15 Brand Non-Endemic asal Indonesia yang Sudah Terjun ke Esports dan Game

Jika beberapa waktu yang lalu kami telah membuat daftar brand-brand terbesar dunia yang sudah terjun ke esports, seperti janji kami, sekarang kita akan melirik ke para pemain industri asal Indonesia yang sudah mulai main mata ataupun sudah basah kuyup nyemplung ke industri game dan esports.

Tanpa basa-basi lagi, mari kita langsung bahas satu per satu.

1. Telkomsel

Dokumentasi: Telkomsel
Dokumentasi: Telkomsel

Saya kira Telkomsel wajib ditaruh di urutan pertama karena mungkin investasi mereka yang paling besar di ekosistem esports dan industri game Indonesia dibandingkan yang lainnya di daftar ini – setidaknya saat artikel ini ditulis (akhir Oktober 2018).

Mereka yang berangkat dari industri telekomunikasi mungkin memang boleh dibilang bersinggungan dengan industri game dan esports yang butuh jaringan internet. Namun Telkomsel setidaknya terlihat lebih gencar dari yang lain untuk penetrasi ke pasar gaming.

Mereka punya divisi gaming sendiri yang diberi nama Dunia Games, yang punya bentuk media online dan event. Telkomsel juga sudah menggelar ajang kompetitif esports yang cukup mewah sejak IGC (Indonesia Games Championship) 2017 – yang jadi ajang esports tahunan mereka.

Belum cukup sampai di situ, Telkomsel malah juga merilis game Shell Fire yang berarti mereka juga melebar menjadi publisher game. Terakhir, mereka bahkan mengumumkan akan membuat liga mereka sendiri untuk 2 game, Mobile Legends: Bang Bang dan Free Fire.

Oh iya, Telkomsel juga sudah jadi sponsor salah satu tim esports Indonesia, Elite 8.

2. Indomie – Indomaret (Salim Group)

ESL Indonesia
Sumber: ESL

Akhir September 2018 kemarin, Salim Group memberikan kejutan saat mereka menggandeng ESL untuk garap industri esports di Indonesia. Pasalnya, ESL bisa dibilang sebagai salah satu perusahaan paling berpengaruh terhadap perkembangan ekosistem esports dunia. Sedangkan Salim Group sendiri juga salah satu perusahaan konglomerasi terbesar yang ada di Indonesia.

Anak-anak perusahaan Salim Group juga telah mengikuti jejak orang tuanya dengan terjun ke esports. 2 perusahaan yang sudah mampir adalah Indomie (Indofood) dan Indomaret.

Indomaret merupakan salah satu sponsor yang mendukung gelaran SEACA di bulan Oktober 2018 ini. Di dalam rangkaian SEACA sendiri, ada juga kompetisi yang bertajuk UIC (Unipin & Indomaret Championship).

Sedangkan Indomie (Indofood) juga sudah memutuskan untuk terjun ke esports. Lucunya, mereka justru memutuskan untuk jadi sponsor di Australia untuk gelaran AEL University Cup 2018. Harusnya, Indomie juga nantinya jadi sponsor untuk turnamen esports kelas mahasiswa di Indonesia karena Indomie adalah makanan pokok para mahasiswa kita.

3. GO-JEK

IGX 2018. Sumber: Kincir
IGX 2018. Sumber: Kincir

Meski memang tidak setua Telkomsel, GoJek merupakan salah satu startup kelas unicorn asal Indonesia yang perkembangnya begitu pesat dan langsung mendisrupsi industri transportasi dalam negeri.

GoJek memberikan kejutan saat mereka menjadi sponsor salah satu organisasi esports lokal, EVOS Esports, penghujung tahun 2016.

Selain itu, salah satu divisi GoJek, GoLive, juga mensponsori salah satu hajatan esports tanah air yang bertajuk Indonesia Game Xperience (IGX) bersama Metrodata. Mereka juga bekerja sama dengan Codashop untuk membuat GoPay Arena yang merupakan sebuah payment gateway untuk Mobile Legends: Bang Bangv (MLBB).

4. Tokopedia

Garuda Cup 2018
Garuda Cup 2018. Sumber: DailySocial

Satu lagi startup asal Indonesia yang sudah cukup besar investasinya di industri game dan esports. Tokopedia sudah beberapa kali menjadi sponsor utama untuk hajatan esports yang berkala nasional.

Jika saya tidak salah ingat, gelaran nasional pertama yang mereka buat adalah Tokopedia Garuda Cup yang digelar pada bulan Mei 2018 yang mempertandingkan MLBB dan PUBG.

Hebatnya lagi, mereka juga jadi sponsor salah satu turnamen yang berbentuk liga, yaitu IESPL – Tokopedia Battle of Friday yang mempertandingkan 4 game selama 22 minggu.

Tokopedia juga sudah menjadi sponsor beberapa tim esports besar nasional seperti EVOS Esports dan Rex Regum Qeon (RRQ).

5. KompasTV

Mungkin memang benar bahwa salah satu faktor terbesar kebangkitan esports Indonesia adalah berkat jumlah masif pemain MLBB namun saya kira KompasTV juga punya andil yang cukup besar dalam memancing media dan pemain industri mainstream lainnya untuk melirik ke esports.

Pertama, mereka membuat gempar komunitas gaming dan esports saat memutuskan untuk menayangkan final kompetisi MLBB se-Asia Tenggara, Mobile Legends: Bang Bang South East Asia Cup (MSC) 2018. Setelah itu, mereka pun tertarik untuk kembali menayangkan gelaran esports dan ajang terbesar Dota 2 di dunia pun (TI8) yang dipilih.

