Bagian dari Integrasi Ekosistem GoTo, Pluang Kini Masuk ke Tokopedia Emas

Pluang resmi hadir di aplikasi Tokopedia sebagai alternatif pilihan berinvestasi emas. Pluang sendiri merupakan portofolio dari Go Ventures, bagian dari GoTo Group, sehingga bisa dikatakan bahwa kehadiran Pluang adalah bagian dari integrasi ekosistem grup.

Go-Ventures terlibat dan memimpin pendanaan Pluang dari pendanaan awal, seri A, dan seri B.

Dalam perjalanan Tokopedia Emas, sejak dirilis pertama kali pada 2018, perusahaan bermitra dengan e-mas, platform investasi emas yang dimiliki Orori. Namun berhenti lantaran, pada saat itu e-mas belum memiliki izin dan diminta OJK untuk menghentikan operasionalnya hingga mendapat izin dari Bappebti. Kemudian, kemitraan beralih ke Pegadaian, tertanda dimulai sejak awal 2019 sampai akhirnya Pluang mulai bergabung.

Ekosistem layanan investasi di aplikasi GoTo Group / DailySocial.id

VP of Fintech and Payment Tokopedia Vira Widiyasari menjelaskan, kolaborasi dengan mitra strategis, selalu menjadi komitmen perusahaan untuk membantu masyarakat dari segala latar belakang untuk mulai berinvestasi secara daring.

“Beberapa nilai tambah yang bisa dinikmati masyarakat berkat adanya kolaborasi dengan Pluang di Tokopedia Emas, antara lain: proses beli dan jual emas yang lebih mudah, sehingga bisa diikuti oleh siapa pun, bebas biaya tambahan, serta selisih harga jual dan harga beli (spread) yang relatif stabil,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Hal senada juga diutarakan Co-Founder Pluang Claudia Kolonas. Ia berharap kerja sama ini bisa membuat masyarakat lebih mudah dalam membeli kelas aset investasi karena dapat dilakukan, bahkan melalui platform e-commerce sekalipun.

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, Head of Investment and Insurance Tokopedia Marissa Dewi memaparkan data internal Tokopedia per Juni 2021 mencatat selama lebih dari dua tahun belakang, jumlah pengguna terdaftar di Tokopedia Emas tumbuh hampir 24 kali lipat dan berasal dari berbagai latar belakang.

“Walaupun kami belum bisa menyampaikan data spesifik terkait nominal transaksi, yang bisa kami sampaikan bahwa transaksi jual-beli emas lewat Tokopedia Emas bertumbuh hampir 28 kali lipat selama lebih dari dua tahun ke belakang (data per Juni 2021),” ujar Marissa.

Salah satu program perusahaan untuk mendorong investasi adalah menggencarkan Gerakan Rabu Nabung untuk membiasakan masyarakat berinvestasi emas atau reksa dana lewat Tokopedia.

Dalam situs FAQ di Tokopedia, tidak ada perbedaan spesifik antara transaksi jual-beli di Pluang maupun Pegadaian, sama-sama bisa mulai investasi emas mulai dari Rp5 ribu. Namun untuk selisih harga beli dan harga jual, di Pegadaian dilihat secara fluktuatif, sementara di Pluang ditetapkan sebesar 3%.

Pengguna dapat memanfaatkan kedua partner ini untuk berinvestasi, tapi tabungan di masing-masing platform ini tidak bisa digabung dan dialihkan. Jika pengguna sudah menjadi pengguna Pegadaian dan ingin mendaftar di Pluang harus melakukan registrasi, begitu pun sebaliknya.

Dalam upayanya mendorong penetrasi investasi di kalangan usia muda, Tokopedia mengambil posisinya sebagai pintu masuk untuk memperkenalkan produk investasi kepada mass market yang masih awam dengan dunia investasi. Makaya, pilihan kelas investasinya condong ramah untuk pemula, yakni emas, reksa dana pasar uang (bermitra dengan Bareksa).

Strategi Pluang sebagai embedded platform

Tokopedia menambah jajaran kemitraan yang dilakukan Pluang untuk memperluas penetrasi investasi –dengan strategi embbedded platform— setelah DANA, Bukalapak, dan Gojek. Keseluruhan kemitraan ini untuk perluasan kelas aset investasi emas digital.

Saat ini, diklaim ada lebih dari 3 juta pengguna yang sudah terdaftar melalui Pluang. Dalam wawancara bersama DailySocial.id beberapa waktu lalu, Claudia menyebut emas masih menjadi favorit pengguna Pluang dalam berinvestasi. Kendati begitu, Pluang terus memperkenalkan berbagai kelas aset investasi lainnya, mulai dari Micro E-Mini Index Futures, mata uang kripto, dan reksa dana.

Dalam menyediakan kelas aset tersebut, perusahaan juga bekerja sama dengan pemain industri. Misalnya untuk aset kripto, dengan Tokocrypto dan Zipmex, sementara untuk reksa dana bermitra dengan berbagai manajer investasi terpercaya.

