Sampingan Umumkan Pendanaan Seri A 71 Miliar Rupiah

Sampingan mengumumkan telah menutup pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 71 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Altara Ventures, dengan partisipasi Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler. Sejauh ini, startup yang didirikan Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya ini berhasil mengumpulkan dana hingga $7,1 juta.

Dana segar akan difokuskan untuk penguatan tim teknologi, produk, dan penjualan. Sejak diluncurkan pada 2019, mereka telah melayani sekitar 150 klien perusahaan dengan 850 ribu pekerja. Layanannya memungkinkan mitra bisnis terhubung dengan pekerja “blue collar” untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan, seperti melakukan penjualan, membuat ulasan produk, melakukan survei, pemasangan aplikasi, dll.

Di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa platform yang khusus menyasar pekerja kerah biru (pekerja informal). Secara umum terdiri dari dua bentuk, pertama ada job marketplace memungkinkan perusahaan untuk memperoleh calon pekerja dengan proses perekrutan yang lebih formal. Sementara layanan keagenan bisanya menyuguhkan pekerjaan tertentu di platform, lalu pekerja terdaftar dapat mengambil dan mengerjakan tugas tersebut secara langsung, dan mendapatkan komisi setelah berhasil melakukan submisi.

Platform Pekerja Kerah Biru di Indonesia

Hadirnya layanan tersebut didasari adanya ceruk pasar yang cukup besar. Berdasarkan data BPS, per tahun 2019 kalangan pekerja tersebut mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%. Data internal Sampingan bahkan mencatat adanya kenaikan di masa pandemi. Selama Maret s/d Desember 2020, jumlah unduhan aplikasi Sampingan naik 4x lipat, melebihi 1 juta unduhan. Jumlah mitra pun juga bertambah cukup signifikan di masa tersebut kendati tidak disebutkan angkanya.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, para founder mengatakan pengembangan Sampingan terinspirasi dari model bisnis outsourcing yang mengenakan target harian atau bulanan ke pekerja. Dalam proses kerjanya, Sampingan menggunakan pendekatan mirip dengan model tersebut, memberikan bayaran berdasarkan hasil kinerja (pay per performance).

Sampingan lahir dari program startup generator Antler batch pertama di Singapura. Tahun 2020 lalu, program tersebut akhirnya bersinggah di Indonesia untuk memberikan program mentorship dan investasi ke calon founder. Selain Sampingan, ada startup lokal yang lahir berkat program tersebut, di antaranya Bubays dan Cooklab.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Dapat Pendanaan Seri A 142 Miliar Rupiah Dipimpin Sequoia Capital India

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan finansial untuk UMKM hari ini (12/1) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 142 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Sequoia Capital India dengan partisipasi investor sebelumnya, yakni Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, dan Amrish Rau.

Sejak didirikan pada tahun 2019, BukuKas telah berhasil mengumpulkan dana $22 juta atau setara 313 miliar Rupiah dari investor — termasuk melalui putaran seed dan pre-series A. Modal tambahan akan difokuskan untuk mempercepat akuisisi merchant, dan memperkuat tim teknis/produk di kantor Jakarta dan Bangalore.

Per November 2020, BukuKas telah memiliki 3,5 juta pengguna aplikasi dengan 1,8 juta pengguna bulanan aktif. Namun demikian, BukuKas tidak bermain sendiri di pangsa pasar ini. Kompetitor terdekatnya adalah BukuWarung, dengan model bisnis yang mirip dengan jutaan pengguna. Selain itu ada beberapa startup lokal yang juga luncurkan aplikasi catatan keuangan UMKM, di antaranya Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, dll.

“Kami melihat putaran pendanaan ini sebagai kepercayaan yang kuat pada peluang pasar yang besar, serta kemampuan tim dan eksekusi sejauh ini. Meskipun kami telah berkembang pesat tahun ini, kami baru saja memulai. Putaran ini merupakan langkah penting bagi kami untuk terus bekerja menuju misi untuk memberdayakan 60 juta pedagang kecil dan pengecer di Indonesia agar mereka beralih ke digital,” kata Co-Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial, ia menyampaikan bahwa bisnisnya diposisikan sebagai perusahaan perangkat lunak digitalisasi UMKM yang akan berkembang menjadi pemain fintech. “Para pedagang telah menyadari bahwa go-digital sangat penting bagi bisnis mereka. Pedagang menghemat waktu 2-4 jam sehari, 20% biaya, dan meminimalisir kesalahan perhitungan manual. Kami juga memungkinkan pedagang untuk memulihkan kasbon 3x lebih cepat karena prosesnya otomatis.”

Kemudian terkait model bisnis ia juga menjelaskan, “Saat ini kami memiliki eksperimen awal yang menarik tentang monetisasi, tapi masih terlalu dini. Itu bisa dilakukan dengan banyak cara, beberapa yang sudah jelas seperti SaaS, solusi finansial, dan ada beberapa yang menarik lainnya tapi belum bisa kami bagian saat ini.”

Dalam rilisnya, BukuKas juga mengumumkan akuisisinya terhadap aplikasi Catatan Keuangan Harian. Aksi perusahaan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak bulan September 2020 lalu; dengan harapan bisa memperkuat kepemimpinan mereka di segmen terkait.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon

“Meskipun fitur aplikasi dapat ditiru seiring perkembangan, mempertahankan tingkat kesederhanaan yang ekstrem dalam produk sambil menambahkan nilai substansial akan menjadi sebuah tantangan. Pada akhirnya perusahaan yang mampu mewujudkan hal ini dalam skala besar yang akan memimpin,” kata Krishnan.

Dengan karakteristik unik, pasar Indonesia memang perlu sentuhan khusus. Hal tersebut yang juga dipercayai tim BukuKas, direpresentasikan dalam penyesuaian fitur. Misalnya, untuk dapat menjangkau pengguna di kota-kota kecil, mereka menghadirkan fitur mode offline dengan sinkronisasi otomatis ketika pengguna berhasil terkoneksi ke jaringan internet.

