Siapkan Platform Ritel, BGR Logistics Bermitra dengan Grab Indonesia

PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR Logistics, BUMN penyedia jasa logistik di segmen bisnis, menjalin kemitraan dengan Grab Indonesia. Kerja sama ini bertujuan mendukung platform digital yang segera diluncurkan perusahaan untuk segmen ritel.

Perjanjian kerja sama ditandatangani langsung Direktur Utama BGR Logistic M. Kuncoro Wibowo dan Executive Director Grab Indonesia Ongki Kurniawan.

“Kami yakin Grab Indonesia yang telah berpengalaman akan dapat membantu terciptanya pelayaan yang baik saat platform tersbeut resmi diluncurkan. Dalam kerja sama ini Grab Indonesia akan berperan sebagai mitra pengiriman barang,” imbuh Kuncoro.

Masuknya BGR Logistics pada segmen retail di industri logistik memperkuat posisi BGR Logistics sebagai Digital Logistics Company. Kehadiran platform digital untuk segmen retail ini diharapkan bisa mengakomodir kebutuhan dan memberikan manfaat bagi pengguna retail.

“Kami yakin platform ini akan memberikan manfaat bagi banyak pihak, lebih detailnya akan kami sampaikan saat peluncuran nanti,” jelas Kuncoro.

Sementara itu, kerja sama ini ditanggapi positif pihak Grab Indonesia sebagai bagian visi perusahaan menghadirkan solusi teknologi yang bisa membantu meningkatkan kebutuhan pengguna sehari-hari.

“Grab Indonesia selalu berfokus pada kebutuhan konsumen dan juga mitra kami. Dengan menggunakan sistem platform terbuka, kami selalu mencari mitra-mitra yang ahli dalam bidangnya guna memberikan solusi tenologi yang ideal bagi passaran Indonesia,” jelas Executive Director Grab Indonesia Ongki Kurniawan.

Marketplace Stok Foto Pixerf Umumkan Kehadiran di Indonesia

Marketplace stok foto Pixerf mengumumkan kehadirannya di Indonesia. Startup ini mengedepankan posisinya sebagai konten asli Asia yang selama ini ada gap antara supply dan demand dari para brand untuk beriklan.

Startup asal Singapura ini sebenarnya sudah hadir sejak 2015, namun baru diresmikan pada Juni 2018 bertepatan dengan diperolehnya pendanaan tahap awal sebesar $2 juta (hampir 28 miliar Rupiah) dari investor yang tidak disebutkan namanya.

Founder dan CEO Pixerf Sa’at Ismail menerangkan, Pixerf masuk ke Indonesia karena negara ini adalah kontributor terbesar kedua untuk angka pengguna (fotografer) sebesar 27% dari total lebih dari 80 ribu orang.

Keseriusannya untuk menggarap Indonesia cukup kuat. Dalam lima bulan mendatang, pihaknya akan buka kantor di Jakarta, kemudian menyebar ke Bali dan Jogja, dan merekrut tim pemasaran untuk pengembangan bisnis lebih lanjut.

“Sudah hampir dua tahun kami melayani di Indonesia, pasca perilisan versi beta. Akan tetapi, fotografer yang bergabung kurang aktif. Kami ingin reaktif lagi, makanya nanti akan kantor resmi sebagai bentuk fisiknya,” terang Sa’at, Kamis (12/9).

Model bisnis Pixerf

Sa’at menjelaskan, Pixerf tidak hanya memiliki bisnis marketplace stok foto, tapi juga ada custom commissions (penugasan khusus) dan crowdsourced mission (misi urunsumber). Dua model bisnis ini diklaim membuat Pixerf berbeda dari pemain lain. Konten yang dihadirkan juga fokus berbau Asia saja.

Custom commissions ini adalah model bisnis untuk brand yang sedang mencari konten sesuai dengan kebutuhan mereka, entah untuk iklan atau sebagainya. Terdapat platform yang dapat brand pakai untuk mempublikasikan rencana mereka ke komunitas fotografer Pixerf. Berikutnya, Pixerf akan mengidentifikasi fotografer mana saja yang paling memenuhi syarat untuk memenuhi kebutuhan brand.

