Simona Ventures Mulai Debut, Galang Dana Hingga 140 Miliar

Simona Ventures memulai debutnya sebagai VC yang fokus untuk startup yang memberdayakan bisnis dan inisiatif membawa misi sosial terkait tantangan kesenjangan gender. Saat ini perusahaan tengah mengumpulkan penggalangan dana investasi dengan target $5-10 juta (sekitar Rp71 miliar-Rp142 miliar).

Managing Partner Simona Ventures Putri Izzati menjelaskan, startup yang dibidik pada tahap awal akan berada di Indonesia, perlahan merambah ke Asia Tenggara sampai akhirnya mencakup Asia Pasifik. Adapun nominalnya berkisar $50 ribu (711 juta Rupiah) sampai $200 ribu (2,84 miliar Rupiah) per startup, termasuk co-investing bersama investor lain. Diharapkan, proses penggalangan dana investasi kelar pada awal semester II/2019 mendatang.

“Sekarang kami masih dalam proses mencari potensial LP dari luar negeri dan lokal. Sebab untuk berinvestasi ke segmen ini ada tantangan bahwa mereka harus percaya, berinvestasi di segmen women empowering ini akan berdampak luas. Tidak hanya secara profit, tapi ada dampak sosial pula,” terangnya, kemarin (19/3).

Komitmen Simona terhadap segmen ini sendiri sebenarnya cukup menantang, terlebih belum banyak investor yang spesifik peduli terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik di Indonesia maupun global. Pun demikian, jumlah founder yang datang dari kalangan perempuan juga sedikit.

Ambil contoh tersingkat dari jumlah startup unicorn di level Asia Tenggara, di sana founder yang bertindak sebagai level decision maker dari kalangan perempuan juga sangat minim. Padahal, lanjutnya, ketika di level decision maker itu datang dari berbagai latar belakang, maka akan memberikan solusi yang jauh lebih baik buat suatu startup. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan untung dari segi bisnis.

“Sebenarnya isu ini di industri manapun sama, yang ingin kami dukung adalah mindset-nya, kenapa harus diverse, kenapa harus ada perempuannya di level decision maker. Karena kalau di level itu ada ada diversity, enggak hanya dari segi gender saja maka akan beri suatu solusi yang jauh lebih baik, ujung-ujungnya perusahaan akan lebih profitable.”

Ditambah lagi, sejak pertama kali Putri memulai kariernya di dunia IT di 2011, isu ini belum memiliki perkembangan yang signifikan. Kendati, secara industri, kondisi Indonesia sudah jauh berbeda.

Simona akan mencari startup dengan memiliki tim yang cukup diversity, produk yang memberikan solusi tantangan mengenai gender gap, dan tidak harus bergerak di startup teknologi saja. Di samping itu, secara bisnis mereka diharapkan sudah memiliki bisnis dan pernah mendapatkan investasi.

Batch pertama program akselerator Simona

Dalam memulai debut perdananya, Simona Ventures menggandeng Digitaraya untuk menggelar program APAC Women Founders Accelerator. Perusahaan sudah memilih 11 startup yang dipimpin oleh perempuan dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik.

Mereka datang dari berbagai latar belakang dan vertikal industri, seperti AI, sumber daya manusia, ritel, asuransi, fintech, hingga e-commerce. Berikut nama-nama peserta:

1. Avana (Malaysia): melayani usaha mikro melalui transaksi di media sosial, melalui alat otomatisasi dan business intelligence. Pemilik usaha dapat menjual produk secara online di berbagai channel, dan mengubah akun media sosial yang awalnya hanya media promosi jadi platform transaksional.

2. Fuse (Tiongkok): platform yang mengintegrasikan O2O dan mengoptimalkan solusi ritel offline dengan e-commerce. Melalui Fuse, bisnis dapat mengidentifikasi perilaku pelanggan secara offline untuk meningkatkan konversi penjualan toko.

3. Gadjian (Indonesia): adalah aplikasi untuk manajemen dan penggajian SDM berbasis cloud. Gadjian menyediakan data secara akurat untuk mengoptimatisasi peranan divisi HR terutama saat perhitungan gaji dan pajak.

4. Glazziq (Thailand): platform e-commerce yang menjual produk kacamata secara online dengan harga dua sampai tiga kali lebih murah dibandingkan toko biasa.

5. Kono (Korea Selatan): asisten berbasis AI untuk bantu perusahaan membuat jadwal rapat hingga dapat menghemat waktu dan membantu karyawan bertemu lebih banyak pelanggan, rekan, dan mitra kerja.

6. PolicyPal (Singapura): aplikasi asuansi yang menawarkan solusi menyeluruh dalam hal distribusi, manajemen, dan klaim asurasi lewat teknologi AI dan blockchain. Startup ini lulus dari MAS Fintech Sandbox di Singapura dan mendapat lisensi broker asuransi.

7. Roshni Rides (Pakistan): platform carpooling yang ramah bagi wanita yang secara rutin butuh transportasi yang nyaman.

8. Seekmi (Indonesia): solusi web dan aplikasi yang menghubungkan penyedia layanan lokal dengan pelanggan dari kalangan pekerja kerah biru.

9. Snooper (Australia): aplikasi crowdsourcing yang memberikan insentif bagi pembeli untuk mengumpulkan data dari berbagai toko yang mereka miliki untuk dianalisis oleh brand. Data ini dapat diakses melalui dashboard dan real time.

10. Stylegenie (Filipina): layanan penata busana pribadi yang membantu pelanggan mencocokkan gaya berpakaian mereka dengan data yang disediakan oleh brand ritel.

11. ViralWorks (Vietnam): wadah yang menghubungkan brand dan pemasar ke jaringan influencer sehingga memberikan peluang monetisasi bagi pengguna media sosial yang memiliki banyak followers. Dibantu juga dengan algoritma yang dapat menargetkan khalayak secara lebih efektif.

Seluruh peserta di atas akan mengikuti program akselerator selama lima hari yang dimulai dari bootcamp dan immersion berlangsung dari tanggal 25-27 Maret 2019. Esok harinya mulai demo day. Lalu, di tanggal 29 Maret 2019 akan berlangsung 1-1 meeting dengan para mentor atau calon investor.

Pembicara dan mentor datang dari para pakar dan pelaku industri, di antaranya dari McKinsey & Company Indonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, hingga perwakilan dari Kementerian Kominfo.

“Sebagai akselerator startup di Indonesia, kami sangat sadar akan tantangan yang dihadapi para perempuan pendiri startup. Hingga saat ini, hanya 10% startup di program kami yang memiliki co-founder atau eksekutif di C-level adalah perempuan,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Dia melanjutkan, “Kami yakin menciptakan lingkungan yang mendukung para perempuan dan membantu mereka jadi panutan bagi generasi berikutnya sangatlah penting. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan Simona untuk merayakan para founder perempuan dari Asia Pasifik dan mendukung keseimbangan gender dalam industri teknologi.”

AnyMind Group Kantongi Pendanaan Seri B Plus Rp112 Miliar

Setelah sebelumnya telah mendapatkan pendanaan Seri B senilai $13,4 juta (sekitar 204 miliar Rupiah) dari LINE Corporation dan Mirai Creation Fund akhir tahun 2018 lalu, AnyMind Group kembali mengumumkan perolehan pendanaan Seri B Plus senilai Rp112 miliar. Dengan demikian perolehan dana Seri B perusahaan menjadi lebih dari 316 miliar rupiah. Investor yang terlibat dalam pendanaan kali ini adalah VGI Global Media Plc dan Tokyo Century Corporation.

CEO AnyMind Group Kosuke Sogo menyebutkan, pendanaan kali ini akan difokuskan untuk pengembangan bisnis AnyMind Group di Indonesia dan juga negara-negara lainnya. Berkantor pusat di Singapura, saat ini AnyMind Group memiliki lebih dari 400 staf dari 20 negara, di 13 kantor dan 11 pasar.

“Dengan adanya investor baru, kami sekarang berada di posisi yang kuat untuk mendorong industri periklanan, influencer marketing dan sumber daya manusia di Asia.”

Untuk mendukung pertumbuhan ekosistem influencer marketing, AnyMind Group melalui CastingAsia juga meluncurkan CastingAsia Creators Network. Platform yang nantinya bisa menjadi wadah bagi content creator di semua platform media sosial yang ada, bisa mendapatkan kesempatan untuk menambah wawasan, memperluas jaringan hingga berpotensi untuk mendapatkan sponsorship, jika bergabung dalam jaringan.

Selain di Indonesia, CastingAsia Creators Network juga hadir di Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Ekspansi selanjutnya termasuk ke Singapura, Hong Kong, Taiwan dan jepang.

“Melalui jaringan ini nantinya content creator dari Indonesia bisa melakukan kolaborasi dengan content creator dari negara lainnya. CastingAsia akan membantu mereka mengembangkan kreasi dengan bergabung dalam jaringan CastingAsia Creators Network,” kata Sogo.

Secara keseluruhan CastingAsia telah memiliki sekitar 35 ribu lebih influencer mikro dan makro di 17 pasar. Di Indonesia sendiri saat ini telah bergabung sekitar 10 ribu influencer dan targetnya hingga akhir tahun 2019 jumlah tersebut akan bertambah menjadi 15 ribu influencer.

Untuk mendukung rencana tersebut, AnyMind Group telah mengakuisisi Moindy Digital Co.Ltd, yang merupakan jaringan multi-channel terkemuka di Thailand. AnyMind Group akan menampung merek Moindy di bawah portofolio CastingAsia.

“Pendanaan baru yang telah kami dapatkan salah satunya akan kami investasikan untuk mengembangkan CastingAsia Creators Network di pasar yang kami sasar. Kami melihat ke depannya tren influencer marketing memanfaatkan media sosial akan semakin masif dan terus bertambah jumlah hingga demand-nya,” kata Sogo.

Rebranding platform untuk publisher

Untuk mempermudah publisher mempelajari data dan mengolah data yang ada, AdAsia Holdings, penyedia solusi end-to-end periklanan dan bagian dari AnyMind Group, melakukan rebranding perusahaan untuk publisher menjadi AdAsia360 (sebelumnya bernama AdAsia Digital Platform untuk publisher). Turut dirilis gelombang pertama fitur baru yang akan mengubah platform menjadi asisten yang bisa mencakup semua untuk publisher.

AdAsia360 memungkinkan pemilik media online untuk mengelola dan melacak aliran pendapatan situs mereka di berbagai platform dari sisi penawaran dan jaringan iklan melalui marketplace swasta, penawaran secara real time, dan agregat serta optimalisasi permintaan sumber daya dan harga dasar melalui pembelajaran mesin (machine learning) untuk iklan video, native, dan display advertising.

“Alasan utama mengapa kami melakukan rebranding adalah, agar fokus kami tidak hanya melakukan monetisasi namun juga membantu publisher untuk mendapatkan data analytics dan hal-hal terkait lainnya memanfaatkan teknologi kami,” kata Sogo.

Meskipun mulai banyak bermunculan startup lokal hingga asing yang menyasar kepada advertising technology (adtech), tidak menjadikan pertumbuhan AdAsia Holdings menurun. Dengan produk yang dimiliki, diklaim AdAsia Holdings kerap mengalami pertumbuhan yang signifikan. Saat ini, AdAsia Holdings memiliki tim Publisher Engagement lokal di 11 pasarnya di Asia, memberikan publisher kustomisasi onboarding dan dasbor produk, situs, unit iklan, serta analisis, dan konsultasi strategi monetisasi.

“Kami melihat saat ini masih besar demand dan pertumbuhan bisnis kami yang menyasar advertising technology di AdAsia Holdings. Bukan hanya di Indonesia tapi negara lainnya,” kata Sogo.

A Hotel Management Service Developer, Zuzu, Receives Series A Funding Worth 52 Billion Rupiah

Zuzu Hospitality Solutions (formerly known as Zuzu Hotels) today (3/19) announces series A funding worth of $3.7 million or equivalent to 52,5 billion rupiah. This round was led by Wavemaker Partners, the previous investor which leads the seed funding. Other investors involved are Golden Gate Ventures, Convergence Venture, Alpha JWC Ventures, and Line Ventures.

The additional capital is to be focused on its operational in Indonesia, Taiwan, and Singapore. They also planed an expansion to some Asia Pacific’s region. Zuzu, along with this, also appointed some industry’s veteran, such as Jake Coleiro for Australia’s Country Manager,and Prae Wattanalapa for Thailand’s Country Manager.

“Acquiring advanced support from investors show that we’re still in line with mission to provide an independent hotel management service. We also glad to have new investors in supporting our next international expansion phase,” Zuzu’s Co-Founder,Dan Lynn said.

After pivot and stopped doing budget hotel business (B2C), Zuzu focused on providing management solution for hotel operation system (B2B). Through their digital system implementation, hotel can provide efficiency to increase online profit up to 30% in average. Their mission is to assure hotels can provide the best service for its customers without any barrier of operational and complicated software implementation for services.

Previously, there has been similar service in Indonesia offering operational system to help hospitality management. One example is Caption, a Yogyakarta based hospitality startup.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pengembang Layanan Manajemen Hotel “Zuzu” Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 52 Miliar Rupiah

Zuzu Hospitality Solutions (dulu dikenal dengan nama Zuzu Hotels) hari ini (19/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3,7 juta atau setara dengan 52.5 miliar Rupiah. Putaran pendanaan ini dipimpin oleh Wavemaker Partners, investor sebelumnya yang juga memimpin dalam pendanaan awal. Turut berpartisipasi beberapa investor termasuk Golden Gate Ventures, Convergence Venture, Alpha JWC Ventures, dan Line Ventures.

Penambahan modal yang didapat difokuskan untuk menguatkan operasionalnya di Indonesia, Taiwan, dan Singapura. Pihaknya juga berencana melakukan ekspansi ke beberapa wilayah di Asia Pasifik. Bersama dengan ini, Zuzu turut menunjuk beberapa veteran industri, yakni Jake Coleiro untuk menjadi Country Manager Zuzu Australia dan Prae Wattanalapa sebagai Country Manager Zuzu Thailand.

“Mendapatkan dukungan berkelanjutan dari investor menunjukkan bahwa kami masih selaras dengan misi untuk memberikan manajemen layanan hotel yang independen. Kami juga bersyukur telah mendapatkan investor baru untuk membantu fase ekspansi internasional berikutnya,” ujar Co-Founder Zuzu Dan Lynn.

Pasca pivot dan tidak menjalankan bisnis budget hotel (B2C), Zuzu fokus memberikan solusi manajemen untuk sistem operasi hotel (B2B). Melalui implementasi sistem digital miliknya, rata-rata hotel dapat menghadirkan efisiensi untuk meningkatkan pendapatan online hingga 30%. Misi Zuzu ialah memastikan hotel dapat fokus memberikan suguhan layanan terbaik bagi para tamunya, tanpa harus pusing mengurus operasional dan implementasi perangkat lunak yang berbelit untuk pelayanan.

Di Indonesia sebelumnya juga sudah ada layanan serupa yang memberikan sistem operasi untuk membantu manajemen perhotelan. Salah satunya ialah Caption, startup hospitality berbasis di Yogyakarta.

Menemukan Investor yang Tepat Saat Menggalang Dana

Alpha JWC Ventures, perusahaan modal ventura yang fokus pada startup di Indonesia, dalam sebuah event bertajuk “Fundraising, It Ain’t Rocket Science” mengundang Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya, Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, dan AVP Corporate Finance Tokopedia Randall Aluwi untuk berbagi tentang poin-poin penggalangan dana bagi startup, khususnya startup pemula.

Tidak hanya soal angka

Penggalangan dana adalah suatu hal yang mendasar bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan bisnis secara keseluruhan. Banyak strategi yang digalakkan startup demi mendapatkan investasi yang tepat.

Menggalang dana tidak hanya berbicara tentang angka, tetapi juga pertimbangan lain, seperti reputasi investor. Hal ini tidak kalah penting dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, sebuah startup tidak bisa gegabah dalam mengambil keputusan.

“Semua yang mengharuskan Anda untuk segera menandatangani kesepakatan belum tentu berujung baik. Saat seseorang melakukan investasi terhadap aset, hal itu akan berlangsung selamanya. Anda tidak akan memutuskan sesuatu yang berdampak jangka panjang dalam waktu singkat,” ujar Reynold Wijaya.

Jalan sudah ada, tinggal cara meyakinkannya

Randall Aluwi mengungkapkan bahwa penggalangan dana saat ini relatif lebih mudah jika dibandingkan tahun-tahun awal Tokopedia berdiri.

Fundraising pada tahun 2009 sangat berbeda dengan tahun 2014 ke atas. Pada saat itu belum ada VC dan tantangannya kami harus mendapatkan kepercayaan dan kenyamanan dari para investor, sementara industri digital belum semarak saat ini. Sekarang, jalannya sudah ada, tinggal bagaimana cara meyakinkannya,” ungkapnya.

Mengenai waktu yang tepat untuk penggalangan dana, ia menyebutkan tidak ada waktu yang tidak tepat. Penggalangan dana bisa dilakukan kapan saja.

“Penggalangan dana itu tidak sulit, yang sulit adalah menemukan investor yang tepat, dengan nilai investasi yang sesuai,” ungkap Reynold.

Siap dengan tiga hal fundamental

Persaingan ketat di era digital mengharuskan para pemain industri untuk lebih giat dalam usaha menggalang dana dan menyusun strategi yang tepat untuk bisa membangun bisnis yang berkelanjutan.

Menurut Reynold, dalam menggalang dana tidak perlu takut gagal mendapat investasi. Selama ada tiga hal fundamental: pasar yang baik, tim yang solid, dan didukung dengan data yang valid; investor akan berminat untuk menanamkan modal.

“VC tidak pernah takut kehilangan uang, tetapi mereka takut melewatkan kesepakatan yang bagus,” ujarnya.

Tempo.co Berinvestasi Tahap Awal untuk Platform Edukasi Bisnis Kuliner “Foodizz”

Media daring Tempo.co berinvestasi tahap awal untuk startup edukasi bisnis kuliner Foodizz dengan nilai yang tidak disebutkan. Foodizz akan memanfaatkan infrastruktur Tempo.co dan melakukan cross border content untuk memperluas jaringan pengguna.

CEO Foodizz Andrew Ryan Sinaga mengatakan, Tempo.co adalah investor strategis yang memiliki jaringan pembaca yang selaras dengan target pengguna Foodizz yakni berusia 25 tahun ke atas, first jobber, dan sebagainya. Disebutkan juga sekitar 40% pembaca Tempo.co adalah wirausahawan.

“Kita mau leverage infrastruktur media punya Tempo karena mereka itu punya demografi yang sama seperti kita. Kemungkinan cross border content juga bakal dilakukan karena setahu saya kanal yang paling banyak di baca di Tempo itu kanal bisnis,” ucapnya, Kamis (14/3).

Dalam kesempatan yang sama, CEO Tempo.co Toriq Hadad menyebut bisnis kuliner adalah hal yang tidak dikuasai Tempo. Meski demikian, pihaknya melihat segmen ini memiliki prospek yang sangat menarik karena kuliner itu bisnis yang selalu memiliki demand.

“Tempo sangat eager utuk bantu semua orang yang mau usaha kuliner karena buying power-nya selalu ada di sini. Tapi jujur, kami ini tidak berpengalaman di dunia ini,” kata Toriq.

Secara potensi pasar, PDB yang disumbangkan dari industri kuliner tertinggi, sebesar 42% terhadap total PDB ekonomi kreatif pada 2016. Kemudian disusul oleh fesyen (18,15%), dan kriya (15,7%). Menurut BPS, jumlah tenaga kerja yang disumbangkan dari kuliner sebanyak 51% dari total pekerja ekraf 7,5 juta orang.

Hanya saja, ada tantangan yang cukup fundamental dihadapi oleh pebisnis kuliner, yakni isu pengetahuan, jaringan, dan sumber pendanaan. Menurut Kementerian Perindustrian, 90% pebisnis kuliner itu sering mengalami kebangkrutan dan 99% pebisnis gagal memiliki cabang lebih dari satu outlet.

“Berangkat dari fakta tersebut, Foodizz memberikan solusi untuk para pebisnis kuliner dengan menyediakan pembelajaran bisnis kuliner yang lengkap, dan dibawakan oleh para expert, dan disajikan dalam format online,” tambah Andrew.

Model bisnis Foodizz

Andrew menjelaskan Foodizz bekerja sama dengan para ahli kuliner, pemilik bisnis, dan profesional untuk berbagi konten soal bisnis kuliner dari berbagai aspek, baik itu teknikal maupun tips. Sekarang ada 15 ahli kuliner yang sudah mengisi konten di Foodizz dan dapat diakses lewat situs maupun aplikasi Foodizz.

Dia menargetkan setidaknya sampai akhir tahun ini Foodizz dapat bekerja sama dengan 50 ahli kuliner dan menghasilkan lebih dari 1000 konten. Untuk perdalam keahlian, Foodiz juga tengah membuat modul bisnis bersama SBM ITB sebagai standar pembelajaran dan menjadi basis awal pembuatan setiap konten.

“Dalam modul itu akan dibuat sangat detil, mulai dari persiapan awal, sampai tahap ideation, sehingga bisa menyasar semua skala bisnis usaha. Rencananya Mei 2019 akan dirilis.”

Ke depannya Foodizz berencana membuat sertifikat yang bisa disimpan para penggunanya. Sertifikat tersebut bisa digunakan sebagai persyaratan apabila mereka berniat untuk mengikuti pameran di luar negeri yang disponsori oleh pemerintah.

Sertifikat ini sekaligus memberikan solusi kepada pemerintah. Andrew bercerita, Kementerian Koperasi dan UKM mengaku kesulitan saat melakukan kurasi peserta kuliner yang akan diajak untuk pameran di luar negeri. Kualitas kurasi pun tidak memiliki standar yang pasti.

“Nanti sertifikat yang sudah dipelajari oleh pengguna dapat dihubungkan dengan para stakeholder untuk berbagai kebutuhan. Proposisi unik yang kami tawarkan ini mendapat dukungan dari pemerintah.”

Dia menyebut, sejak Foodizz dirilis pada awal tahun ini, telah menjaring lebih dari 20 ribu komunitas. Sebanyak 2.500 pengguna aktif mengakses aplikasi Foodizz setiap harinya, dari angka tersebut 200 orang di antaranya adalah pengguna berbayar. 90% dari pengguna ini adalah pengusaha kuliner yang memiliki 1-3 gerai.

Mereka membayar biaya keanggotaan sebesar Rp2,5 juta untuk mengakses konten sepuasnya selama enam bulan. Keanggotaan ini sekaligus jadi satu-satunya monetisasi dari Foodizz. Ditargetkan sampai akhir tahun ini Foodizz dapat menambah anggota berbayar jadi 100 ribu orang. Target ini akan dicapai dengan mengadakan workshop edukasi yang siap ditempuh lewat jalur offline di berbagai lokasi.

“Workshop edukasi offline itu juga penting karena kita juga bisa berhubungan dengan stakeholder lain seperti industri keuangan, Bekraf, dan pemerintah provinsi. Membangun komunitas kuliner ini penting sebab susah ditemukan, beda dengan startup pada umumnya.”

Jalur monetisasi berikutnya adalah investor relation. Foodizz akan membantu pengusaha yang membutuhkan kapital dan dihubungkan dengan investor yang tepat. Andrew bilang jalur tersebut sudah tersedia, namun belum jadi fokus utama tahun ini.

MDI Ventures Kucurkan Dana untuk Platform Asuransi Digital Singapura CXA Group

Akhir tahun lalu MDI Ventures mengucurkan pendanaan ke startup fintech remitansi asal Singapura, InstaReM. Di awal tahun 2019 ini, mereka kembali menambah daftar portofolio di negeri jiran dengan mengucurkan pendanaan baru untuk startup asuransi digital (insurtech) Singapura, CXA Group.

Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini investor lainnya, seperti Singtel Innov8, Sumitomo Corporation Equity Asia, Muang Thai Fuchsia Ventures, Humanica, dan Heritas Venture Fund.

Kepada DailySocial, CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengungkapkan, pendanaan kali ini diharapkan bisa disinergikan dengan jaringan yang ada di Telkom Group, terkait bisnis dan inovasi yang dimiliki CXA sebagai startup insurtech.

Dengan pendekatan yang cukup unik, CXA menawarkan pilihan yang lebih fleksibel terkait program kesehatan kepada karyawan perusahaan para kliennya. Lebih dari 1.000 program dan opsi menarik dapat dirancang yang memungkinkan karyawan memilih program kesehatan yang relevan atau menarik bagi mereka. Tujuan utamanya untuk memberikan nilai kepada karyawan agar mereka tetap sehat dan menurunkan premi bagi perusahaan.

“CXA adalah perusahaan yang sangat berbeda dalam industri teknologi kesehatan yang kerap diabaikan, yaitu menggunakan analisis data untuk mengalihkan pengeluaran kesehatan klien perusahaan dari pengobatan ke pencegahan,” kata Nicko.

Bersinergi dengan Telkom Group

Saat ini CXA mengklaim fokus ke pasar Tiongkok, Hong Kong, Asia Tenggara dengan jaringan 600 korporasi. CXA juga memiliki lebih dari 200 staf dan telah mengakuisisi dua broker asuransi tradisional di Tiongkok, mendapatkan lisensi yang diperlukan, dan meningkatkan logistik di berbagai bidang seperti pemeriksaan kesehatan.

“Kami percaya Telkom Group dapat membangun kemitraan yang bermanfaat dan sangat strategis dengan mengintegrasikan analitik kesehatan eksklusif milik CXA Group dengan repositori big data milik Telkom dan membantu pertumbuhan CXA Group di Indonesia. Salah satunya adalah dengan membangun bisnis melalui jaringan asuransi Telkom Group,” kata Nicko.

Justika Legal Service Marketplace Releases a Lawyer App

Justika law service marketplace releases Justika Lawyer Connect to accommodate the partnered advocates with clients. This app is limited to selected advocates.

This app is a part of product series by Justika post receiving Pra Series A funding with undisclosed value from one of the large firm in Indonesia, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) in the late January 2019.

“We want to wrap up the product development. Since going live in June 2018, we only have consulting service through phone. A good problem comes from our user that they’re eager to request for further services, such as document issuance, live consulting, and companionship, it’s our to-be-finalized products,” Justika’s CEO, Melvin Sumapung said to DailySocial.

Melvin explained the special app will connect all orders from clients requesting for specific advocate. It intends to facilitate advocate with high-mobility that afraid to ruin the operational hours.

Justika Lawyer Connect App / Justika
Justika Lawyer Connect App / Justika

The app will give notification to the advocate related to the issue and the system will automatically manage the conference room. When the advocate entered the conference room, the system will detect and connect the client to start the consulting session.

There will be automatic reminder and recorder when the conversation begin.

“Timer works to make sure everything is within 30 minutes, the cost is Rp299 thousand. Recorder is for revisiting, in case something happened, which previously accepted by both parties.”

Justika development

He said Justika is currently has 900 registered advocate in its platform. However, only 11 of them already put in charge of clients. Sumapung said the decision was taken because the team should filter the client’s demand with the advocate skill.

The subsidiary of Hukum Online deals with many issues concerning family, individuals and SMEs. Therefore, advocates registered to Justika are expected to have expertise in this field. This year, the plan is for advocates in charge to be increased by 20-30 people.

“We want to make sure that we didn’t only provide curated advocates, but the skill can follow the user’s demand. Therefore, user can use lawyer for the specific case.”

Advocate can partnered up with Justika after getting through Justika’s internal and verification process. The company will ask for more information about the skills, experience, advocate license, network, and the career journey.

Regarding Justika’s plan with AHP, Sumapung said the team will make the only investor as a strategic partner for product knowledge. AHP is considered as great partner not only in law, but also in building the firm from zero to this point.

He added, although there’s no talk about AHP’s advocates to join as Justika’s partners, they expect to receive the support.

“We have so much to learn from them [AHP] because the expertise, including to build a lawfirm,” he said.

Since established in June 2018, Justika has managed to serve clients in various locations, such as Gresik, Sumatera, Lombok, and Papua. Most of them are in middle class. To date, users are claimed to have increased by 10 times.

We target the middle class consumers, because the high society are the bigger law firm’s clients, while the low level is supported by LBH,” Justika’s CPO, Hafidz Kalamullah said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Marketplace Jasa Hukum Justika Rilis Aplikasi Khusus Pengacara

Marketplace jasa hukum Justika merilis aplikasi Justika Lawyer Connect untuk mengakomodasi advokat yang telah bermitra dengan Justika dan terhubung langsung dengan para klien. Aplikasi ini masih terbatas tersedia untuk kalangan advokat terpilih saja.

Kehadiran aplikasi ini adalah bagian dari rangkaian produk yang bakal digencarkan Justika pasca menerima pendanaan Pra Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan dari salah satu firma hukum besar di Indonesia, Assegaf Hamzah & Partners (AHP) pada akhir Januari 2019.

“Kami mau menyelesaikan pengembangan produk. Sejak live di Juni 2018, kita baru ada layanan konsultasi via telepon. Ada good problem dari user kita ternyata mereka eager untuk minta layanan lebih lanjut seperti pembuatan dokumen, konsultasi tatap muka, sampai pendampingan, Itu produk yang sedang kami selesaikan,” ucap CEO Justika Melvin Sumapung kepada DailySocial.

Melvin menjelaskan aplikasi khusus advokat ini akan menjembatani seluruh pemesanan dari klien yang ingin terhubung dengan advokat tertentu. Kehadiran aplikasi ini dimaksudkan untuk memudahkan advokat dengan mobilitas yang tinggi, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu waktu operasionalnya.

Aplikasi Justika Lawyer Connect / Justika
Aplikasi Justika Lawyer Connect / Justika

Nanti aplikasi akan memberi notifikasi kepada advokat terkait permintaan tersebut dan secara otomatis sistem akan mengatur conference room. Ketika advokat sudah masuk ke dalam conference room tersebut, sistem akan mendeteksi dan menghubungi klien untuk memulai sesi konsultasi via telepon.
Ada waktu pengingat dan alat perekam yang secara otomatis menyala ketika percakapan dimulai.

“Timer itu untuk memastikan semuanya tepat 30 menit, biayanya Rp299 ribu. Recorder itu maksudnya untuk kebutuhan revisit kalau ada apa-apa, yang sebelumnya sudah berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak.”

Perkembangan Justika

Dia menuturkan saat ini Justika telah memiliki 900 advokat terdaftar di dalam platformnya. Namun advokat yang benar-benar sudah melayani kebutuhan klien hanya 11 orang. Melvin berujar, keputusan ini diambil karena pihaknya ingin memfilter antara kebutuhan klien dengan spesifikasi keahlian para advokat.

Anak usaha dari media online Hukum Online ini banyak menangani permasalahan mengenai soal keluarga, individu, dan bisnis skala UKM. Oleh karena itu, advokat yang bergabung ke Justika diharapkan memiliki keahlian di bidang tersebut. Rencananya tahun ini advokat yang bisa melayani klien akan ditingkatkan jadi 20-30 orang.

“Kita ingin make sure apa yang kita berikan ke user tidak hanya advokat yang terkurasi saja, tapi keahlian advokat itu bisa mengikuti kebutuhan user. Jadi user butuh untuk menganani kasus apa, lawyer-nya harus yang sesuai.”

Advokat dapat bermitra dengan Justika setelah melalui proses verifikasi dari internal Justika. Perusahaan akan menanyakan lebih lanjut bagaimana bidang keahliannya, pengalaman, apakah punya lisensi advokat, jaringannya seperti apa, dan sepak terjangnya selama berkarier.

Terkait rencana Justika dengan AHP berikutnya, Melvin mengatakan pihaknya menjadikan investor tunggalnya tersebut sebagai mitra strategis untuk product knowledge. AHP dianggap sebagai mitra yang piawai tidak hanya dalam bidang hukum saja, tapi juga membangun firma dari nol sampai besar seperti sekarang.

Melvin menyebutkan, meski belum ada pembicaraan apakah advokat dari AHP bakal tergabung sebagai mitra Justika, mereka berharap AHP bisa memberikan bantuannya.

“Kita perlu banyak belajar ke mereka [AHP] karena pengalamannya sudah banyak, termasuk membangun bisnis firma hukum,” pungkasnya.

Sejak berdiri di Juni 2018, Justika telah melayani klien yang berada di berbagai lokasi, seperti Gresik, Sumatera, Lombok, hingga Papua. Kebanyakan mereka berada di level ekonomi menengah. Diklaim hingga kini terjadi peningkatan pengguna hingga 10 kali lipat.

“Kami menyasar konsumen yang ada di level ekonomi menengah karena yang level atas itu sudah jadi kliennya law firm besar, sementara yang level bawah itu dibantu oleh LBH,” kata CPO Justika Hafidz Kalamullah.

Grab Announces Investment Over 20 Trillion Rupiah from SoftBank Vision Fund

Grab announces funding worth of US$1.46 billion (equivalent to 20.65 trillion rupiah) from SoftBank Vision Fund. It’s claimed to be their biggest in Southeast Asia.

This funding is included in the ongoing series H round and open for interested investors. In total, Grab has received funding more than US$4.5 billion (around 63.65 trillion rupiah).

The other investors involved in this round are Toyota Motor Corporation, Oppenheimer Funds, Hyundai Motor Group, Booking Holdings, Microsoft Corporation, Ping An Capital, and Yamaha Motor. In fact, Grab has named Decacorn in the series G round.

“SoftBank and The Vision Fund are the long-term strategic investors for Grab, and we’re glad for the advanced support for Grab’s development,” Grab’s Co-Founder and CEO, Anthony Tan said, Wed (3/6).

He said this investment ready to support Grab’s vision as the super app in Southeast Asia. It offers more daily services, bigger accessibility, and convenience for all customers.

In addition, service expansion in terms of financial, food and product delivery, content and digital payment, also the latest service announced last year.

Some services that have and soon to available in Grab’s open platform are on demand video service with Hooq, digital health service, insurance, and hotel reservation with Booking Holdings.

He also specifically said most funding will be invested in Indonesia. Compared to other countries, Tan named Indonesia as the biggest with the most significant growth than other country bases.

“Compared to Thailand or Vietnam, both countries have not really significant impact for Grab.”

He also specifically has no interest to involve in exchange, in any country. He said, the support of strategic investors for Grab are more than enough, therefore, exchange is not on the bucket list.

Business plan in Indonesia

President Director for Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata claims Grab as the leading on-demand transportation that covers 60% of two-wheeler and 70% of four-wheeler in Indonesia. The business is going well in Indonesia and income has increased by two times last year. There’s no specific number to describe the claim.

He mentioned this funding is to be used for micro entrepreneur through GrabFood and GrabExpress, empowering tech talents, and developing local startup through Grab Ventures, and new service in Indonesia.

As part of this focus, Grab plans to introduce electric ride and Personal Mobility Device (PMD) in BSD City. Only, he hasn’t shared the bigger picture regarding the plan, it’s still an initial stage.

Either Tan or Kramadibrata confirmed that the company will look for the right solution for electric vehicle in Indonesia. Therefore, it can be just a copy paste from Singapore. What’s Grab decision on this issue in Indonesia will not be the same with what happened in Singapore.

“Currently, Grab owns the largest number of electric vehicles. There are hundreds in Singapore. We partnered up with everyone, including the government, to create the ecosystem. We invest a lot to build healthier environment in Southeast Asia.”

In group, Grab’s profit has increased by two times from March 2018 to December 2018. GrabFood’s increased by 45 times in the same period. The service has been available in 199 cities in 6 countries.

Grab Financial Group is claimed to be the only platform with access to e-money license in 6 SEA countries. Since established in March 2018, Grab has set the monthly transaction increase for almost 5 times up.

Instant delivery and same day delivery volume for GrabExpress is claimed to increase by three times regionally, and available in 150 cities.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here