Setelah Malaysia, Xendit Akan Lanjutkan Ekspansi Regional

Setelah resmi masuk ke Malaysia, startup payment gateway Xendit akan melanjutkan ekspansi berikutnya ke sejumlah negara di Asia Tenggara dalam rangka mewujudkan ambisi sebagai pemain terdepan di segmen ini. Malaysia merupakan ekpansi kedua Xendit setelah masuk ke Filipina sejak 2020.

“Kami bangga dengan produk kami. Misi kami adalah mengembangkan produk ini ke berbagai negara ASEAN. IPO bukan wacana sekarang tapi suatu hari. Fokus 2023 dan beberapa tahun ke depan masih ke regional, mau bawa produk dari Indonesia ke luar negeri,” terang Co-founder dan COO Xendit Tessa Wijaya dalam media gathering, Kamis (12/1).

Hanya saja, Tessa enggan memaparkan lebih rinci rencana strategis mengenai negara berikutnya yang tengah dijajaki. Ia menjelaskan ada sejumlah alasan strategis di balik keputusan perusahaan memilih Malaysia sebagai negara kedua yang dirambah, termasuk juga alasan memilih Payex sebagai mitra lokalnya.

Pertama, di Negeri Jiran tersebut punya kesamaan dari preferensi metode pembayaran yang dipilih. Salah satunya adalah memindai kode QR yang kini makin populer di Malaysia, hal yang sama juga terjadi di Indonesia dengan kehadiran QRIS. Kondisi tersebut memvalidasi bahwa teknologi yang sudah dibangun Xendit di Indonesia dapat diboyong ke sana agar terjadi pemerataan solusi gerbang pembayaran yang sama antara UMKM di Malaysia dengan Indonesia.

Kedua, dari Payex itu sendiri, startup yang disuntik Xendit, merupakan perusahaan sejenis yang baru berdiri sejak dua tahun lalu. Startup ini fokus pada penyediaan solusi gerbang pembayaran untuk UMKM, sejalan dengan misi Xendit yang ingin mendukung UMKM dengan menyediakan solusi pembayaran digital di Asia Tenggara.

Kesempatan tersebut membuka banyak potensi sinergi yang bisa dilakukan untuk mengembangkan UMKM di sana sedini mungkin agar dapat tumbuh bersama. “Terakhir, yang terpenting mereka itu punya company culture yang sama dengan kami. Kami sangat pentingkan itu karena misalkan punya culture yang selaras akan sangat gampang mengembangkan ide-ide yang ada.”

Sebagai catatan, ekspansi ke Malaysia ini merupakan tindak lanjut dari pengumuman investasi dari Penjana Kapital untuk Xendit pada 2021, melalui program Dana Penjana Nasional. Sebagai langkah strategis pertamanya di dalam negeri, Xendit telah mengumumkan investasi pada pemain fintech lokal, Payex – penyedia gerbang pembayaran berlisensi Bank Negara Malaysia. Tidak disebutkan nominal dana yang diberikan dari Xendit.

Pencapaian Xendit

Dalam kesempatan yang sama, perusahaan secara grup juga mengumumkan pencapaian bisnisnya selama setahun kemarin. Disebutkan telah memproses lebih dari 200 juta transaksi pembayaran digital di Indonesia dengan nilai total volume transaksi lebih dari $20 miliar (sekitar Rp300 triliun). Angka ini naik 30% secara year-on-year dibandingkan tahun sebelumnya.

Adapun, untuk jumlah merchant aktif yang dilayani Xendit Group mencapai 3.500 pelaku usaha, terdiri dari 70% merchant UMKM dan 30% perusahaan. Dari segi fitur, ada sejumlah peningkatan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kepuasan merchant.

Di antaranya, menyediakan pembayaran berkala (recurring payments) untuk permudah merchant dalam pembayaran melalui kartu kredit, e-wallet, debit langsung secara teratur. Kemudian, peningkatan autentikasi yang diperbarui untuk membantu merchant, menerima pembayaran melalui kartu kredit dengan aman, dan tokenisasi dompet elektronik demi menciptakan alur pembayaran yang lebih nyaman bagi pelanggan dan meningkatkan tingkat keberhasilan pembayaran

Dari data internal, juga dipaparkan mengenai tren pembayaran digital di Indonesia untuk menggambarkan frekuensi penggunaan layanan Xendit Group oleh merchant. Temuan tersebut adalah:

1.Virtual Account menjadi metode pembayaran paling populer.
Dari 200 juta transaksi yang diproses, sebanyak 36% di antaranya adalah transfer Virtual Account (VA). Selanjutnya, penggunaan uang elektronik dan kartu kredit menempati urutan kedua dan ketiga sebagai metode pembayaran terpopuler di merchant Xendit.

2.Paylater catatkan pertumbuhan 10 kali lipat.
Penggunaan fasilitas pembayaran paylater semakin diminati konsumen, terbukti dari volume pembayaran yang meningkat hingga 10 kali lipat, diikuti dengan kartu kredit (6 kali lipat), uang elektronik (5 kali lipat) dibandingkan tahun sebelumnya.

3.Sektor wisata dan hiburan bangkit signifikan pasca-pandemi.
Xendit Group mencatatkan sektor pariwisata tumbuh tertinggi (181,4%), kemudian disusul hiburan — gaming, tiket pertunjukan, tempat wisata (132,5%), dan restoran (68,4%). Sektor-sektor ini mengalami lonjakan transaksi sepanjang November-Desember 2022, memperlihatkan bahwa konsumen kembali membelanjakan uang untuk keperluan hiburan dan rekreasi pasca berakhirnya pandemi.

4.Transaksi tertinggi berada di sektor bisnis jasa.
Dari sekian banyak merchant Xendit Group, data menunjukkan bahwa sektor yang mencatatkan frekuensi transaksi paling banyak adalah jasa (96 juta transaksi), layanan finansial (61,3 juta transaksi), dan produk digital —voucher game, e-book (56 juta transaksi).