Tampilan situs Pixerf / Pixerf
Tampilan situs Pixerf / Pixerf

Sedangkan, Crowdsourced mission merupakan cara sederhana untuk brand dalam meningkatkan brand awareness mereka dengan membuat sayembara berhadiah agar mendorong orang-orang menghasilkan konten yang brand bidik. Pixerf akan mengkurasi seluruh konten yang masuk dalam menentukan pemenangnya.

Custom commission ini yang paling menarik. Brand bisa mendapatkan konten sesuai kebutuhan yang dihasilkan komunitas kami dan memilih fotografer untuk diajak kerja sama. Jadi brand bisa ada di negara mana, fotografer juga bisa dari negara lain.”

Masing-masing model bisnis di atas, punya komisi yang berbeda untuk fotografer. Apabila custom commission, fotografer akan menerima sekitar 20%-35% dari total proyek dari brand. Sementara, untuk crowdsourced mission sepenuhnya untuk fotografer yang terpilih sebagai pemenang.

Dari dua model bisnis ini, Pixerf tidak mengambil komisi sama sekali. Jadi hanya mengambil dari marketplace stok foto saja, sekitar 30%-50% dari penjualan yang berhasil. Sisanya, 50%-70% untuk fotografer.

Foto yang dijual di marketplace Pixerf dimulai dari $10, harga ini terpasang secara otomatis dari sistem ketika diunggah fotografer. Pertimbangan harga ini dilihat berdasarkan kualitas foto dan resolusinya.

Marketplace stok foto menjadi lini bisnis utama yang paling banyak memberikan kontribusi kepada Pixerf. Lantaran, bisnis ini cenderung lebih langsung channel penjualannya.

“Pemain lain banyak yang jual foto dengan harga murah karena mereka jual keanggotaan. Sementara kita berbeda, kita inginnya konten di Pixerf itu otentik sebagai bentuk penghargaan kita ke fotografer.”

Sejak diresmikan pada tahun lalu, marketplace stok foto di Pixerf telah menampung lebih dari 250 ribu konten visual yang terkurasi untuk lisensi editorial dan komersial.

Adapun, untuk crowdsourced mission, lebih dari 50 misi foto disponsori oleh brand dan lebih dari 5 ribu foto dikirimkan. Di Indonesia, mitra pertama Pixerf untuk model bisnis ini adalah Gojek untuk kampanye #Cerdikiawan yang saat ini sedang digalakkan.

Total fotografer yang bergabung ada lebih dari 80 ribu orang. Lima negara terbesar adalah India (39%), Indonesia (27%), Malaysia (13%), Singapura (6%), dan Thailand (2%).

Rencana berikutnya

Sa’at berharap kehadirannya di Indonesia, bisa mendorong lebih banyak fotografer untuk bergabung. Pasalnya, Pixerf tidak memberikan persyaratan khusus. Fotografer pemula atau sekadar enthusiast pun bisa bergabung. Mereka cukup mengunggah konten mereka ke platform Pixerf.

Tim Pixerf akan mengkurasi keaslian konten sebelum dipublikasikan untuk dijual ke publik, juga akan dicek hak cipta (IP). “Siapapun bisa bergabung karena kami ingin jembatani pembuat konten yang under exposed, bisa ditemukan oleh brand. Kami sama sekali tidak mengambil royalti.”

Untuk teknologi, sebagai startup, Sa’at berencana untuk mengembangkan kecerdasan buatan (AI) di dalam platform-nya. Fungsinya, untuk permudah brand dan pembeli dalam menemukan konten yang mereka cari, serta mempelajari kebiasaan pengguna.

“Kami mau nantinya semua proses bisa otomatis, brand bisa lebih mudah menemukan fotografer yang diincar berdasarkan informasi di kalender. Biasanya ini yang paling susah di dunia fotografi, menemukan fotografer untuk atur jadwal, kami mau sediakan solusinya.”

Dari segi ekspansi, Pixerf tidak akan berhenti di Indonesia saja. Dalam 18 bulan mendatang akan merambah ke Malaysia, Thailand, India, Hong Kong, dan Filipina. Setelah menguasai Asia Tenggara, ekspansi akan lanjut ke Korea dan Jepang.