Peran KompasTV ini sebenarnya menarik karena Kompas adalah merek kedua tertua dari semua brand yang ada di sini (setelah BCA). Mereka juga berawal dari industri tua juga, media cetak. Karena itulah, jika brand tua ini saja tertarik untuk terjun ke esports, seharusnya mereka bisa membuat pemain lain yang lebih muda untuk ikut-ikutan.

6. XL Axiata

Sumber: TEAMnxl>
Sumber: TEAMnxl>

XL Axiata menjadi 1 lagi dari 3 pemain di industri telekomunikasi yang ada di daftar ini. Mereka sudah jadi sponsor organisasi esports Indonesia yang paling tua dan masih eksis sampai artikel ini ditulis, TEAMnxl>.

Tak hanya itu, bersama Garena, mereka memasukkan turnamen Arena of Valor (AoV) ke dalam rangkaian XL Axiata Digifest yang diklaim sebagai festival musik dan game pertama di Indonesia.

Mereka juga rutin kerja sama dengan Garena untuk memberikan berbagai bonus top-up untuk AoV.

7. BCA

Sumber: Unipin Esports
Sumber: Unipin Esports

Inilah brand tertua yang ada di sini karena BCA didirikan tahun 1957. Industrinya pun tua karena dari perbankan. Sayangnya, memang investasi dan penetrasi mereka ke esports mungkin masih bisa dibilang kurang agresif (mengingat sebesar apa BCA itu di Indonesia).

Pada SEACA 2018 kemarin, mereka mengadakan promo bersama Unipin untuk para pengguna yang top up menggunakan Sakuku. Jujur saja, saya pribadi penasaran akan sebesar apa jika BCA benar-benar terjun dan investasi besar-besaran ke esports. Kira-kira kapan ya?

8. Smartfren

Sumber: Esports ID
Sumber: Esports ID

Smartfren merupakan pemain ketiga dari industri telko yang sudah melek esports. Mereka pernah menjadi sponsor acara esports yang berbeda bersama salah satu EO esports Indonesia, World of Gaming (WOG), yang bertajuk WOG Goes to Campus.

Acara ini sedikit berbeda dengan kebanyakan acara esports lainnya karena bukan gelaran kompetitif, melainkan bersifat edukatif yang bergerak dari satu kampus ke kampus lainnya.

9. Kratingdaeng

IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard
IEC Kratingdaeng 2018. Sumber: Advance Guard

Kratingdaeng adalah pemain pertama dari industri makanan dan minuman (F&B) yang menjadi sponsor utama gelaran kompetitif. Acara tersebut bernama Kratingdaeng Indonesia Esports Championship (IEC) yang digelar dari bulan Juli sampai September 2018.

Belum lama ini, Kratingdaeng juga mengumumkan bahwa mereka telah menjadi sponsor resmi untuk salah satu organisasi esports terbesar, RRQ. 

10. Biznet

Sumber: Rex Regum Qeon
Sumber: Rex Regum Qeon

Masih seputar RRQ, Biznet yang memang punya kedekatan dengan organisasi besar tadi menjadi salah satu sponsor pertama mereka.

Biznet sendiri merupakan penyedia jaringan internet yang cukup dikenal baik untuk perkantoran di kota-kota besar. Bahkan hampir semua perusahaan-perusahaan terbesar (baik nasional ataupun internasional) di Jakarta menggunakan provider ini.

Mungkin juga karena hal itulah (karena sudah cukup dikenal di kalangan perkantoran), Biznet juga ingin merangkul pasar gaming yang memang berhubungan erat dengan penyedia jaringan internet.

11. Traveloka

Satu lagi startup unicorn asal Indonesia yang terjun ke esports. Meski memang tak segalak GoJek penetrasinya, Traveloka juga jadi salah satu sponsor tim esports yang sama dengan GoJek: EVOS Esports.

12. Good Day

Sumber: Elite8
Sumber: Elite8

Satu lagi pemain dari industri F&B yang ada di daftar kali ini. Good Day terjun ke esports dengan menjadi salah satu sponsor untuk organisasi Elite 8 (sama dengan Telkomsel).

Elite 8 sendiri juga cukup menarik karena organisasi yang dipimpin oleh CEO muda, Heinrich Ramli, ini berhasil menggandeng sponsor-sponsor besar meski usianya yang relatif baru.

Sedangkan Good Day juga sudah beberapa kali turut mendukung gelaran esports seperti Point Blank National Championship (PBNC).

13. Torabika

Sumber: RevivalTV
Sumber: RevivalTV

Torabika juga sudah melek ke esports saat mereka menjadi sponsor untuk gelaran PINC 2018 (PUBG Mobile Indonesia National Championship).

PINC 2018 merupakan gelaran esports pertama untuk PUBG Mobile yang kualifikasinya digelar tatap muka alias “offline” di 12 kota yang berbeda. Sedangkan babak Grand Finalnya baru saja rampung diselenggarakan di Britama Arena (Mahaka Square), 21 Oktober 2018 kemarin.

14. Tiket.com

Buat yang belum tahu, Indonesia pernah satu kali (setidaknya sampai artikel ini ditulis) jadi tuan rumah ajang Minor Dota 2, yaitu GESC: Indonesia Minor yang digelar tanggal 15-16 Maret 2018.

Tiket.com adalah salah satu sponsor gelaran tersebut. Tiket.com sendiri adalah sebuah perusahaan yang head-to-head dengan Traveloka yang menyediakan tiket transportasi dan akomodasi.

15. Fruit Tea

Sumber; Garena
Sumber; Garena

Inilah brand terakhir yang ada di daftar ini. Namun Fruit Tea mungkin belum bisa dibilang sudah terjun ke esports secara langsung. Mereka baru berkolaborasi dengan Garena untuk AoV.