5.Penggunaan QRIS terus meningkat.
Selama 2022, Xendit Group telah memfasilitasi lebih dari 20 juta transaksi dengan volume sebesar $150 juta (sekitar Rp2 triliun). total volume transaksi ini meningkat 17,25% dari tahun sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here

Sukses Rangkul 80 Ribu Mitra Agen Asuransi di Indonesia, Fuse Replikasi Model Ini di Vietnam

Sebagai platform insurtech yang memberdayakan agen asuransi dengan platform digital, saat ini Fuse mengklaim terus mengalami pertumbuhan bisnis  positif. Meskipun menyadari masih rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, namun banyak peluang bagi insurtech untuk menggarap sektor ini dengan layanan yang beragam.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Fuse Andy Yeung mengungkapkan, hingga saat ini dan tahun 2023 mendatang, fokus perusahaan terus berupaya  memperkuat posisi sebagai insurtech terbesar di Indonesia.

“Kami terus berupaya memanfaatkan berbagai aspek untuk meningkatkan daya saing digital di tanah air. Beberapa caranya dengan mengoptimalkan sistem digital, proses dan saluran distribusi Fuse, serta membangun kepercayaan pelanggan terhadap ekosistem asuransi.”

Setelah meluncurkan Fuse Pro beberapa waktu lalu, mereka melihat partner/agen/broker masih punya peran penting dalam rantai nilai penjualan asuransi. Di masa mendatang peran tersebut tidak akan didisrupsi oleh teknologi. Melalui Fuse Pro diharapkan bisa membantu dan mendukung para mitra bisa melakukan transaksi asuransi secara online, serta meningkatkan keterampilan digital mereka.

Saat ini Fuse memiliki lebih dari 80 ribu partner/agen/broker terdaftar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Fuse juga menggenjot strategi kemitraan. Salah satunya bersama Tokopedia untuk pemenuhan kebutuhan asuransi umum bagi pengguna.

Platform insurtech ini didirikan sejak 2017 oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar. Mereka mengklaim sebagai aplikasi pionir yang berfokus pada model keagenan. Hal ini dinilai relevan dengan kondisi di Indonesia, sebanyak 97% dari populasi masih berstatus underinsured dikarenakan kurang percaya dengan sistem perasuransian yang ada saat ini.

Selain Fuse yang mengandalkan layanan keagenan, insurtech lainnya yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah, PasarPolis melalui PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya.

Pertumbuhan positif di Vietnam

Tahun 2021 lalu Fuse telah merampungkan pendanaan seri B. Tidak disampaikan nominal investasi yang didapat. Adapun putaran ini dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya, termasuk East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, dan sejumlah investor yang tidak disebut identitasnya.

Fuse berada di posisi yang tepat saat ini untuk memasuki pasar asuransi yang masih underpenetrated atau belum terlayani. Dengan menggunakan platform teknologi Fuse yang unik, yaitu menggabungkan berbagai model distribusi, menyesuaikan dengan berbagai cara-cara konsumen untuk membeli asuransi.

“Kesuksesan di Indonesia akan kami replikasikan ke banyak negara di Asia Tenggara, karena kami berharap kehadiran Fuse bisa membuat semakin banyak orang di Asia Tenggara mendapatkan perlindungan asuransi.”

Terkait dengan pertumbuhan bisnisnya di negara lain seperti Vietnam, tercatat bahwa saat ini Fuse telah menerbitkan lebih dari 5 juta polis di negeri naga biru tersebut sejak resmi hadir tahun lalu.

Di sana Fuse menawarkan produk asuransi mikro melalui kanal e-commerce dengan harga yang terjangkau bagi semua kalangan. Lantas baru- baru ini, Fuse mereplikasi model Business to Agent/Broker to Customer–yang terbukti sukses dikembangkan di pasar Indonesia–ke negara Vietnam.

Menurut data laporan e-Conomy SEA 2022 yang dipublikasikan oleh Google, Temasek dan Bain & Company. Pertumbuhan ekonomi digital Vietnam diproyeksikan akan cemerlang pada tahun 2025. Vietnam diprediksi mencapai GMV sebesar $ 23 miliar di akhir tahun 2022 dan  US$ 49 miliar di tahun 2025.

Industri asuransi umum di Vietnam juga diprediksi akan tumbuh 2 karena didukung oleh pemulihan ekonomi yang kuat, peningkatan frekuensi bencana alam, dan pertumbuhan asuransi wajib.

“Kami sangat meyakini bahwa transformasi asuransi digital dapat membantu lebih banyak orang mendapatkan proteksi asuransi, dan semoga tingkat penetrasi asuransi dapat meningkat secara substansial di tahun-tahun mendatang di Indonesia, Vietnam dan Asia Tenggara,” kata Andy.

Application Information Will Show Up Here

Privy Realisasikan Ekspansi ke Australia Pasca-Putaran Seri C

Startup penyedia layanan tanda tangan digital dan identitas digital Privy mengungkapkan akan ekspansi ke Australia. Negara ini adalah tujuan pertama perusahaan pasca-perolehan putaran seri C sebesar $48 juta yang diumumkan pada November 2022.

Kabar ini diumumkan langsung oleh Co-Founder dan CEO Privy Marshall Pribadi dalam unggahan di laman LinkedIn-nya. “Thanks IA-CEPA ECP Katalis for supporting Privy’s expansion to Australia. Looking forward to working together with you guys!,” tulisnya, kemarin (13/12).

Dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Marshall tidak merespons seluruh pertanyaan yang dikirimkan hingga berita ini diturunkan.

Ekspansi ini disebut terealisasi berkat kerja sama Privy dengan IA-CEPA ECP Katalis (Katalis). Katalis adalah program kerja sama ekonomi bilateral yang mendukung perdagangan dan investasi yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif antara Indonesia dan Australia. Program ini didirikan berdasarkan perjanjian perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) yang berlaku sejak 5 Juli 2020.

Katalis bekerja sama dengan pelaku bisnis dan pemerintah untuk mengimplementasikan IA-CEPA, melengkapi kegiatan pembangunan Australia yang ada, menghadirkan pendekatan yang berorientasi komersial, bilateral, dan gender serta inklusif secara sosial untuk semua yang dilakukan.

Pembentukan IA-CEPA memiliki beberapa latar belakang. Indonesia dan Australia merupakan mitra perdagangan yang strategis sehingga dibentuknya IA-CEPA dapat menciptakan kerangka kerja bagi Australia dan Indonesia untuk membuka potensi besar kemitraan ekonomi bilateral, mendorong kerja sama ekonomi antara bisnis, komunitas, dan individu.

Rencana ini sebelumnya sudah disebutkan oleh Marshall saat memperoleh pendanaan seri C yang diumumkan pada November 2022. Ia menyampaikan dengan dukungan dan pengalaman global KKR & Co Inc.,, dikombinasikan dengan dukungan investor MDI Ventures, GGV Capital, dan TMI yang memainkan peran penting dalam mencapai kesuksesan perusahaan sejauh ini.

“Privy berada di posisi tepat untuk berinovasi lebih jauh dengan penawaran dan kemampuan lebih kuat, serta membangun fondasi yang kuat untuk ekspansi ke luar negeri,” ucapnya.

Pernyataannya didukung oleh Louis Casey sebagai Growth Technology Lead KKR di Asia Tenggara. Dia bilang, “Privy telah membangun platform terdepan di industri yang menggabungkan fitur-fitur utama, desain yang ramah pengguna, serta infrastruktur yang aman dan kuat. Kami ingin memanfaatkan jaringan global dan keahlian operasional KKR untuk membawa Privy ke tingkat pertumbuhan berikutnya dan memperluas kepemimpinannya dalam kepercayaan digital bagi individu dan perusahaan di Indonesia dan sekitarnya.”

Perkembangan Privy

Didirikan pada 2016, Privy menawarkan berbagai layanan termasuk identitas digital, tanda tangan digital, verifikasi digital, dan produk dan layanan manajemen dokumen di berbagai sektor termasuk layanan keuangan, kesehatan, dan pendidikan.

Dalam perkembangannya di 2018, Privy menjadi lembaga non-pemerintah pertama yang mendapatkan lisensi sebagai Otoritas Sertifikat (CA) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia. Setahun kemudian, menjadi penyedia layanan e-KYC pertama yang terdaftar di OJK.

Diklaim, saat ini Privy adalah pemimpin pasar dengan lebih dari 30 juta pengguna terverifikasi dan 1.800 konsumen perusahaan pada produk tanda tangan digital, verifikasi digital, dan langganannya, serta memproses lebih dari 40 juta tanda tangan digital per tahun.

Menurut laporan Statista, pasar solusi identitas digital secara global diproyeksikan tumbuh dari $23,3 miliar pada 2020 menjadi $49,5 miliar pada 2026. Pertumbuhan pasar yang sangat cepat ini didorong oleh meningkatnya kasus penipuan identitas, pelanggaran data, dan peraturan pemerintah baru.

Halodoc Persiapkan Ekspansi Regional

Startup healthtech Halodoc mengungkapkan rencana ekspansi regional. Thailand, Vietnam, dan Malaysia adalah negara tetangga yang dibidik perusahaan karena dinilai punya kesamaan masalah seperti Indonesia.

Mengutip dari wawancara CEO Halodoc Jonathan Sudharta di Nikkei Asia, ia menyebutkan bahwa perusahaan selalu memiliki mimpi untuk menyederhanakan akses kesehatan. “Kami tidak pernah menyebut itu hanya untuk Indonesia,” jelasnya.

Jonathan tidak merinci detail mengenai jadwal ekspansi perusahaannya tersebut. Baik Thailand, Vietnam, dan Malaysia, memiliki masalah yang sama dengan Indonesia, salah satunya adalah kemacetan lalu lintas. Setelah ekspansi regional, Jonathan berniat untuk bergerak ke luar wilayah tersebut.

Ia beralasan, biasanya Indonesia mengimpor solusi dari luar negeri, tetapi sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki begitu banyak masalah perawatan kesehatan yang berbeda sehingga perusahaan seperti Halodoc dapat menyelesaikan masalah di Indonesia. Ia pun meyakini bahwa solusinya dapat diekspor ke tempat-tempat, seperti AS, Eropa, Jepang, dan Singapura.

Saat dihubungi terpisah oleh DailySocial.id, Jonathan tidak merespons seluruh pertanyaan hingga berita ini diturunkan.

Kompetitor terdekatnya, Alodokter sudah melebarkan sayap ke Thailand sejak 2016 dengan brand PobPad. Sama seperti Alodokter, PobPad juga memberikan informasi seputar kesehatan berbahasa Thailand yang mudah dicerna oleh siapa saja. Namun, solusi PobPad tidak sekomprehensif Alodokter yang menyediakan telekonsultasi, belanja obat, dan buat janji konsultasi dengan dokter dan/atau mencari rumah sakit pilihan.

Fokus solusi preventif

Dalam perjalanan Halodoc sejak 2016, perusahaan aktif menyediakan berbagai solusi kesehatan yang sifatnya kuratif, kini masuk ke solusi-solusi yang berfokus pada preventif. Hal ini bisa ditemukan di dalam aplikasi Halodoc, di antaranya, Risiko Diabetes, Risiko Jantung, Kalender Menstruasi dan Kehamilan, Kalkulator BMI, Pengingat Waktu Minum Obat, Donasi, Cek Stres, Tes Depresi, dan masih banyak lagi.

Halodoc punya empat fitur utama, yaitu Toko Kesehatan, layanan untuk membantu pengguna membeli suplemen, vitamin, dan obat-obatan dengan resep dokter secara cepat, aman & nyaman di lebih dari 4.000 apotek rekanan; Chat Dokter yang memungkinkan pasien untuk berinteraksi dengan lebih dari 20.000 dokter berpengalaman dan terpercaya melalui chat, video call, atau voice call.