Secara terpisah, kepada DailySocial, Sa’at menjelaskan saat ini perusahaan sedang dalam proses pendanaan pra Seri A. Diharapkan pada akhir tahun ini bisa segera diumumkan.

“Sekarang kami fokus mengembangkan teknologi AI agar semua proses bisa otomatis. Sambil jalan, kami sedang proses pendanaan pra Seri A untuk dukung seluruh rencana bisnis Pixerf yang berambisi jadi terdepan di Asia,” tutupnya.

Saat ini Pixerf sudah bisa diakses lewat situs maupun aplikasi. Dalam waktu dekat, aplikasi Pixerf dapat mendukung penggunaan dalam Bahasa Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Grab Upayakan Perluasan Layanan “Cloud Kitchen” Secara Menyeluruh di Indonesia

GrabFood hari ini (12/9) mengumumkan rencananya untuk mengembangkan jaringan cloud kitchen miliknya “GrabKitchen” ke seluruh Indonesia. Menurut pemaparan tim Grab, inisiatif ini dilakukan pasca perusahaan mendapatkan pertumbuhan bisnis yang signifikan untuk layanan pesan antar makanan di paruh pertama 2019.

Mereka mengklaim, GMV (nilai penjualan kotor) layanan GrabFood meningkat 3x lipat dibanding periode yang sama tahun lalu. Surabaya, Medan, dan Bandung menjadi penyumbang pertumbuhan paling besar.

GrabKitchen diresmikan sejak April 2019 lalu. Saat ini mereka telah memiliki 10 dapur yang melayani pengguna di Jakarta dan Bandung. Targetnya hingga akhir tahun mereka akan mendirikan jaringan di lebih dari 50 titik.

Konsep GrabKitchen adalah menyatukan berbagai merchant makanan dan minuman dalam sebuah tempat terpusat untuk memenuhi kebutuhan di wilayah tertentu. Masing-masing titik memiliki variasi menu berbeda. Grab mengatakan untuk menentukan varian tersebut, mereka menggunakan pendekatan berbasis analisis data.

“GrabKitchen merupakan inovasi kami dalam menjembatani kesenjangan permintaan pelanggan, sembari menyediakan peluang-peluang bisnis baru untuk para mitra merchant kami dan mendorong mereka untuk tumbuh dengan pesat,” ujar Head of GrabKitchen Sai Alluri.

Untuk pelanggan, GrabKitchen diharapkan dapat mempersingkat waktu pengantaran pesanan GrabFood, sehingga meningkatkan keseluruhan pengalaman pelanggan. Mereka kini juga dapat memesan berbagai macam jenis makanan dari berbagai merchant dalam satu kali pesanan.

Terkait peluang cloud kitchen, sang rival Gojek memilih menggandeng startup lain. Melalui lengan ventura miliknya, mereka berinvestasi pada startup asal india Rebel Foods. Rencananya startup tersebut akan segera debut di Indonesia, bersinergi dengan layanan milik Gojek.

Model bisnis serupa juga segera dihadirkan oleh Dahmakan di Jakarta. Startup asal Malaysia tersebut sudah mulai menyiapkan operasional bisnis di sini. Tingginya minat masyarakat Indonesia dengan layanan food delivery memberikan keyakinan tersendiri bagi para pemain cloud kitchen.

Application Information Will Show Up Here

Sinar Mas Bangun BSD Innovation Labs, Lengkapi Ekosistem Digitalnya

Sinar Mas Land, GK Plug and Play, dan Digitaraya bekerja sama menggelar program akselerasi startup bernama BSD Innovation Labs. Program akselerasi ini akan berfokus mengembangkan startup yang bergerak di bidang property technology (proptech).

Sinar Mas Land kian mendekati ambisinya dalam membangun ekosistem digital yang menyeluruh di kawasan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. Project Leader Digital Hub Sinar Mas Land, Irwan Harahap, mengatakan pembentukan BSD Innovation Labs mengisi peran akselerasi startup yang menurutnya belum ada di BSD selama ini.

“Kita ingin melengkapi ekosistem ini dengan akselerator karena kebanyakan akselerator adanya di Jakarta dan kita mau fokus di proptech dulu,” ujar Irawan di Green Office Park, BSD.

Menurut penuturan Irawan, cara kerja akselerator mereka akan diawali oleh permintaan corporate partner Sinar Mas. Ketika ada perusahaan yang butuh solusi atas masalah yang dihadapi, Plug and Play akan berperan mencarikan startup yang mumpuni, lalu Digitaraya akan membantu mengembangkan solusi yang ditawarkan oleh startup-startup terpilih.

Jika solusi yang ditawarkan tadi dianggap memuaskan, BSD Innovation Labs akan mempertemukan startup terkait dengan para investor dengan menggelar demo day.

“Di kita untungnya sebagai yang punya BSD Innovation Labs, kita bisa chip in lebih awal,” imbuh Irawan.

Akan tetapi tak semua startup bisa dilirik akselerator ini. Startup yang dapat mengambil kesempatan di BSD Innovation Labs adalah mereka fokus di bidang properti dan minimal sudah mendapat pendanaan seri A dari negara mana pun. Irawan mengaku tak ingin ambil risiko dengan menggaet startup yang masih berusia dini karena masalah yang harus dipecahkan di akselerasi ini datang dari korporasi besar.

“Jadi kita enggak mau startup yang masih early stage. Bayangin dong sekelas Unilever, Sinar Mas Land, tapi yang ngerjain ecek-ecek,” lengkap Irawan.

Kendati sudah diperkenalkan ke publik, BSD Innovation Labs sejatinya masih belum beroperasi. Akselerator ini baru akan berjalan pada Februari atau Maret 2020. Masing-masing pihak akan punya peran berbeda dalam kerja sama ini.

Misalnya saja Sinar Mas yang diserahi tugas menyediakan lahan di sekitar Green Office Park, Plug and Play berperan membina dan menghubungkan startup dengan investor serta korporasi besar, terakhir Digitaraya yang berperan memandu startup dari aspek bisnis dan teknologi yang juga dibantu oleh Google.

Pembentukan BSD Innovation Labs ini menambah panjang upaya Sinar Mas membangun kawasan ekosistem digital di BSD lewat proyek Digital Hub mereka. Digital Hub merupakan kawasan seluas 26 hektar yang didedikasikan khusus untuk bisnis teknologi mulai dari startup hingga perusahaan multinasional.

Pengerjaan proyek Digital Hub bernilai Rp7 triliun ini sempat tertunda sesaat namun diperkirakan akan tuntas pada 2021. Saat pembangunan Digital Hub ini rampung, Sinar Mas berencana memindahkan pelaku industri digital di kawasan BSD ke sana termasuk Innovation Labs yang baru mereka umumkan tadi.

Salah satu yang melandasi pembentukan BSD Innovation Labs ini adalah potensi teknologi di sektor properti yang masih luas. Proptech, smart city, dan connected home diyakini kian berkembang dalam beberapa tahun ke depan.

Seperti diketahui BSD sudah menjadi markas sejumlah entitas teknologi khususnya di bidang pengembangan sumber daya manusia seperti Apple Academy, Binar Academy, Purwadhika Startup & Coding School, Creative Nest, NXL E-Sport Center, Sale Stock, 99.co, Orami, vOffice, Go Work, Grab Innovation Lab, Sirclo, Amikom, Geeks Farm Dimension Data, HP, Cohive, dan Qlue. Sinar Mas bahkan mengatakan akan ada dua akademi teknologi baru yang akan bergabung di ekosistem mereka.

Di sisi lain, Digitaraya sudah terlibat dalam dua pembentukan akselerator dalam dua hari terakhir ini. Kemarin Digitaraya bersama Gojek baru saja mengumumkan program akselerasi bernama Gojek Xcelerate.

“Kalau ngomong Digital Hub, jangka panjangnya adalah penciptaan lapangan pekerjaan. Jadi ada talent-nya, ketika siap bisa bikin startup atau diserap perusahaan teknologi atau kalau company punya masalah bisa ke akselerator. Jadi ada penciptaan lapangan pekerjaan, ada uangnya, ada talent, ada sekolah, benar-benar Silicon Valley,” pungkas Irawan.