“Dengan posisi sebagai one stop investment app, Pluang ingin merangkul semua calon pengguna yang datang dari beragam profil risiko. Untuk saat ini, mayoritas user kami memang masih memilih emas sebagai portofolio mereka, untuk S&P 500, aset kripto, dan reksa dana dapat dibilang kelas aset yang baru saja booming. Pluang sendiri baru meluncurkan untuk reksa dananya,” ucap Claudia.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Grab Berinvestasi ke Putaran Seri C Bareksa

Hari ini (25/11), platform investasi Bareksa, Grab, dan OVO mengumumkan komitmennya untuk melakukan kolaborasi lebih dalam. Dalam kesempatan ini turut diumumkan, Grab telah masuk ke putaran pendanaan seri C Bareksa. Kendati demikian, tidak disebutkan lebih detail mengenai nominal dan investor lain yang terlibat. Adapun putaran ini dikatakan telah ditutup sejak Oktober 2021 lalu.

Disampaikan juga, bahwa putaran investasi ini menjadi kelanjutan dari pendanaan seri B sebelumnya yang diraih Bareksa 2 tahun lalu. Kala itu OVO juga turut menjadi salah satu investor, dengan dukungan sejumlah angel investor.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, “Investasi kami di Bareksa memperkuat bisnis jasa keuangan di Indonesia dan mempertegas komitmen Grab Indonesia dalam mendorong perkembangan ekosistem startup. Dengan sinergi ini, kami juga berencana menawarkan peluang kepada mitra dan pengguna kami untuk berpartisipasi di pasar modal melalui platform Bareksa.”

Melalui sinergi ini, Bareksa akan mendapatkan akses ke pengguna dan mitra Grab, menawarkan mereka peluang investasi dengan pembayaran yang ditangani oleh OVO, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.

“Pendanaan Grab ke Bareksa ini akan semakin mengukuhkan keberadaan Bareksa sebagai marketplace reksa dana online terintegrasi pertama di Indonesia yang berhasil menjadi platform e-investasi pilihan masyarakat melalui penawaran produk dan layanan investasi yang berkualitas, aman dan beragam,” sambut Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra.

“Sinergi OVO-Bareksa telah membuktikan bahwa kolaborasi dan inovasi antara platform pembayaran digital dan wealthtech memiliki dampak positif yang riil dalam perluasan layanan pasar modal. Fitur OVO | Invest yang pertama kali diluncurkan di awal tahun 2021 dengan didukung Bareksa, kini telah berkembang dalam menawarkan produk reksa dana baik yang berbasis konvensional maupun syariah, telah berhasil menggaet ratusan ribu nasabah baru,” lanjut CEO OVO Jaygan Fu Ponnudurai.

Inisiatif Grab, Bareksa, OVO, dan BenihBaik

Dalam kesempatan yang sama, diumumkan juga inisiatif #ThREEforGood yang dijalankan bersama platform crowdfunding BenihBaik. Melalui program ini Grab, OVO, dan Bareksa akan mendonasikan 0,5% dari nilai transaksi dari setiap pembelian produk investasinya untuk disalurkan ke anak yatim piatu akibat Covid-19.

Di kesempatan tersebut Neneng juga mengonfirmasi adanya investasi dari Grab untuk BenihBaik. Dinakhodai oleh Andy F. Noya, BenihBaik menjadi platform penggalangan dana yang fokus untuk misi sosial. Dikabarkan BenihBaik juga telah mendapatkan pendanaan tahap awal dari Alpha JWC Ventures.

Jika ditelisik lebih dalam, keempat perusahaan saat ini memang memiliki ikatan strategis melalui investasi Grab. Bahkan untuk Bareksa-OVO lebih dalam lagi, mengingat saat ini Karaniya juga menjabat sebagai President OVO.

Application Information Will Show Up Here

Stockbit Targetkan Akuisisi Mahakarya Sekuritas Rampung Sebelum Akhir 2021

Stockbit telah mendapatkan persetujuan dari OJK untuk melakukan akuisisi terhadap perusahaan sekuritas PT Mahakarya Artha Sekuritas, setelah kabar pertama diumumkan sejak Agustus 2021. Proses akuisisi akan dirampungkan sebelum tutup tahun 2021.

Selanjutnya nama Mahakarya Artha Sekuritas akan berubah menjadi Stockbit Sekuritas. Ini adalah akuisisi kedua Stockbit setelah Bibit pada 2019.

Co-founder Stockbit Wellson Lo menuturkan, pihaknya meyakini kombinasi antara pengalaman Mahakarya dan keahlian Stockbit di ranah digital akan menawarkan solusi investasi yang mudah, aman, dan terpercaya bagi investor.

“Terima kasih kepada OJK yang telah mendampingi kami dalam keseluruhan proses ini. Terima kasih karena telah mendukung komitmen Stockbit dalam menghadirkan platform investasi online yang mudah, aman, dan terpercaya kepada seluruh rakyat Indonesia,” tutur Wellson dalam keterangan resmi.

