Rayakan Hari Jadi, Youtap Rilis “Tablet Usaha Youtap” dan Platform Loyalitas

Memasuki tahun pertamanya beroperasi, Youtap selaku pengembang aplikasi pemrosesan e-money dan point-of-sales, merilis produk Tablet Usaha Youtap dan platform loyalitas pelanggan. Inovasi tersebut diharapkan dapat mendongkrak merchant hingga 1 juta pada tahun ini.

CEO Youtap Indonesia Herman Suharto menerangkan, dalam perjalanan bisnisnya di tahun pertama ini, awalnya solusi Youtap banyak dipakai untuk merchant warung toko kelontong dan sejenisnya. Hingga kini dengan semakin berkembangnya usaha mitra merchant yang bergabung, maka kebutuhan mereka untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan juga semakin bertambah.

Sebelum merilis layanan tablet, perusahaan melihat adanya kenaikan hingga 50% pada adopsi layanan aplikasi Usaha Youtap untuk kategori merchant segmen menengah di kuartal akhir 2020. Layanan baru ini merupakan jawaban perusahaan terhadap tingginya aspirasi para pelaku usaha untuk memiliki perangkat tablet yang terintegrasi dengan seluruh solusi usaha Youtap.

Merchant kami beradaptasi dengan layanan yang disediakan Youtap, mereka suka dengan layanan kami. Kebanyakan mereka tanya kapan sediakan versi tablet yang isinya berbeda dengan sebelumnya. Dari sana kami sesuaikan dengan fundamental di market Indonesia apa yang bisa diintegrasi, akhirnya kami sematkan program loyalitas,” ucap Herman dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/2).

Dalam Tablet Usaha Youtap ini, disematkan dengan berbagai fitur tambahan yang berbeda dari aplikasi Usaha. Di antaranya, fitur pengelolaan kategori produk yang dapat diatur sesuai kebutuhan usaha, melakukan program promosi pelanggan yang lebih lengkap, hingga memberikan layanan loyalitas terintegrasi khusus untuk para pelanggan merchant.

Aplikasi tersebut sudah bisa diunduh di Play Store dan App Store. Semua aplikasi dan layanan yang dimiliki Youtap sudah terintegrasi satu sama lain, sehingga pengguna bisa dengan mudah menggunakan akun login yang sama dengan aman, bisa cetak struk, dan mendapat laporan serta analisa transaksi melalui Portal Usaha Youtap.

“Dengan demikian, pemilik usaha bisa memantau semua usahanya dalam satu sistem. Kami juga mengedepankan keunggulan dalam solusi pembayaran nontunai, merchant lebih mudah memproses transaksi QR dynamic, baik MPM (Merchant Presented Mode) maupun CPM (Consumer Presented Mode).”

Untuk layanan loyalitas, sudah terintegrasi langsung baik melalui aplikasi versi tablet dan mobile. Merchant dapat lebih baik mengelola pelanggan setianya, seperti lewat kupon reward untuk pembelian selanjutnya, digital stamp, atau voucher. Perusahaan juga menyediakan aplikasi Snap by Youtap untuk bisa langsung digunakan konsumen untuk scan dari ponsel mereka dari mitra merchant.

Setahun beroperasi, diklaim Youtap memiliki 150 ribu merchant yang tersebar di seluruh Indonesia dan memroses lebih dari 2 juta transaksi. Sekitar 98% dari keseluruhan merchant ini adalah UMKM dan sebanyak 40% di antaranya datang dari pengusaha kuliner, seperti tempat makan serta kedai kopi.

Berikutnya, sekitar 20% dari total merchant datang area Indonesia Timur, seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali, serta Papua. Bandung merupakan kota dengan jumlah merchant terbanyak sebesar 12%, disusul Semarang 9% dan Surabaya 7%.

Dalam menargetkan 1 juta pengguna dalam tahun ini, perusahaan sedang memroses kerja sama dengan lima brand besar yang masing-masing memiliki ratusan gerai. Mengingat Youtap adalah bagian dari Grup Salim, oleh karenanya perusahaan akan melanjutkan integrasi tersebut lebih jauh bersama anak usaha lainnya.

Herman optimis target tersebut dapat tercapai dengan memerhatikan kondisi eksternal di Indonesia, yang mana usaha-usaha dari berbagai sektor kembali bergerak. “Kami akan melanjutkan target awal yang sempat tertunda karena pandemi. Kami targetkan ada 1 juta merchant sampai akhir tahun ini,” tutup Herman.