Meski demikian, kolaborasi promosi antara Garena dan AoV cukup menarik karena ada bonus in-game item di AoV yang bisa didapatkan saat membeli Fruit Tea di Indomaret ataupun Alfamart / Alfamidi.

Itu tadi 15 brand asal Indonesia yang sudah melirik ataupun terjun langsung jadi bagian dari ekosistem esports. Apakah daftar ini nanti akan bertambah besar di penghujung tahun 2019? Ada brand-brand yang terlewatkan di sini?

Traveloka Reportedly Looking for Rp6 Trillion New Funding

Traveloka reportedly raising funds to $400 million (equal to Rp6 trillion) from investors to accelerate expansion. Investment also needed to support the secondary service improvement (besides flight ticket and hotel booking), such as concerts or entertainment shows.

Currently, Traveloka has accommodated consumers in many countries. Providing more than 40 payment options, besides Indonesia, Traveloka is now available in Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapore, and the Philippines. Traveloka ecosystem is developing rapidly, they recently get into new business for car rental and PayLater credit option.

Last year, Traveloka officially joined Indonesia’s unicorn startup boards after acquiring investment from Expedia worth of $350 million – it takes the company to more than $2 billion valuations. In addition, Traveloka investors are also East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, and Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Traveloka Dikabarkan Tengah Cari Dana Baru 6 Triliun Rupiah

Traveloka dikabarkan tengah mengumpulkan dana hingga $400 juta (atau setara dengan 6 triliun Rupiah) dari investor untuk mempercepat rencana ekspansi. Selain itu investasi juga diperlukan untuk mendorong peningkatan layanan sekunder (di luar pemesanan tiket perjalanan dan hotel), seperti tiket konser atau acara hiburan.

Saat ini layanan Traveloka sudah mengakomodasi konsumen di berbagai negara. Berbekal lebih dari 40 opsi pembayaran, selain Indonesia, kini Traveloka juga sudah melayani pasar Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Ekosistem layanan Traveloka juga terus berkembang pesat, terakhir mereka rambah bisnis penyewaan mobil dan opsi pinjaman PayLater.

Tahun lalu Traveloka resmi bergabung di jajaran startup unicorn Indonesia pasca menerima investasi dari Expedia senilai $350 juta — membawa perusahaan pada valuasi lebih dari $2 miliar. Selain Expedia, jajaran investor Traveloka termasuk East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, dan Sequoia Capital.

Application Information Will Show Up Here

Budi Kusmiantoro Jadi CTO Baru OVO

OVO mengumumkan penunjukan Budi Kusmiantoro sebagai CTO yang baru. Budi sebelumnya adalah VP of Engineering Traveloka dan sempat berkiprah di Silicon Valley bersama Google dan PayPal. Dengan merekrut Budi, OVO berharap bisa mempercepat proses perluasan platform pembayaran tersebut ke seluruh Indonesia.

Sebagai sebuah platform pembayaran, OVO mengklaim kini telah tersedia di lebih dari 60 juta ponsel dan menggaet 350.000 gerai merchant di 212 kota. Pihaknya juga mengaku sebagai platform pembayaran nomor satu di Indonesia berdasarkan volume pembayaran.

Selain bermitra dengan merchant secara langsung, OVO juga bermitra dengan Grab dan Kudo untuk perluasan jangkauan melalui 1,4 juta agen Kudo dan ketersediaan Grab di 130 kota. OVO juga telah bermitra dengan Alfamart, Moka, dan Bank Mandiri.

Kehadiran Budi, yang menggantikan Jim Geovedi yang direkrut tahun lalu, diharapkan membantu mendukung OVO dalam persaingannya sebagai platform pembayaran mobile, khususnya terhadap Go-Pay dan Tcash.

“Saya sangat senang dapat mengambil peran di OVO dan memiliki kesempatan yang luar biasa untuk menyelesaikan tantangan terbesar di Indonesia: memberi akses kepada UMKM dan konsumen atas layanan keuangan dan pembayaran non-tunai, di mana pun di Indonesia. Saat ini kami telah menjadi platform pembayaran digital dengan penerimaan terluas dan kami dapat membangun layanan dan fitur baru yang benar-benar dapat membuat hidup lebih mudah bagi UMKM dan konsumen di seluruh Indonesia,” ujar Budi.

Application Information Will Show Up Here

Monk’s Hill: Sektor Logistik dan E-commerce Mendominasi Investasi Startup Asia Tenggara

Bisnis e-commerce dan logistik dapat dikatakan tumbuh subur di Asia Tenggara. Dalam survei terbaru The State of Southeast Asia Tech Report 2018 yang dirilis Monk’s Hill Ventures, e-commerce dan logistik menjadi dua sektor emas yang menopang ekonomi digital di Asia Tenggara.

Bukti bahwa bisnis e-commerce dan logistik merajai industri startup di kawasan ini terlihat dari kencangnya kucuran pendanaan dari pemodal ventura (VC). Laporan mengungkap pendanaan selama tiga kuartal di sepanjang 2017 mengalir ke startup eCommerce dan logistik.

Menariknya, dominasi pendanaan  disumbang mega investasi yang diterima layanan Grab dan Tokopedia. Kedua startup asal Singapura dan Indonesia ini memecahkan rekor peraihan dana terbesar dari VC yang pernah ada di sektor logistik dan e-commerce.

“Secara kolektif, Grab dan Tokopedia mengantongi $3,1 miliar atau dua pertiga dari total pendanaan dalam dolar AS yang pernah disuntik ke sejumlah startup e-commerce dan logistik di Asia Tenggara,” demikian menurut laporan ini.

Di sepanjang 2017, logistik (dan transportasi) menjadi sektor yang meraih pendanaan tertinggi di Asia Tenggara dengan mengantongi sebesar $2,7 miliar, sedangkan e-commerce sebesar $2,1 miliar.