Lebih lanjut Co-Founder & COO BukuKas Lorenzo Peracchione menyampaikan, dalam waktu dekat akan ada beberapa fitur baru termasuk integrasi pembayaran digital. “Pedagang akan dapat mengumpulkan uang dari pelanggan mereka menggunakan berbagai opsi pembayaran dengan cara yang mudah. Pembayaran akan secara otomatis ditambahkan di aplikasi BukuKas, yang selanjutnya mengotomatiskan proses pembukuan dan mengurangi proses yang kurang nyaman bagi pengguna kami.”

BukuKas juga baru saja mengeluarkan modul manajemen inventaris yang inovatif dalam aplikasinya. Fitur ini memungkinkan pedagang kecil melacak pergerakan stok mereka tanpa menimbulkan kerangka kerja rumit yang menjadi ciri solusi manajemen inventaris saat ini.

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Jaringan Merchant F&B, SiCepat Berinvestasi ke DigiResto

PT SiCepat Ekspres Indonesia (SiCepat) resmi mengumumkan investasinya di platform DigiResto di bawah naungan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS). Perusahaan mengumumkan penandatanganan conditional share subscription agreement (CSSA) alias perjanjian pembelian saham untuk 51% kepemilikan di DigiResto.

DigiResto merupakan platform pemesanan makanan yang dikembangkan oleh PT Digital Maxima Kharisma (DMK), anak usaha PT M Cash Integrasi (MCAS). Sebelumnya pada awal Desember 2020, SiCepat telah bekerja sama dengan DigiResto sebagai solusi logistik dan penyedia layanan pengiriman last mile.

Dalam keterangan resminya, CEO SiCepat The Kim Hai mengatakan investasi ini akan digunakan untuk mengembangkan platform DigiResto ke depan. Dengan memperkuat DigiResto, SiCepat dapat mendorong kontribusi pendapatan dari pasar pengiriman makanan yang diperkirakan mencapai $2 miliar di 2020.

“Ke depan, kami akan mengeksplorasi peluang investasi strategis lebih lanjut dengan MCAS Group. Kami juga akan mengintegrasikan lebih banyak penawaran teknologi mereka ke dalam supply chain kami,” ungkap Kim Hai.

Bisnis F&B memang menjadi salah satu segmen bisnis yang sedang banyak disasar pemain digital. Untuk proses digitalisasi yang sama, Gojek juga memiliki ekosistem layanan di bawah naungan GoBiz, termasuk di dalamnya layanan pemesanan, pencatatan, pembayaran, sampai pinjaman modal. Grab juga lakukan hal serupa lewat GrabMerchant.

Mengutip Kontan, SiCepat melihat peluang besar pada layanan same day delivery untuk produk F&B dan groceries. Hal ini karena masyarakat semakin terbiasa untuk berbelanja di e-commerce atau marketplace selama masa pandemi. Sebagai bukti, SiCepat mengalami peningkatan volume pengiriman hingga 800 ribu per hari atau sekitar 114% per Oktober 2020.

Dihubungi secara terpisah, Direktur DMK Mohammad Anis Yunianto menyebutkan beberapa hal yang menjadi fokus DigiResto di 2021. Pertama, perusahaan akan memperbanyak jaringan merchant F&B yang berfokus di kawasan Jabodetabek.

“Saat ini, segmen [merchant] yang diincar DigiResto adalah restoran. Bergabungnya SiCepat akan memperkuat jaringan merchant DigiResto di segmen UMKM,” ungkap Anis kepada DailySocial.

Sebanyak 2300 merchant tercatat telah menggunakan platform DigiResto. Anis belum dapat mengungkap target pertumbuhan bisnisnya secara pasti mengingat target ini tergantung pada keberhasilan tahap sosialisasi awal layanan serta pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Selain ekspansi jaringan merchant, lanjutnya, perusahaan juga akan meningkatkan user experience pada sistem pemesanan di aplikasi mobile dan WhatsApp. “Ke depannya, kami harap dapat menambahkan lebih banyak fitur yang bermanfaat pada platform kami untuk meningkatkan user experience ini,” tambahnya.

Menurut Anis, sejalan dengan kemajuan dari sinergi ini, pihaknya berharap dapat sepenuhnya mengintegrasikan kemampuan pengiriman layanan jarak jauh SiCepat dan memberikan solusi pemesanan makanan secara menyeluruh baik bagi konsumen maupun mitra merchant.

Pihaknya optimistis dengan pengembangan DigiResto ke depan mengingat pasar pengiriman makanan di Indonesia yang diestimasi dapat tumbuh 11,5% CAGR pada periode 2020-2024 dan mencapai perkiraan nilai pasar sebesar $3 miliar di 2024.

Fintech Alami Peroleh Pendanaan Ekuitas dan Debt Senilai 283 Miliar Rupiah

Startup fintech lending syariah Alami mengumumkan pendanaan senilai $20 juta (lebih dari 283 miliar Rupiah) berbentuk ekuitas dan debt yang dipimpin AC Ventures dan Golden Gate Ventures. Quona Capital turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Baik AC Ventures dan Golden Gate Ventures, merupakan investor sebelumnya yang memimpin pendanaan tahap awal di ALAMI senilai $1,5 juta pada akhir 2019. Masuknya Quona Capital, otomatis menempatkan ALAMI ke dalam jajaran portofolionya di Indonesia setelah berinvestasi ke KoinWorks, BukuWarung, Ula, dan Julo.

“Kami percaya bahwa pemain yang ada di industri keuangan syariah baru saja memanfaatkan sebagian kecil dari potensinya. Social finance, misalnya, dapat dieksplorasi lebih jauh,” kata Founder & CEO Alami Dima Djani, mengutip dari laman AC Ventures.

Dima menargetkan pada tahun ini Alami dapat meningkatkan nominal penyaluran pinjaman hingga empat kali lipat atau senilai lebih dari Rp1 triliun untuk sektor kesehatan, pertanian, logistik, dan makanan. Selain itu, berencana untuk mengkaji peluang sinergi dengan institusi keuangan syariah perbankan seperti Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Salah satu rencana tersebut ada yang berhasil terealisasi. Pada saat yang bersamaan, melalui keterangan resmi yang diumumkan pada hari yang sama, Alami meresmikan kerja sama channeling pembiayaan dengan BRI Syariah dengan target penyaluran sebesar Rp40 miliar pada tahun ini.

“Melalui kerja sama channeling pembiayaan ini, mudah-mudahan bisa mempercepat proses pemulihan usaha-usaha kecil menengah yang terkena pandemi, serta membangkitkan perekonomian Indonesia,” kata Dima.

Kepala Divisi Ritel Banking BRI Syariah Elvera Melladiana menyatakan salah satu faktor yang membuat perusahaan mantap menjalin kemitraan dengan Alami karena punya track record yang positif, baik dari sisi pendana, maupun potensi proyek-proyek yang berada di dalamnya.

“BRI Syariah telah melayani nasabah UMKM dari berbagai tingkat permodalan, dan kami menyadari, untuk bisa mencapai target penyaluran pembiayaan yang eksponensial, kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan fintech harus mulai dilakukan. Hal ini demi mewujudkan akses pembiayaan syariah yang mudah, cepat, dan aman,” tutur Elvera.

Hingga Desember 2020, Alami mengklaim sudah menyalurkan sekitar Rp300 miliar kepada ribuan UMKM di seluruh Indonesia dari sekitar 20 ribu pendana yang terdaftar di platform Alami.

Pasar lending syariah

Alami adalah beberapa startup lending yang bermain di segmen syariah. Selain itu ada Ammana, Bsalam, Duha Syariah, Dana Syariah, Finteck Syariah, Qazwa, Ethis, dan Investree (unit bisnis syariah). Kendati demikian, pamornya masih jauh tertinggal dibandingkan layanan konvensional.

Merujuk dari data OJK akumulasi fintech lending tumbuh 113,05% yoy menjadi Rp128,7 triliun pada September 2020. Sumbangsing fintech syariah baru senilai Rp1,2 triliun dari total tersebut.

Ketua Klaster Fintech Pendanaan Syariah AFPI Lutfi Adhiansyah menyatakan ada beberapa faktor yang membuat lending konvensional lari lebih cepat dibandingkan syariah. Salah satunya dari segi kuantitas, pemain konvensional lebih banyak dan nature dari produk dan model bisnis yang berbeda.

Fintech lending syariah banyak yang menyasar sektor produktif. Jadi proses lebih selektif dan membutuhkan waktu lebih lama untuk verifikasi. Berbeda dengan fintech lending multiguna yang pinjaman online relatif prosesnya lebih cepat dan nominalnya kecil,” kata Lutfi mengutip dari Kontan.co.id.

Application Information Will Show Up Here

Accial Capital Kembali Berikan “Debt Funding” untuk Fintech Lokal, Giliran Pintek Terima 298 Miliar Rupiah

Pintek sebagai startup pengembang layanan pembiayaan khusus untuk pendidikan, hari ini (11/1) mengumumkan perolehan debt funding senilai $21 juta atau setara 298 miliar Rupiah dari Accial Capital, sebuah investor private debt asal Amerika Serikat.

Sederhananya, debt funding ini memungkinkan sebuah startup pembiayaan untuk memiliki dana pinjaman lebih guna disalurkan. Istilah lainnya, investor yang tergabung biasa disebut dengan “lender institusi”. Praktik ini cukup lumrah di lingkungan fintech lending, mengingat kebutuhan untuk mengakselerasi pertumbuhan dan ekspansi.

Accial Capital sendiri bukan investor baru di ranah tersebut, sebelumnya mereka sempat menyuntikkan dananya ke Investree senilai 213 miliar Rupiah dan Awan Tunai senilai 290 miliar Rupiah. Ketiga startup yang diinvestasi memiliki fokus berbeda; Pintek di pendidikan, Investree ke UMKM, dan Awan Tunai ke pembiayaan rantai pasokan.

Perusahaan lokal, khususnya perbankan, juga mulai banyak terlibat menjadi lender institusi. Secara pangsa pasar cakupannya beda, fintech lending banyak fokus ke kalangan unbankable yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia – sehingga justru menjadi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dengan bank.

Institutional Lender Fintech Indonesia

Pintek sendiri, menjelang akhir tahun 2020 baru saja mengumumkan pendanaan lanjutan dari Finch Capital dan Accion Venture Lab. Disampaikan total pendanaan yang sudah didapat perusahaan sejauh ini mencapai 70 miliar Rupiah. Sejak beroperasi di tahun 2018, Pintek telah menyalurkan pinjaman hingga 83,3 miliar Rupiah.

Selain Pintek, di Indonesia juga sudah ada beberapa layanan fintech serupa, menyasar akademisi dan institusi pendidikan; di antaranya Danadidik, Cicil, dan KoinPintar dari Koinworks.

“Berada dalam situasi yang penuh tantangan saat ini, lembaga pendidikan perlu mengadaptasi teknologi untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh bagi siswa. Namun, karena kurangnya sumber daya keuangan, implementasi teknologi di sektor pendidikan  menjadi tantangan. Kami membuat produk untuk membantu ekosistem pendidikan Indonesia pada titik kritis saat ini,” ujar Co-Founder Pintek Ioann Fainsilber.

Ajaib Rampungkan Pendanaan Seri A 356 Miliar Rupiah, Gencarkan Edukasi dan Akuisisi Pengguna Milenial

Platform investasi yang baru-baru ini telah mengakuisisi Primasia Unggul Sekuritas (Primasia Sekuritas), Ajaib Group, mengumumkan pendanaan seri A sebesar $25 juta atau setara 356,3 miliar Rupiah. Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Horizons Ventures (Li Ka-shing) dan Alpha JWC Ventures, serta diikuti oleh SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, dan Y Combinator.

Ajaib sebelumnya sempat tergabung ke dalam program Y Combinator tahun 2018, sekaligus membuka seed round-nya. Pendanaan berlanjut di tahun berikutnya, membukukan dana $2,1 juta dari Y Combinator, SoftBank Ventures, Alpha JWC Ventures, dan Insignia Ventures.

“Saya merasa bangga karena Ajaib menjadi pilihan bagi sebagian besar investor saham baru di Indonesia. Sebagai seorang milenial, saya tahu seberapa sulit pengalaman saya saat mulai berinvestasi. Itulah mengapa Ajaib sangat fokus pada kaum milenial dan edukasi yang lebih baik,” kata Co-founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan infrastruktur teknologi, merekrut tim teknis, dan memperluas penawaran produk. Selain itu dana tersebut juga akan digunakan untuk mendukung kampanye edukasi #MentorInvestasi Ajaib yang bertujuan untuk membantu upaya pemerintah Indonesia dalam mengedukasi milenial tentang investasi dan perencanaan keuangan.

“Sektor investasi di Indonesia masih kurang terlayani dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya aksesibilitas. Ajaib mampu memberikan solusi untuk masalah tersebut dan merevolusi industri broker saham dalam waktu kurang dari dua tahun. Kami sangat terkesan dengan kecepatan pertumbuhan Ajaib dan kami sangat senang melihat Ajaib membantu jutaan anak muda di Indonesia untuk berinvestasi dengan lebih baik,” kata Managing Partner di Alpha JWC Jeffrey Joe.

Di Indonesia, saat ini memang sudah ada beberapa layanan digital yang mengakomodasi kebutuhan pengguna dalam melakukan investasi; termasuk untuk instrumen reksa dana, saham, emas, sampai aset kripto. Dalam Fintech Report 2020 yang dirilis DSResearch, menyurvei 329 responden, didapat hasil sebagai berikut terkait awareness aplikasi untuk kebutuhan investasi.

Aplikasi Investasi

Beberapa aplikasi di atas juga sajikan layanan serupa dengan Ajaib, misalnya Bibit, Tanamduit, Bareksa untuk reksa dana; dan Stockbit untuk saham.

Pertumbuhan Ajaib Group

Didirikan pada 2019, Ajaib telah menjadi salah salah platform investasi dengan pertumbuhan paling pesat di Indonesia, melalui Ajaib Sekuritas (sekuritas saham online) dan Ajaib Reksadana (reksa dana online). Dalam waktu 7 bulan sejak diluncurkan Ajaib Sekuritas pada Juni 2020 lalu, perusahaan mencatat lebih dari 10 miliar lot saham telah diperdagangkan di Ajaib.

Ajaib juga telah mendukung lebih dari 1 juta pengguna setiap bulannya dalam perjalanan investasi mereka. Pada bulan Desember 2020 lalu, Ajaib juga mengumumkan bahwa perusahaan menggandeng aktor drama Korea Kim Seon-ho pemeran Han Ji-pyeong dalam serial Start-Up di Netflix sebagai Brand Ambassador.

Kepada DailySocial beberapa waktu yang lalu Anderson mengungkapkan, pandemi yang terjadi saat ini ternyata tidak mampu memadamkan semangat investor individu Indonesia untuk berinvestasi di pasar modal. Pada dua bulan pertama sejak diluncurkannya layanan saham di Ajaib, perusahaan sudah mencatatkan puluhan ribu pengguna baru, yang kebanyakan di antaranya merupakan generasi milenial.

“Saat ini, posisi pasar juga belum pulih seutuhnya, sehingga peluang bagi pengguna untuk meraup keuntungan di pasar modal, masih besar,” ujarnya.

Tahun 2021 ini Ajaib akan melanjutkan misinya untuk menyambut investor generasi baru di pasar modal Indonesia. Per Desember 2020, terdapat 1.592.698 investor saham di Indonesia, artinya kurang dari 1% penduduk Indonesia memiliki rekening saham. Untuk meningkatkan jumlah investor ritel domestik, Ajaib berencana akan memperluas cakupan kampanye edukasi investasi dan perencanaan keuangan yang ditujukan bagi kaum milenial.

Application Information Will Show Up Here

10 Tren Teknologi Teratas di Tahun 2021 Menurut Alibaba DAMO Academy

2020 merupakan tahun yang sangat berat, dan sulit rasanya membayangkan bagaimana kita dapat melalui masa pandemi tanpa bantuan teknologi. Dari yang sepele seperti teknologi video conferencing untuk membantu kita menjalani rutinitas sehari-hari, sampai teknologi-teknologi yang dimanfaatkan oleh para ilmuwan guna mencari solusi yang paling efektif.

Di tahun 2021 ini, teknologi sudah pasti akan kembali banyak dilibatkan, dan harapan terbesarnya tentu adalah supaya peradaban kita bisa kembali berjalan normal. DAMO Academy, inisiatif riset global yang diprakarsai oleh Alibaba Group, baru saja memublikasikan prediksi mereka terkait tren terbaru yang berpotensi membentuk industri teknologi di tahun 2021. Berikut sorotannya.

1. Penggunaan bahan semikonduktor generasi ketiga, diwakili oleh GaN dan SiC, akan berkembang ke industri baru

Gallium nitride (GaN) dan silikon karbida (SiC) sebenarnya bukanlah barang baru, akan tetapi selama ini penggunaannya sangat terbatas akibat metode pemrosesannya yang kompleks serta biaya produksinya yang tinggi. Barulah di beberapa tahun terakhir, kita bisa melihat penerapan yang lebih luas – GaN untuk charger smartphone, SiC untuk inverter mobil – berkat terobosan dalam bidang pertumbuhan material dan fabrikasi perangkat yang berhasil membantu mengurangi ongkos produksinya.

Namun dalam lima tahun ke depan, pemanfaatan material semikonduktor generasi ketiga diperkirakan juga bakal merambah bidang baru, seperti misalnya stasiun pangkalan 5G, kendaraan yang menggunakan sumber energi baru, pembangkit listrik bertegangan sangat tinggi, dan pusat data.

2. Koreksi kesalahan kuantum dan utilitas praktis komputasi kuantum akan menjadi prioritas utama pada era “pasca-supremasi-kuantum”

2020 adalah tahun pertama yang berlalu setelah supremasi kuantum berhasil tercapai. Di tahun 2020, kita melihat investor di seluruh dunia yang berbondong-bondong beralih ke bidang komputasi kuantum. Lalu seiring dengan teknologi dan ekosistemnya yang berkembang pesat, banyak platform komputasi kuantum yang menjadi terkenal.

Di tahun 2021, tren ini diperkirakan bakal mendapat perhatian lebih dari seluruh lapisan masyarakat. Komputasi kuantum harus cukup bernilai agar bermanfaat. Misi di era “pasca-supremasi-kuantum” harus diselaraskan di seluruh industri: untuk mengatasi masalah ilmiah dan teknis yang kritis melalui inovasi kolaboratif; dan untuk membuka jalan bagi koreksi kesalahan kuantum dan utilitas praktis, dua tonggak penting dalam komputasi kuantum.

3. Terobosan pada bahan berbasis karbon akan mendorong perkembangan alat elektronik fleksibel

Dulu, komponen elektronik yang fleksibel tidak cukup lentur dan tidak mampu bersaing dengan komponen berbasis silikon yang kaku dalam hal karakteristik listrik, sehingga membatasi penggunaan komersialnya. Sekarang, komponen-komponen ini sudah bisa kita jumpai pada banyak perangkat wearable maupun layar yang fleksibel.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, terobosan dalam pengembangan bahan berbasis karbon telah memungkinkan komponen elektronik fleksibel untuk melampaui kemampuan generasi sebelumnya. Contohnya, tabung nano karbon sekarang telah digunakan untuk menghasilkan sirkuit terintegrasi berskala besar yang memberikan kinerja lebih baik daripada sirkuit berbasis silikon dengan ukuran yang sama. Graphene, bahan berbasis karbon yang cocok untuk alat elektronik fleksibel, juga sudah mulai diproduksi dalam skala besar.

4. Teknologi AI mempercepat R&D obat-obatan dan vaksin

Artificial intelligence (AI) sudah diadopsi secara luas untuk menginterpretasikan gambar medis dan mengelola rekam medis, akan tetapi penerapannya dalam pengembangan vaksin dan penelitian klinis obat masih dalam tahap uji coba. Namun di saat algoritma AI baru mulai bermunculan dan daya komputasi bisa mencapai tingkat yang baru, teknologi ini akan mempermudah penyelesaian R&D obat-obatan dan vaksin yang sebelumnya sangat memakan waktu sekaligus mahal.

Integrasi AI di bidang ini pada dasarnya bakal mengurangi pekerjaan yang berulang sekaligus meningkatkan efisiensi R&D. Lalu apa manfaatnya bagi masyarakat luas? Well, kita dapat menikmati perawatan medis dan obat-obatan yang lebih baik dengan lebih cepat.

5. Teknologi brain-computer interface (antarmuka otak-komputer) memungkinkan kita melampaui batas tubuh manusia

Teknologi antarmuka otak-komputer adalah pilar dan kekuatan pendorong rekayasa saraf, yang menganalisis bagaimana otak manusia bekerja pada dimensi yang lebih tinggi. Dari kacamata sederhana, antarmuka otak-komputer membentuk jalur komunikasi langsung antara otak dan perangkat eksternal yang dapat memperoleh, menganalisis, dan menerjemahkan sinyal otak untuk mengendalikan mesin.

Di masa depan, teknologi ini bakal membantu manusia mengendalikan tangan robot secara lebih baik, atau membantu mengatasi keterbatasan fisik para pasien yang sepenuhnya sadar tapi tidak bisa berbicara atau bergerak.

6. Pemrosesan data akan menjadi independen dan dapat berkembang secara mandiri

Perkembangan pesat cloud computing dan pertumbuhan data eksponensial memunculkan tantangan besar terkait pemrosesan tugas komputasi, pengendalian biaya penyimpanan, dan manajemen klaster selama pemrosesan data dilakukan dengan cara tradisional. Solusi yang lebih baik adalah optimasi otomatis sistem manajemen data berbasis AI.

Ke depannya, AI dan machine learning akan diadopsi di berbagai bidang, dan ini bakal meminimalkan biaya yang dibutuhkan untuk keperluan komputasi, pemrosesan, penyimpanan, optimasi, dan perawatan. Hasil akhirnya adalah ketersediaan sistem pengelolaan data yang otonom dan berkembang secara mandiri.

7. Teknologi cloud-native akan membentuk kembali sistem TI

Siklus pengembangan produk yang panjang dan efisiensi R&D yang rendah dalam pengembangan software tradisional sudah menjadi problem sejak lama. Di sinilah arsitektur cloud-native, yang hadir dengan distribusi beban kerja, skalabilitas dan fleksibilitas mencoba memberikan solusi, dengan tujuan agar perusahaan dapat memanfaatkan dan mengelola beragam hardware dan sumber daya cloud computing secara lebih efektif.

Manfaat yang ditawarkan teknologi cloud-native sejatinya terlalu banyak untuk disebutkan, tapi beberapa contohnya meliputi pemisahan banyak lapisan komponen infrastruktur seperti jaringan, server, dan sistem operasi, mengurangi biaya komputasi, meningkatkan efisiensi teknologi, memudahkan proses pengembangan aplikasi di cloud, serta memperluas cakupan aplikasi cloud.

8. Pertanian akan didukung oleh teknologi inteligensi data

Teknologi digital generasi baru, termasuk halnya Internet of Things (IoT), AI, dan cloud computing, saat ini tengah gencar diterapkan di industri pertanian, mulai dari proses produksi hingga ritel. Sensor generasi baru membantu mendapatkan data lahan pertanian secara real-time. Analitik big data dan AI mempercepat pemrosesan data pertanian dalam jumlah besar. Praktisi pertanian dapat memantau tanaman, menerapkan pembiakan yang presisi, dan mengalokasikan sumber daya lingkungan sesuai kebutuhan.

Di samping itu, teknologi seperti 5G dan blockchain turut dimanfaatkan untuk mengontrol sekaligus melacak aspek logistik dari produk pertanian, memastikan pengiriman yang aman dan dapat dipercaya. Singkat cerita, dengan adanya teknologi digital generasi baru ini, industri pertanian tidak harus sepenuhnya bergantung pada kondisi alam, dan akan terbantu banyak oleh analisis data yang cerdas.

9. Industri inteligensi data berkembang dari implementasi titik tunggal ke implementasi pada seluruh industri

Setelah masa pandemi COVID-19 di awal tahun 2020, ketahanan ekonomi digital berhasil menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar, di mana teknologi digital berkembang dan menyebar dengan cepat, dan lebih banyak investasi disuntikkan ke dalam pembangunan infrastruktur baru. Beberapa faktor ini membantu membangun persepsi di mana kita bisa melihat lompatan inteligensi industri dari yang tadinya cuma digunakan oleh satu bagianm menjadi diterapkan di seluruh industri.

Inteligensi industri akan muncul di setiap celah dan membantu pengambilan keputusan yang tepat guna di industri. Hal ini akan memberikan dampak berskala besar, dan penerapannya bisa berlaku di rantai pasokan, produksi, manajemen aset, logistik, dan penjualan.

10. Intelligent operations centers (pusat operasi cerdas) akan menjadi suatu keharusan bagi kota-kota di masa depan

Inisiatif kota pintar (smart city) pertama kali diluncurkan satu dekade lalu dan telah memicu peningkatan signifikan dalam tata kelola kota melalui teknologi digital. Namun di tengah hantaman pandemi COVID-19, beberapa kota pintar pun harus menjumpai sejumlah tantangan. Dari situ pusat operasi cerdas mulai digunakan secara luas guna memaksimalkan penggunaan sumber daya data dan mempromosikan tata kelola dan layanan publik global yang mendetail sekaligus real-time.

Di saat Artificial Intelligence of Things (AIoT) telah matang dan diterapkan secara luas serta teknologi komputasi spasial makin ditingkatkan, pusat operasi pun akan menjadi kian cerdas. Lalu dengan mempertahankan konsep kota sebagai “digital twins”, pusat operasi cerdas menganggap setiap kota sebagai sebuah sistem terpadu dan mampu menyajikan layanan di seluruh kota. Singkatnya, pusat operasi cerdas akan menjadi infrastruktur digital kota di masa yang akan datang.

Gambar header: Depositphotos.com.

East Ventures Kembali Pimpin Pendanaan Seri A Startup Biotech Nusantics

Startup biotech Nusantics mengumumkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Kurang dari satu tahun lalu, East Ventures memimpin pendanaan tahap awal untuk startup yang dipimpin oleh Sharlini Eriza Putri ini.

Ketertarikan East Ventures untuk berinvestasi kembali, lantaran startup tersebut berhasil tumbuh akibat kesigapan mereka dalam merespons disrupsi akibat pandemi Covid-19. Nusantics memanfaatkan kemampuan dalam riset mikrobioma untuk mengembangkan dua generasi alat uji (test kit) Covid-19 berbasis PCR dengan tingkat sensitivas dan spesifitas tinggi.

Alat uji tersebut mampu mendeteksi beragam mutasi virus Corona di Indonesia, termasuk strain virus yang baru-baru ini mewabah di Inggris. Alat uji generasi pertama telah didistribusikan ke 19 provinsi sebagai bagian dari gerakan Indonesia PASTI BISA berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Perusahaan juga bermitra dengan Bio Farma dalam pengembangan alat uji generasi kedua yang memangkas proses diagnosis pengujian menjadi tiga kali lebih cepat. Diklaim alat uji ini terbukti masih relevan dengan mutasi virus terkini yang mendeteksi mewabah di Inggris.

Bio Farma telah memproduksi dan memasarkan generasi kedua alat uji tersebut dengan kapasitas produksi 1,5 juta test kit per bulan yang bisa ditingkatkan hingga 3 juta test kit per bulan.

Dalam keterangan resmi, Nusantics akan menggunakan dana seri A untuk memperkuat kapabilitas penelitian dan pengembangan sehingga mereka bisa meneruskan inovasi di bidang analisis mikrobioma dan alat diagnosis medis. Saat ini perusahaan tengah mengembangkan test kit PCR Covid-19 generasi ketiga yang didesain untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 di sampel air liur.

“Kami berencana mengembangkan produk baru, yaitu test kit yang dapat mendeteksi virus melalui sampel air liur. Penggunaan air liur meningkatkan efisiensi, tingkat keselamatan tenaga medis, dan membuat proses pengambilan sampel menjadi lebih nyaman,” ujar CTO Nusantics Revata Utama, Kamis (7/1).

Menurut Revata, metode uji ini juga memungkinkan deteksi potensi penularan karena dapat membedakan sampel mana yang lebih menular (infectious). Selain itu, ia akan terus melakukan optimasi agar test kit yang selama ini diproduksi dapat digunakan di semua jenis mesin PCR di Indonesia. Perusahaan bekerja sama dengan beberapa perusahaan dalam proyek penelitian dan pengembangan terkait mikrobioma.

CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri menambahkan, fokus jangka pendek kami adalah turut serta dalam upaya penanggulangan pandemi, sedangkan fokus jangka menengahnya adalah membentuk pemahaman di publik tentang keterkaitan antara keanekaragaman mikrobioma dan kesehatan.

“Kami ingin berkontribusi dalam mencari solusi dari dampak Anthropocene (dampak manusia ke lingkungan), dengan memanfaatkan indeks keanekaragaman hayati yang terkait mikrobioma. Ini adalah perjalanan yang menantang, tetapi mengasyikkan,” tutur dia.

Sebelumnya, dalam putaran pendanaan tahap awal diumumkan tahun lalu, Nusantic telah meresmikan Nusantics Hub di Jakarta, laboratorium mikrobioma pertama di Indonesia yang menyediakan layanan pengujian dan konsultasi untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Pada kesempatan yang sama, Nusantics juga mengumumkan Triawan Munaf sebagai anggota Dewan Komisaris di Nusantics. Triawan juga menjabat sebagai Venture Advisor di East Ventures.

“Anak muda Indonesia harus terus berinovasi di bidang bioteknologi di dalam negeri dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan yang lain, termasuk pemerintah, demi meningkatkan ketahanan lokal. Nusantics, telah menunjukkan semangat kolaborasi tersebut dan saya sangat senang bisa menjadi bagian dari perjalanan mereka,” ujar Triawan.

Menanggapi Triawan, Sharlini menuturkan, “Kami bangga memiliki seseorang seperti Pak Triawan yang visioner, punya pemahaman budaya yang luas, dan tidak pernah berhenti mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Tentu, kami akan belajar banyak dari beliau,” tutupnya.

Fokus Bukalapak Ekspansi Merchant di 2021; Buka Opsi Pendanaan Lewat IPO

Bukalapak memaparkan pencapaiannya di 2020. Dalam jumpa media yang diadakan virtual, Bukalapak menyoroti bagaimana pandemi Covid-19 memicu tren baru dan pergeseran perilaku konsumen di sepanjang tahun ini.

Pandemi mengakselerasi pertumbuhan pengguna internet di Indonesia. Sebagaimana disampaikan CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam paparannya, terdapat penambahan pengguna internet baru dengan pertumbuhan 37%, sebanyak 56% berasal dari luar perkotaan.

Dari krisis kesehatan global ini, ia menyimpulkan tiga tren baru, yakni (1) orang menjadi lebih sadar pentingnya kesehatan, (2) mobilisasi terpusat di daerah rumah (home-centric), dan (3) pandemi mengakibatkan resesi yang membuat masyarakat lebih berhati-hati mengeluarkan uang.

Tentu bagi Rachmat, sektor e-commerce termasuk satu dari sekian sektor yang diuntungkan karena pandemi. Ia mencatat ada pertumbuhan GMV signifikan pada periode 2018-2020, yakni sebesar 200%.

Selama periode tersebut, perusahaan mampu mencapai pertumbuhan EBITDA 80% sebagai hasil dari juga upaya mengurangi cashburn. Saat ini, Bukalapak telah mengantongi 100 juta pengguna dengan 7 juta Mitra.

Dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia, ujar Rachmat, ini menandakan bahwa platform digital memiliki peran signifikan terutama di situasi saat ini. Ia mengaku optimistis dengan pertumbuhan dan pengembangan Bukalapak di 2021.

“Kami tetap berkomitmen untuk melayani segmen underserved, tidak hanya customer sophisticated atau mereka yang melek digital dan tinggal di kota tier 1. Fokus kami menjangkau segmen tersebut karena dua pertiga dari transaksi Bukalapak berasal dari luar kota tier 1,” papar Rachmat.

Fokus 2021, ekspansi merchant hingga pengembangan inovasi

Ada tiga pilar utama yang menjadi fokus Bukalapak di 2021 antara lain talent atau SDM, pertumbuhan bisnis, dan permodalan. Dari sisi bisnis online marketplace, fokus utama Bukalapak adalah memperbanyak jumlah merchant baik C2C maupun B2C.

Bukalapak mencatat pertumbuhan signifikan, terutama dari segmen B2C melalui Bukamall dengan pertumbuhan 17% setiap bulan di sepanjang 2020. Per Desember 2020, transaksi Bukamall tumbuh 3,1 kali dibandingkan tahun lalu.

VP of Marketplace Bukalapak Kurnia Rosyada mengatakan bahwa pandemi membuat tren pasar jauh lebih cepat berubah dibandingkan tahun lalu. Perubahan tren produk bisa berubah dalam rentang waktu satu minggu.

Untuk mengantisipasi tren ini sekaligus mempermudah akuisisi merchant, Bukalapak menawarkan merchant fee sebesar 0,5% yang diklaim terendah dibandingkan platform sejenis. Penawaran ini mulai berlaku pada 11 Januari 2021 melalui program Super Seller.

Selain itu, Bukalapak yang baru saja memigrasikan infrastrukturnya ke cloud juga akan meningkatkan fitur baik untuk pelapak maupun pembeli. “Kami berencana mengembangkan fitur untuk mempermudah mitra berjualan, mulai dari meningkatkan kapabilitas untuk manage pembeli hingga analytic dashboard yang lebih baik untuk profiling pembeli,” jelas Kurnia.

Sementara itu CEO Buka Mitra Indonesia Howard Gani mengaku optimistis untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya di 2021. Ia melihat peluang besar untuk menginovasikan mitra warung ke digital, terutama jika mengacu pada penetrasi pasar yang selama ini masih didominasi oleh transaksi konvensional.

President BukaFinancial and Digital Victor Lesmana juga menyebutkan demikian. Peluang ini tercermin dari tingginya transaksi produk virtual dan finansial di sepanjang 2020.

“Ini menjadi strategi penting mengingat stickyness dan loyalitas dapat terbangun lewat satu aplikasi. Dengan begitu, ini dapat meningkatkan pendapatan mitra tanpa perlu repot mencari cara lain,” ujar Victor.

Adapun, perusahaan mencatat kenaikan jumlah Mitra Bukalapak hingga 50%. Dari kategori Digital Marketplace, Bukalapak mengantongi sebanyak 50 ribu pengguna dengan 100 ribu transaksi. Perusahaan juga mengalami peningkatan penggunaan QRIS untuk bertransaksi hingga dua kali lipat selama dua kuartal di 2020.

Soal IPO dan konsolidasi

Terkait isu konsolidasi yang tengah ramai dibicarakan, Rachmat menegaskan bahwa pihaknya belum terpikirkan untuk merealisasikan hal tersebut. Dengan target bisnis yang dimiliki tahun ini, pihaknya masih berkomitmen untuk tumbuh dan mengejar profitabilitas. “Kami masih ingin berdikari dan menjalankan Bukalapak sebagai stand alone company,” paparnya.

Kendati demikian, Rachmat menyebut bahwa pihaknya terbuka terhadap opsi IPO. “IPO adalah salah satu opsi untuk bisa mendapatkan dana dan memang perusahaan teknologi di masa tertentu ingin IPO. Kami terbuka dengan opsi itu dan sekarang sedang siapkan infrastrukturnya,” tuturnya.

Hal ini wajar mengingat Bukalapak berencana mengembangkan banyak inovasi di tahun ini. Rachmat mengakui bahwa pihaknya tengah fokus memperkuat basis permodalan dan infrastruktur sejak tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

Gredu Segera Rampungkan Pendanaan Seri A, Tahun Ini Gencarkan Ekspansi

Edtech adalah satu dari segelintir sektor yang mendapat dampak positif selama pandemi berlangsung. Kegiatan belajar mengajar yang berganti rupa melalui kanal digital menjadikan sistem pembelajaran jarak jauh milik Gredu terus dilirik sekolah-sekolah. Memasuki tahun baru, Gredu menatap ekspansi sebagai fokus berikutnya.

Sales Lead Gredu Theresia Andina mengatakan, pihaknya menargetkan menggandeng minimal 200 sekolah atau setara 70 ribu pengguna baru untuk kuartal pertama tahun ini. Ekspansi akan dipusatkan ke daerah-daerah seperti Pangandaran, Yogyakarta, Tangerang, Cirebon, dan Sulawesi Tenggara.

“Dari 2021 hingga seterusnya masih besar potensi yang bisa digarap di Indonesia walaupun sarana dan prasarana di tiap sekolah masih berbeda-beda,” ujar Andina.

Ekspansi pasar tentu membutuhkan modal tambahan. Andina menambahkan Gredu memang telah menyiapkan rencana untuk kembali menggelar babak pendanaan pada tahun ini. “Rencana seri A di pertengahan tahun,” imbuhnya.

Saat Gredu memperkenalkan aplikasi digitalisasi sekolah pada Januari 2020, mereka sekaligus mengumumkan pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh Vertex Ventures. Sementara pada babak pendanaan awal, mereka mendapat suntikan dari angel investor dan Global Wakaf Corporation.

Rencana lain untuk 2021

Selain menggandeng sekolah-sekolah untuk menggelar pembelajaran jarak jauh, Andini menjelaskan, Gredu sudah melakukan beberapa hal lainnya. Beberapa di antaranya adalah mengadakan kampanye bantuan gawai untuk siswa yang membutuhkan hingga menggelar pelatihan daring.

Berangkat dari upaya tersebut, Gredu mengklaim sudah memiliki 350 ribu pengguna yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Ambon.

Pertumbuhan jumlah sekolah yang digandeng Gredu pun meningkat pesat dari awalnya hanya puluhan, kini menjadi 300 sekolah. Andini mengatakan kondisi ini tidak akan berlangsung selamanya karena pandemi pun pasti bakal berakhir dan kegiatan belajar mengajar kembali seperti semula.

Namun Andini ragu setelah pandemi platform learning management system (LMS) mereka akan ditinggal sekolah. Pasalnya menurut dia yang berubah setelah pandemi akan sebatas kegiatan belajar mengajarnya saja, tapi tidak untuk kegiatan manajemen sekolah yang lain.

“Maka dari itu kita akan terus survei untuk mencari cara mendigitalisasi semua proses yang dibutuhkan. Jadi semua proses yang dibutuhkan satu sekolah akan di-provide oleh Gredu,” jelas Andini.

Gredu sendiri sudah ada sejak 2016 dengan pendiri Mohammad Fachri (CTO), Rizky Anies (CEO), dan Ricky Putra (COO). Baru pada Januari 2020 mereka memperkenalkan platform digitalisasi sekolah yang ternyata bertepatan dengan kebutuhan sekolah yang terkena dampak pandemi.

Dengan model bisnis B2B, Gredu menawarkan layanan SaaS untuk mendigitalisasi kebutuhan sekolah mulai dari presensi, penjadwalan, kegiatan belajar mengajarnya, hingga kanal pengawasan bagi orang tua siswa.

Menurut data yang dirangkum Edtech Report 2020 yang dirilis oleh DSResearch, platform manajemen pendidikan memang menjadi salah satu inovasi yang berkembang pesat di Indonesia dan pasar regional. Selain Gredu, di Indonesia juga ada beberapa startup yang tawarkan layanan serupa, di antaranya Quintal, InfraDigital, dan Codemi.

Edtech in SEA

InfraDigital sendiri pada Juni 2020 lalu baru saja membukukan pendanaan seri A yang dipimpin AppWorks setelah sebelumnya dapatkan pendanaan awal pada Februari 2019.

Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com