Application Information Will Show Up Here

Platform SaaS majoo Sajikan Layanan Pengelolaan Bisnis Menyeluruh untuk UKM

Salah satu faktor untuk membantu kesuksesan bisnis UKM adalah dukungan dari layanan logistik, pembayaran, hingga manajemen pengelolaan bisnis mereka. Dalam waktu dua tahun terakhir, sudah banyak platform yang kemudian mencoba memudahkan para pelaku UKM mengelola bisnis mereka. Salah satu platform yang kemudian mencoba untuk menyasar sektor tersebut adalah majoo.

majoo didirikan oleh tiga founder, meliputi Adi W. Rahadi (CEO), Audia R. Harahap (COO), dan Bayu Indriarko (VP Engineering). Sebelumnya ketiga para pendiri tersebut merupakan pelaku bisnis ritel yang juga melayani pelanggan UKM, sehingga mereka cukup memahami berbagai kesulitan yang ditemui di lapangan.

Kepada DailySocial Adi mengungkapkan, majoo merupakan aplikasi wirausaha (mini ERP untuk pelaku UKM) dengan fitur lengkap, tidak hanya aplikasi kasir atau point of sales, tetapi juga meliputi pengelolaan inventori, pelanggan, akuntansi, karyawan, analisis bisnis, dan pesanan online.

“majoo percaya bahwa UKM memainkan peran penting dalam mendukung perekonomian Indonesia. majoo juga percaya bahwa setiap UKM harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses teknologi dan ekonomi digital yang dapat membantu UKM untuk tumbuh.”

Ditambahkan olehnya, UKM memiliki kesenjangan dalam pencatatan keuangan, membuat pengelolaannya tidak efisien, sehingga potensi durasi bertahan bisnis menjadi pendek, serta membatasi akses terhadap permodalan yang diperlukan pengembangan usaha untuk bisa naik kelas.

Kondisi ini menjadi tantangan UMKM untuk tumbuh melampaui potensi mereka yang sebenarnya. Untuk itu, majoo hadir dengan menyediakan sistem pendukung bisnis yang membantu mereka mengoptimalkan potensi bisnisnya.

“Misi majoo yaitu memajukan UKM dengan inovasi financial technology untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Mendukung UKM naik kelas dan dapat membuka akses pasar ke dunia digital,” kata Adi.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Solusi bisnis dari majoo merupakan aplikasi dengan biaya berlanggan secara bulanan atau SaaS. majoo saat ini telah memiliki pengguna berbayar lebih dari 15 ribu wirausaha tersebar di lebih dari 600 kota di Indonesia dengan berbagai jenis usaha. Mulai dari F&B, ritel, jasa, dan jenis wirausaha lainnya.

“Yang membedakan majoo dengan platform lainnya adalah, sebagai aplikasi wirausaha (mini ERP untuk pelaku UKM) dengan fitur lengkap, majoo juga telah terintegrasi dengan marketplace terbesar di Indonesia seperti Tokopedia, Shopee, Blibli, serta Grabfood, untuk meningkatkan penjualan melalui berbagai macam channel online. Semua didapat dengan satu paket langganan dengan harga terjangkau tanpa adanya biaya tambahan (add-ons),” kata Adi.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Saat masa awal pandemi, segmen retail merupakan bisnis yang paling terdampak dengan penurunan penjualan sampai dengan 70%. Namun dalam waktu tiga bulan, bisnis kembali mengalami tren kenaikan normal dan lebih memiliki ketahanan. Sehingga saat PSBB yang kedua tidak banyak berdampak dibandingkan PSBB pertama yaitu hanya mengalami penurunan sebesar 10%.

“Karena retail merupakan segmen utama majoo, sehingga kami langsung melakukan perubahan strategi growth menjadi efisiensi dan mengembangkan fitur yang menambah value wirausaha dimasa pandemi untuk meningkatkan penjualan dari channel online. Mulai dari order online, webmenu, WhatsApp struk dan pembayaran online, integrasi dengan Grabfood, Tokopedia, dan layanan e-commerce lainnya,” kata Adi.

Saat ini kinerja bisnis majoo mulai mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan sebelum masa pandemi. Perusahaan yakin bahwa krisis merupakan katalis tumbuhnya wirausaha baru yang akan mengakselerasi digitalisasi sehingga ke depannya akan mendorong pertumbuhan bisnis majoo.