Direktur Utama PT Mahakarya Artha Sekuritas Megawati Soewardi menambahkan, akuisisi ini juga akan dibarengi dengan penguatan tim dalam rangka menjawab tantangan di dalam industri. Sementara itu, para nasabah yang telah berinvestasi di Mahakarya sebelumnya tetap dapat bertransaksi seperti biasa, malah lebih diuntungkan dengan kapasitas Stockbit di bidang teknologi.

Secara terpisah saat dihubungi DailySocial.id, Wellson menuturkan perusahaan akan menyelesaikan proses akuisisi secepat mungkin pasca memperoleh izin dari OJK. Mahakarya akan mengumumkan adanya pergantian saham pengendali, pergantian nama, dan alamat domisili. “Untuk manajemen, kami mempertahankan manajemen yang ada sekarang, serta memperkuat tim lagi untuk menjawab tantangan di industri.”

Mahakarya saat ini memiliki aplikasi tersendiri, nantinya saat akuisisi telah rampung, seluruh aktivitas trading akan dialihkan ke Stockbit.

Menurutnya, aksi korporasi ini dapat membawa keuntungan yang besar bagi perusahaan, juga para pengguna Stockbit. Yang pasti, pengguna bisa berinvestasi saham di Stockbit Sekuritas yang sebelumnya sempat terhenti saat kongsi bisnis perusahaan sebelumnya dengan Sinarmas Sekuritas berhenti. “Kemudian, pengguna bisa berinvestasi dengan nyaman tanpa khawatir oleh kemungkinan pergantian kerja sama dengan sekuritas lagi di masa mendatang.”

Disebutkan juga, dampak dari pengumuman masuknya Mahakarya pada 26 Agustus 2021, mampu meningkatkan antusiasme pengguna yang sempat turun selama beberapa pekan karena tidak bisa melakukan aktivitas trading online. “Tapi dari segi kunjungan masih aman karena mereka bisa menggunakan Stockbit Stream (platform sosial) dan Stockbit Pro untuk tool analisis yang lebih komprehensif. Nanti setelah selesai akuisisi dan ganti nama, semoga confidence user bertambah.”

Mengenai rencana berikutnya untuk masuk ke kelas aset investasi lainnya, misalnya aset kripto, Wellson menuturkan pihaknya berusaha relevan dengan menjawab pain point yang dialami pengguna. Namun untuk bisa menambah kelas aset lain, perlu riset lebih lanjut. “Tetapi, kami berkomitmen untuk terus berinovasi dalam memberikan layanan terbaik bagi para pengguna. Seandainya ini menjadi sesuatu yang real, akan kami kabari segera.”

Disebutkan, saat ini Stockbit memiliki satu juta pengguna, dengan 90% dari mereka berusia di bawah 35 tahun. Di Indonesia, jumlah investor saham mencatatkan peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu. Di awal tahun 2016, jumlah investor saham tercatat sebanyak 434 ribu orang. Sementara di akhir Oktober 2021, jumlahnya sebesar 3,1 juta.

“Layanan perdagangan saham online yang modern, namun dihadirkan secara sederhana, kami harapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Stockbit ingin berkontribusi dalam meningkatkan jumlah investor di pasar modal serta mendukung perekonomian nasional. Untuk meningkatkan pengetahuan para investor, khususnya investor pemula, kami juga telah meluncurkan Stockbit Academy sebagai sarana belajar saham dari nol dari para profesional secara gratis,” tutup Wellson.

Percepat proses akuisisi

Langkah akuisisi perusahaan sekuritas ini sebelumnya juga sudah dilakukan Ajaib terhadap PT Primasia Unggul Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) pada Maret 2020. Kehadiran perusahaan sekuritas yang langsung terintegrasi dengan platform, tentunya mempermudah perusahaan saat mengakuisisi pengguna baru.

Misalnya, dalam hal pembukaan Rekening Dana Nasabah, transaksi jual-beli, hingga penarikan dana secara online, sepenuhnya bisa dilakukan secara digital tanpa dokumen fisik apapun. Langkah tersebut mampu membuat Ajaib tumbuh melesat baik secara volume transaksi maupun jumlah pengguna.

Data terakhir menyebut, dalam kurun dua tahun, Ajaib berhasil mengakuisisi lebih dari satu juta investor ritel. Bahkan dalam tiga bulan terakhir, telah meraih 400 ribu pengguna baru. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia periode 1-5 November 2021, Ajaib masuk pada urutan ketiga sebagai broker teraktif sebanyak 1,04 juta kali dengan nilai transaksi Rp1,46 triliun.

Ruang pertumbuhan investor, terutama ritel di Indonesia berpotensi akan lebih menggeliat karena saat ini jumlah investor masih belum mencapai 1% dari total penduduk Indonesia. Alhasil, aksi merger dan akuisisi yang didorong oleh startup digital sangat memungkinkan bakal lebih ramai lagi ke depannya karena mampu mendorong pertumbuhan yang terakselerasi dengan platform digital.

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Snags 24% Shares of Bank Bumi Artha, Entering the Digital Bank Business

Ajaib signals to enter digital banking, following the steps of several large startups, such as Gojek and Akulaku. The recently labeled unicorn officially acquired 24% shares of PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) for IDR 746 billion.

Based on the Indonesia Stock Exchange (IDX) disclosure, PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib) snags 554.4 million shares of Bank Bumi Arta at Rp1,345 per share. This transaction has been completed on November 17, 2021.

In its statement, Ajaib acquired Bank Bumi Arta shares through PT Surya Husada Investment, PT Dana Graha Agung, and PT Budiman Kencana Lestari. In detail, Ajaib bought 277.2 million shares of Surya Husada, diluting its ownership from 45.45% to 33.5%.

Moreover, Ajaib snags 166.32 million shares of Dana Graha Agung, from previously 630 million or 27.27% to 20.1% Meanwhile, Budiman Kencana Lestaro’s shares were purchased for 110.8 million, making its ownership at 13.4% from 18.18%.

Following Gojek and Akulaku

There has been no further statement, either from Ajaib or Bank Bumi Arta, regarding the post-acquisition plan. However, looking at other’s past corporate actions, Ajaib seems to be entering the digital banking business as many of giant startups has done, such as Gojek and Akulaku.

Gojek bought Bank Jago shares, while Akulaku entered Bank Neo Commerce. Both of these banks started as small banks, which were then ‘transformed’ by changing its identities.

With Ajaib’s position as a mutual fund and equity investment platform, this corporate action allows the company to increase the scalability of its services in Indonesia. Bank Bumi Arta is known to be a bank that offers business and consumer financing and bank guarantees.

Parent Acquisition/Subsidiary Transformation
Sea Group Bank Kesejahteraan Ekonomi Seabank
CT Group Bank Harda Internasional Allo Bank
EMTEK Bank Fama N/A
Kredivo Bank Bisnis Internasional N/A
On the other hand, this corporate action also indicates the efforts of other companies speeding up to pursue core capital obligations of IDR 2 trillion by the end of this year as stated in POJK regulation No. 12.

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here

Ajaib Akuisisi 24% Saham Bank Bumi Arta, Sinyal Masuk ke Bisnis Bank Digital

Ajaib memberikan sinyal untuk masuk ke bank digital sebagaimana telah dilakukan oleh sejumlah startup besar, seperti Gojek dan Akulaku. Startup yang baru mendapat gelar unicorn ini resmi mengakuisisi 24% saham PT Bank Bumi Arta Tbk (IDX: BNBA) senilai Rp746 miliar.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib) mencaplok 554,4 juta saham Bank Bumi Arta dengan harga Rp1.345 per saham. Transaksi pembelian ini telah dilakukan pada 17 November 2021.

Dalam pernyataannya, Ajaib mengakuisisi saham Bank Bumi Arta melalui PT Surya Husada Investment, PT Dana Graha Agung, dan PT Budiman Kencana Lestari. Rinciannya, Ajaib membeli 277,2 juta saham Surya Husada sehingga kepemilikannya terdilusi dari 45,45% menjadi 33,5%.

Kemudian, Ajaib mencaplok 166,32 juta saham Dana Graha Agung dari sebelumnya 630 juta atau 27,27% sehingga kepemilikannya menjadi 20,1% Sementara, saham Budiman Kencana Lestaro dibeli sebanyak 110,8 juta sehingga kepemilikannya kini menjadi 13,4% dari 18,18%.

Mengikuti jejak Gojek dan Akulaku

Belum ada pernyataan lebih lanjut, baik dari Ajaib maupun Bank Bumi Arta, mengenai rencana pasca-akuisisi saham ini. Namun, jika melihat aksi korporasi yang sudah-sudah, Ajaib tampaknya bakal masuk ke ranah bank digital sebagaimana dilakukan sejumlah startup raksasa, seperti Gojek dan Akulaku.

Gojek membeli saham Bank Jago, sedangkan Akulaku masuk ke Bank Neo Commerce. Kedua bank ini sama-sama berawal dari bank kecil, yang kemudian ‘disulap’ dengan mengganti identitasnya.

Dengan posisi Ajaib sebagai platform investasi reksa dana dan saham, aksi korporasi ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan skalabilitas layanannya di Indonesia. Bank Bumi Arta diketahui merupakan bank yang menawarkan pembiayaan usaha dan konsumtif hingga bank garansi.

Induk Akuisisi/Anak Usaha Transformasi
Sea Group Bank Kesejahteraan Ekonomi Seabank
CT Group Bank Harda Internasional Allo Bank
EMTEK Bank Fama N/A
Kredivo Bank Bisnis Internasional N/A

Di sisi lain, aksi korporasi ini juga mengindikasikan upaya perusahaan-perusahaan lain yang tengah mengebut untuk mengejar kewajiban modal inti Rp2 triliun sampai akhir tahun ini sebagaimana tertuang dalam aturan POJK Nomor 12.

Application Information Will Show Up Here

Moduit Secures 65 Billion Rupiah Pre Series A Funding to Expand Wealth Management Product

Investment fintech startup Moduit announced $4.5 million (over 65 billion Rupiah) pre-series A round led by Singapore’s Reciprocus Moduit Holding (RMH). RMH is a consortium consisting of Reciprocus Financial Services Pte Ltd, insurtech entrepreneur Walter de Oude, and Helicap. In this round, participated also Djarum Group’s subsidiary, PT Alto Network.

Moduit is the first portfolio of the RMH consortium with the ambition to develop the fintech business in Southeast Asia, especially in Indonesia.

In fact, the fundraising plan has been disclosed since October 2019 through DailySocial’s last interview with the company. Nevertheless, with the right momentum amidst this pandemic, the company managed to boost optimism to pursue growth. The series A fundraising is said to be held next year.

In an official statement, Moduit’s Founder & CEO, Jeffrey Lomanto explained that his team will use fresh funds to expand its platform to offer additional curated products from wealth management, aside from mutual funds and bonds. Also, to improve the Moduit Robo-Advisor feature, which provides algorithm-based automated financial planning services with little or no human involvement.

“We plan to attract more professionals to join us as financial planning partners at Moduit. We will offer them more opportunities and a better life balance,” he said, Wednesday (11/10).

David J. Emery as Reciprocus International Pte Ltd’s Founder & Chairman, also Reciprocus Financial Services Pte Ltd’s CEO said that the pandemic is a double-edged sword. “Moduit has developed a digital platform that can help its Financial Planning Partners to open important wealth gateways for gen-Z and millennials,” he said.

Singlife’s Founder, Walter de Oude said, “Moduit is the perfect platform that combines technology with financial planning in Indonesia. Moduit has all the recipes for rapid growth and success.”

Jeffrey continued, throughout this year, without marketing support, Moduit’s Assets Under Advisory (AUA) grew by more than 40% in line with the average investment value for B2C reaching $4600 or Rp66.7 million per client. Simultaneously, the number of Moduit Advisory Partners grew 74%, these partners handling an average portfolio of $60,000 or IDR 870 million per client.

In 2020, the company aims to triple the number of Financial Planning Partners and push AUA up to seven times. “The entire Moduit team is very excited about this development. With such a huge opportunity in Indonesia, our ultimate goal going forward is expansion throughout Indonesia, and we also plan to pursue series A funding by the end of 2022,” he said.

Different approach

Moduit takes a different approach in marketing investment products. There are two target consumers, B2C to target retail investors, and B2B2C by targeting securities marketers to reach investors with larger amounts.

This strategy was taken as the current wealth management industry is very fragmented. There are three main activities, educating clients by finding out their financial needs and what their cashflow is like. Instead of solely provided KYC (Know Your Customer).

Furthermore, the second activity is a financial planning to simulate the investment portfolio based on the data obtained during the first activity. Finally, the execution to transact activities in the second section.

“This last part requires an PI (Investment Advisor) license to administer, connect with custodians, KSEI (Indonesian Central Securities Depository) and so on. In Indonesia, wealth management startup players are very fragmented, if we expect it to be end-to-end,” Moduit’s Founder & CEO, Jeffry Lomanto told DailySocial.id in a previous interview.

Based on OJK statistics, the number of representatives of mutual fund selling agents (WAPERD) was monitored to increase to 24,351 WAPERDs as of January 2021, from the previous 24,972 agent representatives in 2017.

The B2B2C business is the biggest vehicle in Moduit. However, Jeffrey still wants his two businesses to grow together with the combination of ticket size and number of tickets generated from each.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Moduit Tutup Putaran Pra-Seri A 65 Miliar Rupiah, Siap Perluas Produk “Wealth Management”

Startup fintech investasi Moduit mengumumkan perolehan pendanaan putaran pra-seri A senilai $4,5 juta (lebih dari 65 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Reciprocus Moduit Holding (RMH) Singapura. RMH merupakan konsorsium yang terdiri dari Reciprocus Financial Services Pte Ltd, pengusaha insurtech Walter de Oude, dan Helicap. Dalam putaran ini, turut berpartisipasi PT Alto Network, anak usaha Grup Djarum.

Moduit menjadi portofolio pertama dari konsorsium RMH yang berambisi ingin mengembangkan bisnis fintech di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Rencana penggalangan ini sebenarnya sudah diungkapkan sejak Oktober 2019 dalam wawancara terakhir bersama DailySocial.id. Kendati demikian, dengan momentum yang tepat di tengah pandemi, mampu meningkatkan optimisme perusahaan untuk mengejar pertumbuhan. Direncanakan penggalangan seri A akan dilangsungkan pada tahun depan.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Moduit Jeffrey Lomanto menjelaskan pihaknya akan menggunakan dana segar untuk memperluas platformnya dalam menawarkan produk terkurasi tambahan dari wealth management, selain reksa dana dan obligasi. Serta, meningkatkan fitur Moduit Robo-Advisor, yang menyediakan layanan perencana keuangan otomatis berbasis algoritma dengan sedikit keterlibatan atau tanpa pengawasan manusia.

“Kami berencana menarik lebih banyak profesional untuk bergabung dengan kami sebagai mitra perencana keuangan di Moduit. Kami akan menawarkan kepada mereka lebih banyak peluang dan keseimbangan hidup yang lebih baik,” ujarnya, Rabu (10/11).

Founder & Chairman Reciprocus International Pte Ltd dan CEO Reciprocus Financial Services Pte Ltd (RFS) David J. Emery menuturkan bahwa pandemi adalah pedang bermata dua. “Moduit telah mengembangkan platform digital yang dapat membantu para Mitra Perencana Keuangannya untuk membuka pintu gerbang penting menuju kekayaan bagi gen-Z dan milenial,” kata dia.

Founder Singlife Walter de Oude mengatakan, “Moduit adalah platform sempurna yang menggabungkan teknologi dengan perencana keuangan di Indonesia. Moduit memiliki semua resep untuk mencetak pertumbuhan cepat dan kesuksesan.”

Jeffrey melanjutkan, sepanjang tahun ini, tanpa dukungan pemasaran, Assets Under Advisory (AUA) Moduit tumbuh lebih dari 40% seiring dengan rata-rata nilai investasi untuk B2C mencapai $4600 atau senilai Rp66,7 juta per klien. Bersamaan dengan itu, jumlah Advisory Partner (Mitra Penasehat Keuangan) Moduit tumbuh 74%, para mitra ini rata-rata menangani portofolio sebesar $60.000 atau Rp870 juta per klien.

Dia menargetkan pada tahun 2022, perusahaan akan menambah tiga kali lipat jumlah Mitra Perencana Keuangan dan mendorong AUA hingga tujuh kali lipat. “Seluruh tim Moduit sangat bersemangat dengan perkembangan ini. Dengan peluang yang sangat besar di Indonesia, tujuan akhir kami ke depan adalah ekspansi ke seluruh Indonesia, dan kami juga berencana untuk mengejar pendanaan seri A pada akhir tahun 2022,” paparnya.

Pendekatan berbeda

Moduit mengambil pendekatan yang berbeda dalam memasarkan produk investasi. Ada dua target konsumen yang disasar, yakni B2C untuk menyasar investor ritel, dan B2B2C dengan menyasar tenaga pemasar efek yang ingin menjangkau investor dengan nominal besar.

Strategi ini diambil karena di sini industri wealth management sangat terfragmentasi. Ada tiga aktivitas utama di dalamnya, mengedukasi klien dengan mencari tahu kebutuhan finansialnya dan cashflow-nya seperti apa. Tidak sekadar melakukan KYC (Know Your Customer) saja.

Lalu masuk ke aktivitas kedua, yakni perencanaan keuangan untuk mensimulasikan portofolio investasinya berdasarkan data-data yang diperoleh saat aktivitas pertama. Terakhir, masuk ke bagian eksekusi untuk mentransaksikan kegiatan yang ada di bagian kedua.

“Bagian terakhir ini butuh lisensi PI (Penasihat Investasi), untuk mengadministrasikan, menghubungkan dengan kustodian, KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) dan semacamnya. Di Indonesia pemain startup wealth management itu sangat terfragmentasi, kalau kami maunya end-to-end,” terang Founder & CEO Moduit Jeffry Lomanto kepada DailySocial.id dalam wawancara sebelumnya.

Berdasarkan statistik OJK, jumlah wakil agen penjual reksa dana (WAPERD) terpantau meningkat menjadi 24.351 WAPERD per Januari 2021, dari sebelumnya sebanyak 24.972 wakil agen pada 2017.

Bisnis B2B2C menjadi motor terbesar di Moduit. Kendati begitu, Jeffrey tetap ingin kedua bisnisnya sama-sama tumbuh karena ada kombinasi dari ticket size dan number of tickets yang dihasilkan dari masing-masingnya.

Application Information Will Show Up Here

Wealthtech Platform Ajaib Is Indonesia’s Newest Unicorn

Wealthtech platform Ajaib confirmed its new status as Indonesia’s next unicorn, after closing a $153 million (over 2.1 trillion Rupiah) series B round led by DST Global. This value is slightly higher than the one rumored at the late September. This funding adds up to the total amount of $243 million.

Further informed in the series B round, previous investors, including Alpha JWC Ventures, Ribbit Capital, Horizons Ventures, Insignia Ventures, and SoftBank Ventures Asia were participated.

DST Global and Ribbit Capital are investors of Robinhood, a US-based similar platform. Ajaib was often compared to Robinhood, it proves Indonesia’s advanced technology and capital market capabilities are able to compete with global markets.

Ajaib Group’s Co-founder & CEO, Anderson Sumarli said Ajaib will use this fresh fund to massively recruit top talent and conduct educational campaigns to inspire more budding investors.

“Our mission is to welcome a new generation of investors to modern financial services. Indonesia still at 1% of share investor penetration and we still have a long way to go to support government programs to increase financial inclusion and literacy in Indonesia,” Anderson said in an official statement, Monday (4/10).

The company currently has 1 million retail investors in shares, since it was first founded two and a half years ago. This is quite rapid achievement as Indonesia only has 2.7 million stock investors. “The growth in the number of retail stock investors has never been this fast in the Indonesian history, therefore, it is certainly the first step to build the strength of young Indonesian investors to change the nation’s future.”

Alpha JWC Ventures’ General Partner, Chandra Tjan said, “Ajaib’s success is a clear testament to the growth and strength of technology and the Indonesian capital market. “As Indonesians, we are very proud to be able to participate in building the country’s digital ecosystem, and to have a real impact on people’s daily lives,” said Chandra.

DST Global Managing Partner Thomas Stafford added, “Ajaib has built world-class products using modern technology to serve the younger generation of Indonesia in entering the capital market. We are very proud to be walking with Ajaib in their mission to democratize access to investment for all.”

On the same occasion, last month Ajaib also announced the appointment of Andi Gani Nena Wea, one of the President Commissioners of BUMN, as the President Commissioner of Ajaib.

As is known, according to the results of a survey by the Financial Services Authority (OJK) in 2020, the level of financial literacy in the capital market is  relatively low at 4.9% and the inclusion rate is only 1.6%. The company has been committed to providing financial education, especially in the investment sector through the Stock Generation Program that has been carried out with the IDX in various regions with low financial literacy.

To date, the program has reached 26 cities, from the capital to Papua. In addition, Ajaib also conducts online education every day as a form of Ajaib’s commitment to increasing financial inclusion and literacy, especially for the capital market.

Indonesia’s list of unicorns

Ajaib has confirmed to be the 7th unicorn from Indonesia. Even so, according to DailySocial.id’s records, there are currently 12 startups that have been confirmed as unicorns. They are:

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak $6 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (confirmed) undisclosed
Blibli (confirmed) undisclosed
Tiket.com (confirmed) ~$1 miliar
J&T ~$7,8 miliar
Kredivo* $2,5 miliar
Xendit ~$1 miliar
Ajaib ~$1 miliar
*assuming the merger process has been completed, to go public soon via SPAC

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here

Ajaib Resmi Sandang Status “Unicorn”

Platform wealthtech Ajaib mengonfirmasi status barunya sebagai unicorn berikutnya dari Indonesia, setelah menutup putaran seri B sebesar $153 juta (lebih dari 2,1 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh DST Global. Nilai ini sedikit lebih besar dari yang dirumorkan pada akhir September. Pendanaan ini membawa jumlah total yang dikumpulkan Ajaib menjadi $243 juta.

Diterangkan lebih jauh, dalam putaran seri B ini diikuti oleh investor terdahulu, yakni Alpha JWC Ventures, Ribbit Capital, Horizons Ventures, Insignia Ventures, dan SoftBank Ventures Asia.

DST Global dan Ribbit Capital adalah investor dari Robinhood, platform sejenis dari Amerika Serikat. Sering disandikannya Ajaib dengan Robinhood membuktikan bahwa kemajuan kapabilitas teknologi dan pasar modal di Indonesia mampu bersaing dengan pasar global.

Co-founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli mengatakan Ajaib akan menggunakan dana segar ini untuk merekrut besar-besaran talenta terbaik dan melakukan kampanye edukasi untuk menginspirasi lebih banyak investor pemula.

“Misi kami adalah untuk menyambut investor generasi baru ke layanan keuangan modern. Indonesia masih memiliki penetrasi investor saham sebesar 1% dan perjalanan kami masih panjang untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia,” ujar Anderson dalam keterangan resmi, Senin (4/10).

Perusahaan saat ini telah memiliki 1 juta investor ritel saham, sejak pertama kali berdiri dua setengah tahun lalu. Pencapaian ini sangat pesat lantaran di Indonesia baru memiliki 2,7 juta investor saham. “Pertumbuhan jumlah investor ritel saham di Indonesia belum pernah secepat ini dalam sejarah Indonesia, sehingga hal itu tentu merupakan langkah awal untuk membangun kekuatan investor generasi muda Indonesia yang dapat mengubah masa depan bangsa.”

General Partner di Alpha JWC Ventures Chandra Tjan menuturkan, keberhasilan Ajaib merupakan bukti nyata pertumbuhan dan kekuatan teknologi dan pasar modal Indonesia. “Sebagai orang Indonesia, kami sangat bangga dapat ikut serta dalam membangun ekosistem digital Tanah Air, serta membawa dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari masyarakat,” ujar Chandra.

Managing Partner DST Global Thomas Stafford menambahkan, “Ajaib telah membangun produk kelas dunia dengan menggunakan teknologi modern untuk melayani generasi muda Indonesia dalam memasuki pasar modal. Kami sangat bangga dapat berjalan bersama Ajaib dalam misi mereka untuk mendemokratisasikan akses investasi untuk semua.”

Dalam kesempatan yang sama, pada bulan lalu Ajaib turut mengumumkan pengangkatan Andi Gani Nena Wea, salah satu Komisaris Utama BUMN, sebagai Komisaris Utama Ajaib.

Seperti diketahui, menurut hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2020, tingkat literasi keuangan di pasar modal masih relatif rendah yaitu 4,9% dan tingkat inklusi hanya 1,6%. Perusahaan selama ini berkomitmen untuk memberikan edukasi keuangan terutama dalam bidang investasi melalui Program Generasi Saham yang telah dilakukan bersama BEI di berbagai daerah dengan literasi keuangan rendah.

Hingga saat ini, program tersebut sudah menjangkau 26 kota, dari ibukota hingga Papua. Selain itu, Ajaib juga melakukan edukasi secara daring setiap harinya sebagai bentuk komitmen Ajaib dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, terutama untuk pasar modal.

Daftar perusahaan unicorn dari Indonesia

Pihak Ajaib menyatakan dirinya sebagai unicorn ke-7 dari Indonesia. Meski begitu, dalam catatan DailySocial.id, sejauh ini ada 12 startup yang terkonfirmasi sebagai unicorn. Mereka adalah:

Perusahaan Est. Valuasi
Gojek-Tokopedia $18 miliar
Traveloka ~$3 miliar
Bukalapak $6 miliar
OVO ~$2,9 miliar
JD.id (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Blibli (dikonfirmasi perusahaan) undisclosed
Tiket.com (dikonfirmasi perusahaan) ~$1 miliar
J&T ~$7,8 miliar
Kredivo* $2,5 miliar
Xendit ~$1 miliar
Ajaib ~$1 miliar

*dengan asumsi telah menyelesaikan proses merger untuk selanjutnya go-public via SPAC

Application Information Will Show Up Here

PINA Secures Seed Funding, to Launch Investment and Financial Management App

The developer of personal financial management application PINA announced seed funding with an undisclosed amount. This round was led by 1982 Ventures, with the participation of iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, and a series of angel investors. The fresh funds will be used to accelerate product development and growth before its launching in November 2021.

Later, the PINA application will help people manage and grow their money by providing management and investment solutions in a single app. The startup was founded by former Grab executive Daniel van Leeuwen and financial services veteran Christian Hermawan.

“Our mission is to help everyone achieve financial independence by providing products and advice to make complex financial decisions simple and relevant. Wealth creating tools for high net worth individuals are now available to everyone. PINA empowers people to invest and manage their money in an understandable way,” Daniel said.

1982 Ventures’ Managing Partner, Herston Powers revealed to DailySocial, although the platform is yet to launch, its founders’ mature experience is enough to be a strong reason for investors to invest.

“PINA is the first Indonesian personal finance app to serve all Indonesians. The path to personal investment is not stock trading or crypto exchange, but a financial product made for the masses that focuses on building wealth. PINA’s holistic approach and values ​​are fully aligned with our mission to transform financial services and empower millions of Indonesians,” Herston said.

1982 Ventures is a venture capitalist that focuses on fintech startups. Based in Singapore, they focused on early stage funding, for businesses in Southeast Asia. Aside from PINA, Brick and Wagely are 1982 Ventures’ other portfolios in Indonesia.

Meanwhile, Prasetia Dwidharma’s CEO, Arya Setiadharma said, “PINA’s vision is to empower Indonesians to pursue and secure financial freedom in a simple and straightforward way. Reducing barriers to accessing markets is as important as educating those who want to access them – financial literacy must be a priority. ”

Other platforms that offer similar services are including Halofina, Finansialku, and Fundtatstic. Not only a personal financial recording application, it also embed investment services and financial education in its application — their mission is to make it easier for every user to achieve their financial goals.

Targeting young generation

PINA’s mission is not only to provide an easier way to invest in Indonesia’s emerging financial markets, but also to provide access, trust, and financial literacy to address the low penetration of retail investors, particularly the lower middle class, younger generation, and beginners.

In order to achieve this goal, they have partnered with several institutions, including BNI Sekuritas to offer various investment products, Asli RI for e-KYC and biometric security, and other leading asset management companies. Currently, PINA has been registered and is under the supervision of the Financial Services Authority (OJK).

Until Q2 2021, we noted some wealthtech (financial and investment management) startups that received funding from investors, including:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

It is projected to increase, in line with market opportunities for financial management services that continue to be in demand. A study mentioned, the wealthtech solutions market size will reach $54.62 billion by 2021; and will continue to grow to $137.44 billion in 2028 with a CAGR of 12.1%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian