Tren “Same Day Delivery” Diprediksi Meningkat, Persaingan Jasa Logistik Semakin Ketat

Pertumbuhan pasar logistik di Indonesia diprediksi semakin membaik di 2021. Prediksi tersebut sudah mempertimbangkan pada faktor situasi Indonesia saat ini dengan pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial di sejumlah wilayah.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengungkap sejumlah prediksi dan tren logistik yang bakal terjadi di Indonesia di tahun ini. Pertama, ia mengamati bahwa pelaku jasa logistik sudah mulai beradaptasi selama masa pandemi. Hal ini terlihat dari kemunculan layanan baru dan kolaborasi antara startup dan perusahaan logistik besar, terutama untuk mengakomodasi kebutuhan layanan kurir instan (on-demand).

“Di kuartal IV 2020, logistik sudah mulai naik karena spending masyarakat sudah mulai jalan. Di kuartal pertama 2021, memang agak mengkhawatirkan karena ada pemberlakuan pembatasan sosial kembali. Tetapi, kami optimistis karena selama enam bulan terakhir, [pelaku logistik] sudah terlatih untuk beradaptasi. Kami prediksi puncak [kenaikan] logistik terjadi di kuartal III dan IV 2021 sejalan dengan semakin banyak orang yang divaksin,” tuturnya dihubungi DailySocial.

Berdasarkan laporan Ken Research, pasar logistik Indonesia diestimasi mencapai nilai $200,3 miliar dengan CAGR 7,9% pada 2024. Nilai ini sudah termasuk untuk bisnis angkutan barang, pengiriman barang, warehouse, express and parcel (CEP), hingga cold chain logistic.

Kedua, ia memperkirakan kenaikan bisnis logistik di tahun ini akan banyak didongkrak oleh layanan same day delivery. Dengan situasi saat ini, ia memperkirakan tren tersebut dapat memacu pelaku industri logistik untuk mengevaluasi apakah durasi waktu pengiriman same day delivery yang sudah ada saat ini telah memenuhi ekspektasi pelanggan dan kompetitif secara bisnis.

Zaldy yang juga Direktur Utama Paxel bahkan mengaku akan mempertimbangkan temuan tersebut. Terlebih, Paxel yang merupakan startup platform jasa pengiriman logistik berbasis teknologi ini awalnya memulai layanan same day delivery dengan durasi pengiriman hingga 10 jam.

Layanan

Tarif Ja(bo)detabek

Durasi

GoSend Rp2.815/km (0-6km), Rp 18.000 (6-15km), Rp1.200/km (>15km) Max 4 jam terhitung setelah pick-up barang
Grab Express Dimulai dari Rp15.000 (0-5km) Max 6 jam (motor) terhitung setelah pick-up barang
Paxel Flat s/d 5kg Rp8.000 (dalam kota), Rp15.000 (luar kota) 6-8 jam (dalam kota), 10-12 jam (luar kota)
MrSpeedy Rp8.000 untuk 4km pertama Max 90 menit

Sumber: situs resmi Gojek, Grab, Paxel, MrSpeedy / Diolah kembali oleh DailySocial

“Sekarang, same day delivery di dalam kota hanya 2 jam. Selama beberapa tahun terakhir ini, ekspektasi customer naik signifikan. [Paxel] bahkan mengevaluasi lagi apakah same delivery berdurasi 8-10 jam masih bisa berkompetisi. Apalagi, ada yang lebih ekstrem dengan biaya lebih rendah. Ini berarti industri butuh inovasi lebih besar,” paparnya.

Tren same day delivery didorong oleh pengiriman makanan

Jika mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective yang dirilis MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama masa pandemi. Peningkatan ini dipicu oleh sejumlah faktor utama antara lain kegiatan belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial

Selain itu, layanan same day delivery diekspektasi bakal meningkat lebih pesat penggunaannya pasca-pandemi (67,2%) dibandingkan layanan pengiriman regular (78,7%) meski porsinya masih lebih besar. Adapun riset ini diikuti oleh sebanyak 122 responden dari wilayah Jabodetabek (59,8%) dan non-Jabodetabek (40,2%).

Kemudian, responden juga memiliki ekspektasi utama terhadap pengiriman layanan yang tepat waktu (36,7%) dan penyedia jasa logistik dinilai perlu meningkatkan layanan pick-up di masa depan.

Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial
Sumber: MarkPlus Inc / Diolah kembali oleh DailySocial

Ketiga, menurut pengamatan Zaldy, pasar logistik B2B sudah mulai berkurang porsinya dikarenakan terjadi shifting perilaku belanja dari offline ke online. Dorongannya semakin kuat ketika pandemi dan meningkatnya ekspektasi customer yang dinilai semakin ekstrem. Ia memperkirakan komposisi bisnis logistik di segmen B2C bakal naik porsinya dari 10% menjadi 25% di tahun ini.

Keempat, tahun ini sekaligus menjadi ajang pembuktian untuk melihat mana model bisnis logistik yang berhasil, mana yang tidak. Model bisnis baru mungkin akan lebih banyak bermunculan karena banyak pasar baru yang belum terbuka, misalnya jasa pengiriman makanan,” jelas Zaldy.

Beberapa startup raksasa, seperti Gojek (GoFood), Bukalapak (BukaFood), dan Shopee (ShopeeFood) sudah mulai bersiap untuk memperkuat posisinya di segmen pasar ini. Perusahaan logistik besar SiCepat juga bahkan mencaplok 51% saham platform pengiriman makanan DigiResto demi mendorong kontribusi pendapatan dari pasar pengiriman makanan di Indonesia.

Mengutip hasil riset Momentum Works, GMV layanan pengiriman makanan (food delivery) mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi. Laporan ini mencatat GMV layanan pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai $11,9 miliar di 2020.

Untuk pasar Indonesia saja, angkanya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Tantangan bagi perusahaan logistik legacy

Kelima, lanjut Zaldy, ia memperkirakan perusahaan logistik konvensional yang sudah lama beroperasi bakal sulit mengejar tren ke depan. Hal ini karena tidak mudah bagi perusahaan untuk melakukan transformasi atau membangun infrastruktur dalam waktu singkat. Kuncinya ada pada kolaborasi.

Setidaknya, sepanjang 2020 terdapat banyak kolaborasi yang terjadi antara startup dan korporasi. Misalnya, Ninja Xpress bermitra dengan Grab dan Gojek bermitra dengan Paxel. Kemitraan keduanya dilakukan untuk memperkuat jasa pengiriman barang antar-kota (intercity).

Menurut Zaldy, pandemi menjadi pembuka mata agar perusahaan logistik konvensional mau berkolaborasi. “Banyak perusahaan legacy konvensional susah mengejar bisnis karena sekarang ekspektasi customer jauh lebih tinggi. Kita lihat beberapa perusahaan konvensional, service-nya mungkin terancam karena sudah ada same day delivery,” ujar Zaldy.

Bahkan ia juga melihat tren baru yang bakal muncul akibat pandemi, yakni perusahaan non-logistik masuk ke sektor logistik. Blue Bird merupakan salah satu yang sudah melakukannya.

Perusahaan melakukan manuver ke logistik sejak kuartal II 2020 yang diperkuat dengan dukungan aset armadanya. Blue Bird juga mulai memperluas cakupan layanan logistiknya dengan menggandeng Paxel untuk pengiriman paket berukuran besar dengan layanan same day delivery.

“Kami menggunakan armada existing jadi secara cost [efisien]. Intinya, kami ingin berkontribusi pada layanan logistik di masa pandemi, terutama soal higienis yang kami terapkan sesuai standar kami,” ungkap Chief Strategy Officer Blue Bird Paul Soegianto kepada DailySocial.

Zaldy juga mencontohkan bagaimana tantangan ini bakal dihadapi oleh PT Pos Indonesia. Ia menilai infrastruktur yang dimiliki sudah tidak memungkinkan untuk mengejar ketertinggalan dengan penyedia jasa logistik, SiCepat misalnya.

“Akan tetapi, [model seperti] PT Pos Indonesia bisa memanfaatkan infrastruktur dari platform lain, seperti Anteraja. Artinya, first mile dan middle mile bisa saling berkolaborasi, sedangkan kompetisinya ada di last mile,” tambahnya.

Dampak merger Gojek dan Tokopedia terhadap industri logistik

Keenam, ia memperkirakan rencana merger Gojek dan Tokopedia dapat memberikan dampak besar terhadap industri logistik Indonesia. Dan, menurutnya yang bakal terdampak signifikan adalah perusahaan logistik konvensional.

“Merger keduanya bakal membuat perusahaan legacy ‘berkeringat’. Kenapa? Susah membuat perusahaan legacy untuk mengubah model bisnis bisnis, apalagi yang sudah memiliki ribuan armada kurir dan hub. Kecuali mereka punya sistem IT atau teknologi yang bagus, ini bakal sulit. Blue Bird itu satu contoh perusahaan legacy yang sistemnya sudah siap. Pertanyaannya adalah apa mereka sudah mengerjakan ‘PR’-nya?” ucap Zaldy.

Dalam artikel terpisah, Founder dan CEO DailySocial Rama Mamuaya beropini bahwa merger keduanya dapat memberikan dampak besar bagi konsumen dan industri. Dikatakan Rama, kawin silang produk yang saling melengkapi akan menjadi sangat fantastis bagi konsumen. Terlebih, keduanya telah memiliki infrastruktur e-commerce, transportasi, hingga keuangan yang terintegrasi dalam satu aplikasi.

“Saat ini, kita sudah menikmati sistem pengiriman di hari yang sama.
Integrasi antara Gojek dan Tokopedia dapat menciptakan sesuatu yang lebih mengunggah, misalnya pengiriman instan ala Amazon Prime dalam hitungan jam, membantu mendorong transaksi ecommerce, hingga meningkatkan utilisasi pengemudi sehingga lebih ekonomis sebagai bisnis,” paparnya.

LOKET Jual 1,7 Juta Tiket Sepanjang 2020, Terbanyak dari Kelas Online

Berpindahnya aktivitas dari offline ke online sepanjang pandemi, turut mendongkrak kinerja LOKET tahun lalu. Perusahaan mencatat ada lebih dari 1,7 juta tiket terjual yang datang dari 10 ribu event online. Dari 8 ribu event creator yang bergabung ke LOKET, setengah di antaranya adalah event creator yang baru bergabung.

Melihat pertumbuhannya secara yoy, LOKET mencatat kenaikan untuk jumlah event yang dibuat sebesar 50%, sementara event creator yang bergabung sebesar 60%. Patut untuk disimak adalah event kategori MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) menjadi kontributor terbesar dengan penjualan lebih dari 600 ribu tiket online atau naik 200%, yang melingkupi kelas keuangan, memasak, bisnis, dan marketing.

“MICE ini kontribusi terbesar di LOKET karena paling gampang dilakukan.
Angka ini [MICE] enggak akan bisa kita capai kalau [diadakan] offline. Ini semua dimulai dari Maret dan gelombang ini akan kita teruskan [pada tahun ini],” kata Vice President LOKET Ario Adimas dalam wawancara terbatas bersama sejumlah media yang digelar hari ini, Rabu (21/1).

[Ki-Ka] VP LOKET Ario Adimas, Head of LOKET Tubagus Utama, VP Enterprise Business Platform Anvid Erdian / LOKET
[Ki-Ka] VP LOKET Ario Adimas, Head of LOKET Tubagus Utama, VP Enterprise Business Platform Anvid Erdian / LOKET
Beberapa event creator yang paling banyak dibeli tiketnya adalah Sahamology yang berkaitan dengan saham, Rozma Suhardi terkait kuliner, MDRT Day Indonesia 2020 terkait bisnis agen asuransi, dan IdeaFest 2020 terkait event kreatif tahunan. Dua event pertama yang disebutkan ini berhasil menarik antusiasme pengguna dengan mencatatkan penjualan lebih dari 8 ribu tiket.

Kategori berikutnya adalah festival konser dengan penjualan lebih dari 500 ribu tiket berkolaborasi dengan 200 musisi, acara olahraga virtual dengan penjualan lebih dari 10 ribu tiket, dan bioskop drive in dengan penjualan 8 ribu tiket yang memutar 155 judul film.

GoTix, platform penjualan tiket yang dimiliki Gojek, tercatat berkontribusi terhadap lebih dari 350 ribu tiket. Diklaim juga, ada 1 juta pengguna baru LOKET yang membeli tiket melalui platform LOKET.

Inovasi perusahaan dan prediksi tahun ini

Head of LOKET Tubagus Utama melanjutkan, pencapaian perusahaan ini terbilang fantastis karena untuk mengadakan seluruh event tersebut secara offline sangat menguras tenaga dan sulit terjadi. Pada awal pandemi yang berlangsung di Maret 2020, industri event ini sempat terpukul mengingat seluruh aktivitas berhenti tiba-tiba.

Makanya, inisiatif awal yang dilakukan LOKET adalah membuka penggalangan dana untuk para pekerja kreatif yang terdampak. Lalu, pada April mulai mencoba model bisnis baru dengan terjun ke online. “Kita belum mengerti teknologinya, bagaimana optimalisasi dan monetisasinya. Namun tanggapannya cukup bagus. Kami pun menganalisis bagaimana bisa dukung industri dan kami prediksi ini [pandemi] akan berlangsung lama sehingga harus terjun ke event online.”

“Impian kami industri ini tidak boleh kolaps, maka caranya pemain harus kolaborasi dan berinovasi agar tetap produktif,” tambah Adimas.

Dampak lanjutan dari inisiatif awal perusahaan adalah merilis fitur Online Event pada April, untuk permudah event creator mempromosikan acaranya dari link streaming video mana pun. Selang sebulan kemudian, merilis LOKET Live yang mengintegrasikan streaming video dalam satu platform LOKET.com.

Hingga pada September kemarin merilis LOKET Live Studio yang memudahkan siapa pun untuk berkarya melalui penyelenggaraan event secara online. “LOKET Live ini untuk menghimpun individu yang menjadi event creator karena jumlahnya merangkak sangat tinggi di LOKET,” ucap Adimas.

Perusahaan akan terus berinovasi untuk memberikan pengalaman terbaik untuk para event creator dalam menjalankan event. Belajar dari pengalaman sebelumnya, perusahaan memprediksi tahun ini akan tetap didominasi oleh event online dengan pertimbangan belum mereda dari jumlah kasus positif harian Covid-19 dan masih dalam fase awal vaksin.

Dari segi event creator pun diprediksi banyak datang dari individu karena prosesnya yang lebih mudah dan tidak butuh banyak kapital. Terlebih itu, akan semakin banyak event online skala besar yang akan menghadirkan banyak konsep menarik dan baru di luar aturan standar di tahun 2020. LOKET juga prediksi tahun ini dimulainya era hybrid event, yang menggabungkan acara online dan offline dalam satu waktu.

Hybrid event ini menarik dengan melihat pembatasan kapasitas di lokasi offline. Kami melihat ini ada pro dan cons karena yang datang [offline] sedikit, jadi kita akan berinovasi berikan terobosan bagaimana bisa proteksi keamanan dengan ketat agar balance dari sisi demand offline dan online. Tidak bisa dimungkiri, offline ini bisa berikan energi khusus, terutama bagi musisi,” kata Tubagus.

Terlebih itu, perusahaan sudah membuat sejumlah roadmap jikalau acara offline pada waktu mendatang mendapat lampu hijau dari pemerintah. Misalnya dengan protokol kesehatan yang lebih ketat dengan menyertakan surat tanda sehat, cek kondisi dalam dua minggu terakhir, dan pengaturan pengunjung dalam batch yang diatur sedemikian rupa. “Kita sudah mulai pikirkan bagaimana bisa beradaptasi jika acara event offline sudah dapat lampu hijau,” tutupnya.

Telkomsel dan Gojek Integrasikan Layanan Iklan Digital Khusus Mitra Usaha

Telkomsel dan Gojek kembali mengumumkan kolaborasi bisnis berikutnya, kali ini berkaitan dengan perluasan layanan iklan digital Telkomsel MyAds yang bisa diakses melalui aplikasi GoBiz. Kemitraan ini membuka kesempatan para mitra usaha Gojek untuk perluas bisnis dengan menjangkau lebih banyak pelanggan baru.

“Kami harap, kolaborasi antara MyAds dan GoBiz ini dapat membuka lebih banyak peluang dan kesempatan bagi UMKM di Tanah Air, sekaligus membantu perekonomian negara untuk kembali tumbuh secara berkelanjutan,” terang Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro dalam keterangan resmi, Senin (25/1).

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo turut menambahkan, GoBiz adalah salah satu solusi komprehensif Gojek untuk memfasilitas pelaku UMKM go-digital di masa pandemi. “Kami percaya kolaborasi dengan Telkomsel melalui integrasi MyAds Telkomsel dan GoBiz akan membantu ratusan ribu pelaku UMKM di dalam ekosistem Gojek untuk memperluas pangsa pasar dan meningkatkan potensi pengembangan bisnis mereka.”

Melalui integrasi ini, para mitra usaha Gojek dapat mengakses layanan Telkomsel MyAds dari aplikasi GoBiz untuk membuat, mengirimkan, dan memonitor kampanye iklan usaha mereka. Sehingga, mereka dapat memperluas pangsa pasar dan mengembangkan bisnis dengan menjangkau lebih banyak pelanggan baru yang mengandalkan solusi iklan yang terarah dari Telkomsel MyAds.

Telkomsel menyiapkan promo berkala khusus para mitra usaha dalam menggunakan layanan Telkomsel MyAds, sebagai nilai tambahnya.

Telkomsel MyAds adalah bagian dari Telkomsel DigiAds, solusi periklanan digital dari Telkomsel. Solusi bisnis ini memfasilitas pelaku usaha dalam membuat, mengirimkan, dan memonitor kampanye iklan berbasis SMS, MMS, dan pesan pop-up secara mandiri. Solusi ini telah dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis dari seluruh skala bisnis dan industri, mulai dari kuliner, otomotif, warung elektronik, dan edukasi.

Sementara, GoBiz adalah super app yang diciptakan khusus mitra usaha Gojek untuk melengkapi solusi bisnis mereka, terkait operasional sehari-hari hingga pengembangan usaha ke tahapan selanjutnya. Dalam aplikasi tersebut, mitra dapat mengatur promosi secara mandiri untuk menarik lebih banyak pelanggan, menyediakan pilihan metode pembayaran non tunai, rekap seluruh transaksi dan manajemen usaha dengan POS.

GoBiz diklaim telah dimanfaatkan oleh ratusan ribu mitra usaha yang datang dari sektor kuliner dan ritel, dan menghubungkan mitra ke jutaan pengguna Gojek di Indonesia.

Kemitraan Telkomsel dan Gojek sebelumnya

Pasca investasi yang dilakukan Telkomsel kepada Gojek pada tahun lalu sebesar $150 juta, kolaborasi kedua perusahaan semakin gencar dilakukan. Sebelumnya, kedua perusahaan bekerja sama untuk GoShop.

Ada lebih dari 20 ribu mitra seller/outlet Telkomsel telah mendapatkan akses untuk berjualan langsung di GoShop dari aplikasi Gojek. Dengan demikian, para mitra reseller dapat menjangkau kebutuhan dari lebih banyak pelanggan secara digital. Selain itu, Telkomsel turut mendukung produktivitas mitra pengemudi Gojek melalui Paket Swadaya dengan harga mulai dari Rp25 ribu.

“Ke depan, kami menatap optimis untuk menghadirkan lebih banyak upaya kolaboratif dari Telkomsel dan Gojek yang mampu menjadi solusi bagi para pelaku UMKM untuk mengakselerasikan bisnisnya, sekaligus memperkuat komitmen Telkomsel dalam mengembangkan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia lebih jauh lagi,” tutup Setyanto.

Telkomsel, di saat yang bersamaan, bersama dengan Grab menjadi salah satu pemegang saham di LinkAja. Hubungan ini menjadi lebih menarik karena baik Grab dan Gojek merupakan kompetitor. LinkAja pun kini turut hadir sebagai alternatif metode pembayaran baik di Gojek maupun Grab.

Application Information Will Show Up Here

Realisasikan Integrasi dengan Rebel Foods, Gojek Operasikan Layanan Cloud Kitchen “Dapur Bersama GoFood”

Juli 2019 lalu, Go-Ventures terlibat dalam pendanaan seri D startup cloud kitchen asal India, Rebel Foods. Mereka memberikan pendanaan mencapai $5 juta. Disampaikan juga, bahwa Gojek akan membawa konsep tersebut ke Indonesia guna melengkapi ekosistem superapps yang dimilikinya.

Di bawah komando Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo, PT Rebel GoFood Indonesia berdiri dengan misi menjadi perusahaan cloud kitchen terbesar di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, platform tersebut diberi nama “Dapur Bersama GoFood”, diperuntukkan bagi mitra UMKM kuliner untuk mengakselerasi bisnisnya.

“Dengan berbasis data, kami menyediakan ragam kuliner sesuai permintaan di suatu wilayah agar pelanggan lebih dekat dengan pilihan kuliner favoritnya. Konsep cloud kitchen telah banyak diusung oleh para pemain layanan pesan-antar makanan terkemuka di dunia dan terbukti telah sukses membawa usaha kecil dan menengah melaju dengan skala bisnis lebih besar,” terang VP Corporate Affairs Food Ecosystem Gojek Rosel Lavina kepada DailySocial.

Turut disampaikan bahwa GoFood bekerja sama dengan Rebel Foods sebagai perusahaan operator restoran cloud kitchen dalam mendirikan layanan Dapur Bersama GoFood.

Model bisnis

Lebih lanjut Rosel bercerita, Dapur Bersama pada dasarnya adalah ruang kerja yang dilengkapi fasilitas pendukung untuk berbagai jenis restoran dan UMKM kuliner, serta terintegrasi dengan sistem teknologi layanan pengantaran Gojek. Layanan ini terbuka untuk semua mitra usaha kuliner yang telah bergabung di GoFood. Saat ini sudah beroperasi di 3 wilayah, yakni Jabodetabek, Bandung, dan Medan; memfasilitasi lebih dari 350 outlet kuliner dengan 80% di antaranya dari kalangan UMKM.

“Kami melihat tren pertumbuhan positif dari jumlah mitra usaha yang bergabung ke fasilitas Dapur Bersama GoFood dan menjadi sebuah indikasi yang positif bahwa fasilitas Dapur Bersama ini adalah salah satu pilihan solusi yang tepat bagi UMKM kuliner untuk beradaptasi dan mengembangkan usahanya, dalam upaya menyesuaikan dengan gaya hidup baru pelanggan yang semakin mengandalkan layanan pesan-antar makanan,” imbuhnya.

Konsep cloud kitchen ini hadir seiring dengan bertumbuhnya minat layanan food delivery, terlebih di tengah pandemi. Menurut riset McKinsey (2020), ada peningkatan 34% untuk penggunaan jasa pesan antar makanan selama masa pandemi. Di sisi pengusaha, adanya cloud kitchen juga dapat menguntungkan untuk meningkatkan efisiensi bisnis. Rosel menyebutkan, terdapat 4 manfaat yang ingin diberikan Dapur Bersama bagi para mitranya.

Pertama, biaya sewa dan beban infrastruktur yang lebih ringan. Di cloud kitchen, pelaku usaha bisa memanfaatkan berbagai utilitas yang dilengkapkan, sehingga tidak perlu lagi menyewa ruangan khusus, membeli alat-alat, dan membayar perawatan rutin secara terpisah. Kedua, meringankan biaya operasional; karena hanya melayani pesan antar saja, sehingga tidak perlu menyewa kedai atau SDM lebih banyak.

Keuntungan berikutnya yang ingin disajikan, diharapkan bisa menjaga arus kas karena tidak perlu bayar sewa di muka. Berbeda dari area komersial pada umumnya, mitra UMKM tidak perlu membayar sewa di muka setiap tahun, sehingga membantu menjaga kelancaran arus kas. Pembayaran dilakukan menggunakan sistem bagi hasil keuntungan sesuai ketentuan yang berlaku. Dan terakhir, membantu pengusaha melakukan ekspansi bisnis dengan modal dan risiko yang lebih minim.

“Lokasi Dapur Bersama ditentukan berdasarkan data yang diolah dari transaksi dan preferensi konsumen GoFood, sehingga telah sesuai dengan permintaan pasar. UMKM bisa melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga menjadi lebih dekat dengan pelanggan dengan risiko dan modal yang relatif lebih rendah,” terang Rosel.

Ia melanjutkan, “Dari sisi pelanggan, mereka dapat memilih opsi ‘Order Sekaligus’ di halaman pemesanan GoFood, di mana pelanggan dapat memesan menu yang berbeda dari beberapa mitra usaha yang berada di lokasi Dapur Bersama GoFood yang sama dengan hanya membayar satu kali biaya pengantaran.”

Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek
Salah satu mitra usaha GoFood yang telah memanfaatkan Dapur Bersama / Gojek

Perkembangan cloud kitchen

Dengan konsep yang unik, di Indonesia sudah ada beberapa layanan cloud kitchen yang beroperasi. Misalnya Hangry, mereka menyajikan layanan untuk brand kuliner yang dikembangkan secara internal. Tujuannya sama, agar pengguna layanan food delivery mendapatkan pilihan berbagai jenis hidangan dalam satu kedai virtual yang dikunjungi sehingga menghemat ongkos kirim. Sebelumnya juga ada YummyKitchen dari Yummy Corp, memfasilitasi UMKM dengan dapur sentral untuk keperluan produksi.

Kompetitor Gojek di Indonesia, Grab, juga mengoperasikan layanan cloud kitchen untuk tujuan yang kurang lebih sama. Banyaknya cloud kitchen berbasis kemitraan yang hadir menjadi angin segar bagi industri F&B, terlebih di tengah terpaan pandemi seperti saat ini, para pebisnis mau tak mau harus beradaptasi dengan tren baru yang terbentuk di tengah konsumen.

Rencana Gojek berikutnya, mereka masih akan tetap fokus melakukan edukasi dan perluasan implementasi layanan cloud kitchen yang dimiliki, sembari terus menjaga ketat standardisasi terkait protokol kesehatan dan keamanan.

“Saat ini yang semakin menjadi fokus kami adalah bagaimana kami berupaya untuk terus memfasilitasi lewat dukungan edukasi dan implementasi agar seluruh ekosistem kami terlindungi dengan menerapkan protokol kesehatan, keamanan, dan kebersihan (J3K), terutama sejalan dengan diberlakukannya PPKM (sebelumnya PSBB) di berbagai kota di Indonesia, sebagai upaya menekan laju penyebaran Covid-19,” kata Rosel.

Menutup wawancara ia mengatakan, “Sejalan dengan komitmen kami untuk mendukung pertumbuhan mitra usaha dan memenuhi permintaan pelanggan, ke depannya kami akan terus mengembangkan inovasi layanan Dapur Bersama GoFood dengan membuka lebih banyak fasilitas dan berekspansi ke lebih banyak kota di masa mendatang.”

Application Information Will Show Up Here

Bagaimana Merger Gojek Tokopedia Memberi Dampak Positif terhadap Konsumen dan Industri

Berita teranyar yang dibicarakan semua orang di minggu pertama tahun 2021 adalah merger antara Gojek dan Tokopedia yang tampaknya akan segera terjadi, dua startup teknologi paling menjulang di Indonesia. Berbeda dengan rumor dangkal dengan Grab, diskusi yang saya lakukan di berbagai jejaring tentang potensi integrasi antara Gojek dan Tokopedia dari banyak sudut pandang yang berbeda sangatlah menarik. Berikut analisis saya mengenai dampak dari merger ini.

Dampak kepada konsumen

Dari sisi konsumen, kawin silang produk yang saling melengkapi ini akan menjadi sangat fantastis. Infrastruktur transportasi, e-commerce, dan keuangan semuanya dalam satu produk terintegrasi? Hal ini merupakan impian setiap konsumen, niaga hiperlokal! Sekarang, kita sudah memiliki sistem pengiriman di hari yang sama yang tengah berlangsung. Integrasi antara Gojek dan Tokopedia dapat menghasilkan sesuatu yang mungkin lebih menggugah, pengiriman instan ala Amazon Prime dalam hitungan jam, membantu mendorong transaksi e-commerce dan kepuasan pelanggan sekaligus meningkatkan utilisasi pengemudi sehingga lebih ekonomis sebagai bisnis.

Pada dasarnya, Gojek telah melakukan model perdagangan hiperlokal ini melalui platform GoFood, di mana pelanggan bisa mendapatkan makanan yang mereka pesan dalam sekejap, bahkan kurang dari 30 menit. Integrasi dengan Tokopedia akan menghubungkan infrastruktur logistik ini dengan merchant Tokopedia, yang merupakan keunggulan utama Tokopedia di tengah persaingan ketat dengan Shopee SEA.

Hal itu membawa kita melihat pasar lain yang secara praktis menjadi fokus semua unicorn: industri UKM. Baik Gojek dan Tokopedia memiliki basis pengguna UKM yang besar di bawah platform mereka, meskipun dengan jenis kebutuhan yang berbeda. Tanpa tumpang tindih, hanya saling melengkapi. Gojek adalah UKM(restoran, toko, warung) berbasis layanan yang berpedoman pada waktu dan Tokopedia lebih seperti UKM berbasis kerajinan tangan. Kedua unicorn tersebut juga telah melakukan upaya besar dalam digitalisasi UKM melalui Point-of-Sales, aplikasi pemasaran pedagang, bahkan menyediakan modal demi pertumbuhan.

Selain bisnis inti mereka, kedua unicorn juga menjelajahi ruang teknologi keuangan (fintech). Tokopedia dengan investasi strategis di Ovo, yang tertanam dengan baik dan merupakan metode pembayaran default di pasarnya, dan Gojek dengan platform GoPay dan GoPay Paylater. Keduanya juga telah menghadapi persaingan besar oleh ShopeePay, salah satu produk fintech dengan pertumbuhan tercepat di pasar terutama selama pandemi di mana Shopee semakin mendorong akuisisi pelanggan ShopeePay seperti kebakaran hutan dengan menggunakan anggaran pemasaran yang tampaknya tak ada habisnya.

Dampak terhadap industri

Jika disandingkan, kedua perusahaan itu akan mencapai valuasi sekitar $18 miliar. Tentunya, sudah bukan rahasia bahwa IPO menjadi salah satu alasan utama di balik merger ini, investor di kedua perusahaan membutuhkan likuiditas dan pengembalian, lagipula tidak ada salahnya untuk kedua perusahaan mendapatkan modal di masa yang tidak pasti ini. Perusahaan gabungan kemungkinan besar akan mencoba dual-listing jika mereka memilih untuk go public di tahun ini, BEI dan kemungkinan Nasdaq (bisa jadi pasar paling ramah untuk IPO teknologi tahun ini).

IPO akan berdampak pada pasar global dan Indonesia. Baik Gojek dan Tokopedia adalah perusahaan yang ternama yang jika digabungkan, akan menjadikannya sangat besar dan unik. Seperti yang dicetuskan Bloomberg, “sebuah persatuan lokal dari Uber, PayPal, Amazon.com, dan DoorDash.” dan mereka menyampaikannya dengan sangat baik. Meskipun sangat menarik bagi beberapa investor, ini adalah wilayah baru yang unik dan asing bagi sebagian orang, dan akan terjadi penyesuaian dalam memahami bisnis dan fundamentalnya dalam perspektif utuh. Namun demikian, IPO tersebut akan menempatkan Indonesia dalam peta seperti saat Yahoo! mengakuisisi aplikasi media sosial buatan Indonesia, Koprol pada tahun 2010, sebuah peristiwa yang memicu pertumbuhan startup.

Bagi Indonesia sendiri, atau lebih tepatnya investor yang telah berinvestasi di startup teknologi Indonesia, IPO kali ini menjadi cahaya ilahi di ujung jalan. Kemungkinan IPO teknologi raksasa itu ada, tetapi yang lebih penting, pertautan unicorn akan langsung menjadi tujuan utama bagi startup yang ingin diakuisisi, seperti Apple dan Google bagi Silicon Valley.

Tentu saja, saya berasumsi bahwa perusahaan gabungan tersebut akan secara aktif mengakuisisi startup Indonesia yang bisa diandalkan dalam industri ini. Ini juga dapat memulai siklus karyawan-ke-pendiri dan pendiri-ke-investor yang sangat dibutuhkan negara ini.

Meski sangat menarik perhatian, merger juga memiliki beberapa poin yang harus diperhatikan. Privasi data konsumen adalah salah satu yang terpenting. Produk gabungan juga merupakan garis depan profil konsumen. Platform akan mengetahui di mana Anda berada, ke mana Anda pergi, apa yang Anda beli, dan pada dasarnya profil keuangan Anda. Itu baru permukaannya saja. Integrasi ke depan akan meraup lebih banyak data dari konsumen yang akan menjadi sangat berharga bagi perusahaan gabungan. Lihat Amazon sebagai sepotong gambaran di masa depan.

Konsolidasi tidak pernah mudah, restrukturisasi, pengurangan biaya, optimalisasi, dll. Tetapi jika dilakukan dengan benar, hasilnya bisa tak terduga. Potensi luar biasa sudah menanti pasca-merger Gojek dan Tokopedia, keduanya menarik sekaligus menakutkan. Namun sejujurnya, saya sangat bersemangat menantikannya.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Gojek Tokopedia Merger Will Positively Impact Consumer and Industry

Major news, the thing everybody was talking about in the first week of 2021, is the seemingly imminent merger of Gojek and Tokopedia, Indonesia’s two most valuable tech startups. Unlike the weakly rumor of a merger with Grab, the discussion I’ve had in different channels about the potential integration between Gojek and Tokopedia is super exciting from a lot of different angles. Here’s my analysis of how the merger can impact.

Consumer Impact

From a consumer point of view, this marriage of complementary products will be tremendously magical. Transportation infrastructure, e-commerce, and finance all under one integrated product? That’s every consumer’s dream, hyperlocal commerce! Today, we have same-day delivery which works most of the time. The integration between Gojek and Tokopedia can produce something even better, Amazon Prime-style instant same-hour delivery, helping push e-commerce transaction and customer satisfaction even more while increasing driver utilization rate making it more economical as a business.

Gojek has basically done this hyperlocal commerce model through their GoFood platform, where customers can get the food they order in an instant, sometimes less than 30 mins. The integration with Tokopedia will connect this logistical infrastructure with Tokopedia’s merchants, which is a major advantage for Tokopedia amidst the neck on neck competition with SEA’s Shopee.

And that brings us to another market that practically all the unicorns have been focusing on: the SME industry. Both Gojek and Tokopedia has a big user base of SMEs under their platform, albeit with a different type of needs. Minimum overlap, mostly complimentary. Gojek is a time-sensitive service-based SME (restaurants, stores, warungs) and Tokopedia is more like a craft, product-based SME. Both unicorns have also been doing a major effort in SME digitalization through Point-of-Sales, merchant marketing apps, even providing growth capital.

Aside from their core businesses, both unicorns also ventured around the financial technology (fintech) space. Tokopedia with its strategic investment in Ovo, which is well embedded and is the default payment method in its marketplace, and Gojek with its GoPay and GoPay Paylater platform. Both also have been facing major competition by ShopeePay, one of the fastest-growing fintech products in the market especially during the pandemic where Shopee further pushed ShopeePay customer acquisition like a bushfire using a seemingly endless marketing budget.

Industry Impact

Combined, the two companies are valued at around $18 billion. And it’s no secret that IPO is one of the major reason behind this merger, investors in both companies need liquidity and returns, and it won’t hurt both companies to get some capital during these uncertain time. The combined company will most likely look at dual-listing if they choose to go public this year, BEI and maybe Nasdaq (possibly the friendliest market for tech IPOs this year).

The IPO will impact both the global and Indonesian markets. Both Gojek and Tokopedia are amazing companies but combined, it makes a very large and unique. As Bloomberg puts it, “a local mashup of  Uber, PayPal, Amazon.com, and DoorDash.” and they couldn’t be more right. Although this can be exciting for some investors, it’s a unique new and unfamiliar territory for some, and there’s going to be a learning curve in understanding its business and fundamentals in full perspective. Nevertheless, the IPO will put Indonesia on the map the same way Yahoo! acquired made-in-Indonesia social media app, Koprol back in 2010 an event that sparked the startup growth.

For Indonesia itself, or more specifically investors who have been investing in Indonesia’s tech startups, this IPO is a bright light at the end of their tunnel. The possibility of a major tech IPO exists but more importantly, the combined unicorn will instantly become a major destination for startups to aim for acquisition, like what Apple and Google are to Silicon Valley.

Of course, I’m assuming that the combined company will actively acquire Indonesian startups which the industry will rely on. This can also kick start the employees-to-founders and founders-to-investors cycle this country desperately needs.

Although a lot of cause for excitement, the merger also has some points for concern. Consumer data privacy is one of the big ones. The combined product is the next frontier of consumer profiling, too. It will know where you are, where you’re going, what you buy, and essentially your financial profile. And that’s just the surface. Future integration will bring out more data from consumers that will become very valuable for combined companies. For a quick glimpse of the future, look at Amazon.

Consolidation is never easy, restructuring, cost reductions, optimizations, etc. But if done right, the result can be magical. And there are amazing possibilities lie ahead for the Gojek and Tokopedia post-merger, both exciting and frightening.  But if I’m honest, I’m feeling excited more than anything else.


Image from DepositPhotos.com

Gojek Group Jadi Pemegang Saham Bank Jago, Berupaya Percepat Inklusi Keuangan

Gojek Group, melalui anak usahanya GoPay (PT Dompet Anak Karya Bangsa), resmi mengumumkan investasinya di PT Bank Jago Tbk. Sebagaimana disampaikan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), investasi ini berupa penyertaan saham sebesar 22%.

Dengan masuknya GoPay, komposisi pemegang saham pengendali di Bank Jago lainnya adalah PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology (WTT) dengan porsi saham 51%. Sisanya dimiliki publik sebesar 27%.

Ditemui dalam media briefing, CEO Bank Jago Karim Siregar mengatakan, bergabungnya Gojek sebagai pemegang saham baru dinilai menjadi kemitraan sinergis untuk mewujudkan visi perusahaan sebagai tech-based bank. 

“Kita semua melihat layanan keuangan berbasis digital meningkat karena Covid-19. Jadi, ini timing-nya baik ketika Bank Jago ingin mulai menjadi tech-based bank. Di sisi lain, kami menilai visi kami sejalan dengan visi Gojek yang nanti tercermin pada produk dan solusi ke depan,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam keterangan resminya, Co-CEO Gojek Andre Soelistyo mengatakan bahwa investasi di Bank Jago merupakan kemitraan jangka panjang yang diharapkan dapat memperkuat pertumbuhan Gojek ke depan.

Adapun tujuan utama kolaborasi strategis ini adalah mengakselerasi inklusi keuangan. Salah satu inisiatifnya adalah menghadirkan layanan perbankan di platform Gojek. Dengan begitu, jutaan pelanggan Gojek diharapkan dapat membuka rekening langsung di Bank Jago.

Bank Jago resmi berganti nama dari Bank Artos pada Juni 2020. Rebranding ini merupakan salah satu strategi Bank Jago bertransformasi menjadi bank digital pasca akuisisi oleh grup investor yang dipimpin Jerry Ng dan Patrick Waluyo lewat MEI dan WTT.

Kolaborasi antara GoPay dan Bank Jago diklaim sebagai sinergi pertama antara bank digital dan platform super app di kawasan Asia Tenggara.

Deputy CEO Bank Jago Arief Harris menambahkan, tetap akan ada transfer knowledge melalui sinergi tersebut. Namun, mengingat GoPay bukanlah saham pengendali, tidak akan ada perubahan dari sisi manajemen.

“Kami tidak memiliki experience di startup, demikian juga Gojek tidak ada experience di banking. Di sini kami saling mengisi satu sama lain,” tuturnya.

Memperkuat kolaborasi di ekosistem digital

Lebih lanjut, ungkap Karim, Bank Jago akan mengomersialisasikan aplikasi keuangan Life Finance Solution (LFS) yang ditargetkan meluncur pada awal 2021. Platform ini diharapkan mampu menjembatani kebutuhan keuangan dan gaya hidup masyarakat dalam satu aplikasi.

Sedangkan layanan Business Finance Solution (BFS) disebut masih dalam tahap pengembangan. Layanan ini akan menghadirkan digital lending yang fokus terhadap pinjaman di sektor UMKM dan retail. Menurut Karim, ada beberapa partner yang akan menjadi institutional lender pada digital lending ini.

Untuk mewujudkan visinya, Karim mengungkapkan pihaknya akan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pelaku di ekosistem digital. Jika melihat studi kasus di Tiongkok dan Korea Selatan, ujarnya, model bisnis seperti ini dapat berhasil karena kolaborasi dan tidak berjalan sendiri-sendiri.

“Sektor perbankan dulu masih berpikir bahwa mereka harus ada di setiap customer touch point. Sekarang tidak lagi karena ada kolaborasi. Makanya kuncinya ada pada kemampuan teknologi yang akan tercermin pada strategi kami di omnichannel. Kami membangun teknologi sendiri dan team kami cukup strong untuk bangun ini,” paparnya.

Salah satu fokus Bank Jago adalah mengoptimalisasi kolaborasi lewat Open API yang akan menghubungkan layanannya dengan ekosistem digital. Saat ini Open API masih dalam pengembangan dan ditargetkan terealisasi di 2021.

Gojek dan BCA Rilis Perangkat POS GoBiz Plus, Mudahkan Merchant Terima Pembayaran Nontunai

Gojek mengumumkan kolaborasi bersama BCA untuk peluncuran perangkat POS GoBiz Plus guna permudah merchant menerima semua opsi pembayaran nontunai; mulai dari kartu debit, kredit, uang elektronik, dan QRIS. GoBiz Plus merupakan kelanjutan pengembangan dari superapp GoBiz, aplikasi Gojek untuk mitra bisnis sejak 2018.

Co-CEO Gojek Andre Soelistyo menjelaskan, UMKM merupakan tulang punggung ekonomi negara. Oleh karenanya, Gojek punya peranan untuk mendukung mitra UMKM agar terus memperoleh akses untuk go digital. Terlebih di masa pandemi ini, masyarakat semakin mengedepankan transaksi non tunai untuk meminimalisir kontak fisik langsung.

“Untuk mewujudkan visi tersebut, kami selalu melakukan kolaborasi yang telah menjadi DNA kami. Dalam peluncuran GoBiz Plus ini, kami bersama BCA. BCA sudah menjadi big supporter kami sejak lima tahun lalu,” ucapnya dalam konferensi pers yang secara virtual, Selasa (15/12).’=

Perangkat GoBiz Plus / GoBiz
Perangkat GoBiz Plus / GoBiz

Baik Gojek maupun Gojek sama-sama terafiliasi dengan induk yang sama yakni Djarum Group. Melalui Blibli, Djarum menyuntik Gojek dengan nominal dirahasiakan pada 2018.

Direktur BCA Santoso Liem turut menyampaikan, kedua perusahaan punya visi yang sama dalam memajukan sektor UMKM dengan digitalisasi. BCA mengimplementasikan teknologi yang memungkinkan pengguna untuk memilih berbagai opsi pembayaran. Lewat kesempatan ini pula, BCA ingin masuk ke kota lapis dua dan tiga karena ia sadar bahwa BCA selama ini kuat di daerah perkotaan saja.

“GoBiz Plus menggunakan standar-standar pembayaran yang diakui oleh Bank Indonesia, baik itu dari teknologi chip dan QRIS. Ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah yang dapat mendorong UMKM kita,” kata Santoso.

Lebih jauh dijelaskan oleh Head of Merchant Platform Business Gojek Novi Tandjung, GoBiz Plus adalah perangkat keras serba bisa yang mendukung mitra bisnis dapat beroperasi lebih efisien dan mendukung pertumbuhan usaha mereka. Beberapa kemampuannya adalah menerima pembayaran berbagai kartu, berkat kerja sama dengan BCA.

Lalu, menerima pembayaran berbasis kode QR dan berbagai dompet digital; mencetak resi secara instan karena sudah dilengkapi dengan ‘built-in’ printer; dan layanan POS untuk permudah pencatatan pesanan, memperbarui menu dan harga.

Novi melanjutkan, GoBiz Plus sebenarnya sudah dirilis sejak awal tahun ini, namun perilisan baru dilakukan menjelang akhir tahun karena ada banyak pertimbangan akibat pandemi. GoBiz sendiri diklaim sudah memiliki lebih dari 900 ribu merchant di seluruh Asia Tenggara. Tidak disebutkan sudah berapa banyak mitra yang sudah upgrade ke GoBiz Plus.

Novi hanya bilang, GoBiz Plus secara terbatas baru ditawarkan untuk mitra yang memiliki ambang batas transaksi sesuai dengan kriteria. Biaya yang dibayarkan mitra untuk menggunakan GoBiz Plus adalah Rp4.900 per harinya. “GoBiz memiliki merchant yang tersebar di 19 kota di Indonesia. Namun untuk menggunakan GoBiz Plus harus memenuhi syarat tertentu,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Grab dan Gojek Berpotensi Menjadi Merger Terpelik di Asia Tenggara

Sepanjang tahun 2020, rumor tentang merger antara Grab dan Gojek yang ditengahi oleh Masayoshi Son dari SoftBank telah menggema dan menjadi bahan perbincangan.

Jika kedua perusahaan menjadi satu entitas, ini akan menjadi konsolidasi perusahaan teknologi dengan nilai tertinggi di Asia Tenggara — sebuah langkah regional dengan potensi implikasi global. Ini juga akan menjadi plot twist terbesar bagi ekonomi internet regional, mengingat kedua perusahaan tersebut telah bersaing ketat selama bertahun-tahun. Sementara investor tampak bersemangat untuk menyatukan kedua perusahaan ini, kemungkinan merger menimbulkan pertanyaan tentang konsentrasi pasar dan dampaknya pada konsumen dan mitra pengemudi.

Baik Grab dan Gojek sangat diminati oleh para pemodal. Pada bulan Februari, Grab mengumpulkan USD 856 juta dari investor Jepang. Sebulan kemudian, Gojek meraup USD 1,2 miliar dalam putaran Seri F dari investor yang tidak disebutkan. Kemudian, di bulan Juni, Facebook dan PayPal juga menggelontorkan uang ke super-app Indonesia ini. Detail perjanjian tidak disebutkan, namun menurut Crunchbase, Gojek berhasil mengumpulkan USD 375 juta dari investor Amerika. Dan pada bulan Agustus, Grab mengantongi USD 200 juta dari perusahaan ekuitas swasta Korea Selatan Stic Investments, kemudian Gojek mengumpulkan USD 150 juta lagi dari perusahaan telko Indonesia, Telkom pada bulan November.

Dalam beberapa bulan terakhir, Son dilaporkan berperan sebagai kingmaker dan memberi tekanan lebih pada dua raksasa Asia Tenggara itu untuk bergabung dan beroperasi di bawah satu payung. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Grab dan Gojek telah menyelesaikan sebagian besar perselisihan mereka dan memetakan struktur di mana salah satu pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan tersebut, sementara eksekutif Gojek akan terus menjalankan bisnis di Indonesia dengan merek Gojek, menurut laporan Bloomberg.

Meski begitu, baik Grab maupun Gojek membantah kabar soal potensi merger tersebut.

Berawal dari startup transportasi, Grab dan Gojek telah mengembangkan bisnisnya masing-masing hingga memasuki banyak vertikal. Pertumbuhan itu membutuhkan guyuran dana dan perusahaan tetap tidak menguntungkan sampai sekarang.

Tahun lalu, Grab dan Gojek menunjukkan niat mereka untuk meraih profitabilitas dan go public — semua bagian dari rencana untuk menghasilkan keuntungan bagi investor seperti SoftBank. Tekanan meningkat tahun ini karena pandemi COVID-19, ketika transaksi untuk beberapa vertikal operasi Grab dan Gojek anjlok.

Berawal dari startup transportasi, kedua decacorn ini telah mengembangkan bisnisnya masing-masing hingga memasuki vertikal lainnya. Ilustrasi oleh KrASIA.
Berawal dari startup transportasi, kedua decacorn ini telah mengembangkan bisnisnya masing-masing hingga memasuki vertikal lainnya. Ilustrasi oleh KrASIA.

Tantangan pada layanan pembayaran

Langkah paling sulit dalam merger kemungkinan akan menggabungkan layanan pembayaran Grab dan Gojek. Di Indonesia, Grab bekerja sama dengan Ovo sebagai mitra pembayaran resminya, sementara Gojek mengoperasikan platform e-wallet miliknya sendiri, GoPay. Grab baru-baru ini memimpin investasi USD 100 juta di LinkAja, menjadikannya pemegang saham minoritas di platform milik negara. Ovo dan Dana telah lama dikabarkan berada dalam diskusi tentang kemungkinan merger untuk mencegah GoPay memperluas kepemimpinannya pada platform pembayaran.

Tidak seperti vertikal Grab dan Gojek lainnya, layanan pembayaran tunduk pada pembatasan ketat dari bank sentral, Bank Indonesia (BI).

“Jika Anda mempertimbangkan potensi ikatan antara Ovo dan Dana, dan konsolidasi lebih lanjut antara Grab dan Gojek, tiga platform teratas Indonesia — GoPay, Ovo, dan Dana — akan secara efektif dimiliki oleh kelompok yang sama, yang saat ini dilarang oleh Bank Indonesia,” kata Joel Shen, pengacara perusahaan dengan Withersworldwide yang mengkhususkan diri dalam merger dan akuisisi (M&A) dan teknologi di Asia Tenggara.

Regulasi BI bersifat wajib dan suspensori, yang berarti Grab dan Gojek membutuhkan izin dari bank sentral sebelum layanan pembayaran mereka dapat saling terkait, tambah Shen.

Baik Grab dan Gojek adalah perusahaan yang sangat berpengaruh di Indonesia. Co-founder Grab Anthony Tan dan Masayoshi Son dari Softbank diketahui memiliki hubungan baik, serta akses ke Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sementara itu, salah satu pendiri Gojek Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di kabinet Jokowi.

“Saya bisa melihat ini bisa berhasil dengan salah satu dari dua cara ini,” kata Shen. “Pertama, mereka menggunakan pengaruh politik dalam pemerintahan Indonesia untuk mendapatkan persetujuan BI, dan lalu bergabung. Kedua, mereka memisahkan bisnis pembayaran dari vertikal lain, jadi mereka akan menggabungkan bisnis transportasi, pengiriman makanan, dan logistik, tetapi platform pembayaran akan tetap terpisah dan tidak digabungkan.”

Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bagaimana hasil akhirnya, karena Grab dan Gojek belum menyelesaikan bagian komersial dari transaksi tersebut. Meskipun demikian, Shen yakin platform pembayaran akan menghadirkan satu-satunya rintangan regulasi yang paling sulit dalam merger untuk membentuk satu entitas bisnis.

Para investor berkumpul menjadi satu

Grab dan Gojek didukung oleh investor raksasa, dan persatuan mereka dapat menciptakan konvergensi yang tak terduga di antara baynaknya investor. Entitas yang telah memberi cek untuk Gojek termasuk Google, Tencent, Facebook, PayPal, Visa, dan JD.com. Sedangkan Grab didukung oleh Softbank, Uber, dan Didi Chuxing. Alibaba baru-baru ini dilaporkan sedang dalam pembicaraan untuk menggelontorkan USD 3 miliar di Grab; Meskipun hal ini tidak dikonfirmasi oleh salah satu perusahaan, Grab menandatangani kemitraan dengan Alibaba Lazada di Vietnam bulan lalu, menandakan kemungkinan kemajuan dalam diskusi.

“Jika Anda melihat tabel perbandingan antara Grab dan Gojek, kita akan melihat pesaing yang sangat tidak terduga seperti Alibaba dan Tencent, dimana merupakan situasi yang tidak biasa. Ini akan menjadi tabel yang sangat besar dan sesak jika merger benar terjadi,” kata Shen.

Seorang investor yang mengetahui situasi tersebut mengatakan kepada KrASIA bahwa merger akan menguntungkan dari sudut pandang pemangku kepentingan. Grab dan Gojek perlu segera fokus pada keberlanjutan untuk merasionalisasi penilaian mereka, sebutnya. Dan kedua perusahaan memiliki musuh bersama baru: Sea Group telah bangkit dari pandemi dengan angka yang semakin melejit.

Regulasi bisa melindungi merchant dan konsumen

Investor yang berbicara kepada KrASIA ini juga mengatakan merger akan merugikan pengguna, pengemudi, dan mitra merchant Grab dan Gojek. “Mereka [Grab dan Gojek] pasti akan mengurangi insentif dan daya tawar karena akan dimonopoli oleh entitas merger,” kata orang tersebut.

Jika merger terjadi, maka pengguna Grab dan Gojek dapat mengucapkan selamat tinggal pada promosi diskon perusahaan, karena tidak akan ada persaingan yang signifikan atau langsung di arena. Entitas baru juga bisa “menentukan harga secara sewenang-wenang”, ungkap Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, kepada KrASIA.

Untuk saat ini, mitra pengemudi kedua perusahaan menentang merger antara Grab dan Gojek. Asosiasi pengemudi sepeda motor online Indonesia, atau Garda, mengatakan mereka akan melakukan protes jika perusahaan tersebut melanjutkan merger.

“Kami khawatir mega-merger ini akan berujung pada penghentian mitra pengemudi dengan alasan efisiensi perusahaan,” kata ketua dan juru bicara Garda Igun Wicaksono kepada KrASIA. Asosiasi berharap pemerintah turun tangan dan menghentikan konsolidasi.

Regulator dapat memainkan peran yang lebih kuat dengan memperketat aturan tentang penetapan harga dan hubungan platform pedagang. Komisi Persaingan dan Konsumen Singapura (CCCS), misalnya, membatasi pergerakan Grab setelah akuisisi perusahaan atas operasi Uber di Asia Tenggara pada Maret 2018, sehingga Grab tidak dapat mengubah rencana harga secara bebas atau memegang monopoli atas pengemudi.

Menurut investor yang tidak disebutkan namanya yang berbicara dengan KrASIA, perusahaan dapat menghindari monopoli pasar dengan melepaskan bagian-bagian bisnis mereka, seperti operasi angkutan atau pengiriman makanan. “Sebuah ‘perpisahan’ di antara kelompok mungkin diperlukan untuk mempertahankan persaingan,” tuturnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Dinamika Pendiri dan Pimpinan Startup: dari CEO jadi Pegawai

Banyak alasan ketika para pendiri startup akhirnya memutuskan bergabung dengan startup atau perusahaan teknologi yang sudah memiliki nama besar. Mulai dari proses merger dan akuisisi atau kesempatan berbeda yang bisa dieksplorasi.

Kami ingin memahami lebih lanjut bagaimana proses mereka beradaptasi kembali ke situasi yang berbeda. DailySocial mewawancarai Calvin Kizana (Pendiri Picmix dan kini menjadi COO dan Head of Platform GoPlay), Kevin Mintaraga (Pendiri Bridestory dan kini menjabat VP Tokopedia pasca akuisisi), dan Johnny Widodo (CEO BeliMobilGue dan kini menjadi CEO OLX Autos pasca akuisisi).

Proses adaptasi

Kevin Mintaraga memiliki track record bagus ketika menjadi pendiri perusahaan. Setidaknya dia sudah merasakan dua kali perusahaannya diakuisisi oleh entitas yang lebih besar.

Tentang bagaimana proses adaptasi setelah meninggalkan posisi sebagai CEO, Kevin menyebutkan penyesuaian yang paling penting dilakukan adalah mengubah perspektif mengikuti budaya perusahaan baru. Ia percaya visi dan misi perusahaan akan menjadi kompas tersendiri dalam berkarya.

“Selain itu, dibutuhkan kecepatan dalam mengadopsi teknologi, kemampuan membaca kebutuhan pasar dan perubahannya yang sangat dinamis di era digital saat ini, dan pikiran untuk terus maju dan terbuka terhadap ide-ide baru demi menciptakan inovasi terbaik — yang bisa mempermudah kehidupan masyarakat Indonesia,” kata Kevin.

Proses adaptasi yang seamless dan selaras juga dilakukan Calvin Kizana saat resmi bergabung dengan Gojek Group. Ketika bergabung di perusahaan baru, ia merasa ada visi dan misi yang sama dan semangat untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik lagi. Kontribusinya diharapkan dapat mendorong percepatan inovasi teknologi untuk menjawab kebutuhan pasar dan berkolaborasi secara optimal untuk mengembangkan produk bersama tim yang lebih besar.

“Salah satu nilai penting yang saya pelajari selama di Gojek adalah visi perusahaan yang mengutamakan ‘it’s not about you’ yang menjadi prinsip dasar dalam melakukan kolaborasi serta adaptasi ke dalam lingkungan baru. Pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan sepihak dan juga harus dilakukan dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang melibatkan berbagai stakeholders,” kata Calvin.

Kunci utama saat melakukan penyesuaian di tempat kerja dan posisi baru, menurut Calvin, adalah cepat mempelajari struktur yang ada, belajar menyeimbangkan ego, dan memahami bagaimana berkolaborasi optimal untuk mencapai tujuan perusahaan.

Leadership sebagai startup founder juga sangat berperan dalam mendelegasikan pekerjaan dan mendorong kinerja tim lebih maksimal demi mencapai tujuan perusahaan,” kata Calvin.

Menurut Johnny Widodo, pendiri startup biasanya adalah seseorang yang penuh dengan drive dan passion. Ketika mulai menjadi bagian dari keluarga besar dari perusahaan yang baru, banyak hal yang mulai harus diperhatikan.

“Jadi para pendiri startup ini harus bisa beradaptasi dengan managing stakeholders vs shareholders. Lebih bisa bersabar untuk menunggu proses yang mungkin lebih birokratis dan juga belajar untuk memiliki bos/manajer,” kata Johnny.

Secara etika, pada umumnya semua kekayaan intelektual (IP) dan teknologi yang dikembangkan di startup sebelumnya tidak boleh dibawa ke startup yang baru, terutama apabila kedua startup bergerak di dalam vertikal yang sama dan jika startup tempat si pegawai bekerja sebelumnya masih sepenuhnya beroperasi. Hal ini dapat menimbulkan conflict of interest.

Biasanya para pegawai startup harus bersama-sama menyepakati NDA. Jika telah memiliki investor, hal serupa juga berlaku bagi startup founder dengan investor di startup tersebut.

“Apabila startup yang didirikan ternyata mengalami gagal dan founder startup kemudian bekerja di startup/perusahaan lainnya, kita harus perhatikan arrangement yang telah disepakati antara founder dengan investor yang tertuang dalam shareholders agreement. Intinya, pada saat pindah startup, baik pegawai maupun startup founder harus menghargai kekayaan intelektual (IP) dan pengetahuan yang diperoleh dari startup sebelumnya — dengan mengacu kepada kesepakatan yang tertuang dalam agreement antara si pegawai/founder dengan startup sebelumnya,” kata Calvin.

Hal senada diungkapkan Johnny. Banyak hal yang bersifat rahasia yang diketahui pendiri startup tersebut. Eetika bisnis yang tinggi harus diterapkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

“Setiap perusahaan pasti memiliki NDA tersendiri untuk menjamin profesionalitas para pekerjanya, tidak terkecuali Tokopedia. Hal ini tentu harus dipatuhi setiap Nakama demi menjaga kelangsungan bisnis yang sehat,” kata Kevin.

Fenomena perpindahan pegawai

Saat ini perpindahan pegawai startup, dari satu tempat ke tempat lainnya sudah menjadi fenomena yang sering ditemui. Setiap individu memiliki tujuan masing-masing, termasuk dalam berkarier.

Mengingat membangun karier cenderung menghabiskan sebagian besar waktu seseorang, hal yang menjadi sangat penting adalah mencari perusahaan yang memang sejalan dengan tujuan hidup. Seiring berjalannya waktu, tujuan bisa saja berubah. Hal ini, menurut Kevin, dapat menjadi salah satu faktor kenapa seseorang berpindah perusahaan.

“Tujuan hidup saya saat ini sejalan dengan Tokopedia yang konsisten mendorong pemerataan ekonomi Indonesia melalui pemanfaatan teknologi bahkan di tengah pandemi. Maka saya bersama tim terus menghadirkan berbagai inisiatif yang dapat mengakselerasi terwujudnya misi besar tersebut,” kata Kevin.

Sementara, menurut Calvin, peran serta perusahaan dalam menghasilkan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat juga menjadi aspek pertimbangan karyawan untuk berkarya di perusahaan tersebut.

“Umumnya karyawan akan terus bertahan di sebuah perusahaan yang memberinya tantangan, kesempatan untuk belajar, dan semangat untuk terus berkembang. Di samping itu, talenta-talenta profesional saat ini sudah tidak hanya berorientasi pada benefit, namun juga pada bagaimana karyawan dapat berperan dan berkontribusi secara signifikan untuk kemajuan perusahaan dan masyarakat,” kata Calvin.