“Distribusi vaksin yang diperluas mulai tahun 2021 akan membuat retail kembali normal. Dengan performance bisnis majoo yang kuat pada tahun 2020 lalu, kita menargetkan untuk meraih profitability pada akhir tahun 2021, serta kembali merencanakan penggalangan dana pada Q2 tahun ini yang sempat tertunda tahun lalu saat awal pandemi,” kata Adi.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Karya Startup yang Bisa Digunakan oleh Pelaku UKM

Startup pastinya identik dengan yang namanya teknologi, bisa dalam bentuk aplikasi berbasis web, mobile ataupun desktop. Sasarannya pun tak melulu kaum korporat, pelaku usaha skala yang kecil hingga menengah pun dibidik karena jumlahnya yang cukup banyak dan cukup tahan dengan guncangan ekonomi.

Continue reading Aplikasi Karya Startup yang Bisa Digunakan oleh Pelaku UKM

Mengenal Lebih Dekat ALUDI, Asosiasi Pelaku Equity Crowdfunding

Bicara tentang equity crowdfunding (ECF) –formalnya dikenal urun dana melalui penawaran saham– adalah bicara tentang kepatuhan yang tinggi terhadap regulasi. Sebagai salah satu model bisnis dengan inovasi anyar, regulator di Indonesia cukup ketat mengawasi bisnis urun dana ini. Ini juga yang jadi salah satu alasan berdirinya Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI).

ALUDI ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pengawasan Pasar Modal sebagai asosiasi resmi urun dana sejak pertengahan Desember 2020 melalui surat OJK No.S-153/PM.22/2020. Perusahaan rintisan yang terdaftar meliputi Santara, Bizhare, dan CrowdDana; tercatat sebagai pendiri asosiasi ini, sementara posisi ketua diduduki oleh CEO Santara Reza Avesena. Ketiga startup tadi merupakan penyelenggara bisnis urun dana melalui penawaran saham berizin pertama di Indonesia.

Reza bercerita, ALUDI berdiri untuk membesarkan potensi pasar urun dana di tanah air. Sebagai bisnis yang tergolong baru, Reza menilai kehadiran pemain baru yang kuat dibutuhkan untuk membesarkan pasar sekaligus memperkenalkan produk urun dana ke publik lebih luas.

“Dalam hal platform kita kompetisi, dalam hal komunitas kita kolaborasi dalam bentuk membesarkan market, saling beri benefit, dan dengan asosiasi ini ketika penyelenggara-penyelenggara lain masuk bisa kita jagain,” ucap Reza.

Menjaga kepatuhan

Yang dimaksud “menjaga” oleh Reza adalah memastikan kepatuhan pemain baru ECF terhadap regulasi yang berlaku. Reza bersama Santara merasakan betul pentingnya kepatuhan akan regulasi itu. Pada masa awal beroperasi, Santara kena semprit OJK karena regulasi yang mengatur ECF belum ada. Imbasnya Santara harus berhenti beroperasi sementara.

Reza tidak ingin pengalaman pahit dialami oleh para koleganya. Selain bisa berimbas buruk terhadap kelangsungan bisnis, melanggar regulasi juga dapat menodai kepercayaan publik yang tengah dipupuk industri ini.

Asosiasi juga direncanakan mengambil peran dalam menyaring pemain-pemain baru. Reza menilai kemungkinan suatu penyelenggara mengalami default tetap ada. Jika skenario terburuk itu terjadi tak hanya akan mencoreng reputasi industri saja, tapi juga mengganggu kelancaran UKM yang melantai di bursa.

“Dengan adanya ALUDI, semua penyelenggara yang dapat izin kita jaga banget jangan sampai ada penyelenggara-penyelenggara bodong yang justru bisa menghilangkan kepercayaan masyarakat.”

Total sudah ada 22 anggota di ALUDI, 4 sudah berizin dan 17 lainnya masih berproses di OJK untuk menjadi penyelenggara ECF. LandX jadi nama paling akhir mengantongi izin OJK.

Perluasan izin

Belum lama asosiasi juga mendapat kabar baik menyusul terbitnya POJK Nomor 57 Tahun 2020 yang mengatur securities crowdfunding (SCF) — secara formal disebut penawaran efek melalui urun dana. SCF merupakan perluasan bisnis dari ECF. Bedanya dengan ECF, badan usaha yang bisa melakukan urun dana tidak hanya perseroan terbatas atau koperasi. Itu artinya badan usaha seperti CV, NV, firma, dan lainnya boleh ikut melakukan urun dana di pasar modal.

Pemerintah resmi meluncurkan SCF pada pembukaan perdagangan bursa pekan lalu. Hadirnya SCF menambah alternatif pembiayaan untuk UKM dan startup. Menyambut hal itu, penyelenggara ECF tengah berlomba memperluas izin mereka untuk bisa menawarkan produk SCF ke publik.

“Saat ini penyelenggara ECF yang sudah memiliki izin sedang melakukan perluasan izin untuk bisa comply dengan POJK 57/2020,” tutur Reza.

Potensi pasar ECF dan SCF bisa diukur dari jumlah UMKM yang diperkirakan mencapai 60 juta. Demi mengejar potensi tersebut, ALUDI punya banyak pekerjaan rumah untuk mendorong pertumbuhan UKM, meningkatkan literasi keuangan masyarakat, menjaga kepercayaan publik, dan menjembatani minimnya talenta di industri keuangan.

Cara Membuat Pembukuan Sederhana untuk UKM Menggunakan Smartphone

Membuat pembukuan sederhana merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh banyak pelaku UKM di Indonesia. Sebagian besar dikarenakan kurangnya pemahaman menggunakan aplikasi yang sebenarnya tersedia cukup banyak.

Continue reading Cara Membuat Pembukuan Sederhana untuk UKM Menggunakan Smartphone

Fokus Bisnis dan Rencana Ekspansi Titipku Tahun 2021

Memasuki akhir tahun 2020, aplikasi Titipku yang didesain layaknya ‘media sosial’ agar setiap pengguna dapat mengunggah informasi mengenai UKM yang ditemui, mengklaim mengalami pertumbuhan bisnis positif selama 2020. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Titipku Henri Suhardja mengungkapkan, di awal pandemi bisnisnya mengambil kebijakan untuk fokus bantu pedagang pasar dan sembako untuk go-digital secepat mungkin, karena omzet pedagang pasar turun sampai hanya tersisa 40% saja.

“Masyarakat juga membutuhkan untuk belanja kebutuhan harian, tapi ada ketakutan untuk pergi ke pasar. Jadi, kami menyampaikan ke semua pengguna Titipku untuk bersama-sama kita bantu dulu pedagang pasar dan sembako. Hasilnya, Titipku mendapatkan momentum untuk bertumbuh sangat tinggi, sekitar 80% setiap bulan.”

Didirikan sejak tahun 2017, saat ini Titipku telah merangkul puluhan ribu UKM dan ratusan ribu pengguna. Hingga akhir bulan Desember 2020, perusahaan mencatat pertumbuhan omzet lebih dari 700%. Ini didukung dengan peningkatan transaksi per bulan rata-rata mencapai 80%. Sepanjang 2020 Titipku juga berhasil menambah 31 ribu pedagang yang masuk ke Titipku. Hal ini tercapai berkat kinerja dari sekitar 7 ribu ‘penjelajah’ (istilah untuk pengguna aplikasi yang mengunggah informasi UKM yang ditemui).

Titipku juga telah membentuk 47 pasar digital yang berisi 1.219 pedagang di dalamnya. Ke-47 pasar digital tersebut adalah pasar tradisional yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

“Area-area inilah yang mungkin akan dikembangkan lebih lanjut sebagai fokus bisnis Titipku. Namun, tidak menutup kemungkinan wilayah lain di Indonesia, jika memang di wilayah itu ada permintaan yang tinggi dari konsumen,” kata Henri.

Rencana Titipku tahun 2021

Peresmian kantor baru Titipku di Jakarta
Peresmian kantor baru Titipku di Jakarta

Akhir tahun 2020, Titipku juga sempat meresmikan kantor baru mereka di Jakarta. Bertempat di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara, pembukaan kantor kedua bertujuan untuk menjangkau lebih banyak lagi pengguna, tidak hanya di Yogyakarta dan sekitarnya, namun juga sampai ke berbagai kota di Indonesia.

“Ya, kami akan segera membuka area baru di sekitar Jabodetabek. Kami sudah melakukan riset dan melihat potensi yang besar dari setiap pasar yang ada di setiap area,” kata Henri.

Disinggung apa yang membedakan Titipku dengan platform lainnya, Henri menegaskan Titipku menggunakan konsep sharing economy, semua pengguna dapat saling berbagi dan bertukar peran; menjadi penjelajah UKM, pembeli atau nitiper, dan kurir atau jatiper yang bersama-sama membantu UKM.

Di marketplace lain kebanyakan hanya tersedia penjual dan pembeli, tanpa adanya keterlibatan pihak lain. Di Titipku, semua pengguna dapat kesempatan untuk memperoleh penghasilan dari setiap transaksi, dengan menjadi penjelajah maupun Jatiper.

“UKM yang masuk di Titipku sebagian besar adalah usaha kelas ultra mikro dan mikro, yang masih sangat konvensional, jadi terbatas untuk kemampuan digitalnya (alat & akses). Platform Titipku menjadi solusi karena UKM dibantu go digital oleh anak-anak muda yang menjadi penjelajah UKM,” kata Henri.