Induk Perusahaan Fintech UangMe Dapat Pendanaan Lebih dari 336 Miliar Rupiah

SuperAtom, startup teknologi finansial binaan Cheetah Mobile, baru saja mengumumkan pendanaan $24 juta setara 336,8 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin Gobi Partners melalui Meranti ASEAN Growth Fund. Di Indonesia, mereka meluncurkan platform p2p lending UangMe — sudah terdaftar di OJK sejak Juli 2018.

Layanan finansial SuperAtom juga akan memanfaatkan 60 juta pengguna mobile internet Cheetah Mobile di Asia Tenggara ke depannya. Terlebih dalam investasi ini perusahaan telekomunikasi tersebut turut menjadi co-lead investor. Filipina ditargetkan akan menjadi sasaran pasar berikutnya.

Melihat statistik di Google Play Store sebagai akses utama transaksi dan layanan, saat ini aplikasi peminjam UangMe sudah diunduh lebih dari 1 juta kali dan aplikasi pemberi pinjaman sudah digunakan lebih dari 50 ribu kali.

SuperAtom didirikan oleh dua orang founder, yakni Johnny Li dan Scarlett Xiao. Melihat di laman profil LinkedIn-nya, Johnny saat ini masih aktif di jajaran Cheetah Mobile sebagai GM of International Business Development.

“Negara seperti Indonesia mendapatkan pertumbuhan PDB per kapita dari US $3.800 menjadi US$ 7.000 dalam sepuluh tahun ke depan, sehingga potensi pasar sangat besar. Di luar Indonesia, Filipina juga merupakan pasar yang sangat menarik karena memiliki 100 juta populasi dan PDB mereka tumbuh sebesar 6,2%,” ujar Scarlett.

Ia menambahkan, “Kami sedang bersiap-siap untuk memasuki pasar yang menarik ini (Filipina) karena kami baru saja diberikan lisensi keuangan oleh Philippines Securities and Exchange Commission.”

Application Information Will Show Up Here

Techstars Bawa Program Akselerasi ke Asia

Pekan lalu, DailySocial menghelat sesi Meet & Greet yang dipimpin akselerator global asal Amerika Serikat, Techstars. Kedatangan Techstars ke Indonesia merupakan bagian dari tur pengenalan program akselerasi yang bakal berlangsung di Abu Dhabi pada Januari 2020 mendatang.

Techstars sendiri adalah akselerator startup tahap awal (seed) yang berbasis Boulder, Colorado, Amerika Serikat. Techstars telah beroperasi di 16 negara dengan total venture capital market cap mencapai $65,7 miliar.

Saat ini, Techstars telah mengakselerasi dan mendanai sebanyak 2.400 perusahaan yang tersebar di 170 negara. SendGrid, DigitalOcean, Sphero, dan ClassPass adalah sejumlah startup yang sukses mengikuti program ini. DigitalOcean malah menjadi startup dengan total penerimaan pendanaan tertinggi, $123 juta, yang pernah dibina Techstars.

Selain startup, Techstars juga berkolaborasi dengan sejumlah perusahaan berskala besar untuk menjalankan corporate innovation lewat sejumlah program, seperti program akselerasi dan innovation bootcamp. Beberapa di antaranya adalah Ford, IBM, Verizon, dan SAP.

Techstars Hub71 Accelerator

Baru-baru ini, Techstars melawat ke sejumlah kota di Asia dalam rangka memperluas cakupan akselerasinya yang selama ini terpusat di Amerika Serikat.

Managing Director Techstars Hub71 Accelerator Vijay Tirathrai mengungkap, ia membawa misi untuk bertemu dengan para founder dan ekosistem startup, tak terkecuali di Indonesia. Tujuannya tak lain untuk membantu industri startup di Asia agar dapat berkembang.

Di Indonesia, Techstars baru masuk melalui program Startup Weekend yang berbasis di Jakarta. Tirathrai menyebutkan Techstars telah menghelat 4.000 event Startup Weekend dalam setahun di seluruh dunia.

“Startup di sektor teknologi sangat berbeda dan sulit menjalankannya. Bahkan kami telah melihat 200 perusahaan exit. Selama ini kita sering dengar kisah sukses startup, seperti Gojek. Tetapi kita jarang mendengar kisah [startup] yang gagal. Kami beruntung 90 persen perusahaan [yang kami akselerasi] bertumbuh,” tuturnya di kantor DailySocial, Kamis (5/9).

Untuk menggelar program akselerasi ini, Techstars berkolaborasi dengan global hub Hub71 dan perusahaan investasi Mubadala Investment Company berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab.

Pendaftaran aplikasi sudah dibuka sejak hari ini dengan batas waktu hingga 13 Oktober 2019. Adapun program akselerasi dimulai pada Januari 2020 dan Demo Day pada 13 April 2020.

Techstars

“Kami tidak mencari startup yang memiliki pendapatan Rp1 miliar sebelum datang dan berbicara dengan kami. Kami mencari tim [startup] yang cerdas,” ujarnya.

Tirathrai menjelaskan ketentuan dan kritera yang dicari pada Mentorship Driven Accelerator Program ini. Pertama, ada sepuluh startup yang dipilih yang akan menerima pendanaan hingga $120 ribu (setara Rp1,68 miliar) dan menjalani bootcamp selama tiga bulan.

Selama tiga bulan ini, startup terpilih akan mengikuti program mentor engagement and feedback, execution and rapid iteration, dan preparation fundraising and demo day.

Sementara untuk kriteria lainnya, startup setidaknya memiliki tim 2 sampai lebih dari 20 orang dan idealnya memiliki Chief Technology Officer (CTO). Startup yang dicari berada di tahap pra-seed, seed, dan seri A ke atas yang sudah memiliki pre-product dan pre-revenue hingga yang sudah mengantongi jutaan dolar pendapatan.

“Kriteria ini sebetulnya tak wajib, hanya preferensi. [..] Saya pikir startup perlu skill set teknologi untuk bisa membangun teknologi. Ada case [di Techstars] yang berhasil tanpa CTO. Tetapi punya CTO itu krusial. Untuk kesuksesan jangka panjang, startup harus punya sosok yang memilki engineering skill,” jelasnya.

Sektor yang dicari pun terbuka untuk berbagai jenis, mulai dari ICT & semikonduktor, real estate & infrastruktur, manufaktur, petroleum, energi terbarukan, metal dan mining dengan fokus pada solusi teknologi AI/digital interface, AR/VR mixed, blockchain, cybersecurity, Internet of Things (IoT), teknologi pembayaran, dan robotic.

Untuk menunjang program akselerasi ini, lebih dari 10.000 mentor di seluruh dunia bergabung dengan Techstars. Tirathrai berujar bahwa pihaknya mencari sosok yang memiliki skill set dan pengetahuan. Tak kalah penting, mentor harus memiliki semangat berbagi dan mau meluangkan waktu.

“Kriteria lain yang perlu dimiliki mentor adalah sebuah mindset dan kultur untuk mau berbagi pengetahuan dan waktu tanpa meminta imbal balik,” ujarnya.

Grab Disebut Dorong Ovo dan Dana untuk Merger

Reuters menyebutkan bahwa Grab, salah satu pendukung platform pembayaran digital Ovo, sedang mendorong terjadinya merger antara Ovo dan Dana. Disebutkan langkah ini merupakan bagian persaingan Grab dan Gojek, termasuk di platform pembayaran. GoPay dan Ovo kita kenal sebagai dua platform terpopuler untuk pembayaran digital di Indonesia, sementara Dana membuntuti sebagai pesaing terdekat keduanya.

Belum ada konfirmasi resmi dari semua pihak yang terlibat.

Ovo awalnya didirikan oleh Lippo Group dan telah memperoleh dukungan Grab dan Tokopedia. CEO Ovo saat ini, Jason Thompson, sebelumnya adalah Head of GrabPay.

Sumber Reuters menyebutkan rencana ini sudah didiskusikan dengan CEO Softbank Masayoshi Son saat kedatangannya ke Jakarta beberapa waktu lalu dan ia sudah memberikan persetujuannya.

Softbank adalah investor signifikan bagi Grab, sedangkan Alibaba, juga portofolio terbesar Softbank, memiliki separuh kepemilikan Dana melalui Ant Financial (Alipay)–separuhnya dimiliki oleh Emtek yang baru saja menutup BBM.

Merger Ovo dan Dana, jika terwujud, bakal menjadi amunisi yang luar biasa di sektor pembayaran, mengingat Dana digunakan oleh platform marketplace besar lainnya, Bukalapak, dan kini sedang menggencar melancarkan promosi di merchant offline.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pluang Dapatkan Pendanaan Seri A 42 Miliar Rupiah, Dipimpin Go-Ventures

Pluang (dulu bernama EmasDigi) baru saja mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau setara 42 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh Go-Ventures, unit modal ventura milik unicorn Gojek.

Penambahan investasi ini akan difokuskan perusahaan untuk meluncurkan produk baru. Beberapa yang sudah mulai dipajang di situsnya adalah produk investasi valuta asing, tabungan berjangka, dan saham.

Akhir Juni 2019 lalu, EmasDigi memutuskan rebranding secara menyeluruh dengan brand Pluang. Langkah ini menyusul perubahan strategi bisnis, dari jual-beli emas menjadi platform investasi.

Pluang terafiliasi dengan PT Celebes Artha Ventura, telah terdaftar dan diawasi oleh OJK, untuk menyajikan investasi di luar emas. Sementara Pluang (emas) terafiliasi dengan PT PG berjangka yang memegang lisensi dan diawasi oleh BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi).

“Dalam hal solusi investasi, orang Indonesia kurang terlayani, dan kami melihat kurangnya akses ke produk keuangan yang menarik perhatian masyarakat,” ujar Co-Founder Pluang Claudia Kolonas menjelaskan latar belakang pendirian perusahaannya.

Sementara itu, VP Investment Go-Ventures Aditya Kumar memaparkan, pihaknya yakin bahwa Pluang dapat mendemokratisasi layanan keuangan di Indonesia. Ia terkesan dengan kapabilitas tim dalam menyajikan produk tabungan mikro.

Di Indonesia, Pluang bersaing langsung dengan beberapa platform investasi. Salah satunya e-mas yang dikembangkan tim Orori, sajikan layanan serupa, membantu masyarakat Indonesia berinvestasi emas melalui aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Program Akselerator “Gojek Xcelerate” Diluncurkan, Sasar Startup Tahap Awal

Gojek bersama Digitaraya meluncurkan sebuah program akselerator yang diberi nama Gojek Xcelerate. Seperti namanya, program tersebut bertujuan membantu startup di Indonesia untuk membesarkan bisnisnya yang masih berusia dini.

Selain Digitaraya, Gojek juga mendapat dukungan dari Google Developers Launchpad, UBS, dan McKinsey & Company. Masing-masing perusahaan tersebut menyumbangkan keahliannya dalam program akselerasi ini.

Dalam jumpa pers yang digelar di Menara Digitaraya pada Selasa (10/9) siang tadi, program akselerator ini akan mencari 20 startup dalam 4 angkatan selama 6 bulan ke depan. Gelombang pertama program ini dijadwalkan berlangsung dari 10 September hingga 27 September.

Managing Director Digitaraya Nicole Yap menegaskan bahwa startup yang dicari dalam program ini harus yang bisnisnya sudah berjalan meskipun masih berskala kecil. “Fokus kita ke startup yang masih early stage,” kata Nicole.

Nicole juga menambahkan bahwa saat ini ada jarak antara jumlah startup yang makin banyak di Indonesia dengan aliran pendanaan yang hanya masuk segelintir startup. Jarak tersebut yang menurut Nicole diusahakan teratasi lewat program akselerator ini.

SVP of Product Management Gojek Dian Rosanti menyebut, pihaknya sejatinya punya riwayat mentoring dan pembinaan ke sejumlah startup. Namun ia mengakui pihaknya belum punya cukup pengalaman untuk menggelar program akselerasi sehingga menggandeng Digitaraya.

Dalam program ini Gojek Xcelerate menyusun kurikulum bersama mitra mereka. Kurikulum itu memuat sejumlah materi mulai dari growth hacking, penggunaan machine learning, data science, pengembangan model bisnis yang tepat untuk startup, serta cara mengukur valuasi perusahaan.

Peserta juga akan diberi kesempatan konsultasi tatap muka dengan mentor yang punya pengalaman industri teknologi global. Gojek bahkan menjanjikan startup yang memiliki solusi yang cocok diaplikasikan untuk mitra atau konsumen Gojek untuk masuk ke dalam platform mereka.

“Maka dari itu kita memberi kesempatan bagi peserta program kami yang bisa menemukan solusi bagi mitra atau konsumen Gojek untuk masuk dalam platform Gojek,” ucap Dian.

Indonesia masih dinilai sebagai negara dengan potensi yang besar bagi perkembangan startup. Riset Google dan Temasek memperlihatkan Indonesia diprediksi berkontribusi US$100 miliar atau Rp1.400 triliun dalam ekonomi Asia Tenggara pada 2025. Dari 847 startup terdaftar, 46 di antaranya tercatat meraup pendanaan sebesar Rp57 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Program “Startup Generator” Antler Meluncur di Indonesia Tahun 2020

Didirikan tahun 2017 lalu di Singapura, Antler sebagai startup generator berencana berinvestasi sekaligus membantu calon entrepreneur dan pendiri startup mengembangkan startup mereka di Indonesia. Masih dalam tahapan pencarian individu yang berkualitas, rencananya Antler akan meresmikan batch pertama di Indonesia tahun 2020 mendatang.

Managing Partner Antler Jussi Salovaara mengungkapkan, program yang dilancarkan perusahaannya berbeda dengan program inkubasi atau akselerator yang sudah banyak dikembangkan secara global.

Fokus ke individu yang memiliki visi, pengalaman, serta latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang mendukung, Antler ingin membantu mereka mendirikan bisnis yang sehat dan meminimalisir terjadinya kegagalan saat mendirikan startup.

“Bukan hanya membantu mereka mendirikan startup yang relevan, program yang dihadirkan Antler juga membantu mereka menciptakan bisnis yang tidak terlalu mainstream dan mencoba untuk memberikan solusi dan peluang bisnis yang tepat.”

Antler memiliki rencana membantu 20 startup Indonesia setiap tahunnya dengan memberikan dukungan kepada pendiri startup untuk membentuk tim yang tepat, memberikan pendanaan untuk tahapan awal (pre-seed dan seed), dan memberikan akses ke platform hingga jaringan secara global.

Investasi yang akan digelontorkan Antler adalah $100 ribu per startup.

Antler juga akan memberikan berupa grant atau uang saku setiap dua bulan kepada peserta yang mengikuti program. Mereka yang berhasil bakal mengikuti program lanjutan selama beberapa bulan berikutnya yang fokus untuk meluncurkan dan mulai menumbuhkan perusahaan mereka dengan dukungan dari para mentor, penasihat, dan VC. Tidak melulu didukung mentor asing, Antler juga didukung mentor asal Indonesia yang berkualitas, termasuk CEO GDP Venture Martin Hartono dan Presiden Direktur Blue Bird Noni Purnomo.

Saat ini Antler sudah tersebar di 8 lokasi, yaitu Singapura, London, New York, Sydney, Stockholm, Oslo, Nairobi dan Amsterdam. Sejak program pertamanya di Singapura tahun 2018 lalu, Antler mengklaim telah menghasilkan lebih dari 80 perusahaan teknologi baru.

Menargetkan eks pegawai startup unicorn

Dua contoh startup lulusan program Antler adalah Sampingan yang telah mendapatkan pendanaan tahapan awal dari Golden Gate Ventures dan Base yang telah memperoleh dana tahap awal dari East Ventures dan Skystar Capital. Kedua startup ini memiliki kesamaan, yaitu para pendirinya pernah menjadi pegawai startup unicorn Gojek.

Menurut Jussi, salah satu profil peserta program Antler yang berpotensi adalah memiliki pengalaman bekerja di startup ternama atau memiliki latar belakang pengalaman bekerja di korporasi dan perusahaan besar.

“Saya melihat lulusan atau mantan pegawai startup unicorn menjadi peserta yang paling berpotensi. Seperti yang sudah dibuktikan oleh Wisnu Nugrahadi (Sampingan) dan Yaumi Fauziah Sugiharta (Base) yang sebelumnya pernah bekerja di Gojek.”