Selanjutnya, Janji Temu Dokter yang memungkinkan pengguna untuk membuat janji temu dengan dokter di 2.000 rumah sakit rekanan; dan, Layanan Medis & Lab untuk memesan berabgai layanan tes dan vaksinasi COVID-19 dengan metode walk in atau drive thru.

Di luar itu, perusahaan juga melakukan misi sosial dengan merilis aplikasi Bidanku yang diperuntukkan secara gratis buat para bidan di daerah terpencil. Bidanku menjadi perpanjangan tangan Halodoc untuk masuk ke daerah terpencil, populasi bidan di Indonesia yang populasi sekitar 240 ribu orang.

Bukalapak Mulai Validasi Potensi Warung di Filipina

Setelah BukaGlobal, PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) kembali melanjutkan gerilya bisnisnya ke luar Indonesia. Sebagaimana dilaporkan berbagai media arus utama, Bukalapak rupanya telah resmi beroperasi di Filipina melalui brand SmartSari sejak pertengahan tahun ini.

Ketika dihubungi, pihak Bukalapak masih enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai ekspansi ini.

Berdasarkan laporan tahunan Bukalapak, perusahaan tercatat telah mendirikan entitas legal SmartSari sejak April 2022 dengan persentase kepemilikan 99,99% atau setara nilai Rp2,69 triliun.

Diketahui, SmartSari merupakan bentuk duplikasi dari lini bisnis Mitra Bukalapak. Platform SmartSari memungkinkan pelaku UMKM mengembangkan bisnisnya. Salah satu keunggulan yang ditawarkan adalah pengiriman produk secara online.

Di Filipina, istilah “Sari” merujuk pada toko-toko kecil yang menjual makanan, minuman, maupun kebutuhan sehari-hari. Di Indonesia, kita mengenalnya sebagai warung.

Melalui aplikasi SmartSari, saat ini pemilik usaha baru bisa menjajakan produk  secara virtual (game voucher, pulsa). Namun, ke depannya penjualan produk dapat dilakukan di toko fisik. Kategori produk juga akan ditambah, seperti tiket, remitansi, dan pembayaran tagihan.

Kini, aplikasi SmartSari telah diunduh lebih dari 50 ribu kali di Google Play Store.

Potensi pasar Filipina

Ada beberapa tesis yang memungkinkan Bukalapak untuk memperluas lini bisnis Mitra sebagai langkah awal ekspansi.

Alih-alih masuk lewat lini Marketplace, Bukalapak melihat ada potensi pasar yang besar—serupa dengan potensi yang dimiliki Indonesia—tak lain adalah UMKM. Lagipula, sejauh ini pasar marketplace di Filipina dikuasai oleh dua pemain besar, yakni Lazada dan Shopee.

Menurut Venturra Discovery yang sudah lebih dulu menjajaki investasi di Filipina, negara tersebut memiliki sejumlah potensi besar, seperti jumlah populasi besar, demografi penduduk yang relatif muda, dan buying power terus meningkat.

UMKM merupakan fondasi utama perekonomian di Indonesia dan Filipina. Persentase pelaku UMKM di Filipina bahkan jauh lebih besar. Sebagai gambaran singkat, menurut Data Reportal, populasi Filipina per Januari 2022 mencapai 111,8 juta jiwa di mana 16,4% berada di segmen usia produktif, yakni 25-34 tahun. Pengguna internetnya sebanyak 76 juta atau 69% dari total populasi.

Sumber: Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain and Company
Sumber: Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain and Company

Kemudian, dari 1 juta pelaku bisnis yang tercatat resmi di Philippine Statistics Authority (PSA) di 2021, sebesar 99,58% adalah UMKM dan sisanya 0,42% adalah perusahaan skala besar. Dirinci berdasarkan kategorinya, 90% adalah pelaku usaha mikro, lalu 8,63% usaha kecil, dan 0,41% usaha menengah.

Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain and Company memproyeksikan nilai ekonomi digital Filipina sebesar $20 miliar atau tumbuh 20%  Di 2025, nilainya diestimasi tembus $35 miliar. Dari proyeksi tersebut, nilai industri e-commerce diperkirakan mencapai $14 miliar di 2022 dan diprediksi naik jadi $22 miliar di 2025. Adapun, penetrasi e-commerce di Filipina telah mencapai 88%.

Menilik kinerja Mitra Bukalapak, lini bisnis ini telah menjadi motor penggerak pertumbuhan perusahaan sejak beberapa tahun terakhir. Perlahan kontribusi pendapatannya melampaui Marketplace yang merupakan bisnis inti Bukalapak sejak awal.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2022, pendapatan Mitra naik 191% menjadi Rp1,44 triliun dibanding periode sama tahun lalu. Kontribusi terhadap total pendapatan juga naik dari 43% menjadi 53% (YoY). Saat ini, Bukalapak punya sebanyak 15,2 juta Mitra.

Application Information Will Show Up Here

Platform Rentalworks Meluncur di Indonesia, Sajikan Layanan Penyewaan dan Manajemen Perangkat IT Bisnis

Aset teknologi merupakan salah satu yang penting dalam operasional bisnis. Ini termasuk perangkat seperti laptop yang biasa digunakan para karyawan untuk menunjang produktivitasnya. Namun pada kenyataannya, pengelolaan perangkat kantor ini kadang memiliki tantangan tersendiri, misalnya terkait dengan penyegaran perangkat yang performanya sudah tidak bagus lagi.

Melihat pain points ini, Rentalworks hadir dengan layanan on-demand untuk penyewaan dan manajemen perangkat IT untuk bisnis. Startup asal Malaysia ini baru saja meresmikan debutnya di Indonesia, setelah sebelumnya terlebih dulu menjajaki pasar Singapura.