Tahun 2021 ini Titipku memiliki rencana untuk penggalangan dana. Selain itu perusahaan juga ingin fokus kepada perluasan area layanan, yang ditargetkan akan menambah 10 area dengan masing-masing area ada 5 pasar, maka akan ada 50 pasar baru. Targetnya 50 ribu pedagang akan go digital dengan Titipku di tahun 2021 ini.

“Tahun 2021 akan menjadi momentum yang pas untuk berlari lebih kencang karena Titipku sudah menyiapkan sistem dan layanan bagi UKM dan masyarakat untuk bertransaksi lebih cepat dan nyaman,” kata Henri.

Application Information Will Show Up Here

Pajak.io Jembatani Kebutuhan UKM Soal Perpajakan

Rendahnya peran serta pelaku UKM untuk membayar pajak dan kurang user friendly opsi perpajakan saat ini, memberikan inspirasi bagi Rayhan Gautama (CEO), Jefriansyah Hertikawan (CTO), dan Fadil Moestar (CPO) untuk mendirikan Pajak.io. Platform tersebut diinisiasi oleh pendiri Fintax (PT Fintek Integrasi Digital), salah satu Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) resmi yang terdaftar dan diawasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia.

Kepada DailySocial Rayhan mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh, dari sekitar 60 juta UKM di Indonesia, hanya sekitar 2 juta unit usaha yang membayar pajak. Maka dari itu Pajak.io dibangun untuk menyediakan opsi perpajakan yang lebih user friendly agar mudah dimengerti bagi masyarakat dan pengusaha pada umumnya.

“Berdasarkan hasil studi yang kami pelajari dari berbagai jurnal ilmiah, setidaknya kami menemukan dua alasan mengapa inklusi perpajakan pada UKM sangatlah rendah. Yang pertama dikarenakan sistem daring kepatuhan pajak milik Ditjen Pajak dipandang kurang user friendly, yang kedua karena minimnya sosialisasi kepada para pelaku UKM.” kata Rayhan.

Sejak diluncurkan pada 14 Juli 2020, Pajak.io berhasil mencatat pertumbuhan yang baik sepanjang tahun 2020. Mereka mengklaim telah memiliki 3322 pengguna dari 2540 badan usaha yang terdaftar di Indonesia. Sepanjang tahun 2020, Pajak.io mencatat lebih dari 14025 transaksi dengan nominal pajak yang terkelola mencapai lebih dari 22,6 miliar Rupiah.

“Model bisnis dari Pajak.io adalah freemium. Strategi Pajak.io adalah untuk memberikan layanan gratis kepada seluruh pengguna dan juga membangun database kontak untuk nantinya ditawarkan layanan premium Pajak.io, untuk layanan premium ini akan diluncurkan pada Q1 2021,” kata Rayhan.

Manfaatkan web app

Solusi dan kemudahan yang ditawarkan untuk pelaporan pajak para pelaku UKM tersebut adalah melalui web app Pajak.io. Platform tersebut fokus pada layanan pembuatan kode billing untuk kebutuhan pembayaran pajak dan juga layanan pelaporan SPT secara daring yang lebih user friendly. Di samping itu, Fintax juga aktif untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha UKM tentang kemudahan administrasi perpajakan.

“Untuk saat ini fitur multi-pengguna dan multi-perusahaan merupakan fitur yang paling diminati oleh pasar kami. Dengan fitur tersebut, satu pengguna dapat mengelola lebih dari satu perusahaan dan satu perusahaan juga dapat dikelola lebih dari satu pengguna, gratis dan tanpa batasan,” kata Rayhan.

Disinggung apa yang membedakan Pajak.io dengan platform serupa lainnya, Rayhan menegaskan positioning layanan serupa di pasar saat ini, lebih memfokuskan kepada monetisasi produknya kepada segmen enterprise. Sedangkan visi Pajak.io adalah untuk mendongkrak inklusi perpajakan terutama kepada UKM.

“Bukan berarti produk Pajak.io tidak dapat digunakan enterprise, namun product market fit terhadap segmen UKM akan selalu menjadi fokus jangka panjang dari Pajak.io,” kata Rayhan.

Perusahaan mencatat saat ini sekitar 75% pengguna dari Pajak.io adalah UKM, sementara 15% masuk dalam kategori segmen enterprise. Sisanya Pajak.io memiliki pengguna yang berasal dari kalangan instansi pemerintahan meliputi Sekolah Negeri, Madrasah, dan lainnya.

Pandemi dan rencana tahun 2021

Dilihat dari pertumbuhan bisnis saat pandemi, Pajak.io tidak mengalami kendala yang berarti. Perusahaan mencatat target telah tercapai. Sejak diluncurkannya platform, relasi yang lebih baik telah tercipta dengan target pengguna mereka yaitu kalangan UKM di Indonesia.

“Hal yang paling membanggakan justru bukan dari capaian kuantitatif, namun kualitatif. Semenjak layanan Pajak.io diluncurkan, kami merasa sangat engaged dengan segmen UKM. Berbagai macam sosialisasi perpajakan dan tawaran kerjasama dengan berbagai komunitas UKM juga kami lakukan sehingga kami jadi lebih paham mengenai pain point mereka dalam perpajakan, dan layanan apa yang harus kami bangun kedepannya untuk membantu mereka,” kata Rayhan.

Tahun 2021 mendatang ada beberapa rencana yang dimiliki oleh perusahaan, di antaranya adalah fokus untuk monetisasi produk premium melalui aplikasi e-Faktur (untuk administrasi PPN) dan e-Bupot (untuk administrasi PPh 23/26).

Ke depannya perusahaan juga akan meluncurkan layanan lain yang difokuskan untuk melayani segmen UKM secara full service (hitung-bayar-lapor) dengan memanfaatkan kemitraan strategis dengan beberapa komunitas UKM. Perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan awal.

“Kami cukup senang atas respon positif pasar terhadap Pajak.io, terutama untuk para pengguna dari sektor UKM atas antusiasme mereka terhadap kewajiban perpajakannya,” kata Rayhan.

Flick Luncurkan Layanan Keuangan Digital Terintegrasi untuk Pelaku Usaha F&B

Bertujuan untuk memudahkan proses transaksi antara penjual dan pembeli, Flick platform yang mengusung konsep pembayaran secara cashless memanfaatkan QR Code meresmikan produknya. Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Flick Thalla Hirasazari mengungkapkan, saat diluncurkan tahun 2019 lalu ide awal platform ini berkonsep ATM berjalan, masyarakat dapat menarik uang secara tunai melalui pedagang kaki lima dan warung.

Setelah melewati berbagai tahap adaptasi dan pivot, bersama para pendiri lainnya yaitu Rizha Teuku, Indra Prasetyo, dan Abhishta Gatya kemudian secara resmi mulai memperkenalkan beberapa produk baru dari Flick kepada target pengguna dan merchant.

“Flick saat ini fokus memberikan solusi kepada para UKM melalui dua produk. Pertama, FlickSilvi+ yaitu penyediaan sistem contactless dining untuk restoran dan cafe, beradaptasi dengan perilaku konsumen saat pandemi. Kedua, FlickShop yakni platform online social commerce,” kata Thalla.

Dengan sistem table QR yang praktis, pelanggan yang datang ke restoran mitra hanya perlu memindai QR code dan memilih makanan melalui tampilan menu digital di smartphone tanpa memanggil pelayan atau beranjak dari kursi. Sistem yang terintegrasi juga memungkinkan pelanggan untuk membayar pesanan melalui fitur FlickPay.

Permudah mitra kelola transaksi

Diperuntukkan bagi mitra, baik FlickSilvi maupun FlickSilvi+ mengusung teknologi smart cashier mobile. FlickSilvi dirancang untuk UKM seperti warung kelontong atau warteg agar lebih terdigitalisasi dan cashless. Sedangkan FlickSilvi+ menyasar market restoran maupun kedai kopi dalam memproses pesanan dari pelanggan dine-in.

“Keunggulan yang ditawarkan FlickSilvi dan FlickSilvi+ bagi mitra adalah kemudahan mencatat transaksi penjualan, alert system stok bahan baku, dan data analisis penjualan untuk mencegah food waste bagi industri makanan. Selain itu, di FlickSilvi dan FlickSilvi+ ada data yang bisa diserap, seperti data penjualan harian, range usia, hingga area domisili pelanggan untuk dijadikan analisis data penjualan yang efektif dan terukur,” kata Thalla.

Menargetkan penjual online yang memanfaatkan media sosial seperti Instagram, Flick kemudian menyederhanakan proses penjualan di satu tempat melalui FlickMerchant yang terintegrasi dengan Instagram. Penjual cukup mendaftarkan toko dan upload foto dagangan di aplikasi FlickMerchant, salin link, dan tempel URL di link bio Instagram. Pembeli dapat merasakan pengalaman belanja online seperti di Instagram Shop, termasuk memilih jasa kurir, tracking, dan melakukan transaksi pembeliannya. Bagi sisi pembeli, semua kemudahan ini tersedia di satu aplikasi Flick.