Pendanaan lainnya diperoleh dari sektor gaming ($557 juta), business and industry ($340 juta), recreation ($233 juta), information and technology/IT ($188 juta), tours ($153 juta), shopping ($122), financial services ($107 juta), dan mobile platform ($105 juta).

Namun bagi VC, cryptocurrency atau mata uang virtual paling menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Popularitas produk blockchain ini belakangan tampaknya cukup menghipnotis banyak VC untuk mendanai Initial Coin Offerings (ICO).

“Yang menjadi primadona di kalangan VC belakangan ini justru cryptocurrency sehingga memicu banyaknya aksi ICO di Asia Tenggara,” ungkap survei ini.

Investasi ICO di 2017 didominasi Singapura oleh Quoine, TenX, dan Kyber Network dengan pendanaan masing-masing sebesar $105 juta, $80 juta, dan $60 juta. Banyaknya ICO di Singapura juga turut dipicu oleh pelaku ICO lain yang tak bisa melakukannya di Tiongkok dan Korea Selatan karena kebijakan ketat.

Secara keseluruhan, pendanaan startup di Asia Tenggara sepanjang 2017 telah mencapai $415,2 miliar (sekitar Rp 6,1 triliun). Sementara pendanaan yang mengalir di 2018 (per Juni) baru mencapai $53,8 juta (Rp 797,1 miliar).

The State of Southeast Asia Tech Report 2018 mengulas tentang overview ekosistem teknologi enam negara di Asia Tenggara, antara lain Singapura, Indonesia, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Sebanyak 100 koresponden berpartisipasi dalam survei ini, mulai dari pelaku startup, investor, VC, hingga enterpreneur.

Sorotan utama industri startup Asia Tenggara

Laporan ini juga merangkum sejumlah kesepakatan strategis yang mendorong pertumbuhan luar biasa industri startup di Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2017 menyoroti sejumlah aktivitas strategis dari para investor, VC, dan pelaku startup, baik dari sisi pendanaan, ekspansi, maupun akuisisi.

Misalnya, Tokopedia meraup pendanaan sebesar $1,1 miliar di 2017. Kemudian Bukalapak menjadi unicorn ketujuh di Asia Tenggara dengan valuasi $1 miliar menyusul rekanan startup Indonesia yang sudah lebih dulu, yakni Go-Jek ($5 miliar), Tokopedia (undisclosed, pendanaan $1,3 miliar di Agustus 2018 melampaui valuasi sebelumnya $1 miliar), dan Traveloka ($2 miliar).

Sorotan lainnya adalah investasi $1,5 miliar yang diterima Go-Jek untuk mendanai ekspansinya ke Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina. Di luar Indonesia, Uber angkat kaki dari Asia dan diakuisisi oleh Grab, dan investasi terbesar sepanjang sejarah pendanaan di Asia Tenggara, yakni $2 miliar dari Didi Chuxing dan Softbank kepada Grab.

Mengacu pada pertumbuhannya, para koresponden mengaku optimistis dengan pertumbuhan ekosistem startup di Asia Tenggara dalam 1-2 tahun terakhir meskipun ada perbedaan persepektif terhadap tren pertumbuhan industri startup di keenam negara tersebut.

“Indonesia, Vietnam, Singapura, dan Malaysia adalah negara di kawasan Asia Tenggara di mana pertumbuhan di industri teknologi terjadi. Sementara sektor yang berpotensi tumbuh itu perbankan, finance services, fintech, eCommerce, dan IoT,” ungkap Head of Funding Ecosystem MDEC Balasubramaniam dalam laporannya.

Bagi VC dan investor, mereka meyakini akan ada peluang pertumbuhan signifikan di Indonesia, sedangkan para founder startup optimistis dengan pasar Vietnam. Demikian juga di negara lainnya, termasuk Thailand, yang dinilai punya peluang besar bagi community builder.

Monk’s Hill: Indonesia dan Singapura Dominasi Unicorn di Asia Tenggara

Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang memiliki pertumbuhan startup menjanjikan. Pertumbuhan ini tak lepas dari perkembangan teknologi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Namun, hingga pertengahan 2018 ini, Indonesia dan Singapura menjadi dua negara di kawasan Asia Tenggara yang berhasil mencetak unicorn atau status bagi startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar.

Sebagaimana dikutip dari The State of Southeast Asia Tech Report 2018, tercatat ada delapan unicorn di Asia Tenggara dengan valuasi $1-10 miliar. Baik Indonesia dan Singapura masing-masing mencetak empat unicorn.

Secara rinci, dari Indonesia ada Bukalapak (di atas $ 1 miliar per Januari 2018), Traveloka ($2 miliar), Tokopedia (undisclosed, pendanaan $1,3 miliar di Agustus 2018 mendorong valuasi sebelumnya sebesar $1 miliar), dan Go-Jek ($5 miliar).

Sedangkan dari Singapura ada Grab ($10 miliar), Lazada ($3,15 miliar), Razer ($1,98 miliar per Agustus 2018), dan Sea ($4,90 miliar pasca-IPO pada Agustus 2018). “Capaian ini termasuk signifikan bagi kawasan Asia Tenggara dalam menghasilkan startup unicorn dibandingkan kawasan Asia secara keseluruhan,” ungkap laporan tersebut.

Menurut data Crunchbase, hanya ada tiga unicorn di Korea Selatan, kemudian masing-masing satu di Jepang, Australia, dan Hong Kong, 10 unicorn di India, dan tentu saja Tiongkok mendominasi dengan 90 unicorn. Ini menunjukkan potensi besar startup di Asia Tenggara untuk menjadi unicorn.

