Aplikasi Uang Elektronik EiduPay dan Solusinya Khusus Dunia Pendidikan

Dominasi GoPay, Ovo, Dana, dan LinkAja sebagai pemain uang elektronik tersohor di Indonesia, masih menyiratkan peluang di segmen tertentu yang belum digarap secara maksimal mereka, yakni dunia pendidikan. Kesempatan tersebut ingin digarap oleh pemain baru asal Yogyakarta, yakni EiduPay.

Sejatinya, EiduPay berdiri di bawah payung bimbingan belajar Prime Generation yang mengklaim sebagai integratif bimbel online dan offline. Salah satu produknya adalah Eduprime (Prime Mobile) sebagai edutech berbasis aplikasi. Perusahaan ini fokus pada bimbel untuk pelajar mulai dari tingkat kelas 4 SD sampai kelas 12 SMA.

Kepada DailySocial, Founder dan President EiduPay Dewi Yuniati Asih menjelaskan EiduPay didirikan untuk membangun inklusi keuangan, sekaligus mewujudkan ekosistem yang efisien di dunia pendidikan. “Secara teknis, EiduPay baru beroperasi pada Maret 2020,” ucapnya.

Dengan semangat itulah, EiduPay memilih untuk bersaing langsung dengan pemimpin industri, melainkan perkuat bisnis utamanya di bidang pendidikan, bermitra dengan pemain di ekosistem yang sama. “Fitur khas EiduPay adalah kemudahan mendapatkan konten terkait pendidikan. Meski secara umum, kami juga punya fitur transfer dana dan pembayaran untuk apa saja.”

Selain Dewi, dalam jajaran manajemen EiduPay ada Ahmad Nursodik sebagai Chairman dan Sweet Luvianto sebagai Operation.

Dia memastikan ke depannya perusahaan akan terus berinovasi agar fitur-fitur yang dihadirkan dapat menjawab solusi yang ada di lapangan. Perusahaan mengincar kemitraan dengan 1500 sekolah yang tersebar di Indonesia. Menurutnya di sana ada 800 ribu siswa, guru, dan orang tua yang ditotal mencapai 2 juta orang.

“Ini merupakan sinergi dengan Eduprime, platform belajar mengajar yang menjadi salah satu pemegang saham EiduPay.”

Di dalam aplikasi EiduPay itu sendiri, dilengkapi dengan fitur-fitur umum yang sudah ada di pemain aplikasi e-money lainnya. Seperti, pembayaran tagihan listrik, BPJS, beli pulsa, bayar tagihan telepon, PDAM, dan donasi. Untuk fitur edukasi, baru tersedia pembelian paket belajar Eduprime.

Perusahaan juga sudah mengantongi lisensi uang elektronik dari Bank Indonesia untuk operasionalnya.

Solusi bidang pendidikan

Apa yang ditawarkan EiduPay sebenarnya sudah dilakukan oleh pemain uang elektronik. Misalnya, GoPay kini bisa dipakai saldonya untuk membayar tagihan SPP sekolah dan biaya pendidikan lainnya melalui GoBills yang ada di dalam aplikasi Gojek.

Sejak diumumkan pada Februari 2020, kini terhubung dengan berbagai institusi pendidikan d tak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah masuk ke Nganjuk, Surakarta, Batam, Palangkaraya, hingga Solok.

Inovasi ini hadir berkat kemitraan antara Gojek dengan Infra Digital Nusantara (IDN), startup bidang keuangan dan pembayaran untuk institusi pendidikan. Diklaim ada lebih dari 180 unit institusi pendidikan dengan total 180 ribu siswa dari 14 provinsi masuk ke jaringan IDN.

Selain GoPay, ada LinkAja yang sudah memasukkan fitur pendidikan di dalam aplikasinya. LinkAja menyediakan pembayaran mulai dari tingkat kursus, perguruan tinggi, pesantren, hingga sekolah dari berbagai lokasi di Indonesia.

Di luar aplikasi uang elektronik, ranah ini juga digarap oleh Tokopedia. Perusahaan yang dipimpin William Tanuwijaya ini menyediakan pilihan pembayaran edukasi online dan institusi pendidikan dari kursus, perguruan tinggi, dan sekolah.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Kecilin, Aplikasi Lokal Penghemat Kuota Internet

Kecilin, startup yang fokus membuat solusi penghemat kuota berbasis aplikasi, meresmikan kehadirannya di Indonesia. Startup ini berambisi untuk menjadi pemain global, karena ingin memberikan efisiensi akses internet yang selama ini menjadi masalah tak hanya di Indonesia, juga banyak negara lain.

Founder dan CEO Kecilin Christopher Farrel Millenio Kusuma menjelaskan, perusahaan hadir bukan untuk bersaing dengan operator telekomunikasi karena ingin membantu semua pengguna internet dapat berselancar dengan lancar tanpa menghabiskan kuota yang dibeli secara terbatas.

“Masalah internet sering ditemui pengguna, jaringan yang lemah karena tinggal di pelosok, makanya sering terjadi buffering. Kecilin mampu mengkompresi konsumsi data lebih rendah hingga 10x, [loading] lebih cepat sampai dua kali, tanpa menurunkan kualitasnya,” terang Farrel, Kamis (12/3).

Secara badan hukum, Kecilin resmi beroperasi sejak 2018 di Yogyakarta dengan total tim ada 11 orang. Ferrel sendiri merupakan pemenang Wirausaha Muda Mandiri tahun 2018. Ini adalah program kewirausahaan dari Bank Mandiri yang sudah diinisiasi sejak 2007 untuk menciptakan wirausahawan baru yang memiliki daya saing global.

Ferrel bercerita, sebelum diresmikan, Kecilin sudah melalui proses product market fit selama 1,5 tahun. Status perusahaan sudah mengantongi pendanaan pra seri A dari angel investor dengan detail dirahasiakan.

Namun, Kecilin sudah memiliki jajaran komisioner mulai dari Alexander Rusli, Monovan Sakti Jaya Kusuma, Toto Sugiri dan Hadi Wenas. Keempatnya merupakan para penggiat teknologi dan sudah melalang buana di industrinya.

Model bisnis dan rencana Kecilin

Ferrel menjelaskan, Kecilin memiliki dua model bisnis. Pertama, untuk B2B berupa API (application programming interface) yang dapat digunakan klien perusahaan dalam mengatasi permasalahan storage data yang membengkak, transfer data yang mahal dan durasi lama. API Kecilin dapat memperkecil basis data hingga 99% tanpa perubahan atau kehilangan data, gambar terkompresi hingga 80%, video hingga 75% dan dokumen hingga 50% tanpa mengurangi kualitas.


“Kami tidak menyimpan data klien karena data hanya di-pass through. Server on premis pakai di klien dan pakai ethernet (jaringan area lokal/LAN), tidak terhubung dengan internet luar.”

Monetisasi yang dilakukan berbentuk paket berlangganan atau per project, tergantung kebutuhan klien. Dia menyebut ada dua perusahaan yang memanfaatkan solusi dari Kecilin, ada yang bergerak di perbankan dan penyedia ISP.

Kedua, untuk menyasar konsumen B2C dengan merilis aplikasi Kecilin. Aplikasi ini berbentuk menyerupai in-app browser yang dilengkapi dengan situs populer seperti Instagram, Twitter, Facebook, YouTube, TikTok, Medium, LinkedIn dan Wikipedia. Di dalamnya, pengguna dapat berselancar internet dengan kuota yang lebih hemat hingga 90%, tanpa buffering dan tanpa mengorbankan kualitas yang menurun.

“Sebenarnya pengguna tidak perlu unduh aplikasi native-nya ketika sudah mengunduh Kecilin. Tapi di satu sisi pengalamannya sedikit berbeda karena ini pakai tampilan web based.”

Monetisasi untuk segmen ini, melalui pemasangan iklan. Aplikasi ini juga dilengkapi dengan histori pemakaian data dibandingkan bila melalui non Kecilin. Disertai pula, ilustrasi uang yang berhasil disimpan pengguna. Kecilin mematok kapasitas data 1GB sama dengan harga Rp5 ribu.

Ferrel menegaskan, ke depannya aplikasi Kecilin akan dilengkapi dengan fitur kompresi dokumen, seperti gambar, video dan dokumen. Fitur tersebut sementara ini baru tersedia untuk pengguna dari B2B. Berikutnya, merilis aplikasi untuk versi iOS yang rencananya bakal hadir pada kuartal ketiga tahun depan dan fitur video call yang ramah kuota.

Bahkan dia juga berencana untuk membuat Kecilin dapat bekerja selayaknya VPN. Cukup pencet tombol “On”, penghemat data dapat langsung bekerja saat membuka aplikasi native. “Seluruh inisiatif ini akan secara bertahap kita kerjakan.”

Menjadi aplikasi global

Dalam rangka mewujudkan ambisinya sebagai aplikasi global, saat ini Kecilin sudah mempersiapkan diri dengan menyediakan server di berbagai belahan dunia. Tersebar di Amerika Selatan, Amerika Utara, Afrika, ASEAN dan kontinen lainnya. “Asal ada server, aplikasi sudah bisa dipakai semua orang di dunia bisa mengunduh aplikasi Kecilin.”

Selain menyediakan server, dia mengaku pada tahap awal perusahaan tidak menyiapkan strategi khusus. Dia akan memanfaatkan jaringan organisasi mahasiswa global AIESEC sebagai penyebar informasi terkait manfaat Kecilin.

Aplikasi Kecilin diklaim telah diunduh seribu kali, mayoritas masih terpusat di Indonesia. Namun, negara unduhan mulai terlihat dari Amerika Serikat dan Malaysia. Ferrel menargetkan secara global angka unduhan sampai akhir tahun ini bisa tembus di angka 10 juta.

Ambisi kuantitatif tersebut, untuk menjadi aplikasi yang diunduh pengguna global, sebenarnya pernah tembus oleh startup lainnya seperti PicMix, sebuah aplikasi penyunting foto dengan angka unduhan tembus lebih dari 30 juta kali. Selain itu, aplikasi game yang dibuat developer lokal seringkali tembus pengguna global karena punya game play yang lebih universal. Beberapa di antaranya ada DreadOut, Infectonator, Mini Racing Adventures, Icon Pop Song, dan masih banyak lagi.

Potensi bisnis Kecilin yang bisa digarap tergolong besar dan cukup universal. Menurut Statista, pada 2018 ada 20 negara dengan koneksi internet terlambat. Posisi pertama dipegang oleh Yaman (0,31 Mbps), Timur Tengah (0,49 Mbps), Turkmenistan (0,56 Mbps), kebanyakan negara yang masuk dalam daftar ini berada di Afrika.

Sementara itu, melihat dari biaya internet termahal dipegang oleh Dubai dengan harga $82,2 untuk mendapatkan kecepatan jaringan rata-rata 8 Mbps. Di urutan berikutnya ada Dublin ($52,3), San Francisco ($52), New York City ($52) dan Boston ($50,5).

Selain Kecilin, pemain teknologi global Google, Facebook, Line, Twitter juga turut bermain di segmen ini dengan menyediakan aplikasi dengan kapasitas ringan dalam versi lite untuk mengakomodir pengguna dengan jaringan internet lemah dan kuota terbatas.

Application Information Will Show Up Here

Jogja’s Sate Ratu Uses Online Channels to Acquire Tourists

Was established in 2015, the name “Sate Ratu” is now associated with other ‘legend’ culinary destinations in Yogyakarta, targeting foreign tourists. It’s not an instant growth; with various perfectly-mixed satay seasonings, the business strategy is also well planned. We’ve come to the conclusion after talking with the culinary business owner, Fabian Budi Seputro.

He told DailySocial that he first started the business by optimizing online channels for promotion. Social media such as Instagram, Facebook, Twitter until recently launched a website; managed to introduce its products to potential buyers. In addition, a good relationship with consumers also helps Sate Ratu to get more impressions on the internet.

Online presence

Online presence (online presence) is a must for business, as Seputro said. It’s not without reason, quite basic, because society trends are shifting. Search engines and social media have become a space where people ask questions. We might do so when planning a vacation to a city, the first thing is to googling about unique places, delicious culinary, and other things in there.

The digital strategy is not only about displaying product photos or videos online. There is a direct interaction with customers, in order to encourage them to make a review of their visit.

“When tourists come to Sate Ratu, I usually talk to them, sometimes they also document their presence and said their impressions of our cuisine. I sometimes ask them to give testimonials, through TripAdvisor,” Seputro explained.

TripAdvisor is a travel directory site that covers global markets, becoming a reference for tourists from home and abroad in search of information about recommended objects by users.

Sate Ratu review on TripAdvisor
Sate Ratu review on TripAdvisor

“Our location may not be so near to a crowd of foreign tourists like the Prawirotaman area in Yogyakarta, however, we are located on the main road where tourists will pass when going to the most popular attractions. Therefore, our detailed information is quite important on the internet – there is a chance for our place to be visited,” he added.

Require research and data

Sate Ratu have no specific social media or digital marketing team, the existing accounts are simply managed by Budi. He also admitted to investing several times in promotions through Google Ads, though not in a large sum.

“I use Google Ads sometimes, usually for a specific target of international tourists. When there is a crowd of Singaporean tourists attending certain events, I’ll target the advertising there. The results were effective in helping Sate Ratu to be seen,” Seputro said.

In order for the investment wasted and misdirected, Budi must actively find the appropriate data. He must do some research to find moments in Yogyakarta which brings more tourists from abroad.

He also archived photos from tourists who stopped by his shop in its Instagram account. Currently, if you look at @sateratu, there are story-highlights illustrating a particular country’s flag that contains photos and videos of the Sate Ratu reviewer from such countries. There are the United States, Venezuela, the Philippines, Germany, the Netherlands, and many others.

“Digital media is very effective in helping businesses expand – in the sense of reaching potential customers from a wider area,” he added.

Strategy for business diversification

One of the products in Sate Ratu's menu
One of the products in Sate Ratu’s menu

In fact, there are many satay sellers around Yogyakarta, moreover, especially the signature dish like Sate Klathak. Seputro also tried to present a product with a unique blend. He thought unique selling points like this are important for a business, especially the newcomers.

If the culinary products with a long time history can rely on mouth marketing for its popularity, the new players will have to struggle to introduce their products. Sometimes, unique and delicious dishes might not sell in the market without good marketing and business traction.

The use of digital channels is Sate Ratu’s way to popularize its business products. Especially, since they’re targeting a niche tourist,  although it’s not limited for domestic tourists.

“Initially, the online promotion brought tourists to Sate Ratu, since then, we build interactions that made visitors increase our online presence. They post and give a review. Currently, reviews or posts from visitors are used for promotion, to be posted in other media,” Budi said.

Although without any exact figures, Sate Ratu is regularly visited by hundreds of foreign tourists every month.


This article is a part of the New Economy initiative. DailySocial is currently reporting on success stories of SMEs or non-technology businesses that capable to leverage growth through digital channels. Do you have some stories on the New Economy initiative? Feel free to share it with [email protected].

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sate Ratu di Yogyakarta, Manfaatkan Kanal Online untuk Pikat Tamu Mancanegara

Kendati baru berdiri sejak tahun 2015, nama “Sate Ratu” kini bersanding dengan destinasi kuliner legendaris lain di Yogyakarta, khususnya yang targetkan wisatawan mancenagara. Capaian itu tidak didapat begitu saja; sama seperti aneka bumbu sate yang diracik sempurna, strategi bisnisnya juga matang terencana. Demikian kesimpulan kami setelah bebincang dengan pemilik bisnis kuliner tersebut, Fabian Budi Seputro.

Kepada DailySocial ia bercerita, sejak awal memulai bisnis sudah mengoptimalkan kanal-kanal online untuk promosi. Media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter hingga sekarang turut luncurkan website; dikelola untuk mengenalkan produk-produknya kepada calon pembeli. Tidak hanya itu, interaksi baik yang dijalin dengan konsumennya juga membantu Sate Ratu untuk mendapatkan impresi lebih di internet.

Kehadiran online

Kehadiran online (online presence) menurut Budi wajib dimiliki sebuah bisnis. Bukan tanpa alasan, justru sangat mendasar, karena tren di kalangan masyarakat sudah berubah. Sekarang mesin pencari dan media sosial jadi tempat orang untuk bertanya. Mungkin kita juga melakukan, ketika akan berlibur ke suatu kota, yang dilakukan googling tentang tempat unik apa yang ada di sana, kuliner yang enak apa saja dan lain sebagainya.

Strategi digital yang dilancarkan tidak hanya sekadar memajang foto atau video produk secara online. Ada proses interaksi langsung dengan pelanggan yang dilakukan, untuk mendorong mereka secara sukarela memberikan kesan terhadap kunjungannya.

“Ketika ada turis yang mampir ke Sate Ratu, biasanya saya ajak ngobrol, kadang juga mendokumentasikan kehadiran mereka dan menangkap kesan mereka terhadap masakan kami. Saya kadang meminta mereka untuk memberikan testimoni, melalui TripAdvisor,” terang Budi.

TripAdvisor sendiri merupakan situs direktori wisata yang mencakup pasar global, menjadi rujukan turis dari dalam dan luar negeri dalam mencari informasi mengenai objek-objek yang direkomendasikan oleh pengguna.

Ulasan Sate Ratu di kanal TripAdvisor
Ulasan Sate Ratu di kanal TripAdvisor

“Lokasi kami mungkin tidak begitu dekat dengan kerumunan turis asing, seperti area Prawirotaman kalau di Yogyakarta, kendati demikian kami ada di seputaran jalan utama yang dilewati turis ketika akan berkunjung ke tempat wisata unggulan. Sehingga informasi detail mengenai kami sangat penting untuk ada di internet – ada potensi tempat kami disinggahi,” lanjut Budi.

Butuh riset dan data

Sate Ratu tidak memiliki tim media sosial atau pemasaran digital khusus, akun-akun yang ada dikelola langsung oleh Budi. Ia pun mengaku, beberapa kali berinvestasi dengan melakukan promosi lewat Google Ads, kendati tidak dalam nominal yang besar.

“Beberapa kali saya pakai Google Ads, biasanya punya target spesifik ke wisatawan mancanegara tertentu. Misalnya ada potensi banyak turis Singapura dari acara wisata tertentu, ya saya iklankan dengan targeting ke sana. Hasilnya efektif membantu Sate Ratu dilihat mereka,” ujar Budi.

Agar investasinya tidak sia-sia dan salah sasaran, Budi juga harus aktif menemukan data-data yang sesuai. Ia harus riset untuk menemukan momen liburan di Yogyakarta yang berpotensi mendatangkan turis dari luar negeri.

Dokumentasi foto dari turis-turis yang mampir ke kedainya juga ia arsipkan dengan baik di akun Instagram yang dikelolanya. Saat ini jika melihat @sateratu, ada story-highlight bergambar bendera negara tertentu yang berisi foto dan video testiomi penikmat Sate Ratu dari negara tersebut. Ada dari Amerika Serikat, Venezuela, Filipina, Jerman, Belanda dan lain-lain.

“Media digital sangat efektif untuk membantu bisnis lakukan ekspansi – dalam artian menjangkau calon pelanggan potensial dari area yang lebih luas,” imbuh Budi.

Cara berbisnis bisa jadi pembeda

Sate Ratu
Salah satu produk yang disajikan di Sate Ratu / Sate Ratu

Diketahui di seputaran Yogyakarta memang banyak sekali penjual sate, apalagi juga punya kuliner khas seperti Sate Klathak. Budi pun berusaha menghadirkan produk dengan racikan unik. Karena menurutnya unique selling point seperti ini penting bagi sebuah bisnis, apalagi yang masih baru.

Jika produk-produk kuliner yang sudah ada sejak lama tadi bisa mengandalkan promosi mulut ke mulut dari popularitasnya, para pemain baru harus berjuang keras memperkenalkan produknya. Kadang masakan yang unik dan enak sekalipun jika tidak dipasarkan dengan baik maka tidak akan menghasilkan traksi bisnis yang baik.

Pemilihan kanal digital dijadikan cara Sate Ratu untuk mempopulerkan produk bisnisnya. Apalagi sejak awal memang menargetkan ceruk wisatawan yang lebih spesifik, kendati tidak menutup pintu untuk potensi wisatawan domestik.

“Awalnya promosi online menghadirkan turis datang ke Sate Ratu, dari sana kami jalin interaksi yang menjadikan para pengunjung turut meningkatkan kehadiran online kami. Mereka posting dan memberikan review. Untuk sekarang kadang review-review atau postingan dari pengunjung itu yang dimanfaatkan untuk promosi, seperti di-post di media lain,” ujar Budi.

Kendati tidak ada angka pasti, saat ini Sate Ratu rutin dikunjungi ratusan wisatawan macanegara setiap bulannya.

Tulisan ini merupakan bagian dari inisiatif rubrik New Economy. Saat ini DailySocial turut meliput kisah sukses UKM atau bisnis non-teknologi yang berhasil mengakselerasi pertumbuhannya lewat kanal digital. Punya cerita tentang inisiatif New Economy? Kirimkan ke [email protected].

Andalkan Pengalaman Pengguna yang Ringkas, Aplikasi Kasir Nuta Sasar Pebisnis Mikro Bidang Kuliner dan Ritel

Sejak didirikan pada tahun 2015, layanan point-of-sales Nuta berusaha membantu UKM mendigitalkan sebagian proses bisnisnya. Tujuannya untuk menghadirkan efisiensi dan peningkatan produktivitas. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nuta Erich Hartawan bercerita, nilai unik yang coba dihadirkan adalah kemudahan dalam penggunaan.

Slogan aplikasinya “kasir instan”, menjanjikan pengalaman pengguna yang diklaim lebih ringkas dari platform sejenis lainnya. Hal itu dilandasi target pasar Nuta adalah pelaku usaha mikro yang terbiasa dengan nota kertas, lalu coba dikonversi ke aplikasi.

“Yang coba kami lakukan adalah memindahkan nota kertas tersebut ke dalam sebuah tablet Android, menambahkan teknologi canggih di dalamnya, dan  membuatnya bekerja sealami mungkin. Sehingga pengguna tidak perlu belajar terlalu keras untuk menggunakan aplikasi ini. Target pasar utama Nutapos sektor kuliner dan ritel,” ujar Erich.

Sebagai portofolio program inkubator Indigo milik Telkom, Nuta bermarkas di Jogja Digital Valley. Saat ini juga sudah memiliki kantor perwakilan di Sidoarjo untuk perluasan cakupan bisnis. Selain Erich, ada Rahmat Ihsan yang juga merupakan Co-Founder.

Mereka juga sudah mendapatkan seed funding dari angel investor dan Telkom. Untuk akselerasi bisnis, pihaknya juga tengah melakuka penggalangan dana untuk tahap lanjutan.

“Traksi Nuta tumbuh setiap bulannya. Saat ini kami sudah memiliki hampir 1000 pengguna berbayar. Target tahun 2020 meningkatkan jumlah pengguna tiga kali lipat dan mengintegrasikan platform dengan berbagai digital wallet yang ada di Indonesia,” tambah Erich.

Seperti umumnya layanan POS, Nuta memiliki beberapa fitur seperti pembayaran, manajemen penjualan, dasbor pelaporan, hingga pajak. Layanan kasir digital ini dijajakan secara berlangganan, dengan mekanisme pembayaran per bulan per perangkat. Pada dasarnya aplikasi Nuta bisa digunakan dengan berbagai perangkat Android dan dihubungkan dengan printer portabel untuk mencetak nota pembelian.

Aplikasi juga mengakomodasi pencatatan stok bahan dan pemasok. Termasuk melakukan pencatatan dan kalkulasi komposisi guna memudahkan pebisnis kuliner untuk membuat estimasi pembelian bahan baku.

Di Indonesia sendiri sudah cukup banyak startup yang sajikan layanan serupa. Sebut saja Moka, Olsera, Cashlez, Qasir, NadiPOS, Whee, Pawoon, dan sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

Perjalanan Empat Tahun Mamikos, Rambah Model Bisnis Baru Melalui Mamirooms

Mamikos dirilis sejak tahun 2015, pada awalnya berperan sebagai situs dan aplikasi pencarian hunian sewa atau indekos di beberapa kota. Masih dengan misi yang sama, kini startup asal Yogyakarta tersebut sudah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Dalam kurun 4 tahun, mereka berhasil menghubungkan 110 ribu pemilik indekos di berbagai kota di Indonesia dengan 8 juta pengguna setiap bulannya. Di sisi layanan juga ada beberapa improvisasi signifikan yang dibubuhkan, termasuk fitur Booking untuk membantu pengguna memesan kamar langsung dari aplikasi.

“Kami akan terus fokus pada kategori industri indekos dengan membantu memajukan bisnis para pemilik kamar, sekaligus membantu para pencari kamar mendapatkan tempat dengan mudah lewat platform kami,” ujar Co-Founder & CEO Mamikos Maria Regina Anggit Tut Pinilih kepada DailySocial.

Anggit juga menceritakan mengenai inisiatif Mamirooms, yakni model bisnis baru di Mamikos untuk membantu pemilik indekos dalam mengelola propertinya. Bagi pemilik indekos yang tergabung, mereka akan mendapatkan bantuan intensif dalam kegiatan pemasaran, pengelolaan kamar, hingga standardisasi properti agar meningkatkan nilai jual. Standarisasi tersebut meliputi interior, fasilitas, operator, pelayanan, serta teknologi pembayaran (MamiPay – masih dalam tahap pengembangan).

Saat ini layanan Mamirooms sudah mencakup di wilayah Jabodetabek, Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Mamirooms
Mamirooms sediakan layanan pemasaran hingga operasional / Mamikos

Melanjutkan cerita, Anggit memaparkan awal mula pengembangan layanan tersebut. Ide awalnya berangkat dari masalah yang ia liat dihadapi oleh teman-temannya yang merantau. Pada saat itu mencari indekos menjadi suatu kegiatan yang memakan waktu, padahal internet sudah menjadi bagian hidup. Informasi yang tersedia di online sering tidak akurat, tidak lengkap, dan tidak diperbarui.

“Kami memulai mendirikan Mamikos dari Yogyakarta, kota kelahiran saya. Kami mulai hanya dengan hanya 3 orang. Saat itu kami bertiga memulai mengumpulkan data indekos dan dapat 50 data listing. Dua minggu kemudian kami merilis Mamikos. Selang tiga tahun layanan tersebut sudah memiliki lebih dari 200 ribu properti,” terang Anggit.

Saat ini perusahaan yang turut didirikan Bayu Syerli (Co-Founder & COO) tersebut masih terus fokus pada pengembangan fitur. Misinya membantu semua aspek kehidupan penyewa dan pemilik indekos.

“Nama Mamikos sendiri berawal dari saya ingin memberikan nama yang memiliki berkesan personal tapi juga modern sesuai dengan misi kita yang ingin meningkatkan kelas pencarian indekos,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

KoinWorks Rampungkan Akuisisi Pengembang Piranti Lunak di Yogyakarta

KoinWorks telah merampungkan akuisisi penuh pengembang piranti lunak di Yogyakarta dengan nilai yang tidak disebutkan. Seluruh talenta dari perusahaan tersebut dilebur menjadi tim engineering untuk KoinWorks — prosesnya dikenal dengan istilah acquihire.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono menerangkan akusisi ini telah rampung sekitar dua bulan lalu. Sejak saat itu, perusahaan tersebut telah dilebur sepenuhnya dengan KoinWorks.

“Sudah jalan, ada kantor barunya di Yogya. Mereka fungsinya untuk full engineering saja, suasananya dibuat ‘kampus banget’ sehingga bisa bekerja dengan rileks,” terang dia, saat ditemui di NextICorn International Summit 2019, Kamis (14/11).

Ada 40 tambahan talenta engineering dari sana. Hanya saja, ia enggan menyebut nama perusahaan yang ia akuisisi dengan alasan sensitif.

Dia beralasan mengakuisisi perusahaan tersebut, lantaran memiliki talenta yang cukup baik. Terlebih internal KoinWorks sendiri memang tengah memperkuat jajaran tim.

Sebelumnya, Benedicto sudah menyampaikan rencana akuisisi ini pada awal tahun pasca mengantongi pendanaan Seri A+ dari Quona Capital. Kala itu misinya untuk pengembangan pusat R&D.

Selain perkuat tim engineering, perusahaan sedang menambah tim baru untuk level menengah ke atas untuk produk dan legal compliance. KoinWorks saat ini memiliki sekitar 200 karyawan, berada di Jakarta dan Yogyakarta.

Awal bulan ini, KoinWorks mengumumkan perolehan tambahan pendanaan Seri B dan Seri B2 senilai SG$18,5 juta (setara 190 miliar Rupiah) dari Saison Capital, fund khusus yang dibentuk Credit Saison. Pendanaan ini menjadikan perusahaan portofolio pertama dari Saison Capital di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Memasuki Tahun Kedua, JogjaBike Mulai Monetisasi Layanan

Memperingati hari jadinya yang pertama, platform bike-sharing JogjaBike perbarui aplikasi. Diumumkan hari Minggu (27/10), saat ini layanan juga sudah dimonetisasi. Pengguna dikenakan biaya Rp5.000,- untuk menggunakan sepeda selama satu jam. Selain itu jumlah sepeda akan ditambah hingga 50 unit.

“Pengisian saldo bisa dilakukan lewat mobile/internet banking, ATM, hingga dompet elektronik seperti Dana dan LinkAja. Pengguna juga bisa menggunakan voucher fisik yang bisa dibeli dari operator JogjaBike,” terang Business Development Speeda Muhammad Reza.

Selain itu, sepeda dan mekanisme peminjaman juga turut diperbarui. Saat ini JogjaBike telah dilengkapi bike-lock yang terintegrasi dengan stasiun sepeda dan aplikasi “Speeda” sebagai anak usaha Gamatechno. Pertamina Foundation turut mendukung inisiatif ini.

“Aplikasi JogjaBike terbaru dilengkapi dengan GPS Tracking yang akan memudahkan pengguna untuk mengetahu rute bersepedanya. Selain itu, operator juga bisa memantau sejauh mana pengguna menggunakan sepedanya,” imbuh Reza.

Pengguna tidak bisa sembarang melakukan pemberhentian perjalanan. Mereka hanya bisa mengakhiri perjalanan di stasiun yang tersedia di sepanjang jalan Malioboro.

General Manager Technology, Business, & Innovation Gamatechno Saga Iqranegara menambahkan, dalam pengembangan platform baru seperti ini perusahaannya sangat menghitung terkait durability. Layanan baru tetap jalan, namun tidak merusak hal-hal lain di sekelilingnya.

Durability yang paling penting, jangan sampai saat menggunakan di perjalanan sepeda malah rusak,” papar Saga.

Di Indonesia, komoditas bike-sharing memang baru menjangkau di area spesifik. Umumnya diimplementasikan di lingkungan khusus, misalnya universitas seperti yang dilakukan Banopolis, Telkomsel dan Huawei tahun lalu; atau di area wisata seperti yang dilakukan JogjaBike atau Gowes di beberapa titik.

Sementara GrabWheels hadir dengan jangkauan akses arena yang lebih luas melalui layanan skuter elektrik, tawarkan model penggunaan yang serupa melalui aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Santara, Platform “Equity Crowdfunding” untuk UKM

Santara menjadi pemain platform equity crowdfunding (ECF) pertama yang mendapat izin untuk beroperasi secara penuh dari OJK tepat tanggal 18 September 2019. Bila belum familiar dengan equity crowdfunding, sebenarnya ini gabungan dari p2p lending dengan nuansa pasar modal.

Sebab pembedanya, para lender ini mengambil saham yang dijual oleh borrower dan bisa menjualnya di pasar sekunder, layaknya membeli saham di perusahaan tercatat di BEI. Konsep ini bisa dikatakan masih baru, kalau mau tengok sedikit ke belakang, sebenarnya ini adalah bisnis awal dari Akseleran. Namun startup ini pivot ke p2p lending sejak tahun lalu.

Di sela-sela Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, DailySocial menyempatkan diri menemui Santara. Co-Founder dan CEO Santara Reza Avesena menjelaskan, perjalanan bisnisnya sebenarnya dimulai dari dirinya dan sekelompok temannya yang senang bangun bisnis.

Pada 2012, timnya sepakat untuk mencari potensi bisnis yang bisa diakselerasi dalam waktu cepat dan bisa segera keluar dari zona UKM, omzetnya itu sekitar Rp400 juta per bulan.

“Modal kita dari nol, sewa garasi punya tetangga dan hanya ada satu penjahit untuk mulai usaha konveksi buat cover untuk motor dan mobil. Kita berhasil keluar dari zona UKM setelah 18 bulan. Akhirnya geser buat bisnis lain.”

Bisnis kedua adalah produksi tas, dalam setahun lolos dari zona UKM. Melanjutkan kembali ke bisnis ketiga, cetak foto online dan dibuatkan album foto. Usahanya laku keras, dalam sebulan keluar dari zona UKM.

“Semua bisnis kita ini tanpa modal, semuanya organik tidak ada investor dari luar, dan cashflow kita langsung positif.”

Kepercayaan diri ini membuat timnya dikenal seantero Yogyakarta dan memutuskan untuk masuk ke komunitas pebisnis. Tujuannya untuk membantu mereka yang ingin bisnisnya diakselerasi. Di situ terlihat bahwa isu utama yang sering dihadapi adalah modal.

Tercetuslah untuk mendirikan Santara pada tahun lalu. Fokusnya adalah komunitas yang dia bangun yang menjadi investor untuk mendanai usaha-usaha UKM yang telah dikurasi.

“Jadi pembeli [investor] kebanyakan dari para pembelinya sendiri, seperti Sop Ayam Pak Min Klaten yang telah memanfaatkan platform Santara ini. Kita bantu mereka bukan buat yang menutup cashflow, tapi bantu ekspansi usaha. Banyak yang sudah bertahun-tahun buka usaha tapi stuck tidak bisa ekspansi.”

Proses panjang menanti izin OJK

Tim Santara / Santara
Tim Santara / Santara

Santara baru berjalan dua bulan, sekitar September 2018, Reza harus berhadapan dengan OJK terkait praktik bisnisnya. Situs harus ditutup dan masuk ke internet positif sampai mengantongi surat tanda terdaftar. “Ini cukup menyakitkan karena kita masuk berita dan disebut sebagai investasi bodong.”

Komplain pun sempat dia layangkan ke Satgas Investasi, mengapa tidak ada peringatan sebelumnya. Pihak Satgas menjelaskan Santara tidak bisa beroperasi sebelum buat izin, sampai itu terbit bisnis harus ditutup.

“Kita mau comply dengan aturan, tapi model bisnis kita beda dengan IKD karena kita ini patungan untuk kepemilikan saham. Namun, posisinya saat itu POJK 37 tentang ECF masih berupa RPOJK jadi belum bisa urus izin. OJK melihat kami bisa jadi case study sebelum menerbitkan POJK.”

Pihaknya harus berkoordinasi dengan OJK bagian pasar modal dan diundang beberapa kali ke Jakarta untuk presentasi tentang bisnis mereka. Akhirnya OJK meresmikan aturan ECF pada tepat pada akhir tahun 2018.

Santara menjadi startup ECF pertama yang terdaftar di bawah payung hukum ini. Akan tetapi, perjuangan belum berhenti. Sebab, Satgas masih belum mengizinkan Santara beroperasi.

OJK ingin belajar dari kesalahan sebelumnya, bila di p2p lending, startup yang sudah terdaftar boleh beroperasi kembali, namun tidak kenyataannya untuk ECF. “Ternyata ECF itu enggak cukup buat terdaftar saja harus langsung punya izin. OJK itu ingin belajar dari kasus p2p lending banyak yang terdaftar tapi ada yang bermasalah.”

Kabar ini berdampak buruk buat internal perusahaan. Karyawan banyak yang resign, dari awalnya sekitar 50 orang kini hanya tersisa 30 orang saja. Tidak ada pemasukan dari Januari hingga Agustus 2019, artinya Reza dan tim harus putar otak untuk cari penghasilan tambahan.

Mereka memutuskan untuk membuat buku bisnis mengenai scale up. Menumpahkan seluruh pengalaman sebelum mendirikan Santara dalam buku tersebut dan Reza mengklaim laku keras. Hanya lewat jualan buku ini seharga Rp650 ribu, Santara berhasil menutup biaya overhead.

“Kami tidak berhutang ke sana ke mari ketika bisnis kami di-freeze. Sepanjang waktu itu internal kita benar-benar goyang. Proses recovery-nya ini panjang.”

Seiring berjalan waktu, Santara tetap membekali diri dengan berbagai persyaratan yang diminta OJK agar dapat menerima izin. Regulator menekankan mereka ingin startup tetap menjaga sistem, server berlokasi di Indonesia, semua data aman, dan sistem memenuhi CIA (Confidentiality, Data Integrity, Availability).

Startup ini juga melengkapi persyaratan untuk mendapat ISO 27001 dan tes ketahanan sistem yang diuji oleh pihak ketiga. Maksudnya untuk bantu berikan OJK pendapat kedua mengenai komitmennya dalam melindungi kepentingan konsumen.

“Karena kita berhasil membuktikan CIA, ini jadi alasan mereka untuk memberikan kita izin pada awal bulan ini. Senang sekali saat situs akhirnya di unblock.”

Perjalanan ini akhirnya mendorong OJK untuk menitahkan Santara mendirikan asosiasi khusus ECF. Di situ, Santara bisa berbagi pengetahuan kepada sesama pemain. Secara total, saat ini ada sembilan startup yang bergerak di ECF. Kebanyakan mereka berlokasi di Jakarta.

“Teman-teman setuju, supaya pas untuk bantu mereka memenuhi izin, sekarang masih koordinasi.”

Model bisnis dan rencana Santara berikutnya

Reza menekankan saat ini Santara baru fokus membiayai usaha skala kecil dan menengah yang mencari pendanaan antara Rp500 juta sampai Rp5 miliar. Proses screening yang dibutuhkan sebelum usaha bisa didanai, cukup panjang sekitar 1-2 bulan.

Dia mengakui proses ini memang melelahkan apalagi UKM ini banyak yang belum paham mengenai tata kelola pencatatan yang baik. Terlebih lagi, jarang ada yang sudah berbadan hukum PT. Oleh karenanya, dia mensyaratkan usaha yang mau masuk harus sudah menjadi PT, karena hanya PT yang sahamnya bisa disebar.

“Biasanya pemilik itu banyak yang malas untuk mengurus PT, tapi kami biasanya selalu memberikan pernyataan jitu, “Tidak ada perusahaan sukses yang tidak PT, kalau tidak mau besar ya, lebih baik tidak usah.”

Santara menempatkan diri sebagai pendamping dan mengajarkan empat komponen. Bagaimana pembukuan yang benar, tata kelola keuangan yang benar, pembayaran pajak yang benar, baru setelah itu bicara tentang harta perusahaan.

Usaha yang bisa masuk ke platform juga tidak sembarang. Minimal sudah berdiri lima tahun, apabila bergerak di bisnis kuliner minimal makanan yang mereka jajakan bersifat timeless, bukan hit pada saat tertentu saja.

“Setelah memenuhi empat komponen, baru kita buatkan prospektus untuk prediksi bisnis mereka buat investor baca. Kami mendorong pemilik untuk tetap mengendalikan saham mereka karena tujuannya kan buat sustain bisnis dan long term.”

Sedangkan untuk investor, mereka harus terverifikasi terlebih dahulu. Tiap usaha, maksimal bisa didanai oleh 300 orang investor. Nominal dananya tergantung proyek yang ada. Akan tetapi, sesuai POJK, maksimal hanya bisa mendanai usaha 5% dari penghasilan tahunan apabila sebesar Rp500 juta. Di atas itu, maksimal 10%.

Hingga kini berdiri, Santara telah menyalurkan pembiayaan untuk 15 usaha senilai lebih dari Rp5 miliar. Usaha ini kebanyakan bergerak di bidang kuliner, properti, peternakan, dan perikanan. Adapun jumlah investor yang bergabung mencapai 1.082 orang, mayoritas berada di Jakarta.

Setiap bisnis yang berhasil terdanai penuh, Santara mengutip komisi sebesar 10%. Dia beralasan, untuk menyukseskan tiap proyek pembiayaan banyak pendampingan yang mereka lakukan, mulai dari membuat edukasi finansial, buat prospektus, pasang iklan online, dan sebagainya.

Apabila investor ingin menjual saham mereka, Reza menyiapkan pasar sekunder yang hanya membuka slot dua kali dalam setahun. Akan tetapi, dia belum menetapkan kapan waktunya. “Semangatnya ini buat investasi jangka panjang, jadi slot hanya kita buka dua kali saja setahunnya. Mengenai bulannya belum kita tentukan.”

Untuk percepat proses, saat ini timnya sedang membangun sistem berteknologi AI agar semakin cepat dalam screening-nya, tidak lagi harus menunggu sampai dua bulan. Berikutnya, pasca mengantongi izin, Reza tidak ingin terlalu agresif dalam memberikan pinjaman.

Justru perlahan-lahan, setidaknya dia menargetkan Santara dapat mendanai satu atau dua usaha tiap bulannya. “Kita mau jaga kepercayaan, agar investor tetap aman. Selain itu kami berencana buka kantor perwakilan di Jakarta untuk permudah bisnis dan komunikasi dengan OJK,” pungkasnya.

Setelah GrabBajay dan GrabBentor, Kini GrabAndong Diluncurkan di Kawasan Malioboro

Grab, Kementerian Pariwisata dan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta hari Sabtu (24/8) lalu meluncurkan layanan GrabAndong. Inovasi tersebut memungkinkan pengguna aplikasi Grab untuk memesan/menyewa moda transportasi ikonik andong atau dokar untuk menunjang kebutuhan wisata, khususnya di seputar Malioboro.

Untuk menggunakan layanan ini, pengguna Grab dapat mengakses dari menu Explore Car/Mobil, lalu pilih opsi Rent di bagian kanan atas. Di sana akan ada pilihan “Rent Andong”, selanjutnya bisa melakukan pembayaran melalui Ovo atau tunai. Tarif per jam yakni Rp150.000, dengan setiap kelebihan waktu dikenakan biaya Rp1.250 per menit.

Tidak hanya ini, Grab sebelumnya juga sudah meluncurkan GrabBajay di Jakarta serta GrabBentor di Medan dan Gorontalo. Tujuannya sama, yakni meningkatkan aksesibilitas transportasi ikonik di kawasan wisata.

Dalam peluncuran GrabAndong, dihadiri langsung Menteri Pariwisata Arief Yahya, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi. Menurut data yang dipaparkan, pada tahun 2017 jumlah turis Yogyakarta melebihi 435 ribu orang, 50% di antaranya mengunjungi kawasan Malioboro.

Dukungan perawatan kuda andong

Neneng menyampaikan, Melalui fitur GrabAndong, Grab berusaha untuk meningkatkan penghasilan dari mitra melalui peningkatan produktivitas mereka. Saat ini, ada 500 andong yang tersebar di Malioboro. Namun, untuk fase GrabAndong pertama, hanya 26 andong yang terdaftar untuk proyek awal.

Sebagian pendapatan dari GrabAndong nantinya akan dialokasikan untuk perawatan kesehatan kuda. Secara khusus Grab menjalin kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM untuk hal ini. Dengan demikian, mereka memastikan bahwa kuda-kuda yang digunakan mitra senantiasa dalam kondisi sehat saat dioperasikan.

Dalam sambutannya, Ketua Paguyuban Andong DIY Purwanto mengatakan, “Terkait perawatan kuda, setiap harinya kuda kami selalu diawasi secara intensif, mulai dari perawatan seperti membersihkan kuda, merawat sepatu kuda, bahkan memandikannya. Setiap hari, andong kami jalan maksimal 6-7 jam. Itu pun ketika mereka berhenti, kami selalu memberi air minum.”

Application Information Will Show Up Here