“Kebanyakan penjual menyediakan link penjualan di profil Instagram. Ketika calon pembeli mengklik tautan tersebut, calon pembeli diarahkan ke channel platform lain, misal WhatsApp atau marketplace. Dengan FlickMerchant, memudahkan penjual memberikan informasi produk dagangannya langsung di Instagram,” kata CPO Flick Rizha Teuku.

Rencana dan fokus Flick tahun 2021

Saat ini Flick mengklaim telah memiliki sekitar 1500 mitra yang terdiri dari restoran dan cafe. Untuk produk FlickSilvi+ contactless dining, telah tersedia di restoran-restoran yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan kota kota besar lainnya. Untuk mendukung layanan, Flick juga telah menjalin kemitraan di antaranya dengan layanan logistik SiCepat, Mr. Speedy, AnterAja, dan tengah menjajaki kerja sama dengan Grab sebagai alternatif pilihan pengiriman.

Flick juga memiliki rencana untuk meluncurkan FlickTransfer dan FlickFund untuk melengkapi layanan one-stop-service digital di aplikasi Flick. Saat ini masih dalam proses pengembangan dan perizinan oleh OJK, nantinya kedua fitur ini diharapkan bisa mempermudah akses dan menjadikan UKM sebagai sarana transfer dana baik untuk lokal maupun internasional. Sedangkan, FlickFund bertujuan memberikan akses pinjaman ke UKM melalui fitur p2p lending.

“Tahun 2021 mendatang ada beberapa target yang ingin dicapai oleh perusahaan, di antaranya adalah fokus kepada iterasi produk dan jumlah transaksi. Setelah mengantongi pendanaan pre-seed dari angel investor Kiwi Aliwarga, perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana seri A tahun depan,” kata Thalla.

Application Information Will Show Up Here

Moodah Kembangkan Aplikasi Catatan Keuangan, Targetkan UKM yang Terdampak Pandemi

Angka konfirmasi kasus positif Covid-19 di Indonesia yang semakin meningkat menunjukkan bahwa belum ada tanda-tanda negara ini akan bebas dari belenggu virus tersebut. Hal ini berpotensi membawa sektor UKM semakin terpuruk jika tidak mulai beradaptasi dengan perubahan yang ada. Salah satu solusi yang saat ini banyak ditawarkan untuk membantu adaptasi para penggiat UKM ini adalah aplikasi pencatatan keuangan.

Salah satu aplikasi yang belum lama ini meluncur adalah Moodah. Arini Astari, selaku Co-Founder menyampaikan fakta terkait 78% UKM yang bangkrut di tahun pertama adalah karena mayoritas mereka masih unbankable, serta keuangan usaha dan rumah tangga yang tidak tertata rapi. Jadi meskipun penjualan terlihat bagus, penghasilan yang didapat tidak transparan.

“Dengan background kami para founders yang datang dari ERP consultant, kami percaya kami dapat menggunakan solusi-solusi yang sebelumnya kami kembangkan untuk big corporates, kami sederhanakan untuk sesuai kebutuhan UMKM dan membantu mereka untuk mulai menata laporan keuangannya tanpa harus belajar akuntansi,” ujar Arini.

Moodah merupakan produk ekspansi dari Rubyh.co, sebuah software house Indonesia yang berfokus dalam memberikan solusi perangkat lunak berkualitas tinggi untuk masalah terkait teknologi. Setelah tiga tahun berdiri, timnya memutuskan untuk merambah produk baru yaitu sistem manajemen inventaris. Pada tahun 2018, terbentuklah Moodah yang digawangi oleh Arini Astari, Muhammad Irfan, dan Alexander Sie To.

Fitur yang ditawarkan Moodah cukup sederhana, yaitu pencatatan transaksi, pembuatan laporan keuangan, serta pengelolaan hutang/piutang. UMKM hanya perlu memasukan pengeluaran dan pemasukan, lalu aplikasi akan membuatkan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK EMKM.

Dengan memiliki laporan keuangan yang jelas, pelaku UMKM dapat membuat keputusan lebih cepat dan lebih baik. Laporan keuangan ini juga dapat menjadi modal mereka untuk mengajukan pinjaman. Timnya turut menambahkan, pelaku UKM yang menggunakan Moodah dilaporkan mendapat kenaikan laba bersih sampai 125%.

“Saat ini kami memfokuskan kepada teman-teman yang terdampak pandemi (dirumahkan) dan mulai berjualan mandiri secara online ataupun offline. Aplikasi pembukuan Moodah dapat dinikmati UMKM secara gratis, namun kami juga menawarkan fitur-fitur premium yang dapat dibeli oleh pengguna,” tambah Arini.

