Operating Partner East Ventures David Fernando Audy menambahkan, kiprah Ismaya di industri F&B sudah tidak diragukan lagi. Sekarang konsep tersebut direplikasi melalui Legit Group dengan memanfaatkan dapur dan infrastruktur jaringan mereka dengan berbagai inisiatif online dan teknologi untuk menghadirkan makanan berkualitas dengan rasa yang enak dan harga terjangkau.

“Pada tingkat kecepatan dan skala ekonomis akan menjadikan Legit Group sebagai pemain yang hebat di industri pesan-antar makanan online (on-demand food delivery business).”

Industri cloud kitchen di Indonesia

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, industri transportasi dan pengiriman makanan bakal bernilai $16 miliar (secara GMV) pada 2025 mendatang, dari $5 miliar di 2020. Mesin utama ekonomi digital di negara ini masih didominasi oleh perdagangan lewat platform e-commerce yang diproyeksikan akan bernilai $83 miliar.

Dalam ekosistem layanan pesan-antar makanan, turut didorong oleh perkembangan industri cloud kitchen. Di Indonesia, mengutip dari laporan Rise of Virtual Kitchen 2021 yang diterbitkan Savills Research & Consultancy, model cloud kitchen yang beroperasi saat ini menyasar target konsumen yang berbeda dari restoran di mal.

Diestimasi ada 70 outlet cloud kitchen yang dioperasikan tujuh pemain di Jakarta. Ismaya Group, melalui salah satunya afiliasinya, Yummy Kitchen.

No Nama Operator Tahun berdiri Lokasi Minimum kontrak Ukuran dapur Harga sewa (mulai dari) Mitra brand
1 GrabKitchen 2018 45 outlet 1 tahun 10-20 m2 Bagi hasil Geprek Bensu, Reddog, The Good Habit Express
2 Dapur Bersama GoFood 2019 27 outlet 1 tahun 14-25 m2 Bagi hasil FamilyMart, Banzai, I am Geprek Bensu
3 Everplate 2019 9 outlet 1 tahun 6-17 m2 Biaya tetap, 6 juta/bln 2080 Burger, The Moo, Bakso Gembul
4 Yummy Kitchen 2019 40 outlet 6 bulan 5-10 m2 Bagi hasil, 7 juta/bln Dailybox, KyoChon, Se’i Sapi Lamalera
5 Kita Kitchen 2020 3 outlet 6 bulan 6-17 m2 Biaya tetap, 5 juta/bln Burgreens, Thai Alley, Yoshinoya, SaladStop
6 Telepot 2020 1 outlet 6 bulan 7-19 m2 Bagi hasil, 6 juta/bln Yuks Bowl, Kaka Bakes, CWIMS
7 Hangry 2020 40 outlet N/A N/A N/A Own brand
8 Popitsnack N/A 1 outlet N/A N/A N/A Segara Market, Tehna
9 Tabula 2020 53 outlet N/A N/A N/A Mujigae, Palava, Fondre
10 Eden Kitchen 2020 1 outlet N/A N/A Biaya tetap, 5 juta/bln Oppa Corn Dog, Unicorn Burger
11 Foodstory 2021 2 outlet N/A N/A N/A Ayam Sunda Empire, Nasi Goreng TikTok, Chick Pok!
12 Lookalkitchen 2021 50 outlet N/A N/A N/A Dapoer Bang Jali by Denny Cagur
13 DishServe 2021 100 outlet N/A N/A Komisi Phago, Daipan
14 Eatsii 2021 N/A N/A N/A N/A Nasi Goreng Endoy, Simply Fry
15 Boga Kitchen 2020 16 outlet N/A N/A N/A Own brand

Dari Social Commerce Menjadi Online Grocery, Pasarnow Bukukan Pendanaan Awal 47 Miliar Rupiah

Berawal dari platform social commerce, startup Jamannow kini mantapkan layanan online grocery “Pasarnow”. Peralihan model bisnis (pivot) ini disambut baik investor dengan diumumkannya pendanaan awal senilai $3,3 juta atau setara 47 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin East Ventures dengan partisipasi SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan beberapa angel investor.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh James Rijanto, Donald Wono, dan Cindy Ozzie. Kini fokus utama mereka menyederhanakan rantai pasok di sektor bahan makanan segar dan menawarkan produk makanan segar berkualitas kepada pelanggan melalui platform multi-channel. Pendekatan multi-channel memungkinkan mereka merangkul sektor B2B dan B2C sekaligus. Setiap channel menawarkan harga, promosi, dan fitur utama yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan.

“Memastikan kesegaran produk saat sampai di pelanggan merupakan sebuah tantangan besar bagi pelaku bisnis di sektor bahan makanan segar. Produk makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan daging beku mudah rusak, sehingga membutuhkan pengiriman yang cepat dengan kontrol suhu yang terjaga, dan akhirnya menyebabkan tingginya biaya logistik,” ujar Co-founder & CEO Pasarnow James Rijanto.

“Itu sebabnya Pasarnow banyak berinvestasi di teknologi dan infrastruktur operasional untuk memecahkan masalah ini. Selain itu, platform multi-channel Pasarnow membantu kami mencapai skala ekonomis yang lebih cepat dan menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam operasional kami,” imbuhnya.

Dalam proses kerjanya, sistem operasi di backend mengumpulkan riwayat pesanan untuk menghasilkan prediksi permintaan pasar, sehingga lebih dari 1.000 mitra petani dan pemasok dapat merencanakan dan mengoptimalkan jadwal panen mereka dengan lebih baik. Dengan begitu, mereka dapat menawarkan bahan makanan berkualitas tinggi dan segar dengan harga terbaik kepada pelanggan dan meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang.

Saat ini Pasarnow beroperasi di Jabodetabek dan Bandung dengan lebih dari 100 karyawan dan 200 pekerja harian dan mitra pengemudi.

Dana segar yang didapat akan dimanfaatkan Pasarnow ekspansi ke kota-kotabaru, merekrut talenta, meningkatkan infrastruktur data dan teknologinya serta membangun gudang mikro, Frontline Mini Hubs (FMH). Untuk melengkapi 10 hub yang saat ini sudah tersebar di Jabodetabek, FMH akan dibangun di daerah padat penduduk dan dilengkapi dengan alat penyimpanan khusus bahan makanan segar dan beku.

Investasi startup online grocery terus mengalir

Di hari yang sama (07/9), startup online grocery lain yakni Segari juga mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A. dipimpin lengan ventura milik Gojek. Ini menambah panjang daftar startup di bidang terkait yang mendapatkan pendanaan sejak masa pandemi. Dari catatan DailySocial.id, sejak Q2 2020 [masa awal pandemi] hingga sekarang, ada 10 investasi yang dibukukan, meliputi:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Perubahan perilaku belanja konsumen akibat pandemi memberikan tantangan baru di industri bahan makanan. Pelanggan menuntut produk segar dan berkualitas tinggi setiap hari di tengah rantai pasok bahan makanan yang kompleks. Pasarnow hadir untuk mengatasi tantangan tersebut dengan menghilangkan inefisiensi lewat model bisnis berbasis data. Dengan pertumbuhan yang kuat sejak tahun lalu, kami percaya bahwa tim Pasarnow dapat mempercepat peningkatan kapasitas operasional dan pengembangan bisnis mereka,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Turut disampaikan, nilai pasar ritel bahan makanan di Indonesia diperkirakan telah mencapai $108 miliar pada tahun 2019, namun online grocery baru berkontribusi kurang dari 1%. Dengan kondisi yang ada sekarang, ukuran pasar online grocery diperkirakan akan meningkat sekitar $13 miliar pada tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

TransTRACK.ID Bags Seed Funding, to Enhance Logistics Fleet Management Product

Officially launched in April 2019, the fleet management service provider TransTRACK.ID managed to close the seed funding round. Investors participated are including Cocoon Capital, Accelerating Asia, and PT Modal Ventura YCAB.

Overall, they managed to raise an investment of SGD755 thousand (equivalent to $570 thousand or 8 billion Rupiah). Previously, TransTRACK.ID was one of DSLaunchPad 2.0. selected participants. This startup was founded by Anggia Meisesari and Aris Pujud.

“The fresh funds will be used to support product development and sales growth. Currently, TransTRACK.ID is also looking for strategic partnerships and networks for the next funding round,” The CEO, Anggia said.

During the pandemic, the company made a revenue growth of more than 150% compared to the previous season. The need for transportation and logistics during the pandemic creates full potential to supply products and services. These conditions are crucial for monitoring the proper use and functioning of the fleet, drivers, and safety.

“TransTRACK.ID is here to help our customers who operate in the logistics sector and its support, therefore, they don’t have to face various problems such as late deliveries, theft, bad drivers, inefficient costs, and the difficulty of integrating into other systems,” Anggia added.

To date, there are almost 3000 users of the TransTRACK.ID system. The company can serve customers throughout Indonesia, with temporary service points located throughout Java, North Sumatra and South Sumatra. TransTRACK.ID focuses on B2B and B2B2C business models.

In terms of logistics fleet tracking services, there are several startups trying to provide similar solutions in Indonesia. These include Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, and others.

Product excellence

The majority of their revenue stream comes from subscription fees for the Fleet Management System usage and other complementary and supporting applications such as Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance and Driver Management. In addition, the company also earns revenue from software sales (GPS equipment and sensors) as well as development projects.

TransTRACK.ID also provides accident compensation (without additional costs) for customers whose vehicles are equipped, amounting to a maximum of IDR 50 million per person in the event of death, permanent disability, and medical expenses of a maximum of IDR 5 million per person. This compensation applies to 1 driver and 1 passenger, regardless of identity, who was in the vehicle at the time of the accident.

“Our platform is very flexible and capable for integration with more than 1000 types of GPS devices on the market, easy to adapt to customer needs, easy to integrate with other systems, multiple alerts and notifications either via SMS, push notifications on mobile apps, browsers, and windows, also via email in real time, multiple reports, and multiple users with access rights,” Anggia said.

Fleet telematics platform potential

Currently, the number of land vehicles in Indonesia has reached more than 150 million units, and the logistics market in Indonesia is very large. It is predicted to reach $300.3 billion by 2024. The need for fleet telematics is increasing.

It is based on the need to track and monitor vehicle usage, drivers, and safety. Government regulations, in this case the Ministry of Transportation, have issued regulations through PP no. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 which requires the use of GPS for all public transportation operators to monitor operations and improve efficiency.

However, according to a survey conducted by the Indonesian Telematics Equipment Industry Association, the use of GPS tracking on public transport in Indonesia is still less than 10%, or less than 2% of the total number of vehicles in Indonesia. This shows that there is still huge potential for the growth of fleet telematics technology services in Indonesia, such as the services offered by the TransTRACK.ID platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Dana Tahap Awal, TransTRACK.ID Genjot Pengembangan Produk Manajemen Armada Logistik

Setelah resmi meluncur bulan April tahun 2019 lalu, penyedia layanan manajemen pengelolaan armada TransTRACK.ID berhasil menutup putaran pendanaan tahapan awal. Investor yang terlibat adalah Cocoon Capital, Accelerating Asia, dan PT Modal Ventura YCAB.

Secara keseluruhan mereka berhasil mengumpulkan investasi senilai SGD755 ribu (setara dengan $570 ribu atau 8 miliar Rupiah). Sebelumnya TransTRACK.ID juga merupakan salah satu peserta terpilihDSLaunchPad 2.0. Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Anggia Meisesari dan Aris Pujud.

“Dana segar tersebut akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk dan pertumbuhan sales. Saat ini TransTRACK.ID juga sedang mencari kemitraan strategis dan relasi untuk putaran pendanaan berikutnya,” kata Anggia selaku CEO.

Selama pandemi perusahaan mencatat mengalami pertumbuhan revenue lebih dari 150% dibanding sebelumnya. Besarnya kebutuhan transportasi dan logistik saat pandemi, menjadikan beroperasi dengan potensi penuh untuk memasok produk dan layanan. Kondisi tersebut menjadi krusial untuk memantau penggunaan dan fungsi yang tepat dari armada, pengemudi, dan keselamatan.

“TransTRACK.ID hadir untuk membantu para pelanggan kami yang beroperasi di sektor logistik dan pendukungnya, sehingga mereka tidak perlu menghadapi berbagai masalah seperti pengiriman yang terlambat, pencurian, pengemudi yang buruk, biaya yang tidak efisien, dan sulitnya terintegrasi ke sistem lain,” lanjut Anggia.

Hingga saat ini pengguna sistem TransTRACK.ID sudah hampir 3000 unit. Perusahaan dapat melayani pelanggan di seluruh Indonesia, dengan service point sementara ini berada di seluruh pulau Jawa, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. TransTRACK.ID fokus pada model bisnis B2B dan B2B2C.

Untuk layanan pelacakan armada logistik, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang mencoba memberikan solusi. Di antaranya Lacak.io, Waresix, Logisly, Webtrace, dan lain-lain.

Keunggulan platform

Revenue stream mereka mayoritas berasal dari subscription fee (biaya berlangganan) untuk penggunaan Fleet Management System dan aplikasi pelengkap dan pendukung lainnya seperti Transportation Management System, Employee Tracking, Vehicle Maintenance dan Driver Management. Selain itu perusahaan juga mendapatkan revenue dari penjualan perangkat lunak (alat GPS dan sensor) serta proyek pengembangan.

TransTRACK.ID juga menyediakan kompensasi kecelakaan (tanpa biaya tambahan) bagi pelanggan yang kendaraannya terpasang alat, sebesar maksimal Rp50 juta per orang apabila terjadi kematian, cacat tetap, dan biaya pengobatan maksimal Rp5 juta per orang. Kompensasi ini berlaku untuk 1 pengemudi dan 1 penumpang, siapa pun identitasnya, yang saat itu berada dalam kendaraan yang mengalami kecelakaan.

“Platform kami sangat fleksibel dan dapat terintegrasi dengan lebih dari 1000 jenis alat GPS di pasaran, mudah untuk disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, mudah untuk diintegrasikan dengan sistem lain, multiple alert dan notifikasi baik itu melalui SMS, push notif di mobile apps, browser, dan windows, juga melalui email secara real time, multiple report, dan multiple user yang dapat diatur hak aksesnya,” kata Anggia.

Potensi platform telematika armada

Tercatat saat ini jumlah kendaraan darat di Indonesia mencapai lebih dari 150 juta unit, dan pasar logistik di Indonesia sangat besar. Diprediksi akan mencapai $300,3 miliar pada tahun 2024. Kebutuhan akan penggunaan telematika armada semakin meningkat.

Hal ini didasari adanya kebutuhan untuk melacak dan memonitor penggunaan kendaraan, pengemudi, dan keamanan keselamatan. Regulasi pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, telah mengeluarkan aturan melalui PP No. KP.2081/AJ.801/DRJD/2019 yang mensyaratkan penggunaan GPS kepada seluruh operator transportasi umum untuk memantau operasional dan peningkatan efisiensi.

Akan tetapi menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia, tingkat penggunaan GPS tracking pada angkutan umum di Indonesia masih kurang dari 10%, atau kurang dari 2% dari total jumlah kendaraan di Indonesia. Hal ini memperlihatkan potensi yang masih sangat besar untuk pertumbuhan layanan teknologi telematika armada di Indonesia, seperti layanan yang ditawarkan oleh platform TransTRACK.ID.

Application Information Will Show Up Here

Startup Healthtech Zi.Care Umumkan Pendanaan Tahap Awal

Startup healthtech penyedia digitalisasi rumah sakit Zi.Care mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $500 ribu (lebih dari 7,2 miliar Rupiah) dari sejumlah investor. Mereka adalah Southeast Asia Venture Capital, Iterative VC, TMI melalui Telkomsel Corporate Accelerator Program (TINC), dan Choco-Up.

Dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk ekspansi bisnis, menambah jumlah konsumen untuk fasilitas kesehatan rumah sakit dan klinik, meningkatkan pendalaman dari Electronic Medical Record (EMR). Kemudian, upgrade teknologi untuk meningkatkan bisnis, efisiensi fasilitas kesehatan, dan menambah kerja sama dengan mitra korporat, seperti Bank BNI, Bank Syariah Indonesia, Bank Mandiri, Bank OCBC, dan Telkomsel.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (25/8), perusahaan sekaligus mengangkat sejumlah profesional bergabung sebagai dewan penasihat. Di antaranya, JS Chong (Chairman & CEO Stratez Ventures), Wiji Rahayu (mantan bankir dan pendiri PE Sentra Investa Prima), dan Budi Wiweko (Wakil Ketua Indonesia Medical Education and Research Institute/IMERI).

Co-Founder & CEO Zi.Care Jessy Abdurrahman menjelaskan, sejak perusahaannya didirikan pada empat tahun lalu, mereka berambisi untuk membantu masalah mendasar pada sistem fasilitas kesehatan Indonesia melalui digitalisasi. Mengingat saat ini sumber daya medis di Indonesia mendapat tekanan yang cukup besar, yang secara tidak langsung menimbulkan masalah pada seluruh ekosistem pelayanan kesehatan.

Ambil contoh, saat ini waktu yang dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit, rata-rata menghabiskan waktu selama minimal 2 jam. Dari sisi efisiensi dan kemudahan, isu tersebut penting untuk diperbaiki dari sistem kesehatan di Indonesia.

“Selain itu, beberapa persoalan terkait, waktu tunggu yang lama, proses administrasi yang rumit hingga rendahnya tingkat akurasi dalam rekam medis, mencerminkan bahwa adanya permasalahan terhadap akses kesehatan di dalam negeri,” terangnya.

Maka dari itu, Zi.Care menawarkan solusi melalui Electronic Medical Record (EMR) dan Electronic Health Record (EHR) berbasis komputasi awan untuk mendigitalisasi semua sistem informasi kesehatan, meliputi administratif rumah sakit, pendukung klinis, dan manajemen klaim.

“Juga saat ini Zi.Care secara bertahap sedang melakukan pengembangan aplikasi catatan kesehatan pribadi pasien (Patient Personal Health Record) dan paspor kesehatan (Health Passport).”

Dia melanjutkan, dua produk yang sedang dikembangkan ini nantinya dapat memfasilitasi proses pengembangan kesehatan yang berfokus kepada pasien. Juga, meningkatkan sistem administrasi di rumah sakit, meningkatkan penggunaan, dan pengalaman klaim asuransi secara digital.

Chief Strategy Officer Zi.Care Jodi P. Susanto menambahkan, pandemi Covid-19 telah memberikan pembelajaran bahwa diperlukan peningkatan kebutuhan untuk digitalisasi fasilitas kesehatan dalam proses sistem informasi kesehatan.

Pihaknya berpartisipasi aktif menggaet praktisi swasta, telemedis, rumah sakit, dan klinik untuk mendapatkan manfaat teknologi yang lebih baik dan terdepan melalui Zi.Care, untuk mengambil data medis ke tingkat berikutnya, dan memfasilitasi akses melalui pertukaran informasi kesehatan dengan berbagai pemangku kepentingan.

“Kami berkomitmen untuk mendukung adaptasi EMR dan digitalisasi fasilitas Kesehatan di Indonesia, sehingga pasien dapat memperoleh layanan yang lebih baik dan lebih cepat melalui platform kami. Kami akan selalu mendukung pemerintah agar tenaga medis dapat menjangkau lebih banyak pasien melalui aplikasi Sehatpedia kami, yang telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan,” kata Susanto.

Zi Care menerapkan dua model bisnis, yaitu B2B dan B2B2C untuk mendukung semua segmen terlepas dari tingkatannya. Sebagai contoh, fleksibilitas penawaran yang lebih tinggi dalam opsi penetapan harga, yang selaras dengan tujuan akhir Zi.Care, yakni membuat layanan yang dapat di akses oleh masyarakat luas.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id sebelumnya, dalam ranah B2B, Zi.Care menerapkan bisnis model berlangganan untuk platform SaaS Zi.Care dengan waktu minimum 3 tahun pemakaian. Dalam paket ini, perusahaan akan menangani secara keseluruhan Sistem Informasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan di rumah sakit, serta pemeliharaan sistemnya.

Diklaim, perusahaan telah melayani 76 rumah sakit, terdiri dari 70 RS nasional yang menangani Covid-19 serta 6 kontrak komersial.

Adopsi healthtech global

Semenjak pandemi, rumah sakit masih dalam mode tanggap krisis. Skala dan penularan Covid-19 membuat sistem rumah sakit global lengah, dan APAC tidak terkecuali. Tanggap darurat dan likuiditas diprioritaskan daripada strategi pembangunan jangka panjang, dan tetap menjadi agenda utama – terlepas dari penahanan yang efektif di pasar-pasar utama APAC.

Dalam laporan yang dipublikasikan L.E.K Consulting and GRG Health 2021, menyampaikan dengan pembatasan mobilitas pasien dan penghindaran risiko yang menyertai rumah sakit, telah meningkatkan penerimaan kesehatan digital bagi semua pemangku kepentingan.

“Hal ini menyebabkan percepatan adopsi solusi seperti teleconsultation, analisis gambar dengan bantuan kecerdasan buatan (AI), dan pemantauan pasien jarak jauh. Pasien lebih menerima alternatif digital, dan pemerintah melihat manfaat dari adopsi yang lebih besar. Semakin banyak, peraturan sedang dilonggarkan dan penggantian sedang diformalkan untuk solusi kesehatan digital,” jelas partner L.E.K. Consulting Singapura Fabio La Mola.

Kekhawatiran adopsi teknologi di industri kesehatan di APAC / L.E.K Consulting

Akibatnya, sebagian besar rumah sakit di seluruh APAC sedang menjajaki dan menguji coba solusi kesehatan digital – jika belum menggunakannya. Di Singapura, angka ini mencapai 94%, sementara Australia dan China masing-masing memiliki tingkat adopsi 84% dan 89%. Jepang tertinggal dengan lebih dari 60%.

Sebagian besar adopsi teknologi adalah sarana untuk mempertahankan kualitas diagnosis dan perawatan – bahkan pada jarak dan di bawah tekanan dari volume tinggi. Ada banyak contoh yang bisa diambil, di Tiongkok misalnya, perusahaan pencitraan medis Infervision menggunakan pencitraan AI untuk mengidentifikasi pasien potensial Covid-19.

Rumah sakit di Indonesia dan India menggunakan asisten robot untuk mengantarkan makanan dan obat-obatan – meminimalkan risiko bagi petugas kesehatan, sementara alat pemantauan pasien jarak jauh dari perusahaan perawatan prediktif global Bifourmis memungkinkan praktisi untuk melacak tanda vital di antara orang-orang yang menunggu hasil tes.

Di luar perawatan pasien, rumah sakit menggunakan teknologi untuk meminimalkan kesalahan, dan menemukan aliran pendapatan baru untuk mengatasi kerugian dari pengurangan operasi elektif dan konsultasi. Banyak juga yang menggunakan saluran digital untuk terlibat dengan pemasok – saling menguntungkan di mana rumah sakit dapat memesan obat dan peralatan dengan mudah sementara perusahaan farmasi dapat memperluas distribusinya.

Application Information Will Show Up Here

Edu-Wellness Startup “Mindtera” Secures Seed Funding from East Ventures

Educational platform for self-development (edu-wellness) Mindtera has announced seed funding with undisclosed amount led by East Ventures. Silicon Valley-based Hustle Fund, Henry Hendrawan, and several angel investors in the tech industry participated in this round.

The fresh funds will be used to accelerate its mission in helping people live their best lives, by providing access to a curriculum for self-development learning across a wide range of lives.

“This latest funding will be used to strengthen product and technology teams, launch more exciting features, increase brand awareness, and build capacity in response to market needs. We welcome passionate talent to join us on this journey,” Mindtera‘s Co-founder & CMO Bayu Bhaskoro said in an official statement, Monday (23/8).

The concept

This startup’s other founder is Tita Ardiati. She is a licensed life coach who has spent more than 500 hours with 100 clients and is a senior statistician with experience working at multinational research institutions, such as YouGov and Nielsen. Meanwhile, Bayu has experience as a senior creative professional with various achievements.

Mindtera’s Co-Founder & CEO, Tita Ardiati said, this platform was established to provide education and training on emotional, social and physical intelligence in digital format for individuals and companies. Mindtera’s multiple intelligence curriculum has been scientifically and clinically validated by life coaches, educators, and clinical psychologists.

In addition, this learning platform will also build a community as a daily support system for its users. “Mindtera aims to overcome this imbalance by designing and building educational products containing multiple intelligences (multi-intelligence approach),” she explained.

She also mentioned, “[..] We provide content that opens up insights about multiple intelligences to more individuals and companies. Through Mindtera, look forward to accessibility, relevance and community in a digital format that will help increase your potential.”

According to the Harvard Business Review (HBR), emotional intelligence (EQ) is twice as important as any other skill for achieving personal growth and well-being, whether at home or at work. Generally, in schools, even edtech, focus on technical and academic abilities.

Nowadays, it’s almost hard to find solutions to improve an individual’s EQ in a structured way to better navigate life. Especially amidst the pandemic, EQ has become an important aspect to help people adapt to unprecedented changes and uncertainties.

East Ventures’ partner, Melisa Irene said, “[..] We believe Mindtera will pave the way for changing people’s understanding of intelligence as a whole, equipping people with the right curriculum and services to achieve life satisfaction.”

Wellness market share

Indonesia’s market share for fitness and wellness industry has grown significantly over the past few years. Euromonitor International’s data shows that Indonesia’s health and wellness food and beverage market has grown 51% in five years and become the current $9 billion industry.

Meanwhile, according to a report from the International Association of Health Clubs, Rackets and Sports, the country’s fitness industry grew by 45% in three years to $271 million in 2017. In Indonesia, wellness players serve across multiple verticals. It includes Fit Company, DOOgether, Jovee, YouVit, ClassPass, R Fitness, and many more.

Source: Euromonitor

The lucrative potential for economic value has made several digital innovators jump into this area. Carrying the concept of an educational application that focuses more on fitness and physical health activities, Telkomsel released the “Fita” application this year. To date, the app is still in its early access phase. It offers several products, from 1-on-1 tutoring services with professional trainers, on-demand workout videos, exercise programs, tips and nutritious food recipes.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian