TipTip Resmi Diluncurkan, Bercita-cita Bangun Ekosistem Konten Kreator Indonesia

Platform monetisasi untuk kreator konten, TipTip, meresmikan kehadiran mereka pada Rabu (13/7) setelah sebelumnya telah mengantongi pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures. Dalam acara peluncuran yang diadakan di Sheraton Gandaria City ini, turut diumumkan Triawan Munaf sebagai Presiden Komisaris TipTip.

TipTip sendiri memosisikan diri sebagai layanan yang mengisi kesenjangan akan beberapa fitur penting yang dihadapi oleh kreator konten di negara-negara berkembang di wilayah Asia Tenggara, seperti kurangnya peluang monetisasi, pembayaran lokal & integrasi KYC (know-your-customer) yang terbatas, serta tantangan terkait pembuatan & distribusi konten melalui perangkat smartphone.

Albert Lucius selaku Founder & CEO TipTip mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki berbagai talenta dan konten yang berkualitas, namun besarnya potensi dari ekosistem ekonomi kreatif di Indonesia masih belum tersalurkan secara optimal karena sulitnya membangun target audiensi. Platform ini hadir dengan peluang monetisasi untuk para konten kreator tanpa memerlukan audiensi yang besar.

Meskipun platform ini mengedepankan monetisasi, konten yang tersedia bukan berarti tanpa kurasi. Perusahaan mengaku memiliki tim terpisah untuk kurasi para kreator dan memastikan bahwa kualitas konten yang disajikan tidak menyalahi aturan terlebih untuk setiap monetisasi yang berlangsung dalam platform. Hal ini menjadi salah satu proposisi nilai yang ditawarkan TipTip.

Triawan Munaf yang turut hadir dalam kesempatan tersebut juga mengungkapkan bahwa setelah hampir lima tahun ia mencoba membangun ekonomi kreatif bersama Bekraf, ia mengaku bahwa saat ini negara kita membutuhkan sebuah ekosistem lokal.  Menurutnya, TipTip memiliki semua dukungan yang terbaik untuk menciptakan ekosistem kreator yang kuat. “Dari Indonesia untuk Indonesia. Keep creating ideas, keep creating money,” tambahnya.

Selain dari sisi monetisasi, TipTip juga berperan sebagai jembatan untuk supply dan demand para kreator konten. Perusahaan juga sudah bekerja sama dengan beberapa korporasi. “Kuncinya, kita pemain lokal, kita identifikasi solusi lokal yang mengarah ke kominitas. Kita mengedepankan transparansi dari tipping para followers. Para kreator juga diharapkan untuk memperbaiki kualitas. Semakin banyak menyentuh komunitas, maka semakin banyak monetisasi,” tambahnya.

Willson Cuaca yang turut hadir dalam acara ini mengungkapkan bahwa krisis pandemi menimbulkan pergeseran kebiasaan, salah satunya konsumsi masyarakat akan media. Kini terjadi demokratisasi konten yang memungkinkan semua orang yang punya talenta bisa terfasilitasi.

“Namun kebanyakan platform yang hadir adalah dari luar negeri, TipTip bercita-cita ingin menciptakan ekosistem kreator ekonomi yang sudah terlokalisasi. Harapannya, perusahaan juga bisa membangun flywhee effect. Semakin banyak komponen yang dibangun, maka semakin banyak yang terjangkau dan berpartisipasi,” ungkapnya.

Untuk menikmati solusi TipTip, para pengguna baik konten kreator maupun masyarakat hanya perlu mengunjungi websitenya untuk melakukan registrasi. Aplikasi TipTip sendiri sudah tersedia dan bisa diunduh di platform Android, untuk para pengguna iOS bisa segera menikmati layanan ini di bulan Agustus 2022.

Strategi hyperlocal

Ketika disinggung mengenai platform global yang saat ini lebih banyak digunakan, Albert menjelaskan bahwa pihaknya mengedepankan strategi hyperlocal dan menjangkau komunitas. Suatu hal yang sulit untuk bisa dieksekusi oleh para pemain global. Strategi ini diharapkan bisa menjangkau komunitas serta kreator konten yang lebih luas lagi.

Albert mengambil contoh Amazon dengan layanan e-commerce global, namun tetap di tanah air yang merajai adalah platform lokal seperti Tokopedia. “Hal ini bisa terjadi karena mereka eksekusinya lokal. Kita di TipTip tidak hanya terintegrasi dengan sistem KYC dan Dukcapil, dari sisi pembayaran juga terintegrasi dengan bank lokal dan e-wallet. Kita juga menggunakan strategi dari komunitas ke komunitas,” ungkapnya.

Dalam diskusi singkat di sela-sela acara, Albert mengaku bahwa TipTip bukan hanya sekedar layanan live streaming. Lebih dari itu, platform ini menawarkan solusi yang sangat menyeluruh dan spesifik untuk setiap pasar para kreator kontennya. Perusahaan juga terlibat dalam penyediaan supply kreator dan konten untuk korporasi yang membutuhkan jasa (demand).

Menurut data TipTip, hingga saat ini sudah ada lebih dari 500 kreator yang tergabung. Masing-masing kreator disinyalir bisa membawa sekitar 20 pengikut yang menghasilkan sekitar 10 ribu pengguna. “Kita memproyeksikan pertumbuhan tiga kali lipan di tahun ini. Harapannya beberapa tahun ke depan bisa mencapai puluhan ribu pengguna,” ungkap Albert.

Industri kreator konten di Indonesia

Pertumbuhan konten kreator di Indonesia disebut mengalami pertumbuhan yang cukup besar, pasar industri ini di Indonesia diprediksi mencapai 4 triliun hingga 7 triliun Rupiah pada waktu mendatang. Berdasarkan Opus Creative Economy Outlook 20201, sektor ekonomi kreatif memberikan kontribusi sebesar 1,1 triliun rupiah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan menyerap 17 juta tenaga kerja.

Selain TipTip, sudah ada beberapa platform yang menyediakan wadah untuk content creator, influencer, dan brand untuk memanfaatkan kegiatan pemasaran dengan konsep tersebut. Mulai dari platform seperti PartipostAnyMind GroupHiip, hingga Lynk.id yang bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator.

Application Information Will Show Up Here

Asumsi Luncurkan “InLive”, Layanan Infrastruktur Pengembangan Aplikasi Live Streaming

Mengawali langkah sebagai perusahaan media dengan produk utama konten digital bertema politik dan dinamika kehidupan masyarakat urban,  Asumsi kian gencar mengembangkan inovasi untuk mendukung bisnis inti mereka. Perusahaan baru saja meluncurkan “InLive”, infrastruktur layanan live streaming yang ditujukan untuk perusahaan di Indonesia.

InLive merupakan produk SaaS yang berbasis API. Solusi ini menawarkan infrastruktur live streaming yang bisa dikendalikan secara personal tanpa pengaturan server dan tanpa perlu instalasi. Layanan ini menawarkan struktur berlangganan mulai dari 400 ribu hingga 2 juta Rupiah per bulan untuk menikmati setiap kemudahan dan perangkat yang tersedia.

Setelah membukukan pendanaan pre-seed pada September 2020 lalu, perusahaan yang didirikan oleh Pangeran Siahaan ini juga berhasil meraih pendanaan lanjutan dari East Ventures di akhir tahun 2021. Inisiatif baru ini merupakan tindak lanjut dari pemanfaatan modal yang telah disuntikkan sejak awal berdirinya perusahaan.

Live Streaming sendiri telah menjadi media integral untuk menjangkau penonton, terlebih selama pandemi. Inovasi ini memungkinkan seseorang atau brand untuk membangun dan memelihara komunikasi secara real-time dengan semua jenis audiens. Berada di ruang virtual, live streaming tidak memiliki batasan geografis, memungkinkan interaksi dari seluruh belahan dunia. Namun, pengembangannya tidak luput dari kompleksitas.

Dalam rangka menyederhanakan proses tersebut, InLive menawarkan contoh, dokumentasi, dan tutorial bagi pengembang untuk membuat aplikasi live streaming mereka sendiri. Produk ini berfokus pada pengalaman pengembang dengan teknologi streaming latensi rendah terbaru, dengan harga terjangkau, dan tanpa persiapan server yang rumit. InLive akan mengambil alih semua persyaratan teknis yang kompleks sementara pengembang dapat fokus membangun aplikasi mereka.

CTO InLive Yohan Totting menjelaskan bahwa, “Untuk mendorong inovasi di industri live streaming, kami perlu membuatnya dapat diakses oleh semua orang dengan membuatnya lebih terjangkau. Dengan cara ini, ‘hacker’ indie dan perusahaan rintisan kecil akan muncul dengan ide-ide baru dan membuka lebih banyak kasus penggunaan dalam streaming langsung.”

Ekosistem InLive

CEO Asumsi Pangeran Siahaan juga mengungkapkan, “InLive akan memberikan Asumsi peluang dan lini bisnis baru yang berbeda dari yang kami lakukan sebelumnya. Sementara operasi konten dan media kami akan terus membuat dan menerbitkan konten berkualitas seperti biasa, dengan InLive kami ingin memanfaatkan sisi teknologi industri. Ini adalah produk yang berbeda dan model bisnis yang berbeda. Kami sangat bersemangat mengenai hal ini.”

Rencana ke depan

Ketika disinggung mengenai pengaruh dari Covid-19, Pangeran berujar bahwa industri live streaming populer seperti game atau belanja online — telah memiliki basis kuat bahkan sebelum pandemi dan diprediksiakan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang.

“Misi kami di InLive adalah untuk membuka lebih banyak potensi di sektor live streaming dengan membuatnya dapat diakses oleh semua orang untuk membangun kasus penggunaan yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya,” tambahnya.

Selain itu, kolaborasi menjadi sangat penting untuk model bisnis seperti ini. Di tahun ini, perusahaan menargetkan untuk mengembangkan use case di 5 sektor berbeda. Hingga saat ini, perusahaan sudah menjalin dua kemitraan yang berkelanjutan di industri e-commerce dan esports. Ke depannya, InLive ingin menjangkau perusahaan-perusahaan  yang ingin memanfaatkan layanan live streaming yaitu di sektor-sektor seperti edutech, olahraga, keuangan, dll.

“Visi saya adalah menumbuhkan Asumsi dari perusahaan konten/media menjadi perusahaan teknologi media. InLive adalah langkah pertama kami ke dalamnya. Sebelumnya kami hanya membuat konten. Sekarang kami membuat solusi teknologi yang dapat digunakan orang lain. Dengan InLive, kami ingin mendemokratisasi pengembangan streaming langsung dan membuatnya dapat diakses oleh semua orang,” ungkap Pangeran.

Sumber: Reuters Institute

Meningkatnya konsumsi media digital selama pandemi menunjukkan bahwa konten-konten yang disajikan terbukti menarik bagi para penonton, pembaca, maupun pemasang iklan. Berdasarkan data dari Reuters Institute, media online dan sosial tetap menjadi sumber berita paling populer di Indonesia dengan sampel yang lebih urban. Meskipun begitu, TV dan radio tetap penting bagi jutaan orang yang belum terjangkau akses internet.

Strategi Rekosistem Menjadi Startup Berdampak yang Berkelanjutan

Perusahaan rintisan berbasis impact kian banyak ditemui di tengah masyarakat. Salah satunya adalah Rekosistem, startup cleantech yang menawarkan jasa pengelolaan sampah, termasuk di dalamnya pengumpulan, pemilahan, serta daur ulang.

Dimulai sebagai UMKM hingga akhirnya mendirikan badan hukum dan merek perusahaan sendiri, startup yang didirikan oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino pada 2019 ini menyediakan produk dan jasa inovatif untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah di Indonesia.

Sesuai dengan tema diskusi #SelasaStartup pekan lalu, terkait bisnis berdampak yang berkelanjutan, Ernest mengungkapkan bahwa model bisnis yang sustainable menurutnya tidak hanya memikirkan profit, melainkan juga people dan planet.

Rekosistem sendiri tidak hanya bertujuan menjadi perusahaan yang berkelanjutan tetapi juga membantu perusahaan lain untuk bisa menerapkan model bisnis yang berkelanjutan.

Dalam menjalankan model bisnis berdampak, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan selain sampah, misalnya misi terkait keanekaragaman hayati, perubahan iklim, energi terbarukan dan lainnya. Dalam hal ini, Rekosistem memilih untuk memosisikan diri sebagai perusahaan teknologi yang ingin membantu menjembatani setiap aktivitas dari pemangku kepentingan yang ada dalam ekosistem pengolahan sampah di Indonesia.

Beroperasi untuk layanan B2B sekaligus B2C, Rekosistem menawarkan jasa jemput dan setor sampah sesuai kebutuhan. Layanan ini memiliki tiga produk utama yaitu Repickup Service, Repickup Rumah, dan Redrop (Setor Sampah). Misi utama Rekosistem adalah untuk berkontribusi dalam meningkatkan penyerapan sampah daur ulang sekaligus memperkenalkan tren pola hidup ramah lingkungan di Indonesia.

CEO Rekosistem Ernest Layman mengungkapkan, “Zero waste itu bukan tentang tidak menciptakan sampah atau menghilangkan sampah. Namun, keadaan itu akan tercipta ketika kita bisa bertanggung jawab dengan sampah yang kita ciptakan sehingga tidak menimbun masalah.”

Menyederhanakan proses

Ernest juga mengaku bahwa di masa awalnya sangat sulit untuk bisa meyakinkan orang bahwa pengelolaan sampah yang baik dan benar itu esensial dalam kehidupan. Mengurus sampah bukan hanya tentang mengumpulkan dan membuang sampah ke tempatnya. Lebih dari itu, mengurus sampah artinya bertanggungjawab akan sampah kita.

Sampah kita tidak semuanya harus berhenti di tempat pembuangan akhir. Ada sampah yang masih bisa dikelola untuk kembali digunakan dan dikelola untuk didaur ulang. Dari sini, pihaknya berinisiatif membuat produk yang tepat guna sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.

Dalam proses pengelolaan itu sendiri, ada banyak hal yang sering kali membuat orang menjadi urung untuk memilah sampahnya. Rekosistem ingin menyederhanakan proses baik dari sisi penghasil sampah, pengelola sampah, hingga pada hasil akhirnya. Pada 21 Februari 2021, Rekosistem meluncurkan aplikasi yang berguna untuk menukarkan sampah dengan reward point bagi pengguna.

Manfaatnya sendiri bisa dirasakan oleh masing-masing stakeholder. Ada nilai ekonomis yang bisa dirasakan oleh para pengguna layanan baik supplier atau pendaur ulang. Selain itu, para pekerja di lapangan juga dimudahkan dengan rute atau jadwal pengambilan sampah yang lebih tertata. Selain itu, untuk supplier/perusahaan daur ulang juga dimudahkan dengan mendapat pasokan sampah yang sudah terpilah.

Sebagai perusahaan teknologi, Rekosistem mengaku tidak berusaha untuk memonopoli pasar. Perusahaan memosisikan diri sebagai jembatan yang bisa menghubungkan semua stakeholder. “Kita berharap bisa meningkatkan produktivitas setiap layanan turunan dari pengelolaan sampah ini,” tambah Ernest.

Mengedepankan kolaborasi

Dalam menjalankan misinya, Rekosistem mengaku tidak berusaha untuk menggantikan ekosistem pengelolaan sampah yang sudah ada. Melainkan, pihaknya ingin menjembatani para pemangku kepentingan yang terlibat di sektor ini dengan dibantu oleh teknologi. Perusahaan menjalankan model bisnis yang mengedepankan kolaborasi.

Salah satu alasannya adalah efisiensi dari sisi operasional. Sebagai perusahaan teknologi yang menjalankan platform di tengah masyarakat, kolaborasi bisa memperluas jaringan perusahaan. Selain itu, edukasi terkait pengelolaan sampah yang baik dan benar juga tidak bisa berjalan sendiri, harus diiringi dengan pemeliharaan yang baik.

“Kita sebagai startup posisinya eksekutor untuk solusi. Perannya jadi penting untuk bisa mengakselerasi target-target yang dibuat secara global maupun lokal. Untuk produk akhir, kita punya mitra. Kita sebagai platform teknologi. Sebenarnya saat ini kita akhirnya bisa berkolaborasi adalah kita bukan mengganti, karena kita empower masing-masing stakeholder-nya,” ungkap Ernest

Rekosistem menjalin kerja sama dengan semua pihak yang memiliki visi dan misi yang sejalan untuk pengelolaan sampah yang lebih baik. Selama beroperasi, Rekosistem sudah menjalin kerja sama dengan beberapa institusi dengan tujuan menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Bersama PT Pupuk Indonesia (Persero), perusahaan berkomitmen mengurangi peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui program pengelolaan sampah.

Sebelumnya, perusahaan juga sudah menjalin kerja sama dengan Lion Parcel (PT Lion Express), sebagai komitmen untuk terus menerapkan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Melalui kerja sama ini, Rekosistem akan membantu Lion Parcel dalam proses pengelolaan sampah di industri logistik secara end-to-end, mulai dari pengumpulan sampah, pemilahan, hingga proses daur ulangnya.

“Kalau sudah memutuskan untuk membangun bisnis yang sustainable,  sudah pasti harus berbanding lurus dengan dampak sosial dan lingkungan. Tinggal memikirkan nilai ekonominya saja,” ujar Ernest.

Salah satu kunci keberlangsungan bisnis berdampak adalah ketika pertumbuhan bisnis bisa selaras dengan dampak yang diciptakan. Dalam wawancara bersama Dondi Hananto, Partner dari Patamar Capital, perusahaan modal ventura global yang fokus mendanai startup berbasis impact, ia mengungkapkan bahwa dalam menjalankan model finansial berdampak, tidak disarankan untuk menciptakan dampak yang cost-structured, di mana dampak menciptakan cost baru di dalam bisnis.

Astra dan WeLab Pertajam Komitmen Membawa Bank Jasa Jakarta Bertransformasi Digital

PT Astra International Tbk (IDX: ASII) mengumumkan akuisisinya terhadap PT Bank Jasa Jakarta (BJJ). Dalam penandatanganan Shares Subscription Agreement (SSA), Astra melalui PT Sedaya Multi Investama mencaplok 1,138 juta lembar saham atau sekitar 49,56% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Astra menggelontorkan sebesar Rp3,87 miliar pada transaksi ini. Adapun, kesepakatan ini telah diteken pada 1 Juli 2022.

Corporate Secretary Gita Tiffani Boer mengatakan transaksi tersebut bertujuan sebagai pengembangan usaha dan investasi Sedaya Multi Investama.

Selain itu, perusahaan juga mengumumkan bahwa Welab Sky Limited (WeLab) selaku salah satu pemegang saham Bank Jasa, juga akan menambah kepemilikan sahamnya di sana. Usai penyelesaian transaksi, WeLab akan mengantongi 49,56% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor di Bank Jasa Jakarta.

Pada Desember 2021, WeLab diketahui sudah menggenggam 24% saham Bank Jasa Jakarta. Aksi korporasi ini memperkuat komitmen mereka dalam membangun dan mengoperasikan bank digital. Mengingat potensinya masih besar, termasuk untuk menjangkau kalangan unbankable.

Dalam laporan yang dipublikasi oleh DSInnovate bertajuk “The Rise of Digital Banking in Indonesia“, disebutkan bahwa ukuran pasar bank digital, secara global nilainya diperkirakan sudah mencapai $12,1 miliar pada 2020 dan akan bertumbuh hingga $30,1 miliar di 2026 dengan CAGR 15.7%.

Menurut OJK, indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76,19% pada 2019. Selain itu, adopsi produk perbankan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hingga 2020, tercatat 351,7 juta rekening terdaftar di 110 bank (96 bank konvensional, 14 bank syariah). Sementara di Indonesia saat ini sudah ada 12 aplikasi bank digital yang bisa digunakan masyarakat.

Daftar bank digital dan calon bank digital di Indonesia. Sumber: Laporan DSInnovate

Relasi bisnis Astra dan WeLab

Relasi bisnis Astra dengan Welab telah terjalin sejak tahun 2018 ketika kedua perusahaan membentuk usaha patungan (joint venture) yang bergerak di bidang fintech lending, Astra WeLab Digital Arta. Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga merilis aplikasi Maucash, menawarkan dua produk pinjaman, Maucepat dan Mauringan.

WeLab merupakan startup p2p lending yang beroperasi di tiga negara melalui tujuh merek produk keuangan, di antaranya WeLend dan WeLab Bank di Hong Kong; WeLab Digital, Taoxinji, Wallet Gugu, dan Tianmian Tech di Tiongkok; serta Maucash di Indonesia.

WeLab Bank tercatat telah memiliki 50 juta pengguna dan menyalurkan pinjaman lebih dari $10 miliar. Sementara, WeLab mengantongi 150 ribu pengguna digital banking di Hong Kong.

Sementara, Bank Jasa Jakarta merupakan bank ritel yang menawarkan produk simpanan, pinjaman, dan layanan perbankan. BJJ memiliki 11 kantor cabang pembantu dan tiga kantor kas dengan jaringan ATM tergabung dalam jaringan Prima di seluruh kota besar Indonesia.

Perkuat ekosistem produk digital Astra

Grup Astra mulai melakukan transformasi digital sejak beberapa tahun lalu. Transformasi ini menggunakan tiga strategi utama, yakni memodernisasi core business, menciptakan sumber pendapatan baru yang inovatif, dan berinvestasi pada produk di ekosistem digital. Beberapa produk digital yang sudah masuk dalam ekosistem produk digital Astra termasuk CariParkir, Sejalan, Movic, SEVA dan mo88i .

Di sepanjang 2021, Astra semakin gencar memperkuat ekosistem produk digitalnya. Pada kuartal pertama 2021, anak usaha Astra Financial meluncurkan aplikasi Moxa alias Mobile Experience by Astra Financial. Perusahaan juga telah meluncurkan AstraPay yang sudah dapat digunakan di ekosistem Grup Astra. Berikut rincian produk digital yang sudah masuk dalam ekosistem Astra.

Produk Kategori Grup
AstraPay Fintech Astra Financial
Moxa Fintech Astra Financial
Maucash Fintech Astra Welab Digital Arta
mo88i Marketplace (mobil bekas) Serasi Autoraya (Mobil88)
CariParkir Transportation (navigation) Astra Digital
Seva.id Marketplace (mobil baru dan bekas) Astra Digital
Movic Transportation (car rental) Astra Digital
Sejalan Transportation (ride-sharing) Astra Digital

Juragan Material Raih Pendanaan Awal 60 Miliar Rupiah Dipimpin Go-Ventures

Infrastruktur yang kokoh, lengkap, dan menyeluruh merupakan fondasi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan transformasi. Dalam proses pembangunan konstruksi, pengadaan barang/jasa kerap menjadi rintangan tersendiri. Berbagai upaya dan inovasi dilakukan untuk membuat proses ini lebih efektif, efisien, adil, terbuka, transparan, dan akuntabel; salah satunya melalui “Juragan Material”.

Platform teknologi konstruksi asal Indonesia ini telah berhasil meraih pendanaan tahap awal (seed) sebesar $4 juta atau sekitar 60 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Turut berpartisipasi dalam putaran ini Susquehanna International Group (SIG).

Dana segar ini rencananya aka digunakan untuk mengembangkan timnya secara agresif di lini produk, pengembang, penjualan, hingga operasional. Lalu, perusahaan juga akan memperkuat penetrasi pasar konstruksi B2B dan pasar bahan bangunan serta terus berinovasi dan memperdalam kapabilitas ekosistem produknya.

Dimulai dari platform B2B Commerce

Didirikan pada tahun 2021, Juragan Material adalah platform digital yang bertujuan untuk mendigitalkan industri konstruksi. Platform ini dimulai dengan platform B2B commerce untuk bahan bangunan, menawarkan pelanggan dengan solusi end-to-end dalam sumber bahan. Melalui platformnya mereka mengupayakan pilihan produk yang komprehensif, ketersediaan stok, transparansi harga, logistik terintegrasi, dan beberapa pilihan pembayaran.

Juragan Material juga memiliki misi untuk memberikan value kepada kontraktor dan pemilik proyek dengan menawarkan kepada mereka pilihan produk yang komprehensif, visibilitas pasokan yang lebih baik, dan logistik yang andal untuk mengelola proyek mereka secara lebih efisien.

Saat ini sudah ada lebih dari 9.000 SKU produk dan lebih dari 180 merek di seluruh produk struktural, arsitektur, mekanik, dan elektrik yang terpasang dalam platform.

Sebagai perusahaan yang menjalankan model bisnis yang cukup baru, pihaknya mengaku sebagai perusahaan teknologi konstruksi dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Dalam satu tahun terakhir, perusahaan telah menggandakan rata-rata GMV setiap bulan sambil mempertahankan unit ekonomi yang positif. Hingga saat ini, sudah lebih dari 250 proyek telah dikerjakan bersama sekitar 225 vendor yang tergabung.

Hal ini dimungkinkan oleh tim pendiri yang memiliki latar belakang kuat dalam dunia konstruksi dan teknologi. Sebelum mendirikan Juragan Material, CEO Tito Putra adalah Managing Director dari sebuah perusahaan kontraktor bangunan yang telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun, dengan fokus pada proyek industri dan komersial menengah hingga besar. Tito didampingi oleh COO Graceila Putri, dengan pengalaman sebelumnya sebagai Product Associate di Amazon dan Growth untuk sebuah perusahaan kontraktor bangunan.

Dari sisi penjualan, tim ini juga didukung oleh CMO Ricky Fernando, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dalam pemasaran dan operasi di Mortindo, salah satu produsen mortar terkemuka di Indonesia (bagian dari grup Triputra). Serta CPO Meichael Surja, yang sebelumnya adalah seorang arsitek dan kontraktor untuk proyek perumahan selama lebih dari 15 tahun.

“Misi kami yang pertama dan utama adalah mendigitalkan industri konstruksi Indonesia. Kami beruntung melihat momentum pertumbuhan yang kuat di semua metrik utama, yang tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan dari kontraktor setia dan mitra pemilik proyek kami,” ujar Tito.

Ia melanjutkan, “Pendanaan baru ini akan memungkinkan kami untuk meningkatkan dampak kami dengan terus meningkatkan platform kami dan meluncurkan solusi teknologi yang lebih inovatif, seperti alat dan layanan manajemen alur kerja untuk mendorong efisiensi dan transparansi yang lebih besar guna mendukung produktivitas para pemangku kepentingan kami.”

Perusahaan mengaku akan terus memperluas dan mengembangkan berbagai fitur dan produk untuk mendorong efisiensi dan transparansi yang lebih besar guna mendukung produktivitas pemangku kepentingan kami. Melangkah lebih dekat ke dunia konstruksi yang efisien, satu layanan pada satu waktu.

Digitalisasi procurement di sektor bahan bangunan

Sebagai salah satu lini bisnis dengan pemain yang masih terbatas, layanan pengadaan di sektor konstruksi ini terlihat cukup menarik minat investor. Sebelum pengumuman pendanaan dari Juragan Material mengudara, sudah ada beberapa bisnis yang menyediakan solusi sejenis. Salah satunya adalah BRIK, startup pengembang platform B2B commerce (B2B Raw Materials Aggregator) untuk bahan bangunan yang baru saja meraih pendanaan awal dari sejumlah investor.

Selain itu di akhir tahun 2021, Startup marketplace B2B khusus konstruksi “GoCement” berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), sektor konstruksi di Indonesia sendiri merupakan kontributor yang signifikan terhadap PDB negara. Nilai pasar bahan bangunan dan konstruksi sendiri telah mencapai $72 miliar dengan lebih dari 200.000 perusahaan konstruksi.

“Terlepas dari pentingnya bagi perekonomian Indonesia, rantai pasokan sektor ini sangat terfragmentasi dengan banyak lapisan, mengakibatkan permintaan dan pasokan yang tidak dapat diprediksi, kurangnya transparansi harga, kualitas bahan yang tidak konsisten, dan kurangnya koordinasi secara keseluruhan. Kurang dari 1% transaksi rantai pasokan ditangkap secara digital, sehingga kontraktor dan pemilik proyek harus menggunakan metode pengadaan yang sangat tidak efisien dan rumit,” kata Arum Putri, Vice President Go-Ventures

Solos Kembangkan Platform E-commerce Jasa untuk Freelancer

Praktik kerja lepas atau freelancing bukanlah hal yang baru, terlebih di tengah masa sulit pasca-pandemi melanda negeri ini. Banyak orang yang mencari saluran pekerjaan lain untuk bisa bertahan hidup atau menambah pemasukan. Bahkan, tidak sedikit yang menjadikan pekerjaan lepas ini sebagai sumber mata pencaharian utama mereka.

Ide untuk membuat sebuah platform marketplace pekerja lepas sudah lahir sejak Ricky Willianto pertama kali membangun Ravenry yang fokus menyasar penulis dan peneliti. Ia melihat masih banyak isu yang belum terselesaikan ketika seorang pekerja lepas ingin menawarkan jasanya, baik dari sisi proses yang belum efisien hingga pembayaran yang dipersulit.

Berawal dari sini, ia mengembangkan “Solos” dengan visi untuk memberdayakan setiap orang untuk melakukan pekerjaan yang mereka sukai dengan cara yang berkelanjutan secara finansial. Selain itu, untuk membantu para freelancer atau solopreneur mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menyepakati transaksi, yang pada akhirnya menghasilkan lebih banyak pendapatan.

Solusi yang ditawarkan

Solos menghadirkan tiga solusi utama yaitu sebagai portfolio builder, online shop for service, dan payment solutions for service sellers. Platform ini dilengkapi dengan teknologi yang memudahkan freelancer untuk membangun situs web
dan toko online dengan tampilan depan yang menarik dan memungkinkan mereka untuk memamerkan karya dan jasa mereka secara kredibel.

Selain itu, platform ini juga didukung dengan teknologi di belakang layar yang membantu pengaturan proyek freelance dengan lebih mudah dan teratur, mulai dari manajemen proyek, chat, tagihan, hingga sistem pembayaran. Solos memberi kebebasan dan keleluasaan bagi freelancer untuk menentukan cara bekerja, komunikasi, serta cara pembayaran dengan klien.

“Berbeda dengan platform pencarian layanan freelance lainnya yang membatasi cara komunikasi dan skema pembayaran antara klien dengan freelancer, Solos memberi kebebasan bagi freelancer dan solopreneur untuk menawarkan layanan jasa mereka secara langsung kepada klien dengan platform komunikasi dan skema pembayaran yang bisa mereka tentukan sendiri,” tambah Ricky.

Tantangan besar yang masih sering muncul dalam industri ini adalah cross-border transaction. Salah satu solusi dari Solos telah memungkinkan proses yang sederhana, cepat dan aman dalam menerima pembayaran. Saat ini Solos juga sudah bekerja sama dengan beberapa channel pembayaran global dan lokal sehingga bisa mempermudah pembayaran cross-border. Salah satunya juga dengan aplikasi dompet digital, para freelancer yang ada di platform Solos akan segera bisa menerima gaji via Gopay.

Pentingnya membangun komunitas

Solos memosisikan diri sebagai facilitator untuk penjualan dan pembayaran. Dari segi jasa yang ditawarkan, pihaknya mengaku tidak terlibat secara langsung. Namun, bukan berarti timnya lepas tangan dengan setiap kesepakatan yang terjadi dalam platformnya. Perusahaan memastikan segala sesuatu yang terjadi dalam ekosistemnya sejalan dengan regulasi serta hukum yang berlaku.

Saat ini Solos berfokus pada penyediaan konten yang membantu freelancer menavigasi persyaratan keuangan dan persyaratan hukum terkait freelancing. Baru-baru ini timnya sempat membawa praktisi SDM (Sumber Daya Manusia) dan ahli hukum ketenagakerjaan untuk membantu pekerja lepas kami mengatur bisnis mereka dengan benar untuk mematuhi hukum setempat di Indonesia.

Untuk jumlah tim saat ini ada 8 orang, terdiri dari teknisi, produk, marketing dan yang belum lama ini direkrut adalah tim community & customer success. Ricky menilai bahwa menjadi freelancer dan solo entrepreneur itu terkadang bisa menjadi “a lonely journey”, maka dari itu timnya fokus mengedukasi dan membangun jaringan dengan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sejalan.

Saat ini komunitas Solos terbentuk melalui beberapa media sosial, seperti Discord, Telegram dan Facebook. Totalnya saat ini ada lebih dari 300 orang. Ricky mengaku cukup selektif dalam pemilihan member, timnya percaya bahwa sebuah komunitas yang baik harus dimulai dengan orang-orang yang serius dan memiliki objektif yang jelas dan tepat.

Terkait target pasarnya fokus yang paling besar ada pada content creator, seperti designer, videographer, dan writer, tetapi banyak juga yang menawarkan jasa professional seperti konsultan PR dan market researcher. Selain itu, jasa yang lebih personal seperti make-up artist, guru privat, atau personal trainer juga bisa ditawarkan melalui platform ini.

Menurut pengamatan Solos, lima kota dengan jumlah freelancers terbanyak di Indonesia termasuk Bandung, Jakarta, Surabaya, Bekasi, dan Bali. Solos sendiri menetapkan markas mereka di Pulau Dewata alias Bali karena timnya percaya Bali adalah pusat bisnis yang tepat dengan banyaknya para freelancers, solopreneur dan digital nomads.

Ricky juga secara aktif membangun komunikasi dengan para freelancer dan solopreneur di Bali, platform ini pertama di-launch untuk memastikan bahwa produknya benar-benar dapat membantu meningkatkan skala bisnis.

“Kami ingin dekat dengan pengguna dan itulah sebabnya kami pindah ke Canggu, Bali. Selain itu, kami mengadakan berbagai acara untuk komunitas solopreneur di sini untuk membantu mereka belajar satu sama lain, berkolaborasi lebih baik, dan semoga memenangkan lebih banyak bisnis dan klien bersama,” sebutnya.

Masa depan industri freelance di Indonesia

Dewasa ini, tren freelancing sedang meningkat secara global. Menurut hasil pengamatan Solos, saat ini terdapat sekitar 70 juta freelancers dan solo entrepreneur yang siap untuk menawarkan jasa atau bisnisnya di Asia Tenggara. Nilai pemasukan tahunan freelancers di Asia Tenggara tersebut terhitung mencapai $730 miliar.

Tren yang sama terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat 33,34 juta orang bekerja sebagai freelancer dan small business owners hingga Agustus 2020. Angka ini naik 4,32 juta orang atau 26 persen dari tahun sebelumnya. World Bank juga mencatat pertumbuhan pelaku freelancing mencapai 30% setiap tahunnya dengan dominasi segmentasi usia 18-44 tahun. Hal ini didukung oleh fakta bahwa 97 persen pekerja lepas lebih bahagia daripada pekerja kantoran, menurut penelitian School of Business University of Brighton.

Deretan fakta di atas semakin menguatkan ambisi Solos untuk bisa memberdayakan para pekerja lepas di Indonesia. Timnya juga percaya bahwa terjadi transisi besar pada angkatan kerja masa kini. Generasi baru lebih menyukai kebebasan, fleksibilitas, dan pekerjaan yang berdampak dan didorong oleh hasrat. Hasilnya, orang-orang yang dulu bergantung pada pekerjaan kantoran kini memulai bisnis mereka sendiri yang dimungkinkan oleh teknologi dan kerja jarak jauh.

Terlebih, Indonesia ternyata telah memiliki payung hukum yang melindungi hak para freelancers yaitu Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Hak pekerja setiap hari lepas serta jangka waktu atau masa kerja diatur dalam Keputusan Menteri dan Tenaga Kerja No 104 Tahun 2004 mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau waktu tidak tertentu (PKWTT).

Perusahaan disebut mengalami pertumbuhan eksponensial dalam jumlah pengguna sejak pertama kali dioperasikan. Selain itu, platform ini juga memiliki daya tarik global dan telah menarik minat dari freelancers dan solopreneurs dari Filipina, Australia, India, AS, dan pasar lain secara global. Solos saat ini tengah mengumpulkan seed round dari investor di Asia Tenggara dan Eropa. Sejauh ini, beberapa angel investor dari perusahaan seperti Microsoft, HSBC, JP Morgan, dan Blackberry sudah terlibat.

Dengan pertumbuhan bisnis yang diharapkan seiring dengan industri yang semakin matang, Solos memiliki rencana untuk membangun fitur baru yang membantu pekerja lepas dalam hal otomatisasi persyaratan kepatuhan untuk memastikan fokus mereka bisa tertuju pada bisnis alih-alih menghabiskan waktu dengan proses administrasi yang tidak efisien.

Selain Solos, sudah ada beberapa pemain lain di Indonesia yang menyediakan solusi sejenis. Salah satunya adalah Sribu yang baru saja diakuisisi perusahaan SDM asal Jepang, Mynavi Corporation Japan. Selain itu juga ada Fastwork dan Briefer, sebuah unit strategis dari IGICO Advisory yang khusus mewadahi pekerja di bidang komunikasi.

Mengenal “Living Lab Ventures”, Kendaraan Investasi Startup Sinar Mas Land

Grup Sinarmas melalui Sinarmas Land Limited (bersama dengan anak perusahaan dan afiliasinya, “Sinar Mas Land”) mengumumkan kendaraan investasi baru yang diberi nama Living Lab Ventures. Inisiatif ini dibentuk untuk mendukung inovasi teknologi melalui percepatan dan pendanaan startup yang potensial di Indonesia.

Terkait rencana pendanaan ke startup, sebelumnya Sinar Mas Land juga telah mengumumkan Urban Gateway Fund pada Mei 2022 lalu, melibatkan sejumlah pemodal ventura sebagai mitra strategis, yakni East Ventures, Redbadge Pacific, dan Prasetia Dwidharma

Sementara itu, peluncuran Living Lab Ventures menunjukkan konsistensi mereka untuk mengembangkan ekosistem digital yang menjadi fokus perusahaan saat ini, terutama untuk menambah aspek digital dalam pengembangan township secara keseluruhan. Perusahaan kian mendekati ambisinya dalam membangun ekosistem digital yang menyeluruh di kawasan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten.

Living Lab Ventures dinakhodai oleh Mulyawan Gani sebagai Managing Partner dan Bayu Seto sebagai Partner. Diketahui keduanya telah memiliki pengalaman kerja sebagai jajaran eksekutif di beberapa startup unicorn dan transformasi bisnis ke ranah digital.

Mulyawan Gani menyatakan, “Potensi pertumbuhan eksponensial smart city di Indonesia semakin diperhatikan. Untuk menciptakan digital lifestyle yang kondusif, kami perlu memberdayakan masyarakat dengan teknologi yang inovatif dan adaptif sejalan dengan kebutuhan dinamis masyarakat itu sendiri. Living Lab Ventures ingin mendukung perusahaan rintisan lokal untuk membuka potensi mereka dan menjadi game-changer dengan mengintegrasikan inovasi dan solusi teknologi mereka ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.”

Hipotesis investasi

Dalam melakukan investasi, Living Lab Ventures menggunakan pendekatan sektor agnostik yang terbuka untuk menjangkau jaringan investasi yang lebih luas. Untuk ukuran pendanaan, timnya menyebutkan bahwa tidak ada angka spesifik untuk masing-masing startup, tergantung stage-nya. Mengenai tahapan, perusahaan mengaku berinvestasi mulai dari di semua tahapan. “Umumnya kita ikut pendanaan dari mulai startup tersebut masih early stage sampai menembus later stage,” tambah Mulyawan.

Living Lab Ventures berfokus pada tiga aspek teknologi utama yakni Smart Technologies, Digital Life, dan Mobility. Smart Technologies merupakan aspek yang berfokus pada teknologi inovatif yang mendukung kehidupan perkotaan pintar. Teknologi ini berkaitan erat dengan aspek Digital Life yang berfokus pada teknologi terkait e-commerce dan social networking yang berdampak dalam kehidupan bermasyarakat. Lalu Mobility berfokus pada teknologi pintar dalam pergerakan manusia dan barang di dalam kota.

Salah satu yang menjadi nilai unik dari Living Lab Ventures ini adalah memiliki Living Lab X sebagai laboratorium untuk menginkubasi dan mengembangkan perusahaan rintisan lokal, sehingga memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam kehidupan masyarakat. Laboratorium ini memungkinkan kerja sama dengan perusahaan terkait lainnya, serta menyediakan pilot testing untuk percobaan implementasi awal.

Selain itu, Living Lab juga akan mendukung kolaborasi dan memberikan mentoring bagi pemimpin perusahaan rintisan dalam setiap proses perkembangan perusahaannya. Living Lab Venture sendiri sudah melakukan beberapa investasi dari berbagai sektor. Investasi perdana mereka adalah kepada SWAP Energy. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fokus perusahaan ada pada sektor ESG.

Bayu Seto menambahkan, “Ide kami dalam mendirikan Living Lab Ventures tidak hanya memfasilitasi startup dari segi pendanaan, namun juga melalui Living Lab X menyiapkan sebuah proses inkubasi yang berjalan beriringan dengan inovasi dan solusi teknologi mereka. Ke depannya, keberhasilan terapan teknologi digital ini akan membantu pengembangan smart society tidak hanya di BSD City, tetapi juga di Indonesia.”

Terkait target pendanaan di tahun ini, Mulyani mengungkapkan bahwa fokus perusahaan bukan kepada berapa startup, namun solusi seperti apa yang bisa diberikan. “Saat ini kami mencari platform yang memberikan dampak kepada problem statement yang dimiliki oleh penghuni kota, jadi kita coba cari solusi yang city centric driven. Di samping itu, kami juga melihat scalability dari startup tersebut, model bisnis, serta founder yang mumpuni,” tambahnya

Startup Smart Energy Powerbrain Tutup Pendanaan Pra-Seed, Dipimpin Achmad Zaky Foundation

Perusahaan pengembang efisiensi energi memanfaatkan smart technology di Indonesia, Powerbrain, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awalnya dari Achmad Zaky Foundation (AZF). Tidak disebutkan berapa nilai pendanaan yang disalurkan, namun ini merupakan langkah awal organisasi non-profit yang didirikan Co-Founder Bukalapak Achmad Zaky untuk berinvestasi di sektor impact.

Pendanaan ini diharapkan akan semakin memperkuat fondasi bisnis dan memperluas pangsa pasar Powerbrain di bidang Smart Energy Management. Dana segar tersebut akan difokuskan pada penguatan pengembangan teknologi dan sumber daya manusia untuk memperkuat bisnis sebagai pengembang efisiensi energi.

Didirikan pada tahun 2020, Founder dan CEO Powerbrain Irvan Farasatha mengungkapkan bahwa inisiatif ini berawal dari kecemasan akan isu pemanasan global. Dengan menggabungkan teknologi dan solusi finansial melalui Smart Energy Management, Powerbrain fokus menjangkau bisnis efisiensi energy untuk menjawab kebutuhan manajemen energi pada suatu bangunan di Indonesia yang belum terpenuhi.

Powerbrain menawarkan empat produk unggulan, yakni manajemen energi, energi terbarukan, manajemen aset, dan solusi pengisian kendaraan listrik. Secara keseluruhan, perusahaan membuat pemakaian listrik di tempat usaha mitra menjadi lebih efisien, bahkan mampu mengurangi tagihan listrik hingga 20%-30%. Mereka menggunakan skema profit sharing dari penghematan yang dihasilkan.

Powerbrain menjalankan usaha secara business to business (B2B). Hingga saat ini, perusahaan telah menjalin kemitraan dengan puluhan perusahaan ternama dan telah berpartisipasi di lebih dari 100 proyek bangunan. Beberapa nama yang sudah tidak asing di antaranya adalah Pertamina, Mitsubishi Motors, Bukalapak, Shopee, Net, Kimia Farma, DB Schenker, dan Suvarna Jakarta.

Dalam menjalankan startup yang bergerak di bidang impact, perusahaan memiliki misi untuk menghadirkan layanan efisiensi energi berbasis teknologi yang berdampak positif terhadap kelangsungan bisnis para mitra. Irvan turut mengungkapkan tantangan dari sisi belum siapnya pasar dalam memahami pentingnya konsumsi energi. Namun, perlahan tapi pasti, masyarakat semakin terdorong untuk mau belajar dan memahami.

Selain itu, melalui setiap solusi yang dihadirkan, Powerbrain juga ingin mendukung target Pemerintah Indonesia dalam menurunkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang, melalui efiensi energi dengan menggunakan teknologi yang dimiliki perusahaan.

Rilwanu Lukman Amrullah, Co-Founder dan Chief Marketing Officer Powerbrain, menambahkan, perusahaan juga akan melakukan pengembangan teknologi dengan menghadirkan produk dan layanan yang lebih inovatif untuk  semakin memudahkan efisiensi energi dan efisiensi finansial bagi para mitra. Untuk saat ini, dengan menggunakan teknologi Powerbrain, para mitra akan mendapatkan 3 manfaat utama, yakni menurunkan biaya operasional, meningkatkan nilai bangunan, dan meningkatkan kesejahteraan mitra.

Achmad Zaky, Founder AZF, mengungkapkan bahwa lini bisnis Powerbrain yang bergerak di bidang Smart Energy Management dengan tujuan membantu masyarakat untuk mengelola konsumsi energi memiliki keselarasan dengan misi dari AZF. Saat ini timnya juga tengah fokus terhadap perusahaan startup yang menghadirkan solusi terkait impact, baik dalam sektor pendidikan, green technology, maupun fintech yang mengarah kepada inklusi.

“Kami sudah melakukan kajian yang komprehensif terhadap Powerbrain dengan
mempertimbangkan kesamaan misi dalam menciptakan dampak sosial yang tinggi. Investasi Achmad Zaky Foundation kepada Powerbrain guna membantu pendanaan perusahaan startup teknologi yang memiliki value dan potensi untuk terus tumbuh secara berkelanjutan menjadi perusahaan yang kompetitif serta berdampak luas bagi kemajuan Indonesia,” tutur Achmad Zaky.

AZF bukanlah kendaraan satu-satunya dari Achmad Zaky dalam berinvestasi. Selain AZF, Ia juga menjalankan init-6, dana kelolaan yang fokus berinvestasi di startup teknologi tahap awal. Sebelumnya, melalui init-6, Zaky telah berinvestasi di platform edtech Eduka, penyedia layanan cloud lokal IDCloudHost, dan Komunitas Developer Showwcase.

Investasi berdampak pada lingkungan

Dalam beberapa tahun terakhir, konsep investasi berdampak atau impact investment kian meraih atensi dari kalangan investor. Menurut Jaringan Investasi Dampak Global (GIIN), investasi dampak adalah investasi yang dilakukan untuk menghasilkan dampak sosial dan lingkungan yang positif dan terukur bersama pengembalian finansial.

Perkiraan terbaru dari International Finance Corporation (IFC) tentang pasar global untuk investasi dampak menunjukkan bahwa sebanyak $2,3 triliun telah  disalurkan untuk investasi berdampak pada tahun 2020, $636 miliar di antaranya memiliki sistem manajemen dampak yang tepat, menurut laporan ‘Investing for Impact: The Global Impact Investing Market 2020″.

DSInnovate belum lama ini menerbitkan hasil riset terbarunya bertajuk “Startup Report 2021-2022Q1“, merangkum dinamika industri dan ekosistem startup digital Indonesia. Dalam survei yang diadakan DSInnovate, sekitar 80% responden mengaku startup Indonesia berdampak positif terhadap lingkungan. Sekitar 45% responden memilih skala 3, yang berarti startup Indonesia memberi dampak yang cukup signifikan pada lingkungan.

Selain Powerbrain, startup yang juga bergerak di bidang impact di ranah lingkungan adalah Xurya, perusahaan ini menawarkan solusi energi berbasis surya, yang diaplikasikan pada atap bangunan. Beberapa startup yang turut bermain di ranah tersebut termasuk Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syailendra Power. Sebagian besar menggarap potensi tenaga surya.

Fresh Factory Raih Pendanaan Tahap Awal Senilai 66 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Startup penyedia solusi fulfillment rantai dingin (cold chain) Fresh Factory berhasil meraih pendanaan tahap awal atau seed funding senilai $4,5 juta atau setara 66 milliar Rupiah dipimpin East Ventures. Putaran ini juga diikuti oleh beberapa investor lainnya, termasuk PT. Saratoga Investama Sedaya TBK, Trihill Capital, Indogen Capital, Prasetia Dwidharma, Number Capital, Y Combinator, dan beberapa investor angel lainnya.

Dana segar ini rencananya akan dialokasikan untuk ekspansi gudang ke semua kota sekunder di Jawa serta kota-kota utama di Sumatera dan Sulawesi.  Selain itu, investasi kali ini juga akan digunakan untuk memperkuat tim dan teknologi guna meningkatkan adopsi dan pencapaian operasional perusahaan.

Didirikan pada tahun 2020 oleh Larry Ridwan (Founder & CEO), Widijastoro Nugroho (Co-Founder & CCO), dan Andre Septiano (Co-Founder & CFO), Fresh Factory menyadari besarnya masalah pada logistik rantai dingin di Indonesia. Maka dari itu, perusahaan berkomitmen menyediakan jaringan pusat fulfillment rantai dingin hiperlokal, transformasi, dan sistem manajemen fulfillment cerdas yang memungkinkan pelaku bisnis untuk menyimpan, mengambil, mengemas, dan mengirimkan produk mereka ke pelanggan dengan lebih baik, cepat dan efisien.

Sebagai negara dengan sumber daya yang melimpah dari pertanian dan akuakulturnya, Indonesia memiliki kebutuhan logistik rantai dingin yang efisien untuk penyimpanan dan pengiriman dari pusat produksi ke pelanggan. Namun, masih ada kesenjangan besar dalam lingkaran distribusi yang hanya berfokus pada gudang pusat tanpa memperhatikan logistik mid dan last mile. Fresh Factory ingin menjembatani hal ini dengan mendirikan cold storage cerdas di berbagai lokasi dekat dengan pelanggan.

Beberapa solusi teknologi yang telah terintegrasi ke dalam layanan mereka termasuk GeoTagging dan GeoLocation dalam menyimpan produk di gudang, Artificial Intelligence (AI) untuk proyeksi dan pengelolaan stok di gudang, serta Internet of Things (IoT) untuk memantau suhu freezer dan chiller.

Venture Partner East Ventures Avina Sugiarto mengungkapkan, “Melihat kesenjangan besar dalam solusi rantai dingin dan bagaimana hal tersebut menyebabkan berbagai masalah terkait food loss dalam rantai pasokan, kami percaya Fresh Factory hadir seagai solusi untuk memperbaiki logistik rantai dingin untuk produk makanan yang mudah rusak dan membantu para UMKM. Kami yakin Fresh Factory telah dan akan terus memberi manfaat dan menciptakan masyarakat yang lebih tangguh.”

Hingga April 2022, Fresh Factory telah mencapai $10 juta GMV tahunan dan fulfillment tahunan untuk lebih dari 1 juta pesanan. Hal ini diikuti dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 30% MoM dalam tiga bulan terakhir. Perusahaan juga telah memiliki lebih dari 20 gudang cabang yang tersebar di berbagai kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali dengan solusi penyimpanan barang beku hingga dingin.

Layanan fulfillment di Indonesia

Pertumbuhan e-commerce sedikit banyak telah mempengaruhi lanskap layanan pemenuhan atau fulfillment. Indonesia saat ini menjadi pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara dengan kontribusi hingga 50% dari seluruh transaksi yang tercatat. Pertumbuhan ini menandakan kontribusi besar e-commerce terhadap perekonomian digital di Indonesia.

Dikutip dari laporan e-Conomy SEA 2021, ekonomi digital Indonesia mengalami peningkatan dari angka USD47 miliar di 2020 menjadi USD70 miliar di 2021, ditambah dengan penetrasi digital yang terus meningkat berjumlah 158 juta pengguna e-commerce di Indonesia.

Sementara itu, berdasarkan laporan dari Research and Markets, pasar layanan fulfillment secara global diperkirakan akan mencapai $198,62 miliar pada tahun 2030, tumbuh pada CAGR sebesar 9,5% selama periode perkiraan. Penetrasi layanan internet yang cepat dan peningkatan jumlah pembeli online merupakan faktor utama yang mendorong permintaan akan layanan fulfillment di seluruh dunia.

Manuver dari para pemain e-commerce tanah air untuk masuk ke bisnis fulfillment dinilai sangat baik dengan memberikan pelayanan logistik secara terpadu. Langkah ini pertama kali diambil Tokopedia dengan meluncurkan layanan TokoCabang yang kini bertransformasi menjadi Dilayani Tokopedia. Layanan tersebut memungkinkan penjual menitipkan produk di “gudang pintar” pada wilayah dengan permintaan tinggi.

Selanjutnya, Bukalapak ikut menyasar segmen ini melalui layanan BukaGudang yang sudah dapat digunakan pelapak sejak Maret 2020. Buka Gudang memiliki dua mitra fulfillment, yakni PT IDCommerce dan startup penyedia jaringan pergudangan mikro Crewdible. Lalu, ada Shopee yang resmi masuk lewat layanan Dikelola Shopee pada September lalu. Layanan Dikelola Shopee memanfaatkan gudang milik sendiri dengan rata-rata pesanan diklaim dapat dikirim dua jam setelah pengguna menyelesaikan transaksi.

Selain para pemain e-commerce yang melakukan penetrasi di segmen fulfillment, sejumlah startup lokal juga fokus menggarap jaringan pergudangan mikro dan solusi pengadaannya untuk menciptakan dampak efisiensi. Beberapa diantaranya termasuk CrewdibleShipper, dan TokoTalk.

Surge Tingkatkan Ukuran Tiket Pendanaan Awal Startup Binaannya

Setelah mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai $850 juta (lebih dari 12,5 triliun Rupiah), Sequoia India dan Asia Tenggara melalui program akseleratornya Surge kembali memperkuat komitmen dengan meningkatkan kucuran dana untuk startup tahap awal binaannya. Sebelumnya mereka memberikan seed funding di rentang $1 juta – $2 juta, kini ditingkatkan hingga $3 juta.

Kendati di tengah pasar yang sedang melambat, Surge menaikkan ukuran tiket demi memberi para founder landasan pacu dan waktu yang lebih lebar untuk mendapatkan product-market fit; serta membangun tim yang kuat sebelum mengumpulkan putaran pendanaan berikutnya. Hal ini dilakukan Surge untuk bisa tetap relevan bagi sebanyak mungkin founder, termasuk mereka yang baru memulai serta yang tengah dalam proses mengumpulkan modal tambahan.

Para peserta di Surge 08 atau kohort selanjutnya berkesempatan mendapatkan pendanaan awal dengan ukuran tiket di atas. Namun Surge juga tidak menutup kesempatan bagi startup di tahap pre-seed untuk memperoleh dana dengan nominal yang lebih kecil, misalnya $300 ribu s/d $500 ribu. Faktanya lebih dari 20% startup Surge sedang dalam tahap pre-launch ketika mereka mulai bergabung.

Hingga saat ini, program Surge telah berlangsung sebanyak enam kali. Di enam kohort, Surge telah bermitra dengan 246 founder dari 112 startup — termasuk 45 dari Asia Tenggara dan 64 dari India. Startup di bawah naungan Surge secara kolektif telah mengumpulkan lebih dari $1,5 miliar.

Rajan Anandan selaku Managing Director Sequoia Capital India mengungkapkan, “Saat kami memperluas Surge, kami berharap untuk bermitra dengan startup masa depan yang akan mengubah ekosistem Indonesia di berbagai sektor. Selama tiga tahun terakhir, Surge telah bermitra dengan startup luar biasa dari Indonesia, termasuk Qoala, Lummo, Otoklix, Hangry, CoLearn, Durianpay, RaRa Delivery, Bobobox, Rukita dan lainnya.”

Tren pendanaan awal startup di Indonesia

Berdasarkan laporan DSInnovate yang bertajuk “Startup Report 2021-2022Q1“, jumlah putaran pendanaan meningkat dari 113 pada 2019 menjadi 214 pada tahun 2021. Berdasarkan laporan ini, pendanaan tahap awal menjadi putaran yang paling banyak terjadi.

Tingginya jumlah pendanaan awal juga menyiratkan bahwa masih ada peluang bagi generasi baru pendiri untuk menciptakan inovasi untuk mendemokratisasikan aspek bisnis tertentu.

Sumber: DSInnovate

Sementara itu, dari semua putaran pendanaan, terdapat sekitar 341 investor institusi yang terlibat. Daftar ini diisi oleh masing-masing dari Venture Capital (VC), Corporate Venture Capital (CVC), Limited Partners (LP), dan korporasi baik lokal maupun global.

Dalam daftar ini, East Venture menjadi VC dengan transaksi pendanaan terbanyak, diikuti oleh AC Ventures dan MDI Ventures. Sequoia Capital India sendiri masuk ke dalam lima teratas daftar ini dengan total 17 transaksi pendanaan. Berikut tabel lengkap para investor yang paling banyak menyalurkan investasi di Indonesia.

Sumber: DSInnovate