Kepada DailySocial.id, Country Manager Rentalworks Indonesia Primawan Badri mengungkapkan rencana dan target perusahaan untuk menghadirkan layanan kepada korporasi hingga UMKM di Indonesia.

Berfungsi sebagai “Device as a Service”

Rentalworks Indonesia meresmikan cabang pertamanya pada 12 Oktober 2022 lalu. Secara khusus mereka membantu perusahaan menavigasi lifecycle aset TI mulai dari proses akuisisi, pemeliharaan, hingga penyegaran perangkat melalui solusi leasing terpadu. Adapun target utama mereka cukup beragam, mulai dari usaha berukuran UMKM hingga perusahaan besar.

“Kami menggabungkan layanan keuangan teknologi dan asset end-of-life management. Kami menyediakan manajemen berbagai aset ICT yang seamless dan terintegrasi, sehingga perusahaan dapat fokus pada pengembangan bisnis mereka,” ujar Primawan.

Selain untuk memperlancar cash flow bisnis, menyewa juga merupakan sarana yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sirkular (circular economy). Sebagai provider penyewaan & manajemen aset IT, Rentalworks ingin berkontribusi pada hal tersebut dengan memungkinkan para pelanggan untuk mendapatkan perangkat IT yang mereka butuhkan tanpa harus membeli.

“Ke depannya kami melihat bawah akan semakin banyak orang yang beralih dari pembelian ke penyewaan & manajemen aset teknologi, kami sebut sebagai Device as a Service. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu alasan utamanya adalah perusahaan tidak perlu lagi repot-repot melakukan pengadaan, pembaruan, dan pemeliharaan berkala.”

Strategi monetisasi yang dilancarkan oleh Rentalworks adalah, untuk sewa cukup dengan berlangganan, dengan pilihan pembayaran bulanan atau dalam waktu 3 bulan, baik untuk sewa jangka pendek maupun jangka panjang. Termasuk di dalamnya layanan dan perangkat lunak yang dibutuhkan oleh pelanggan.

“Bahkan di tahap awal kami sudah menerapkan monetisasi sejak hari pertama. Selanjutnya kami akan menambahkan lebih banyak metode dengan menggabungkan, menawarkan solusi khusus dengan lebih banyak komponen bernilai tambah, dan menjual lebih banyak layanan,” kata Primawan.

Menyasar bisnis UMKM

Melalui layanan penyewaan dan manajemen aset IT kami, Rentalworks Indonesia ingin membantu digitalisasi dari 62 juta UMKM di Indonesia, sehingga mereka dapat bersaing dengan lebih baik lagi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara pesat.

“Kami menyediakan layanan untuk semua ukuran bisnis di Indonesia, dari yang kecil hingga besar. Namun salah satu target utama kami adalah bisnis UMKM, dan bisnis dengan jumlah karyawan kurang dari 500.”

Disinggung apa yang membedakan Rentalworks dengan platform serupa lainnya, secara khusus mereka menggabungkan bagian layanan TI dan pembiayaan teknologi di bawah satu atap. Sementara layanan yang lain kebanyakan hanya memiliki layanan TI dan perlu mencari pembiayaan dari pihak lain.

“Untuk persaingan, sebenarnya banyak yang menawarkan jasa rental/sewa aset IT, namun mayoritas adalah untuk jangka pendek (event harian/mingguan). Yang menawarkan penyewaan dan manajemen aset IT dalam timeline yang berkepanjangan seperti Rentalworks masih jauh lebih sedikit.”

Untuk bisa terus menjangkau lebih banyak klien, perusahaan melancarkan strategi dengan menciptakan kesadaran dan memberikan benefit layanan  kepada pelanggan. Rentalworks juga terus memperluas jaringan pelanggan secara langsung hingga memanfaatkan mitra. Tercatat perusahaan seperti HP, Dell, Lenovo dan Acer sudah menjadi mitra dari Rentalworks.

“Tahun depan kami berharap dapat memperluas basis pelanggan kami secara nasional, melayani lebih banyak segmen dan vertikal, dan memperluas cakupan layanan kami, menawarkan lebih banyak solusi kepada pelanggan kami.”

airasia Super App Indonesia Resmi Diluncurkan, Hadirkan Layanan “Ride-Hailing” di Bali

Setelah sebelumnya mengumumkan beberapa layanan baru, airasia Super App Indonesia akhirnya resmi meluncur di tanah air pada 2 November 2022 kemarin. Pertama kali hadir di Malaysia pada 2020, Indonesia menjadi negara ketiga setelah Thailand dan Filipina untuk ekspansi regional airasia Super App.

Sejak pandemi memukul bisnis perjalanan dan pariwisata, Capital A (sebelumnya AirAsia Group) diketahui secara aktif menghadirkan layanan baru sebagai upaya menumbuhkan pendapatan non-maskapainya. Dengan kehadiran superapp ini, pengguna diharapkan bisa merasakan pengalaman liburan yang lengkap melalui satu aplikasi.

Dalam peresmian yang berlangsung di Bali ini, turut hadir secara virtual CEO airasia Super App Amanda Woo. Ia mengaku sangat optimis dan menyebut Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang sangat kuat. Meskipun persaingan superapp lokal telah didominasi sejumlah pemain utama, ia yakin dengan diferensiasi dan pendekatan berbeda yang dilakukan perusahaan.

“Kami percaya tidak ada superapp lain di luar sana yang benar-benar dapat menyatakan diri sebagai travel super app dan mampu memberikan pengalaman secara menyeluruh kepada penggunanya dengan menggabungkan segmen perjalanan dan gaya hidup dalam satu platform,” ujarnya.

Faktanya, airasia Super App merupakan satu-satunya travel superapp yang memiliki maskapai sendiri. Posisi ini memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan database pengguna yang luas serta memperkuat segmen perjalanan. Secara keseluruhan, AirAsia sudah melayani lebih dari 51 juta penumpang dengan lebih dari 128 destinasi di 21 negara.

Dengan platform Online Travel Agent (OTA) yang terintegrasi, pengguna airasia Super App dapat melakukan pemesanan tiket pesawat dengan lebih dari 700 maskapai global dan memiliki pilihan akomodasi di lebih dari 700.000 inventori hotel seluruh dunia. Hingga saat ini, jumlah pengguna aktif harian airasia Super App disinyalir ada sekitar 1,25 juta orang.

Sebenarnya upaya menjadi travel superapp juga didengungkan unicorn lokal Traveloka. Konsepnya serupa, menggabungkan layanan akomodasi, pengalaman liburan, sampai dengan keuangan di dalam satu aplikasi.

airasia ride

Di kesempatan yang sama, airasia Super App sekaligus meluncurkan layanan transportasi ride-hailing roda empat, airasia ride. Sebelumnya, layanan airasia money dan food delivery sudah lebih dulu meluncur di Indonesia. Saat ini jangkauan layanan airasia ride baru sebatas Bali saja, namun pihaknya optimis bisa menjangkau pasar yang lebih luas.

Sebelumnya, airasia sempat mencuri perhatian dengan menawarkan kesempatan bagi pengemudi airasia ride untuk menjadi karyawan tetap dengan gaji bulanan lebih dari Rp10 juta di Malaysia. Ketika disinggung terkait benefit para pengemudi di Indonesia, pihaknya masih enggan memberi komentar. Layanan airasia ride sendiri sudah membuka pendaftaran untuk posisi driver sejak Oktober 2022.

“Kami akan terus mengupayakan bahwa tarif yang diterima pengemudi dipastikan adil. Hal ini merujuk pada salah satu nilai yang kami tawarkan yaitu Super Value, dengan berkomitmen memberikan tarif terbaik tidak hanya bagi para pengguna, tetapi juga pengemudi,” ujar Country Head of E-Commerce airasia Super App Arbi Wienandar.

Untuk bisa menikmati layanan ini, pengguna dapat mengunduh aplikasi airasia Super App, lalu geser ke kategori Delivery dan pilih menu ride. Kemudian, pilih titik tujuan yang diinginkan dan metode pembayaran sebelum memesan. Untuk saat ini, pilihan pembayaran yang tersedia hanyalah tunai atau kartu kredit/debit online.

Ketika disinggung mengenai target, pihaknya belum mau menjelaskan secara detail. Namun, perusahaan mengungkapkan fokus utamanya adalah untuk mengembangkan destinasi wisata utama dengan menyasar turis mancanegara, dimulai dari Bali. “Kami ingin mengoptimalkan layanan ini di Bali terlebih dulu,” tegas Arbi.

Di Indonesia sendiri, pemain ride-hailing masih didominasi duo hijau Grab dan Gojek. Bukan hanya itu, di Bali, airasia ride di Bali juga memiliki kompetitor lain, yaitu Maxim dan InDriver. Nama terakhir yang disebut memiliki pendekatan yang cukup berbeda dengan memungkinkan penumpang untuk mematok tarif di awal.

Application Information Will Show Up Here

Startup Paylater Vietnam “Fundiin” Dapat Pendanaan Seri A, Berencana Ekspansi ke Indonesia

Platform fintech asal Vietnam “Fundiin“, yang diklaim merupakan penyedia layanan BNPL pertama di negara asalnya, telah menerima pendanaan tahapan seri A senilai $5 juta.

Pendanaan ini dipimpin oleh Trihill Capital dan ThinkZone Ventures. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan ini di antaranya adalah 1982 Ventures, Genesia Ventures, JAFCO Asia, Zone Startups Ventures, dan Do Thu Ngan, mantan Deputy CEO Sacombank dan mantan CFO & COO JP Morgan Chase Vietnam.

Sebagai platform yang menyediakan pilihan pembayaran paylater, Fundiin telah membantu mitra ritel dan layanan e-commerce meningkatkan penjualan mereka hingga 30%. Fundiin saat ini memiliki 3 sub-produk BNPL tanpa biaya antara lain bayar dalam 3 kali angsuran bulanan, bayar 30 hari, dan pembayaran berulang.

Di Vietnam, Fundiin telah bekerja sama dengan lebih dari 300 mitra, memiliki lebih dari 4000 toko fisik, termasuk brand teratas dan perusahaan ritel terkemuka seperti Mobile World, Dien May Xanh, Unilever, Galaxy Play, Reebok, Paula’s Choice, Pigeon, Vua Nem, Giant International, dan lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk berkembang lebih cepat, berinvestasi dalam pengembangan produk baru, serta merekrut talenta, sebelum berekspansi ke Indonesia yang akan dilakukan pada saat putaran seri B mendatang.

“Fundiin sangat bangga menerima kemitraan dan dukungan dari investor yang kuat, terutama dari ThinkZone Ventures yang merupakan konglomerat terkemuka Vietnam sebagai LP, dan dari Trihill Capital untuk rencana ekspansi di masa depan ke Indonesia,” kata Co-Founder & CEO Fundiin Nguyen Anh Cuong.

Serupa dengan Indonesia, permintaan dari layanan BNPL di Vietnam terus mengalami peningkatan. Tercatat ketika tingkat penetrasi kartu kredit di negara maju berkisar dari 50% hingga lebih dari 70%, di Vietnam angka ini hanya sekitar 5% saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa Vietnam adalah pasar potensial yang tinggi untuk layanan BNPL.

“Vietnam, dan kawasan Asia Tenggara yang lebih luas, sebagian besar kurang ditembus oleh layanan keuangan. Kami percaya bahwa untuk menanggung risiko dengan benar, selain kapasitas teknologi, perlu juga pemahaman tentang budaya dan kearifan lokal. Dan kami melihat pemahaman dan kemampuan underwriting ada di tim Fundiin,” kata VP of Investments at Trihill Capital Valerianus Ian Sulaiman.

Trihill Capital merupakan salah satu venture capital yang aktif berinvestasi untuk startup di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Fit Hub, Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

Menyasar pasar Indonesia

Adanya kesamaan demand di Indonesia dengan Vietnam kemudian menjadi salah satu rencana yang akan dilancarkan oleh Fundiin untuk ekspansi ke Indonesia. Tidak disebutkan kapan mereka akan hadir, namun setelah merampungkan pendanaan Seri B dan merekrut talenta lokal, Fundiin akan segera hadir di Indonesia.

Berdasarkan laporan terbaru Kredivo bertajuk “Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia” per Juni 2022, paylater (17%) menjadi metode pembayaran digital yang paling sering digunakan setelah e-wallet (53%) dan transfer bank/virtual account (20%).

Laporan ini juga mencatat pengguna paylater di platform e-commerce meningkat menjadi 38% di 2022 dibandingkan tahun lalu yang sekitar 28%. Adapun survei ini dilakukan pada Maret 2022 pada 3500 responden di seluruh Indonesia.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai e-commerce dan keuangan digital berperan signifikan dalam mendorong penetrasi layanan digital lebih luas di Indonesia. Apabila tren positif ini terus berlanjut, ia meyakini pemerataan ekonomi dapat terealisasi lebih cepat dengan dukungan ekosistem digital.

Startup Insurtech Asal Singapura “Bolttech” Akuisisi Axle Asia, Perkuat Kehadiran di Indonesia

Startup insurtech asal Singapura Bolttech mengakuisisi kepemilikan saham mayoritas perusahaan broker asuransi Indonesia, yakni PT Axle Asia. Dengan aksi korporasi ini, Axle Asia resmi menjadi anak usaha dan selanjutnya akan melakukan rebranding.

Dalam keterangan resminya, akuisisi ini menjadi strategi untuk mengakselerasi distribusi kapabilitas Bolttech di Indonesia dalam menawarkan produk asuransi sekaligus melengkapi solusi bisnis existing.

Group CEO Bolttech Rob Schimek mengungkap, misi perusahaannya adalah membangun ekosistem perlindungan dan asuransi berbasis teknologi di dunia. “Angka pertumbuhan di Indonesia termasuk yang paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan ini membuka peluang bagi solusi-solusi insurtech dalam memenuhi kebutuhan konsumen lokal dan rekanan bisnis yang berubah secara dinamis,” ujarnya.

Diketahui, Bolttech tengah gencar mendorong ekspansi layanannya dengan mengakuisisi dua perusahaan di bidang asuransi selama hampir dua tahun terakhir. Bolttech mencaplok I-surance (Spanyol) di 2021 dan Ava Insurance Brokers (Singapura) di awal 2022.

Bolttech memperoleh status unicorn dalam kurun waktu 15 bulan sejak berdiri pada April 2020. Pendanaan Bolttech telah didukung oleh sejumlah investor, termasuk Alpha Leonis Partners, Dowling Capital Partners, B. Riley Venture Capital.

Sementara, Axle Asia adalah perusahaan broker asuransi berbasis di Jakarta yang berdiri di 2008. Axle Asia merupakan anak usaha dari aliansi strategis antara Axle Indonesia dan PT True Capital.

Komisaris Axle Asia Junaedy Ganie mengatakan, platform Bolttech saat ini memiliki posisi terdepan untuk membentuk masa depan distribusi asuransi. “Akuisisi ini akan memperkuat komitmen kedua perusahaan dalam menghasilkan inovasi dan menawarkan lebih banyak pilihan asuransi pada konsumen di Indonesia secara lebih cepat,” ungkapnya.

Adapun, pasca-akuisisi Axle Asia, Bolttech telah menunjuk Srinath Narasimhan sebagai General Manager untuk mengawasi pertumbuhan Bolttech di Indonesia.

Bolttech kini memiliki lebih dari 800 rekanan distribusi dan 200 perusahaan asuransi dalam jaringannya, serta resmi terdaftar pada 36 jurisdiksi internasional. Bolttech juga telah menawarkan premi asuransi bernilai lebih dari $50 miliar di seluruh dunia. Layanannya telah menjangkau 30 pasar di tiga benua, yakni Amerika Utara, Asia dan Eropa.

Pasar asuransi

Peluang untuk mendigitaliasi sektor asuransi masih sangat besar di Indonesia mengingat penetrasinya masih sangat rendah. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), tingkat penetrasi asuransi jiwa saja di Indonesia pada 2020 berkisar 1,2%, tertinggal dari Thailand (3,4%), Malaysia (4%), Jepang (5,8%), Singapura (7,6%), dan Hong Kong (19,2%).

Rendahnya penetrasi asuransi salah satunya dikarenakan tingkat literasi dan inklusi keuangan yang minim. Mengacu Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) di 2019, tingkat inklusi keuangan di Indonesia memang telah mencapai 76,19% dan tingkat literasi keuangan menyentuh 38,03%. Namun, tingkat inklusi asuransi baru sebesar 13,15% dan tingkat literasinya 19,4%.

Sejumlah startup insurtech berupaya mengambil kue dari peluang pasar dengan menawarkan nilai proposisi yang berbeda-beda. Salah satu pemain insurtech lama, Qoala memosisikan platformnya untuk segmen retail. Sementara, Aigis membidik segmen bisnis melalui layanan manajemen asuransi yang dipadukan dengan fitur wellness. 

Ada pula Rey Assurance yang mengklaim sebagai platform penyedia asuransi jiwa dan kesehatan pertama yang terintegrasi dengan ekosistem kesehatan dan wellness.

Rencana Startup E-commerce Enabler “Graas” Garap Pasar Indonesia

Layanan e-commerce di Indonesia hingga kini masih terus mengalami pertumbuhan. Tercatat internet ekonomi tumbuh dari $40 miliar di 2019 menjadi $70 miliar di tahun 2021. Dari nilai tersebut, $53 miliar berasal dari sektor e-commerce.

Melihat peluang tersebut saat ini banyak platform e-commerce enabler yang hadir, menawarkan teknologi hingga pengelolaan bisnis layanan e-commerce dari berbagai segmen.

Salah satu platform yang kemudian ingin menyediakan teknologi terpadu kepada layanan e-commerce adalah “Growth-as-a-Service” atau yang juga dikenal dengan Graas.

Kepada DailySocial.id Co-founder & CEO Graas Prem Bhatia menyebutkan, perusahaannya didukung oleh para profesional yang sudah memiliki pengalaman terbaik di layanan e-commerce. Setelah mendapatkan pendanaan seri A senilai $40 juta, Graas melakukan ekspansi di Indonesia.

Didukung teknologi artificial intelligence (AI)

Secara khusus Graas meluncurkan solusi “Growth-as-a-Service” untuk membantu brand meningkatkan layanan e-commerce mereka. Dengan mengedepankan visi untuk mengurangi kerumitan melalui penggunaan satu dasbor saja, diharapkan dapat mengurangi waktu brand untuk memasarkan dan menciptakan pendekatan pemasaran, inventaris, dan manajemen konten yang efisien dan terinformasi.

Saat ini Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan tercepat untuk e-commerce di dunia, dengan GMV $200 miliar. Namun demikian menurut Prem, meskipun ada potensi pertumbuhan yang signifikan, kebanyakan brand berada di bawah tekanan margin yang untuk dapat mengoptimalkan operasional layanan e-commerce mereka. Melihat hal tersebut Graas mencoba untuk mengatasi tantangan yang dihadapi para brand dalam tiga cara berbeda.

Pertama, Graas menghubungkan segmen bisnis yang sebelumnya tertutup untuk mengurangi kompleksitas data. Dengan demikian, dapat menciptakan kumpulan data terpadu yang membantu brand mengidentifikasi peluang pertumbuhan. Kedua, Graas menerapkan proprietary AI engine, untuk menganalisis kumpulan data ini dan memprediksi tren. Terakhir, Graas mengubah insight ini menjadi tindakan.

“Dengan model plug-and-play, solusi ini membuat pertumbuhan dapat diakses oleh brand dari semua ukuran, dengan kebutuhan minimal untuk menyesuaikan struktur internal mereka,” kata Prem.

Teknologi artificial intelligence (AI) yang mereka kembangkan diklaim menjadi faktor pembeda Graas dengan platform serupa lainnya. Mesin AI Graas mencakup seluruh bisnis e-commerce, end-to-end, di seluruh periklanan, etalase (konten & promosi), inventaris dan rantai pasokan.

Saat ini Graas telah mengantongi pendanaan Seri A senila $40 Juta. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Galaxy (Kejora-led SPV), Performa (multi-billion European Asset Manager-led SPV), Integra Partners, Yuj Ventures (Xander Group) dan AJ Capital. Beberapa angel investor dan pemimpin industri turut terlibat.

“Ashwin Puri (Co-founder) dan saya adalah veteran di bidang MarTech. Kami memiliki pengalaman secara dekat lanskap yang semakin kompleks yang dinavigasi oleh brand e-commerce, kami memahami potensi solusi seperti Graas,” kata Prem.

Dalam rangka mendukung laju pertumbuhan e-commerce, salah satu yang memiliki peran penting adalah perusahaan e-commerce enabler. Pada dasarnya, e-commerce enabler adalah perusahaan yang menyediakan layanan strategi digital A-Z (end-to-end) ke unit bisnis lain yang ingin menjual produknya secara online. Ragam layanan yang ditawarkan meliputi produksi konten, pembuatan halaman Official Store di marketplace, eksekusi pemasaran, integrasi kanal penjualan online, hingga pengiriman produk ke pelanggan.

Selain Graas, platform e-commerce enabler yang sudah hadir di Indonesia di antaranya adalah, aCommerce, SIRCLO, 8Commerce, JetCommerce dan Anchanto.

Ekspansi ke Indonesia

Graas telah memiliki lebih dari 350 karyawan, di 11 kantor di 7 negara. Dengan bertambahnya anggota baru dalam tim, perusahaan optimis dapat meningkatkan jumlah tersebut. Saat ini Graas berfokus untuk mempercepat pertumbuhan di kawasan ini dan membawa solusi ke lebih banyak brand besar dan kecil. Baru-baru ini perusahaan juga telah menunjuk pegawai senior utama untuk menjadi ujung tombak bisnis di Indonesia. Yaitu VP, Head of Business Indonesia Trisnia Anchali Kardia.

Trisnia Anchali Kardia selaku VP, Head of Business Graas Indonesia

Sebelumnya Trisnia menjabat sebagai CMO LINE Indonesia. Ia juga pernah bekerja di Zomato Indonesia dan Telkomsel Digital Advertising. Dengan pengalamannya yang luas di media dan industri digital di Indonesia, Trisnia akan fokus mengembangkan bisnis di salah satu pasar utama Graas.

“Layanan e-commerce di Indonesia tumbuh pada tingkat yang eksponensial dan merupakan salah satu pasar utama Graas. Setelah menunjuk Trisnia Anchali Kardia sebagai VP, Head of Business Indonesia, Graas bersemangat untuk mempercepat pertumbuhannya di Indonesia. Solusi Graas ditargetkan untuk semua brand dan pedagang yang ingin meningkatkan skala bisnis e-commerce mereka,” kata Prem.

Disinggung seperti apa strategi growth yang ideal menurut Graas, Prem menegaskan dengan growth atau pertumbuhan, hal yang rumit adalah tidak adanya strategi ;satu ukuran cocok untuk semua’. Hal ini terjadi karena semakin kompleksnya menjalankan bisnis e-commerce saat ini.

“Cara kami mengatasi ini adalah dengan memanfaatkan data untuk membuat keputusan paling optimal di setiap inci rantai. Secara tradisional, ini akan membutuhkan seluruh dukungan dari tim data science,” kata Prem.