Justika Raih Pendanaan Awal dari East Ventures dan Skystar Capital, Perluas Akses Layanan Legal untuk Masyarakat

Platform marketplace layanan legal Justika mengumumkan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Skystar Capital. Dana segar akan digunakan untuk pengembangan produk, pemasaran, dan perekrutan talenta untuk memberikan nilai tambah kepada pengguna.

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyampaikan, akses yang masih rendah terhadap keadilan hukum merupakan masalah serius di Indonesia. Hal ini terjadi karena rumitnya prosedur yang harus dilewati masyarakat dan minimnya informasi tentang akses hukum.

Justika telah membangun platform yang dapat menghubungkan pengacara dan klien, di mana mereka dapat menggunakan berbagai fitur berguna yang tersedia. Kami percaya bahwa Justika akan mendemokratisasi akses hukum dan membantu jutaan masyarakat Indonesia untuk lebih memahami aturan hukum,” ucapnya dalam keterangan resmi, Selasa (22/6).

Untuk mendukung pernyataan Willson, mengutip dari “Research Report on Access to Justice in Indonesia 2019” yang dirilis Indonesian Judicial Research Society, Indonesian Legal Rountable, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, sekitar 110 juta orang Indonesia mengalami masalah hukum yang signifikan dalam dua tahun terakhir.

Sebanyak 71% dari mereka menyerah dalam mencari solusi karena akses yang sulit, baik karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan atau tidak tahu ke mana mereka harus pergi. Terlepas dari tantangan tersebut, Justika percaya bahwa ada potensi besar di industri ini. Dengan pasar legal yang belum tersentuh diestimasi bernilai $7,5 miliar, Justika berencana untuk memperluas basis pengguna mereka dan meningkatkan lini produknya.

Saat ini, Justika fokus pada tiga bidang hukum yang sering dihadapi masyarakat, yakni hukum keluarga, hukum yang melibatkan usaha kecil dan menengah, dan hukum properti. Perusahaan berencana untuk memperluas dan memberikan akses layanan hukum lainnya yang dibutuhkan masyarakat.

“Kami berencana untuk menggandakan pendapatan dengan menargetkan 7 ribu pengguna unik yang membayar per bulan pada tahun depan,” tutur Co-Founder dan CEO Justika Melvin Sumapung.

Justika adalah platform digital yang dibuat untuk menghubungkan masyarakat yang membutuhkan layanan hukum dengan pengacara dan layanan pendukung lainnya, seperti agen pendirian perusahaan dan penerjemah. Platform Justika tidak hanya melakukan inovasi dalam cara masyarakat mencari pengacara, tetapi juga bagaimana pengacara bekerja.

Justika menggunakan teknologi pengolahan bahasa natural atau NLP untuk mencocokkan klien dengan pengacara berdasarkan spesialisasi layanan. Setelah cocok, klien dapat berkonsultasi dengan pengacara dan mendapatkan balasan dalam waktu kurang dari lima menit.

Selanjutnya, pengacara juga dapat memberikan layanan lain tergantung kebutuhan klien, seperti tinjauan atau penyusunan dokumen, konsultasi telepon, negosiasi, dan advokasi di pengadilan. Di sisi lain, pengacara bisa menjalin hubungan dengan klien secara mudah melalui Justika.

Justika sendiri adalah bagian dari portal hukum Hukumonline yang didirikan oleh Ahmad Fikri Assegaf, seorang mitra senior di firma AHP (Assegaf Hamzah & Partners). Ahmad juga bertindak sebagai salah satu pendiri di Justika. Hukumonline kini memainkan peran penting dalam memberikan akses keadilan yang lebih baik melalui database daring, analisa hukum, klinik hukum, dan berita.

Application Information Will Show Up Here

Bluebird Invests in Social Commerce Startup Dagangan’s Pre Series A Funding

Social commerce startup Dagangan announced a pre-series A funding with an undisclosed amount from a series of investors, including CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, and Bluebird Group. This is the beginning round of series A funding that is expected to be closed soon.

According to the company’s official statement today (18/6), the fresh funds will be used to fuel the expansion to 7 thousand villages this year, therefore, more people in rural areas, far from shopping centers can get their daily needs.

CyberAgent Capital’s Managing Director Nobuaki Kitagawa said, “We believe that Dagangan can have a positive impact in helping and improving the economy of the community in tier 3 and 4 regions. “[..] With Dagangan team’s experience and in-depth knowledge of the FMCG industry, we believe that Dagangan will succeed in penetrating underserved local markets where highly inefficient supply chains and a lack of trust from local communities persist,” he said.

Dagangan is a social commerce application that provides various household needs, ranging from basic needs, fresh products, to other daily needs in retail and wholesale. The startup, which was founded in 2019, targets village stall owners who have had to travel 20 km-30 km to shop for daily needs.

“They are usually underserved by principal brands as they are far from urban areas and require help instead of having to close their shops for shopping within 20 km-30 km,” Dagangan’s Co-Founder, Wilson Yanaprasetya explained separately in a virtual press conference.

Dagangan has warehouses in various remote areas on Java Island as a hub and distribution channel in every village, involving local communities to solve distribution access problems in rural areas. Wilson continued, the entire Dagangan’s procurement process is carried out in two ways, taken directly from the principal brand and then stored in hubs, and taken directly from the product owner for products from MSMEs in the surrounding villages.

To date, not only providing household needs, Dagangan platform also sells various MSME products from snacks, kitchen spices, processed ready-to-eat foods, also making their own labels with affordable product prices.

Dagangan targets two types of consumers, shop owners as business actors who usually make large transactions and make purchases on the Dagangan application. Also, retail buyers, who are individuals intend to shop for daily necessities through the Dagangan Mall application. Products ordered by consumers will be delivered within 1×24 hours by its own fleet.

In addition to providing daily needs, Dagangan also partners with local entrepreneurs. Thus, they can improve their life quality through entrepreneurship. There are several hub partners that have joined. Currently, Dagangan operates in more than 4,000 villages spread across Yogyakarta, Central Java, and West Java.

Dagangan’s Co-Founder, Ryan Manafe added, with the current business model, his team is able to attract local community to grow together. “Dagangan is here to provide convenience to local communities in getting on with their daily economic activities. With the spirit of building the local economy, Dagangan offers a one-stop digital service solution to provide various household needs,” he said.

In the future, Dagangan is to expand to other village locations around Java. By the end of this year, it is expectd to be present in 7 thousand villages, 30 hubs, and 40 thousand active consumers.

“We are happy to listen to requests from the community regarding daily needs. If there is a high enough demand for an item, then we will look for them. We expect to become a reliable application for people in rural areas,” Ryan concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Accelerating Asia Tingkatkan Nilai Investasi ke Startup, Kembali Buka Pendaftaran Cohort Kelima

Accelerating Asia, perusahaan modal ventura dan akselerator untuk startup pra-seri A, mengumumkan penambahan keseluruhan jumlah investasinya. Startup kini dapat menerima pendanaan hingga $250.000 (setara Rp 3,5 miliar), naik dari $150.000 (setara Rp 2,1 miliar) pada periode sebelumnya.

“Kami sangat senang melihat traksi yang terbentuk, hasil dan pertumbuhan portofolio startup kami sejauh ini. Dengan meningkatnya minat investor yang mereka terima, ini menjadi penanda awal bahwa model pendanaan akselerasi kami berhasil. Oleh karena itu, kami memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan jumlah investasi dan menaruh kepercayaan lebih besar pada startup yang mengikuti program kami,” ungkap Co-Founder & General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo.

Sejak 2019, mereka mengklaim berhasil mempercepat pertumbuhan 36 startup pra-seri A unggulan di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi digital tercepat seperti Indonesia, Singapura, Bangladesh, Vietnam dan India. Hingga kini, portofolio startup Accelerating Asia telah berhasil mengumpulkan $ 27 juta secara kolektif dan 65% di antaranya diperoleh setelah bergabung dengan network Accelerating Asia.

Dari seluruh portofolio, para startup yang menyelesaikan program akselerator unggulan pada tahun 2019 dan 2020 telah berhasil meningkatkan pendapatan bulanan mereka hingga tiga kali lipat, dari USD 9.000 di awal program Accelerating Asia menjadi USD 27.000 di tahun 2021.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa program akselerasi yang banyak diikuti oleh startup. Mulai dari Gojek Xcelerate, Plug & Play Indonesia hingga Google for Startups Accelerator.

Pembukaan Accelerating Asia Cohort Kelima

Setelah sebelumnya mengumumkan 11 startup yang masuk ke dalam cohort keempat, saat ini Accelerating Asia telah membuka cohort 5 dan akan ditutup pada 30 Juni 2021. Selain program akselerator andalannya, Accelerating Asia juga mendukung ekosistem startup melalui Amplify, akselerator virtual 6-module yang memberikan akses startup pada sumber daya terbaik untuk mengembangkan bisnis mereka.

Secara khusus Accelerating Asia menawarkan akses awal dan eksklusif kepada para investor untuk melihat portofolio startup demi memberikan gambaran tentang alur transaksi yang sesuai syarat, hak prorata, serta kesempatan memilih di awal untuk berinvestasi. Pada 2021 dan seterusnya, Accelerating Asia berencana meluncurkan Fund II di paruh kedua di 2021 dan akan terus melakukan pendanaan serta upaya percepatan startup pra-seri A unggulan di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Ke depannya, perusahaan berencana untuk memperluas kehadiran, mengembangkan jejak yang lebih besar di berbagai pasar melalui perekrutan cohort dan kemitraan dengan pemerintah serta investor. Untuk mendukung ekosistem startup, Accelerating Asia menawarkan program Amplify, sebuah program akselerator virtual dengan enam modul yang memberikan akses bagi startup ke jaringan papan atas untuk menumbuhkan bisnis mereka.

Bluebird Ikut Suntik Pendanaan Pra-Seri A Startup Social Commerce Dagangan

Startup social commerce Dagangan mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari sejumlah investor, di antaranya CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group. Putaran ini merupakan awal menuju pendanaan seri A yang ditargetkan dapat ditutup dalam waktu dekat.

Menurut keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/6), dana segar akan dimanfaatkan sebagai amunisi untuk ekspansi ke 7 ribu desa pada tahun ini agar semakin banyak masyarakat di daerah rural mendapatkan kebutuhan harian yang selama ini jauh dari pusat perbelanjaan.

Managing Director CyberAgent Capital Nobuaki Kitagawa menyampaikan, pihaknya yakin Dagangan mampu memberikan dampak positif dalam membantu, serta meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah tier 3 dan 4. “[..] Dengan pengalaman dan pengetahuan mendalam dari tim Dagangan di industri FMCG, kami yakin bahwa Dagangan akan berhasil menembus pasar lokal yang kurang terlayani di mana rantai pasokan yang sangat tidak efisien dan kurangnya kepercayaan dari masyarakat lokal masih ada,” ucapnya.

Dagangan adalah aplikasi social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, produk segar, hingga kebutuhan harian lainnya secara eceran dan grosir. Startup yang didirikan sejak 2019 ini menyasar pemilik warung di desa yang selama ini harus menempuh jarak 20 km-30 km ke pasar basah untuk belanja kebutuhan.

“Mereka biasanya underserved oleh brand prinsipal karena letaknya yang jauh dari perkotaan dan butuh bantuan daripada harus tutup tokonya untuk belanja dengan jarak 20 km-30 km,” terang Co-Founder Dagangan Wilson Yanaprasetya secara terpisah dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini.

Dagangan memiliki gudang yang tersebar di berbagai pelosok daerah di pulau Jawa sebagai hub dan kanal distribusi di setiap desa, melibatkan komunitas lokal untuk menyelesaikan masalah akses distribusi di pedesaan. Wilson melanjutkan, seluruh proses pengadaan di Dagangan dilakukan dengan dua cara, ada yang diambil langsung dari brand prinsipal lalu disimpan di hub-hub, dan mengambil langsung dari pemilik produk untuk produk dari UMKM di desa sekitar.

Kini, tak hanya menyediakan kebutuhan rumah tangga, platform Dagangan juga menjual beragam produk UMKM, mulai dari snack, bumbu dapur, olahan makanan siap saji, hingga membuat label sendiri dengan harga produk terjangkau.

Dagangan memanfaatkan dua jenis konsumen, yakni pemilik warung sebagai pelaku usaha yang biasa melakukan transaksi dalam jumlah besar dan melakukan pembelanjaan di aplikasi Dagangan. Berikutnya, pembeli eceran yakni perorangan yang ingin belanja kebutuhan sehari-hari melalui aplikasi Dagangan Mall. Produk yang dipesan konsumen akan diantar dalam kurun waktu 1×24 jam oleh armada Dagangan.

Tidak hanya membantu mereka yang kesulitan dalam penyediaan kebutuhan sehari-hari, Dagangan bermitra dengan pengusaha lokal yang menjadi mitra untuk menjadi penyediaan barang. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya lewat berwirausaha. Ada beberapa partner hub yang telah bergabung. Saat ini, Dagangan beroperasi di lebih dari 4 ribu desa yang tersebar di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Co-Founder Dagangan Ryan Manafe menambahkan, dengan model bisnis seperti ini pihaknya mampu menarik tokoh lokal untuk tumbuh bersama. “Dagangan hadir memberikan kemudahan kepada masyarakat lokal dalam menjalankan kegiatan ekonomi sehari-hari. Dengan semangat membangun ekonomi lokal, Dagangan menawarkan solusi layanan digital satu pintu dalam menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.

Ke depannya, Dagangan akan ekspansi ke lokasi desa lainnya di sekitar Jawa. Diharapkan pada akhir tahun ini dapat hadir di 7 ribu desa, 30 hub, dan 40 ribu konsumen aktif.

“Kami senang mendengarkan permintaan dari masyarakat terkait kebutuhan harian. Jika ada permintaan yang cukup tinggi terkait suatu barang, maka kami akan carikan untuk mereka. Harapannya kami bisa menjadi aplikasi yang dapat diandalkan untuk masyarakat di pedesaan,” tutup Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Coinomo Crypto Wallet Is Officially Launched Post Fresh Funding

Coinomo, a new company of Turn Capital’s acquisition over Dapp Pocket (Taiwan-based crypto wallet) and Cappuu (a yield aggregator service), announced fresh funding with an undisclosed value led by Vertex Ventures Southeast Asia & India (Vertex Ventures SEAI). Also, the beta version of the Coinomo application was released for the Indonesian and Taiwanese markets.

This round involved some investors, including zVentures (a Razer venture company), Spartan Group (a blockchain advisory and digital asset management company), Leo Cheng, and Venture Dao (a decentralized autonomous organization/community-based investment DAO consisting of business founders). Turn Capital’s previous investors also participated in this round.

Vertex Ventures SEAI’s partner, Genping Liu said, “We see an increase in interest and continuous innovative applications in the crypto space. Coinomo allows retail investors to easily participate in the ecosystem based on their investment profile return. This provides significant value by abstracting away complexity and confusion for the general retail user, while also reducing the risk of many projects.

“Vertex considers this as an infrastructure game to facilitate the further development of the cryptocurrency ecosystem. We have known and worked with Joseph and Evie for many years, therefore, we are delighted to be able to support them in this new venture.” Coinomo is Vertex Ventures SEAI’s second investment in the crypto industry after Binance Asia.

Razer zVentures’ Investment Director, Cho Weihao added, “Recently, cryptocurrencies have gained popularity among young people and millennials. As the world’s leading lifestyle brand for gamers, most of whom are millennials, Razer zVentures supports Coinomo’s efforts to create value in this area, as well as evaluating potential synergies.”

Coinomo’s CEO, Evie Zhang said the company wanted to bring its expertise in consumer products to Coinomo. In consumer products, it is closely related to two main elements, which is fun and easy to use. “We keep it in mind to apply to every detail and feature in our product designs.”

Coinomo App

Coinomo works closely with licensees in each country, aiming to become the largest and most used crypto gateway in Southeast Asia. In this region, there is a potential of more than 665 million people to be Coinomo users. Coinomo app’s beta version has a feature that allows users to trade cryptocurrencies and participate in yield products from various return on investment (DeFi) profiles.

With an intuitive interface that easily guides and directs users, they don’t have to spend days learning or getting comfortable with crypto products and spaces. In this beta version, Coinomo offers two product yields, providing a glimpse of more products in the future that are scalable, as well as compliant with a number of risk and return requirements from customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Finantier Dapatkan Pendanaan Awal Dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures, Fokus Perluas Akses “Open Finance”

Startup pengembang platform open finance Finantier mengumumkan telah menutup pendanaan awal (seed funding) yang dipimpin Global Founders Capital dan East Ventures. Tidak disebutkan spesifik nominal yang berhasil dibukukan, disampaikan dana 7-digit yang didapat melebihi target perusahaan dan diperoleh pada valuasi post-money 20x dibanding saat pre-seed di bulan November 2020 lalu.

Beberapa investor baru di putaran ini meliputi Future Shape, Partech Partners, Saison Capital, dan GMO VenturePartners. Sementara investor terdahulu seperti AC Ventures, Y Combinator, Genesia Ventures, Two Culture Capital, dan sejumlah angel investor turut berpartisipasi di putaran teranyar ini.

Pendanaan tersebut akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan dan memperbesar penawaran produk, melakukan ekspansi di Indonesia dan sekitarnya, serta menggandakan jumlah karyawan. Disampaikan sejak awal tahun, perusahaan telah menambah timnya menjadi 50 karyawan dan memperbanyak klien serta kemitraan hingga lebih dari 50% per bulannya. Mereka juga telah bekerja sama dengan lebih dari 150 perusahaan dan memberikan akses ke beragam set data.

Selain itu, Finantier merekrut Co-Founder & CEO Truelayer Francesco Simoneschi untuk bergabung dalam jajaran kelompok penasihatnya.

Potensi open finance

Produk open finance yang ditawarkan Finantier berbentuk infrastruktur teknologi berbasis API yang dapat dimanfaatkan fintech untuk menghadirkan layanan keuangan inklusif. Contohnya produk “Finantier Score“, yakni platform credit scoring teregulasi yang dapat dimanfaatkan institusi keuangan digital dalam menunjang layanan pinjaman dengan memastikan kelayakan calon nasabah.

Open finance adalah perpanjangan dari open banking, memungkinkan pertukaran data finansial nonperbankan termasuk kredit dan hipotek secara aman. Selain itu open finance juga memfasilitasi pertukaran terbuka data konsumen sehingga perusahaan dapat memanfaatkannya untuk menjangkau lebih banyak pelanggan sekaligus menciptakan layanan yang lebih dipersonalisasi,” jelas Co-Founder & CEO Finantier Diego Rojas.

Tingginya persentase masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dinilai menghadirkan kesempatan baik bagi pemain open finance. Berbeda dengan open banking yang memfokuskan layanan yang terpusat di sekitar rekening bank, cakupan open finance lebih luas dan tidak terbatas di institusi keuangan berbasis bank.

“Finantier memudahkan akses ke layanan keuangan bagi jutaan orang yang tidak memiliki rekening bank, mulai dari warung-warung pinggir jalan (UKM), hingga pekerja gig economy, memperoleh keuntungan dari jejak data digital mereka. Dengan adanya akses ke layanan keuangan, kami dapat membantu mereka dan orang yang mereka cintai untuk memiliki kehidupan yang lebih baik,” imbuh Co-Founder & COO Finantier Edwin Kusuma.

Data Bank Indonesia mengatakan ada sekitar 90 juta orang dewasa di Indonesia yang tidak memiliki akses produk perbankan.

“Meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia sangatlah penting mengingat banyaknya orang yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Dengan akses yang lebih baik ke layanan keuangan, mereka bisa hidup dengan lebih baik dan dapat ikut meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Kami punya harapan untuk Finantier sejak awal dan yakin bahwa mereka berperan penting dalam mewujudkan harapan tersebut dengan menghubungkan mereka yang tidak memiliki akses keuangan ke fintech dan institusi keuangan di berbagai negara,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Open finance di Indonesia

Layanan open finance di Indonesia cukup berkembang, hal ini ditengarai maraknya pemain fintech dan penerimaan masyarakat luas terhadap produk yang dihadirkan. Dengan bentuk yang berbeda, selain Finantier ada beberapa pemain lain yang juga menjajakan platform serupa. Misalnya Ayoconnecet untuk API bill-payment, Brankas untuk API BaaS, Instamoney untuk API remitansi, dan sebagainya.

Dari sisi pengembang, jelas ini menyajikan kemudahan yang sangat berarti. Dan yang terpenting adalah makna “open” dari istilah yang digunakan, menandakan adanya keterbukaan –dalam kaitannya dengan pengelolaan data– yang bisa menjadikan ekosistem keuangan digital tersebut jauh lebih sehat. Berbagai inisiatif serupa nyatanya juga terus digencarkan para pemain fintech di Indonesia, misalnya yang diinisiasi AFPI untuk membangun pusat data bersama.

Validasi Hipotesis Investasi Dorong Pemodal Ventura Lakukan “Follow-on Funding”

Dibandingkan dua tahun sebelumnya, pada Q1 2021 pendanaan startup di Indonesia terpantau mengalami peningkatan, baik dari sisi jumlah transaksi maupun nominal yang dibukukan. Dari catatan tim riset kami, di periode tersebut terdapat 40 transaksi, membukukan dana [dari 24 transaksi yang nilainya diumumkan] senilai $554,7 miliar atau setara 8 triliun Rupiah.

Secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan. Menjadi menarik untuk diulas lebih dalam, melihat bagaimana tren terkini pendanaan startup, khususnya yang dilakukan pemodal ventura lokal yang notabenenya lebih dekat dengan ekosistem. Kami mencoba membedah data pendanaan mengambil sampel data transaksi pendanaan 2019-2020 terhadap pemodal ventura lokal yang paling aktif: East Ventures, Alpha JWC Ventures, dan AC Ventures.

Temuan menarik pertama yang kami tangkap, ada kecenderungan investor melakukan follow-on funding (pendanaan lanjutan) kepada startup yang sudah didanai di tahun sebelumnya. Ambil contoh yang dilakukan oleh AC Ventures, sepanjang di periode tersebut mereka terlibat dalam pendanaan seri A kepada 5 startup yang pada tahun sebelumnya juga diberi pendanaan seed. Secara total dari 18 transaksi, 8 di antaranya merupakan lanjutan dari 6 pendanaan yang diberikan sebelumnya.

Hal tersebut juga menjadi sebuah indikasi bahwa para pemodal sangat disiplin dengan hipotesis investasi yang telah didefinisikan.

Besaran tiket dan sektor potensial

Mengambil rata-rata dari transaksi yang dilakukan 3 pemodal ventura lokal teraktif, nilai yang diberikan untuk follow-on funding seri A dari setiap fund cukup beragam, di rentang $100 ribu s/d $1,5 juta. Beberapa memberikan nominal yang sama dengan perolehan di seed, lainnya meningkatkan beberapa kali lipat.

Pada tahapan seed nilai minimum yang diberikan berada di kisaran $65 ribu dan nilai tertinggi yang diberikan di kisaran $2 juta. Menariknya, nilai tertinggi pendanaan diberikan pada periode tahun 2021, baik di tahapan seed maupun Seri A.

Dilihat dari ticket size yang diberikan, beberapa sektor mendapatkan nilai yang signifikan. Dari nilai maksimum pendanaan seed yang diberikan, masing-masing pemodal ventura memiliki preferensi berbeda di sisi vertikal bisnis.

Sebagai catatan, ticket size ini selain diukur dari potensi market size suatu bisnis juga dipengaruhi berbagai faktor, termasuk dari internal startup.

Fintech, cloud kitchen, SaaS memiliki kecenderungan untuk mendapatkan nominal seed yang lebih tinggi dari lainnya; pun demikian dalam follow-on funding yang diberikan. Kendati demikian, pemodal ventura kebanyakan masih sektor agnostik. Contohnya yang dilakukan East Ventures yang tetap berinvestasi dalam berbagai vertikal di luar tiga tersebut, yakni ke loyalty, e-commerce, social commerce, wellness, dan beberapa lainnya.

Data akumulasi 2019-2021, SaaS mendapat perhatian lebih dari investor lokal mengantongi jumlah transaksi pendanaan terbanyak [13], lalu disusul fintech [12]. Sektor lainnya memiliki jumlah yang relatif lebih kecil, mulai dari edtech, logistik, on-demand, dan sebagainya.

Pendanaan lanjutan

Potensi founder lokal yang masih terus bisa digali membuat sebagian besar investor lokal masih memfokuskan pada pendanaan tahap awal. Namun demikian, mereka tetap memiliki alokasi khusus untuk memberikan pendanaan lanjutan. East Ventures sebelumnya memisahkan jenis pendanaan tersebut dengan mendirikan EV Growth, namun pada akhirnya dilebur kembali dalam satu entitas.

Dari tiga pemodal ventura lokal tersebut, sepanjang periode tercatat 16 transaksi pendanaan lanjutan (seri B ke atas). Jika dilihat lebih hampir semua merupakan follow-on funding dari investasi sebelumnya yang sudah diberikan. Nilai yang diberikan rata-rata di angka $3,8 juta untuk setiap partisipasi pemodal ventura, dengan nilai maksimal mencapai $9 juta.

Startup di bidang e-commerce, coworking space, SaaS, dan fintech yang mendapatkan fasilitas pendanaan lanjutan dari ketiga investor. Jika didalami, mereka adalah startup yang sudah mencapai tahap kematangan model bisnis dan tengah gencar melakukan ekspansi pasar, baik domestik maupun regional.

Indonesia VC investment trend 2021

Proyeksi 2021

Paruh pertama tahun ini hampir ditutup, sejauh ini transaksi pendanaan ke startup masih terus mengalir. Pemodal ventura juga masih terus mengeksplorasi peluang baru dengan berinvestasi pada founder. Di sisi lain, dukungan lanjutan untuk startup juga terus mengalir — terlebih saat ini ekosistem di Indonesia sudah mendapatkan perhatian lebih dari investor global.

Kemudian, tahun 2021 berpotensi membuka sejarah baru bagi ekosistem startup di Indonesia. Jika para unicorn berhasil melantai ke bursa, ada potensi exit besar bagi para pemodal ventura. Artinya ini memberi kesempatan dana-dana yang kembali bisa diputar untuk generasi pendiri berikutnya — mungkin dengan intensitas dan nominal yang jauh lebih besar.

Didasarkan tren yang ada sejauh ini, tahun 2021 diproyeksikan menjadi pembuka dekade yang baik. Pendanaan startup ditaksirkan mencatatkan nilai tertinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan hipotesis yang lebih matang, investasi pemodal ventura juga menjadi “seleksi alam” yang baik untuk melahirkan bisnis-bisnis digital yang lebih relevan dan tangkas.


Gambar Header: Depositphotos.com

Carro Announces Series C Funding and Unicorn Status, Stirring Car Marketplace Competition

The used car marketplace platform Carro today (15/6) announced Series C funding worth $360 million or equivalent to 5.1 trillion Rupiah. The round was led by SoftBank Vision Fund 2, participated by a number of investors including East Ventures. Carro claims to have reached “unicorn” status with this investment round, aka reaching a valuation of more than $1 billion.

This funding continues the previous ones the company secured for the last few years. In 2020, Carro received debt funding from a number of investors, following the series B round which was closed in the first quarter of 2019. From the seed investment in 2015 until 2020, Carro managed to reach valuation of around $291 million.

The investors involved include Alpha JWC Ventures, B Capital Group, NCore Ventures, Golden Gate Ventures, Endeavor Catalyst, Mitsubishi Corp, and a number of others. SoftBank Group had previously invested in Carro in 2016 through SoftBank Ventures Asia.

Carro is to channel the fresh funds to strengthen its market position and expand its products in the markets of Indonesia, Thailand, Malaysia and Singapore. Carro will also increase its financial services portfolio by expanding beyond in-house loan financing, as well as accelerating the development of AI capabilities.

Carro management team / Carro

Last April, Carro Indonesia stated that their services managed to record total sales of used car units of over 100% in Q1 2021 compared to Q4 2020. In terms of business as a whole, Carro claims to have posted revenue growth of more than 2.5x as of March 2021 and continued its positive EBITDA position for the second year in a row.

The next round, based on the founder’s statement to e27, the company is considering to go public. It is said that the plan will be finalized in the next 18-24 months.

Within its company group, Carro also oversees several digital platforms, such as Genie (Singapore), myTukar (Malaysia), and Jualo (Indonesia).

Market Competition

In the category of purchasing (C2B) and selling (B2C) used cars, Carro competes directly with Carsome — both are regional players with business bases in Indonesia and some countries.

The business model is similar, for C2B they buy consumer cars instantly by conducting thorough inspections. The company provides checkpoints at strategic locations — while purchase requests can be made via the website. The purchased cars are then sold to car dealership owners for re-marketing.

As for the B2C model, the cars that were successfully purchased and inspected were re-sold through their digital platform. The unique value offered is the result of inspection, considering that the goods being sold are used stuff. They also work with financial institutions to peddle credit schemes.

Based on an site visits analysis in Indonesia and Malaysia, Carsome is currently superior to Carro. In each country they operate different sites, such as in Indonesia: Carsome.id and Carro.id; as well as in Malaysia: Carsome.my and myTukar.com.

Carro vs Carsome stats in Indonesia:

myTukar vs Carsome stats in Malaysia:

In terms of funding, Carsome has secured a series D funding round from a number of investors at the end of 2020. From the seed round to the last round, Carsome’s estimated valuation has reached $250 million. Endeavor and the Mitsubishi unit were involved in financing Carsome and Carro.

A recent report published by DealStreetAsia says that Carsome is in the midst of seeking more than $200 million in new funding — and potentially turning them into the next unicorn.

According to company’s submitted data, in Q4 2020 Carsome managed to record the highest revenue, which was double the period before the pandemic. In addition, Carsome also managed to achieve group operational profitability in Q4 2020.

In Indonesia, there are also other players, OLX Autos (formerly BeliMobilGue) which has now been integrated with OLX’s services. The main focus is on buying cars from consumers — although some of the inspection products are currently starting to be sold through OLX and other online marketplace channels.

Carro and Carsome also promote an online-to-offline strategy by presenting outlets to assist the transaction process. Carro just launched the “Carro Automall Point” in April 2021, currently the used car showrooms are located in three areas around Jabodetabek. Meanwhile, Carsome has recently launched the “Experience Center” in early April 2021. For its own inspection points, Carsome has covered 15 cities in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Carro Umumkan Pendanaan Seri C dan Jadi Unicorn, Kompetisi “Car Marketplace” Meruncing

Platform marketplace mobil bekas Carro hari ini (15/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $360 juta atau setara 5,1 triliun Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2, diikuti sejumlah investor termasuk East Ventures. Dengan tambahan investasi ini, Carro menyatakan telah mencapai status “unicorn”, alias mencapai valuasi lebih dari $1 miliar.

Perolehan ini menyambung pendanaan yang berhasil dibukukan perusahaan pada beberapa tahun terakhir. Di tahun 2020, Carro memdapatkan pendanaan debt dari sejumlah investor, menyusul putaran seri B yang ditutup pada kuartal pertama 2019. Dari rangkaian investasi tahap awal tahun 2015 s/d 2020, Carro berhasil membukukan valuasi sekitar $291 juta.

Adapun investor yang terlibat termasuk Alpha JWC Ventures, B Capital Group, NCore Ventures, Golden Gate Ventures, Endeavor Catalyst, Mitsubishi Corp, dan sejumlah lainnya. SoftBank Group sendiri sebelumnya juga telah berinvestasi di Carro pada tahun 2016 melalui SoftBank Ventures Asia.

Carro akan menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat posisi pasarnya dan memperluas produk di pasar Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Carro juga akan meningkatkan portofolio layanan keuangannya dengan memperluas di luar pembiayaan pinjaman in-house, serta mempercepat pengembangan kemampuan AI.

Jajaran tim dan manajemen Carro / Carro

April lalu, tim Carro Indonesia menyampaikan bahwa pada Q1 2021 layanan mereka berhasil membukukan total penjualan unit mobil bekas hingga di atas 100% dibandingkan Q4 2020. Sementara untuk bisnisnya secara keseluruhan, per Maret 2021 Carro mengklaim telah membukukan pertumbuhan pendapatan lebih dari 2,5x dan melanjutkan posisi EBITDA positif untuk tahun kedua secara berturut-turut.

Babak selanjutnya, menurut pengakuan founder kepada e27, perusahaan akan mempertimbangkan untuk go-public. Di katakan rencana tersebut akan dimatangkan 18-24 bulan ke depan.

Dalam grup perusahaannya, Carro juga menaungi beberapa platform digital Genie (Singapura), myTukar (Malaysia), dan Jualo (Indonesia).

Kompetisi pasar

Di kategori pembelian (C2B) dan penjualan (B2C) mobil bekas, Carro berkompetisi langsung dengan Carsome — keduanya sama-sama pemain regional yang juga memiliki basis bisnis di Indonesia dan sejumlah negara.

Model bisnisnya nyaris mirip, untuk C2B mereka membeli mobil konsumen secara instan dengan melakukan inspeksi menyeluruh. Perusahaan menyediakan titik-titik pemeriksaan di lokasi strategis — adapun permintaan pembelian bisa dilakukan melalui situs web. Mobil yang dibeli selanjutnya dijual kepada para pemilik diler mobil untuk kembali dipasarkan.

Sementara untuk model B2C, mobil yang berhasil dibeli dan diinspeksi kembali dijual melalui platform digital yang mereka miliki. Nilai unik yang coba dihadirkan adalah hasil inspeksi, mengingat barang yang dijual adalah bekas. Mereka juga bekerja sama dengan lembaga finansial untuk menjajakan skema kredit.

Berdasarkan analisis kunjungan situs di Indonesia dan Malaysia, sejauh ini Carsome lebih unggul dibandingkan dengan Carro. Di tiap negara mereka mengoperasikan situs yang berbeda, seperti di Indonesia: Carsome.id dan Carro.id; serta di Malaysia: Carsome.my dan myTukar.com.

Statistik Carro vs Carsome di Indonesia:

Statistik myTukar vs Carsome di Malaysia:

Di sisi pendanaan, Carsome akhir tahun 2020 lalu baru membukukan putaran pendanaan seri D dari sejumlah investor. Dari seed round sampai putaran terakhir yang diperoleh estimasi valuasi Carsome telah mencapai $250 juta. Endeavor dan unit Mitsubishi terlibat di pendanaan Carsome dan Carro.

Kabar terbaru yang diterbitkan DealStreetAsia mengatakan, bahwa Carsome tengah dalam penjajakan untuk mendapatkan pendanaan baru lebih dari $200 juta — dan berpotensi membawa mereka menjadi unicorn selanjutnya.

Menurut data yang disampaikan perusahaan, pada Q4 2020 Carsome berhasil membukukan pendapatan tertinggi yang jumlahnya dua kali lipat dari periode sebelum pandemi. Selain itu, Carsome juga berhasil mencapai profitabilitas operasional group pada Q4 2020.

Di Indonesia juga ada pemain lainnya yakni OLX Autos (sebelumnya BeliMobilGue) yang kini sudah terintegrasi dengan layanan milik OLX. Fokus utamanya lebih ke pembelian mobil dari konsumen — kendati saat ini beberapa produk hasil inspeksinya juga mulai dijual melalui OLX dan kanal online marketplace lainnya.

Carro dan Carsome turut galakkan strategi online-to-offline dengan menghadirkan gerai untuk membantu proses transaksi. Carro baru meresmikan “Carro Automall Point” pada akhir April 2021 lalu, saat ini showroom mobil bekas tersebut sudah berada di tiga lokasi sekitar Jabodetabek. Sementara Carsome juga baru meresmikan “Experience Center” pada awal April 2021 lalu. Untuk titik inspeksi sendiri, Carsome sudah menjakau 15 kota di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Dompet Kripto Coinomo Resmi Hadir di Indonesia Setelah Terima Pendanaan

Coinomo, perusahaan yang lahir setelah Turn Capital mengakuisisi Dapp Pocket (pemain dompet kripto asal Taiwan) dan Cappuu (layanan yield aggregator), mengungkapkan telah mendapat dana segar dengan nominalnya dirahasiakan yang dipimpin oleh Vertex Ventures Asia Tenggara & India (Vertex Ventures SEAI). Bersamaan dengan itu, aplikasi Coinomo versi beta pun dirilis untuk pasar Indonesia dan Taiwan.

Dalam putaran ini turut diikuti oleh sejumlah investor, di antaranya zVentures (perusahaan ventura Razer), Spartan Group (perusahaan penasihat blockchain dan manajemen aset digital), Leo Cheng, dan Venture Dao (decentralized autonomous organization/DAO investasi berbasis komunitas yang terdiri dari para pendiri bisnis). Investor sebelumnya, Turn Capital juga turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Partner Vertex Ventures SEAI Genping Liu menyampaikan, pihaknya melihat ada peningkatan minat dan aplikasi inovatif berkelanjutan di ruang kripto. Coinomo memungkinkan investor ritel berpartisipasi dengan mudah dalam ekosistem sesuai dengan profil pengembalian investasi mereka. Hal ini memberikan nilai signifikan dengan mengabstraksikan kompleksitas dan kebingungan bagi pengguna ritel umum, sementara juga mengurangi risiko dari banyak proyek.

“Vertex melihat hal ini sebagai sebuah permainan infrastruktur untuk memfasilitas pengembangan lebih lanjut dari ekosistem mata uang kripto. Kami telah mengenal dan bekerja dengan Joseph dan Evie selama bertahun-tahun, sehingga kami senang dapat mendukung mereka lagi dalam usaha baru ini,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (14/6). Coinomo merupakan investasi kedua Vertex Ventures SEAI di industri kripto setelah Binance Asia.

Investment Director Razer zVentures Cho Weihao menambahkan, “Mata uang kripto telah mendapatkan popularitas di kalangan muda dan milenial belakangan ini. Sebagai merek gaya hidup terkemuka di dunia untuk para gamer, yang sebagian besar adalah kaum milenial, Razer zVentures mendukung upaya Coinomo dalam menciptakan nilai di bidang ini, dan juga melakukan evaluasi terhadap sejumlah potensi sinergitas.”

CEO Coinomo Evie Zhang menuturkan perusahaan ingin membawa keahlian di bidang produk konsumen ke Coinomo. Dalam produk konsumer, berkaitan erat dengan dua unsur utamanya, yakni mudah digunakan dan menyenangkan yang harus selalu ada. “Kami mengingatnya untuk diterapkan di setiap detail dan fitur dalam desain produk kami.”

Aplikasi Coinomo

Coinomo bekerja sama dengan para pemegang lisensi di tiap negara, berambisi menjadi gerbang kripto terbesar dan terbanyak digunakan di Asia Tenggara. Di kawasan ini, menyimpan potensi lebih dari 665 juta populasi jiwa sebagai calon pengguna Coinomo. Aplikasi Coinomo versi beta memiliki fitur yang memungkinkan pengguna untuk jual-beli mata uang kripto dan berpartisipasi dalam produk hasil dari berbagai profil pengembalian investasi (DeFi).

Dengan tampilan antarmuka yang intuitif, membimbing, dan mengarahkan pengguna dengan lebih mudah, pengguna tidak perlu menghabiskan waktu berhari-hari untuk belajar atau merasa nyaman dengan produk dan ruang kripto. Pada versi beta ini, Coinomo menawarkan dua produk yield, memberikan gambaran sekilas mengenai lebih banyak produk di masa mendatang yang terukur, serta sesuai dengan sejumlah persyaratan risiko dan pengembalian investasi dari pelanggan.

Application Information Will Show Up Here