Di balik pencapaian ini, tentu ada sejumlah aksi strategis terjadi sehingga mendorong deretan startup di atas meraih gelar unicorn. Misalnya, Uber angkat kaki dari Asia Tenggara dan bisnisnya di regional akhirnya dicaplok Grab.

Tepat pada awal Agustus lalu, Grab mengantongi dana segar senilai Rp29 triliun dari berbagai investor, termasuk Toyoto Motor Corp senilai $1 miliar. Ini membuat valuasi Grab menjadi $11 miliar. Dana ini pun bakal digunaka untuk menguasai pasar ride-hailing di Asia Tenggara.

Selanjutnya, ambisi Go-Jek menjadi “super app” agar setiap orang dapat melakukan apa saja dengan satu aplikasi, juga turut mendorong pemodal ventura (VC) untuk mendanai ekspansi dan pengembangan bisnis mereka di masa depan.

Demikian juga langkah strategis yang diambil Razer, menjadi salah satu indikator kesuksesannya meraih gelar unicorn. Semula startup ini masuk ke bisnis penyediaan aksesoris komputer. Razer akhirnya menuai kesuksesan berkat fokus pada niche market, yaitu di penjualan mouse komputer dan keyboard untuk gamer.

“Setiap unicorn di Asia Tenggara punya cerita kesuksesan sendiri. Namun, founder yang menggerakan bisnis dengan ambisius dan agresif turut andil dalam pencapaiannya meraih status unicorn. Mereka berhasil meyakinkan VC agar mendanai startup untuk ekspansi dan pengembangan,” demikian penjelasan laporan tersebut.

Bagi Bukalapak, rencana Bukalapak mendirikan pusat riset dan pengembangan (R&D) di Bandung membawa perusahaan menyandang status barunya sebagai startup unicorn pada Januari 2018 lalu.

Ada pula Traveloka yang sahamnya dibeli raksasa travel online dunia Expedia senilai $350 juta (lebih dari Rp4,6 triliun). Aksi ini dilakukan agar Expedia bisa menyaingi rivalnya Priceline. Dana tersebut menjadikan Traveloka sebagai startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia dengan valuasi lebih dari $2 miliar.

Tokopedia juga gencar ekspansi pasca-pendanaan yang diterimanya dari Alibaba Group dengan nilai lebih dari Rp14 triliun pada tahun lalu. Menurut riset Financial Times, Tokopedia berhasil memperkuat posisinya di Pulau Jawa di mana area ini menjadi pasar terbesar eCommerce di Indonesia.

PasarPolis Konfirmasi Perolehan Pendanaan Seri A dari Go-Jek, Tokopedia, dan Traveloka

PasarPolis, penyedia jasa teknologi asuransi (InsurTech), mengonfirmasi penerimaan dana segar Seri A dari tiga investor, Go-Jek, Tokopedia, dan Traveloka dengan nilai yang tidak disebutkan. Kabar ini sudah santer berkembang sejak empat bulan lalu, namun hari ini (10/8) baru ada konfirmasi resmi dari PasarPolis.

Dana segar tersebut, menurut Founder dan CEO PasarPolis Cleosent Randing, mayoritas akan dipakai untuk pengembangan produk asuransi mikro tailor made (sesuai permintaan) yang lebih inovatif dari para mitra perusahaan untuk para pemegang polis. Perusahaan juga akan mengembangkan inovasi terbaru di bidang asuransi dengan memanfaat teknologi teranyar demi menawarkan pengalaman yang lebih baik.

“Kami bisa menciptakan produk asuransi mikro tailor made sehingga asuransi ke depannya bisa didemokratisasi, semakin banyak yang pakai asuransi maka harganya bisa lebih murah. Semua orang jadinya bisa ter-cover dengan asuransi,” kata Cleosent, Jumat (10/8).

Produk asuransi mikro tailor made yang ia maksud adalah produk yang dibuat  mitra perusahaan asuransi PasarPolis dengan menggunakan teknologi terkini dan dipasarkan lewat PasarPolis. Salah satu contohnya adalah produk Go-Produksi bersama Go-Jek, sudah diluncurkan pada 2017. Ini adalah asuransi jiwa mikro dan barang pribadi untuk mitra pengemudi, termasuk melindungi perangkat smartphone mereka.

Diklaim produk ini telah menjaring lebih dari 300 ribu mitra pengemudi yang rutin membayar premi Rp7.500 per bulan dengan uang pertanggungan sampai Rp30 juta. Untuk membeli asuransi ini, mitra pengemudi tidak dipaksa kedua belah pihak.

Menurutnya, asuransi mikro yang kemungkinan besar bakal dikembangkan untuk para pengguna Tokopedia seputar asuransi elektronik dan gawai. Sementara Traveloka tidak jauh-jauh dari asuransi perjalanan.

“Intinya produknya akan modular, simpel, dan klaimnya harus instan. Nanti variasi produknya akan lebih inovatif, sehingga pengalaman pemegang polis akan lebih baik.”

Inovasi produk

Tidak hanya menjadi agregator antara perusahaan asuransi dengan calon nasabah, perusahaan yang sudah berdiri sejak 2015 ini mengembangkan inovasi untuk klaim instan dan digital claim. Perbedaan antara keduanya, klaim instan itu berlaku ketika pemegang polis tidak perlu lagi mengajukan klaim.

Inovasi sudah diterapkan bersama Citilink, jadi ketika pengguna telah membeli asuransi perjalanan di Citilink kemudian dari pihak maskapai terjadi delay. Mereka tidak perlu lagi mengajukan klaim secara manual. Secara instan, dana klaim akan masuk ke rekening pengguna.

Sementara untuk digital claim adalah kondisi ketika pemegang polis bisa memproses administrasi dokumen klaim secara online. Cukup kirim via email saja nanti bisa langsung diproses oleh pihak asuransi.

“Inovasi ini yang akan kami terus kembangkan, mengubah ketakutan orang sebelum membeli asuransi adalah klaim yang susah. Nah ini yang mau kita mudahkan, jadinya orang tidak takut lagi untuk berasuransi,” tambah COO PasarPolis Christopher Kustono.

Disebutkan PasarPolis telah bermitra dengan lebih dari 100 produk asuransi dari sekitar 30 mitra asuransi yang memasarkan produknya di situs PasarPolis. Dari situ perusahaan telah memiliki sekitar 500 ribu pemegang polis, sekitar 300 ribu diantaranya datang dari mitra pengemudi Go-Jek.

PasarPolis menyediakan enam jenis produk asuransi, seperti asuransi perjalanan, kecelakaan diri, properti, kesehatan, jiwa, dan kendaraan motor.

Cara Tepat Menggunakan Media Sosial

Dahulu media sosial merupakan platform paling mudah, dengan biaya minimum, untuk memberikan hasil organik dalam melancarkan kegiatan pemasaran. Di tahun 2018 ini, dengan persaingan yang semakin ketat dan perubahan aturan (dari pemilik platform) tentang bagaimana perusahaan menggunakan media sosial, strategi seperti apa yang harus dilakukan saat memanfaatkan media sosial?

Tentukan fokus sejak awal

Berdasarkan laporan We Are Social 2018, dari empat miliar pengguna internet di dunia, 3,1 miliar atau lebih dari 75% nya merupakan pengguna sosial media aktif. Angka ini naik hingga 13% dibandingkan dengan tahun lalu. Hal inilah yang membuat platform media sosial menjadi salah satu channel yang paling berpengaruh dalam meningkatkan brand awareness sebuah produk.

“Shopback memanfaatkan channel ini untuk membantu meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Shopback serta menciptakan sebuah komunitas yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Shopback,” kata Social Media & Community Manager Shopback Indonesia Lalitya Hayuningtyas.

Strategi konten media sosial untuk meningkatkan brand awareness yang kemudian dapat mewujudkan follower yang aktif berinteraksi, baik untuk meminta bantuan dalam menyelesaikan masalah teknis, memberi masukan dan rekomendasi konten yang ingin mereka tonton, maupun melontarkan ide dan keluhan serta saran mengenai apa pun yang berhubungan dengan produk.

“Tujuan utama menggunakan media sosial bagi kami adalah menciptakan persona yang berperan sebagai teman bagi para follower yang notabene juga pengguna iflix,” kata Senior Content Marketing Executive Iflix Suryo Hapsoro.

Sementara itu, menurut VP Digital Marketing Traveloka Sandeep Bastikar, Traveloka ingin selalu hadir di semua tahapan travelling. Tujuan penggunaan media sosial adalah untuk tiga hal yaitu discovery, experience, dan sharing.

“Untuk discovery kami ciptakan dengan kehadiran kami di beberapa platform media sosial, disitu kami memberi inspirasi dan informasi travelling dan destinasi wisata. Untuk experience, kami memberikan tautan yang mengarah langsung ke app kami. Supaya follower kami bisa langsung membukanya saat mereka mempertimbangkan untuk menggunakan produk kami. Selain itu kami juga membantu menjawab pertanyaan tentang destinasi atau produk kami via media sosial,” kata Sandeep.

Sementara untuk sharing, saat pengguna share/post konten di media sosial dan menceritakan pengalaman mereka dalam menggunakan produk di media sosial, Traveloka akan memberi apresiasi, berkomunikasi langsung dengan mereka dan membagikan konten mereka di akun media sosial.

Pilihan platform dan konten

Setelah tujuan sudah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menentukan platform media sosial mana yang paling ideal untuk masing-masing perusahaan.

“Saat ini Shopback lebih banyak menggunakan media sosial seperti Facebook Page, Facebook Group, Instagram, dan LINE. Keempat platform ini dirasa cocok dengan karakteristik target market dari pengguna Shopback. Platform tersebut kami nilai mampu mengakomodir kebutuhan Shopback sebagai brand, membantu membangun komunitas, meningkatkan brand awareness dan tentunya juga conversion,” kata Lalitya.

Sementara itu untuk layanan Video on Demand (VOD) seperti Iflix, sebelum menentukan platform media sosial yang tepat perlu juga dilakukan trial and error pada hampir seluruh platform media sosial yang tersedia di Indonesia.

“Instagram juga merupakan platform yang ideal bagi iflix untuk melancarkan kegiatan pemasaran, dengan adanya fitur Instagram Stories dan IGTV, kami bisa melakukan berbagai variasi kegiatan pemasaran seperti ulasan film atau mengunggah video dengan durasi yang lebih panjang,” kata Suryo.

Dalam hal ini format video diklaim memiliki keunggulan lebih saat melancarkan kegiatan pemasaran memanfaatkan media sosial. Sebagai layanan video streaming, YouTube banyak digunakan oleh perusahaan untuk mempromosikan kampanye tersebut.

“Terkait konten, Shopback biasanya menggunakan video, foto, serta blogpost dengan porsi yang berbeda-beda. Kami ingin membuat pengguna kami tidak merasa bosan dengan konten yang itu-itu saja. Untuk yang mana yang lebih ideal, semua balik lagi kepada platform serta tujuan dari konten tersebut. Misalnya untuk review produk, mungkin akan lebih ideal menggunakan video, sehingga pengguna atau audience lebih mendapatkan gambaran yang nyata,” kata Lalitya.

Sementara menurut Sandeep, di Traveloka platform media sosial yang digunakan adalah Facebook, Instagram, Twitter, dan YouTube. Alasan utamanya mayoritas digunakan penduduk Indonesia dan pengguna aplikasi Traveloka.

Selain itu, fokus lain yang wajib diperhatikan adalah konten apa yang paling banyak disukai pengguna. Sandeep melihat Traveloka ingin hadir di semua key points di dalam journey para traveller.

“Sebelum mereka memutuskan untuk memesan di Traveloka, mereka mencari inspirasi dan melakukan riset mengenai destinasi yang akan mereka kunjungi. Maka menjadi penting bagi kami untuk dapat menghadirkan konten-konten yang informatif bagi pengguna kami. Kami fokus di konten visual, baik berupa foto atau video, dan juga blog di website kami yang bisa memberikan inspirasi atau memberi rekomendasi destinasi dan atraksi liburan.”

Mengukur aktivitas

Untuk mengetahui kesuksesan sebuah kampanye memanfaatkan media sosial, perlu juga ditentukan cara terbaik memonitor kegiatan tersebut untuk mengetahui jenis posting yang sukses, tidak sukses, bagaimana hasilnya divisualisasikan, dan optimasi seperti apa yang memberikan hasil.

“Seluruh kegiatan di atas sebetulnya kami terapkan untuk memonitor kinerja media sosial Iflix. Laporan yang kami buat setiap minggu, kami analisis untuk melihat apa yang perlu kami perbaiki di minggu berikutnya. Tingkat keterlibatan pengguna dan para follower sejauh ini menjadi parameter evaluasi kami untuk menentukan apakah yang kami lakukan sudah tepat atau belum. Kami juga memantau data dari platform media sosial yang kami gunakan. Sehingga kami dapat mengetahui konten, waktu, dan angle seperti apa yang paling maksimal untuk menampilkan konten,” kata Suryo.

Hal senada dilakukan Traveloka yang merasa terbantu dengan adanya social media reporting tools dan tracking angka-angka yang menjadi metric dalam setiap campaign. Reporting tersebut kemudian dikaji ulang dan menjadi referensi untuk melakukan campaign selanjutnya. Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana untuk bisa mengenali sinyal dari sekian banyak noise yang ada di media sosial.

“Untuk itu, kami melakukan analisis, evaluasi, dan membuat perbaikan untuk konten berikutnya. Tentu kami melakukan ini setiap hari, karena tren media sosial yang cepat berubah, dan kami tidak mau melewatkan setiap kesempatan yang ada untuk menyajikan konten menarik. Terkadang rencana media sosial kami bisa berubah seketika jika kami melihat ada tren baru atau hasil evaluasi dari konten sebelumnya tidak seperti yang kami harapkan,” kata Sandeep.

Melihat tren

Tidak dapat dipungkiri, Instagram masih menjadi platform media sosial favorit yang banyak dipilih oleh perusahaan. Sifatnya yang viral dan paling banyak dipilih secara global menjadikan Instagram platform ideal. Munculnya fitur Stories dan IGTV juga mulai digunakan perusahaan untuk melancarkan kegiatan pemasaran.

Menurut Sandeep, dengan aktivitas di media sosial, kesempatan untuk dapat masuk ke ranah emosional (emotional mindspace) pengguna terbuka lebih lebar dibandingkan jika menggunakan jalur pemasaran lainnya.

“Tren followers kami saat ini banyak dipengaruhi Instagram Stories sebagai media baru yang terus bertambah fiturnya. Followers dapat berinteraksi dengan kami dengan berbagai cara, mulai dari rekomendasi, pertanyaan, dan berbagi cerita,” kata Sandeep.

Selain Instagram, Facebook masih menjadi platform media sosial yang paling sering diakses masyarakat. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa saat ini pengguna sudah mulai cerdas memilih dan menelaah konten dari brand. Jadi mulailah untuk lebih banyak berinteraksi dengan konsumen ketimbang memberikan konten hard selling.

“Saat ini Facebook lebih bergeser ke komunitas atau group, terlebih untuk membuat engagement yang lebih tinggi. Sedangkan untuk Instagram orang-orang lebih cenderung melihat konten yang bergerak seperti video misalnya. Penggunaan influencer masih memberikan pengaruh yang cukup besar, namun perlu diperhatikan saat ini, micro influencer lebih mendatangkan conversion yang cukup tinggi ketimbang macro influencer,” kata Lalitya.

Makin maraknya fenomena millennial dan generasi Z saat ini sangat mempengaruhi tren media sosial. Generasi ini cenderung lebih selektif dalam memilih konten apa yang ingin mereka lihat. Artinya, sebuah merek harus memproduksi konten yang relevan dan memiliki nilai tambah bagi para follower. Ketika sebuah merek tidak bisa memenuhi kriteria ini, mereka harus bersiap untuk tergerus dari pasar persaingan.

“Menurut saya pribadi, netizen saat ini sedang dalam masa jenuh dengan keindahan mereka [dan saya juga] sedang menggandrungi guyonan receh. Lihat saja beberapa konten video yang belakangan ini berhasil viral bukanlah konten yang menunjukkan keindahan, tetapi konten yang konsepnya berhasil dieksekusi dengan baik sehingga kelucuannya dapat diterima oleh semua kalangan,” kata Suryo.

Traveloka Rombak Tampilan Aplikasi, Coba Pendekatan Lewat Bercerita

Aplikasi Traveloka versi terbaru (versi 3.0) sudah resmi meluncur sejak sebulan belakangan. Banyak perubahan besar, baik dari segi UI/UX-nya dan kini menonjolkan unsur bercerita lewat berbagai konten inspirasi yang disajikan.

Senior Brand and Design Manager Traveloka Taufiq Adhie Wibowo menuturkan, dalam tampilan terbarunya ini perusahaan ingin menjembatani pengguna dengan produk Traveloka lewat inspirasi kisah seputar destinasi terkenal.

Kemudian Traveloka ingin menciptakan engagement yang lebih kuat dengan pengguna, betah berlama-lama di aplikasi, sehingga tidak hanya sekedar menarik potensi terjadinya transaksi. Hal ini berbeda dengan pendekatan versi sebelumnya, yang lebih menonjolkan produk dan promosi.

“Ternyata story adalah komponen yang penting dalam travelling. Kami mau hadir sebagai travel companion secara end-to-end buat pengguna,” terangnya kepada DailySocial, Senin (28/5).

Taufiq enggan membeberkan dampak yang dihasilkan dari peluncuran tampilan terbarunya tersebut, seperti lama durasi kunjungan, traffic, dan sebagainya. Menurutnya peluncurannya baru sekitar sebulan, sehingga belum bisa diungkapkan hasilnya secara langsung.

Tampilan UI/UX dari versi 2.0 dan 3.0 / Traveloka
Tampilan UI/UX versi 2.0 dan 3.0 / Traveloka

Perombakan UI/UX ini, sambungnya, baru dilakukan untuk di Indonesia. Di lima negara lainnya, pendekatannya berdasarkan masalah yang dihadapi masing-masing negara, misalnya lebih mengedepankan sistem pembayaran untuk Traveloka Thailand.

Produk Traveloka yang lebih beragam disediakan untuk bersaing di Indonesia. Saat ini hampir 20 produk yang tersedia. Di luar negeri, produk Traveloka yang paling diandalkan adalah pembelian tiket pesawat dan hotel.

Disebutkan proses perombakan ini memakan waktu kurang lebih enam bulan, dimulai dari pertengahan tahun lalu sampai akhir 2017.

Traveloka memproduksi konten tematik yang secara berkala terus diperbarui oleh tim in-house. Tak hanya berbentuk tulisan, tersedia juga foto-foto yang dilengkapi dengan video 360 derajat agar terlihat lebih menggugah. Cara ini juga dimanfaatkan untuk mempromosikan destinasi yang kurang begitu terkenal, namun memiliki potensi alam yang luar biasa.

Di dalam beberapa konten, tim memberikan rekomendasi destinasi yang diselipkan penjualan produk. Misalnya dalam mempromosikan destinasi di Korea, diselipkan informasi seputar atraksi yang menarik dan tiketnya bisa dibeli melalui Traveloka.

Tantangan bisnis OTA

Senior Brand and Design Manager Traveloka Taufiq Adhie Wibowo / Traveloka
Senior Brand and Design Manager Traveloka Taufiq Adhie Wibowo / Traveloka

Taufiq menuturkan, semakin besar skala bisnis perusahaan, maka semakin ketat pula persaingannya di pasar, apalagi untuk skala Asia Tenggara. Bagi bisnis OTA, keputusan seseorang untuk membeli tiket perjalanan kini sudah tidak lagi linier, malah cenderung tidak beratur.

Awalnya urutan pertama dimulai dari riset, kemudian membuat rencana, dan memesan tiket. Setelah itu seseorang akan mendapatkan pengalaman dan akhirnya berbagi pengalaman tersebut kepada orang lain.

“Kita enggak cuma sekadar beri inspirasi, tapi bagaimana konten yang kami berikan bisa jadi jembatan untuk ambil keputusan [membeli tiket].”

tim UI/UX Traveloka disebut selalu mengedepankan konsep DEDI (Data Informed, Emphatic, Deliver, Iterate). Informasi data didapat dari hasil riset para pengguna yang nantinya akan menjadi bahan hipotesis.

Dari situ, tim bisa mendapatkan terjemahan mentah apa yang bisa mereka lakukan sebelum disampaikan ke para pengguna. Proses tersebut akan terus berulang sampai akhirnya bertemu titik temu.

“Kami percaya produk yang bagus itu tidak pernah selesai. Makanya end goal kami konstan, terus menerus dilakukan. Tantangan sekarang makin berat, industri [OTA] makin mature, makanya harus beri inovasi terbaru,” pungkas Taufiq.

Application Information Will Show Up Here

Traveloka Makes an Entrance to Car Rental Business

Lately, Traveloka is actively launched all-new variant services following Lebaran moment and the long holiday. The latest service is car rental. Some services that were previously introduced are bus ticketing, Traveloka Eats, and PayLater lending service.

Christian Suwarna, Senior Vice President of Business Development Traveloka explained, the car rental service completes the effort to meet all demand integrated with one app. Car rental becomes as easy as booking a flight or train tickets.

“After introducing Bus & Travel ticketing service, Traveloka is now fulfilling user’s transportation demand through innovation and technology. Car Rental presents as Traveloka’s commitment in providing the best travel experience for all users,” Suwarna said in the official release to DailySocial, Fri (5/25).

The car rental partners with more than 100 rental providers, accommodating standardized car rental with fare includes a car and a driver for 12 hours. Also, options for all-inclusive additional package includes fuel, parking, toll, and driver’s meal or stay during traveling outside of town. It is available in 11 cities, including Jakarta, Bali, Medan, Yogyakarta, Makassar, Palembang, Malang, Balikpapan, Surabaya, Semarang, and Bandung.

In terms of car rental, customers can book 12 hours before the pick-up time. Next, the customer needs to fill in some booking details of the city, rental date, duration, and pick-up time. Then the customer can choose the car types and providers.

After making the payment, Traveloka will verify and send the booking voucher to customer’s email.

This service is still in beta version and available only for Android. Not all the customers can use the latest service due to the gradual distribution. It will be available for iOS soon. Prior to Traveloka, Tiket.com has provided similar service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here