Selama beroperasi, Moodah telah bekerja sama dengan banyak pihak, terutama pemerintah, seperti Jakpreneur, Rumah Kreatif BUMN, KADIN, serta pengembang komunitas lainnya. Dalam tiga bulan terakhir, Arini turut menyampaikan antusiasme tinggi dari UKM yang ditunjukkan dengan peningkatan pengguna aplikasi hingga 86%.

Pada bulan Oktober lalu, Moodah juga terpilih sebagai salah satu kandidat untuk mengikuti program Startup Studio Indonesia. Ini merupakan program intensif yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bagi startup tahap awal untuk mengakselerasi skala bisnisnya.

“Program Startup Studio sangat membantu kami untuk fokus kepada solusi akan masalah yang kami mau coba pecahkan. Kami diberikan 1:1 session
dengan para founders yang sudah series B ke atas, sehingga kami bisa sharing experience dan sangat relatable,” ungkap Arini.

Layanan pencatatan keuangan sendiri sedang mendapat perhatian dari banyak investor. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa platform yang berhasil meraih pendanaan di tahun ini, sebut saja BukuKas, BukuWarung, serta Credibook. Sebelumnya, Moodah juga telah mengikuti program akselerator MOX oleh SOSV, perusahaan modal ventura yang bermarkas di Amerika Serikat, dan berhasil mendapatkan dana pre-seed pada bulan Februari 2020.

Terkait dampak pandemi, Arini turut menyampaikan bahwa timnya kini lebih fokus dan terarah untuk mencapai target, serta semakin termotivasi untuk membantu sektor UKM yang 47%-nya sudah tutup buku.

“Kami selalu mencoba melihat sisi yang positif dari suatu kejadian. Kami melihat pergerakan UMKM ke arah digital menjadi lebih cepat karena untuk dapat bertahan di masa pandemi, UMKM harus beralih online,” jelas Arini.

Saat ini, Moodah juga memfasilitasi UMKM dari mengadakan pelatihan-pelatihan online hingga meluncurkan fitur penagihan menggunakan WhatsApp. Penggunanya pun dapat melakukan pembayaran langsung menggunakan dompet digital, seperti GoPay, OVO, dan DANA, maupun transfer bank (virtual account).

Application Information Will Show Up Here

Beverage Brand “Haus!” Becomes Sembrani Nusantara’s First Portfolio, Secured 30 Billion Rupiah Funding

BRI Ventures (BVI) through the Sembrani Nusantara Venture Fund invests for the first time in non-fintech startups. It’s also not a technology service developer startup, but a new economy. It is the local beverage brand developer Haus! in the Series A funding round. The nominal has reached 30 billion Rupiah, as well as being Sembrani’s debut investment to startups.

It is said that BVI is completing several other investments through the new managed fund, which will be announced soon. As previously stated, Sembrani Nusantara‘s goal is to find and foster local startups in order to foster a sustainable SME ecosystem.

Since it was founded in 2018 by Gufron Syarif, currently Thirsty! already has 113 branch outlets in the Jabodetabek and Bandung areas. The market segmentation is Gen-Z and millennial, offering a variety of drinks and bread at relatively affordable prices, starting from IDR 5,000.

“With the Series A funding, we support SMEs to move up their game for greater scalability and carry out their expansion outside Jabodetabek. The B2C segment for this category is still very wide and we hope to open up collaboration spaces with an integrated ecosystem,” BVI’s CEO Nicko Widjaja said.

Meanwhile, Haus! CEO, Gufron Syarif said that his current focus is on bringing the business into a wider segment of society, while still promoting affordable products with good quality.

“We have a different strategy from the high-end brands on the market today. We believe that selling beverage and food products at affordable prices can attract more consumers in Indonesia. From the customer experience aspect, we design it in such a way that our outlet can provide convenience for all groups of society,” Gufron added.

The fresh beverage business, which targets a similar segment, is on the rise. Some local venture capitalists (who are used to investing in digital startups) are also starting to get there. Also Alpha JWC Ventures with Goola, Hangry, and Kopi Kenangan; then there is also East Ventures which builds and invests in Fore Coffee.

Covid-19 has definitely had an impact on the F&B industry, but at the same time tests the business mentality of its founders. Some who choose to continue to accelerate their business, carry out the transformation to take advantage of the existing range of services. For example, what Haus! did, when there were social restrictions in the city, they optimized the use of ride-hailing services such as GoFood or GrabFood.

It has not been announced whether after this funding Haus! will also focus on developing digital lines to improve various aspects of the business – just like what several other startups have done. It’s just certain, if the existing players tend to play in the upper-middle segment, Haus! is stil exploring the broader mid-market segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian